Anda di halaman 1dari 2

Periode Gelgel berakhir dengan kekalahan dan berakhirnya kekuasaan I Gusti

Agung Maruti pada tahun 1686. Salah seorang putra dari Dalem Dimade yang
bernama Ida I Dewa Agung Jambe dan dengan didukung oleh laskar gabungan
(Singarsa, Denbukit, Badung dan Laskar pering gading oncer ganda dari Desa Beng)
dapat merebut kembali tahta kerajaan. Selanjutnya, para anglurah yang memimpin
laskar gabungan sepakat menobatkan Ida I Dewa Agung Jambe Sebagai Raja (I
Dewa Agung). Ida I Dewa Agung Jambe selanjutnya memindahkan keraton pusat
pemerintahannya ke Klungkung, yang dinamakan Keraton Semarapura. Periode
Klungkung sebagai Kerajaan yang berdaulat dan memiliki otonomi penuh
berlangsung dua abad lebih, tepatnya 222 tahun (1686-1980).
Salah seorang putra Ida Dalem Segening yang bernama Ida I Dewa Manggis
Kuning (1600-an)adalah cikal bakal dinasti Manggis yang kemudian muncul setelah
Generasi IV. Sementara itu, salah seorang putra Ida Dalem Dimade yang bernama I
Dewa Agung Pemayun (1640-an) adalah cikal bakal dinasti pemayun yang muncul
setelah generasi II dan yang membangun kekuasaan Tampaksiring, Pejeng, dan
kerajaan Payangan (1735-1843). Salah seorang putra dari Ida I Dewa Agung Jambe
yang bernama Ida I Dewa Agung Anom muncul muncul sebagai cikal bakal dinasti
raja-raja di Kerajaan Sukawati (1711-1771).
Pada momentum tertentu, salah seorang diantaranya membangun sebuah
kerajaan dengan pusat kerajaan disebut Gianyar. Pembangunan kota raja yang
berdaulat dan memiliki otonomi penuh adalah Ida I Dewa Manggis Shakti, generasi
Ke- empat dari Ida Dewa Manggis Kuning, yang didirikan tanggal 19 April 1771,
dan sekaligus menjadi ibukota, dengan pusat pemerintahan di Gianyar dan
merupakan salah satu kerajaan yang ada di Bali.
Setelah Belanda menguasai seluruh Pulau Bali, ada delapan bekas kerajaan yang
diakui keberadaannya oleh pemerintah Gubernurmen Belanda, dan salah satunya
kerajaan Gianyar menjadi pemerintah Swapraja. Status otonomi melekat pada
pemerintah Gianyar sejak 19 April 1771, yang terus berproses sampai otonomi
daerah tingkat II Kabupaten diberlakukannya saat ini.
HISTORY OF GIANYAR

Gelgel period ended in defeat and the end of the rule, I Gusti Agung Maruti
in 1686. One of the sons of Dalem Dimade named Ida I Dewa Agung Jambe and
supported by the joint army (Singarsa, Denbukit, Badung and Laskar Pering ivory
double oncer of Beng village) can reclaim the throne. Furthermore, the Anglurah
who led the combined army agreed named Ida I Dewa Agung Jambe As King (I
Dewa Agung). Ida I Dewa Agung Jambe central government subsequently moved to
Klungkung palace, palace called Semarapura. Klungkung period as a sovereign
kingdom and have full autonomy over last two centuries, precisely 222 years (1686-
1980).

A son of Ida Dalem Segening named Ida I Dewa Manggis Yellow (1600's) was the
forerunner of the later dynasties Mangosteen comes after Generation IV. Meanwhile,
a son of Ida Dalem Dimade called I Dewa Agung Pemayun (1640s) was the
forerunner Pemayun dynasty that emerged after the second generation and the
building of power Tampaksiring, Pejeng, and Payangan kingdom (1735-1843). One
of the sons of Ida I Dewa Agung Jambe named Ida I Dewa Agung Anom appears
emerged as the forerunner of the kings of the dynasty of the Kingdom of Sukawati
(1711-1771).

At a certain moment, one of them to build an empire with the royal center called
Gianyar. Sovereign king of urban development and have full autonomy is Ida I
Dewa Manggis Shakti, The fourth generation of Ida Dewa Manggis Yellow, which
was established on 19 April 1771, and at once became the capital, the seat of
government in Gianyar and is one of the kingdoms in Bali.
After the Dutch controlled the whole island of Bali, there are eight former royal
Gubernurmen recognized by the Dutch government, and one of them became royal
Gianyar Autonomous government. Autonomy inherent in Gianyar government since
19 April 1771, which continue to proceed to the second level of regional autonomy
implementation of the current district.

Anda mungkin juga menyukai