Anda di halaman 1dari 4

FALSAFAH ASTA BRATA UNTUK PEMIMPIN BANGSA & NEGARA

27 Juli 2011 pukul 10:32

Asta Brata merupakan 8 sifat inti seorang pemimpin dalam tradisi Jawa. Sikap yg harus
dimiliki oleh penguasa jika ingin rakyat yg dipimpinnya menjadi tentram & sejahtera. Asta
Brata yg dalam terjemahan bebas; delapan ajaran utama tentang kepemimpinan, merupakan
petunjuk Sri Rama kepada adiknya yg akan dinobatkan sebagai raja Ayodya. Secara simbol,
Asta Brata merupakan sifat-sifat mulia yg di ambil dari alam semesta & patut untuk dijadikan
pedoman bagi seluruh pemimpin negeri ini.

Asta Brata merupakan kebijaksanaan turun-temurun yg diselipkan dalam artefak-artefak


Jawa, salah satunya melalui kesenian Wayang atau Ketoprak. Banyak makna yg mengacu
pada jalan pencerahan yg akan menuntun siapapun, khususnya para pemimpin jika berhasil
memahami esensi falsafah Asta Brata ini. Kebijaksanaan & keselamatan merupakan inti
pemahaman yg akan didapatkan seorang pemimpin jika mempelajari & mempraktekkannya.

antara lain:Delapan sifat pemimpin menurut falsafah

1. Laku Hambeging indra

Seorang yg dipercaya menjadi pemimpin, hendaknya mengusahakan kemakmuran bagi


rakyatnya & dalam segala tindakannya dapat membawa kesejukan & kewibawaan yg seperti
bintang. Maknanya, seorang pemimpin haruslah kuat, tidak mudah goyah, berusaha
menggunakan kemampuan untuk kebaikan rakyat, tidak mengumbar hawa nafsu, kuat hati &
tidak suka berpura-pura. Seorang pemimpin haruslah adil seperti air, yg jika di seduh di gelas
akan rata mengikuti wadahnya. Keadilan yg ditegakkan bisa memberi kecerahan ibarat air yg
membersihkan kotoran. Air juga tidak pernah emban oyot emban cindhe pilih kasih karena
air akan selalu turun ke bawah, tidak naik ke atas.

2. Laku Hambeging Yama

Pemimpin hendaknya meneladani sikap & sifat Dewa Yama, dimana Dewa Yama selalu
menegakkan keadilan menurut hukum atau peraturan yg berlaku demi mengayomi rakyatnya.
Harus menindak tegas abdinya, jika mengetahui abdinya itu memakan uang rakyat &
mengkhianati negaranya. Dewa Yama memiliki sifat seperti mendung (awan),
mengumpulkan segala yg tidak berguna menjadi lebih berguna. Adil tidak pilih kasih. Bisa
memberikan ganjaran yg berupa hujan & keteduhan. Jika ada yg salah maka akan dihukum
dengan petir & halilintar.

3. Laku Hambeging Surya

Seorang pemimpin yg baik haruslah memiliki sifat & sikap seperti matahari (surya) yg
mampu memberi semangat & kekuatan yg penuh dinamika serta menjadi sumber energi bagi
bumi pertiwi. Sifat matahari berarti sabar dalam bekerja, tajam, terarah & tanpa pamrih.
Semua yg dijemur pasti kena sinarnya, tapi tidak dengan serta merta langsung dikeringkan.
Jalannya terarah & luwes. Tujuannya agar setiap manusia sabar & tidak sulit dalam
mengupayakan rejeki. Menjadi matahari juga berarti menjadi inspirasi pada bawahannya,
ibarat matahari yg selalu menyinari semesta.

4. Laku Hambeging Candra


Pemimpin hendaknya memiliki sifat & sikap yg mampu memberikan penerangan bagi
rakyatnya yg berada dalam kebodohan dengan wajah yg penuh kesejukan seperti rembulan
(candra), penuh simpati, sehingga rakyat menjadi tentram & hidup dengan nyaman.
Rembulan juga bersifat halus budi, terang perangai, menebarkan keindahan kepada seisi
alam. Seorang pemimpin harus berlaku demikian, menjadi penerang bagi rakyatnya.

5. Laku Hambeging Maruta

Maruta adalah angin. Pemimpin harus menjadi seperti angin. Senantiasa memberikan
kesegaran & selalu turun ke bawah melihat rakyatnya. Angin tidak berhenti memeriksa &
meneliti, selalu melihat perilaku manusia, bisa menjelma besar atau kecil, berguna jika
digunakan. Jalannya tidak kelihatan, nafsunya tidak ditonjolkan. Jika ditolak ia tidak marah
& jika ditarik ia tidak dibenci. Seorang pemimpin harus berjiwa teliti di mana saja berada.
Baik buruk rakyat harus diketahui oleh mata kepala sendiri, tanpa menggantungkan laporan
bawahannya. Biasanya, bawahan bagitu pelit & selektif dalam memberikan laporan kepada
pemimpin, & terkadang hanya kondisi baik-baiknya saja yg dilaporkan.

6. Laku Hambeging Bumi

Pemimpin hendaknya memiliki sifat-sifat utama dari bumi, yaitu teguh, menjadi landasan
pijak & memberi kehidupan (kesejahteraan) untuk rakyatnya. Bumi selalu dicangkul &
digali, namun bumi tetap ikhlas & rela. Begitu pula dengan seorang pemimpin yg rela
berkorban kepentingan pribadinya untuk kepentingan rakyat. Seorang pemimpin haruslah
memiliki sikap welas asih seperti sifat-sifat bumi. Falsafah bumi yg lain adalah air tuba
dibalas dengan air susu. Keburukan selalu dibalas dengan kebaikan & keluhuran.

7. Laku Hambeging Baruna

Baruna berarti samudra yg luas. Sebuah samudra memiliki wawasan yg luas, mampu
mengatasi setiap gejolak dengan baik, penuh kearifan & kebijaksanaan. Samudera merupakan
wadah air yg memiliki sifat pemaaf, bukan pendendam. Air selalu diciduk & diambil tapi
pulih tanpa ada bekasnya. Seorang pemimpin harus mempunyai sifat pemaaf, sebagaimana
sifat air dalam sebuah samudra yg siap menampung apa saja yg hanyut dari daratan. Samudra
mencerminkan jiwa yg mendukung pluralisme dalam hidup bermasyarakat yg berkarakter
majemuk.

8. Laku hambeging Agni

Pemimpin hendaknya memiliki sifat mulia dari api (agni), yang selalu mendorong rakyatnya
memiliki sikap nasionalisme. Seperti api, berarti pemimpin juga harus memiliki prinsip
menindak yg bersalah tanpa pilih kasih. Api bisa membakar apa saja, menghanguskan semak-
semak, menerangkan yg gelap. Bisa bersabar namun juga bisa sangat marah membela
rakyatnya jika dizolimi & tetap memiliki pertimbangan berdasarkan akal sehat & bisa
dipertanggungjawabkan.

Jika kita melihat para pemimpin Indonesia saat ini, sudahkah sesuai dengan falsafah Asta
Brata di atas? Jika belum, hendaknya beliau para para pemimpin negeri ini segera berubah
agar segala konflik & permasalahan negeri ini segera bisa diselesaikan. Karena
bagaimanapun juga saat ini rakyat sudah terlalu banyak menderita & butuh perubahan. Dan
bila beliau tidak memiliki niat untuk mengubah semua tatanan menjadi lebih baik lagi, lebih
baik beliau legowo untuk mengundurkan diri dari jabatannya!
Agar pemimpin dapat memimpin dengan mumpuni, maka dia harus dapat meneladani watak
dan tugas yang tercermin dalam ajaran Hasta Brata. Hasta Brata adalah simbol alam
semesta. Arti harfiahnya delapan simbol alam, tetapi sejatinya menyiratkan keharmonisan
sistem alam semesta. Pada hakikatnya kedelapan sifat tersebut merupakan manifestasi
keselarasan yang terdapat pada tata alam semesta yang diciptakan Tuhan, dan manusia harus
menyelaraskan diri dengan tata alam semesta kalau ingin selamat dan terhindar dari
malapetaka. Bila manusia, sebagai ciptaan Tuhan, bisa selaras dengan alam semesta, maka
selaraslah kehidupannya. Menurut Yasadipura I (1729-1803 M) dari keraton Surakarta, Hasta
Brata adalah delapan prinsip kepemimpinan sosial yang meniru filosofi/sifat alam, yaitu:

1. Mahambeg Mring Kismo (meniru sifat bumi). Seperti halnya bumi, seorang pemimpin
berusaha untuk setiap saat menjadi sumber kebutuhan hidup bagi siapa pun. Dia
mengerti apa yang dibutuhkan oleh rakyatnya dan memberikan kepada siapa saja
tanpa pilih kasih. Meski selalu memberikan segalanya kepada rakyatnya, dia tidak
menunjukkan sifat sombong/angkuh.
2. Mahambeg Mring Warih (meniru sifat air). Seperti sifat air, mengalir dari tinggi ke
tempat yang lebih rendah dan sejuk/dingin. Seorang pemimpin harus bisa menyatu
dengan rakyat sehingga bisa mengetahui kebutuhan riil rakyatnya. Rakyat akan
merasa sejuk, nyaman, aman, dan tentram bersama pemimpinnya. Kehadirannya
selalu diharapkan oleh rakyatnya. Pemimpin dan rakyat adalah mitra kerja dalam
membangun persada tercinta ini. Tanpa rakyat, tidak ada yang jadi pemimpin, tanpa
rakyat yang mencintainya, tidak ada pemimpin yang mampu melakukan tugas yang
diembannya sendirian.
3. Mahambeg Mring Samirono (meniru sifat angin). Seperti halnya sifat angin, dia ada
di mana saja/tak mengenal tempat dan adil kepada siapa pun. Seorang pemimpin
harus berada di semua strata/lapisan masyarakatnya dan bersikap adil, tak pernah
diskriminatif (membeda-bedakan).
4. Mahambeg Mring Condro (meniru sifat bulan). Seperti sifat bulan, yang terang dan
sejuk. Seorang pemimpin mampu menawan hati rakyatnya dengan sikap keseharian
yang tegas/jelas dan keputusannya yang tidak menimbulkan potensi konflik.
Kehadiran pemimpin bagi rakyat menyejukkan, karena aura sang pemimpin
memancarkan kebahagiaan dan harapan.
5. Mahambeg Mring Suryo (meniru sifat matahari). Seperti sifat matahari yang memberi
sinar kehidupan yang dibutuhkan oleh seluruh jagat. Energi positif seorang pemimpin
dapat memberi petunjuk/jalan/arah dan solusi atas masalah yang dihadapi rakyatnya.
6. Mahambeg Mring Samodra (meniru sifat laut/samudra). Seperti sifat lautan, luas tak
bertepi, setiap hari menampung apa saja (air dan sampah) dari segala penjuru, dan
membersihkan segala kotoran yang dibuang ke pinggir pantai. Bagi yang memandang
laut, yang terlihat hanya kebeningan air dan timbulkan ketenangan. Seorang
pemimpin hendaknya mempunyai keluasan hati dan pandangan, dapat menampung
semua aspirasi dari siapa saja, dengan penuh kesabaran, kasih sayang, dan pengertian
terhadap rakyatnya.
7. Mahambeg Mring Wukir (meniru sifat gunung). Seperti sifat gunung, yang teguh dan
kokoh, seorang pemimpin harus memiliki keteguhan-kekuatan fisik dan psikis serta
tidak mudah menyerah untuk membela kebenaran maupun membela rakyatnya. Tetapi
juga penuh hikmah tatkala harus memberikan sanksi. Dampak yang ditimbulkan
dengan cetusan kemarahan seorang pemimpin diharapkan membawa kebaikan seperti
halnya efek letusan gunung berapi yang dapat menyuburkan tanah.
8. Mahambeg Mring Dahono (meniru sifat api). Seperti sifat api, energi positif seorang
pemimpin diharapkan mampu menghangatkan hati dan membakar semangat
rakyatnya mengarah kepada kebaikan, memerangi kejahatan, dan memberikan
perlindungan kepada rakyatnya.

Kedelapan watak dan kecakapan tersebut amat penting bagi pemimpin yang berjiwa kesatriya
sebagai sarana untuk mendharmabaktikan dirinya kepada negara dan rakyat, karena dharma
bakti pemimpin yang benar akan menjamin kesejahteraan dan keselamatan negara dan
rakyatnya (darmaning satriya mahanani rahayuning nagara).

Anda mungkin juga menyukai