Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Diare akut dengan dehidrasi masih merupakan penyebab kesakitan di dunia


dan pada beberapa negara berkembang sebagai penyebab utama kematian. Diare
pada anak didefenisikan sebagai perubahan kebiasaan buang air besar yang normal
yakni peningkatan volume (>10mL/kgbb/hari) pada bayi dan anak dan/atau
penurunan konsistensi feses (>3 kali dalam sehari). Diare akut pada umumnya
terjadi kurang dari 7 hari dan tidak lebih dari 14 hari. Tingkat keparahannya dapat
berhubungan dengan usia anak, status nutrisi, dan penyebab yang mendasari
terjadinya diare. Diare merupakan mekanisme pertahanan tubuh, mengeliminasi
organisme infeksius dengan cepat, namun dapat menimbulkan komplikasi yang
serius seperti dehidrasi, khususnya pada anak malnutrisi atau keadaan imunosupresi.

Diperkirakan 2 sampai 2,5 juta kematian yang berhubungan dengan diare


terjadi pada anak kurang dari 5 tahun , terkonsentrasi pada daerah miskin di dunia.
Perkiraan pada tahun 1990-an sekitar 1,4 juta episode diare terjadi setiap tahun pada
anak kurang dari 5 tahun di negara berkembang. Pada populasi ini menunjukkan
median 3,2 episodik diare pada anak tiap tahun.

Pada daerah yang masih dijumpai malnutrisi berat, 6-8 episode diare terjadi
pada anak setiap tahun seperti yang dilaporkan oleh Guandalini. Penyebab diare akut
umumnya infeksi gastrointestinal, dengan infeksi virus merupakan penyebab
tersering. Pada daerah maju, rotavirus dijumpai pada 25-40% kasus. Patogenesis
diare akut adalah multifaktorial dan dapat disebabkan oleh patogen lain.
Kenyataannya, lebih dari 20 virus, bakteri dan parasit enteropatogen dapat
menyebabkan diare. Penyebab lainnya yang telah diketahui adalah obat-obatan,
alegi makanan, gangguan absorbsi dan pencernaan, defisiensi vitamin atau tertelan
logam berat.

Tidak sedikit dari anak dengan diare dehidrasi berat yang penanganan
dehidrasi atau pengobatannya terlambat dapat menyebabkan ketidakseimbangan
asam-basa dalam tubuh sehingga bisa terjadi ensefalopati metabolik dan dapat
menyebabkan terjadinya penurunan kesadaran.
Ensefalopati adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan kelainan
fungsi otak menyeluruh yang dapat akut atau kronik, progresif atau statis.
Ensefalopati yang terjadi sejak dini dapat menyebabkan gangguan perkembangan
neurologis. Pasien dengan ensefalopati dapat mengalami kemunduran dalam fungsi
kognitif umum, prestasi akademis, fungsi neuropsikologik dan kebiasan. Skor
intelegensi pasien yang mengalami ensefalopati juga rendah jika dibandingkan anak
seusianya Dari segi prestasi akademis, pasien akan mengalami kesulitan untuk
membaca, mengeja dan aritmatik. Sedangkan fungsi neuropsikologikal dapat
menjadi hiperaktif maupun autis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Diare ialah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari, dengan / tanpa darah
dan / atau lendir dalam tinja. Diare akut adalah diare yang terjadi pada anak secara
mendadak yang sebelumnya sehat.
Diare dan muntah masih menjadi penyebab morbiditas utama di negara
berkembang seperti Indonesia. Sebab tersering dari gastroenteritis adalah
infeksi rotavirus. Jenis virus lain, seperti adenovirus, astrovirus juga
menyebabkan gastroenteritis tapi lebih jarang.
Bakteri juga adalah salah satu penyebab gastroenteritis, dan biasanya
didapatkan adanya darah di feses. Bakteri Shigella dan Salmonella menyebabkan
infeksi yang bersifat disenterik, dengan adanya darah dan pus di feses. Disertai nyeri
dan tenesmus ani dan demam. Diare karena E.coli ditandai dengan gejala diare yang
profuse dan cepat sekali menimbulkan dehidrasi. Meskipun demikian, gejala klinis
sulit menjadi patokan etiologi gastroenteritis.
Terapi utama gastroenteritis adalah penggantian cairan sesuai dengan
banyaknya cairan yang hilang. Karena dehidrasi dapat menyebabkan komplikasi
yang lebih banyak lagi. Bayi mempunyai risiko yang lebih besar apabila mengalami
dehidrasi dibandingkan orang dewasa, karena :
- Perbandingan permukaan tubuh dan berat badan yang lebih besar
dibandingkan orang dewasa, sehingga mengakibatkan lebih besarnya
insensible water loss (IWL) yaitu 300 mL/m2 per hari atau 15 17
mL/kgBB/hari
- Kebutuhan basal cairan yang lebih tinggi yaitu 100 120 mL/kgBB/hari atau
10 12 % dari berat badan.
- Fungsi reabsorpsi tubuli ginjal yang belum sempurna.

Berdasarkan pataofisiologinya, maka penyebab diare dibagi menjadi :


1. Diare sekresi yang dapat disebabkan oleh infeksi virus, kuman patogen dan
gangguan hiperperistaltik usus halus akibat bahan kimia atau makanan,
gangguan psikik, gangguan saraf, hawa dingin, alergi; dan difisiensi imun
terutama IgA sekretorik.
2. Diare osmotik, yang dapat disebabkan oleh malabsorpsi makanan,
kekurangan kalori protein (KKP) atau bayi berat badan lahir rendah dan bayi
baru lahir.
Beberapa perilaku yang dapat meningkatkan risiko terjadinya diare pada balita, yaitu
( Depkes RI, 2007):
1. Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pertama pada kehidupan.
Pada balita yang tidak diberi ASI resiko menderita diare lebih besar daripada
balita yang diberi ASI penuh, dan kemungkinan menderita dehidrasi berat
lebih besar.
2. Menggunakan botol susu, penggunaan botol ini memudahkan pencemaran
oleh kuman karena botol susah dibersihkan. Penggunaan botol yang tidak
bersih atau sudah dipakai selama berjam-jam dibiarkan dilingkungan yang
panas, sering menyebabkan infeksi usus yang parah karena botol dapat
tercemar oleh kuman-kuman/bakteri penyebab diare. Sehingga balita yang
menggunakan botol tersebut beresiko terinfeksi diare
3. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar, bila makanan disimpan
beberapa jam pada suhu kamar, makanan akan tercermar dan kuman akan
berkembang biak.
4. Menggunakan air minum yang tercemar.
5. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja
anak atau sebelum makan dan menyuapi anak.
6. Tidak membuang tinja dengan benar, seringnya beranggapan bahwa tinja
tidak berbahaya, padahal sesungguhnya mengandung virus atau bakteri
dalam jumlah besar. Selain itu tinja binatang juga dapat menyebabkan infeksi
pada manusia.

Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan enam


besar, tetapi yang sering ditemukan di lapangan adalah diare yang disebabkan
infeksi dan keracunan. Penyebab diare secara lengkap adalah sebagai berikut: (1)
infeksi yang dapat disebabkan: a) bakteri, misal: Shigella, Salmonela, E. Coli,
golongan vibrio, bacillus cereus, Clostridium perfringens, Staphyiccoccus aureus,
Campylobacter dan aeromonas; b) virus misal: Rotavirus, Norwalk dan norwalk
like agen dan adenovirus; c) parasit, misal: cacing perut, Ascaris, Trichiuris,
Strongyloides, Blastsistis huminis, protozoa, Entamoeba histolitica, Giardia labila,
Belantudium coli dan Crypto; (2) alergi, (3) malabsorbsi, (4) keracunan yang dapat
disebabkan; a) keracunan bahan kimiawi dan b) keracunan oleh bahan yang
dikandung dan diproduksi: jasat renik, ikan, buah-buahan dan sayur-sayuran, (5)
Imunodefisiensi dan (6) sebab-sebab lain (Widaya, 2004).

2.2 Klasifikasi Diare


Departemen Kesehatan RI (2000), mengklasifikasikan jenis diare menjadi
empat kelompok yaitu:
1. Diare akut: yaitu diare yang berlangsung kurang dari empat belas hari
(umumnya kurang dari tujuh hari),
2. Disentri; yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya,
3. Diare persisten; yaitu diare yang berlangsung lebih dari empat belas hari
secara terus menerus,
4. Diare dengan masalah lain; anak yang menderita diare (diare akut dan
persisten) mungkin juga disertai penyakit lain seperti demam, gangguan gizi
atau penyakit lainnya.
Diare akut dapat mengakibatkan: (1) kehilangan air dan elektrolit serta
gangguan asam basa yang menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan
hipokalemia, (2) Gangguan sirkulasi darah, dapat berupa renjatan hipovolemik
sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai muntah, (3) Gangguan gizi yang
terjadi akibat keluarnya cairan berlebihan karena diare dan muntah (Soegijanto,
2002).

Diare mengakibatkan terjadinya:


a. Kehilangan air dan elektrolit serta gangguan asam basa yang menyebabkan
dehidrasi, dan asidosis metabolik.
b. Gangguan sirkulasi darah dapat berupa renjatan hipovolemik atau
prarenjatan sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai dengan muntah,
perpusi jaringan berkurang sehingga hipoksia dan asidosismetabolik
bertambah berat, kesadaran menurun dan bila tidak cepat diobati penderita
dapat meninggal.
c. Gangguan gizi yang terjadi akibat keluarnya cairan berlebihan karena diare
dan muntah, kadang-kadang orang tuanya menghentikan pemberian
makanan karena takut bertambahnya muntah dan diare pada anak atau bila
makanan tetap diberikan dalam bentuk diencerkan. Hipoglikemia akan lebih
sering terjadi pada anak yang sebelumnya telah menderita malnutrisi atau
bayi dengan gagal bertambah berat badan. Sebagai akibat hipoglikemia dapat
terjadi edema otak yang dapat mengakibatkan kejang dan koma (Suharyono,
2008).

Patofisiologi
Sebagai akibat diare baik akut maupun kronik akan terjadi :
1. Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak daripada
pemasukan (input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare.
2. Gangguan keseimbangan asam basa (metabolik asidosis)
Metabolik asidosis ini terjadi karena :
a. Kehilangan Na bikarbonat bersama tinja
b. Adanya ketosis kelaparan. Metabolisme lemak tidak sempurna
sehingga benda keton tertimbun dalam tubuh
c. Terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan
d. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak
dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oligouria / anuria)
e. Pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler ke dalam cairan
intraseluler
Secara klinis asidosis dapat diketahui dengan memperhatikan pernafasan,
pernafasan bersifat cepat, teratur dan dalam yang disebut pernafasan
Kussmaul. Menurut penelitian Sutoto (1974), kehilangan komponen basa ini
(base deficit) pada penderita dehidrasi berat mencapai 17,7 mEq/L.
Pengobatan pada asidosis metabolik bertujuan untuk mengganti defisit basa.
Dosis natrium bikarbonat berdasarkan kepada volume cairan ekstrasel. Pada
bayi hal ini kurang dari separuh dan pada anak lebih tua 1/3 berat badan. Bila
hasil analisis gas darah menunjukkan defisit basa dapat digunakan
perhitungan dosis sebagai berikut :
BE (base excess) x berat badan (kg) x 0,3 mEq NaHCO 3 Pada
umumnya hanya perlu diberikan segera separuh jumlah yang diperhitungkan
dan sisanya diberikan infus dalam waktu beberapa jam. Bila tidak terdapat
nilai bikarbonat plasma atau ekses basa (base excess) nya, dosis sebanyak 2
4 mEq / kgBB NaHCO3 dapat diberikan intravena. Dosis selanjutnya harus
diatur dengan menetapkan kadar bikarbonat plasma dalam seri. Natrium
laktat dapat digunakan kadar bikarbonat.

Pernafasan Kussmaul
Pernafasan Kussmaul ini merupakan homeostasis respiratorik, adalah usaha
dari tubuh untuk mempertahankan pH darah. Mekanisme terjadinya
pernafasan Kussmaul ini dapat diterangkan dengan menggunakan ekuasi

Henderson Hasselbach.
(HCO3)
PH = pK + ------------
H2CO3
Untuk nilai bikarbonat, nilai pK ini konstan yaitu 6,1. Hal ini berarti pH
tergantung pada rasio bikarbonat dan karbonat, tidak tergantung dari
konsentrasi mutlak bikarbonat dan karbonat. Dalam keadaan normal
NaHCO3 27 mEq/L (= 60 vol%) dan kadar H2CO3 = 1,35 mEq/L (= 3 vol%).
Selama rasio 20 : 1 ini konstan, maka pH pun akan tetap 7,4.
Bila kadar bikarbonat turun, maka kadar karbonat pun harus turun pula
supaya rasio bikarbonat : karbonat tetap 20 : 1. Untuk mempertahankan rasio
ini maka sebagian asam karbonat akan diubah cepat menjadi H2O dan CO2
serta kelebihan CO2 akan dikeluarkan dengan bernafas lebih cepat dan dalam
(pernafasan Kussmaul).
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2 3 % dari anak anak yang menderita diare.
Pada anak anak dengan gizi cukup / baik, hipoglikemia ini jarang terjadi,
lebih sering terjadi pada anak yang sebelumnya sudah menderita KKP. Hal
ini terjadi karena :
a. Penyimpanan / persediaan glikogen dalam hati terganggu
b. Adanya gangguan absorbsi glukosa (walaupun jarang terjadi)
Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darh menurun sampai
40 mg % pada bayi dan 50 mg % pada anak anak. Gejala gejala
hip[oglikemia tersebut dapat berupa lemas, apatis, peka rangsang, tremor,
berkeringat, pucat, syok, kejang sampai koma. Terjadinya hipoglikemia ini
perlu dipertimbangkan jika disertai dengan kejang.

4. Gangguan gizi
Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi dengan akibat
terjadinya penurunan berat badan dalam waktu yang singkat. Hal ini
disebabkan karena :
a. Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare dan /
atau muntahnya akan bertambah hebat. Orang tua sering hanya
memberikan air teh saja (teh diet)
b. Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengenceran dan
susu yang encer ini diberikan terlalu lama
c. Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi
dengan baik karena adanya hiperperistaltik
5. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dengan / tanpa disertai muntah, dapat terjadi gangguan
sirkulasi darah berupa renjatan (shock) hipovolemik. Akibatnya perfusi
jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat
mengakibatkan perdarahan dalam otak, kesadaran menurun
(soporakomatosa) dan bila tidak segera ditolong penderita dapat meninggal.

Manifestasi Klinis
Awalnya anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat, nafsu
makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja makin cair, mungkin
mengandung darah dan / atau lendir, warna tinja berubah menjadi kehijau hijauan
karena tercampur empedu. Anus dan sekitarnya lecet karena tinja menjadi asam.
Gejala muntah dapat terjadi sebelum dan / atau sesudah diare. Bila telah
banyak kehilangan air dan elektrolit terjadilah gejala dehidrasi. Berat badan turun.
Pada bayi, ubun ubun besar cekung. Tonus dan turgor kulit berkurang. Selaput
lendir mulut dan bibir kering.
Menurut banyaknya cairan yang hilang, derajat dehidrasi dapat dibagi
berdasarkan :
a. Kehilangan berat badan
a. Tidak ada dehidrasi, bila terjadi penurunan berat badan < 5 %
b. Dehidrasi ringan/sedang, bila terjadi penurunan berat badan 5 10 %
c. Dehidrasi berat, bila terjadi penurunan berat badan 10 %

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan tinja : makroskopis dan mikroskopis, pH dan kadar gula jika
diduga ada intoleransi gula (sugar intolerance), biakan kuman untuk mencari
kuman penyebab dan uji resistensi terhadap berbagai antibiotika (pada diare
persisten).
2. Pemeriksaan darah : darah perifer lengkap, analisis gas darah dan elektrolit
(terutama Na, K,Ca dan P serum pada diare yang disertai kejang).
3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin darah untuk mengetahui faal ginjal.
4. Duodenal intubation, untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif
dan kualitatif terutama pada diare kronik.

Mencegah dan menanggulangi Dehidrasi.


Adapun tujuan dari pada pemberian cairan adalah :
a. Memperbaiki dinamika sirkulasi ( bila ada syok ).
b. Mengganti defisit yang terjadi.
c. Rumatan ( maintenance ) untuk mengganti kehilangan cairan dan
elektrolit yang sedang berlangsung ( ongoing losses ).
Pelaksanaan pemberian terapi cairan dapat dilakukan secara oral atau
parenteral. Pemberian secara oral dapat dilakukan untuk dehidrasi ringan sampai
sedang dapat menggunakan pipa nasogastrik, walaupun pada dehidrasi ringan dan
sedang, bila diare profus dengan pengeluaran air tinja yang hebat (> 100 ml/kg/hari)
atau mutah hebat (severe vomiting) dimana penderita tak dapat minum samasekali,
atau kembung yang sangat hebat (violent meteorism) sehingga rehidrasi oral tetap
akan terjadi defisit maka dapat dilakukan rehidrasi panenteral walaupun sebenarnya
rehidrasi parenteral dilakukan hanya untuk dehidrasi berat dengan gangguan
sirkulasi.

Dehidrasi Ringan Sedang


Tahap rehidrasi
Mengganti defisit. Rehidrasi pada dehidrasi ringan dan sedang dapat
dilakukan dengan pemberian oralit sesuai dengan defisit yang terjadi :
Dehidrasi ringan ( 5% ) : 50 ml/kg ( 4 6 jam pada bayi )
( 3% ) : 30 ml/kg ( 4 6 jam pada anak besar )
Dehidrasi sedang ( 5 10% ) : 50 100 ml /kg ( 4 6 jam pad bayi )
( 6% ) : 60 ml/kg ( 4 6 jam pada anak besar )
Tahap rumatan
Dalam tahap rumatan ini meliputi untuk memenuhi kebutuhan cairan
rumatan dan kebutuhan perubahan cairan rumatan yang disebabkan oleh kehilangan
cairan yang sedang berjalan (ongoing losses).
Kebutuhan Rumatan.
Terdapat beberapa model untuk menghitung kebutuhan cairan rumatan :
berdasarkan berat badan, luas permukaan, atau pengeluaran kalori yang seperti
kita ketahui bahwa 1 ml air diperlukan setiap 24 jam bagi setiap kalori yang
dikeluarkan dan bahwa kebutuhan metabolik menentukan penggunaannya dari
cadangan tubuh. Kalori yang dikonsumsi setiap kesatuan berat badan, atau
tingkat metabolik menurun dengan bertambah besarnya dan usia anak ( Tabel 1,2 ).

Untuk mengganti kehilangan cairan yang sedang berjalan ( ongoing


losses ) karena diare : 10 ml/kg bb (untuk diare infantile) dan 25 ml/kg bb
(untuk kholera) untuk setiap diare cair yang terjadi disamping pemberian
makanan dan minuman sebagaimana biasanya sebelum diare.
Oralit merupakan cairan elektrolitglukosa yang sangat esensial dalam
pencegahan dan rehidrasi penderita dengan dehidrasi ringansedang.
.

Untuk neonatus ( < 3 bulan ) :


30 ml/kg/2jam ( D10% NaCL 0,18% )
70ml/kg/6jam ( D10% NaCL 0,18% )
Untuk diare dengan penyakit penyerta
30 ml/kg/2jam ( Darrow )
70ml/kg/6jam ( Darrow )
Untuk dehidrasi hipernatremi ( Kadar Na > 150 mEq/l )
Defisit (70ml ) + rumatan ( 100ml ) + 2 hari ongoing losses : + 320 ml/kg
dalam waktu 48 jam

Dehidrasi Berat
Penderita dengan dehidrasi berat, yaitu dehidrasi lebih dari 10% untuk
bayi dan anak dan menunjukkan gangguan tanda-tanda vital tubuh (somnolen-koma,
pernafasan, gangguan dinamik sirkulasi) memerlukan pemberian cairan elektrolit
parenteral. Terapi rehidrasi parenteral memerlukan 3 tahap :
1. Terapi awal.
Bertujuan untuk memperbaiki dinamik sirkulasi dan fungsi ginjal
dengan cara re-ekspansi dengan cepat volume cairan ekstraseluler.
Idealnya adalah bahwa seluruh cairan yang diberikan hendaknya tetap
berada didalam ruang vaskuler. Untuk itu larutan elektrolit dengan
kadar Na yang sama dengan darah lebih dianjurkan. Perlu penambahan
glukosa dalam cairan, karena penderita yang sakit peka untuk
terjadinya hipoglikemi dan penambahan basa untuk koreksi asidosis.

2. Terapi lanjutan.
Segera setelah sirkulasi dapat dipulihkan kembali, terapi cairan
berikutnya untuk mengkoreksi secara menyeluruh sisa defisit air dan Na
serta mengganti kehilangan abnormal dari cairan yang sedang berjalan
(ongoing losses) serta kehilangan obligatorik (kebutuhan rumatan).
Walaupun pemberian K sudah dapat dimulai, namun hal ini tidak
esensial, dan biasanya tidak diberikan sebelum 24 jam.
Perkecualian dalam hal ini adalah bila didapatkan hipokalemia yang berat
dan nyata. Pada saat tercapainya tahap ini, kadang perlu diketahui nilai
elektrolit serum sehingga terapi cairan dapat dimodifikasi sesuai dengan
kadar Na yang ada (isonatremi, hiponatremi atau hipernatremi).
Dehidrasi Isonatremi ( Na 130 149 mEq/l )
Pada gangguan elektrolit ini tidak saja terdapat kehilangan eksternal Na
dari cairan ekstraseluler tetapi juga Na dari cairan ekstraseluler yang
masuk kedalam cairan intraseluler sebagai kompensasi dari kehilangan
K intraseluler. Dengan demikian pemberian Na dalam jumlah yang
sama dengan kehilangannya Na dari cairan ekstraseluler akan berlebihan
dan akan menghasilkan kenaikan dari Na tubuh total dari penderita; Na
intraseluler yang berlebihan kelak akan kembali ke dalam cairan
ekstraseluler apabila diberikan K, dengan akibat terjadinya ekspansi ke
ruang ekstraseluler. Untuk menghindari hal ini, hanya 2/3 dari perkiraan
hilangnya Na dan air dari cairan ekstraseluler yang perlu diganti pada 24 jam
pertama pemberian cairan. Pada tahap ini disamping mengganti defisit,
keseluruhan cairan dan elektrolit yang diberikan perlu mencakup pula
penggantian kehilangan cairan yang normal (ongoing normal losses)
maupun yang abnormal (ongoing abnormal losses) yang terjadi melalui
diare ataupun muntah.
Sesudah tahap penggantian defisit (sesudah 3-24 jam) tahap berikutnya
adalah tahap rumatan yang bertujuan untuk mengganti sisa kehilangan
cairan dan elektrolit secara menyeluruh dan dimulainya pemberian K.
Kebutuhan Na dan air pada tahap ini dapat diperkirakan dengan menambah
25% pada kebutuhan rumatan normal yang diperkirakan dan dengan
menambah kebutuhan bagi kehilangan abnormal yang sedang berjalan
(ongoing abnormal losses). Kehilangan K mungkin sama dengan
kehilangan Na namun hampir keseluruhan K yang hilang adalah berasal
dari cairan ekstraseluler dan harus diganti dengan memberikannya ke
dalam ruang ekstraseluler. Apabila K diberikan dengan kecepatan
sebanding dengan pemberian Na, maka dapat dipastikan bahwa akan
terjadi hiperkalemi. Dengan demikian biasanya penggantian K dilakukan
dalam waktu 3 - 4 hari. K juga jangan diberikan apabila terdapat
kenaikan K serum atau sampai ginjal berfungsi dengan baik, dalam
keadaan asidosis berat pemberian K harus berhati-hati. Kecuali pada
keadaan yang hipokalemia berat, kadar K yang diberikan hendaknya
tidak melebihi 40 m Eq/L dan kecepatan pemberiannya tidak melebihi 3 m
Eq/kg/24 jam.

Dehidrasi Hiponatremi ( Na < 130mEq/l )


Keadaan ini timbul karena hilangnya Na yang relatif lebih besar dari
pada air.
Kehilangan (defisit) Na ekstraseluler dapat dihitung dengan formula berikut :

Karena pasien mengalami dehidrasi, keseluruhan cairan tubuh yang


diperkirakan adalah 50 - 55% dari berat badan waktu masuk dan
bukan 60% seperti nilai biasanya. Walaupun Na pada prinsipnya
merupakan kation ekstraseluler, cairan tubuh keseluruhan (total) adalah
yang dipakai untuk menghitung defisit Na. Hal ini memungkinkan bagi
penggantian Na yang hilang dari cairan ekstraseluler, untuk ekspansi
cairan ekstraseluler yang terjadi pada saat penggantian dan untuk
mengganti hilangnya Na dari tempat penimbunan pertukaran Na seperti pada
tulang. Terapi dehidrasi hiponatremi adalah sama seperti pada dehidrasi
isonatremi, kecuali pada kehilangan natrium yang berlebihan pemberian
Na perlu diperhitungkan adanya kehilangan ekstra dari ion tsb. Pemberian
jumlah ekstra dari Na yang diperlukan untuk mengganti kehilangan ekstra
dapat dibagi rata dalam beberapa hari sehingga koreksi bertahap dari
hiponatremi dapat tercapai pada saat volume telah bertambah. Kadar Na
seyogyanya tidak dinaikkan secara mendadak dengan pemberian larutan
garam hipertonis kecuali bila terlihat gejala keracunan air seperti
kejang. Gejala jarang timbul kecuali bila serum Na berkurang dibawah 120
m Eq/L dan hal ini biasanya cepat dikontrol dengan pemberian larutan
Nacl 3% pada kecepatan 1 ml/menit sampai maksimum 12 ml/kg berat
badan. Larutan hipotonis perlu dihindarkan terutama pada tahap awal
pemberian cairan karena adanya resiko terjadinya hiponatremi
simptomatik.

.
Dehidrasi hipertonis ( Na > 150 mEq/l )
Hiperosmolalitas yang berat dapat mengakibatkan kerusakan otak,
dengan perdarahan yang tersebar luas dan trombosis atau efusi subdural.
Kerusakan serebral ini dapat mengakibatkan kerusakan syaraf yang
menetap. Bahkan tanpa kerusakan tersebut yang nyata, sering pula
timbul kejang pada pasien dengan hipernatremi. Diagnosis dari
kerusakan serebral sekunder karena hipernatremi di topang dengan
ditemukan kenaikan kadar protein dalam cairan serebrospinal.
Kejang sering pula timbul pada saat pemberian cairan karena
kembalinya Na serum menjadi normal. Hal ini dapat terjadi oleh
kenaikan jumlah Na dalam sel otak pada saat terjadinya dehidrasi, yang
dalam gilirannya akan menimbulkan perpindahan yang berlebihan dari
air ke dalam sel otak pada saat rehidrasi sebelum kelebihan Na sempat
dikeluarkan, kejadian ini dapat dihindari dengan melakukan koreksi
hipernatremi secara pelan dalam waktu beberapa hari. Itulah sebabnya
terapi cairan perlu disesuaikan agar Na serum kembali normal tidak
melebihi 10 m Eq/24 jam.
Defisit Na pada dehidrasi hipernatremi adalah relatif kecil dan volume
cairan ekstraseluler relatif masih tetap tak berubah sehingga jumlah air
dan Na yang diberikan pada tahap ini perlu dikurangi bila
dibandingkan pada dehidrasi hipo-isonatremi.
Jumlah yang sesuai adalah pemberian 60 - 75 ml/kg/24 jam dari
larutan 5% dektrosa yang mengandung kombinasi bikarbonat dan khlorida.
Jumlah dari cairan dan Na rumatan perlu dikurangi dengan sekitar
25% pada tahap ini karena penderita dengan hipernatremi mempunyai
ADH (antidiuretic hormone) yang tinggi yang menimbulkan berkurangnya
volume urin.
Penggantian dan kehilangan abnormal yang sedang berjalan (ongoing
abnormal losses) tidak memerlukan modifikasi. Apabila timbul kejang,
dapat diberikan Nacl 3% 3 - 5 ml/kg intravena atau manitol hipertonik.
Pada pengobatan dehidrasi hipertonis dengan memberikan sejumlah
besar air, dengan atau tanpa garam, sering menimbulkan ekspansi
volume cairan ekstraseluler sebelum terjadi ekskresi Cl yang nyata atau
koreksi dari asidosis. Sebagai akibatnya dapat terjadi sembab dan gagal
jantung yang memerlukan digitalisasi. Hipokalsemia kadang terlihat pula
selama pengobatan dehidrasi hipernatremi, hal ini dapat dicegah dengan
memberikan jumlah yang cukup kalium. Tetapi sekali timbul
diperlukan pemberian kalsium (0,5 ml/kg kalsium glukonat 10%)
intravena.
Komplikasi lain adalah terjadinya kerusakan tubulus ginjal dengan
gejala azotemia dan berkurangnya kemampuan konsentrasi ginjal,
sehingga memerlukan modifikasi cara pemberian terapi cairan. Walaupun
dehidrasi hipernatremi dapat secara berhasil ditangani, pengelolaannya
tetap sulit dan sering terjadi kejang, meskipun cara pemberian terapi
yang terencana dengan baik.

3. Terapi akhir (pencegahan dan terapi defisiensi nutrisi)


Walaupun pada diare terapi cairan parenteral tidak cukup bagi
kebutuhan penderita akan kalori , namun hal ini tidaklah menjadi
masalah besar karena hanya menyangkut waktu yang pendek. Apabila
penderita telah kembali diberikan diet sebagaimana biasanya, segala
kekurangan tubuh akan lemak, protein akan segera dapat dipenuhi.
Itulah sebabnya mengapa pada pemberian terapi cairan diusahakan agar
penderita bila memungkinkan cepat mendapatkan makanan/minuman
sebagai mana biasanya bahkan pada dehidrasi ringan sedang yang tidak
memerlukan terapi cairan parenteral makan dan minum tetap dapat
dilanjutkan (continued feeding).

B. Mengobati Kausa Diare


Sebagian besar kasus diare tidak memerlukan pengobatan dengan
antibiotika oleh karena pada umumnya sembuh sendiri (self limiting).
Antibiotika hanya diperlukan pada sebagian kecil penderita diare misalnya
kholera, shigella, karena penyebab terbesar dari diare pada anak adalah virus
(Rotavirus). Kecuali pada bayi berusia di bawah 2 bulan karena potensi
terjadinya sepsis oleh karena bakteri mudah mengadakan translokasi kedalam
sirkulasi, atau pada anak/bayi yang menunjukkan secara klinis gejala yang
berat serta berulang atau yang menunjukkan gejala diare dengan darah dan lendir
yang jelas atau gejala sepsis.
Beberapa antimikroba yang sering dipakai antara lain :
Kolera : Tetrasiklin 50mg/kg/hari dibagi 4 dosis ( 2 hari )
Furasolidon 5mg/kg/hari dibagi 4 dosis ( 3 hari )
Shigella : Trimetoprim 5-10mg/kg/hari
Sulfametoksasol 25-50mg/kg/hari Dibagi 2 dosis ( 5 hari )
Asam Nalidiksat : 55mg/kg/hari dibagi 4 ( 5 hari )
Amebiasis : Metronidasol 30mg/kg/hari dibagi 4 dosis ( 5-10 hari)
Untuk kasus berat :
Dehidro emetin hidrokhlorida 1-1,5 mg/kg ( maks 90mg )
( im ) s/d 5 hari tergantung reaksi ( untuk semua umur )
Giardiasis : Metronidasol 15mg/kg/hari dibagi 4 dosis ( 5 hari )
Antisekretorik Antidiare.
Salazar-Lindo E dkk dari Department of Pediatrics, Hospital Nacional
Cayetano Heredia, Lima, Peru, melaporkan bahwa pemakaian Racecadotril
(acetorphan) yang merupakan enkephalinase inhibitor dengan efek anti
sekretorik serta anti diare ternyata cukup efektif dan aman bila diberikan pada
anak dengan diare akut oleh karena tidak mengganggu motilitas usus sehingga
penderita tidak kembung. Bila diberikan bersamaan dengan cairan rehidrasi
akan memberikan hasil yang lebih baik bila dibandingkan dengan hanya
memberikan cairan rehidrasi saja. Pemberian obat loperamide sebagai
antisekresiantidiare walaupun cukup efektif tetapi sering kali disertai
komplikasi kembung dengan segala akibatnya.
Probiotik.
Probiotik (Lactic acid bacteria) merupakan bakteri hidup yang
mempunyai efek yang menguntungkan pada host dengan cara meningkatkan
kolonisasi bakteri probiotik di dalam lumen saluran cerna sehingga seluruh
epitel mukosa usus telah diduduki oleh bakteri probiotik melalui reseptor
dalam sel epitel usus, sehingga tidak terdapat tempat lagi untuk bakteri
patogen untuk melekatkan diri pada sel epitel usus sehingga kolonisasi bakteri
patogen tidak terjadi. Dengan mencermati fenomena tersebut bakteri probiotik dapat
dipakai sebagai cara untuk pencegahan dan pengobatan diare baik yang
disebabkan oleh Rotavirus maupun mikroorganisme lain, pseudomembran colitis
maupun diare yang disebabkan oleh karena pemakaian antibiotika yang tidak
rasional rasional (antibiotic associated diarrhea).
Mikroekologi mikrobiota yang rusak oleh karena pemakaian antibotika
dapat dinormalisir kembali dengan pemberian bakteri probiotik. Mekanisme
kerja bakteri probiotik dalam meregulasi kekacauan atau gangguan
keseimbangan mikrobiota komensal melalui 2 model kerja rekolonisasi bakteri
probiotik dan peningkatan respon imun dari sistem imun mukosa untuk
menjamin terutama sistem imun humoral lokal mukosa yang adekuat yang
dapat menetralisasi bakteri patogen yang berada dalam lumen usus yang fungsi
ini dilakukan oleh secretory IgA (SIgA).

C. Mencegah / Menanggulangi Gangguan Gizi


Amatlah penting untuk tetap memberikan nutrisi yang cukup selama
diare, terutama pada anak dengan gizi yang kurang. Minuman dan makanan
jangan dihentikan lebih dari 24 jam, karena pulihnya mukosa usus tergantung
dari nutrisi yang cukup. Bila tidak maka hal ini akan merupakan faktor yang
memudahkan terjadinya diare kronik. Pemberian kembali makanan atau
minuman ( refeeding ) secara cepat sangatlah penting bagi anak dengan gizi
kurang yang mengalami diare akut dan hal ini akan mencegah berkurangnya
berat badan lebih lanjut dan mempercepat kesembuhan. Air susu ibu dan
susu formula serta makanan pada umumnya harus dilanjutkan pemberiannya
selama diare.
Penelitian yang dilakukan oleh Lama More RA dkk menunjukkan
bahwa suplemen nukleotida pada susu formula secara signifikan mengurangi
lama dan beratnya diare pada anak oleh karena nucleotide adalah bahan yang
sangat diperlukan untuk replikasi sel termasuk sel epitel usus dan sel
imunokompeten.
Pemberian susu rendah laktosa, formula medium laktosa atau bebas
laktosa diberikan pada penderita yang menunjukkan gejala klinik dan
laboratorium intoleransi laktosa. Intoleransi laktosa berspektrum dari yang
ringan sampai yang berat dan kebanyakan adalah tipe yang ringan sehingga
cukup memberikan formula susu yang biasanya diminum dengan pengenceran
oleh karena intoleransi laktosa ringan bersifat sementara dan dalam waktu 2-3
hari akan sembuh terutama pada anak dengan gizi yang baik. Namun bila
terdapat intoleransi laktosa yang berat dan berkepanjangan tetap diperlukan
susu formula bebas laktosa untuk waktu yang lebih lama. Untuk intoleansi
laktosa ringan dan sedang sebaiknya diberikan formula susu rendah laktosa.
Penulis lain memberikan formula bebas laktosa atau formula soya untuk
penderita intoleransi laktosa sekunder oleh karena gastroenteritis, malnutrisi
protein-kalori dan lain penyebab dari kerusakan mukosa usus. Pada keadaan
ini ASI tetap diberikan; namun menurut Sullivan PB, tidak perlu memberikan
susu rendah laktosa / pengenceran susu pada anak dengan diare, khususnya
untuk usia di atas 1 tahun atau yang sudah makan makanan padat.
Sebagaimana halnya intoleransi laktosa, maka intoleransi lemak pada
diare akut
sifatnya sementara dan biasanya tidak terlalu berat sehingga tidak memerlukan
formula
khusus. Pada situasi yang memerlukan banyak enersi seperti pada fase
penyembuhan diare, diet rendah lemak justru dapat memperburuk keadaan
malnutrisi dan dapat menimbulkan diare kronik.
.
D. Menanggulangi Penyakit Penyerta.
Anak yang menderita diare mungkin juga disertai dengan penyakit lain.
Sehingga dalam menangani diarenya juga perlu diperhatikan penyekit penyerta
yang ada. Beberapa penyakit penyerta yang sering terjadi bersamaan dengan
diare antara lain : infeksi saluran nafas, infeksi susunan saraf pusat, infeksi
saluran kemih, infeksi sistemik lain ( sepsis, campak ) , kurang gizi, penyakit
jantung dan penyakit ginjal.
TATALAKSANA DIARE AKUT BERDASARKAN DERAJAT
DEHIDRASI

Menilai Dehidrasi
Semua anak dengan diare, harus diperiksa apakah menderita dehidrasi dan
klasifikasikan status dehidrasi sebagai dehidrasi berat, dehidrasi ringan/ sedang
atau tanpa dehidrasi (lihat tabel 17 berikut) dan beri pengobatan yang sesuai.

Anda mungkin juga menyukai