Anda di halaman 1dari 20

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kabupaten Takalar adalah salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi

Sulawesi Selatan dengan sumberdaya alam yang besar. Daerah ini dikenal

sebagai kabupaten yang berbasis agraria dan perikanan. Potensi perikanan

tangkap di Kabuaten Takalar cukup besar dengan total produksi pada tahun 2011

adalah sebesar 25.589,30 ton (Profil kabupaten Takalar 2017). Tingginya potensi

perikanan di Kabupaten Takalar karena kondisi geografisnya yang berbatasan

langsung dengan Selat Makassar. Masyarakat pesisir di Kabupaten Takalar pada

umumnya berprofesi sebagai nelayan dan menggantungkan hidupnya dari hasil

laut.

Dengan potensi perikanannya yang besar, Kabupaten Takalar memiliki

usaha perikanan tangkap dengan berbagai jenis alat tangkap, seperti purse

seine, bagan perahu, dan lain-lain. Salah satu perikanan yang berkembang

adalah perikanan jaring insang di Desa Boddia. Jaring insang (Gillnet) adalah

jaring yang berbentuk empat persegi panjang, mempunyai mata jaring yang

sama ukurannya pada seluruh jaring, lebar jaring lebih pendek jika dibandingkan

dengan panjangnya, dengan perkataan lain, jumlah mesh depth lebih sedikit jika

dibandingkan dengan jumlah mesh size pada arah panjang jaring. Di Desa

Boddia, alat tangkap ini telah dimodifikasi oleh masyarakat setempat agar sesuai

dengan kondisi daerah dan target tangkapannya.


2

Gillnet merupakan salah satu alat tangkap yang penting di Indonesia.

Penelitian-penelitian mengenai gillnet telah banyak dilakukan, seperti mengenai

pengaruh perbedaan tinggi gillnet terhadap hasil tangkapan rajungan oleh

(Solihin, 1993), pengaruh kisaran kedalaman pengoperasian gillnet terhadap

hasil tangkapan rajungan (Nuhakim, 2001), dan kemampuan gillnet dengan

jumlah mata jaring yang berbeda dalam menangkap rajungan (Firmansyah,

2004). Gillnet di Desa Boddia dimodifikasi menjadi jaring kepiting yang bertujuan

agar alat tangkap dapat menangkap rajungan dengan optimal. Jaring kepiting

adalah salah satu alat tangkap yang digunakan untuk menangkap kepiting atau

rajungan di laut. Pada prinsipnya jaring kepiting diklasifikasikan kedalam Bottom

GillNet dan secara umum terdiri dari badan jaring, pelampung, pemberat dan tali

temali. Menurut Von Brandt (1984), jaring kepiting termasuk kelompok alat

tangkap tangle net, atau lebih spesifik single-walled tangle net, karena ranjungan

merupakan sasaran utama penangkapannya tertangkap dengan cara terpuntal

(entangled) bagian tubuhnya pada badan jaring.

Rajungan (Portunus pelagicus) adalah hewan yang hidup pada habitat

yang beranekaragam misalnya pantai dengan dasar yang berpasir, pasir lumpur,

dan di laut terbuka. Dalam keadaan biasa, rajungan hidup dengan berdiam di

dasar laut sampai kedalaman lebih dari 65 m, tetapi sesekali dapat juga terlihat

berenang dekat ke permukaan laut (Romimohtarto, 2001). Sumberdaya rajungan

di Desa Boddia memiliki potensi yang besar untuk dimanfaatkan. Potensi yang

besar ini harus didukung dengan informasi tentang perikanan dari berbagai

aspek agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Salah satu informasinya

adalah mengenai alat tangkap yang mengekploitasi sumberdaya tersebut.

Dengan infomasi tersebut, pemerintah dapat memberlakukan manajemen yang


3

tepat dan berkelanjutan pada suatu daerah karena dapat menyesuaikan dengan

alat tangkap yang ada. Namun, informasi mengenai jaring kepiting di Desa

Boddia belum ada.

Untuk melaksanakan perikanan yang berkelanjutan dan menjaga

sumberdaya ikan agar tetap lestari, salah satu informasi yang diperlukan adalah

informasi mengenai alat tangkap yang digunakan. Informasi alat tangkap yang

digunakan pada suatu perikanan dapat berupa desain dan konstruksinya.

Menurut Sudirman dan Mallawa (2004), diperlukan suatu alat tangkap yang

memiliki tingkat selektivitas yang baik agar suatu sumberdaya dapat lestari.

Dengan adanya informasi mengenai desain dan konstruksi suatu alat tangkap,

dapat dijadikan informasi tambahan untuk mendesain sebuah alat tangkap yang

ramah lingkungan.

Gillnet yang dibuat secara optimal dan digunakan pada lokasi yang tepat,

seperti pada area budidaya rumput laut, dapat meningkatkan keuntungan

ekonomi suatu perikanan (Najamuddin, et al., 2015). Jaring kepiting yang

merupakan modifikasi dai Gillnet yang digunakan di Desa Boddia masih dibuat

dengan cara tradisional. Suatu alat tangkap yang dibuat berdasarkan

pengalaman dan kebiasaan nelayan dan pada umumnya memiliki tingkat

selektivitas yang rendah. Tingkat selektivitas yang rendah ini dapat menggangu

keseimbangan sumberdaya perikanan di suatu daerah. Selain itu, alat tangkap

yang dibuat secara tradisional memiliki tingkat kerentanan terhadap kerusakan

yang tinggi karena tidak sesuai dengan standar kelayakan yang baik dalam

pembuatannya. Penelitian terdahulu telah mengkaji alat tangkap cantrang dan

menemukan bahwa alat tangkap tersebut tidak sesuai standar (Suparan, et al.,

2012).
4

Suatu alat tangkap dapat dibuat oleh seseorang yang memiliki

kemampuan menghitung secara teknik dan pengalaman yang cukup. Agar

mendapatkan hasil tangkapan yang maksimal diperlukan teknik perhitungan

konstruksi alat tangkap yang lebih baik (Basri, 2009). Nelayan pada umumnya

membuat suatu alat tangkap dan menyesuaikan bentuk dan konstruksinya

dengan pendekatan trial and error. Pendekatan ini menghasilkan alat tangkap

yang berbeda-beda ukurannya, sesuai dengan keinginan pembuat alat tangkap

tersebut, sehingga diperlukan penelitian untuk mengidentifikasi suatu alat

tangkap.

Identifikasi keragaman bentuk dan konstruksi alat tangkap jaring kepiting

di Desa Boddia dapat mengevaluasi efektifitas dan daya tangkap alat tangkap

jaring kepiting, dan memberikan informasi untuk mendukung manajemen

perikanan rajungan yang berkelanjutan di daerah ini. Selain itu, informasi

tersebut dapat mendukung proses pembuatan jaring kepiting yang lebih ramah

lingkungan.

B. Tujuan dan Kegunaan

Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain :

1. Mendeskripsikan kontruksi jaring insang kepiting yang digunakan nelayan

di Desa Boddia Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar.

2. Menganalisis kesesuaian jaring insang dasar dengan target tangkapan.

Penelitian ini diharapkan memberikan masukan yang membantu para

nelayan untuk mengembangkan jaring insang dan meningkatkan keuntungan

usaha perikanan tangkap, khususnya di Desa Boddia Kecamatan Galesong

Kabupaten Takalar Sulawesi selatan.


5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian dan Gambaran Umum Gillnet

Dalam bahasa jepang gillnet disebut dengan istilah sasi ami, yang

berdasarkan pemikiran bahwa tertangkapnya ikan-ikan pada gillnet ialah dengan

proses bahwa ikan-ikan tersebut menusukkan diri-sasu pada jaring-ami. Di

Indonesia penamaan gillnet beraneka ragam, ada yang menyebutkan

berdasarkan jenis ikan yang tertangkap (jaring kuro, jaring udang dan lainnya),

ada pula yang disertai dengan nama tempat (jaring udang bayeman), dan lain

sebagainya. Tertangkapnya ikan-ikan dengan gillnet ialah dengan cara bahwa

ikan-ikan tersebut terjerat (gilled) pada mata jaring ataupun terbelit-belit

(entangled) pada tubuh jarring (Ayodhyoa, 1981).

Gillnet sering diterjemahkan dengan jaring insang, jaring rahang, jaring,

dan lain-lain. Istilah gillnet didasarkan pada pemikiran bahwa ikan-ikan yang

tertangkap gillnet terjerat disekitar operculum-nya pada mata jaring. Dalam

bahasa Jepang, gillnet disebut dengan istilah sasi ami, yang diartikan bahwa

tertangkapnya ikan-ikan pada gillnet ialah dengan proses bahwa ikan-ikan

tersebut menusukkan diri pada jaring. Di Indonesia, penamaan gillnet beraneka

ragam, ada yang menyebutnya berdasarkan jenis ikan yang tertangkap (jaring

koro, jaring udang, dan sebagainya), ada pula yang disertai dengan nama tempat

(jaring udang Bayeman), dan sebagainya (Ayodhyoa, 1981).

Jaring insang dasar (bottom gillnet), yaitu alat penangkap ikan yang

terbuat dari bahan jaring, berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran mata

jaring yang sama, dioperasikan pada bagian dasar perairan dengan sasaran
6

penangkapan adalah ikan demersal. Jaring insang dasar (bottom gillnet)

diklasifikasikan ke dalam kelompok jaring insang (gillnet) (Rustandar 2005).

B. Deskripsi Alat Tangkap


Gillnet adalah jaring dengan bentuk empat persegi panjang, mempunyai

mata jaring yang sama ukurannya pada seluruh jaring, lebar jaring lebih pendek

jika dibandingkan dengan panjangnya, dengan perkataan lain jumlah mesh depth

lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah mesh size pada arah panjangnya.

( Ayodhyoa 1981)

Gillnet atau sering disebut juga sebagai jaring insang. Istilah gillnet di

dasarkan pada pemikiran bahwa ikan-ikan yang tertangkap gillnet terjerat di

sekitar operculumnya pada mata jaring. Dalam bahasa jepang, gillnet disebut

dengan istilah sasiami, yang berdasarkan pemikiran bahwa tertangkapnya ikan-

ikan pada gillnet, ialah dengan proses bahwa ikan-ikan tersebut menusukkan diri

pada jaring. Di indonesia, penanaman gillnet ini beraneka ragam, ada yang

menyebutnya berdasarkan jenis ikan yang tertangkap (jaring karo, jaring udang,

dan sebagainya), ada pula yang disertai dengan nama tempat (jaring udang

bayeman), dan sebagainya. Demikian pula dengan gillnet yang digunakan untuk

menangkap kepiting atau rajungan disebut jaring kepiting (Ayodhyoa, 1981).

Jaring insang (Gillnet) adalah suatu jenis alat penangkapan ikan dari

bahan jaring, berbentuk empat persegi panjang, ukuran mata jaring dari bagian

jaring utama adalah sama. Jumlah mata jaring ke arah panjang atau kearah

horizontal (Mesh Length-ML) jauh lebih banyak daripada jumlah mata jaring ke

arah vertikal atau ke arah dalam (Mesh Depth-MD). Pada bagian atas dilengkapi

dengan beberapa pelampung (floats) dan di bagian bawah dilengkapi beberapa

pemberat (sinkers), sehingga dengan adanya dua gaya yang berlawanan


7

memungkinkan jaring insang dapat dipasang di daerah penangkapan ikan dalam

keadaan tegak (Martasuganda, 2002).

Lebar gillnet ditentukan berdasarkan depth dari swimming layer ikan.

Sementara jumlah piece atau lembar yang digunakan bergantung pada situasi

operasi penangkapan, volume kapal dan sebagainya (Ayodhyoa, 1981).

Pembuatan jaring insang memerlukan bahan jaring yang lunak dan kuat.

Bahan jaring yang umum dipakai adalah nylon dan amilan, baik itu monofilamen

maupun multifilamen. Pemakaian ketebalan benang disesuaikan dengan jenis

jaring insang yang akan dibuat, ikan sasaran dan metode dan daerah

penangkapan ikan, serta lainnya (Martasuganda, 2002).

Menurut Fridman (1998), gillnet seharusnya dibuat agar tidak mudah

dilihat oleh ikan. Cara yang sangat sederhana dalam memilih warna adalah

menyerupai latar belakang lingkungan setempat. Misalkan pada perairan dangkal

di atas dasar pasir yang cerah, maka jaring berwarna putih kurang terlihat.

Sementara jaring berwarna hijau lebih sesuai dioperasikan di atas dasar perairan

yang ditumbuhi algae dan tumbuhan lainnya. Dalam lapisan air pertengahan

dengan transparasi yang tinggi, warna gelap lebih disukai.

Salah satu faktor yang mempengaruhi gillnet menjerat atau membelit

adalah kekenduran tubuh jaring didalam air yang disebabkan oleh pemendekan

jaring yang terpasang pada tali ris (shortening) (von brandt, 1984). Sejalan

dengan itu, Ayodhyoa (1981) menyebutkan agar ikan mudah terjerat (gilled)

ataupun terbelit (entagled) pada jaring dan setelah terjerat tidak akan mudah

terlepas, maka pada jaring perlu diberikan shortening yang cukup. Shortening

atau shrinkage yaitu beda panjang tubuh jaring dalam keadaan tegang sempurna
8

(stretch) dengan panjang jaring setelah dilekatkan pada float line ataupun sinker

line, disebutkan dalam persen (%). Sama halnya yang dikatakan Sadhori (1984)

bahwa untuk dapat membentuk bukaan mata yang baik dapat dilakukan dengan

cara mengurangi panjang jaring dari panjang yang sebenarnya yang berarti

bahwa tali ris yang dipakai menggantung jaring tersebut harus lebih pendek dari

panjang jaring sepenuhnya. Selisih antara panjang jaring yang sebenarnya

dengan panjang tali ris ini biasayanya disebut dengan istilah shortening atau

shrinkage. Shortening biasanya dinyatakan dalam persen, yaitu selisih antara

panajng jaring dengan panjang tali ris dibagi dengan panjang jaring.

Pengklasifikasian gillnet menurut Ayodhyoa (1981), adalah berdasarkan

kedudukan jaring dalam air dibedakan menjadi jaring insang permukaan (surface

gillnet), jaring insang dasar (bottom gillnet) atau surrounding gillnet. Berdasarkan

lapisan jaring yang membentuk dinding jaring dibedakan menjadi jaring insang

berdinding tunggal dan berdinding tiga (trammel net). Berdasarkan lapisan

kedalam air tempat diopersikan alat ini dapat dibedakan menjadi jaring insang

permukan (urface gillnet), jaring insang lapisan air tengah (mideater gillnet),

jaring insang dasar (bottom gillnet).

Tiga jenis alat tagkap yang digunakan untuk menangkap kepiting di laut

adalah: Bottom gill net atau rather tangle net, trawl net dan crab pot ( Sultan,

1991).

Jaring kepiting adalah alat tangkap yang digunakan untuk menangkap

kepiting atau rajungan di laut, di golongkan dalam gillnet dan berdasarkan

pengoprasiannya digolongkan kedalam bottom gillnet. Pada prinsipnya alat

tangkap jaring kepiting dipasang di perairan dengan cara menghadap gerak


9

larinya kepiting atau rajungan, sehingga kepiting yang melewatinya akan terjerat

atau terpuntal pada tubuh jaring (Sultan,1991).

C. Jaring (Webbing)

Pada umumnya alat tangkap ikan yang berbentuk jaring menggunakan

bahan yang terbuat dari polyamide. Hal ini dikerenakan nilai visibilitasnya rendah

dalam air sehingga jaring tidak mudah terlihat oleh ikan dan memiliki ketahanan

dari efek yang ditimbulkan akibat pengaruh fisik atau kimia air.

Menurut Fridman (1986), benang yang digunakan sebaiknya warna

bening atau biru laut. Tujuannya adalah supaya ikan sulit mendeteksi

keberadaan jaring di dalam perairan. Ukuran yang paling baik untuk satu mata

jaring adalah keliling jaring (mesh primetre) harus lebih besar dari keliling tubuh

maksimum (maximum body girth) dari ikan yang dijadikan target tangkapan.

Selektivitas adalah sifat alat tangkap yang menangkap ikan dengan

ukuran tertentu dan spesies dari sebaran populasi. Sifat ini terutama tergantung

kepada prinsip yang dipakai dalam penangkapan dan bergantung juga pada

parameter desain dari alat tangkap seperti ukuran mata jaring, bahan dan ukuran

benang, hanging ratio dan kecepatan menarik. Ukuran mata jaring sangat besar

pengaruhnya terhadap selektivitas (Barita dkk, 2010).

Ukuran mata jaring dan nomor benang pada badan jaring biasanya

disesuaikan dengan tujuan biota perairan yang akan dijadikan target tangkapan.

Empat cara tertangkap ikan dengan gillnet menurut Sudirman dan Mallawa

(2004) yaitu secara terjerat tepat pada insang (gilled), terjerat pada sirip

punggung (wedged), terjerat pada mulut (snagged), atau terbelit jaring

(entangled).

D. Pelampung dan Pemberat


10

Pada jaring isnang (gillnet), pelampung berfungsi untuk mengapungkan

alat tangkap. Pelampung dipasang pada tali ris atas. Pelampung yang dipakai

pada jaring insang biasanya terbuat dari berbagai bahan seperti: Styrofoam,

polyvinyl chloride, kaca, plastic, karet atau benda lainnya yang mempunyai daya

apung dengan bentuk yang beraneka ragam. Jumlah, berat jenis dan volume

pelampung, yang dipake dalam satu piece akan menentukan besar kecilnya

gaya apung (buoyancy). Besar kecilnya daya apung yang terpasang pada satu

piece akan sangat berpengaruh terhadap baik burukya hasil tangkapan

(Mastasuganda, 2005).
Sedangkan pemberat yang di pakai pada jaring insang biasanya terbuat

dari tima atau benda lainnya yang dapat di jadikan sebagai pemberat dengan

daya tenggelam dan bentuk yang beraneka ragam. Bahan, ukuran, bentuk dan

daya tenggelam biasanya berada antara nelayan satu dengan nelayan lainnya

meskipun target tangkapannya sama. Besar kecilnya daya tenggelam yang

dipakai akan berpengaruh terhadap baik buruknya hasil tangkapan

(Mastasuganda, 2005).
E. Tali Temali

Menurut Hakim (2010) jaring insang lingkar terdiri dari jaring utama, tali ris

atas, tali ris bawah, pelampung, pemberat, dan tali selambar. Jaring utama

merupakan sebuah lembaran jaring yang tergantung pada tali ris atas. Jaring

utama merupakan bagian yang akan dilingkarkan pada saat pengiperasian dan

biasanya terbuat dari bahan polyamide. Tali ris atas adalah tempat untuk

menggantungkan jaring utama dan tali pelampung. Untuk menghindarkan agar

jaring insang tidak berbelit sewaktu dioperasikan (terutama pada bagian tali ris

atasnya) biasanya tali ris atas dibuat rangkap dua dengan arah pintalan yang
11

berlawanan, Tali ris satu merupakan tali tempat diikatkannya jaring utama

sedangkan tali yang lain untuk melekatkan pelampung.

Tali ris bawah berfungsi untuk melekatkan pemberat. Tali ris terbuat dari

bahan polyetilen. Pelampung berfungsi untuk mengapungkan seluruh alat.

Pelampung biasanya terbuat dari berbagai bahan seperti styrofoam, polyvinyl

chloride, plastik, karet, atau benda lainnya yang mempunyai daya apung dengan

bentuk yang beraneka ragam. Pemberat berguna untuk menenggelamkan

bagian bawah jaring dan biasanya terbuat dari logam. Tali selambar berfungsi

untuk mengaitkan gillnet dengan kapal dan biasanya terbuat dari bahan

polyetilen. Parameter utama dari gillnet adalah ukuran mata jaring, ukuran alat

tangkap dan ketepatan penggunaan alat tangkap. Parameter utama gillnet

adalah kekakuan dari twine, ketegangan rentangan tubuh jaring, shortening atau

shrinkage, tinggi jaring, mesh size dan besar ikan, serta warna jaring (Hakim,

2010).

F. Gaya-gaya Yang Bekerja Pada Alat Tangkap

Operasional gillnet dilakukan dengan cara dipasang di perairan, sejajar

atau menghadang arus untuk menghadang ruaya ikan. Saat dioperasikan

bentuknya dapat berubah-ubah karena tahanan hidrodinamika yang ditimbulkan

oleh arus yang melewati gillnet tersebut. Tampilan gillnet akan membentang

empat persegi tegak secara sempurna pada kondisi tanpa arus, seperti terlihat

pada saat dibentangkan di darat. Pada saat dioperasikan di dalam perairan yang

berarus, maka gillnet akan mengalami perubahan bentuk, yaitu menjadi miring

atau bahkan rebah dengan bentuk tampilan yang tidak teratur (Fridman, 1986).

Hal ini disebabkan oleh gaya hidrodinamika yang bekerja pada seluruh

perlengkapan gillnet. Gaya hidrodinamika timbul akibat tekanan air yang


12

bergerak menerobos atau gerakan alat tangkap menyaring kolom air, reaksi

dengan dasar perairan, gaya yang diakibatkan ikan dan beban akibat

penggantungan alat. Pengamatan terhadap tampilan gillnet di dalam air perlu

dilakukan untuk meningkatkan kemampuan tangkap alat tangkap tersebut.

Pengamatan yang dilakukan langsung di lapangan dapat dilakukan dengan cara

menyelam, namun memiliki banyak kendala, karena kondisi arus yang sulit

dikontrol, memerlukan waktu yang lama serta menghabiskan biaya yang mahal.

Dengan pertimbangan tersebut, maka pengamatan terhadap komponen dan

perlengkapan gillnet di dalam flume tank dilakukan untuk mengetahui keragaman

teknis saat dioperasikan (Fridman, 1986).

Gaya Apung (bouyancy) pelampung gaya apung satu pelampung

diperoleh dengan cara mengalikan gaya apung satu pelampung terhadap jumlah

peluntang yang digunakan maka diperoleh gaya apung (buoyancy) yang

diberikan keseluruhan bahan di dalam air (Fridman, 1986).

Gaya Berat (sinking power) pemberat menurut Firdman (1986) untuk

mengetahui gaya berat yang seharusnya diberikan adalah dengan cara

mengalihkan gaya berat yang seharusnya diberikan dengan koefisien ballast

(pemberat).

Gaya apung (bouyancy) peluntang menurut Firdman (1986), daya apung

peluntang diperoleh dengan cara mengalikan gaya apung satu peluntang

terhadap jumlah peluntang yang digunakan.

G. Teknik pengoperasian

Metode pengoperasian jaring insang pada umunya dilakukan secara psif,

tetapi ada juga yang dioperasikan secara semi aktif atau dioperasikan secara

aktif. Gillnet dipasang di perairan atau di daerah penangkapan ikan atau hewan
13

air lainnya seperti lobster, kepiting, udang dan lain-lain. Kemudian jaring

dibiarkan untuk beberapa lama agar ikan atau hewan air tersebut dapat terjerat

mata jaring. Lama pemasangan jaring insang di daerah penangkapan ikan

disesuaikan dengan jenis target tangkapan atau menurut kebiasaan nelayan

yang mengoperasikannya.

Pengoperasian jaring insang kepiting di desa Boddia galesong dalam satu

trip penangkapan dilakukan dalam beberapa tahap. Tahap tersebut meliputi

tahap persiapan, pencarian daerah penangkapan, pemasangan jaring (setting),

perendaman jaring (soaking), penarikan jaring (hauling) dan pengambilan hasil

tangkapan.

Penurunan alat (setting)


Saat kapal telah sampai didaerah penangkapan, segera persiapkan

penurunan alat;
- Pertama kapal diposisikan sedemikian rupa agar arah angin datang

dari tempat penurunan alat.


- Setelah posisi kapal sesuai dengan yang dikehendaki, jaring dapat

diturunkan. Penurunan pelampung tanda ujung jaring berupa bendera

kemudian tali selambar pada ujung akhir dan berakhir tali belakang

yang biasanya diikatkan pada kapal.


- Pada saat penurunan jaring yang harus diperhitungkan adalah arah

arus laut, karena kedudukan jaring yang paling baik adalah

memotong arah arus antara 45-90o.


Penarikan alat (Hauling) dan pengambilan hasil tangkapan (Sortiring)
Setelah jaring dibiarkan didalam perairan sekitar seharian, jaring dapat

diangkat keatas kapal untuk diambil hasilnya. Urutan pengankatan jaring

adalah kebalikan dari urutan penurunan alat yaitu dimulai dari tali

selambat belakang, lalu badan jaring, terakhir tali selambar depan dan
14

pelampung tanda. Jika ada rajungan yang tertangkap dilepaskan secara

hati-hati agar jaring tidak sobek dan dipisahkan hasil tangkapan yang

didapat berdasarkan jenisnya.

H. Hasil tangkapan

Klasifikasi rajungan menurut Stephenson dan Chambel (1959) adalah:

Kingdom : Animalia

Sub Kingdom : Eumetazoa

Grade : Bilateria

Divisi : Eucoelomata

Section : Protostomia

Filum: Arthropoda

Kelas: Crustacea

Sub Kelas : Malacostraca

Ordo : Decapoda

Sub Ordo: Reptantia

Seksi: Brachyura

Sub Seksi: Branchyrhyncha

Famili : Portunidae

Sub Famili : Portunninae

Genus: Portunus

Spesies: Portunus pelagicus


15

Gambar 1. Rajungan (Portunus pelagicus)

Rajungan (P. pelagicus) memiliki karapas berbentuk bulat pipih, sebelah

kiri-kanan mata terdapat duri sembilan buah, di mana duri yang terakhir

berukuran lebih panjang (Gambar 1). Rajungan mempunyai 5 pasang kaki, yang

terdiri atas 1 pasang kaki (capit) berfungsi sebagai pemegang, 3 pasang kaki

sebagai kaki jalan, dan 1 pasang kaki berfungsi sebagai dayung untuk berenang.

Nontji (1986) menyatakan rajungan mempunyai 5 pasang kaki jalan, di mana kaki

jalan pertama ukurannya besar, memiliki capit dan kaki jalan terakhir mengalami

modifikasi sebagai alat berenang. Kaki jalan pertama tersusun atas daktilus yang

berfungsi sebagai capit, propodos, karpus, dan merus. Sedangkan pada kaki

kelima yang mengalami modifikasi pada daktilus menyerupai dayung untuk

berenang dan berbentuk pipih.

Perbedaan antara jantan dan betina terlihat menyolok dari warna

karapas. Jantan berwarna dasar biru laut dengan bercak-bercak putih,

sedangkan betina berwarna hijau kotor dengan bercak-bercak putih kotor.

Perbedaan lain terlihat dari bentuk abdomen, abdomen jantan tampak lebih kecil

dan berbentuk segitiga lancip, sedangkan abdomen betina berbentuk segitiga


16

yang melebar. Abdomen betina merupakan tempat meletakkan telur (Nonji,

1993).

III. METODE PENELITIAN


A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini akan dilaksananakan pada bulan Juni Juli 2017 di Desa

Boddia Kabupaten Takalar (Gambar 2).

Gambar 2. Peta lokasi penelitian di Kab. Takalar

B. Alat dan Bahan Penelitian


Table 1. Alat yang digunakan pada penelitian

Nama alat dan bahan Kegunaan

Jaring insang dasar Sebagai alat penangkapan ikan


17

Untuk mengambil gambar kegiatan


Kamera digital
yang dilakukan serta hasil tangkapan.

Alat tulis menulis Untuk mencatat data yang diperoleh

Untuk bahan acuan dalam pengambilan


Kuisioner
data.
Rol meter Untuk mengukur kapal dan alat tangkap
Mistar Untuk mengukur mata jaring
Timbangan elektrik Untuk menimbang dimensi berat alat

C. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sampling

dengan pengambilan sample dilakukan secara acak berkelompok. Jumlah

sampel yang diambil adalah 10% sampel dari populasi nelayan jaring insang

kepiting yang ada di lokasi penelitian. Pengambilan data dilakukan dengan dua

cara yaitu diskusi dan wawancara langsung dengan nelayan tentang fungsi dan

desain alat tangap gillnet, dan pengukuran langsung terhadap setiap komponen-

komponen (Gambar 3) dan setiap bagian dari alat tangkap meliputi :

a. Pengukuran terhadap mata jaring dengn menggunakan mistar dengan cara

pusat dua simpul yang berhadapan pada mata jaring yang sama bila jaring

tersebut terentang penuh.

b. Pengukuran panjang jaring dan tali temali menggunakan rol meter.

c. Pengukuran berat jaring : jaring, tali temali, pemberat, dan pelampung

dengan menggunakan timbangan elektrik.

d. Pengamatan terhadap bentuk dan bahan dari masing-masing alat tangkap.


18

Gambar 3. Desain gillnet dasar

D. Analisis Data

Kontruksi alat tangkap gillnet dibuat dalam bentuk gambar desain

dengan menganalisis beberapa parameter yang berhubungan dengan kontruksi

alat tangkap, antara lain :

1. Perhitungan untuk dimensi jaring (Najamuddin, 2009):


a. Presentasi kerutan S (shortening):

S= X 100 %

Dimana :
S = Shortening (%)
L = Panjang jaring kearah horizontal (m)
I = Panjang tali ris (m)

b. Tinggi jaring
Tinggi jaring dapat di tentukan dengan persamaan :
d=mxn
Dimana :
d = tinggi jaring kearah dalam (tinggi jaring setelah jaring di buat alat

tangkap) (m)
m = ukuran mata jaring mesh size (cm)
n = jumlah mata jaring ke arah dalam (mata)
19

S = shortening (%)
2. Perhitungan berat jaring (Najamuddin, 2009):
a. Berat jaring

W=

Dimana :
W = Berat jaring (kg)
N = jumlah mata jaring pada bagian atas jaring
n = jumlah mata jaring pada bagian bawah jaring
H = jumlah mata jaring pada tinggi jaring
S = shorening
K = knot conten
R = Runnage (berat tali dalam 1 m)
b. Berat tali (Wtl)
Wtl = panjang tali Runnage
c. Berat pelampung (Wpe)
Wpe = jumlah pelampug x berat tiap pelampung
d. Berat pemberat (Wpb)
Wpb = jumlah pemberat x berat tiap pemberat
e. Berat total alat tangkap di udara (Wt)
Wt = W + Wtl + Wpe + Wpb
3. TSA ( Twine Surface Area ) = Luas Penampang Benang (Najamuddin, 2009)

TSA = x H x 4ad x

Dimana :
TSA = Luas permukaan benang (dalam )
N = jumlah mata jaring pada bagian atas panel
n = jumlah mata jaring pada dasar panel
H = jumlah mata jaring pada tinggi panel
a = Panjang bar (cm)
d = Diameter/garis tengah benang (mm)
4. Perhitungan gaya apung dan gaya tenggelam (Fridman, 1986)
F = W (1/C 1) atau F = V W (untuk pelampung)
S = W (1-1/C) (untuk pemberat)
Dimana :
F = gaya apung (buoyancy) (kg gaya)
S = Gaya tenggelam (sinking power) (kg gaya)
W = Berat benda di udara (kg)
V = volume benda ( )

C = berat jenis benda (kg/ )

1 = berat jenis air (kg/ )


20

E. Analisis Hasil Tangkapan


Data hasil tangkapan yang diperoleh tujuannya adalah untuk

mendapatkan informasi mengenai hasil tangkapan rajungan (Portunus pelagicus)

di desa Boddia. Data yang dibutuhkan dalam analisis ini adalah data mengenai

ukuran rajungan (Portunus pelagicus). Data dianalisis dengan mengukur panjang

dan lebar karapas kepiting rajungan (Portunus Pelagicus) yang selanjutnya

dituangkan ke dalam tabel dan grafik. Ukuran rajungan didapatkan dengan

menghitung panjang karapas yang perhitungannya ditunjukkan oleh Gambar 4.

Gambar 4. Pengukuran karapas rajungan

Anda mungkin juga menyukai