Peran Biologi dan Pendidikan Biologi/IPA Dalam Menyiapkan Generasi Unggul dan
Kompetitif di Abad 21
Reviewer:
Prof. Dr. A.D. Corebima, M.Pd
Prof. Dra. Herawati Susilo, M.Sc. Ph.D
Prof. Dr. Hj. Mimien Henie Irawati Al Muhdhar, M.S
Prof. Dr. Siti Zubaidah, M.Pd
Prof. Dr. Dra. Utami Sri Hastuti, M.Pd
Prof. Dr. Ir. Suhadi, M.S
Prof. Dr. agr. M. Amin, M.Si
Dr. Umie Lestari, M.Si
Dr. Murni Saptasari, M.Si
Dr. Hadi Suwono, M.Si
Dr. Ibrohim, M.Si
Dr. Sueb, M.Kes
Dr. Betty Lukiati, M.S
Dr. Endang Suarsini, M.Ked
Dr. Susriyati Mahanal, M.Pd
Dr. Fatchur Rohman, M.Si
Dr. Sri Endah Indriwati, M.Pd
Dr. Abdul Gofur, M.Si
Dr. Dahlia, MS
Diterbitkan oleh :
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Malang
ISBN : 978-602-72185-0-5
Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Peran Biologi dan Pendidikan Biologi/IPA Dalam Menyiapkan Generasi Unggul dan
Kompetitif di Abad 21
ISBN :
2014 Jurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Malang
Proseding ini berisi artikel hasil penelitian dan kajian terhadap temuan-temuan, oleh
sebab itu proseding ini merupakan hak cipta. Tidak diperkenankan mereproduksi
seluruhnya atau sebagian dengan cara apapun tanpa izin tertulis dari editor. Permintaan
dan pertanyaan tentang reproduksi dan hak-hak ditujukan kepada Dr. Hadi Suwono,
MSi, Jurusan Biologi FMIPA atau Email ke hadi.suwono.fmipa@um.ac.id
Hak intelektual pada masing-masing artikel tetap merupakan hak penulis seperti yang
tercantum pada prosiding ini.
Dipublikasikan oleh:
Jurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Jl. Semarang 5
Malang, Jawa Timur, INDONESIA
Telp : (0341) 588077
Fax : (0341) 588077
Email : semnasbio@um.ac.id
Website: semnas.biologi.um.ac.id
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
Makalah Utama
Sutiman B.Sumitro
Pandangan Nano Biologi dalam Bahasan Pemanfaatan Jamoe (Sebuah upaya
memahami kearifan lokal) ................................................................................................... 1
Stuart Weston
Refleksi Tentang Pendidikan Dasar Di Indonesia ................................................................ 3
Herawati Susilo
Pembelajaran Biologi/IPA untuk Generasi Abad 21 ............................................................ 12
Endang Kartini Ariati Murwanti
Dinamika Pembelajaran dan Penelitian Botani di Universitas Negeri Malang (UM)............. 23
Istamar Syamsuri
Pembelajaran Biologi Di Masa Depan ................................................................................. 27
24. En Alamin Pengaruh Perkembangan Sikap Siswa Terhadap Hasil Belajar Siswa
Beserta Permasalahannya dalam Pembelajaran IPA di SMP Negeri 1 Kejayan ............. 218
25. Endik Deni Nugroho, Moh. Amin, Umie Lestari Pengembangan Buku
Pengayaan Identifikasi Ikan Secara Morfologi dan Molekuler Berbasis Penelitian
dan Potensi Lokal ........................................................................................................ 225
26. Erfitra Rezqi Prasmala, Siti Zubaidah, Susriyati Mahanal Penerapan Model
Reading Map Group Investigation (GI) untuk Meningkatkan Minat Baca dan
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas X SMA Surya Buana Malang ....................... 232
27. Ericka Darmawan Penyempurnaan Integrasi Strategi Pembelajaran Simas Eri dan
Blended Learning terhadap Hasil Belajar ..................................................................... 237
28. Fendy Hardian Permana Peran Pembelajaran Blended Learning dalam
Meningkatkan Kemampuan Digital Literacy dan Communication Mahasiswa
Pendidikan Biologi FMIPA UM Sebagai Bekal Hidup Di Abad 21 .............................. 246
29. Ferawati, Susilowati, Mimien Henie Irawati Al Muhdhar, Fathur Rochman,
Endang Budiasih Strategi Project Based Learning Meningkatkan Pengetahuan
Siswa dalam Pengelolaan Sampah Berbasis 6M ........................................................... 257
30. Fitri Rahmawati, Susilowati, Mimien Henie Irawati Al Muhdhar, Fathur
Rochman, Endang Budiasih Strategi Project Based Learning Meningkatkan
Pengetahuan Siswa dalam Pengelolaan Sampah Berbasis 6M ...................................... 267
31. Fuji Astutik, Hadi Suwono, Nuning Wulandari Pengembangan Media CD
Interaktif Pembelajaran Biologi Materi Indera Penglihatan untuk Kelas XI IPA
SMA ........................................................................................................................... 278
32. Hadi Suwono, Herawati Susilo, Ibrohim Kecakapan Hidup Abad 21 dalam
Pembelajaran IPA/Biologi ........................................................................................... 287
33. Hadi Suwono, Munzil, Sentot Kusairi, Anis Samrotul Latifah, Rifqi Hardiana
Pragaswari Pengembangan Blended Learning Biologi SMA Berbasis MOODLE ....... 300
34. Harlis Purwaningsih Peningkatan ketuntasan belajar peserta didik pada pokok
bahasan Hukum Mendel melalui Model Pembelajaran Buying and Selling Quiz di
Kelas XII-IPA1 SMA Negeri 2 Lumajang ................................................................... 313
35. Hanum Isfaeni, Khaerudin Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Web (E-
Learning) dengan Program Atutor pada Mata Pelajaran Biologi untuk Membangun
Kemampuan Metakognitif Siswa ................................................................................. 324
36. Husamah E-Learning Ekologi Tumbuhan untuk Meningkatkan Kualitas
Pembelajaran Dalam Menyiapkan Generasi Unggul Abad 21 ....................................... 334
37. Husnul Chotimah Refleksi Implementasi Kurikulum 2013 dan Analisis
Kebutuhan Bahan Ajar Biologi SMK se Kota Malang.................................................. 346
38. Imas Cintamulya Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa yang Bergaya Kognitif
Impulsif dan Mahasiswa Bergaya Kognitif Reflektif dalam Genetika Dasar ................. 354
39. Isma Aziz Fakhrudin, Puguh Karyanto, Baskoro Adi Prayitno Implementasi
Education for Sustainable Development: Peningkatan Literasi Sains Melalui
Pengembangan E-Module Ekosistem Berbasis Problem Based-Learning ..................... 362
40. Izzatul Laela Peningkatan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas VIII SMPN 2 Wonorejo
Kabupaten Pasuruan Menggunakan Kooperatif STAD Melalui Media Kartu
Domino ....................................................................................................................... 371
41. Lely Krisnawati, dan Diah Harmawati Implementasi PBL (Problem Based
Learning) untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis pada
Mata Pelajaran Biologi Kelas XI Kelompok Peminatan Matematika dan Ilmu Alam
di SMAN Senduro Lumajang....................................................................................... 380
42. Liliek Triani Belajar Sepanjang Hayat dengan Lesson Study? ..................................... 387
43. Lilis Suryani, Ibrohim Penerapan Metode Discovery-Inquiry dalam Pembelajaran
Klasifikasi Tumbuhan untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep, Ketrampilan dan
Sikap Ilmiah Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Gempol Kabupaten Pasuruan ................. 396
44. Lina Listiana Realitas Pengembangan Keterampilan Berpikir dalam Pembelajaran
Biologi: Studi Pendahuluan di SMA Muhammadiyah Surabaya ................................... 404
45. Lutfin Andyana Rehusisma, Sri Endah Indriwati Implementasi Penilaian
Autentik Website Portofolio Melalui PBL untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa .... 412
46. M. Khoirul Anwar, Anastya Eka Kharisma, Nur Hayati, Hadi Suwono
Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Cooperative Inquiry Learning
(PBCIL) Untuk Meningkatkan Keterampilan Bertanya, Keterampilan
Mengidentifikasi dan Memecahkan Masalah, dan Menulis Jurnal Belajar
Mahasiswa Matakuliah Biologi Umum Semester Gasal Tahun Pelajaran 2014/2015 .... 418
47. Marhamah, Mimien Henie Irawati Al Muhdhar, Herawati Susilo, Ibrohim
Meningkatkan Kualitas Proses Pembelajaran pada Mata Kuliah Pengetahuan
Lingkungan Melalui Kegiatan Lesson Study................................................................. 425
48. Marheny Lukitasari, Nasrul Rofiah Hidayati, Junita Tri Susanti Penggunaan
Portofolio sebagai Sarana Meningkatkan Motivasi Belajar Mahasiswa: Kajian
Perkuliahan Biologi Sel di IKIP PGRI Madiun ............................................................ 432
49. Mohammad Amirudin L., Rifqi Hardiana P., Monica Hetharia Penerapan
Pembelajaran Berbasis Riset untuk Meningkatkan Kemampuan Merancang
Penelitian pada Mahasiswa Pendidikan Biologi............................................................ 439
50. Murni Sapta Sari Implementasi Lesson Study Sebagai Sarana Meningkatkan
Aktifitas Kolaboratif Bagi Dosen Matakuliah Struktur Perkembangan Tumbuhan di
Universitas Negeri Malang .......................................................................................... 446
51. Murni Ramli, Suciati, Umi Fatmawati, Restu Yudha Sari, Amytia Putri,
Ariska Yanuar Sari Meningkatkan Literasi Sains Siswa SMA Melalui
Pembelajaran Biologi Berbasis Masalah dan Proyek .................................................... 453
52. Muslihasari, A., Susilo, H., Lestari, S. R. Penerapan Penilaian Portofolio dalam
Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa
Kelas X-4 SMAN 8 Malang......................................................................................... 461
53. Ndzani Latifatur Rofiah, Nuning Wulandari, Endang Suarsini Pengembangan
CD Interaktif pada Pembelajaran Biologi Materi Indera Pendengar untuk Siswa
Kelas XI SMA............................................................................................................. 469
54. Ni Wayan Ekayanti Kohesi Sosial dan Persepsi Ekoliterasi Ketahanan Hayati
Mahasiswa Pendidikan Biologi dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe Group
Investigation ................................................................................................................ 477
55. Novy Kurnia Rikardo Pembenihan Ikan di Balai Benih Ikan (BBI) Dinas
Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Trenggalek ................................................ 485
56. Pt Yulyana G. Artha, Herawati Susilo, dan Eko Sri Sulasmi Upaya
Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Belajar Biologi Melalui Model Pembelajaran
Quantum Teaching Dipadu STAD Berbasis Lesson Study pada Siswa Kelas X
SMA Negeri 1 Malang................................................................................................. 491
57. Purwaning Budi Lestari Isolasi Mikroorganisme Indigen dari Limbah Cair Tahu
sebagai Bahan Ajar Mikrobiologi Lingkungan ............................................................ 496
58. Purwaningsih Peningkatan Ketuntasan Belajar Peserta Didik pada Bahasan
Hukum Mendel Melalui Pembelajaran Buying And Selling Quiz di SMA Negeri 2
Lumajang .................................................................................................................... 505
59. Ratna Djuniwati Lisminingsih Meningkatkan Karakter Siswa Sekolah Dasar di
dalam Pengelolaan Energi Melalui Pembelajaran Berbasis Projek Berbantuan
Komputer .................................................................................................................... 511
60. Rifqi Hardiana Pragaswati, Hadi Suwono, Umie Lestari Penelitian
Pengembangan Website Berbahasa Inggris Pada Pembelajaran Biologi Berbasis
Blended Learning di SMA Negeri 5 Malang ................................................................ 519
61. Rimbi Paulina Dewi, Herawati Susilo, dan Masjhudi Penerapan Model
Pembelajaran Siklus Belajar (Learning Cycle) 5E Berbasis Lesson Study untuk
Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa Kelas X IPA 2 SMA Brawijaya
Smart School Malang .................................................................................................. 531
62. Riski Fitriyani, Sawitri Komarayanti, Kukuh Munandar Menuntaskan Hasil
Belajar Biologi Siswa Kelas VII C Melalui Pembelajaran Kontekstual
Menggunakan Kooperatif Jigsaw di SMPN 2 Tempurejo Tahun Ajaran 2011/2012...... 538
63. Sentot Irianto Analisis Kurikulum 2013 di SMA Negeri 1 Bangil............................... 548
64. Siti Rokhmatika, Harlita, Baskoro Adi Prayitno Pengaruh Model Inkuiri
Terbimbing Dipadu Kooperatif Jigsaw Terhadap Keterampilan Proses Sains
Ditinjau dari Kemampuan Akademik ........................................................................... 553
65. Siti Sunariyati Pengembangan Kurikulum Muatan Lokal Berbasis Etnobotani
untuk Meningkatkan Karakter Peduli Terhadap Lingkungan ........................................ 562
66. Sonja V.T Lumowa, Herlan Perdana Putra Pengaruh Penggunaan Media
Pembelajaran E-Learning Berbasis Web dan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD)
Berbasis Lingkungan Pada Pelajaran IPA Biologi Terhadap Hasil Belajar Siswa
Kelas VII SMP di Kota Samarinda Tahun Pembelajaran 2013/ 2014 ............................ 569
67. Sri Rahayu Penerapan Model Pembelajaran Numbered Heads Together untuk
Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Belajar Siswa Kelas X5 SMA Negeri 5
Malang ........................................................................................................................ 575
68. Suci Ferdiana Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA Terpadu Berbahasa
Inggris Tipe Integrated dengan Tema Mengamati Jasad Renik dalam Setetes Air
untuk Kelas VII SMP .................................................................................................. 592
69. Suciati Sudarisman Identifikasi Pemahaman Mahasiswa Tentang Sains Dikaitkan
dengan Kemampuan Pembuatan Instrumen pada Mata Kuliah Kapita Selekta di
Program Magister Pendidikan Sains UNS .................................................................... 598
70. Suharlik Penerapan Pembelajaran Kooperatif Quis-Rt Siswa Kelas IX SMP Negeri
01 Batu........................................................................................................................ 604
71. Sundari Persepsi Guru Biologi di Kota Ternate terhadap Pendekatan Scientific dan
Implikasinya pada Pengembangan Perangkat Pembelajaran (RPP) Kurikulum 2013 ..... 613
72. Supiana Dian Nurtjahyani Profil Hasil Belajar dan Ketrampilan Kerja Ilmiah
Mahasiswa Biologi dengan Pembelajaran Berbasis Inkuiri pada Mata Kuliah
Mikrobiologi ............................................................................................................... 619
Makalah Biologi
87. Agus Dharmawan Uji Efektivitas Isolasi Kering Hewan Tanah Dengan Metode
Modifikasi Barless Eco 12 ........................................................................................... 737
106. Pintar Tri Wahyuni Studi Keragaman Kupu-Kupu Pieridae di Kawasan Wisata
Air Terjun Coban Rais Kota Batu ................................................................................ 856
107. Poedji Hastutiek, Agus Sunarso Identifikasi Komponen Kimia Ekstrak Daun
Permot (Passiflora foetida Linn.) dengan TLC dan GC-MS sebagai Kandidat
Bioinsektisida terhadap Nyamuk.................................................................................. 861
108. Putri Eka Maharani, Putri Moortiyani Al Asna, Lenny Yunia Nurwega, Dwi
Rahmawati, Eko Sri Sulasmi Studi Karakterisasi Morfologi Spora Tumbuhan
Paku pada Famili Adiantaceae ..................................................................................... 868
109. Ratna Dwi Ramadani, Sofia Ery Rahayu, Umie Lestari Analisis Protein
Membran Spermatozoa Sapi Aberdeen-Angus, Sapi Bali, dan Sapi Ongole Sebagai
891Pendekatan Kekerabatan Sapi ................................................................................ 874
110. Rony Irawanto Perbanyakan dan Pertumbuhan Acanthus Ilicifolius L. sebagai
Fitoteknologi Lingkungan............................................................................................ 881
111. Rony Irawanto, R. Hendrian Koleksi dan Sebaran Coix lacryma-jobi di Kebun
Raya Purwodadi .......................................................................................................... 891
112. Siti Imroatul Maslikah Potensi Aktivitas Antioksidan dari Ekstrak Etanol Umbi
Gendola (Basella rubra linn) Sebagai Kandidat Obat Herbal dan Antioksidan
Alternatif ..................................................................................................................... 900
113. Sitoresmi Prabaningtyas Isolasi Mikroalga Langkah Awal Bioeksplorasi
Mikroalga Potensial ..................................................................................................... 907
114. Slamet Santosa Pengaruh Sekam Padi, Kompos dan Pupuk Kandang Sapi
terhadap Beberapa Sifat Kimia, Fisika, dan Biologi Endapan Lumpur Sidoarjo ............ 915
115. Sofia Ery Rahayu Perilaku Pemangsaan Coccinella transversalis terhadap Kutu
Daun (Aphids) ............................................................................................................. 922
116. Sueb Mengembangakan Wawasan Lingkungan dengan Menggunakan Paradigma
Ekologis Baru sebagai Upaya Mengurangi Pencemaran Lingkungan ............................ 926
117. Tri Nova Anggraini, Fatchur Rohman, Abdul Gofur, Pengaruh Tumbuhan Akar
Wangi (Chrysopogon zizanioides, L) Terhadap Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit
dan Pengembangannya untuk Bahan Ajar pada Matakuliah Pengetahuan
Lingkungan di Perguruan Tinggi ................................................................................. 932
118. Widodo Temuan Asterostemma repandum Decne. (Asclepiadoideae) di Gunung
Ijo Pegunungan Batur Agung Yogyakarta .................................................................... 942
119. Wiwik Hariyatik, Mohamad Amin, Endang Suarsini Eksplorasi dan Identifikasi
Bakteri Termofilik Lokal Penghasil Amilase, Lipase, dan Protease Termostabil
dari Sumber Air Panas Kawah Ijen .............................................................................. 949
120. Yousep Anitasari, Sulistiono, Poppy Rahmatika Primandiri Keragaman
Morfologi Talus Lumut Kerak di Kabupaten Tulungagung .......................................... 958
121. Amy Tenzer Pengaruh Pemberian Suplemen Kalsium Terhadap Penampilan
Reproduksi Dan Perkembangan Rangka Mencit (Mus Musculus) Balb C ..................... 965
122. Liswara Neneng, Yusintha Tanduh, Soleh Mochtar Pengaruh Jenis dan
Komposisi Mikroorganisme dalam Bioorganik Fertiliser terhadap Kesuburan
Tanaman pada Lahan Pasca Penambangan Emas di Kalimantan Tengah ...................... 973
123. Muchammad Yunus Atenuasi Patogenitas Beberapa Spesies Eimeria Melalui
Pasase Berseri Precocious Line Pada Nave Chicken .................................................... 980
124. Mufasirin, Lucia Tri Suwanti, Suwarno, Hani Plumeriastuti, Dewa Ketut
Meles, Zainul Muttaqin Efektifitas Penggunaan Protein Ekskretori-Sekretori
Antigen Toxoplasma gondii Hasil Pembiakan In Vivo pada Mencit sebagai Bahan
Pembuatan Immunocrhomatography Test untuk Diagnosis Toksoplasmosis ............... 989
125. Tintrim Rahayu, Umu Sholikhah Respon Kalogenesis dalam Optimasi Medium
B5 dan MS Pada Kultur In Vitro Tanaman Koro Pedang (Canavalia ensiformis, L) ..... 995
Abstrak
Isolasi kering merupakan salah satu metode yang digunakan dalam pengambilan sampel
hewan tanah khususnya hewan infauna salah satunya adalah barless tullgren. Penggunaan alat ini
belum banyak digunakan oleh kalangan akademis dikarenakan harganya yang mahal. Oleh
karena itu, diperlukan suatu alternatif alat barless tullgren yang lebih praktis dan ekonomis.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas modifikasi Barless Eco 12 pada isolasi
kering dibandingkan dengan metode isolasi basah menggunakan penyaring bertingkat. Untuk
mengetahui efektifitas alat modifikasi Barless Eco 12, dilakukan komparasi dengan hasil isolasi
basah terhadap tanah yang terdedah selama 5 jam. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan lama penyinaran yaitu, 3 jam, 4 jam dan 5 jam dan setiap
pelakuan dilakukan 10 kali ulangan. Analisis statistik yang digunakan untuk mengetahui
perbedaan hasil antar variasi perlakuan waktu pendedahan adalah analisis varian dan uji BNT,
sedangkan untuk mengetahui perbedaan efektifitas antara isolasi basah dan isolasi kering
menggunakan analisis uji T. Hasil uji t menunjukkan adanya perbedaan perolehan hewan tanah
barless tullgren dengan isolasi basah. Penggunaan modifikasi Barless Eco 12 pada isolasi kering
memberikan hasil sampel hewan tanah yang lebih banyak dibandingkan dengan menggunakan
isolasi basah. Berdasarkan uji BNT, variasi waktu yang paling efektif adalah perlakuan 4 jam.
yang sudah ditentukan serta tidak perlu perolehan hewan tanah antara metode isolasi
menyaring dengan air beberapa kali seperti basah dan metode isolasi kering.
isolasi basah. Namun, metode isolasi kering
ini memiliki kelemahan pada efisiensi waktu Metode
dan energi. Proses pengambilan sampel Penelitian ini dilakukan di Laboratorium
menggunakan Berlesse tullgren membutuhkan Ekologi Universitas Negeri Malang. Penelitian
waktu selama 4 hari dengan lampu yang dilaksanakan dari 23 September hingga 3
digunakan sebagai perangsang hewan tanah Oktober 2014.
harus selalu menyala selama pengambilan Penelitian ini dilakukan menggunakan
sampel. Hal tersebut memungkinkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3
terjadinya pemborosan energi. perlakuan dan masing-masing perlakuan 10
Barless tullgren merupakan metode yang ulangan. Untuk mengetahui efektifitas alat
sudah ada sejak dahulu, namun belum banyak modifikasi barless dilakukan komparasi
modifikasi untuk meningkatkan efisiensi dengan hasil isolasi basah terhadap tanah yang
waktu dan energi, sehingga dalam penelitian terdedah sinar matahari selama 5 jam. Analisis
ini digunakan metode baru yang dinamakan statistik yang digunakan untuk mengetahui
Modifikasi Barless Eco 12. Prinsip utama perbedaan hasil antar variasi perlakuan waktu
dalam metode Modifikasi Barless Eco 12 pendedahan menggunakan analisis varian dan
adalah adanya respon positif dan negatif uji BNT. Untuk mengetahui perbedaan hasil
hewan tanah terhadap sinar matahari. antara isolasi kering dan isolasi basah
Intensitas cahaya matahari meyebabkan menggunakan uji T.
perubahan suhu lingkungan, sehingga Bahan dan Alat Penelitian
merangsang hewan tanah untuk bergerak Isolasi Kering
menjauhi cahaya. Metode Barless Eco 12 ini Alat: Seperangkat Alat Isolasi Kering
digunakan untuk membandingkan hasil (Modifikasi Barless Eco 12)
Bahan: Tanah humus dan alkohol (70 %)
perilaku hewan tanah. Keakuratan metode ini ini hemat biaya dan mudah dilakukan. Metode
dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal ini memiliki kekurangan, yaitu hewan tanah
yang meliputi jenis tanah, spesies hewan tanah yang diperoleh kebanyakan tidak utuh struktur
dan usia hewan tanah. tubuhnya sehingga mempersulit saat
Keefektifitasan metode modifikasi mengidentifikasi. Metode ini kurang efektif
Barless Eco 12 ini terletak pada penggunaan digunakan pada musim penghujan.
waktu yang cukup singkat. Selain itu metode
.
Hasil hewan tanah yang didapatkan Metode Isolasi Basah sebagai berikut:
antara modifikasi Barless Eco 12 dengan
Gambar 3. Hewan Hasil Barless Eco 12 Gambar 4. Hewan Hasil Isolasi Basah
Berdasarkan hasil sidik ragam pada taraf jam menghasilkan pengaruh yang signifikan
= 5% terungkap bahwa hasil penyaringan terhadap jumlah hewan tanah. Perlakuan
hewan tanah dengan metode modifikasi dengan penyinaran 5 jam mengahasilkan
Barless Eco 12 pada perlakuan 3 jam, 4 jam, 5 jumlah hewan tanah paling banyak.
Ajeng Wijarprasidya, Istamaya Ariani, Lilik H. Mukminin, Arif B. Setiawan dan Eko Sri Sulasmi
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Malang
Email: ajengwijar94@gmail.com
Abstrak
Tumbuhan paku family Dennstaedtiaeceaememiliki ciri morfologi yang berbeda-beda.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ciri morfologi spora tumbuhan paku family
Dennstaedtiaeceae. Spesimen yang diamati dalam penelitian meliputi Davallia divaricata Bl.
Davallia trichomanoides Bl., Microlepia strigosa (Thb.) Pr., dan Odontosoria chinensis (L.) J.
Smithyang diperoleh dari Herbarium Malangensis Universitas Negeri Malang. Penelitian
dilakukan pada bulan September 2014 di Laboratorium Botani Jurusan Biologi dan
Laboratorium Bersama Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri
Malang. Metode yang digunakan yaitu (1) preparasi spora, (2) pengamatan spora menggunakan
Scanning Electron Microscope (SEM), (3) analisis deskriptifyang ditinjau dari bentuk, ukuran,
ornamentasi, apertura dan lampang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ciri morfologi spora
tumbuhan paku family Dennstaedtiaeceaememiliki bentuk spora bevariai yaitu bulat bercekung
(concave-convex), segitiga tumpul (triangular concave), dan bulat (circular). Ukuran spora
panjangnya berkisar 34.6843,80 m dan lebar berkisar 27,9534,68 m. Ornamentasi
meliputi verrucate, regulate, psilate. Spora pada tumbuhan paku family Dennstaedtiaeceae
tidak berapertura dan tidak berlampang.
terdiri atas apertura, tingkat eksin, Microscopy (SEM). Berdasarkan hasil SEM
ornamentasi eksin, ukuran, dan bentuk. ciri morfologi masing-masing spora tumbuhan
Sudut pandangyang berlainan (distal, paku famili Denstaedtiaceae dianalisis secara
polar, dan equatorial) spora memiliki bentuk deskriptif. Ciri yang diamati meliputi bentuk
yang berbeda. Hal ini terjadi karena pada spora, ukuran, ornamaentasi, aperture,
pandangan polar yang terlihat merupakan lampang. Morfologi spora yang diperoleh dari
bagian spora yang menghadap ke arah pusat specimen dikaji menggunakan Flora Of
tetrad, pada bagian distal yang terlihat Malaya karangan Holtum(1968).
merupakan sisi yang paling jauh dari tetrad,
sedangkan pada pandangan equatorial dapat Hasil dan Pembahasan
dilihat pandangan samping yang menunjukkan Berdasarkan hasil pengamatan deskripsi
ujung polar dan distal secara bersamaan. morfologi tumbuhan paku famili
Dennstaedtiaceae merupakan famili yang Denstaedtiaceae didapat hasil sebagai berikut:
termasuk paku modern dengan 203 spesies spesies Davallia divaricate Bl.memiliki
yang telah diketahui di Malaya dari total bentuk spora bulat bercekung atau concave-
keseluruhan 389 spesies paku modern convex (Moore & Webb, 1978), sedangkan
(Holttum, 1968). Beberapa sub-family dari bentuk simetrikal spora dilihat dari sudut
Dennstaedtiaceae yang banyak ditemukan di pandang kutub bentuknya bulat, dan dari sudut
beberapa daerah Indonesia antara lain pandang ekuatorial berbentuk bulat. Ukuran
Dennstaedtia, Davallia, dan Dryopteris. spora panjang 43,80 m dan lebar 27,95 m.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ciri Spora spesies ini tidak memiliki apertura
morfologi spora tumbuhan paku dari beberapa (allate). Apertura merupakan bagian tipis atau
spesies family Dennstaedtiaceae. bagian yang hilang dari eksin yang
membentuk pola bebas dari eksin.
Metode Penelitian Terbentuknya aperture disebabkan oleh
Penelitian dilaksanakan pada bulan perubahan ketebalan lapisan sexine atau
Oktober tahun 2014. Pengambilan spesimen nexine atau keduanya (Moore & Webb, 1978).
dilakukan di Herbarium Malangensis Jurusan Ornamentasi spora ini memiliki tipe verrucate,
Biologi Universitas Negeri Malang. yakni terdapat tonjolan-tonjolan seperti kutil
Pengambilan data spora tumbuhan paku pada seluruh permukaan luar spora (Moore &
dilaksanakan di Laboratorium Bersama Webb, 1978).
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Spesies kedua yakni Davallia
Alam. trichomanoides Bl. memiliki bentuk spora
Bahan yang digunakan dalam penelitian bulat bercekung atau concave-convex (Moore
berupa spora herbarium tumbuhan paku & Webb, 1978), sedangkan bentuk simetrikal
family Denstaedtiaceae. Spesies yang spora dilihat dari sudut pandang kutub
digunakan yaitu Davallia divaricata Bl., bentuknya bulat, dan dari sudut pandang
Davallia trichomanoides Bl.,Microlepia ekuatorial berbentuk bulat. Ukuran spora
strigosa (Thb.) Pr.dan Odontosoria chinensis panjang 41,8 m dan lebar 31,19 m.
(L.) J. Smith. Alat yang digunakan yaitu Spora spesies ini tidak memiliki apertura
mikroskop stereo, jarum pentul, kaca benda, (allate). Ornamentasi spora ini memiliki tipe
dan Scaning Electron Microscopy (SEM). verrucate yang sama dengan ornamentasi pada
Spora spesimen tumbuhan paku spora spesies Davallia divaricata. Seperti
diambil dengan menggunakan bantuan halnya spesies pertama, spora pada Davallia
mikroskop stereo. Kemudian spora diamati trichomanoides memiliki tipe allate.
dengan menggunakan Scanning Electron
Abstrak
Jamur Tiram putih merupakan jenis jamur yang tidak dapat menyediakan makanan
sendiri, sehingga membutuhkan nutrisi seperti selulosa, lignin, zat hara seperti N, P, K dan
C. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui produktivitas jamur tiram putih
(Pleurotusostreatus) pada media tambahan serabut kelapa (Cocosnucifera). Penelitian ini
menggunakan desain penelitian satu faktorial rancangan acak lengkap dengan empat
perlakuan dan tiga kali ulangan yaitu penambahan serabut kelapa ( 0 %, ( 22 %, ( )
44 % dan( 66 % baglog.Hasil penelitian menyatakan pengaruh paling nyata media
serabutkelapaialahterhadap : lama penyebaran miselium dengan rerata 16,30, jumlah badan
buah panen pertama dengan rerata 14,73, jumlah badan buah panen kedua dengan rerata
11,30, berat basah panen pertama dengan rerata 118,92dan berat basah panen kedua dengan
rerata 33,33 pada perlakuan yaitu media standar 228 gram dengan penambahan media
serabut kelapa 66%.Selanjutnya analisis data dalam penelitian ini menggunakan ANOVA
satu jalur yang menghasilkan lama penyebaran miselium= 28,467> = 4,066,
jumlah tubuh buah panen pertama= 4,337> = 4,066, jumlah tubuh buah
panen kedua= 4,88> = 4,066, berat basah panen pertama = 9,542> =
4,066 dan berat basah panen kedua= 9,174> = 4,066. Kesimpulan yang dapat
diambil dari penelitian ini adalah produktivitas jamur tiram putih meningkat pada
penambahan media serabut kelapa 66%.
Keterangan:
G = Dosis media standar
N = Ulangan
Abstrak
Meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap hewan karang bisa menjadi ancaman
terhadap terumbu karang, sedangkan pengelolaan terumbu karang harus memiliki data dasar
status terumbu karang dan pemantauan secara terus menerus.Tujuan penelitian untuk
mengetahui bentuk pertumbuhan terumbu karang yang terdapat di Pulau Mamburit
kepulauan Kangean, indeks keanekaragaman, indeks keseragaman dan indeks dominansi
lifeform. Penelitian menggunakan metode Line Intercept Transect (LIT).Perhitungan nilai
Indeks keragaman dan indeks dominasi berdasarkan pada perhitungan persentase
pertumbuhan karang yangdijumpai pada titik pengamatan dengan metoda lifeform. Hasil
penelitian menunjukkan terdapat 11 lifeform di Pulau Mamburit Kepulauan kangean yaitu;
Acropora branching, Acropora digitate, Acropora submassive, Acropora tabulate, Coral
branching, Coral foliosi, Heleopora, Coral massive, Coral submassive, Mellepora dan
Mushroo. Stasiun I dan II termasuk kategori baik sedangkan pada stasiun III dan IV
termasuk kategori sedang. Nilai indeks keanekaragaman pada stasiun I, II, dan IV berkisar
antara 1,1-1,70 termasuk kategori sedang. Sedangkan pada stasiun III memiliki indeks
keanekaragaman rendah yaitu 0,70. Nilai indeks keseragaman pada stasiun I, II, III dan IV
berkisar 0,630,99 dengan nilai rata-rata 0,77 dengan kategori tingkat keseragaman tinggi.
Nilai indeks dominansi stasiun I, II, II dan IV berkisar 0,20-0,50 dengan rata-rata 0,35
termasuk dalam kategori rendah. Dapat disimpulkan bahwa tidak ada lifeform yang
mendominasi di pulau Mamburit kepulauan Kangean.
Keterangan: Keterangan:
H = Indeks keragaman bentuk E : Indeks kemerataan
pertumbuhan H : Indeks keanekaragaman
ni = Jumlah individu dalam bentuk ke I S : jumlah spesies
N = Total jumlah individu Kisaran nilai indeks keseragaman
Kriteria; adalah:
H<1 : Keragaman rendah, penyebaran E < 0.4 = keseragaman rendah
tiap spesies rendah dan 0,4 E < 0,6 = keseragaman sedang
kestabilan komunitas rendah E 0,6 = Keseragaman tinggi
1 <H< 3 : Keragaman sedang, penyebaran Indeks dominasi terumbu karang
tiap spesies sedang dan dapat di hitung dengan menggunakan
kestabilan komunitas sedang rumus:
C = (Pi) Dimana Pi = ni/N
Keterangan:
C = Indeks dominasi.
baik di wilayah dekat pesisir pada salinitas salinitas normal (Vaughan,1999; Wells,
30-35. Meskipun terumbu karang 1932 dalam Supriharyono, 2007).
mampu bertahan pada salinitas di luar Kondisi Tutupan Karang
kisaran tersebut, pertumbuhannya menjadi Data hasil pengamatan untuk tutupan
kurang baik bila dibandingkan pada karang di empat stasiun dapat dilihat pada
Tabel 3.
Berdasarkan nilai indeks dominansi 0,20 yang masuk dalam kategori rendah,
pada Tabel 7. Diketahui bahwa nilai yang sedangkan di Stasiun III diperoleh nilai
diperoleh di setiap stasiun yang berkisar indeks dominansi 0,50 yang masuk dalam
antara 0,20 -0,50 dengan rata-rata 0,35 kategori rendah dan pada stasiun IV juga
nilai ini termasuk dalam kategori rendah. termasuk dalam kategori rendah dengan
Stasiun I diperoleh nilai indeks dominansi nilai indeks dominansi antara 0,40.
0,28 yang termasuk kategori rendah. Nilai indeks dominansi berkisar antara
Stasiun II diperoleh nilai indeks dominansi 0 - 1. Jika indeks dominansi mendekati 0
Bevo Wahono
Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jember
E-mail: dankbioma@yahoo.com
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis anatomi dan histologi umbai cacing
(Vermiform Apependix) pada kelinci sebagai salah satu anggota hewan herbivora. Jenis
makanan yang berbeda memungkinkan adanya struktur pencernaan yang berbeda pada
masing-masing jenis hewan. Jenis penelitian ini adalah deskriptif eksploratif. Teknik
pengumpulan data yaitu dengan cara mengukur, menghitung, dan mengamati anatomi umbai
cacing dari kelinci serta pengamatan preparat permanen umbai cacing kelinci yang telah
dibuat dibawah mikroskop. Hasil penelitian yang didapat yaitu; umbai cacing pada kelinci
berbentuk silinder dengan panjang rata-rata 5,6 cm;diameter rata-rata 0,8 cm; berat rata-rata
1,5 gram;berwarna putih kemerahan; dan terletak pada ujung dari sekum; mempunyai
lapisan dari dalam keluar yang terdiri dari lumen, mukosa, submukosa,muskularis dan
serosa.
Pendahuluan
Umbai cacing (VermiformAppendix) Metode
sebagai organ pertahanan tubuh Jenis penelitian ini adalah deskriptif
(immunoglobulin). Martin (2012), eksploratif. Penelitian yang dilakukan
menyebutkan bahwa fungsi umbai cacing berupa analisis anatomi dan histologi umbai
tersebut adalah sebagai salah satu organ cacing (vermiform appendix) pada
tempat produksinya pertahanan tubuh sama kelinci.Teknik pengumpulan data yaitu
halnya seperti fungsi limpa. Dari ilmu dengan cara mengukur, menghitung,
evolusi, Umbai cacing (VermiformAppendix) mengamati anatomi umbai cacing dari
dianggap sebagai struktur vestigial (sisihan) kelinci serta pengamatan preparat permanen
yang tidak memiliki fungsi apapun bagi umbai cacing kelinci yang telah dibuat
tubuh. Appendiks dulunya berguna dalam dibawah mikroskop.
mencerna dedaunan seperti halnya pada Adapun analisis data yang digunakan
primata. dalam penelitian ini adalah analisis data
Penelitian mengenai stuktur anatomi deskriptif. Analisis deskriptif untuk
dan histologi penting dilakukan terhadap mendeskripsikan struktur anatomi dan
suatu organ yang belum banyak diketahui histologi umbai cacing kelinci.
fungsinya maupun strukturnya secara pasti.
Hal ini cukup beralasan karena dalam ilmu Hasil dan Pembahasan
biologi terutama fisiologi hewan struktur Pengamatan terhadap anatomi dan
tubuh berkaitan erat dengan fungsinya. histologi umbai cacing pada 3 ekor kelinci
Diharapkan, dengan mengetahui secara didapatkan hasil bahwa posisi umbai cacing
detail struktur anatomi dan histologi umbai pada kelinci terletak diujung sekum. Pada
cacing tersebut dapat mengetahui fakta yang penelitian ini ditemukan warna yang berbeda
belum banyak terungkap dan dapat yang menjadi batas antara sekum dan umbai
membantu dalam pembelajaran di kelas. cacing. Umbai cacing pada kelinci
berbentuk silinder dengan panjang rata-rata terdiri dari lumen, mukosa, submukosa,
5,6 cm; diameter rata-rata 0,8 cm; berat rata- muskularis dan serosa.
rata 1,5 gr; berwarna putih kemerahan;; Anatomi dan histologi umbai cacing
mempunyai lapisan dari dalam keluar yang disajikan pada Gambar 1, 2, dan 3.
usus, lapisan ini berfungsi juga sebagai berkembang sebagai daerah penyerapan zat-
tempat penyerapan zat-zat makanan, namun zat makanan.
pada umbai cacing kelinci ini tidak
Umbai cacing pada kelinci juga berbentuk memberan serosa yang tersusun
memiliki lapisan muskularis seperti pada atas jaringan penghubung areolar dan
saluran pencernaan lainnya. Kehadiran epitelium sekumosa sederhana. Lapisa
lapisan muskularis pada saluran pencernaan epitelium ini menjadi pembatas organ umbai
yang lain menyebabkan saluran tersebut bisa cacing dengan lingkungan luarnya.
berkontraksi (Rastogi, 2007). Kontraksi
tersebut bisa berasal dari otot lurik maupun Simpulan
dari otot polos. Pada umbai cacing ini, Simpulan yang dapat ditarik dari penelitian
kontraksi menyebabkan gerakan peristaltik, ini yaitu:
yang merupakan kelanjutan dari gerakan 1. Secara anatomi sumbai cacing pada
pristaltis pada sekum. Lapisan muskularis kelinci berbentuk silinder dengan
pada umbai cacing menyebabkan organ ini panjang rata-rata 5,6 cm; diameter rata-
sebagai organ yang kelihatannya berfungsi rata 0,8 cm; berat rata-rata 1,5 gr;
layaknya pada sistem pencernaan. Namun, berwarna putih kemerahan; dan terletak
fungsi umbai cacing ini tidak signifikan pada ujung dari sekum;
terhadap pencernaan hewan tersebut. 2. Secara Histologis umbai cacing pada
Menurut Martin (2012), umbai cacing kelinci mempunyai lapisan dari dalam
merupakan organ yang berfungsi hanya keluar yang terdiri dari lumen, mukosa,
sebagai tempat sel-sel darah putih submukosa, muskularis dan serosa.
berkembang. Hal ini juga tentunya ada Secara histologist lapisan ini
kaitannya dengan ditemukannya lapisan mempunyai banyak kesamaan dengan
submukosa yang mengandung pembuluh histology lapisan saluran pencernaan
limfatik di dalamnya. pada umumnya.
Lapisan terakhir yang menyusun umbai
cacing pada kelinci yaitu lapisan serosa. Daftar Rujukan
Lapisan ini tidak hanya ditemukan di umbai Ahmed, Irfan; Kristjan S; Asgeirsson; Ian J;
cacing kelinci tetapi sebaliknya, banyak Beckingham; Dileep N. 2007. The
ditemukan di semua bagian saluran Position of The Vermiform Appendix
pencernaan. Serosa merupakan lapisan At Laparoscopy. Surgiol Radiology
terluar dari saluran pencernaan yang Anatomy Journal. 29: 165-168.
Abstrak
Siwalan (Borassus flabellifer L.) tersebar luas di Kabupaten Pamekasan salah
satudiantaradesaialah desa Kertagenah Laok Kecamatan Kadur. Potensi siwalan yang
melimpah dapat dikembangkan menjadi produk yang lebih bermanfaat dan bernilai ekonomi
tinggi salah satudiantaranyaadalah diolahmenjadinata de nira siwalan. Kualitas nata dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah macam gula dan konsentrasi.
Penelitian eksperimen ini bertujuan menguji pengaruh variasi macam dan konsentrasi gula
terhadap kualitas nata ditinjau dari berat nata. Hasil penelitian eksperimen menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh macam dan konsentrasi gula terhadap kualitas nata de nira siwalan
berdasarkanberatnata.
benang selulosa yang akhirnya terlihat padat (RAL). Desain faktorial yang digunakan
berwarna putih hingga transparan yang adalah desain dua faktor yang terdiri dari
disebut nata (Wahyudi, 2007; Budiarti, faktor pertama ialah faktor A meliputi
2008). macam gula (A1: gula pasir dan A2: gula
Adanya gula dalam air kelapa atau siwalan) sedangkan faktor kedua adalah
bahan lain akan dimanfaatkan oleh konsentrasi gula atau faktor B (B1: 5%, B2:
Acetobacter xylinum sebagai sumber energi, 10%, dan B3: 15%). Penelitian eksperimen
maupun sumber karbon untuk membentuk menggunakan lima kali ulangan. Variabel
senyawa metabolit diantaranya adalah terikat yang diukur adalah kualitas nata
selulosa yang nantinya membentuk lapisan berdasarkan berat lapisan nata de nira
nata. Adanya senyawa peningkat siwalan setelah pemeraman 14 hari.
pertumbuhan mikroba (growth promoting Penelitian eksperimen inidilakukan dalam
factor) akan meningkatkan aktifitas enzim dua tahap yaitu perbanyakan starter dan
dalam metabolisme sel bakteri Acetobacter pembuatan nata de nira siwalan. Pembuatan
xylinum untuk menghasilkan selulosa. Salah nata de nira siwalan dilaksanakan dengan
satu faktor pendukung pertumbuhan dan langkah-langkah sebagai berikut.
aktifitas bakteri Acetobacter xylinum adalah 1. 3000 ml nira siwalan dibagi menjadi 3
sumber nitrogen. Sumber Nitrogen yang kelompok perlakuan masing-masing
digunakan untuk mendukung pertumbuhan 1000 ml. Kelompok I ditambah gula
aktifitas bakteri nata dapat berasal dari siwalan dengan konsentrasi 5%,
nitrogen organik, seperti misalnya protein kelompok II ditambah gula siwalan
dari ragi roti, maupun nitrogen anorganik dengan konsentrasi 10% dan kelompok
seperti misalnya ammonium fosfat, urea, III ditambah gula siwalan dengan
dan ammonium sulfat (Nainggolan, 2009). konsentrasi 15%. Masing-masing
Tujuan penelitian ini antara lain: (1) ditambah dengan 0,25 gram ragi roti
menganalisis pengaruhmacam gula terhadap dan 250 ml air rebusan kecambah
kualitas nata de nira siwalan berdasarkan kacang hijau.
berat nata; (2)menganalisis pengaruh 2. Langkah pertama dilakukan dengan
konsentrasi macam gula terhadap kualitas menambahkan gula pasir.
nata de nira siwalan berdasarkan berat nata; 3. Campuran larutan direbus sampai
(3) menganalisis pengaruh interaksi macam mendidih selama 15 menit kemudian
dan konsentrasi gula terhadap kualitas nata api kompor dimatikan, ditambah 15 ml
de nira siwalan berdasarkan berat nata. asam cuka glasial agar pH mencapai 3-4.
Hipotesis penelitian eksperimen yang 4. 200 ml campuran dimasukkan ke dalam
diajukan yaitu (1) ada pengaruh macam gula botol yang telah disterilisasi kemudian
terhadap kualitas nata berdasarkan berat ditutup kertas sampul coklat.
lapisan nata,(2) ada pengaruh konsentrasi 5. Campuran dibiarkan hingga dingin
gula terhadap kualitas nata berdasarkan kemudian ditambahkan starter dengan
berat lapisan nata, dan (3) ada pengaruh perbandingan 1:5, 1 bagian starter dan 5
interaksi macam dan konsentrasi gula bagian nira siwalan.
terhadap kualitas nata de nira siwalan 6. Larutan disimpan dalam lemari
berdasarkan berat. penyimpanan selama 14 hari dan tidak
boleh terguncang.
Metode 7. Setelah 14 hari lapisan nata dari
Penelitian eksperimen bertujuan beberapa perlakuan terbentuk, maka
menguji pengaruh variasi berat nata dapat diukur.
macamdankonsentrasi gula terhadap 8. Masing-masing lapisan nata dari
kualitas nata de nira siwalan berdasarkan beberapa perlakuan tersebut dikeluarkan
berat nata. Penelitian eksperimen dari botol dengan menggunakan pinset.
menggunakan Rancangan Acak Lengkap
Tabel 1: Rerata Hasil Pengukuran Berat Lapisan Nata de Nira Siwalan dengan Variasi
Macam dan Konsentrasi Gula
Perlakuan BeratLapisanNatadariNiraSiw (g) Rerata
alan (g) padaUlanganke- (g)
Macamgula Konsentrasi 1 2 3 4 5
Gulapasir 5% 27,9 28,0 29,2 29,7 30,3 145,1 29,02
10% 9,4 31,8 32,6 36,5 45,5 175,8 35,16
15% 5,8 28,7 30,6 35,6 36,5 157,2 31,44
Gulasiwalan 5% 8,9 29,3 35,8 36,9 37,8 168,7 33,74
10% 7,6 39,2 41,7 44,2 45,1 207,8 41,56
15% 2,3 34,8 35,9 41,9 47,1 192,0 38,40
Data pada Tabel 1 dapat disajikan pada Glukosa merupakan sumber karbon yang
diagram balok Gambar 1. Hasil uji ANAVA dibutuhkan dalam proses fermentasi nata de
menunjukkan bahwa dari sumber macam nira siwalan sebagai sumber nutrisi bakteri
gula, diperoleh nilai p-level lebih kecil dari Acetobacter xylinum..
0,05 (p<0,05) dengan sig 0,01. Hasil Bakteri Acetobacter xylinum menurut
tersebut menunjukkan bahwa hipotesis Suparti, dkk (2007) dapat hidup dan
penelitian diterima, artinya terdapat membentuk nata dengan memanfaatkan
pengaruh yang signifikan macam gula glukosa dalam kondisi asam. Pembentukan
terhadap kualitas nata de nira siwalan nata dapat terjadi karena proses
berdasarkan berat lapisan nata. Hasil uji pengambilan glukosa dari larutan gula yang
lanjut DMRT0,05 menunjukkan bahwa terdapat dalam substrat atau bahan dasar
perlakuan dengan gula siwalan memberikan oleh sel-sel bakteri. Glukosa kemudian
pengaruh lebih tinggi terhadap rerata berat digabungkan dengan asam lemak
nata yang dihasilkan dibandingkan dengan membentuk prekursor (penciri nata) pada
gula pasir. membran sel, dan keluar bersama-sama
Hasil penelitian menunjukkan bahwa enzim yang mempolimerisasikan glukosa
terdapat perbedaan berat lapisan nata yang menjadi polisakarida yang disebut selulosa
dibuat dengan penambahan gula pasir dan di luar sel (Nainggolan, 2009). Selulosa
gula siwalan. Nata de nira siwalan dengan tersebut yang kemudian membentuk lapisan
penambahan gula siwalan memiliki berat nata.
yang lebih tinggi daripada yang diberikan Dari sumber konsentrasi gula, diperoleh
tambahan gula pasir. Perbedaan ini nilai p-level lebih kecil dari 0,05 (p<0,05)
disebabkan perbedaan kandungan glukosa dengan sig 0,01. Hasil tersebut
pada kedua jenis gula tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis penelitian
didukung hasil penelitian Burhanuddin diterima artinya ada pengaruh yang
(2005) yang menyatakan bahwa kandungan signifikan konsentrasi gula terhadap kualitas
glukosa pada gula siwalan lebih tinggi nata de nira siwalan berdasarkan berat
daripada gula pasir. Gula siwalan memiliki lapisan nata. Uji lanjut DMRT
kandungan glukosa 76,85% sedangkan gula menunjukkan bahwa perlakuan dengan
pasir memiliki kandungan glukosa 71,89%. konsentrasi gula 10% memberikan pengaruh
lebih tinggi terhadap berat lapisan nata. tinggi. Dari sumber interaksi, hasil analisis
Hasil ini didukung penelitian Arviyanti dan menunjukkan tidak ada pengaruh yang
Yulimartani (2010) yang menyatakan signifikan interaksi macam dan konsentrasi
bahwa penambahan gula dengan konsentrasi gula terhadap berat lapisan nata.
10% menghasilkan berat nata yang paling
1000 ml nirasiwalan
Masukkannirasiwalankedalambotolselaisteril, lalututupdengankertassampulcoklat,
diikatdengankaretgelang, danbiarkansampaimendingin
Botolditutupkembalidengankertassampu; lalusimpan di
dalamalmaripenyimpananselama 14 hari, janganterguncang
50
20 Gula
Siwal
10 an
0
5% 10% 15%
Konsentrasi
Gambar 1. Diagram Balok tentang Berat Lapisan Nata dengan Variasi
Perlakuan Macam dan Konsentrasi Gula
Simpulan Budiarti, R.S. 2008. Pengaruh Konsentrasi
Hasil penelitian menunjukkan Starter Acetobacter xylinum terhadap
bahwa terdapat pengaruh yang signifikan Ketebalan dan Rendemen Selulosa
macam dan konsentrasi gula terhadap Nata de Soya. Biospecies. 1(1): 19-24,
kualitas nata de nira siwalan berdasarkan (http://online-journal.unja.ac.id)
berat lapisan nata. [diakses pada 28 April 2013].
Saran yang dapat diajukan Budiharta. 2006. Menyadap Lontar
berdasarkan hasil penelitian ini antara lain: Menenggak Rupi-ah. UPT BKTKR
(1) bagi guru, terutama pengajar materi Purwodadi. (http://www.kr-
Bioteknologi, perlu mengimplementasikan purwodadi.lipi.go.id) [diakses pada 2
hasil penelitian ini dengan Februari 2012].
mempertimbangkan potensi lokal untuk Burhanuddin. 2005. Prospek
diterapkan dalam kegiatan pembelajaran di Pengembangan Usaha Koperasi dalam
sekolah; (2) bagi siswa, perlu Produksi Gula Aren. (www.
mengembangkan keterampilan dalam smecda.com/kajian/files.hslkajian/kajia
membuat nata dengan bahan dari berbagai n_gula_aren.pdf) [diakses 20 Februari
macam buah-buahan dari lingkungan sekitar 2012].
siswa secara mandiri; serta (3) bagi Nainggolan. 2009. Kajian Pertumbuhan
masyarakat di Kabupaten Pamekasan, hasil Bakteri Ace-tobacter sp dalam
penelitian ini dapat digunakan sebagai Kombucha-Rosela Merah (Hibiscus
informasi untuk usaha meningkatkan sabdariffa) pada Kadar Gula dan
pemberdayaan potensi daerah dan Lama Fermentasi yang Berbeda.
pendapatan daerah. Disertasi. Medan: Universitas
Sumatera Utara. (reposi-tory.usu.ac.id)
Daftar Rujukan [diakses 2 Desember 2011).
Admin. 2009. Image of Acetobacter xylinum. Nuroniah, S.H., Rostiwati, T., dan Bustomi,
http://somphyto.trustpast.alibaba.com/v S.2010. Sintesa Hasil Penelitian
iewing Lontar (Borassus flabellifer) sebagai
photo/107232348/ACETOBACTER_X Sumber Energi Bioetanol Potensial.
YLI-NUM.jpg.html) [diakses 8 Bogor: Kementerian Kehutanan.
Desember 2011]. Sutarminingsih. 2004. Peluang Usaha Nata
Arviyanti, E. dan N., Yulimartani. 2010. de Coco. Yogyakarta: Kanisius.
Pengaruh Penambahan Air Limbah Wahyudi. 2003. Memproduksi Nata de
Tapioka pada Pro-ses Pembuatan Nata. Coco. Jakarta: Direktorat Pendidikan
(eprints.undip.ac.id/34-68) [diakses 25 Menengah dan Kejuru-an Dirjen
Mei 2013]. Pendidikan Dasar dan Menengah
Depdiknas.
Abstrak
Penggunaan bahan alam dalam bidang kesehatan selalu dilakukan dengan proses isolasi
komponen aktifnya, dilanjutkan pembahasan mekanismenya pada organ target. Pembahasan
hanya bersifat parsial pada salah satu komponen aktifnya, tanpa melihat mekanisme sinergis
antar senyawa. Konsep kembali ke alam tidak dipandang sebagai sebuah konsep secara holistik.
Umbi bengkuang merupakan salah satu tumbuhan yang sering disebut fitoestrogen, karena
adanya kandungan senyawa kimia mirip 17 estradiol, serta mempunyai aktivitas mirip hormon
estrogen. Tujuan penelitian adalah melakukan pengujian keterlibatan kompleksitas senyawa
umbi bengkuang dalam sistem biologi tubuh melalui uji preklinis terhadap hewan coba.
Penelitian menggunakan pendekatan eksperimen, perlakuan pemberian air perasan umbi
bengkuang dan senyawa daidzein murni pada 24 ekor tikus putih jenis Sprague Dawley umur 5
bulan selama 24 hari. Pengambilan darah dilakukan pada hari pertama (jam ke-8, 16, dan 24
setelah perlakuan). Pengujian kadar daidzein darah dianalisis dengan metode HPLC. Hasil
penelitian menunjukkan retensi daidzein umbi bengkuang dalam serum darah pada 3 fraksi
masing-masing adalah 1459,747 pg, 2120,353 pg, dan 2802,746 pg. Kesimpulan menunjukkan
retensi daidzein di darah lebih rendah pada pemberian air perasan umbi bengkuang, tetapi retensi
di organ sama. Umbi bengkuang diduga berpotensi sebagai estrogen alami.
tumbuhan obat lebih aman dan efektif obat. Penyebarluasan hasil-hasil penelitian
daripada obat sintetis. tumbuhan obat telah mengalami pergeseran
Perkembangan pengobatan modern dan dari konsep utama terhadap tumbuhan obat itu
industri farmasi saat ini telah merubah konsep sendiri. Pemikiran reduksionistik menjadi
berpikir masyarakat terhadap tumbuhan obat. bagian pokok dalam pembahasan kasiat
Masyarakat beranggapan bahwa penggunaan tumbuhan obat.
tumbuhan obat merupakan pengobatan kuno, Pengembangan konsep pemikiran secara
tidak memberikan respons yang cepat, tidak holistik terhadap tumbuhan obat memerlukan
terstandar serta tidak ilmiah. Perkembangan keterpaduan berbagai aktivitas senyawa yang
teknologi pengobatan modern menjadi pilihan menyebabkan tumbuhan obat mempunyai
utama masyarakat, sehingga penggunaan potensi. Umbi bengkuang (Pachyrhizus
tumbuhan obat sampai saat ini semakin erosus) merupakan salah satu tumbuhan yang
ditinggalkan. Penelitian terhadap bahan kimia sampai saat ini dimanfaatkan oleh masyarakat
sintetis untuk pengobatan semakin sebagai bahan pangan, sebagai salah satu
berkembang pesat. Pengobatan menggunakan contoh yang dapat dikembangkan dalam
bahan kimia sintetis menjadi pilihan pembahasan potensinya dalam perspektif
masyarakat modern, karena bahan kimia holistik. Pemanfaatan umbi bengkuang masih
sintetis mempercepat penyembuhan serta sebatas konsumsi buah segar sebagai rujak,
mempunyai takaran jelas. salad, dan asinan. Industri kosmetika telah
Eksplorasi terhadap berbagai tumbuhan memanfaatkan tepung bengkuang sebagai
obat dilakukan untuk menjadikan tumbuhan pemutih kulit, pelembab, dan bedak.
obat mempunyai nilai ilmiah. Berbagai Pemanfaatan bengkuang sebagai hormon
penelitian diarahkan terhadap tumbuhan obat alami berdasarkan uji preklinis telah dilakukan
dengan fokus pada komponen senyawa aktif penelitian, tetapi masih perlu dikembangkan
yang terdapat di dalamnya. Industri obat sehingga dapat digunakan oleh masyarakat
tradisional yang bahan bakunya dengan khususnya wanita sebagai salah satu estrogen
memanfaatkan tumbuhan obat telah beralih alami.
menjadi industri obat tradisional yang Bengkuang merupakan salah satu
terstandar. Penelitian tumbuhan obat telah tumbuhan famili Fabaceae, seperti halnya
beralih dan diarahkan dengan melakukan beberapa tumbuhan kacang-kacangan (kedelai,
proses isolasi dan identifikasi senyawa aktif, buncis, kacang tanah, kacang koro), yang
memisahkannya, serta menganalisisnya mempunyai senyawa metabolit sekunder
berdasarkan standar kefarmasian. Orientasi isoflavon, lignan, stilbens, dan koumestans
bisnis menjadi tolok ukur yang pada akhirnya (Umland et al., 2000; Pilsakova et al., 2010),
dijadikan sebagai standar keilmiahan. dengan adanya struktur cincin aromatik mirip
Para peneliti tumbuhan obat menyajikan hormon estrogen. Hasil penelitian Primiani
berbagai data senyawa aktif tumbuhan obat (2013a) kandungan daidzein dan genistein
serta menjelaskan mekanisme kerjanya dalam umbi bengkuang dengan analisis metode high
tubuh. Hasil-hasil penelitian dengan performance liquid chromatography (HPLC)
melakukan fraksi dan isolasi sampai akhirnya menunjukkan kadar masing-masing sebesar
ditetapkan dosis yang tepat telah berhasil 108,831 mg/100 dan 163,079 mg/100.
dipublikasikan kepada masyarakat secara terus Daidzein dan genistein merupakan senyawa
menerus. Masyarakat sangat mempercayai kelompok isoflavon yang sering disebut
nilai keilmiahan tumbuhan obat dan sebagai fitoestrogen karena mempunyai
meyakininya serta menerapkannya sebagai struktur kimia mirip 17 estradiol.
suatu bentuk apresiasi terhadap tumbuhan
pada kandang pemeliharaan pada hari ke-2 asetat glasial 0,1% dalam air dan 0,1% asam
sampai dengan hari ke-24. asetat glasial dalam asetonitril. Sebanyak 20
Preparasi sampel serum l sampel diinjeksi. Kecepatan alir larutan 1
Sampel serum diambil sebanyak 50 l ml/menit. Detektor menggunakan photodiode
ditempatkan dalam erlenmeyer tertutup, pada 255-300 mm,temperatur kolom 250C,
ditambahkan 10 ml asetonitril, 2 ml HCl 0,1 flow rate 0,8 ml/menit, wavelength 255 nm,
M dan 5 ml aquades, diaduk menggunnakan running time 40 menit, post running time 15
stirer selama 2 jam pada suhu ruang. Larutan menit.
kemudian disaring dengan kertas saring untuk Analisis Data
diambil filtratnya. Filtrat dievaporasi Pengujian kadar daidzein serum darah
menggunakan rotari evaporator suhu kurang tiap fraksi (jam ke-8, 16, dan 24) setelah
dari 30o C. Residu hasil evaporasi dilarutkan perlakuan dengan metode HPLC serta profil
dengan 10 ml metanol grade HPLC 85% serum darah dengan metode GC-MS
dalam air, kemudian disaring dengan filter penghitungan retensi daidzein dalam serum
0,45 m politetrafluoroetilen untuk dianalisis dan organ dianalisis secara diskriptif.
dengan HPLC.
Penentuan kadar daidzein serum Hasil dan Pembahasan
Penentuan kadar daidzein umbi Analisis data retensi daidzein pada serum
bengkuang dan serum darah menggunakan dan organ tikus putih betina setelah perlakuan
HPLC Shimadzu dengan spesifikasi C18. daidzein dan air perasan umbi bengkuang
Larutan fase gerak dengan menggunakan asam fraksi 1,2, dan 3 terdapat pada Tabel 1.
Tabel 1. Analisis retensi daidzein dalam serum dan organ perlakuan senyawa daidzein dan air
perasan umbi bengkuang fraksi 1, 2, dan 3
Bahan Fraksi Retensi daidzein Retensi total Retensi daidzein Retensi daidzein di
ke total (pg/ekor) (%) di serum organ (pg/ekor)
(pg/ekor)
D 1 302820821,3 99,9999911 1988,717 302818832,5
2 302820819,8 99,9999966 3015,919 302817803,6
3 302820819,1 99,9999964 3839,392 302816979,9
Rata-rata 302820820,1 99,9999947 2948,009 302817872,0
Genistein dan daidzein merupakan daidzein murni memberikan hasil hampir sama
senyawa kelompok isoflavon dengan struktur (Tabel 1).
kimia mirip hormon estrogen, sehingga Daidzein mampu berikatan dengan
aktivitas biologisnya mirip estrogen. Retensi reseptor esrogen dengan afinitas sekitar 1/500
daidzein dalam serum tikus putih perlakuan air sampai 1/1000 yang dapat berkompetisi
perasan umbi bengkuang lebih rendah pada dengan estrogen endogen (Verdeal et al.,
perlakuan air perasan umbi bengkuang 1980) meskipun ikatannya dengan reseptor
daripada daidzein murni (Tabel 1). Retensi estrogen lemah tetapi aktivitasnya cukup besar
daidzein pada organ tikus putih perlakuan air dalam menimbulkan respon (Knight, dan
perasan umbi bengkuang dan perlakuan Eden, 1995).
Fujioka, M., Uehara, M., Wu, J., Adlercreutz, Lan, K., & Jia, W. 2010. An Integrated
H., Suzuki, K., Kanazawa, K., Takeda, Metabolomics and Pharmacokinetics
K., Yamada, K., & Ishimi, Y. 2004. Strategy for Multicomponent Drugs
Equol, a Metabolite of Daidzein, Inhibits Evaluation. Current Drug Metabolism.
Bone Loss in Ovariectomized Mice. 11:105-114
J.Nutr. 134: 2623-2627. Li, P., Qi, L.W., Liu, E.H., Zhou, J.L., & Wen,
Fugh-Berman, A. 2000. Herb-drug Interaction. X.D. 2008. Analysis of Chineses Herbal
Lancet. 355:134-138. Medicines with Holistic Approaches and
Glazier, M.G., & M.A. Bowman, 2001. A Integrated Evaluation Models. Trends in
Review of the Evidence for the Use of Analitical Chemistr. 27(1):66-77.
Phytoestrogens as Replacement for Lu, L.J., Lin, S.N., Grady, J.J., Nagamani,
Traditional Estrogen Replacement M., & Anderson, K.E. 1996. Altered
Therapy. Arch Intern Med. 161:1161- Kinetics and Extent of Urinary Daidzein
1172. and Genistein Excretion in Women
Harrison, R.M., Phillippi, P.P., Swan, K.F., & During Chronic Soya Exposure.
Henson, M.C. 1999. Effect of genistein Nutr.Cancer. 26:289-302.
on steroid hormon production in the Milligan, S.R. & Kalita, J.C. 2010. In Vitro
pregnant rhesus monkey, Society for Estrogenic Potency of Phytoestrogen-
Experimental Biology and Medicine, vol. Glycosides and Some Plant Flavanoids.
222. Indian J.Sci.Technol, 3(12):1142-1147.
Ishimi, Y. 2010. Dietary Equol and Bone Na, D.H., Ji, H.Y., Park, E.J., Kim, M.S., Liu,
Metabolism in Postmenopausal Japanese K.H., & Lee, H.S. 2011. Evaluation of
Women and Osteoporotic Mice. J.Nutr, Metabolism of Mediated Herb Drug
1373S-1376S. Interactives. Arch. Pharm. Res.
Jagla, F., Riecansky, L., & Pilsakova, L. 2010. 34(11):1829-1842.
The Physiological Actions of Isoflavone Nurrochmad, A., F. Leviana, F., Wulancarsari,
Phytoestrogens. Physiol.Res. 59:651- C.G., & Lukitaningsih, Phytoestrogens
664. of Pachyrhizus erosus Prevent Bone Loss
Kawakita, S., Marotta, F., Naito, Y., Gumaste, in An Ovariectomized Rat Model of
U., Jain, S., Tsuchiya, J., & Minelli, E. Osteoporosis. J. Phytomed. 2:363-372.
2009. Effect of An Isoflavones Orhan, L.E., Tosun, F., Tamer, U., Duran, A.,
Containing Red Clover Preparation and Alan, B., & Kok, A.F. 2011.
Alkaline Supplementation on Bone Quantification of Genistein and Daidzein
Metabolism in Ovariectomized Rats. Clin in Two Endemic Genista Species and
Interv Aging, 4:91-100. Their Antioxidant Activity. J.
Knight, D.C., & Eden, J.A. 1995. Serb.Chem. Soc. 76(1):35-42.
Phytoestrogens A Short Review. Pilsakova, L., Riecansky, I., & Jagla, F. 2010.
Maturitas, 22:167-175 The Physiological Actions of Isoflavone
Kuiper, G.G.J.M., Lemmen, J.G., Carlsson, Phytoestrogens. Physiol.Res. (Online),
B., Corton, J.C., Safe, S.H., Van der 59:651-664, www.biomed,cas.cz, diakses
Saag, P., Van der Burg, B., & Gustafsson, 16 Juli 2013.
B.J. 1998. Interaction of Estrogenic Primiani, C.N. 2013a. Dinamika Senyawa
Chemicals and Phytoestrogens with Daidzein Umbi Bengkuang (Pachyrhizus
Estrogen Receptor . erosus) dalam Darah Serta Potensinya
Endocrinology.139(10):4252-4263. pada Tikus Betina. Prosiding Seminar
Nasional Biologi, Lingkungan dan
Analisis Protein Membran Spermatozoa Sapi Madura, Sapi Simental dan Sapi
Limousin Sebagai Pendekatan Hubungan Kekerabatan Sapi
Abstract
Research about Madura, Simental and Limousin bulls sperm protein membrane aimed to
estimate the bulls genetic relationship by compared the sperm membrane protein with the
protein specific testis. The results of this research has known that Madura and Simental bulls
has Doppel Protein with molecule mass around 34-38 kDa, While Simental bull had tyrosine
phosphorylation SPACA1 protein with molecule mass around 33 kDa, Doppel Protein and PH-
20 hyaluronidase protein with molecule mass around 75 kDa. Based on the dendogram analysis
MVSP 3.22, we know that Madura bull and Simental bull have a close genetic relationship with
similiarity index 1, while Limousin has distant genetic relationship with Madura and Simental
bulls with similiarity index around 0,6. The suitable breeding system for the three bulls are
breeding between Madura and Simental bulls and also Simental and Limousin bulls Both of
these breeding animals estimated had far distant relationship so they could being cross-breeded.
dendogram, dengan dendogram tersebut akan sapi Limousin dengan penyetaraan konsentrasi
dapat diketahui indeks similaritas antar sapi yang sama yaitu sebesar 2,747 mg/mL. Secara
Madura, sapi Simental dan sapi Limousin umum memperlihatkan adanya perbedaan.
yang kemudian dianalisa secara deskriptif Perbedaan tersebut terlihat dari tebal tipisnya
untuk penentuan sistem perkawinan pada sapi. pita protein serta adanya perbedaan pola
separasi pita protein yang muncul dari hasil
elektroforesis SDS PAGE (Sodium Dedocyl
Hasil dan Pembahasan Sulphate Polyacrilamide Gel Electrophoresis).
Hasil penelitian profil pita protein Gambar gel elektroforesis dapat dilihat pada
menggunakan isolat protein membran Gambar.1 di bawah ini.
spermatozoa sapi Madura, sapi Simental dan
kDa
260
135
95
72
52
42
34
26
17
10
Gambar 1: Hasil elektroforesis isolat protein membran spermatozoa sapi Madura, sapi
Simental dan sapi Limousin. (A) pola separasi pita protein membran
spermatozoa sapi Madura (M1-M3), sapi Simental (S1-S3) dan sapi Limousin
(L1-L3) pada gel akrilamid. Gambar (B) zimogram profil pita protein
membran spermatozoa sapi madura, sapi simental dan sapi limousin.
Data berat molekul protein kemudian Protein yang dijadikan pembanding yaitu
dibandingkan dengan protein pembanding protein dengan berat molekul16 kDa, 33 kDa,
yaitu, protein spesifik pada membran 34-38 kDa, 64 kDa dan 75 kDa disajikan pada
spermatozoa dan protein spesifik pada tabel 1.
jaringan testis (testicular spermatozoa).
2 Sapi Simental ~ ~ ~ ~
3 Sapi Limousin ~ ~
Keterangan : (~) Menunjukkan tidak adanya pita protein
( ) Menunjukkan adanya pita protein
Berdasarkan data Tabel.1 dianalisis lebih Package) untuk membuat dendogram yang
lanjut untuk mengetahui jarak hubungan menggambarkan kedekatan hubungan antara
kekerabatan antara sapi Madura, sapi Simental Sapi Madura, Sapi Simental dan Sapi
dan sapi Limousin. Proses analisis dilakukan Limousin. Dendogram tersebut dapat di lihat
dengan menggunakan program cluster pada gambar di bawah ini.
analysis MVSP 3.22 (Multivariate Statistical
Gambar 2: Dendogram Hubungan Kekerabatan Sapi Madura, Sapi Simental Dan Sapi
Limousin Berdasarkan Profil pita Protein spesifik Membran Spermatozoa.
Abstrak
Ikan Tor merupakan ikan lokal Indonesia yang terancam punah akibat penangkapan
manusia yang tak terkendali. Distribusi clade ikan genus Tor akan membantu upaya
pemantauan, pijakan konservasi, pengembangan, dan data base ikan lokal Indonesia yang akan
terekam dalam Barcoding of Life Data System. Sampel genus Tor berasal dari Jawa Timur,
Sumatra Barat, Kalimantan Barat,dan Sumatra Utara. Amplifikasi gen COI dilakukan dengan
menggunakan primer universal. Berdasarkan sekuen gen COI, ditemukan 5 basa automorfi
penentu spesies diantara genus Tor. Jarak genetik Tor duoronensis < 3%, sedangkan Tor
tambraides dan Tor soro memiliki rentangan jarak genetic antara 4,43%-5,82%. Median joining
network membuat deskripsi variasi ikan Tor menjadi 8 haplotypedengan 3 haplogrup. Haplotype
1 (SKRG-1 dan SKRG-2), 2 (TABR-1), 3 (TABR-2), 4 (TORD-1), 5 (TORD-2) merupakan
spesies Tor duoronensis(Clade 1), haplotype 6 dan 7 merupakan spesies Tor soro(Clade 2), dan
haplotype 8 merupakan spesies Tor tambraides (Clade 3).Tor duoronensis Pasuruan masih
berada satu cluster dengan Tor duoronensisdariPadang, namun tidak tumpang tindih. Hal ini
juga diperkuat dari hasil analisis Median Joining haplotype yang menunjukkan haplotype yang
berbeda antara Tor duoronensis, meskipun berada dalam satu haplogrup yang dihubungkan
dengan sejarah biogeografi Indonesia pada Era Pleistocene.
Hebert dan Gregory, 2005; Hajibabei dkk., ikan dan dipersevasi dalam etanol 96%. Isolasi
2007; Hubert dkk., 2008). Teknologi DNA total dilakukan dengan menggunakan
Barcoding dengan menggunakan penanda gen protocol manual isolasi jaringan
mitokondria dapat digunakan untuk dengan modifikasi (Sambrook, 1999).
mengidentifikasi hampir semua spesies hewan Amplifikasi PCR dengan menggunakan
(Ward dkk., 2005; Garcia dkk., 2010), baik rancangan primer yang didesain
interspesifik maupun intraspesifik (Hebert oleh Palumbi dkk., 1991 yaitu COIf
dkk., 2003). Gen yang banyak digunakan (5-CCTGCAGGAGGAGGAGAYCC-3) dan
sebagai penanda barcoding yaitu gen COIe(5-CAGAATTAGAGGGAATCAGTG-
pengkode proteincytochrome-c oxidase I 3). Selanjutnya dilakukan elektroforesis
(COI) dengan panjang sekitar 648 bp (Folmer menggunakan agarosa1% dan dilanjutkan
dkk., 1994; Zhang & Hewitt, 1997). Gen COI dengan sekuensing di Macrogen, Korea dan
berpeluang yang sangat cepat dan akurat analisis genetik.
sebagai marker yang akurat untuk identifikasi Tahapan analisis genetik yang dilakukan
berbagai variasi taksa dan mengungkapkan adalah pengecekan kromatogram dengan
beberapa kelompok hewan yang belum software sequencer selanjutnya dianalisis
diketahui tingkat taksonominya (Popa dkk., dengan menggunakan DNASTAR untuk
2007; Rock dkk., 2008; Arief dkk., 2009;). melihat kromatogram sekuen dan membuat
Hebert dkk.(2003) menyatakan dengan consensus (menggabungkan primer foward
menggunakan gen COI suatu spesies dan reverse). Setelah membuat consensus,
menunjukkan intraspesiesjika memiliki variasi hasil consensus dicocokan di BLAST secara
sekuenintraspesies < 3% dan masuk dalam online. Sebelum tahap alignment, setiap
satu genus jika memiliki sekuen divergence sampel harus ditranslasi menjadi protein
antara 3% - 6% (Freitas dkk., 2011). (tanpa adanya stop kodon di bagian tengah)
Distribusi haplogrup ikan genus Tor yang dengan menggunakan SeqMan (DNASTAR).
ditemukan di perairan Indonesia belum ada Perhitungan jarak genetik menggunakan
rekaman data basenya baik di Gene Bank model filogenetik Kimura 2 Parameter dan
maupun Barcoding of Life Data System. Maximum Likelihood dengan nilai repetisi
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah boostrap 1000 kali ulangan. Analisis variasi
dapat ditentukan haplotype network ikan sekuen basa nukleotida dan haplotype antara
Genus Tor yang ditemukan di perairan ikan Sengkaring dan Tambra dilakukan
Indonesia dan dapat dilakukan sebagai dengan menggunakan program komputer
langkah awal upaya pemetaan ikan genus Tor DnaSP V.5.0, serta membuat haplogroup
Indonesia. Novel Barcode ikan genus Tor berdasarkan analisis median joining
akan membantu upaya pemantauan, networkikan Sengkaring dan Tambra dengan
konservasi, dan data base ikan lokal Indonesia spesies acuan dan gen referensi berdasarkan
yang akan terekam dalam Barcoding of Life sekuen gen COI menggunakan program
Data System. komputer Network 4.1.0.8 (Bandelts dkk.,
1999).
Metode Penelitian
Penangkapan ikan genus Tor dari Jawa Hasil dan Pembahasan
Timur (Telaga Banyu Biru Kabupaten Komposisi basa nukleotida dari
Pasuruan), Sumatra Barat, Kalimantan Sengkaring, Tambra (ikan Tor dari Pasuruan
Barat,dan Sumatra Utara. Analisis genetik Jawa Timur) dengan spesies acuan ( ikan Tor
diambil dari bagian sirip pectoral masing- dari Sumatra Barat, Kalimantan Barat,dan
masing 2 individu untuk masing-masing jenis Sumatra Utara) adalah A=26.79%, C=23.16%,
G=19.17% serta T=30.93%. Total basa yang terdiri atas 24 transisi, 5 transversi, dan
nukleotida A+T sebesar 57.73%, sedangkan tidak ditemukan adanya indel (insersi dan
G+C sebesar 42.33%, nilai GC < AT relatif delesi). Salah satu contoh basa nukleotida
seimbang dan umumnya kandungan GC pada yang menunjukkan transisi adalah basa nomer
vertebrata sebesar 40-45%. Translasi protein 27, dimana Tambra 1 memiliki basa A
yang dihasilkan dari 408 bp adalah 136 asam (Adenin) yang dimiliki juga oleh Tambra 2;
amino. Hasil translasi tersebut Sengkaring 1 dan 2; Tor Tambraides 1 dan 2;
mengindikasikan tidak ditemukan pseudogen serta Tor duoronensis 1 dan 2 , sedangkan Tor
pada sekuen asam amino, sehingga sekuen gen soro menunjukkan basa nukleotida G
COI ini sangat kuat digunakan sebagai (Guanin). Contoh basa nukleotida yang
standart barcode identifikasi ikan Tor di mengalami transversi adalah basa nukleotida
Indonesia. nomer 108, dimana Tambra menunjukkan
Hasil alignment 10 sekuen gen COI dari basa T (Timin), sedangkan Tor Tambraides
Sengkaring dan Tambra dengan spesies acuan menunjukkan basa nukleotida A (Adenin).
menunjukkan 29 subtitusi basa nukleotida
Tabel 1. Subtitusi basa nukleotida sekuen gen COI Sengkaring dan Tambra
Lima dari 22 basa nukleotida yang 2012). Perubahan asam amino ditunjukkan
mengalami subtitusi diduga dapat digunakan pada posisi basa nomer 55,63,111 dan 134.
sebagai penanda untuk membedakan spesies. Konstruksi pohon filogenetik dibuat
Tor soro memiliki automorfi pada basa berdasarkan hasil alignment gen COI antara
nukleotida nomer 39 (Guanin); 102 (Timin) sampel dengan spesies acuan serta antara
yang tidak dimiliki oleh jenis lainnya. Tor sampel, spesies acuan dengan referensi (Esa et
Tambraides menunjukkan automorfi pada al., 2008 dan Biun & Sade, 2012). Topologi
basa nukleotida nomer 51 (Sitosin); 108 pohon filogenetik antara sampel dengan
(Adenin); 334 (Sitosin); 378 (Guanin) serta spesies acuan menunjukkan dua cluster besar
nomer 400 (Timin). Tambra memiliki yang didukung dengan nilai boostrap 100/99.
automorfi pada basa nomer 164 dan 187 yaitu Sengkaring (SKRG-1 dan SKRG-2) dan
Tambra 1 (Guanin), sedangkan Tambra 2 Tambra (TABR-1 dan TABR-2) berada satu
(Sitosin). Karakter automorfi merupakan cluster dengan Tor duoronensis (TORD-1 dan
karakter unik yang hanya dimiliki oleh satu TORD-2) yang didukung dengan nilai
spesies saja, yang dapat membedakan dengan bootstrap 100%. Tor Tambraides (TORT-1
spesies lainnya (Ubaidillah dan Sutrisno, dan TORT-2) dan Tor soro membentuk
cluster yang terpisah (TORS-1 dan TORS-2)
(Gambar 34). Hrbek dkk.(2003) menyatakan dibuat berdasarkan metode ML dengan (model
bahwa persentase bootstrap 1000 kali ulangan perhitungan Kimura-2 Parameter), MP dan NJ
dengan nilai diatas 80% pada percabangan dengan (model perhitungan Kimura-2
menunjukkan hasil yang sangat baik karena Parameter). Model perhitungan kimura-2
nilai tersebut mendukung secara kuat bahwa parameter tersebut digunakan karena efektif
sampel yang berada dalam satu cabang adalah untuk analisis DNA Barcoding
benar atau berada dalam satu spesies. (mempertimbangkan titik substitusi transisi
Konstruksi topologi pohon filogenetik tersebut dan transversi) (Hebert dkk., 2003).
dan kondisi air laut yang meningkat ini menunjukkan bahwa terdapat variasi
menyebabkan terbentuknya daratan (Voris spesies Tor duoronenesis antara Sengkaring,
dkk., 2000). Pemisahan ini diyakini adalah Tambra dan Tor duoronensis dari Padang
akibat gerakan lempeng Bumi, letusan (Sumatra Barat), dikarenakan terisolasi di dua
Gunung Krakatau serta fluktuasi air laut (Hall, tempat yang berbeda yang telah berlangsung
1996). Faktor sejarah sungai purba di Jawa bertahun-tahun.
serta Sumatera memungkinkan Sengkaring,
Tambra dan Tor duoronensis merupakan satu
spesies dan berkerabat dekat. Hasil penelitian
Gambar 3. Peta daerah Paparan Sunda. A. Paparan Sunda Era Pleistocene, B. Paparan
Sunda Era Meiosin. Peta ini diilustrasikan berdasarkan kedalaman air laut (120 m dan
10 m) (Voris dkk., 2000). Keterangan: panah kuning (percabangan garis) menunjukkan
aliran sungai purba, bulatan hijau merupakan daerah Padang, Sumatra Barat dan
bulatan merah merupakan Telaga Banyu Biru, Pasuruan
SKRINING FITOKIMIA EKSTRAK ETANOL Pteris linearis Poir. DAN Pteris vitatta
L.
Abstrak
Jumlah tumbuhan paku di dunia banyak, namun penelitian tentang kandungan senyawa
kimia tumbuhan paku terutama pada Pteris linearis Poir. dan Pteris vitatta L. belum banyak
dilaporkan. Skrining fitokimia pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui senyawa aktif
yang termasuk dalam golongan metabolit sekunder dari Pteris linearis Poir. dan Pteris vitatta
L. Penelitian ini dilakukan dengan metode uji kualitatif mengggunakan reagen tertentu pada
ekstrak etanol dari kedua Pteris. Hasil skrining fitokimia pada Pteris linearis Poir dan Pteris
vitatta L menunjukkan adanya kandungan alkaloid, flavonoid, polifenol, dan triterpenoid
dalam ekstrak etanol Pteris linearis Poir. dan Pteris vitatta L
Kata kunci: Pteris linearis Poir, Pteris vitatta L., skrining fitokimia
a. b. c. d. e. f.
Gambar 1. Hasil Uji Skrining Fitokimia pada Pteris linearis Poir. (a) Uji Alkaloid
menggunakan reagen Mayer, tidak terbentuk endapan putih (-); (b) Uji
Alkaloid menggunakan reagen Wagner, terbentuk endapan berwarna
lebih gelap dari warna larutan (+); (c) Uji Alkaloid menggunakan reagen
Dragendorff, terbentuk butiran endapan berwarna jingga (+); (d) Uji
Flavonoid, terjadi perubahan warna dari hijau menjadi hijau tua (+); (e)
Uji Polifenol, terjadi perubahan dari hijau menjadi hitam kehijauan (+);
(f) Uji Terpenoid, Terbentuk 2 lapisan, lapisan atas berwarna hijau tua
a. b. c. d. e. f.
Gambar 2. Hasil Uji Skrining Fitokimia pada Pteris vitatta L. (a) Uji Alkaloid
menggunakan reagen Mayer, tidak terbentuk endapan putih (-); (b) Uji
Alkaloid menggunakan reagen Wagner, terbentuk butiran endapan
berwarna coklat (+); (c) Uji Alkaloid menggunakan reagen Dragendorff,
terbentuk butiran endapan berwarna jingga (+); (d) Uji Flavonoid, terjadi
perubahan warna dari hijau menjadi hijau tua (+); (e) Uji Polifenol,
terjadi perubahan dari hijau menjadi hitam kehijauan (+); (f) Uji
Terpenoid, Terbentuk 2 lapisan, lapisan atas berwarna hitam kehijauan,
dan lapisan bawah tidak berwarna. Diantara 2 lapisan terdapat cincin
berwarna kecoklatan (+)
Keterangan:
+ : sampel mengandung senyawa yang diuji
- : sampel tidak mengandung senyawa yang diuji
Bahan yang penulis uji untuk skrining Mayer pada Pteris linearis Poir dan Pteris
fitokomia adalah Pteris linearis Poir. dan vitatta L. tidak menunjukkan adanya
Pteris vitatta L. Kedua bahan tersebut endapan putih. Hasil tersebut diperkirakan
merupakan tumbuhan paku dari kelas nitrogen pada alkaloid Pteris linearis Poir.
Filicopsida (=Polypodiopsida) yang banyak dan Pteris vitatta L. tidak bereaksi dengan
ditemukan di tempat yang lembab, terutama ion K+ dari kalium tetraidomerkurat (II),
di daerah kampus Universitas Negeri sehingga tidak dapat membentuk endapan
Malang. dari kompleks kalium-alkaloid. Apabila
Uji Alkaloid terbentuk endapan putih kekuningan pada
Uji Alkaloid menggunakan 3 reagen penambahan reagen Mayer diperkirakan
berbeda, yaitu reagen Mayer, Wagner, dan karena nitrogen pada alkaloid akan bereaksi
Dragendorff. Hasil positif dengan dengan ion logam K+ dari kalium
penambahan reagen Mayer adalah terbentuk tetraiodomerkurat (II) membentuk kompleks
endapan berwarna putih (Aini, 2014). kalium-alkaloid yang mengendap (Marliana
Berdasarkan hasil uji menggunakan reagen dkk, 2005)
Fatchur Rohman
Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Malang
fatroh_ongs@yahoo.com
Abstrak
Preferensi Kumbang Kubah Predator pada beberapa tumbuhan gulma berpotensi
sebagai tumbuhan Refugia telah dilakukan, dengan tujuan menguji ketertarikan dua
spesies Kumbang Kubah Predator yaitu Menochillus sexmaculata dan Coccinella
trnasversalia terhadap empat jenis tumbuhan gulma dari area tanaman Kubis di Sentra
Perkebunan sayur Sumberbrantas Batu dalam skala laboratorium. Penelitian dilakukan di
Laboratorium Diversitas dan Konservasi Ekologi Universitas Brawijaya. Uji ketertarikan
tersebut menggunakan alat olfaktometer. Kecenderungan ketertarikan kumbang kubah
predator terhadap tumbuhan uji diamati dengan menghitung persentase dari dua puluh hewan
uji tersebut yang tertarik pada empat jenis tumbuhan uji. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa Menochilus sexmaculata secara berurutan paling tertarik pada tumbuhan Eleusin
indica sebanyak 50%, sedang ketertarikan pada jenis tumbuhan gulma yang lain kurang dari
50%, yakni tertarik ke jenis Spilanthes sp sebanyak 28%, ke Amaranthus sp 13% dan ke
Capsella bursa-pastoris sebanyak 8%. Predator Coccinella transversalis secara berurutan
paling tertarik pada tumbuhan Amaranthus sp sebanyak 53%, sedang ketertarikan pada jenis
tumbuhan gulma yang lain kurang dari 53%, yakni tertarik ke jenis Spilanthes sp sebanyak
25,8%, ke Eleusin indica 17% dan ke Capsella bursa-pastoris sebanyak 5%.
Tanaman Kubis di Sentra Perkebunan Sayur gulma yang diuji berasal dari hasil analisis
Sumberbrantas Batu Jawa Timur. komunitas tumbuhan gulma sekitar tanaman
Penelitian sebelumnya menemukan kubis di sentra perkebunan sayur
komposisi Arthropoda pada tumbuhan sumberbrantas Batu Jawa Timur. Beberapa
liar/gulma di kebun teh Wonosari tumbuhan uji terpilih tersebut dikatakan
Kabupaten Malang meliputi 47 taksa sebagai tumbuhan indigeneus, karena asli
Artropoda yang terbagi atas 40 taksa insekta atau berasal dari sekitar tanaman kubis
terdiri 22 famili dan 7 taksa Arachnida daerah tersebut. Berdasarkan hasil penelitian
terdiri 3 famili. Diantara Arthropoda yang ini maka akan dapat diperoleh beberapa
ditemukan berstatus sebagai musuh alami tumbuhan uji yang potensial dikembangkan
seperti anggota kelompok famili menjadi tumbuhan Refugia .
Coccinelidae, Gryllidae, Lycosidae, dan
Oxyopidae. (Rohman, dkk., 2007a). Metode
Penelitian sebelumnya yang lain Uji preferensi Artropoda predator pada
menunjukkan bahwa beberapa predator beberapa tanaman gulma sebagai tumbuhan
(famili Coccinellidae, Mantidae, Lycosidae, uji dengan menggunakan Olfaktometer.
dan Oxyopidae) cenderung tertarik pada Kecenderungan ketertarikan kumbang kubah
beberapa tumbuhan liar/gulma di sekitar predator terhadap tumbuhan uji diamati
kebun teh seperti Borreria repen DC., dengan menghitung persentase dari dua
Bidens pilosa L., Centella asiatica (L.) Urb. puluh hewan uji tersebut yang tertarik pada
(Rohman, dkk., 2007b). Interaksi antara empat jenis tumbuhan uji. Olfaktometer
tumbuhan dan insekta saling merupakan alat untuk menguji ketertarikan
menguntungkan. Insekta dapat hewan uji (kumbang Predator Menochillus
melangsungkan proses penyerbukan pada sexmaculata dan Coccinella trnasversalia)
tumbuhan, insekta Syrphid flies kepada tumbuhan uji (Eleusin indica,
memperoleh nektar (Nentwig, 1998), Spilanthes sp., Amaranthus sp., Capsella
tumbuhan inang bagi beberapa aphid dan bursa-pastoris) karena adanya bau yang
tumbuhan juga menyediakan makanan dapat dikeluarkan oleh tumbuhan uji. Bau
tambahan Coccinellid beetless (Stary & yang dikeluarkan setiap tumbuhan uji
Gonzales 1991), atau bentuk arsitektur disalurkan melalui mulut lubang
tumbuhan mempermudah laba-laba penghubung menuju suatu ruang hampa
membuat sarang (Jennings 1971; Nentwig, udara. Di dalam ruang hampa tersebut
1998). dimasukkan satu persatu kumbang predator
Tumbuhan liar ada yang berpotensi uji hingga sejumlah 20 ekor, setelah 20 (dua
sebagai refugia bagi predator serangga puluh) menit diamati kumbang tersebut
hama. Tumbuhan refugia adalah jenis cenderung mendekat atau menuju ke mulut
tumbuh-tumbuhan disekitar pertanaman lubang yang terhubung dengan selang pada
yang dapat menyediakan tempat setiap ruang tumbuhan uji.
perlindungan, sumber pakan tambahan,
tempat istirahat, dan tempat bereproduksi Hasil dan Pembahasan
(Nentwig, 1998; Wratten et al., 1998; Ketertarikan atau preferensi Arthropoda
Sosromarsono dan Untung, 2000 dalam predator (Monochillus sexmaculata dan
Rohman, 2010). Coccinella trnasversalia yang ditemukan di
Berdasarkan uraian diatas maka penulis sekitar area kebun Kubis di Sumberbrantas
melalukan penelitian dengan judul Batu disajikan dalam Gambar 4.1-4.2.
preferensi kumbang kubah predator pada Beberapa jenis tumbuhan Gulma setelah
beberapa tumbuhan gulma berpotensi diuji didapatkan 4 jenis tumbuhan Gulma,
sebagai tumbuhan refugia. Uji preferensi yaitu Spilanthes sp, Eleusin indica, Capsella
dilakukan dalam skala laboratorium dengan bursa-pastoris, dan Amaranthus sp.
menggunakan alat olfaktometer. Tumbuhan
Gito Hadiprayitno
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Mataram
Jl. Majapahit 62 Mataram,
e-mail: gitohadiprayitno@unram.ac.id
Abstrak
Telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis kelimpahan dan menentukan
status konservasi burung air yang ada di Danau Meno, Lombok. Pengambilan data yang terkait
dengan kelimpahan dilakukan melalui titik hitung, sedangkan penentuan status konservasi
burung air yang ditemukan ditentukan berdasarkan status kehadiran dan status perlindungannya
mengacu pada ketentuan undang-undang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis burung
yang ditemukan dengan kelimpahan tertinggi ialah Nycticorax nycticorax (45.93%), kemudian
diikuti secara berturut-turut oleh Butorides striatus (25.32%), Egretta garzetta (9.46%), Tringa
nebularia (5.29%), Ardea purpurea (5.02%), Egretta sacra (3.38%), Anas gibberifrons (2.33%),
Actitis hypoleucos (1.69%), Chlidonias hybridus (0.95%), Himantopus himantopus (0.37%),
Nycticorax caledonicus (0.21%), dan Ardeola speciosa (0.05%). Hasil analisis lebih lanjut
menunjukkan bahwa status konservasi burung air yang ditemukan dapat dikategorikan ke dalam
prioritas konservasi 1 (Nycticorax caledonicus dan Himantopus himantopus), prioritas
konservasi 2 (Chlidonias hybridus), dan prioritas konservasi 3 (Egretta garzetta dan Egretta
sacra), sedangkan jenis burung yang lain dikategorikan ke dalam prioritas konservasi 4.
Hasil kelimpahan jenis burung air yang Hasil penelitian pada Tabel 1 apabila
ditemukan di Danau Meno pada Tabel 1 ditelusuri lebih lanjut menunjukkan bahwa
menunjukkan bahwa selama penelitian (20 telah terjadi variasi kelimpahan jenis burung
kali pengamatan) ditemukan sebanyak 1892 air di Danau Meno secara mewaktu.
individu burung. Apabila dirata-ratakan pada Kelimpahan jenis burung air yang ditemukan
setiap kali pengamatan ditemukan individu pada pagi hari menunjukkan jumlah yang
burung air sebanyak 95 individu/hari. Jenis berbeda jika dibandingkan dengan kelimpahan
burung air yang memiliki kelimpahan tertinggi jenis burung air yang ditemukan pada sore
ialah Nycticorax nycticorax (869 indvidu) hari. Kelimpahan jenis burung air pada pagi
kemudian diikuti secara berturut-turut oleh hari lebih tinggi (948 individu) jika
Butorides striatus (479 individu), Egretta dibandingkan dengan kelimpahan jenis burung
garzetta (179 individu), Tringa nebularia (100 air yang ditemukan pada sore hari (943
individu), Ardea purpurea (95 individu), individu). Semua jenis burung air yang
Egretta sacra (64 individu), Anas gibberifrons ditemukan di Danau Meno menunjukkan
(44 individu), Actitis hypoleucos (32 kelimpahan yang tinggi pada pagi hari kecuali
individu), Chlidonias hybridus (18 individu), Nycticorax nycticoras yang menunjukkan
Himantopus himantopus (7 individu), kelimpahan yang tinggi pada sore hari.
Nycticorax caledonicus (4 individu), dan Berbeda dengan hasil penelitian
Ardeola speciosa (1 individu). sebelumnya, kelimpahan individu jenis burung
Butorides striatus (44,31%), Egretta garzetta jenis burung dalam menggunakan habitatnya.
(7,34%), Anas gibberifrons (7,81%), Actitis Secara umum dapat dikatakan bahwa
hypoleucos (26,48%), dan Ardea purpurea kelimpahan jenis burung yang tinggi didukung
(7,37%) diklasifikasikan sebagai burung yang oleh kemampuan habitat dalam menyediakan
dominan. Jenis burung air yang lain seperti makanan dan kebutuhan hidup yang lainnya.
Nycticorax nycticorax (2,18%) dan Tidak mudah mencari penyebab dari
Phalacrocorax sulcirostris (2,13%) tinggi rendahnya kelimpahan populasi suatu
diklasifikasikan sebagai burung sub dominan, jenis burung di suatu tempat tertentu, pada
sedangkan Egretta sacra (1,22%), Charadrius waktu tertentu. Hal ini disebabkan oleh
alexandrinus (0,99%), dan Himantopus banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi
himantopus (0,16%) diklasifikasikan sebagai dalam menentukan tinggi/rendahnya
burung yang tidak dominan. kelimpahan suatu jenis dalam suatu populasi
Jenis burung Butorides striatus dan (Loiselle & Blake, 1992). Banyaknya faktor
Egretta garzetta pada penelitian yang ekologi yang berperan dan adanya berbagai
dilakukan oleh Hadiprayitno, dkk. (2009), model interaksi spesies yang terjadi dapat
Atmanegara (2010), dan pada penelitian ini mengakibatkan terjadinya perubahan
status dominansinya tidak mengalami komposisi jenis dan kemungkinan-
perubahan, masih diklasifikasikan sebagai kemungkinan ini sulit diprediksi (Poespita,
burung yang dominan. Sementara itu jenis 1996). Tinggi rendahnya kelimpahan suatu
burung yang lain dominansinya mengalami jenis dalam waktu tertentu merupakan
perubahan dalam setiap kali pengamatannya. sebagian dari dinamika fluktuasi jumlah
Khusus untuk jenis burung Nycticorax individu spesies. Tingginya kelimpahan jenis-
nycticorax status dominansinya mengalami jenis tertentu di suatu tempat menunjukkan
perubahan yang cukup drastis. Pada penelitian bahwa jenis-jenis yang bersangkutan ada
yang dilakukan oleh Hadiprayitno, dkk. kecenderungan lebih mendominasi
(2009) dan Atmanegara (2010) jenis burung dibandingkan dengan jenis-jenis lain, serta
ini status dominansinya tidak pernah menjadi mengindikasikan adanya kesesuaian jenis-
dominan, akan tetapi dalam penelitian ini jenis tersebut dengan potensi habitat di dalam
apabila dilihat dari kelimpahan realtifnya menyediakan sumber makanan, perlindungan
status dominansinya bisa menggantikan posisi dan tempat melakukan aktivitas yang lain
Butorides striatus dan Egretta garzetta. (Nurwatha, 1995). Sejalan dengan pemikiran
Secara ekologi dapat dikatakan bahwa tersebut, Elfidasari & Januardi (2005)
jenis burung yang memiliki kelimpahan relatif menyatakan bahwa salah satu penyebab
< 5% dapat digolongkan sebagai jenis burung melimpahnya burung pada suatu habitat
yang memiliki peran tidak dominan (penting) tertentu ialah ketersediaan sumberdaya pakan.
dalam ekosistem yang ditempatinya. Namun Berbagai jenis burung yang dapat ditemukan
demikian, kelimpahan jenis burung yang < 5% pada suatu habitat tertentu sampai dengan saat
bukan berarti burung tersebut harus ini menandakan bahwa burung-burung
dihilangkan dari habitatnya karena memiliki tersebut telah berhasil menciptakan relung
pengaruh yang kecil. Dominansi jenis burung yang khusus bagi dirinya untuk mengurangi
ini mengindikasikan pemanfaatan burung- kompetisi atas kebutuhan sumberdaya dengan
burung tersebut terhadap berbagai sumberdaya jenis burung yang lain dan sebagai bentuk
yang ada di Danau Meno. Rahayuningsih adaptasi terhadap perubahan kondisi
(2007) mengatakan bahwa adanya variasi lingkungan yang ada.
kelimpahan jenis burung dalam suatu habitat
menunjukkan perbedaan kemampuan setiap
Tabel 2. Matrik Prioritas Konservasi Burung Air yang ada di Danau Meno
Status Perlindungan
Status Kehadiran
Tidak Dilindungi UU Dilindungi UU
Sangat Umum Ardea purpurea (7) Egretta garzetta (3)
Butorides striatus (7) Egretta sacra (3)
Nycticorax nycticorax (7)
Anas gibberifrons (7)
Umum Tringa nebularia (6) Chlidonias hybridus (2)
Tidak Umum Actitis hypoleucos (5) -
Jarang Ardeola spesiosa (4) Nycticorax caledonicus (1)
Himantopus himantopus (1)
Keterangan: angka di dalam kurung menunjukkan prioritas konservasi (jenis burung yang perlu
segera dilindungi supaya tidak mengalami kepunahan secara lokal)
Mengacu pada hasil analisis pada Tabel 2 Hal lain yang dapat dijadikan sebagai
terlihat bahwa prioritas konservasi burung air alasan untuk melakukan konservasi burung air
yang ada di Danau Meno dapat dikategorikan di Danau Meno ialah terkait dengan aktivitas
ke dalam prioritas 1 (Nycticorax caledonicus harian yang dilakukan oleh burung tersebut di
dan Himantopus himantopus), prioritas 2 Danau Meno. Hasil penelitian pada Lampiran
(Chlidonias hybridus), prioritas 3 (Egretta 28 menunjukkan bahwa secara umum aktivitas
sacra dan Egretta garzetta), prioritas 4 harian burung air di Danau Meno sebagian
(Ardeola spesiosa), prioritas 5 (Actitis besar (58%) melakukan aktivitas istirahat,
hypoleucos), prioritas 6 (Tringa nebularia), mencari makan (25%), dan lokomosi (17%).
dan prioritas 7 (Anas gibberifrons, Nycticorax Berdasarkan urutan prioritas aktivitas harian
nycticorax, Butorides striatus, dan Ardea burung tersebut dapat dikatakan bahwa
purpurea). Apabila dicermati lebih lanjut, kepentingan burung air terhadap keberadaan
prioritas konservasi burung air di Danau Meno Danau Meno ialah untuk melakukan aktivitas
dapat dikelompokkan ke dalam prioritas istirahat, mencari makan, dan lokomosi.
utama dan prioritas bukan utama. Prioritas Aktivitas mencari makan sangat terkait
utama konservasi burung air di Danau Meno dengan aktivitas lokomosi karena sebagian
terdiri dari semua jenis burung air yang besar burung air dalam melakukan aktivitas
dilindungi undang-undang, sedangkan mencari makan terlebih dahulu melakukan
prioritas bukan utamanya terdiri dari jenis aktivitas lokomosi. Jenis aktivitas yang lain
burung air yang tidak dilindungi undang- seperti preening dan vokalisasi merupakan
undang. Atas dasar hal tersebut rasionalisasi jenis aktivitas yang dilakukan setelah
untuk melakukan konservasi burung air di melakukan aktivitas istirahat, mencari makan,
Danau Meno merupakan hal yang harus dan lokomosi.
dijadikan sebagai fokus utamanya. Konservasi burung air di Danau Meno ini
kemungkinan akan berhasil dengan baik
Abstrak
Dibutuhkan kualitas agar yang baik supaya dihasilkan produk olahan dari agar yang berkualitas
baik. Rumput laut Gracillaria verucosa verucosa dan Euchema cottoni cottoni mengandung agar
dan banyak dibudidayakan oleh masyarakat. Untuk menentukan rumput laut yang paling
berpotensi memiliki kandungan agar yang berkualitas baik perlu dilakukan penelitian tentang
kualitas kandungan agar dari kedua rumput laut tersebut. Bahan yang diteliti adalah rumput laut
jenis Gracilaria verrucosa (dari tambak Pulokerto-Pasuruan) dan Euchema cottoni cottoni.
Masing-masing bahan direndam dalam larutan H2SO4 0,1% selama 30 menit, kemudian
direndam dalam aquades selama 30 menit dalam kondisi pH 7. Rendaman rumput laut
diekstraksi dalam aquades menggunakan waterbath selama 4 jam pada suhu 90o C, kemudian
disaring. Hasil saringan didinginkan semalam dan dikeringkan dalam oven selama 24 jam pada
suhu 50o C. Kandungan serat diuji pada masing-masing hasil ektraksi Euchema cottoni cottoni
dan Gracillaria verucosa verucosa. Data dianalisi secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa agar Euchema cottoni cottoni memiliki agar lebih banyak daripada
Gracillaria verucosa verucosa, yaitu ditandai dengan ciri-ciri terbentuknya endapan agar pada
hasil ekstraksi. Sedangkan kandungan agar dari rumput laut Gracillaria verucosa sedikit, yaitu
ditandai dengan adanya sedikit endapan pada hasil ekstraksi serta kondisi ekstrak tidak
menjendal membentuk gel. Kandungan agar yang kurang dari 10% tidak dapat membentuk gel.
Hasil pengujian kadar serat agar dari Euchema cottoni cottoni dan Gracillaria verucosa verucosa
menunjukkan bahwa Gracillaria verucosa verucosa memiliki kandungan serat 11,84% dan
Euchema cottoni cottoni 7,95%.
Kata kunci : ekstraksi agar, gracillaria verucosa verucosa dan euchema cottoni cottoni
Tabel 1. Hasil uji kadar serat yang terkandung pada hasil ekstraksi agar Euchema cottoni
cottoni dan Gracillaria verucosa verucosa.
Sampel ul m krts m sampel m akhir Serat (%)
E1 1 1,145 2,02 1,302 7,772
2 1,144 2,011 1,304 7,956
E2 1 1,146 2,009 1,307 8,014
2 1,145 2,017 1,308 8,081
G1 1 1,144 2,009 1,377 11,598
2 1,146 2,006 1,374 11,366
G2 1 1,145 2,004 1,389 12,176
2 1,145 2,011 1,391 12,233
1
2
Simpulan
Euchema cottoni cottoni memiliki
kandungan agar lebih banyak daripada
Gracillaria verucosa verucosa. Kandungan
serat Euchema cottoni cottoni lebih rendah
daripada Gracillaria verucosa verucosa.
Lalu Irfan Arisaputra, Firda Asmaul Husna, Syifa Sundari , Eko Sri Sulasmi
Mahasiswa S1 Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Malang
Dosen Pembina Matakuliah Biosistematik Tumbuhan Jurusan Biologi FMIPA
Universitas Negeri Malang, Malang, Jawa Timur, Indonesia
Email : syifasundari01@yahoo.com
Abstrak
Tumbuhan paku memiliki spora yang beranekaragam dalam hal bentuk, ukuran, dan
ornamentasi. Keanekaragaman tersebut dapat terjadi dalam satu marga. Cheilanthes merupakan
salah satu marga dari suku Adiantaceae menurut Holttum (1968). Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mendeskripsikan variasi bentuk spora pada marga Cheilanthes yakni Cheilanthes
bullosa, Cheilanthes farinosa, Cheilanthes mysurensis, dan Cheilanthes tenuifolia. Penelitian
dilakukan pada bulan Agustus sampai Oktober 2014 di Laboratorium Biologi Universitas
Negeri Malang. Spesimen penelitian diambil dari koleksi Herbarium Malangensis dengan
metode asetolisis dan menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM) untuk pengambilan
data yang akan dideskripsikan. Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh, dapat dijelaskan
mengenai variasi morfologi pada spora marga Chelianthes, diantaranya: 1) Cheilantes farinosa
memiliki bentuk: non angular- circular, ornamentasi: reticulate colpus dengan margo, lumina
semakin kecil kearah tepi corpus dan menghilang di tepi bertectate margin, sexine bertahap
menjadi lebih tipis kearah tepi colpus. 2) Cheilantes mysurensis memiliki bentuk: non angular-
eliptic, ornamentasi: reticulate yang pada bagian nexine berpori (pantoporate). 3) Cheilantes
tenuifolia memiliki bentuk: tetrahedral, ornamentasi: reticulate di dalamnya ada pilate. 4)
Cheilantes bullosa memiliki bentuk eliptic, dan ornamen: verrucate semitectate. Oleh karena itu,
dapat dikatakan bahwa marga Cheilantes memiliki bentuk dan ornamentasi spora yang
bervariasi.
Sebagian dari butir polen memiliki dua Moore dan Webb (1978) menambahkan
lapisan, lapisan luar exin dan lapisan bagian bahwa butir polen dan spora dapat dibagi
dalam intine (Fritzsche 1837 dalam Erdtman kedalam kelompok yang didasarkan pada
(1954)). Permukaan dinding luar atau eksin jumlah, posisi, dan karakter dari apertura.
mempunyai ornamen (sculpture). Ornamen Jumlah dari apertura diindikasikan dengan
tersebut dapat berupa spinula atau duri kecil, memasang awalan mono-, di-, tri-, tetra-,
dapat pula berupa pila atau batang kecil penta-, dan hexa- sebelum istilah colpate,
dengan ujung berupa bola. Permukaan eksin porate atau colporate. Lebih dari tujuh
ada yang mempunyai lubang atau lekuk (pits), apertura diindikasikan dengan penggunaan
eksin scrobilatus; ada yang berparit (streaks) awalan poly-. Dalam banyak kasus pori dan/
atau parit yang membentuk jala, eksin atau colpi diatur sama jauhnya sekeliling
reticulatus. Namun, ada juga spora yang equator dari butir. Situasi ini diindikasikan
permukaan eksinnya tidak mempunya tojolan, dengan awalan zono-. Jika apertura semua
duri atau apapun juga sebagai ornamen, pola berserak diatas permukaan butir digunakan
semacam ini dinamai psilatum (psilate; licin, awalan panto-.
halus). Ornamen eksin tersebut dapat Morfologi polen merupakan ekspresi dari
dipertahankan pada preparat awetan yang gen seperti ciri baik itu tidak begitu nampak
dibuat dengan metoda asetolisis. (samar) atau morfologi yang terlihat jelas,
Hal harus diamati dalam melakukan berguna dalam beberapa kelompok untuk
identifikasi spora adalah tipe apertura yang studi taksonomi dan kurang berguna bagi
dimiliki spora tersebut. Moore dan Webb studi lainnya. (Ferguson, I.K., 1985)
(1978) menjelaskan bahwa apertura Morfologi yang ada menyebabkan terjadinya
merupakan bagian yang tipis atau bagian yang keanekaragaman, dan keanekaragaman
hilang dari eksin yang berdiri sendiri dari pola tersebut dapat terjadi dalam satu marga.
pada exine. Ada dua macam dari apertura Cheilanthes merupakan salah satu marga dari
dinamakan pori (pores) dan colpi (furrows). suku Adiantaceae menurut Holttum (1968).
Colpi merupakan bagian yang lebih primitive Beberapa spesies yang menjadi objek kajian
dibanding pori. Pori biasanya merupakan memiliki variasi morfologi khususnya dalam
rongga isodiametris, tetapi dapat sedikit morfologi spora walaupun masih dalam satu
panjang dengan membulat dibagian akhir. marga. Dalam artikel ini akan dibahas variasi
Butir spora dengan pori dinamakan porate, morfologi spora pada setiap spesies yang
dengan colpi, colpate, dan dengan keduanya menjadi objek penelitian.
(colpus dan porus) jika terdapat bersamaan
pada apertura yang sama, colporate. Pada Metode Penelitian
apertura (colpus atau porus) membuat garis Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
demarkasi dengan garis yang seringkali Agustus-Oktober 2014. Pengambilan sampel
menyebabkan perubahan dalam ketebalan dari spora bertempat di Herbarium Malangengsis.
sexine atau nexine atau keduaya. Pada analisis Pengamatan spora dengan menggunakan
memerinci dari struktur butir polen pada mikroskop cahaya dilaksanakan di
apertura yang keistimewaan dari nexine Laboratorium Struktur Perkembangan
dinamakan ectoapertura (ectocalpus, Tumbuhan dan Taksonomi Tumbuhan,
endocarpus). Pada beberapa kasus ecto- dan Jurusan Biologi FMIPA UM. Adapun
endoapertura dapat memiliki tipe yang sama pengamatan spora dengan SEM dilakukan di
dan terjadi dalam tempat yang sama, dan pada Gedung Labolatorium Bersama FMIPA UM.
kasus yang lain mungkin berbeda tipe yang Alat yang digunakan meliputi: Mikroskop
terjadi dalam sedikit perbedaan posisi. cahaya, botol vial, centrifuge manual,
penangas air, batang kaca pengaduk, pipet, ukuran diameter 51,64 m. Bentuk spora ini
kaca benda dan kaca penutup. non angular- circular, membulat. Pada
Bahan yang digunakan meliputi: Sporofil apertura menunjukkan adanya colpus yang
tumbuhan paku, spora, asam cuka glasial, berkombinasi dengan porus yang disebut
asam cuka anhidrat, asam sulfat pekat, colporate seperti pada gambar 1.2. dan 1.3.
akuades, natrium cholat, HCl, safranin, Ornamentasi yang terlihat Reticulate, yakni
alkohol 70%, xylol. penonjolan yang membentuk pola jaring,
membentuk kerutan (Colpus) dengan margo
Hasil dan Pembahasan yakni penipisan sekeliling sexine pada
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan ektokolpus. Lembaran Lumina semakin kecil
pada spora marga Cheliantes, diperoleh hasil kearah tepi corpus dan menghilang di tepi
sebagai berikut: memberi tectate margin. Sexine bertahap
menjadi lebih tipis kearah tepi colpus.
1. Cheilantes farinose
Spora dari paku C. farinose, memiliki
Gambar. 1.1 Spora Cheliantes farinose dari mikroskop cahaya dengan perbesaran 1000;.
Gambar. 1.2 & 1.3 Spora hasil SEM, dengan ukuran 51,64 m
Gambar. 3.1 Spora Cheliantes tenuifolia dari mikroskop cahaya dengan perbesaran 1000;
Gambar 3.2 & 3.3 Spora hasil SEM, dengan ukuran P: 47.14 m, L: 33.14 m P: 42.98 m
L: 33.69 m
Gambar. 4.1 Spora Cheliantes bullosa dari mikroskop cahaya dengan perbesaran 1000;
Gambar. 4.2 & 4.3 Spora hasil SEM, dengan ukuran P: 61.08 m L: 39.03 m
Simpulan Wiksell.
Berdasarkan pengamatan yang telah Ferguson, I.K., 1985. The Role Of Pollen
dilakukan, dapat disimpulkan bahwa marga Morphology in Plant Systematics. An.
Cheilantes memiliki bentuk dan ornamentasi Asoc. Palinology. Leng. Esp. 2:5-18
spora yang bervariasi. Keanekaragaman (1985).
bentuk dan ornamentasi spora pada marga
Cheilantes dapat dijadikan sebagai pembeda Holttum R.E. 1968. Flora of Malaya:
antar spesies dan menjadi salah satu kriteria Volume II Fern of Malaya. Singapura:
yang dipertimbangkan dalam identifikasi Authority Government Printing Office
tumbuhan paku dalam bidang taksonomi. Singapore.
Moore, P.D. dan Webb, J.A. 1978. An
Daftar Rujukan Illustrated Guide to Pollen Analysis.
Cynthia Fernandes Pinto da Luz (2012). New York: Division of John Wiley &
Palynology as a Tool in Bathymetry, Sons Inc.
Bathymetry and Its Applications, Dr. Nurchayati, Nunuk. 2010. Hubungan
Philippe Blondel (Ed.), ISBN: 978-953- Kekerabatan Beberapa Spesies
307-959-2, InTech, DOI: Tumbuhan Paku Familia
10.5772/32400. Available from: Polypodiaceae dari Karakter
http://www.intechopen.com/books/bath Morfologi Sporofit dan Gametofit.
ymetry-and-its- Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.7
applications/palynology-as-a-tool-in- No.19, April 2010.
bathymetry.
Erdtman, G., 1954. An Introduction of Pollen
Analysis. Stockholm: Almquist and
Abstrak
Informasi mengenai preferensi kupu-kupu familia Nymphalidae dan Lycaenidae di Wisata
Air Terjun Coban Rais yang masih kurang. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui spesies
kupu-kupu familia Nymphalidae dan Lycaenidae beserta preferensinya pada tumbuhan di
Wisata Air Terjun Coban Rais. Penelitian bersifat deskriptif eksploratif, dilaksanakan pada
bulan Pebruari 2014 dengan metode transek titik (Bismark, 2011). Kupu-kupu ditangkap
menggunakan jaring serangga, sedangkan pengamatan preferensi menggunakan binokuler. Hasil
penelitian diperoleh 12 spesies yang terdiri dari familia Nymphalidae (10 spesies) dan
Lycaenidae (2 spesies). Tumbuhan yang dijadikan preferensi oleh kupu-kupu familia
Nymphalidae dan Lycaenidae di Wisata Air Terjun Coban Rais berjumlah 13 spesies. Kupu-
kupu familia Nymphalidae dan Lycaenidae banyak hinggap pada tumbuhan Chromolaena
odorata, Eupatorium riparium, dan Imperata cylindrica dan menggunakan Ageratum
conyzoides, Bidens pilosa, Eupatorium inulifolium, Melastoma malabathricum, dan
Stachytarpeta indica sebagai tumbuhan pakan.
Ombo Kota Batu Jawa Timur. Secara pada bulan Januari-Juni 2014, sedangkan
pengelolaan hutan terletak di petak 221 & 225, penangkapan kupu-kupu familia Nymphalidae
Resort Polisi Hutan (RPH) Oro-oro ombo, dan Lycaenidae dilakukan pada bulan Pebruari
Bagian Kesatuan Pemangku Hutan (BKPH) 2014 di Wisata Air Terjun Coban Rais.
Pujon, Kesatuan Pemangku Hutan Identifikasi dan analisis data dilakukan di
(KPH)Malang dengan luas baku 4,5 ha. Laboratorium Biologi, Universitas Negeri
Terletak pada ketinggian 850 mdpl dengan Malang. Lokasi penelitian yaitu di sepanjang
suhu 18 230C dengan topografi berbukit dan jalan menuju Wisata Air Terjun Coban Rais
curah hujan rata-rata 1.500 mm/tahun dan dengan menggunakan metode transek titik
termasuk kelas hutan lindung pinus dan rimba (Bismark, 2011).
campur. Jarak terdekat dari kota Batu 6 km Pengambilan sampel kupu-kupu dan
(Perhutani, 2012).Wisata air terjun tersebut pengamatan preferensi kupu-kupu familia
tergolong masih alami dan masih belum Nymphalidae dan Lycaenidae dilakukan di
banyak terjamah manusia.Kondisi dan setiap titik transek. Kelima titik pengamatan
vegetasi yang alami tersebut memungkinkan ini dipilih di daerah yang banyak terdapat
dilakukanya penelitian mengenai preferensi kupu-kupu. Batas radius pengamatan sekitar
kupu-kupu terhadap tumbuhan. 10 meter dari titik pengamat berdiri.
Penelitian yang dilakukan Eka dkk. Sedangkan jarak antar transek titik sekitar 500
(2012) mengenai komunitas kupu-kupu di UI meter. Preferensi diamati pada pukul 08.00-
Depok menyebutkan bahwa spesies Ypthima 12.00 yang tersebar di 5 titik dengan cara
philomela pada tumbuhan familia Poaceae dan mengamati dan mencatat semua kupu-kupu
Zizinia otis pada tumbuhan polong yang terlihat sedang hinggap pada tumbuhan
(Fabaceae). Penelitian mengenai identifikasi yang berada di titik lokasi tersebut dengan
dan keanekaragaman jenis kupu-kupu banyak kisaran waktu 10-20 menit. Tumbuhan
dilakukan, namun penelitian yang preferensi yang diamati meliputi tumbuhan
mengkhususkan pada preferensi spesies pakan dan tumbuhan inang. Pengamatan
tumbuhan kupu-kupu familia Nymphalidae dilakukan sebanyak tiga kali ulangan dengan
dan Lycaenidae di Wisata Air Terjun Coban interval ulangan setiap satu minggu
Rais belum dilakukan. Kupu-kupu familia sekali.Sebelum melakukan pengamatan,
Nymphalidae dan Lycaenidae ini memiliki ciri dilakukan pengukuran faktor abiotik di setiap
khas yang berbeda. Familia Nymphalidae titik pengamatan. Pengukuran faktor abiotik
memiliki ukuran sedang hingga besar dengan meliputi suhu, intensitas cahaya, dan
corak warna yang tidak terlalu mencolok yang kelembapan udara.
didominasi warna abu-abu, hitam, coklat, Penangkapan kupu-kupu dilakukan
dengan corak putih.Selain itu ada beberapa dengan menggunakan jaring serangga. Kupu-
spesies berukuran besar yang memiliki warna kupu yang telah ditangkap akan dilakukan
terang contohnya Danainae. Familia pengawetan dan dilanjutkan dengan proses
Lycaenidae berukuran kecil dengan corak identifikasi. Pengamatan kupu-kupu dibatasi
metalik, biru, atau ungu. Diketahuinya pada morfologi luar kupu-kupu. Kupu-kupu
tumbuhan yang menjadi preferensi bagi kupu- yang telah diamati kemudian diidentifikasi
kupu ini akan menunjang kajian konservasi dengan cara mencocokkan bentuk serta corak
terhadap keberadaan kupu-kupu. sayap kupu-kupu dan dibandingkan dengan
buku Practical Guide to the Butterflies of
Metode Penelitian Bogor Botanic Garden (Peggie & Amir,
Jenis penelitian ini merupakan penelitian 2006)The Butterfly of Australia (Orr &
deskriptif eksploratif. Penelitian dilakukan Kitching, 2010), dan The Complete Field
dan dua spesies familia Lycaenidae yang Panduan Praktis Kupu-Kupu Di Kebun Raya
tumbuhan preferensinya berhasil teramati. Bogor spesies Zizinia otis Fabricus memiliki
Untuk tumbuhan preferensi sendiri sebanyak foodplant tumbuhan dari familia Papilionaceae
13 spesies tumbuhan. Kupu-kupu dengan dan Mimocaseae namun di Wisata Air Terjun
jenis yang berbeda memiliki tumbuhan tempat Coban Rais ini Zizinia otis Fabricus diketahui
hinggap atau tumbuhan pakan yang berbeda mengunjungi tumbuhan dari familia
walaupun masih dalam satu familia. Asteraceae (Eupatorium riparium Regel),
Hasil penelitian dilapangan diketahui Verbenaceae (Brugmansia suaveolens (Humb.
bahwa kupu-kupu familia Nymphalidae dan & Bonpl. Ex Willd) Bercht & J. Presl) dan
Lycaenidaebanyak mengunjungi tumbuhan Poaceae (Imperata cylindrical L.). Perbedaan
Eupatorium inulifolium Kunth, Eupatorium ini dapat diakibatkan vegetasi dan kondisi
riparium Regel, dan Imperata cylindrica L. alam yang berbeda.
Ketiga tumbuhan ini berasal dari familia yang Kupu-kupu memilih tumbuhan sebagai
berbeda, yaitu Asteraceae dan Poaceae. Ketiga pakan, hinggap maupun inang berdasarkan
tumbuhan ini banyak digunakan kupu-kupu interaksi antara kupu-kupu pada tumbuhan
untuk hinggap. Kupu-kupu familia begitu pula sebaliknya. Menurut Gombert dkk
Nymphalidae dan Lycaenidaemenggunakan (2005) kupu-kupu akan tertarik mendatangi
tumbuhan Stachytarpeta indica(L) Vahl, bunga sebagai sumber nektar atau makananya
Bidens pilosa L, Ageratum conyzoidesL, berdasarkan tiga karakteristik yaitu bentuk
Eupatorium inulifolium Kunth dan Melastoma bunga, warna, dan aroma. Sedangkan menurut
malabathricum L. sebagai tumbuhan pakan. Sodiq (2005) tiga karakteristik visual
Tumbuhan ini berasal dari familia Asteracea, tumbuhan yang menyebabkan suatu tumbuhan
Verbenaceae, dan Melastomaceae. dipilih oleh serangga untuk meletakkan telur
Kupu-kupu familia Nymphalidae maupun makan adalah ukuran, bentuk dan
mendatangi tumbuhan Imperata cylindrica L. kualitas warna. Pemilihan inang oleh serangga
dengan frekuensi yang tinggi. Menurut Peggie dilakukan dengan beberapa cara seperti
(2004) kupu-kupu familia Nymphalidae yang melalui penglihatan (visual), penciuman
memiliki tumbuhan preferensi dari familia (olfaktori), pencicipan (gustatory), dan
Poaceae antara lain Junonia atlites, Lethe perabaan (taktil) (Shodiq, 2005).
manthara, Melanitis leda, Melanitis zitenius, Kupu-kupu dalam proses menemukan
Melanitis phedima, Mycalesis horsfieldi, tumbuhan yang akan digunakan sabagai pakan
Mycalesis janardana, Mycalesis mineus, atau inang dibantu oleh indra yang bernama
Ypthima horsfieldii, dan Ypthima phylomela. kemoreseptor. Shodiq (2005) menjelaskan
Imperata cylindrica L. adalah salah satu bahwa kemoreseptor adalah indra yang
tumbuhan dari familia Poaceae yang terdapat berfungsi untuk menerima energy yang berupa
di Wisata Air Terjun Coban Rais. molekul kimia. Indra peraba dan penciuman
Kehadiran kupu-kupu Nymphalidae termasuk dalam golongan ini. Kemoreseptor
dengan frekuensi yang tinggi pada umumnya terpusat pada antenna, alat mulut,
Eupatorium inulifolium Kunth, Eupatorium dan tarsi (Wigglesworth, 1972). Olfakto
riparium L., Bidens pilosa L., Ageratum reseptor yang termasuk dalam golongan ini
conyzoides L. sesuai dengan penelitian yang merupakan indra yang salah satunya berfungsi
dilakukan oleh Dendang (2009), yang sebagai tanggap terhadap makanan. Organ ini
menjelaskan tumbuhan inang dari famili berupa Olfakto Reseptor Neuron (ORN). ORN
Nymphalidae yaitu Annonaceae, Asteraceae, ini pada kebanyakan serangga termasuk kupu-
Moraceae, Rubiaceae dan Anacardiaceae. kupu ditemukan pada dua pasang bilateral
Menurut Peggie (2004) dalam bukunya simetris organ penciuman, antenna dan palpus
rahang atas. (Hallem dkk.,, 2006). Permukaan serangga hanya mampu menerima dan
organ penciuman ditutupi dengan rambut merespon cahaya dengan panjang gelombang
sensorik disebut sensilla, yang berisi dendrit antara 300-400 m (warna mendekati
ORN (Hallem dkk., 2006). Serangga ultraviolet) sampai 600-650 m (warna
mempunyai indra penciuman dan indra perasa, jingga). Diantara beberapa warna spectrum
tetapi untuk mendeteksi suatu senyawa kimia cahaya tersebut, ada dua yang menghasilkan
dengan dendrit organ-organ penerima respon paling tinggi pada serangga yaitu
(Dethier, 1963 dalam Atkins, 1980). cahaya mendekati ultraviolet (350 m).
Indra perasa maupun penciuman pada Serangga walaupun memiliki indera berupa
serangga termasuk kupu-kupu bekerja secara mata namun tidak dapat membedakan bentuk
spesifik. Indra penciuman bekerja secara secara sempurna. Meskipun tidak dapat
spesifik menangkap dan menerima senyawa- membedakan bentuk segitiga, persegi, atau
senyawa dalam bentuk gas, sedangkan indra lingkaran dengan baik namun serangga dapat
perasa spesifik menangkap dan menerima membedakan bentuk berupa pecahan atau
senyawa dalam bentuk cairan atau padat. kepingan. Bunga yang terdiri dari beberapa
Wingglessworth (1972) menyebutkan bahwa bagian bunga seperti sepal dan petal, tidak lain
kemoreseptor dicirikan oleh ujung-ujung berupa bayangan yang berkelip dan hal itu
syaraf yang halus sekali yang berhubungan dapat menjadi isyarat bahwa terdapat nektar
dengan udara luar melalui pori-pori pada pada lokasi tersebut.
kutikula. Kutikula ini tipis halus dan Ketertarikan kupu-kupu pada tumbuhan
mempunyai struktur seperti saringan. selain karena kemampuanya untuk mengenali
Tiap indra penciuman terdiri dari satu tumbuhan dengan beberapa indra juga
atau lebih saraf-saraf penerima. Saraf-saraf ini dikarenakan adanya interaksi yang dilakukan
memiliki dendrit yang berhubungan dengan tumbuhan itu sendiri. Hal ini dilakukan
struktur kutikula dan benang-benang saraf tumbuhan untuk menarik serangga agar
yang meneruskan rangsang ke sistem saraf mendekat. Tumbuhan dapat menarik
pusat. Serangga dapat menerima rangsang bila kehadiran serangga termasuk juga kupu-kupu
terjadi kontak antara saraf pusat. Serangga dengan warna pada bunga, aroma dan betuk
dapat menerima rangsang bila terjadi kontak bunga. Warna-warna yang cerah dapat
antara molekul-molekul gas dengan dengan menarik perhatian kupu-kupu agar mendekat,
dendrit. Rangsangan dari dendrit kemudian selain itu aroma khas pada bunga maupun
diteruskan ke tubuh sel, lalu ke sistem saraf tumbuhan serta bentuknya. Hubungan antara
pusat melalui benang saraf (Atkins, 1980). bunga dengan kupu-kupu ini antara lain
Tanggapan dapat berupa ketertarikan serangga disebabkan oleh atraktan. Atraktan berupa
pada sumber-sumber bau-bauan tersebut. serbuk sari dan bakal madu atau nektar
Sistem saraf penciuman terdiri dari neuron merupakan sumber nutrisi yang digunakan
penerima rangsang, neuron penyalur, dan kupu-kupu untuk makanannya sehingga kupu-
neuron perantara (Atkins,1980). kupu dapat melangsungkan kehidupanya.Lethe
Indra lain pada kupu-kupu yang berfungsi confuse Aurivillius memiliki lebih dari satu
untuk mengenali tumbuhan adalah tumbuhan pakan dan dapat hinggap pada
fotoreseptor. Fotoreseptor ini adalah indera banyak tumbuhan. Beberapa spesies kupu-
yang berfungsi untuk menerima cahaya. Mata kupu merupakan polifagus dimana dapat
majemuk, mata tunggal dan stema adalah makan lebih dari satu jenis nectar pada
indra yang digunakan serangga untuk tumbuhan, namun Lethe confuse Aurivillius
berkomunikasi secara visual dengan belum diketahui secara pasti merupakan
tumbuhan. Shodiq (2005) menjelaskan bahwa
spesies kupu-kupu polifagus, sehingga perlu (alang-alang), dan Cyperus rotundus (teki)
dilakukan penelitian lebih lanjut. mengandung senyawa kimia seperti minyak
Beberapa bunga yang ditemukan di atsiri, sineol, dan alkaloid, sehingga
Wisata Air Terjun Coban Rais menjadi berdasarkan aroma warna bunga dan bentuk
preferensi bagi beberapa spesies kupu-kupu yang sesuai dengan proboscis yang dimiliki
dari familia Nymphalidae dan Lycaenidae. kupu-kupu juga berpengaruh terhadap
Ageratum conyzoides L., Bidens pilosa L, ketertarikan kupu-kupu terhadap tumbuhan.
Eupatorium inulifolium Kunth, dan Bunga-bunga berwarna cerah (putih, violet,
Stachytarpeta indica (L). merupakan dan kuning) mampu ditangkap dan direspon
tumbuhan preferensi yang digunakan sebagai oleh indra kupu-kupu.
pakan bagi kupu-kupu familia Nymphalidae Keberadaan kupu-kupu familia
dan Lycaenidae. Keempat tumbuhan ini Nymphalidae dan Lycaenidae pada Wisata Air
memiliki bau yang khas yang dapat menarik Terjun selain dipengaruhi oleh tumbuhan juga
perhatian kupu-kupu. Stachytarpeta indica dipengaruhi oleh faktor abiotik. Faktor abiotik
(L) Vahl. mengandung senyawa aktif dalam yang sesuai dengan habitat hidup kupu-kupu
bentuk metabolit sekunder seperti alkaloid, akan menunjang keberadaan kupu. Hasil
flavonoid, steroid, tanin, saponin, triterpenoid, pengukuran menunjukkan bahwa rata-rata
akirantin, dan lain-lain. suhu pada Wisata Air Terjun Coban Rais
Terpenoid dalam tumbuhan antara lain sebesar 26,20 C dengan rentangan 220 C - 290
berupa minyak atsiri yang menyebabkan bau C, intensitas cahaya 418,2 x 100, dan
yang khas pada tumbuhan (Utami,2012). kelembaban sebesar 61,6 %. Menurut Amir
Ageratum conyzoides L., Bidens pilosa L., dkk., (2002) kupu-kupu beraktifitas pada
dan Eupatorium inulifolium Kunth. juga kelembaban udara sedang sekitar 60% dan
mengandung minyak atsiri yang memberikan suhu udara yang hangat sekitar 300 C serta
aroma yang khas yang mampu menarik cukup sinar matahari.
perhatian kupu-kupu. Miyak atsiri yang
memberikan aroma dalam tumbuhan terletak Simpulan
pada lokasi yang berbeda-beda pada Macam spesies kupu-kupu dari familia
tumbuhan.Menurut Gunawan & Mulyani Nymphalidae dan Lycaenidae di Wisata Air
(2004) minyak atsiri terkandung dalam Terjun Coban Rais antara lain Lethe confuse,
berbagai organ, seperti didalam rambut Neptis hylas, Ypthima philomela, Ypthima
kelenjar (pada famili Labiatae), di dalam sel- pandacus, Mycalesis horsfieldi, Zizinia otis,
sel parenkim (misalnya famili Piperaceae), di Ariadne ariadne, Heliophorus epicles,
dalam rongga-rongga skizogen dan lisigen Polyura hebe, Mycalesis sudra, Hypolimnas
(pada famili Pinaceae dan Rutaceae). Minyak bolina, dan Acraea issoria. Tumbuhan yang
atsiri dapat terbentuk secara langsung oleh menjadi preferensi kupu-kupu dari familia
protoplasma akibat adanya peruraian lapisan Nymphalidaedan Lycaenidae di Wisata Air
resin dari dinding sel atau oleh hidrolisis dari Terjun Coban Rais antara lain Ageratum
glikosida tertentu. conyzoides, Bidens pilosa, Chromolaena
Tumbuhan yang digunakan untuk tempat odorata, Athyrium sp, Laportea canadensis,
hinggap antara lain Eupatorium inulifolium Stachytarpeta indica, Ageratina riparia,
Kunth, Eupatorium riparium Regel, dan Colocasia giganteum, Mimosa pudica,
Imperata cylindrica L. Mirin (1997) Imperata cylindrica, Tithiolia difersifolia,
mengemukakan bahwa Ageratum conyzoides Brugmansia suaveolens, dan Melastoma
L (babadotan), Eupatorium inulifolium Kunth malabathricum. Dari beberapa tumbuhan
(tumbuhan siam), Imperata cylindrica L. tersebut yang sering digunakan sebagai tempat
Abstrak
Jalur persinyalan seluler yang melibatkan protein ROCK2 diyakini sebagai salah satu
intrumen penting dalam regulasi homeostasis antara subset sel T regulator dan subset sel T
proinflamasi pada manusia1.Ilmuwan meyakini bahwa hambatan yang diberikan terhadap
aktivitas protein ROCK2dapat menyembuhkan penyakit autoimun yang disebabkan oleh
gangguan homeostasis sistem imun1. Oleh karena itu, penelitian ini ditujukan untuk menemukan
senyawa kandidat inhibitoraktivitas ROCK2 yang memiliki domain dan pola pengikatan yang
sama dengan senyawa KD025yang telah diketahui memiliki aktivitas inhibisi terhadap ROCK2.
Struktur 3D protein ROCK2 didapatkan protein data bank (PDB ID:4L6Q)2 dan kemudian
strukturnya diperbaiki sebanyak 11 kali menggunakan KOBAMIN3hingga jumlah residu asam
amino yang terletak pada most favoured region-nyamencapai 98,4% berdasarkan Ramachandran
plot yang terintegrasi dalam web server RAMPAGE4. Selanjutnya, struktur 3D ROCK2
digunakan sebagai reseptor dalamstructure-based virtual screening (SBVS) pertama
menggunakan web server FINDSITECOMB5. 9 senyawa tertinggi dari proses ini digunakan
sebagai ligan pada SBVS kedua menggunakan software PyRx 0,86 dengan senyawa KD-025
sebagai kontrol1. Interaksi antara senyawa inhibitor dengan reseptor ROCK2 divisualisasikan
serta dianalisis menggunakan PyMol7 dan LigPlus8. Berdasarkan afinitas pengikatan serta hasil
analisis interaksi menggunakan LigPlus disimpulkan bahwa senyawa Rapamycin (-10,1
kcal/mol) memiliki potensi untuk digunakan sebagai kandidat inhibitor aktivitas protein ROCK2
karena relatif memiliki kemiripanpola interaksi terhadap protein ROCK2 dengan senyawa KD-
0251,6,8, fasudil9, dan benzoxaborole10, khususnya dalam hal pengikatan terhadap 5 residu asam
amino terpenting, yaitu Ile98, Val106, Leu221, Asp232, dan Phe384.
ROCK2 tidak akan berdampak pada protein maka struktur 3D protein ROCK2 diperbaiki
ROCK1. Di sisi lain, hambatan terhadap strukturnya menggunakan web server
ROCK2 oleh senyawa KD-025 akan KOBAMIN. Kualitas struktur 3D protein
menurunkan laju fosforilasi pada protein ROCK2 pasca mengalami perbaikan (web
STAT3, level interferon regulatory factor 4 server KOBAMIN) dianalisis kembali
(IRF4), dan level steroid receptor-type menggunakan Ramachandran plotyang
nuclear receptor RORgt pada sel T yang terintegrasi pada web server
berasal dari pasien rheumatoid arthritis (RA) RAMPAGE.Proses perbaikan struktur
maupun dari non-pasien (sehat). Selain itu, semacam ini dilakukan beberapa kali hingga
hambatan yang diberikan terhadap protein target >98% pada number of residues in
ROCK2 secara simultan akan menginduksi favoured region tercapai. Selanjutnya, struktur
fosforilasi pada protein STAT5 dan protein 3D protein ROCK2 (pasca protein structure
SMAD2/3. Mekanisme ini selanjutnya akan refinement) digunakan sebagai reseptor dalam
menyebabkan terjadinya peningkatan first layer of structure-based virtual screening
persentase sel T Foxp3+. Oleh karena itulah, terhadap database NCI (The National Cancer
hambatan terhadap protein ROCK2 Institute) menggunakan web server
sebagaimana yang dapat dilakukan dengan FINDSITECOMB.9 senyawa dengan effective
menggunakan senyawa KD-025 diaggap TC score tertinggi dari proses ini kemudian
memiliki potensi untuk digunakan sebagai digunakan kembali sebagai ligan dalam
alternatif pengobatan untuk penyakit autoimun second layer of structure-based virtual
yang disertai dengan gangguan homeostasis screening menggunakan software PyRx 0,8
sistem imun1. Selain untuk beberapa tujuan di dengan koordinat grid maximize(x=-0,3263
atas, protein ROCK2 juga dapat digunakan y=0,0412 z=-26,8851). Komplek docking
sebagai salah satu target pengobatan yang antara tiap-tiap senyawa dengan protein
spesifik pada beberapa penyakit ROCK2 (sebagai reseptor) kemudian
neurodegeneratif. Selain itu, hambatan yang dianalisis dan divisualisasi menggunakan
diberikan pada protein ROCK2 dapat software PyMol (for education only) dan
menyebabkan terjadinya degenerasi akson, software LigPlus.
apoptosis, dan autofagi12.
Penelitian ini ditujukan untuk Hasil dan Pembahasan
menemukan senyawa kandidat inhibitor Koleksi struktur 3D protein ROCK2 dari
aktivitas ROCK2 yang memiliki pola interaksi Protein Data Bank
yang sama dengan ketiga senyawa inhibitor Berdasarkan informasi tentang struktur
protein ROCK2 yang telah diketahui (KD- 3D protein ROCK2 (human) yang telah
025, fasudil, dan benzoxaborole). disimpan dan disajikan di dalam protein data
bank, maka 3L6Q adalah satu-satunya struktur
Metode Penelitian 3D protein ROCK2 yang juga disajikan di
Struktur 3D protein ROCK2 didapatkan dalam database UniProt. 4L6Q merupakan
dari protein data bank (PDB ID 4L6Q). struktur 3D komplek protein ROCK2 dalam
Kualitas struktur 3 dimensi yang diperoleh bentuk dimer (chain A dan B) yang berikatan
dari database protein data bank kemudian dengan senyawa inhibitor ROCK,
dianalisis menggunakan Ramachandran plot benzoxaborole, yang diperoleh melalui
yang terintegrasi di dalam web server metode X-ray dengan resolusi sebesar 2,79 .
RAMPAGE. Apabila number of residues in Pada hakikatnya, 4L6Q hanya
favoured regions dari struktur 3D yang merepresentasikan residu asam amino nomor
bersangkutan masih berada di bawah 98%, 19-417 dari total 1388 residu asam amino
yang dimiliki oleh protein ROCK2. Meskipun asam amino dari urutan ke-357 hingga ke-425
4L6Q hanya mampu merepresentasikan (69 residu asam amino)(UniProt, 2014).
sebagian kecil area pada protein ROCK2,
namun 4L6Q telah merepresentasikan Protein structure refinement menggunakan
beberapa domain dan region penting yang web server KOBAMIN
diperlukan oleh protein ROCK2 dalam Berdasarkan analisis kualitas struktur 3D
menjalankan fungsinya, diantaranya: (1) protein ROCK2 yang dilakukan dengan
domain protein kinase yang terdiri atas menggunakan web server RAMPAGE
beberapa residu asam amino dari urutan ke-92 sebelum dan sesudah dilakukan 12 kali proses
hingga ke-354 (263 residu asam amino) perbaikan struktur menggunakan web server
berdasarkan anotasi PROSITE-ProRule, dan KOBAMIN didapatkan hasil sebagaimana
(2) sebagian besar dari domain AGC-kinase disajikan pada tabel 1 berikut ini.
C-terminal yang terdiri atas beberapa residu
Tabel 1. Hasil analisis kualitas struktur 3D protein ROCK2 menggunakan web server
RAMPAGE
Number of residues
Refinement in favoured
in allowed regions in outlier regions
regions
4L6Q 0 ref 357 (93,0%) 23 (6%) 4 (1%)
4L6Q1 ref 377 (97,7%) 7 (1,8%) 2 (0,5%)
4L6Q2 ref 377 (97,7%) 5 (1,3%) 4 (1%)
4L6Q3 ref 378 (97,9%) 4 (1%) 4 (1%)
4L6Q4 ref 377 (97,7%) 5 (1,3%) 4 (1%)
4L6Q5 ref 376 (97,4%) 6 (1,6%) 4 (1%)
4L6Q6 ref 377 (97,7%) 5 (1,3%) 4 (1%)
4L6Q7 ref 379 (98,2%) 3 (0,8%) 4 (1%)
4L6Q8 ref 379 (98,2%) 3 (0,8%) 4 (1%)
4L6Q9 ref 379 (98,2%) 3 (0,8%) 4 (1%)
4L6Q10 ref 380 (98,4%) 2 (0,5%) 4 (1%)
4L6Q11* ref 380 (98,4%) 2 (0,5%) 4 (1%)
4L6Q12 ref 378 (97,8%) 5 (1,3%) 3 (0,8%)
Keterangan:struktur 3D protein ROCK2 dengan tanda (*) digunakan sebagai
reseptor dalam analisis selanjutnya (first dan second layer of structure-based
virtual screening)
First layer of Structure-based virtual terhadap database senyawa kimia NCI dengan
screening reseptor protein ROCK2 (4L6Q 11*ref) maka
Berdasarkan proses structure-based hasil yang didapatkan adalah sebagaimana
virtual screening pertama yang dilakukan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil First layer structure-based virtual screening menggunakan web server
FINDSITECOMB
Tabel 3. Hasil Second layer structure-based virtual screening menggunakan software PyRx
0,8
No. ID Senyawa dari database NCI Nama Senyawa Binding afinity
0 ROCK2 inhibitor/kontrol KD-025 -10,4
1 NSC_226080 Rapamycin (904,24) -10,1
2 NSC_673433 SID515252 (458,14) -8,9
3 NSC_705701 Alsterpaullone (494,54) -8,6
4 NSC_697286 LY294002 (350,06) -8,8
5 NSC_627609 Wortmannin (627,18) -8,4
6 NSC_622947 Emodin (145,56) -8,1
7 NSC_344022 Caterarin (160,50) -8,1
8 NSC_257450 Dermocybin (191,87) -7,9
9 NSC_407285 Harmaline (361,28) -7,1
(a) (d)
(b) (e)
(c) (f)
Gambar 1. Visualisasi dan analisis interaksi antara protein ROCK2 dengan senyawa
inhibitor dan kandidat senyawa inhibitor
PyMol antara protein ROCK2 (hijau) dengan Sebelumnya, rapamycin dikenal sebagai
senyawa inhibitor ROCK2 (KD-025; merah), senyawa inhibitor yang secara selektif mampu
(c) visualisasiinteraksi dalam bentuk menghambat jalur persinyalan mTORC11.
2Dmenggunakan software LigPlus antara Rapamycin mampu mengikat secara langsung
protein ROCK2 (hijau) dengan senyawa pada domain tertentu pada enzim mammalian
inhibitor ROCK2 (KD-025; merah), (d) target of rapamycin (mTOR)yang mana posisi
visualisasiinteraksi software PyMol dalam domain ini terpisah dari sisi katalitiknya
tampilan cartoon menggunakan software sehingga dengan terikatnya rapamycin pada
PyMol antara protein ROCK2 (hijau) dengan salah satu domain mTOR akan berakibat
senyawa kandidat inhibitor ROCK2 pada terhambatnya beberapa fungsi
(rapamycin; merah), (e) visualisasiinteraksi downstreamenzim mTOR (Ballou dan Lin,
dalam tampilan surface menggunakan 2008). Namun, berdasarkan hasil yang
software PyMol antara protein ROCK2 (hijau) diperoleh dari penelitian ini diketahui bahwa
dengan senyawa kandidat inhibitor ROCK2 rapamycin terlibat dalam mekanisme lain,
(rapamycin; merah), (f) visualisasiinteraksi selain dengan mengikat secara langsung pada
dalam bentuk 2Dmenggunakansoftware salah satu domain protein mTOR, yaitu
LigPlus antara protein ROCK2 (hijau) dengan dengan mengikat protein ROCK2.
senyawa kandidat inhibitor ROCK2
(rapamycin; merah).
(a) (b)
Gambar 2. Struktur 2D (a) senyawa inhibitor protein ROCK2 (KD-025), dan senyawa
kandidat inhibitor protein ROCK2 (rapamycin)(PubMed, 2014).
benzoxaborole dan fasudil, keduanya tidak mirip dengan pola interaksi antara protein
hanya menggunakan interaksi hidrofobik ROCK2 dengan beberapa senyawa
terhadap residu asam amino Met172 tetapi inhibitornya, yaitu senyawa KD-0251, fasudil9,
juga melibatkan ikatan hidrogen (lampiran 1). dan benzoxaborole10, khususnya pada 6 residu
Dua residu asam amino, yaitu Asp218 dan asam amino yang telah disebutkan di atas
Asn219, juga berinteraksi dengan senyawa (Ile98, Val106, Asp176, Leu221, Asp232, dan
fasudil dan rapamycin melalui interaksi Phe384)6,8.
hidrofobik. Selain itu, senyawa benzoxaborole
dan KD-025 (mode 1, 2, dan 4) juga Daftar Rujukan
berinteraksi dengan residu asam amino Zanin-Zhorov, A., Mo, R, Scher, J.,
Asp218 dan Asn219 melalui interaksi Nyuydzefe, M., Weiss, J., Schueller,
hidrofobik dan ikatan hidrogen dengan residu O., Weiss, S., Poyurovsky, M.,
asam amino Asn219 (KD-025 mode 2 dan 4). Dustin, M., Abramson, S., and
Pada penelitian ini, selain 9 senyawa Waksa, S. 2014. Selective ROCK2
dengan effective TC score tertinggi inhibitor down-regulates pro-
sebagaimana yang telah disajikan pada tabel 2, inflammatory T cell responses via
ada beberapa senyawa lain yang juga memiliki shifting Th17/Treg balance
effective TC score berdasarkan hasil structure- (IRM6P.711). J Immuno. 192:63.3.
based virtual screening pertama Biasini, M., Bienert, S., Waterhouse, A.,
(menggunakan web server FINDSITECOMB) Arnold, K., Studer, G., Schmidt, T.,
namun tidak digunakan sebagai ligan pada Kiefer, F., Cassarino, T. Z., Bertoni,
analisis selanjutnya (second of SBVS) M., Bordoli, M., Schwede, T. 2014.
dikarenakan permasalahan yang sifatnya SWISS-MODEL: modelling protein
teknis. Sehingga, kedepannya nanti, senyawa- tertiary and quaternary structure
senyawa semacam ini harus dianalisis juga using evolutionary
potensinya sebagai kandidat inhibitor protein information. Nucleic Acids
ROCK2 mengikat senyawa-senyawa ini telah Research; doi: 10.1093/nar/gku340
terbukti memiliki effective TC score Rodrigues J, Levitt M, Chopra G. KoBaMIN:
berdasarkan hasil SBVS yang pertama. A Knowledge Based MINimization
Senyawa-senyawa yang termasuk dalam Web Server for Protein Structure
golongan ini seperti: hamalol hydrochloride, Refinement. NAR (2012) vol. 40
imanitib mesylate, staurosporine, kenpaullone, W323-8
NSC_702827, NSC_029844, NSC_091546, Lovell, S. C., Davis, I. W., Arendall III, W.
NSC_075890, dan NSC_072293). Beberapa B., de Bakker, P. I. W., Word, J. M.,
senyawa di atas tidak dianalisis lebih lanjut Prisant, M. G., Richardson, J. S., dan
pada penelitian ini dikarenakan beberapa Richardson, D. C.2002. Structure
faktor teknis seperti adanya missing atom, dan validation by Ca geometry: f/y and
beberapa lainnya tidak dapat ditemukan Cb deviation. Proteins: Structure,
keberadaan struktur 3 dimensinya pada Function & Genetics. 50: 437-450.
database NCI karena saat ini database NCI Zhou, H., dan Skolnick, J. FINDSITECOMB:
sedang mengalami perbaikan. A threading/structure-based,
proteomic-scale virtual ligand
Simpulan screening approach. Journal of
Berkaitan dengan beberapa fakta di atas, Chemical Information and
rapamycin merupakan senyawa dengan pola Modeling, in press.
interaksi terhadap protein ROCK2 yang relatif
Abstrak
Biokomunikasi merupakan salah satu bentuk persepsi mahluk hidup terhadap stimulus
dengan memberikan respon seperti perubahan tegangan, suara atau biokimia.Salah satu makhluk
hidup yang mempunyai kemampuan biokomunikasi yang unik adalah tumbuhan seperti putri
malu (Mimosa pudica).Secara umum, respon tumbuhan terbagi menjadi menjadi dua yaitu yang
dapat diamati seperti gerakan dan yang tidak dapat diamati seperti tegangan atau suara.Respon
yang menarik dan unik tumbuhan putri malu (Mimosa pudica) tidak dapat diamati seperti respon
suara tumbuhan ketika mendapatkan rangsang.Tujuan penelitian ingin mengetahui respon suara
tumbuhan putri malu sebagai bentuk biokomunikasi. Penelitian dilakukan dengan
memperbandingkan respon suara tumbuhan putri malu (Mimosa pudica) yang diberikan stimulus
dan tidak. Pengumpulan data dilakukan melalui pengukuran dengan menggunakan alat ukur
Voltage Frequence Converter (VFC) sedangkan analisis data menggunakan multimeter dan
bantuan software Sound Forge 6.0. Hasil penelitian menunjukkan biokomunikasi tumbuhan putri
malu (Mimosa pudica) melalui respon frekuensimengalami perubahan ketika diberikan stimulus
berupa sentuhan.Respon paling aktif terjadi pada bagian petiolus.
seperti tegangan atau bunyi.Respon yang sehingga fokus penelitian adalah respon bunyi
menarik dan unik tumbuhan putri malu adalah tumbuhan putri malu sebagai bentuk
yang tidak dapat diamati seperti respon bunyi biokomunikasi.
tumbuhan ketika mendapatkan rangsang
Gambar 1. Grafik VFC sebelum dihubungkan dengan tumbuahan putri malu (Mimosa
pudica)
Gambar 2. Grafik VFC setelah dihubungkan dengan tumbuahan putri malu (Mimosa
pudica) sebelum diberi rangsangan.
Gambar 3.Grafik VFC setelah tumbuhan putri malu (Mimosa pudica) diberi rangsangan
dengan sentuhan.
Gambar 4.Grafik VFC setelah tumbuhan putri malu (Mimosa pudica) kembali normal.
Gambar 5.Grafik VFC tumbuhan putri malu (Mimosa pudica) pada malam hari.
Abstrak
Taman Wisata Bendungan Waru Turi adalah daerah wisata yang memiliki luas 32 hektar
dan 80 % masih berupa tanah dan kaya pohon serta rerumputan. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui komposisi dan keanekaragaman serangga di Taman Wisata Bendungan Waru
Turi Kecamatan Gampengrejo Kabupaten Kediri. Penelitian ini menggunakan metode transek
dengan perangkap serangga berupa sweepnet, pitfall, dan light trap. Data yang diperoleh
dianalisis menggunakan indeks Shannon Weinner. Sampel serangga yang diambil dilengkapi
data sekunder yang meliputi suhu tanah, suhu udara, pH, kelembapan, kecepatan angin, dan
intensitas cahaya. Hasil penelitian didapatkan 10 ordo, 33 famili, dan 4353 individu. Jumlah
individu terbesar adalah pada ordo Hymenoptera dan Orthoptera, sedangkan terendah ordo
Blattaria. Nilai indeks keanekaragaman pada zona 1, 2, 3, dan 4 secara berturut 1,709, 1,293,
1,413, dan 1,453. Nilai indeks keanekaragaman keempat zona tergolong sedang.
lampu (lampu LED, baskom, air), pH meter, dan di dasar lampu diberi baskom berisi air.
termohigrometer, lux meter, anemometer, Perangkap ini dipasang mulai pukul 20.00-
alkohol 70%, mikroskop stereo, pinset, 05.00 WIB.Suhu udara, kelembaban udara, pH
meteran, kertas label, plastik atau botol, rafia, tanah, intensitas cahaya, dan kecepatan angin
formalin, FAA, kamera, dan buku kunci diukur pada setiap zona dan setiap jenis
determinasi yaitu Borror (1996). perangkap sebagai data sekunder.
Pengambilan data menggunakan metode Identifikasi dilakukan dengan cara
transek dengan plot 20 m x 20 m pada 4 zona mengumpulkan serangga yang diperoleh
di Taman Wisata Bendungan Waru Turi. kemudian diawetkan menggunakan formalin
Pemilihan zona didasarkan oleh kondisi untuk awetan kering dan FAA untuk awetan
daerah yang masih banyak pepohonan dan basah. Serangga diidentifikasi menggunakan
rumput serta wilayahnya yang luas. Jumlah buku Borror (1996) sampai tingkat famili.
plot disesuaikan dengan 20 % luas zona. Untuk mempermudah indentifikasi digunakan
Pengumpulan serangga menggunakan mikroskop stereo. Data yang diperoleh
Sweepnet, pitfall, dan lihgt trap. Pada dianalisis menggunakan indeks kemelimpahan
sweepnet, setiap plot dilakukan proses dan keanekaragaman Shannon Weinner
penjaringan selama 30 menit yaitu, pada pagi (Magurran, 1988).
hari mulai 08.00 - 10.00 WIB dan sore hari
mulai 15.30 - 17.30 WIB. Pada pitfall, tanah Hasil dan Pembahasan
digali dan dibuat lubang dengan sekop, Berdasarkan hasil identifikasi serangga di
kemudian gelas plastik yang telah diberi Taman Wisata Bendungan Waru Turi secara
gliserin ditaruh di dalamnya. Pada setiap plot keseluruhan didapatkan 10 ordo, 33 famili,
diberi 4 pitfall yang dipasang di ujung-ujung dan 4353 jumlah individu. Serangga yang
plot dan dibiarkan selama 24 jam. Pada light representatif mewakili 10 ordo yang
trap,lampu dipasang pada tengah-tengah plot ditemukan ditampilkan pada gambar 1.
Pada 4 zona diperoleh jumlah ordo (O), nilai 786.Berdasarkan indeks nilai Shannon
famili (F), individu (N), dan keanekaragaman Wienner, kenekaragaman tertinggi yaitu 1,708
(H) pada Tabel 1. terdapat pada zona 1, sedangkan yang
Jumlah ordo terbesar terdapat pada zona terendah terdapat pada zona 2 dengan nilai
1 dan 3 dengan jumlah 9, sedangkan jumlah 1,293. Zona 3 dan zona 4 memiliki indeks
ordo terkecil berjumlah 7 terdapat pada zona nilai keanekaragaman 1,413 dan 1,453.
4. Jumlah famili terbesar terdapat pada zona
1, sedangkan jumlah famili terkecil terdapat
pada zona 4. Jumlah individu pada zona 2
menempati urutan terbesar dibanding yang
lain dengan nilai 1569 dan berturut-turut 1195
pada zona 1, 803 pada zona 4 dan jumlah
individu terkecil terdapat pada zona 3 dengan
Zona
Keterangan
1 2 3 4
O 9 8 9 7
F 24 23 18 17
N 1195 1569 786 803
H 1,709 1,293 1,413 1,453
Tabel 1: Komposisi dan keanekaragaman serangga di taman wisata bendungan waru turi
Zona
Ordo Total
1 2 3 4
Orthoptera 193 812 383 325 1713
Mantiidae 2 0 1 0 3
Blattaria 0 1 1 0 2
Odonata 6 8 19 12 45
Hemiptera 2 2 0 4 8
Coleoptera 2 7 4 3 16
Lepidoptera 139 23 41 12 215
Hymenoptera 621 660 290 375 1946
Diptera 228 56 46 72 402
Homoptera 2 0 1 0 3
Total 4353
Tabel 2: Komposisi Ordo Serangga yang Ditangkap di Taman Wisata Bendungan Waru
Turi (jumlah individu)
dengan penelitian Rizali (2002), Ruslan famili Acrididae berwarna kelabu atau
(2009), dan Patang (2010) yang menyatakan kecoklatan dan beberapa mempunyai warna
bahwa ordo Hymenoptera lebih banyak yang cemerlang pada sayap belakang (Borror,
diperoleh daripada ordo lainnya. Pada 1996). Famili ini melimpah karena banyak
penelitian ini, famili dari ordo Hymenoptera rumput dan dedaunan yang ada di dalam zona.
yang banyak ditemukan adalah Formicidae. Rumput ini yang merupakan sumber makanan
Famili ini merupakan golongan semut-semut bagi famili Acrididae sehingga famili ini
umum yang banyak ditemukan dalam tergolong sebagai herbivor (Hadi, 2009).
perangkap pitfall trap. Keberadaan semut Ordo terendah adalah Blattaria dengan
melimpah pada perangkap karena serangga ini jumlah 2 individu. Ordo Blattaria adalah ordo
merupakan serangga yang umum dan banyak yang terdiri dari serangga yang tergolong
yang beraktivitas di permukaan tanah (Borror, dalam jenis kecoa (Borror, 1996). Ordo ini
1996). Hal ini menjadikan semut tergolong memiliki ciri-ciri tubuh pipih dan berbentuk
dalam serangga tanah. Selain itu, kondisi oval, kepala tersembunyi di bawah pronotum
tanah pada bendungan yang liat sampai liat (Hadi, 2009). Famili ordo Blattaria yang
berdebu mendukung keberadaannya untuk ditemukan pada penelitian ini adalah
membuat sarang dan berkembang (Patang, Blattellidae. Famili ini adalah golongan kecoa
2010). Semut pada tanah akan memakan sisa- yang berukuran kecil (panjangnya 12 mm atau
sisa sampah organik dan hewan maupun kurang) dan sebagian termasuk kecoa kayu.
tumbuhan dalam keadaan hidup atau mati. Pada penelitian Patang (2010) yang
Kisaran suhu optimal pada famili Formicidae dilaksanakan pada areal hutan bekas tambang
pada suhu tropis antara 250-320 C (Riyanto, batubara, ordo Blattarria juga memiliki jumlah
2007). Kisaran suhu optimal ini sama dengan individu terkecil dibanding ordo yang lain.
kisaran suhu yang ada di taman wisata Menurut pendapat Borror (1996) pada
sehingga famili ini dapat tumbuh dan umumnya ordo Blattaria terdapat dalam
berkembang dengan baik. rumah-rumah dan di pemukiman manusia.
Data pendukung berupa pH tanah yang Habitat pada rumah-rumah atau pemukiman
berkisar antara 4,2-5,8 juga berpengaruh pada lebih sesuai bagi pertumbuhan dan
kelimpahan famili ini. PH tanah perkembangan kecoa dibanding di alam bebas
mempengaruhi reaksi kimia termasuk aktvitas seperti areal hutan atau taman wisata. Hal ini
enzimatik dalam tanah (Gullan, 2005). PH karena di pemukiman lebih banyak tersedia
tanah yang sesuai membuat serangga tanah makanan yang sesuai bagi ordo Blattaria yaitu
dapat memperbaiki sifat-sifat fisik tanah dan bongkahan-bongkahan kayu dan sampah-
menambahkan kandungan bahan organiknya sampah makanan.
(Borror, 1996). Faktor yang mempengaruhi perbedaan
Ordo terbesar kedua adalah Orthoptera kelimpahan serangga dari 4 zona penelitian
dengan jumlah individu 1713. Ordo ini banyak antara lain adalah sifat serangga itu sendiri dan
ditemukan pada perangkap sweepnet. Jumlah faktor lingkungan dari masing-masing zona.
famili yang ditemukan pada ordo ini ada 3 dan Sifat serangga meliputi cara hidup, makan,
didominasi oleh famili Acrididae, sedangkan dan berkembang biak (Haneda, 2013). Selain
penelitian sebelumnya yang dilakukan Erawati itu, jumlah individu pada suatu daerah
(2010) menemukan 9 famili dan 414 individu. dipengaruhi oleh faktor penunjang
Perbedaan ini terjadi karena letak geografis kehidupannya diantaranya suhu, kelembaban,
dan kondisi lokasi penelitian yang berbeda. pH tanah, intensitas cahaya, dan kecepatan
Famili ini terdiri dari 4 subfamili dan memiliki angin. Faktor lain yang juga mempengaruhi
ciri utama sungut yang pendek. Kebanyakan jumlah individu adalah vegetasi yang terdapat
pada setiap zona. Hal ini terutama terjadi pada pertanian dan Pelawi (2009) pada perkebunan
serangga permukaan tanah, karena faktor kelapa sawit. Adanya kegiatan manusia di
vegetasi mempengaruhi penyediaan habitat lokasi penelitian juga mempengaruhi
yaitu berupa bahan-bahan organik sebagai keanekaragaman serangga. Pada Taman
sumber energi (Ruslan, 2009). Wisata Bendungan Waru Turi ada banyak
Serangga terbang sangat dipengaruhi oleh kegiatan manusia meliputi berwisata,
kecepatan angin, intensitas cahaya, suhu, dan berjualan, dan mencari rumput. Selain itu,
kelembaban. Cahaya akan memberikan energi, taman ini juga digunakan sebagai akses jalan
sehingga dapat menaikkan suhu tubuh dan alternatif sehingga pertumbuhan dan
metabolisme menjadi lebih cepat sehingga perkembangan serangga cukup terganggu,
mempercepat perkembangan larva (Akutsu et tetapi beberapa faktor yang menunjang
al., 2007 dalam Subekti, tanpa tahun). Suhu pertumbuhan dan perkembangan serangga
akan mempengaruhi aktivitas serangga, masih dipertahankan pada taman ini yaitu
penyebaran, pertumbuhan, dan jenis vegetasinya. Vegetasi merupakan salah
perkembangbiakan serangga. Intentitas cahaya satu sumber ketersediaan energi bagi serangga
dan suhu di bendungan berkisar antara 760- (Ruslan, 2009). Vegetasi pada taman wisata
3420 lux dan 25-320C. Pada umumnya kisaran ini terdiri dari 40 lebih jenis pohon dan
suhu efektif adalah suhu minimum 150C, suhu berbagai jenis rumput yang tumbuh subur
optimum 250C, dan suhu maksimum 450C sehingga serangga bisa mendapatkan makanan
(Abdurrahman, 2008). Kelembaban efektif dari sini. Sebagai contoh vegetasi pohon yang
umumnya kisaran kelembaban minimun 0, ada pada taman wisata adalah Glodok Tiang
kelembaban maksimum 100%, dan (Polyalthia longifolia), Mahoni (Switenia
kelembaban optimum 75%. Sedangkan di maccophyla), Trembesi (Samanea saman),
bendungan memiliki kelembaban antara 61%- Flamboyan (Delonix regia), dan Cemara
86%. Gunung (Cassuarina equisetifolia) (Perum
Keanekaragaman serangga di 4 zona yang Jasa Tirta, tanpa tahun). Hal ini didukung
ada di Taman Wisata Bendungan Waru Turi dengan pendapat Subekti (tanpa tahun) yang
digolongkan dalam kriteria sedang (berada menyatakan bahwa keanekaragaman vegetasi
antara 1-3). Semakin tinggi nilai indeks H sangat diperlukan oleh serangga sebagai
maka semakin tinggi pula keanekaragaman sumber makanan atau sebagai sarang.
spesies produktivitas ekosistem, tekanan pada Berbeda dengan penelitian Rizali (2002)
ekosistem, dan kestabilan ekosistem. Menurut yang dilakukan pada lahan persawahan yang
Riyanto (2007) daerah yang lebih kompleks malah memiliki nilai keanekaragaman tinggi.
(iklim, vegetasi, fauna, ekosistem, dan Hal ini karena lokasi penelitiannya masih
landscape) cenderung memiliki nilai alami karena dipengaruhi oleh kondisi hutan
keanekaragaman yang tinggi. hujan primer di sekitar lahan persawahan
Keanekaragaman yang sedang menandakan (Rizali, 2002). Pada penelitian Haneda (2013)
wilayah tersebut memiliki produktivitas yang dilakukan di hutan mangrove yang
cukup, kondisi ekosistem cukup seimbang, lokasinya tergolong masih alami tetapi
dan tekanan ekologi sedang. keanekaragamannya tergolong sedang karena
Nilai indeks keanekaragaman penelitian vegetasi cenderung homogen hanya terdiri dari
ini tergolong sedang karena lokasi sudah 3 jenis vegetasi yaitu A. Mucronata, A.
dimanfaatkan untuk kepentingan manusia Marina, dan S. Alba sehingga hanya beberapa
sehingga beberapa vegetasi yang ada sudah serangga yang sesuai makanannya yang dapat
disesuaikan dengan kepentingan seperti pada bertahan hidup.
penelitian Fajarwati (2009) pada lahan
Abstrak
Fauna Gastropoda merupakan salah satu komponen biota laut yang berperan penting dalam
rantai makanan di ekosistem hutan mangrove. Penelitian terkait aspek ekologis Gastropoda yang
telah dilakukan di kawasan mangrove Desa Pagagan, Kecamatan Pademawu, kabupaten
Pamekasan bertujuan untuk mengungkapkan komposisi dan distribusi gastropoda. Pengambilan
total sampel dilakukan pada bulan Maret 2014 melalui metode transek kuadrat. Kawasan
mangrove di Desa Pagagan dapat dibagi menjadi 2 stasiun berdasarkan formasi substratnya.
Berdasarkan proses identifikasi, diperoleh 574 individu yang termasuk ke dalam 4 ordo; 5
famili; 6 genus; dan 7 jenis. Nilai H pada tiap stasiun berkisar antara 1,0954-1,0978 dan
tergolong keanekaragaman sedang. Pola distribusi gastropoda pada kedua stasiun menunjukkan
pola sebaran mengelompok. Komponen abiotik yang berpengaruh signifikan terhadap komposisi
gastropoda adalah pH. Selain itu kerapatan, basal area dan indeks nilai penting mangrove juga
dapat mempengaruhi keanekaragamnan gastropoda. Hasil analisis menunjukkan pada stasiun I
nilai penting berbanding lurus terhadap keanekaragaman gastropoda terutama kerapatan
mangrove. Sebaliknya pada stasiun II menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik.
Keterangan:
Tabel 1: Komposisi Jenis dan Jumlah Individu Fauna Gastropodaa yang Ditemukan di Kawasan
Mangrove Desa Pagagan, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan
Stasiun
No. Nama Jenis Kode Jumlah
I II
1. Cerithidea sp Sp1 33 37 70
2. Cassidula sp Sp2 25 34 59
3. Telescopium telescopium Sp3 62 74 136
4. Nerita costata Sp4 40 53 93
5. Littorina sp Sp5 77 80 157
6. Strombus labiatus Sp6 28 21 49
7. Nerita sp Sp7 10 0 10
Individuals 275 299 574
Abstrak
Kupu-kupu adalah salah satu bioindikator perubahan lingkungan, salah satunya dari familia
Pieridae. Familia Pieridae terbang tidak terlalu cepat dan terbang cukup rendah, serta sebagian
besar hinggap di tanaman semak. Tujuan studi ini adalah untuk mengetahui jenis kupu-kupu
Pieridae dan tumbuhan yang dihinggapi kupu-kupu Pieridae dewasa, serta mengetahui status
perlindungannya. Pengambilan sampel kupu-kupu dilakukan mulai bulan Februari hingga Maret
2014 yang dilakukan di kawasan wisata air terjun Coban Rais. Pengambilan kupu-kupu
dilakukan dengan metode walking transect. Hasil penelitian menemukan 10 jenis familia
Pieridae yang diklasifikasikan menjadi 7 genus. Jenis yang ditemukan meliputi Catopsilia
pomona, Eurema simulatrix, Eurema blanda, Eurema tilaha, Cepora iudith, Appias pandione,
Delias belisama, Delias hyparete, Leptosia nina dan Hebomoia glaucipe. Tumbuhan yang
dihinggapi kupu-kupu meliputi Crhomolaena laevigata, Bambusa oldhamii, Acmella ulliginosa,
Moraceae, Crhysopogon aciculatus dan Cassia alata. Semua jenis kupu-kupu yang ditemukan
memiliki status yang tidak dilindungi.
televisi, tempat rekreasi, dan juga kebun pengukuran faktor abiotik meliputi suhu,
binatang buatan. Lokasi Air terjun Coban Rais kelembapan udara, dan intensitas cahaya.
dipilih sebagai lokasi penelitian untuk Pengukuran dilakukan pada setiap sektor,
mengetahui keberadaan jenis kupu-kupu masing-masing sektor dilakukan pengukuran
Pieridae yang ditemukan di kawasan Air 1 titik dan pengamatan faktor biotik berupa
terjun Coban Rais dan tumbuhan yang tumbuhan yang dihinggapi oleh kupu-kupu
dihinggapi oleh kupu-kupu Pieridae dewasa, Pieridae dewasa. Spesimen kupu-kupu
serta untuk mengetahui status perlindungan Pieridae diidentifikasi berdasarkan buku
kupu-kupu Pieridae yang ditemukan. Practical Guide to the Butterflies of Bogor
Botanic Garden (Peggie dan Amir, 2006) dan
Metode Penelitian Fauna Serangga Gunung Ciremai (Peggie,
Jenis penelitian yang digunakan adalah dkk., 2011) dan untuk identifikasi tumbuhan
deskriptif eksploratif dengan metode swing adalah buku The Mountain Flora of Java
net. Populasi dalam penelitian adalah semua (Steenis, 1972).
kupu-kupu yang ada di kawasan wisata air
terjun Coban Rais Kota Batu. Sampel yang Hasil dan Pembahasan
diambil dalam penelitian ini adalah jenis Berdasarkan hasil dari pengamatan kupu-
kupu-kupu familia Pieridae yang tertangkap kupu pada saat pengambilan data, didapatkan
di jalur pengambilan data Penelitian 10 spesimen dari familia Pieridae yang
dilakukan di sekitar hutan tropis di kawasan ditemukan sepanjang jalur pengamatan di
wisata air terjun Coban Rais Kota Batu, wisata air terjun Coban Rais kota Batu.
dimulai pada bulan Maret hingga April 2014. sepuluh spesimen diidentifikasi berdasarkan
Lokasi pengambilan data sebanyak lima warna tubuh, ukuran sayap, dan bentuk antena.
sektor pengamatan, masing-masing sektor Pengamatan pola warna pada sayap didasarkan
berjarak 500 meter. Perjalanan dimulai dari pada bentuk venasi sayap yang merujuk pada
area Ground Camp atau bumi perkemahan buku Practical Guide to the Butterflies of
sampai mendekati area air terjun Coban Rais. Bogor Botanic Garden (Peggie dan Amir,
Lebar sisi kanan dan kiri pada jalur 2006) dan Fauna Serangga Gunung Ciremai
pengamatan adalah 5 meter (dengan jarak (Peggie, dkk., 2011). Hasil identifikasi 10
jangkauan masing-masing sisi 2,5 meter). spesimen diklasifikasikan hingga tingkat jenis,
Penangkapan kupu-kupu dilakukan pada meliputi Catopsilia pomona, Eurema
pukul 08.00-12.00 WIB. Pengambilan sampel simulatrix, Eurema blanda,Eurema tilaha,
pada waktu tersebut berdasarkan waktu aktif Appias pandione, Cepora iudith, Delias
terbang kupu-kupu (Anwar dkk., 2012). belisama, Delias hyparete, Leptosia nina dan
Penangkapan dilakukan dengan menggunakan Hebomoia glaucipe. Jenis tersebut
jaring serangga. Kupu-kupu yang tertangkap dikelompokkan dalam 7 genus yang berbeda.
dimasukkan kedalam kertas papilot untuk Masing-masing genus ditunjukkan pada
selanjutnya digunakan untuk pembuatan Gambar 1.
insektarium. Selain itu juga dilakukan
ditemui adanya kupu-kupu yang terbang pada mahkota bunga berbentuk tabung karena
saat pengambilan data. bunga berbentuk tabung mempunyai nektar
Faktor abiotik lain yang berpengaruh yang cukup banyak (Gombert, dkk., 2005).
terhadap jumlah jenis yang ditemukan yaitu Berdasarkan hasil pengamatan semua
intensitas cahaya dan ketinggian tempat. jenis kupu-kupu familia Pieridae yang
Intensitas cahaya berhubungan dengan tertangkap memiliki status perlindungan yang
adanya hujan, karena apabila kondisi cuaca tidak dilindungi sehingga untuk keberadaan
dalam keadaan hujan maka intensitas cahaya kupu-kupu familia Pieridae masih belum
akan menurun, intensitas cahaya akan dapat mengalami ancaman kepunahan atau
menarik kupu-kupu, karena kupu-kupu ancaman bagi habitat hidupnya, tetapi
membutuhkan cahaya untuk menjaga keberadaan kupu-kupu tetap harus dijaga,
keseimbangan suhu tubuhnya (Saroyo dan terutama habitat hidupnya yang merupakan
Koneril, 2012). Faktor abiotik berupa tumbuhan karena tumbuhan digunakan kupu-
ketinggian tempat juga dapat mempengaruhi kupu sebagai tempat inang bagi larvanya dan
variasi jenis dan keberadaan kupu-kupu yang tempat untuk mencari sumber makanan bagi
ditemukan, tetapi pada saat pengamatan tidak kupu-kupu dewasa.
dilakukan adanya pengukuran ketinggian
tempat. Simpulan
Faktor biotik yang mempengaruhi Kupu-kupu familia Pieridae yang
jumlah spesimen kupu-kupu pada saat ditemukan sebanyak 10 jenis meliputi
penelitian yaitu adanya tumbuhan. Catopsilia pomona, Eurema simulatrix,
Berdasarkan hasil pengamatan faktor biotik Eurema blanda,Eurema tilaha, Appias
diketahui hanya 6 jenis yang hinggap pada pandione, Cepora iudith, Delias belisama,
tumbuhan. Tumbuhan yang dihinggapi oleh Delias hyparete, Leptosia nina dan Hebomoia
kupu-kupu familia Pieridae merupakan glaucipe. Tidak semua kupu-kupu terlihat
tempat hinggap, meliputi Bambusa oldhamii hinggap pada tumbuhan, hanya 6 jenis yang
yang dihinggapi Eurema blanda, tumbuhan diketahui hinggap pada tumbuhan, tetapi
Chromolaena laevigata yang dihinggapi oleh untuk tumbuhan Acmella uliginosa (Sw.)
Eurema tilaha dan Cepora iudith, tumbuhan Cass.untuk mencari nektar bagi Eurema
Moraceae yang dihinggapi oleh Delias tilaha dan Eurema blanda, sedangkan
belisama,rumput-rumputan jenis Crysopogon tumbuhan lain hanya sebagai tempat hinggap
aciculatus sering dihinggapi jenis Leptosia bagi kupu-kupu dan kupu-kupu yang
nina dan tumbuhan perdu Cassia alata ditemukan memiliki status yang tidak
dihinggapi oleh Catopsilia pomona. terevaluasi berdasarkan IUCN dan belum
Tumbuhan yang bukan merupakan dilindungi berdasarkan CITES. Berdasarkan
tempat hinggap yaitu Acmella uliginosa (Sw.) simpulan tersebut disarankan untuk
Cass. yang merupakan foodplant bagi jenis mendapatkan hasil yang lebih maksimal perlu
Eurema blanda dan Eurema tilaha. dilakukan pengukuran faktor abiotik dalam
Tumbuhan Acmella uliginosa (Sw.) Cass penelitian berupa ketinggian tempat, karena
termasuk dalam familia Asteraceae, warna dapat digunakan sebagai acuan bahwa
bunga dari Asteraceae dapat menarik perbedaan ketinggian mempengaruhi jenis
perhatian bagi kupu-kupu karena bentuk, kupu-kupu yang ditemukan.
warna, dan aroma bunga dipergunakan
sebagai petunjuk adanya nektar bunga yang Daftar Rujukan
dipilih sebagai makanannya (Dendang, 2009). Anonim, 2013. Coban Rais Batu. (Online)
Selain itu tumbuhan Asteraceae memiliki (http://www.eastjava.com/ tourism/batu/
coban_rais.html). Diakses Pada Tanggal Steenis, C.G.G.J.V. 1972. The Mountain Flora
23 September 2013. of Java. Leiden: E.J. Brill & Co.
Anwar, Rizkawati, Pamula, Cindy dan Subahar, S.S. & Yuliana, A. 2010. Butterfly
Shalihah, 2012. Kupu- kupu di Kampus diversity as a data base for the
Universitas Padjajaran Jatinangor. Development plant of Butterfly Garden at
Bogor: Departemen Keilmuan Devisi Bosscha Observatory, Lembang, West
Entomologi. (Online). (http:// Java. Jurnal Biodiversitas. 11 (1): 24-28.
www.himbiounpad.wordpress.com). Trimurti, 2010. Jenis Kupu- kupu di Kebun
Diakses Pada Tanggal 23 September Bunga Kebun Raya UNMUL
2013. Samarinda.Jurnal Bioprospek Vol. 7,
Dendang, 2009. Keragaman Kupu-Kupu Di No. 1.
Resort Selabintana Taman Nasional
Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat.
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi
Alam. Vol. VI No. 1 : 25-36, 2009.
Gombert, L.L., Hamilton, H.L., & Coe, Mindi.
2005. Butterfly Gardening. Tenessee:
University of Tenessee Extension.
Peggie, D & Amir, M. 2006. Practical Guide
to the Butterflies of Bogor Botanic
Garden. Cibinong: Bidang Zoologi, Pusat
Penelitian Biologi, LIPI.
Peggie, D., Noerdjito, W.A., & Aswari, P.
2011. Fauna Serangga Gunung Ciremai.
Cibinong: Bidang Zoologi, Pusat
Penelitian Biologi, LIPI.
Rahayu, 2012. Keanekaragam Jenis Dan
Distribusi Kupu-Kupu (Lepidoptera;
Rhopalocera) di Beberapa Tipe Habitat
Di Hutan Kota Muhammad Sabki Kota
Jambi. Tesis tidak diterbitkan. Depok:
Universitas Indonesia.
Rahayu, S.E., Tuarita, H dan Sulisetijono.
2013. Biodiversitas Kupu-kupu Coban
Rondo dan Coban Rais Batu Sebagai
Data Dasar Usaha Konservasi. Laporan
Penelitian. Malang : LP2M.
Saroyo dan Koneril, 2012. Distribusi dan
Keanekaragaman Kupu-Kupu
(Lepidoptera) di Gunung Manado Tua,
Kawasan Taman Nasional Laut Bunaken,
Sulawesi Utara. Manado. Jurnal Bumi
Lestari,Volume 12 No. 2: 357 - 365.
Sihombing, 2002. Satwa Harapan I Pengantar
Teknologi Budidaya. Bogor: Pustaka
Wirausaha Muda.
Abstract
The aim study was to investigate the effectivity of P. foetida Linn. Extracted by diverse
organic solvent such as n-hexana, etil acetat and etanol. The component of n-hexana fraction
using Thin Layer Chromatography (TLC) identified ware alkaloid and terpenoid, the component
of etil acetat fraction identified was terpenoid and the component of etanol fraction identified
was phenol. The Gas Chromatography-Mass Spektrometry analysis showed, components
identification were : 13-Octadecenal, Neophytadiene, Isophytol, 9,12,15-Octadecatrienoic acid
and Phytol. The GC-MS analysis showed that isophytol and phytol were the major component
of the n-hexana fraction. Result suggest that extract of P. foetida Linn., leaves showed the
highest insecticidal effect on Ae. aegypti larvae instar IV. The extract of P. foetida Linn., leaves
was good candidate to be developed as sources of natural insecticide (Bioinsecticide).
warna hitam dalam fraksi etanol menunjukkan adanya fenol, ditampilkan dalam Gambar 3.
EA H Et
EA Et H
Komponen kimia dalam fraksi n-hexana puncak diantaranya kemudian dianalisis lebih
daun permot, selanjutnya dianalisis dengan lanjut untuk mengetahui struktur senyawanya.
menggunakan metode GC-MS. Data Lima puncak tertinggi diduga mengandung
kromatogram pada Gambar 5. diketahui 13-Octadecenal, Neopytadiene, Isophytol,
terdapat 28 senyawa (puncak) yang 9,12,15-octadecatri- noic acid dan Phytol.
terkandung dalam fraksi n-hexana. Lima
Intensitas
Abstrak
Tumbuhan paku memiliki karakteristik morfologi spora yang khas yang dapat digunakan
sebagai penanda takson. Morfologi spora terdiri atas ada tidaknya lampang, apertura, bentuk
spora, dan ornamentasi. Spora yang digunakan dalam uji karakteristik Morfologi termasuk
dalam Famili Adiantaceae dari marga Cheilantes yang terdiri dari Cheilantes farinosa,
Cheilantes mysurensis, Cheilantes tenuifolia, Cheilantes bullos dan marga Anthrophyum,
spesies Anthrophyum reticulatum. Tujuan penelitian adalah (1) mengetahui karakteristik
morfologi spora tumbuhan paku dalam Famili Adiantaceae, (2) mendeskripsikan perbedaan
karakter morfologi spora tumbuhan paku antara marga Cheilantes dan Anthrophyum. Metode
penelitian ini meliputi preparasi spora tumbuhan paku, pengamatan spora tumbuhan paku
menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM), dan pendeskripsian morfologi spora
tumbuhan paku mengacu pada literatur. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan
morfologi spora yang spesifik antara marga Cheilantes dengan Anthrophyum yaitu ada tidaknya
lampang pada spora sedangkan perbedaan morfologi spora antar spesies dalam marga Cheilantes
mencakup apertura, bentuk spora, dan ornamentasi.
resisten. Karakter morfologi polen dan spora Malangenensis Jurusan Biologi Fakultas
meliputi apertura, tingkat eksin, ornamentasi Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
eksin, ukuran, dan bentuk. (FMIPA) Universitas Negeri Malang
Sudut pandang yang berlainan dilihat dari Penelitian ini merupakan penelitian
distal, polar, dan equatorial spora memiliki kualitatif. Penelitian ini dilakukan dengan
bentuk yang berbeda. Hal ini terjadi karena mengamati dan mendeskripsikan morfologi
pada pandangan polar yang terlihat merupakan dan karakteristik spora tumbuhan Paku pada
bagian spora yang menghadap ke arah pusat Famili Adiantaceae meliputi ada tidaknya
tetrad, pada bagian distal yang terlihat lampang, apertura, bentuk spora, dan
merupakan sisi yang paling jauh dari tetrad, ornamentasi.
sedangkan pada pandangan equatorial dapat Pengamatan spora tumbuhan paku pada
dilihat dari samping yang menunjukkan ujung Famili Adiantaceae meliputi preparasi spora
polar dan distal secara bersamaan. tumbuhan paku, pengamatan spora tumbuhan
Adiantaceae merupakan tumbuhan paku paku menggunakan Scanning Electron
yang tumbuh pada daerah lembab hingga Microscope (SEM) Universitas Negeri
kering. Batang bawah pendek, merayap dan Malang. Spora tanaman paku Famili
memanjat. Pelindung sorusnya tidak ada atau Adiantaceae dari marga Cheilantes yang
merupakan pelekukan tepi daun yang terdiri dari Cheilantes farinosa, Cheilantes
termodifikasi menjadi indusium palsu. mysurensis, Cheilantes tenuifolia, Cheilantes
Sporanya hampir selalu tetrahedral. bullos dan marga Anthrophyum, spesies
Adiantaceae terdiri dari kurang lebih 62 Anthrophyum reticulatum didapatkan dari
marga. Beberapa sub-Famili dari Adiantaceae Laboratorium Herbarium Malangenensis
yang banyak ditemukan di beberapa daerah berupa herbarium kering.
Indonesia antara lain dari marga Cheilantes Analisis data yang digunakan
meliputi Cheilantes farinosa, Cheilantes menggunakan pendekatan Deskriptif Kualitatif
mysurensis, Cheilantes tenuifolia, Cheilantes dan mengacu pada literatur.
bullos dan marga Anthrophyum, spesies
Anthrophyum reticulatum. Penelitian ini Hasil dan Pembahasan
bertujuan untuk mengetahui ciri morfologi Hasil pengamatan deskripsi morfologi
spora tumbuhan paku dari beberapa spesies spora tumbuhan Paku pada Famili
Famili Adiantaceae. (Becking, 1982) Adiantaceae dari marga Cheilantes yang
terdiri dari Cheilantes farinosa, Cheilantes
Metode Penelitian mysurensis, Cheilantes tenuifolia, Cheilantes
Penelitian dilakukan mulai bulan Agustus bullos dan marga Anthrophyum, spesies
2014 hingga bulan Oktober 2014. Tempat Anthrophyum reticulatum menunjukkan hasil
penelitian dilakukan di Laboratorium Anatomi sebagai berikut:
Tumbuhan dan Laboratorium Herbarium
a. Cheilantes farinosa
Spora tumbuhan paku dari Cheilantes berkombinasi dengan porus yang disebut
farinosa berbentuk membulat non angular colporate. Colpus dengan margo, lembaran
sirkuler dengan diameter 51,64 m, dengan lumina semakin kecil ke arah tepi colpus dan
ornamentasi Reticulate berupa penonjolan menghilang di tepi memberi tectate margin.
yang membentuk pola jaring. Spora apertura Sexine bertahap menjadi lebih tipis kearah tepi
menunjukkan adanya colpus yang colpus. (Moore & Webb, 1978).
b. Cheilantes mysurensis
c. Cheilantes tenuifolia
Spora tumbuhan paku dari Cheilantes yang berkombinasi dengan porus yang disebut
tenuifolia berbentuk tetrahedral dengan colporate. Ornamentasi reticulate dan di
panjang 47.14 m dan lebar 33.14 m. dalamnya terdapat pilate. (Moore & Webb,
Apertura juga menunjukkan adanya colpus 1978)
d. Cheilantes bullosa
a b
Spora tumbuhan paku dari Cheilantes Apertura membentuk kerutan saja tanpa porus
bullosa berbentuk non-angular eliptic dengan (colpus). Ornamentasi Verrucate semitectote.
panjang 61.08 m dan lebar 39.03 m. (Moore & Webb, 1978).
e. Anthrophyum reticulatum
dalam marga Cheilantes yang mencakup Holttum R.E. 1968. Flora of Malaya: Volume
apertura, bentuk spora, dan ornamentasi. II Fern of Malaya. Singapura:
Daftar Rujukan Authority Government Printing Office
Becking, R.W. 1982. Pocket Flora of Singapore.
Redwood Forest. California: Island Moore, P.D. dan Webb, J.A. 1978. An
Press Illustrated Guide to Pollen Analysis.
Harris, W.F. 1955. A manual of the Spores of New York: Division of John Wiley &
New Zealand Pteridophyta. New Sons Inc.
Zealand. Department of Scientific and Nair, P.K.K. (1991). Pollen Morphologi, Plant
Industrial Research. Taxonomy and Evolution. 1 (1&2):78-
83.
Abstract
Generally, livestocks breeding could make both possitive and negative effects if done
without pay few attention on its genetic relationship. Therefore, livestocks genetic relationship
characterization, especially in bull is crucial to be observed so that we could manage the
appropriate breeding system. The purposes of this research are to describe the Aberdeen-Angus,
Bali, and Ongole bulls sperm membrane protein profile and observe its polymorphismic protein
to determine the compared bulls genetic relationship. Data analysis of the bulls sperm protein
membrane had been done by comparing the testicular spermatozoa protein with molecule mass
around 16 kDa, 33 kDa, 34-38 kDa, 64 kDa and 75 kDa, that are the results of sperm nuclear
DNA expression. Based on the result of electrophoresis SDS-PAGE, it have been known that
Aberdeen-angus bull has the expression of doppel protein (34-38 kDa) and PH-20
Hyaluronidase protein (75 kDa), besides Bali bull just has the expression of doppel protein. In
the other hand, Ongole bull has the expression of doppel protein and phospholipase A2 protein
(16 kDa). Genetic relationship estimation among Aberdeen-Angus, Bali and Ongole bulls
conducted by doing cluster analysis using MVSP 3.22 program to obtain a dendogram as the
result. Based on the dendogram, could be estimated that Bali bull has a close genetic
relationship with Aberdeen-angus bull, in the other hand, both of them estimated to have such as
a distant genetic relationship with Ongole bull.
Hasil elektroforesis crude protein Sapi Pada penelitian ini, estimasi hubungan
Aberdeen-Angus menunjukkan bahwa protein kekerabatan antara Sapi Aberdeen-Angus,
yang terbentuk pada separating gel sejumlah Sapi Bali dan Sapi Ongole dilakukan dengan
11 band protein dengan berat molekul membandingkan profil protein membran
diantaranya: 179,6 kDa; 82,4 kDa; 75 kDa; spesifik spermatozoa sapi sebagai protein
37,8 kDa; 15,01 kDa; 14,3 kDa; 13,6 kDa; pembanding. Protein spesifik spermatozoa
12,36 kDa; 11,29 kDa; 10,7 kDa dan 9,7 kDa. sapi yang diamati diantaranya: (1) protein
Hasil elektroforesis crude protein Sapi Bali doppel (34-38 kDa), (2) calcium-binding
terbentuk 9 band protein pada separating gel protein (64 kDa), (3) Phospholipase A2
dengan berat molekul 199,2 kDa; 82,2 kDa; protein (16 kDa), tyrosin phosphorylated
71,5 kDa; 37,2 kDa; 15,4 kDa; 14,7 kDa; 12,2 protein (33 kDa), serta (4) protein PH-20
kDa; 11,1 kDa dan 10,6 kDa. Sementara itu, hyaluronidase (75 kDa). Protein spesifik
Hasil elektroforesis SDS-PAGE pada crude membran spermatozoa merupakan hasil
protein Sapi Ongole menggambarkan sintesis protein yang terjadi selama tahapan
terbentuknya 11 band protein. Berdasarkan mitosis dan meiosis selama spermatogenesis,
hasil penghitungan berat molekul protein yang selanjutnya dipergunakan untuk
diketahui bahwa protein-protein tersebut pembentukan protein struktural, enzim, dan
memiliki berat molekul 198,4 kDa; 83,7 kDa; hormon. Sintesis protein pada spermatozoa
72,5 kDa; 37,0 kDa; 15,6 kDa; 14,9 kDa; 12,3 terhenti pada tahap akhir spermiogenesis.
kDa; 11,7 kDa; 11,2 kDa dan 10,6 kDa. Analisa profil protein penanda dapat dilihat
Berikut di bawah ini merupakan gambar hasil pada tabel 1.
elektroforesis SDS-PAGE.
Tabel 1: Tabel Analisa Profil Protein Spesific Spermatozoa antara Sapi Aberdeen-Angus,
Sapi Bali, dan Sapi Ongole Dalam Pendekatan Kekerabatan Sapi
Protein
No Jenis Sapi 16 kDa 33 kDa 34-38 kDa 64 kDa 75 kDa
(A2) (TPP) (Dop) (CBP) (PH-20)
1 Sapi Aberdeen-angus ~ ~ ~
2 Sapi Bali ~ ~ ~ ~
3 Sapi Ongole ~ ~ ~
Keterangan:
A2 : Protein perlekatan sel telur
TPP : Tyrosine Phosphorilated Protein
Dop : Protein Doppel
CBP : Calcium Binding Protein
PH-20 : Protein PH-20 Hyaluronidase
= Terdapat protein
~ = Tidak terdapat protein
Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa Selain itu, phospholipase A2 protein (16 kDa)
Protein Doppel terekspresi pada spermatozoa hanya terekspresi pada spermatozoa Sapi
ketiga sapi, yakni Sapi Aberdeen-Angus, Sapi Ongole. Berdasarkan keberadaan protein
Bali, dan Sapi Ongole. Protein PH-20 pembanding, dilakukan analisa kluster (cluster
Hyaluronidase (75 kDa) hanya terekspresi analysis) untuk mengestimasi kedekatan
pada spermatozoa Sapi Aberdeen-Angus. hubungan antara sapi yang dibandingkan
dengan memanfaatkan program MVSP 3.22 protein spesifik spermatozoa antara Sapi
yang akan menghasilkan dendogram (Gambar Aberdeen-Angus dan Sapi Bali memiliki 80%
2), dari gambaran dendogram dapat diketahui kemiripan. Sementara itu Sapi Bali dan Sapi
estimasi kedekatan hubungan antara Sapi Aberdeen-Angus dengan Sapi Ongole
Aberdeen-Angus, Sapi Bali, dan Sapi Ongole. memiliki indeks similiaritas 0,7 yang
Berdasarkan dendogram dapat diketahui menandakan kemiripan ekspresi protein antara
bahwa Sapi Bali diestimasikan memiliki ketiganya mencapai 70%, sehingga Sapi Bali
hubungan kekerabatan yang lebih dekat dan Aberden-angus diestimasikan memiliki
dengan Sapi Aberdeen-Angus, indeks hubungan kekerabatan yang jauh dengan Sapi
similiaritas antara kedua jenis sapi ini adalah Ongole.
0,8. Hal tersebut menggambarkan ekspresi
Rony Irawanto
Kebun Raya Purwodadi LIPI
Jl. Surabaya Malang Km 65 Pasuruan,
Email: rony001@lipi.go.id
Abstrak
Jenis tumbuhan Acanthus ilicifolius L. (jeruju) secara alami ditemukan pada daerah lahan
basah (wetland) di muara sungai, sebagai vegetasi mangrove sejati. Jeruju ditemukan sampai
ketinggian 500 m dpl. Kawasan mangrove berada di perairan estuari yang merupakan hilir
sungai dan muara dari berbagai limbah, baik limbah pertanian, domestik, perkotaan bahkan
industri. Limbah cair dapat mencemari lingkungan, mengganggu ekosistem perairan, gangguan
kesehatan pada manusia dan bahkan menyebabkan kematian terhadap makhluk hidup. Konsep
yang memusatkan peran tumbuhan sebagai teknologi alami untuk menyelesaikan permasalahan
lingkungan disebut Fitoteknologi. Jeruju yang dominan pada kawasan mangrove, merupakan
indikator kerusakan kawasan dan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu upaya perbanyakan
dan pertumbuhan A. ilicifolius untuk penelitian fitoteknologi perlu dilakukan. Penelitian secara
deskriptif dilakukan selama April 2014. Informasi yang diperoleh diharapkan dapat digunakan
sebagai dasar dalam penelitian dan konservasi jenis A. ilicifolius lebih lanjut. Perbanyakan A.
ilicifolius dilakukan secara vegetatif dengan stek batang, karena keterbatasan biji dan lebih cepat
dalam perbanyakannya. Stek batang jeruju yang optimal pertumbuhannya diambil pada batang
bagian tengah, dengan diameter 0,7-1,2 cm dan panjang 12-15 cm. Jeruju termasuk tumbuhan
perineal sehingga bibit dewasa berumur 6 bulan keatas, memiliki tinggi 35-65 cm dan jumlah
daun 6-12 helai. Pertumbuhan batang bertambah 1 cm/hari dengan panjang akar dua kalinya,
sebaliknya diameter akar setengah dari diameter batang. Minimal perubahan jumlah daun terjadi
dalam waktu 5 hari dan pengukuran biomassa diketahui 81,84 % berupa kandungan air.
A: B: 5T C: 3T D:
3T 5T
Tabel 1: Suhu udara (rata-rata) di rumah kaca selama Desember 2013 s/d Maret 2014
Pukul 05.00 06.00 07.00 08.00 09.00 10.00 11.00
Suhu 27,60 27,40 28,00 30,12 32,67 34,92 37,74
Kelembaban 82,00 84,00 87,00 78,5 73,27 70,19 60,24
Suhu yang terlampau tinggi akan digunakan jumlah mulai dari tiga tumbuhan
menyebabkan kerugian terhadap pertumbuhan dalam satu tempat untuk mengetahui efek
tumbuhan. Suhu yang tinggi dapat tumbuhan dari tanah tercemar (Ogbo dkk.,
menghambat kinerja enzim, terganggunya 2009).
proses pengangkutan dan penyebaran assimilat Pengamatan secara morfologi tumbuhan
(hasil fotosintesis) dari sumber fotosintesis ke berupa tinggi tumbuhan dan jumlah daun,
bagian tumbuhan yang menggunakan atau serta ada atau tidaknya tunas daun baru.
menyimpan makanan, dan tumbuhan menjadi Pengukuran tinggi tumbuhan dilakukan
layu akibat suhu yang tinggi karena tingginya dengan mengukur di atas permukaan tanah
evapotransipirasi. (pada level air) sampai ujung daun paling
tinggi. Hasil pengamatan dapat dilihat pada
Tahap Pertumbuhan Tabel 2. Dapat dilihat bahwa tinggi awal
Tahap pertumbuhan merupakan tahap berkisar 22-49 cm, sedangkan pada akhir 22-
akhir dalam penelitian ini. Bibit Acanthus 69 cm. Dengan diameter batang antara 0,57-
ilicifolius yang memenuhi kriteria diamati 0,8 cm, panjang akar 45-95 cm, dan diameter
dalam bak tanam, masing masing ditanam akar berkisar 0,2-0,5 cm. Sehingga secara
sejumlah tiga dan lima individu. Pemilihan umum tumbuhan berumur 6 bulan keatas,
jumlah tiga dan lima tumbuhan berdasarkan memiliki tinggi 35-65 cm dan mengalami
pada metode phytotoxicity yaitu metode pertumbuhan batang 1 cm/hari dengan panjang
OECD 208 dengan minimum jumlah akar dua kalinya, sebaliknya diameter akar
tumbuhan lima (Baumgarten dan Heide, 2004) setengah dari diameter batang.
dan untuk meremediasi tanah tercemar
2005-2009, Kebun Raya Bogor LIPI. Xie, LS., Y.K. Liao, Q.F. Huang, dan M.C.
Bogor. Huang. 2005. Pharmacognostic Studies
Sitompul, S.M. dan B. Guritno. 1995. Analisis on Mangrove Acanthus ilicifolius.
Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada Zhongguo Zhong Yao Za Zhi, 30. Hal
University Press. Yokyakarta. 1501-1503.
Valkenberg, J.L.C.H.V., dan Yudhoyono, A. dan D.G. Sukarya. 2013. 3500
Bunyapraphatsara. 2002. Plant Resources Plant Species of The Botanic Gardens of
of South-East Asia No. 20 (2): Medical Indonesia. PT. Sukarya dan
and Poisoning Plant 2. PROSEA Sukarya Pendetama. Jakarta.
Foundation. Bogor.
Abstrak
Jenis tumbuhan Coix lacryma-jobi (jali) secara alami berada pada daerah lahan basah
(wetland) di tepian sungai. Jali ditemukan sampai ketinggian 2000 m dpl, pada daerah hilir. Jali
termasuk dalam suku Poaceae, dan merupakan salah satu koleksi Kebun Raya Purwodadi (KRP).
KRP merupakan lembaga konservasi tumbuhan ex-situ yang bertujuan melakukan kegiatan
konservasi, penelitian, pendidikan, wisata, dan jasa lingkungan. Jenis C. lacryma-jobi
merupakan tumbuhan sensitif terhadap perubahan habitat dan direkomendasikan sebagai
pengolah limbah dalam fitoteknologi lingkungan. Fitoteknologi merupakan konsep yang
memusatkan peran tumbuhan sebagai teknologi alami untuk menyelesaikan permasalahan
lingkungan. Pencemaran sungai oleh limbah cair, baik limbah pertanian, domestik, perkotaan
bahkan industri, dapat mengganggu ekosistem perairan, gangguan kesehatan pada manusia dan
menyebabkan kematian terhadap makhluk hidup. Sedangkan lingkungan perairan seperti sungai
dengan daerah ripariannya merupakan habitat C. lacryma-jobi seringkali terkena dampak
pencemar limbah. Oleh karena itu penelitian koleksi dan sebaran C. lacryma-jobi perlu
dilakukan. Penelitian secara eksploratif deskriptif dilakukan selama Febuari 2014. Informasi
yang diperoleh diharapkan dapat digunakan sebagai dasar dalam penelitian dan konservasi jenis
C. lacryma-jobi lebih lanjut. Koleksi C. lacryma-jobi di KRP berada pada vak II.A.I.16, namun
sebaran jali secara alami juga ditemukan pada saluran air (drainase) terutama pada lingkungan II
dan IV di KRP.
11.748 spesimen, 1.925 jenis, 928 marga dan menyelesaikan permasalahan lingkungan.
175 suku (Lestarini dkk., 2012). Salah satu Pencemaran sungai oleh limbah cair, baik
koleksi Kebun Raya Purwodadi yang menarik limbah pertanian, domestik, perkotaan bahkan
adalah koleksi tanaman air/aquatic industri, dapat mengganggu ekosistem
plants/tumbuhan akuatik. perairan, kesehatan pada manusia dan
Tumbuhan akuatik saat ini sangat menyebabkan kematian terhadap makhluk
digemari masyarakat sebagai tanaman hias hidup. Lingkungan perairan seperti sungai
taman, karena keindahan bentuk dan warna, dengan daerah riparian sebagai habitat Coix
baik pada daun maupun bunga (Hidayat, dkk., lacryma-jobi seringkali terkena dampak
2004). Tumbuhan akuatik selain sebagai pencemar limbah. Oleh karena itu penelitian
ornamental, juga berfungsi ekologi dalam koleksi dan sebaran C. lacryma-jobi perlu
menciptakan keseimbangan ekosistem yang dilakukan. Informasi yang dihasilkan
baik, sumber makanan organik, media bertelur diharapkan dapat menambah khasanah ilmu
dan tempat berlindung anakan ikan ataupun pengetahuan dan menjadi dasar penelitian
binatang air lainnya. Peran lain dalam selanjutnya.
ekosistem perairan adalah sebagai indikator
kualitas air, akumulator dalam Metode Penelitian
menyaring/menyerap kotoran dalam air yang Penelitian secara eksploratif deskriptif
dipergunakan sebagai pertumbuhannya. dilakukan di Kebun Raya Purwodadi - LIPI
Tumbuhan akuatik dapat berfungsi sebagai selama Febuari 2014. Studi pustaka dilakukan
pengolah air limbah, bahkan dalam tantanan terkait deskripsi dan potensinya. Koleksi dan
taman yang estetika (Kusumawardani dan sebarannya Coix lacryma-jobi di Kebun Raya
Irawanto, 2013). Purwodadi dilakukan berdasarkan data
Irawanto (2009) menyebutkan bahwa registrasi dan hasil pengamatan langsung di
tercatat 34 jenis tumbuhan akuatik yang lapangan (kebun). Alat dan bahan yang
ditemukan di Kebun Raya Purwodadi. Potensi digunakan berupa alat tulis, peta kebun, GPS
tumbuhan akuatik ini umumnya sebagai dan komputer. Data yang diperoleh kemudian
tanaman hias, selain sebagai sumber pangan, ditampilkan dalam bentuk tabel maupun
obat dan kerajinan. Jenis Coix lacryma-jobi gambar, terutama habitus koleksi dan
masih kurang digali potensinya dan sebarannya di Kebun Raya Purwodadi. Peta
berpeluang terpilih dalam fitoteknologi jika Kebun Raya Purwodadi dapat dilihat pada
ditinjau dari kriteria jenis setempat, banyak Gambar 1.
ditemukan di alam dan melihat kondisi Jali merupakan tanaman serealia yang
lingkungannya (Irawanto, 2014). dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan
Coix lacryma-jobi (jali) secara alami (Nurmala, 1998). Jali tidak dipertimbangkan
berada pada daerah lahan basah (wetland) di sebagai tanaman utama sereal berbiji, dan
tepian sungai. Jali ditemukan sampai sering dilewati, bahkan diabaikan diantara
ketinggian 2000 m dpl, pada daerah hilir. Jali padi-padian, seperti dalam publikasi FAO
termasuk dalam suku Poaceae, dan merupakan disebut bahwa jali adalah kurang penting.
salah satu koleksi Kebun Raya Purwodadi. Namun jali adalah bijian bernutrisi, yang
Coix lacryma-jobi merupakan tumbuhan mengandung protein, lemak, kalsium dan
sensitif terhadap perubahan habitat dan vitamin B1 lebih tinggi dibandingkan tanaman
direkomendasikan sebagai pengolah limbah serealia lainnya. Jali juga difermentasi untuk
dalam fitoteknologi lingkungan. Fitoteknologi membuat bir, makanan ringan dan minum teh
merupakan konsep yang memusatkan peran (Burnette, 2012). Dahulu jali dimanfaatkan
tumbuhan sebagai teknologi alami untuk sebagai sumber energi dan cadangan makanan
untuk mengatasi kelangkaan pangan bagi dan kuda. Hampir disemua tempat dimana jali
penduduk di negara-negara miskin (Grubben tumbuh, jenis liar dengan buah berkulit keras
dan Partohardjono, 1996). digunakan sebagai hiasan dekoratif
Daun jali digunakan sebagai pakan / (Yudhoyono dan Sukarya, 2013). Jali
makanan ternak. Biji dan tepungnya untuk dimanfaatkan untuk bahan baku membuat
makanan unggas. Di luar Asia, jali terutama kalung, gelang, tasbih dan tirai yang sangat
ditanam sebagai pakan ternak untuk lembu memikat dan menarik (Sholikhah, dkk. 2010).
mengandung buliran yang duduk, buliran biasanya berwarna abu-abu, kuning-merah tua
dengan 1 floret, tandan jantan dengan kira-kira atau keunguan, masih muda hijau kekuningan
10 buliran yang menyirap dan muncul setelah tua ungu keputih-putihan. Buah
berpasangan atau tiga-tiga, satu mempunyai berbentuk air mata 8 mm sebesar 1,1 cm,
gantilan lainnya duduk; buliran melanset halus, mengkilap, seperti manik (5-15 mm x
sampai menjorong, mengandung 1-2 floret 6-10 mm) biasanya menjadi keras dan berubah
jantan. Biji terkelompok dalam daun hitam saat matang. Buah berwarna putih, abu-
mengarpu pada tangkai batang sepanjang 3-6 abu kebiruan, coklat keabu-abuan, kuning,
cm, dan berisi bagian jantan dan betina yang oranye, kemerahan atau kehitaman. Buah
terpisah. Bunga betina berbentuk bulat atau lunak atau keras, berisi jali. Jali berwarna
bulat telur, kehijauan, dengan lubang kecil di merah tua untuk yang berkulit keras, atau
bagian atas, dengan dua stigma. Bunga jantan merah muda untuk yang berkulit lunak. Sistem
dalam kelompok kecil memanjang (1,5-5 cm), perakaran serabut, putih kecoklatan (Koh,
yang muncul dari pembukaan yang sama. dkk., 2009; Mansfelds, 2001; Dalimartha,
Setiap bunga jantan panjang 6-10 mm dan 2008; Backer dan Bakhaizen, 1963; Grubben
memiliki tiga benang sari, kuning. Bunga dan Partohardjono, 1996; Anonim, 1995).
majemuk, bentuk bulir, kelopak bersegi tiga, Habitas koleksi tumbuhan Coix lacryma-jobi
hijau kekuningan, benang sari coklat, pangkal dan gambar botani dapat dilihat pada Gambar
putik putih, ujung putih kecoklatan, hijau. 3.
Buah bervariasi dalam ukuran, bentuk,
warna dan kekerasannya, diameter 1 cm,
Asal usul jali tidak diketahui dengan bijian minor, terutama di India, China,
pasti, tetapi asli Asia tropis, diduga dari Asia Filipina, Thailand, Malaysia dan daerah
bagian selatan dan bagian timur. Buah yang Mediterranea. Jenis liar dengan buah yang
berkulit lunak (var. ma-yuen) telah berkulit keras kadang-kadang juga
dibudidayakan sejak zaman purba, 3000-4000 dibudidayakan. Jali telah lama dibudidaya-
tahun yang lalu di India, 2000 tahun yang lalu kan, sehingga tersebar luas dan ternaturali-sasi
di China dan merupakan tanaman penting di seluruh daerah tropis dan sub-tropis di
sebelum jagung dan beras tersebar secara luas dunia (Koh, dkk., 2009; Backer dan
sebagai makanan pokok. Saat ini Bakhaizen, 1963; Grubben dan Partohardjono,
dibudidayakan sebagai tanaman pertanian biji- 1996).
Jali merupakan tumbuhan berhari pendek Surabaya Malang pada Km 65. Kebun Raya
dan membutuhkan suhu tinggi, curah hujan Purwodadi memiliki areal seluas 845.148 m2
yang melimpah, tanah yang cukup subur, dan yang terbagi menjadi 25 vak dan dua wilayah
lebih menyukai sinar matahari harian yang kebun dengan jalan utama sebagai batas
pendek. Di daerah tropis jenis ini dapat pembagi, masing-masing wilayah dibagi
tumbuh dari permukaan laut sampai pada menjadi tiga lingkungan (Sugiarto, 2001).
ketinggian 2000 m dpl. Jali dapat tumbuh di Sesuai perkembangan, area Kebun Raya
dataran tinggi maupun dataran rendah Purwodadi yang terbagi dalam dua wilayah
(Nurmala, 1998), dan toleran terhadap suhu dan enam lingkungan, dari 25 vak menjadi
dingin, tanah asam ataupun basa (Rahmawati, 183 vak. Dalam satu vak bisa terdiri dari
2003). Jali beradaptasi pada daerah tropis beberapa suku, namun satu suku juga bisa
kering dengan suhu sekitar 25-35oC Jali menempati beberapa vak. Hal ini tergantung
beradaptasi pada daerah tropis kering dengan dari jumlah spesimen / individu dalam satu
suhu sekitar 25-35oC (Grubben dan suku tersebut. Pengaturan penanaman dalam
Partohardjono, 1996). Penyebaran di Jawa, 1- vak didasarkan atas kekerabatan suku
1000 m dpl. Seringkali juga ditemukan (Laksono, 2008).
tumbuh meliar di daerah-daerah payau, rawa, Koleksi tumbuhan Coix lacryma-jobi
sepanjang sungai, daerah lahan basah dan berada pada Vak II.A.I. 16. Namun jenis ini
saluran air pinggir jalan. Di Afrika sering juga dijumpai pada lahan bekas kolam di
dijumpai pada daerah pedesaan dan tegalan belakang pembibitan timur, lingkungan II dan
yang ditinggalkan (Grubben dan sepanjang saluran / drainase di sekitar koleksi
Partohardjono, 1996; Anonim, 1995). bambu, lingkungan IV yang tumbuh secara
liar, serta pada lokasi ditepi sungai welang
Koleksi dan Sebaran di Kebun Raya yang membatasi kebun dengan TWA Baung.
Purwodadi Sebaran jali yang ditemukan di dalam Kebun
Kebun Raya Purwodadi terletak di kaki Raya Purwodadi, dapat dilihat pada Gambar 4.
Gunung Baung, dengan titik koordinat Oleh karena jenis ini masih dijumpai secara
7o4754,9588 dan 112o4418,2782. Secara liar di sungai, besar kemungkinan di
administratif lokasinya berada di Desa sepanjang sungai maupun di saluran air pada
Purwodadi, Kec. Purwodadi, Kab. Pasuruan, wilayah Purwodadi dan sekitarnya masih
dan berada di tepi jalan utama penghubung dapat ditemukan.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar aktivitas antioksidan ekstrak
etanol umbi gendola (Basella rubra Linn). Penelitian ini dilakukan pada Bulan Maret 2014 di
Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Universitas Negeri Malang dengan rancangan deskripsi
observasional. Ekstraksi umbi gendola didapatkan dari Materia Medica Batu dengan
menggunakan alkohol 70%, selanjutya ekstrak tersebut dilakukan pengukuran aktivitas
antioksidan secara spektrofotometri menggunakan radikal bebas 1,1-difenil-2-pikril hidrazil
hidrat (DPPH). Aktivitas antioksidan ditentukan berdasarkan persentase peredaman radikal
bebas DPPH oleh senyawa antioksidan. Peluruhan warna dari ungu ke kuning terjadi karena
adanya peredaman, yang diukur dengan menggunanakan spektro UV-vis pada panjang
gelombang 517 nm. Hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak etanol umbi gendola menunjukkan
nilai IC50 = 503,44 ppm (>150 ppm) termasuk antioksidan lemah.
Kata kunci: aktivitas antioksidan, ekstrak etanol umbi binahong, uji DPPH
obat kimia. Gendola (Basella rubra Linn) lingkungan, asap rokok, dan sinar ultraviolet
adalah tanaman obat potensial yang dapat (UV-vis), sehingga dengan bertambahnya usia
mengatasi berbagai penyakit. Di berbagai juga semakin meningkatnya pembentukan
negara, tanaman ini sudah banyak radikal bebas di dalam tubuh manusia. Secara
dimanfaatkan dan digunakan untuk berbagai endogenus, hal ini berkaitan dengan laju
jenis pengobatan. Gendola mempunyai metabolisme seiring dengan bertambahnya
kandungan kimia karotenoid, saponin, pigmen usia. Bertambahnya glikolisis juga akan
antosianin, flavonoid dan polifenol (Materia menyebabkan oksidasi glukosa pada siklus
medika, dalam Lukiati (2014). Bagian dari asam sitrat sehingga radikal bebas akan
tanaman gendola hampir semuanya dapat terbentuk lebih banyak. Secara eksogenus
dimanfaatkan mulai dari batang, akar, bunga, kemungkinan tubuh seseorang juga akan
dan daun, tetapi yang paling sering terpapar polutan lebih banyak atau tinggi,
dimanfaatkan untuk kesehatan atau sebagai seiring dengan bertambahnya usia, kedua
obat herbal adalah bagian daun untuk faktor tersebut secara sinergis meningkatkan
menangkal radikal bebas. radikal bebas dalam tubuh (Winarsi, 2007).
Radikal bebas adalah suatu senyawa yang Antioksidan didefinisikan sebagai
mempunyai reaktivitas tinggi terhadap senyawa yang mampu menunda,
molekul sebagai target utama radikal bebas memperlambat atau menghambat reaksi
yaitu protein, asam lemak tak jenuh dan oksidasi. Antioksidan memegang peranan
lipoprotein, serta unsur Deoxyribonucleid penting terhadap pengaruh buruk radikal
Acid (DNA) termasuk karbohidrat. Dari ketiga bebas. Antioksidan dapat melindungi tubuh
molekul tersebut yang paling rentan terhadap dari serangan radikal bebas. Senyawa
radikal bebas adalah asam lemak tak jenuh antioksidan berfungsi untuk menstabilkan
(Winarsi, 2007). Berbagai kemungkinan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan
dapat terjadi sebagai akibat kerja radikal elektron dari radikal bebas sehingga
bebas, seperti kerusakan struktur sel, menghambat terjadinya reaksi berantai karena
gangguan fungsi sel, molekul termodifikasi senyawa radikal menjadi tidak bersifat reaktif
yang tidak dapat dikenali oleh sistem imun . Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian
dan bahkan mutasi. Semua bentuk kerusakan tentang potensi antioksidan dari umbi
itu dapat meyebabkan munculnya berbagai binahong. Penelitian ini bertujuan untuk
macam penyakit. Radikal bebas yang mengetahui seberapa besar aktifitas
diproduksi oleh sel di dalam tubuh normal, antioksidan umbi gendola jika dibandingkan
akan dinetralisir oleh antioksidan yang ada di dengan vitamin C.
dalam tubuh, sehingga kalau jumlah radikal
bebas yang dihasilkan jauh lebih banyak maka Metode Penelitian
kemampuan antioksidan endogen tidak Penelitian ini dilakukan pada bulan Bulan
memadai untuk menetralisir radikal bebas Maret 2014 di Laboratorium Fisiologi
akibatnya tidak terjadi keseimbangan di dalam Tumbuhan Jurusan Biologi Universitas Negeri
tubuh antara radikal bebas dan antioksidan, Malang. Rancangan penelitian adalah
ketidakseimbangan ini akan memunculkan deskriptif observasional. Bahan penelitian
berbagai penyakit degeneratif, sehingga berupa ekstrak etanol umbi gendola yang
diperlukan antioksidan dari luar (eksogen). diperoleh dari Balai Materia Medika (BMM)
Tanpa disadari tubuh manusia terus kota Batu, definil pikril hidrasil hidrat (DPPH)
menerus memproduksi radikal bebas akibat ex Sigma, etanol absolut, asam sulfanilat,
peradangan, kekurangan gizi, dan respons NaNO3, dan H2SO4 ex Merk. Penentuan
akibat pengaruh dari luar tubuh seperti polusi aktivitas antioksidan ekstrak etanol gendola
Gambar 3. Perubahan warna larutan pada reaksi radikal DPPH dengan antioksidan
(Witt, et al., 2010)
DPPH merupakan radikal bebas yang digunakan secara luas untuk menguji
dapat bereaksi dengan senyawa yang dapat kemampuan beberapa molekul sebagai
mendonorkan atom hidrogen, dapat berguna penangkap radikal bebas. Intensitas warna
untuk pengujian aktivitas antioksidan DPPH akan berubah dari ungu menjadi kuning
komponen tertentu dalam suatu ekstrak. oleh elektron yang berasal dari senyawa
Karena adanya elektron yang tidak antioksidan. Konsentrasi DPPH pada akhir
berpasangan, DPPH memberikan serapan kuat reaksi tergantung pada konsentrasi awal dan
pada 517 nm. Ketika elektronnya menjadi struktur komponen senyawa penangkap
berpasangan oleh keberadaan penangkap radikal.
radikal bebas, maka absorbansinya menurun Hasil uji aktivitas antioksidan dengan
secara stokiometri sesuai jumlah elektron yang DPPH menunjukkan bahwa ekstrak etanol
diambil. Keberadaan senyawa antioksidan umbi gendola mempunyai aktivitas sebagai
dapat mengubah warna larutan DPPH dari antioksidan lebih rendah dari pada vitamin C.
ungu menjadi kuning (Dehpour, et al., 2009). Berdasar nilai IC50 ekstrak etanol umbi
Perubahan absorbansi akibat reaksi ini telah gendola menunjukkan bahwa umbi gendola
mempunyai aktivitas antioksidan yang lemah antioksidan dengan cara mendonasikan atom
karena nilai IC50 lebih dari dari 150 ppm. hidrogennya atau melalui kemampuannya
Menurut Armala (2009) tingkat kekuatan mengkelat logam, berada dalam bentuk
antioksidan senyawa uji menggunakan metode glukosida (mengandung rantai samping
DPPH dapat digolongkan menurut nilai IC50, < glukosa) atau dalam bentuk bebas yang
50 g/mL termasuk sangat kuat, 50-100 disebut aglikon (Cuppett et al.,1954).
g/mL kuat, 101-150 g/mL sedang, dan > Aktivitas antioksidan umbi gendola
150 g/mL termasuk antioksidan yang lemah. dipengaruhi oleh jumlah komponen bioaktif
Berbagai jenis senyawa yang terkandung terutama flavonoid dan senyawa fenolik yang
dalam umbi gendola diantaranya flavonoid. terkandung di dalam ekstrak umbi gendola.
Flavonoid sebagai salah satu kelompok Struktur dasar senyawa golongan flavonoid
antioksidan alami yang terdapat pada sereal, dapat dilihat pada Gambar 2.
sayur-sayuran dan buah, telah banyak
dipublikasikan. Flavonoid berperan sebagai
Health Effect and Applications, AOCS Winarsi, Heri. 2007. Antioksidan Alami dan
Press, Champaign, Illinois: 12-24 Radikal Bebas: Potensi dan Aplikasinya
Erdman Jr, John W, Douglas Balentine, dalam Kesehatan. Kanisius.Yogyakarta.
Lenore Arab, Gary Beecher, Johanna T. Witt, S., Lalk, M., Hager, C., dan Voigt, B.,
Dwyer, John Folts, James Harnly, Peter 2010, DPPH-Test: Determination of
Hollman, Carl L. Keen, G. Mazza, Scavenger Properties, http : / / www.
Mark Messina, Augustin Scalbert, baltic - analytics. de/ index.
Joseph Vita, Gary, Williamson, php?id=7&L=1.
and Jerrilynn Burrowes. Flavonoids and Yuhernita dan Juniarti. 2011. Analisis
Heart Health: Proceedings of the ILSI Senyawa Metabolit Sekunder Dari
North America Flavonoids Workshop, Ekstrak Metanol Daun Surian Yang
May 31June 1, 2005, Washington, DC. Berpotensi Sebagai Antioksidan.
Dehpour, A.A., Ebrahimzadeh, M.A., Fazel, MAKARA, SAINS, VOL. 15, NO. 1,
N.S., dan Mohammad, N.S. 2009. APRIL 2011: 48-52.
Antioxidant Activity of Methanol
Extract of Ferula Assafoetida and Its
Essential Oil Composition. Grasas
Aceites. 60(4). 405-412.
Katrin, Berna Elya, Ali Mohammad Sodiq.
Aktivitas Antioksidan Dan Fraksi Daun
Cincau Hijau Rambat Cyclea barbata
Miers serta Identifikasi Senyawa dari
Fraksi yang Paling Aktif. Jurnal Bahan
Alam. Vol 8. No.2 Mei 2012.
Kandaswami, C and Middleton, E. 1997.
Flavonoids as antioxidant, In F. Shahidi
(Ed). Natural Antioxidant Chemistry,
Health Effects and Applications.
Champaign Illions : AOCS Press.
Marliana, Eva. 2012. Aktivitas Antioksidan
Ekstrak Etanol Daun Andong
(Cordyline fruticosa [L] A. Cheval).
Mulawarman Scientific. Volume 11,
Nomor 1, April 2012.
Nihlati A., I.,Abdul Rohman dan Triana
Hertiani. Tanpa tahun. Daya
Antioksidan Ekstrak Etanol Rimpang
Temu Kunci (Boesenbergia Pandurata
(Roxb.) Schlecth) dengan Metode
Penangkapan Radikal DPPH (1,1-
difenil-2-pikrilhidrazil). Fakultas
Farmasi Universitas Gadjah Mad.
Yogyakarta.
Sitoresmi Prabaningtyas
Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Malang
Abstrak
Mikroalga merupakan salah satu sumber daya hayati di Indonesia yang mempunyai
keanekaragaman sangat tinggi.Masih sedikit species mikroalga di Indonesia yang dimanfaatkan.
Penelitian yang akan dilaksanakan ini bertujuan untuk mendapatkanisolasat mikroalga; sehingga
mikroalga yang terisolasi dapat dibudidayakan dalam skala laboratorium;dan selanjutnya dapat
di uji potensialnya serta dapat di manfaatkan untuk kebutuhan manusia. Penelitian yang telah
dilaksanakan di laboratorium Mikrobiologi, jurusan Biologi FMIPA UM adalah isolasi
mikroalga dari berbagai sumber yang terdapat di Jawa Timur yaitu, rawa Senggreng, waduk
Selorejo dan waduk Lahor di kabupaten Malang; ranu Grati dan muara sungai Gembong di
Pasuruan; tambak tambak ikan di Gresik dan kolam kolam di kota Malang. Penelitian
dilakukan pada bulan Juli sampai Agustus 2014, diawali denganmengisolasi semua isolat
mikroalga yang belum murni dengan menggunakan 3 metode isolasi ( metode sreak plate,
metode tuang dan metode pengenceran berseri) Jumlah isolat yang didapat di catat sebagai data.
Penelitian ini menghasilkan 9 isolat murni dan 17 isolat yang masih belum murni. Kesimpulan
dari penelitian yang telah dilaksanakan bahwa didapatkan 13 genus mikroalga yang terisolasi
yaitu : Chloroccocum, Closterium, Pediastrum, Oedogonium, Chlorella, Scenedesmus,Ulotrich,
Clamydomonas, Euglena, Navicula, Oscillatoria, Anabaena dan Spirulina.
Gambar 1.Hasil pengamatan mikroalga dengan mikroskop yang di ambil dari salah satu
cawan dengan metode streak plate
ab
Gambar 3. Pengamatan dengan mikroskop hasil isolasi dengan metode pengenceranberseri dengan
tingkat pengenceran 10 -1 (a) dan tingkapengenceran 10 -2 (b)
Tuang Spyrogira
ab
Gambar4. (a) mikroalga yang dituang di medium padat, (b) mikroalga dari cawan pada
gambar a, di amati dengan mikroskop, tampak mikroalga berwarna coklat.
kultur
Isolat
(a) (b)
Gambar 5.Isolat dan Kultur Mikroalga. Keterangan: (a) Isolat mikroalga,
(b)kultur mikroalga di erlemeyer
Slamet Santosa
Laboratorium Lingkungan dan Kelautan, Jurusan Biologi, Fmipa, Universitas Hasanuddin
Jl. Sunu, Komplek Unhas Baraya blok KX.8, Makassar 90214
Email: slametsantosa62@gmail.com
Abstrak
Endapan lumpur Sidoarjo terbentuk dari lumpur yang keluar dari bekas pengeboran minyak
PT. Lapindo Brantas. Endapan lumpur Sidoarjo mengandung unsur hara, liat yangtinggi dan
beberapa populasi mikroba. Sekam padi, kompos dan pupuk kandang sapi diketahui dapat
meningkatkan hara, memperbaiki porositas dan menambah keragaman mikroba. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh sekam padi, kompos dan pupuk kandang sapi terhadap
beberapa sifat kimia, fisika dan biologi endapan lumpur Sidoarjo. Endapan lumpur diambil di
desa Siring, kecamatan Porong, kabupaten Sidoarjo, lalu dikeringkan, dihancurkan (tumbuk)
dan disaring dengan saringan ukuran 2 mm. Endapan lumpur halus dicampur sekam padi,
kompos dan pupuk kandang sapi, dan diinkubasikan selama 5 minggu. Selanjutnya campuran
tersebut dianalisis kandungan bahan organic; C organic; N, P dan K; bobot isi dan jenis;
porositas; agregat dan total mikroba. Hasil analisis kimiamenunjukkan bahwa penambahan
sekam padi, kompos dan pupuk kandang sapi pada endapan lumpur menyebabkankandungan
bahan organik meningkat dari 1,63% menjadi antara 2,67-15,87%; C organic meningkat dari
0,94% menjadi 1,54-9,53%; N total meningkat dari 0,12% menjadi 0,17-0,46%;P Bray
1meningkat dari 4,86 mgkg-1menjadi 32,50-98,18 mgkg-1,; K meningkat dari 0,09 me/100g
menjadi 1,02-2,39 me/100g. Hasil analisis fisik menunjukkan penurunanbobot isi dari 1,07
gcm-3menjadi antara 0,34-1,03 gcm-3; penurunan bobot jenis dari 2,49gcm-3 menjadi 0,77-2,43
gcm-3; peningkatan porositas dari 57,24% menjadi 57,54-71,44%; peningkatan agregat dari 0,09
mm menjadi 0,21-1,37 mm. Hasil analisis mikrobiologi pada endapan lumpur Sidoarjo
ditemukan total bakteri 5,1x104 CFU/g dan total jamur 1,0x102 propagul/g; sekam padi total
bakteri 1,56x106 CFU/g dan total jamur 3,15x104 propagul/g; kompos total bakteri
2,53x106CFU/g dan total jamur 7,95x104 propagul/g ; pupuk kandang sapi total bakteri
5,85x104 CFU/g dan total jamur 5,3x106 propagul/g. Penelitian ini menyimpulkan bahwa
penambahan sekam padi, kompos dan pupuk kandang sapi dapat meningkatkan hara,
memperbaiki sifat fisik dan menambah keragaman mikroba endapan lumpur Sidoarjo..
Kata kunci : Sifat Kimia, Fisika dan Biologi, Endapan lumpur Sidoarjo
penampungan mencapai ketinggian lebih dari tersebut sangat penting yang dapat
10 m. Endapan lumpurjuga merupakan menyebabkan akar bibit tanaman akanmudah
sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan tumbuh dan berkembang lebih baik. Sutedjo
untuk kebutuhan manusia. Hasil analisis kimia dan Kartasaputra, (2005), bahan organik
dan fisik diketahui mempunyai kapasitas tukar bertindak sebagai perekat antara zarah mineral
kation (KTK) 42,58 me/100g dan pratama. Bahan organik meningkatkan
mengandung liat 62%,termasuk kategori kemantapan agregat. Djayadi, dkk. (2010),
tinggi. Hanafiah (2007),menyatakan bahwa penambahan bahan organik dapat
KTK tanah tinggi merupakan indikator pada meningkatkan porositas tanah, yang
kemampuan tanah dalam menahan kation dan diindikasikan dengan meningkatnya proporsi
mempertukarkan kation-kation termasuk makroagregat tanah. Menurut Karama dalam
kation pada tumbuhan. Kapasitas tukar kation Wigati dkk. (2006), bahwa bagian serat dari
merupakan indikator penting untuk kesuburan bahan organik meningkatkan pembentukan
tanah. Syukur dan Indah (2006), tanah dengan agregat dan granulasi tanah. Perbaikan
fraksi lempung tinggi (55%) menyebabkan agregasi tanah akan memperbaiki
tanah mempunyai daya menahan air tinggi. permeabilitas dan peredaran udara tanah
Sekam padi, kompos dan pupuk kandang lempungan. Granulasi butir-butir tanah
sapi merupakan bahan organik yang memperbaiki daya pegang hara dan air tanah.
jumlahnya berlimpah dan diketahui dapat Berdasarkan kajian bahan organik tersebut
memperbaiki sifat-sifat tanah. Gusmailina dan maka dilakukan penelitian ini dengan tujuan
Komarayati (2003), menyatakan bahwa sekam yaitu mengetahui pengaruh sekam padi,
padi dapat memperbaiki struktur dan tekstur kompos dan pupuk kandang sapi terhadap
tanah. Penggunaan sekam padi mengurangi beberapa sifat kimia, fisika dan biologi
pemadatan tanah karena semakin banyak pori- endapan lumpur Sidoarjo.
pori. Struktur fisik tanah yang baik dapat
merangsang akar tumbuh lebih baik sehingga Metode Penelitian
tingkat pengambilan hara semakin tinggi Penelitian dilakukan di Laboratorium
sesuai kebutuhan tanaman. Wahyono (2010), Kimia dan Fisika Tanah, Jurusan Tanah,
kompos dapat menambah kesuburan tanah dan Fakultas Pertanian dan Laboratorium
merangsang pertumbuhan akar yang sehat Mikrobiologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
serta menjadikan struktur tanah lebih baik Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya,
dengan meningkatkan kadar bahan organik Malang. Penelitian inidilaksanakanpada bulan
tanah. Penggunaan kompos di tanah berpasir Maret sampai Agustus 2012. Bahan penelitian
dapat meningkatkan ketersediaan air untuk yang digunakan yaitu endapan lumpur
tanaman. Sedangkan pada tanah berlempung Sidoarjo, sekam padi, kompos, pupuk
bisa meningkatkan permeabilitas air dan udara kandang sapi, dan zat kimia yaitu selen, asam
serta meningkatkan penyerapan air sehingga sulfat, tartrat, na-fenat, natrium klorida,
mengurangi pergerakan aliran air di pengektrak, kalium kromat dan sebagainya.
permukaan tanah. Hasil penelitian Syukur Sedangkan alat penelitian yaitu shaker, tabung
(2005), penggunaan pupuk kandang sapi 20 reaksi, labu ukur, tabung kuningan, pressure
tonha-1 dapat memperbaiki kualitas atau mutu plate/sand box, oven, gelas piala,
tanah dengan meningkatkan kapasitas spektrofotometer, satu set ayakan, polybag,
menahan air. kantong plastik, sendok tanah, timbangan,
Putri (2008), bahan organik mempunyai timbangan digital, saringan 2 mm, gembor,
sifat remah yaitu udara, air dan akar tumbuhan alat tulis dan seperangkat komputer dengan
lebih mudah masuk kedalam fraksi. Sifat software SPSS versi 12,0 untuk analisis data.
Endapan lumpur Sidoarjo kering diambil Range Test = DMRT) pada taraf signifikasi
ditepi (2 m) dari tanggul penampungan 95%
lumpur,didesa Siring, kecamatan Porong,
kabupaten Sidoarjo. Endapan lumpur tersebut Hasil dan Pembahasan
dihancurkan (tumbuk), lalu disaring dengan Hasil analisis sifat endapan lumpur
saringan berukuran diameter 2 mm. Endapan Sidoarjo, sekam padi, kompos dan pupuk
lumpur halus dengan kadar air 11% dicampur kandang sapi disajikan pada Tabel 1. Hasil
sekam padi dengan kadar air 4%, kompos analisis kimia endapan lumpur Sidoarjo
kadar air 6% dan pupuk kandang sapi kadar menunjukkan bahwa ketersediaan hara N, P
air 6%, yang masing-masing bahan dan K sangat rendah tetapi mempunyaiKTK
berbanding sebagai berikut. tinggi. Ketersediaan hara N, P dan K sangat
1. Endapan lumpur Sidoarjo 20%, sekam rendah disebabkan diantaranya kandungan
padi 40%, kompos 20%, dan pupuk bahan organik endapan lumpur Sidoarjo hanya
kandang sapi 20% (M1) 1,63%, termasuk kategori rendah. Bahan
2. Endapan lumpur Sidoarjo 50%, sekam organic yangrendah karena endapan tersebut
padi 20%, kompos 10%, dan pupuk berasal dari lumpur yang keluar pada
kandang sapi 20% (M2) kedalaman yang sangat dalam. Wiguna, dkk.
3. Endapan lumpur Sidoarjo 50%, sekam (2009), endapan lumpur Sidoarjo keluar dari
padi 20%, kompos 20%, dan pupuk kedalaman 100 m. Menurut Prasetyo (2007),
kandang sapi 10% (M3) semakin kedalam tanah semakin menurun
4. Endapan lumpur Sidoarjo 50%, sekam kandungan bahan organik. Bahan organik
padi 40% dan kompos 10% (M4) dalam tanah merupakan salah satu sumber
5. Endapan lumpur Sidoarjo 50%, sekam hara. Madjid (2007), bahan organik dapat
padi 40% dan pupuk kandang sapi 10% menyebabkan sifat kimia tanah berubah
(M5) melalui proses dekomposisi oleh mikroba.
6. Endapan lumpur Sidoarjo 80%, kompos Dekomposisi bahan organik akan melepaskan
10% dan pupuk k andang sapi 10% (M6) unsur hara kedalam larutan tanah dan juga
7. Endapan lumpur Sidoarjo 80% dan sekam menjadikan bahan organik ke bentuk lebih
padi 20% (M7) sederhana dan bersifat koloid. Keadaan ini
8. Endapan lumpur Sidoarjo 80% dan menyebabkan peningkatan kemampuan
kompos 20% (M8) absorbsi tanah dan berhubungan juga dengan
9. Endapan lumpur Sidoarjo 80% dan pupuk KTK tanah karena bertambahnya luas
kandang sapi 20% (M9) permukaan partikel tanah. Hal tersebut
10. Endapan lumpur Sidoarjo 100% ( M10) menyebabkan tanah mempunyai kemampuan
Parameter penelitian yang diamati yaitu menyimpan hara yang semakin baik,
kandungan bahan organic; C organic; kadar N, mengurangi penguapan hara nitrogen, maupun
P, K; bobot jenis dan isi; porositas; agregat pencucian hara-hara kation lain. Pada akhirnya
dan total mikroba. Untuk mengetahui faktor menyebabkan peningkatan kapasitas tanah
yang nyata dilakukan analisis sidikragam untuk melepas hara kation bagi kebutuhan
(ANOVA) pada taraf signifikasi 95%.Untuk pertumbuhan tanaman, baik melalui
mengetahui dosis yang nyata dilakukanuji mekanisme pertukaran secara langsung
jarak berganda Duncan (Duncan Multiple maupun mekanisme pasif yaitu proses difusi.
Tabel 1. Sifat endapan lumpur Sidoarjo, sekam padi, kompos dan pupuk kandang sapi
relatif resisten yaitu humus. Humus yang jumlah humus juga berarti meningkatkan
tersusun dari selulosa, lignin dan protein Corganik tanah. Peningkatan Corganik dalam
mempunyai kandungan Corganik umumnya tanah juga meningkatkan bahan organik tanah.
sebesar 58% sehingga dapat dipahami bahwa
pemberian kotoran sapi akan meningkatkan
Tabel 2. Sifat kimia endapan lumpur Sidoarjo setelah ditambah sekam padi, kompos dan
pupuk kandang sapi
________________________________________________________________________
Parameter
Perlakuan______________________________________________________________
__
M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 M10*
________________________________________________________________________
Bahan Organik (%) 15,87 12,39 12,70 16,49 13,99 8,04 14,12 2,67 3,35 1,63
C. Organik (%) 9,17 7,16 7,34 9,53 8,09 4,65 8,16 1,54 1,93 0,94
N Total (%) 0,46 0,34 0,38 0,43 0,29 0,23 0,35 0,17 0,19 0,12
P Bray 1 (mgkg-1) 65,00 52,56 43,81 81,44 32,50 98,18 55,80 59,68 35,72 4,86
K (me/100g) 1,33 2,39 2,54 1,78 1,02 1,84 1,26 1,69 1,71 0,09
Hasil analisis fisik juga menunjukkan memperbaiki ketersediaan unsur hara. Hal ini
bahwa M1 menyebabkan penurunan bobot isi karena agregasi tanah yang baik akan
(BI) dan jenis (BJ) relatif lebih tinggi. menjamin tata udara dan air tanah yang baik
Perlakuan bahan organik menurunkan BI dan pula, sehingga aktivitas mikroorganisme dapat
BJ (Gambar 1) danmeningkatkan porositas berlangsung dengan baik dan meningkatkan
dan agregat (Gambar 2).Hasil ini sesuai ketersediaan unsur hara. Djajadi et al., (2010),
dengan penelitian Sunantara et.al., (2005) penambahan bahan organik dapat
bahwa penambahan pupuk kandang, sekam meningkatkan porositas tanah, yang
maupun serbuk gergaji dapat menurunkan diindikasikan dengan meningkatnya proporsi
bobot jenis isi dan bobot jenis partikel, tetapi makroagregat tanah.
meningkatkan porositas, air tersedia, pori Hasil analisis mikroba pada campuran
draenase cepat dan lambat. Menurut Soetedjo endapan lumpur Sidoarjo dengan bahan
dan Kartasaputra (2005), bahan organik organik sekam padi, kompos dan pupuk
bertindak sebagai perekat antara zarah mineral kandang sapi ditemukan bakteri dan jamur.
pratama. Bahan organik meningkatkan Pada sekam padi ditemukan bakteri dengan
kemantapan agregat.Agregat yang mantap total 1,56x106 CFU/g. Bakteri tersebut
dengan ruang pori yang cukup akan menjamin dikelompokkan menjadi 3 isolat dengan
penyebaran udara dan air dalam tubuh tanah morfologi koloni yaitu isolat A: rhizoid,
secara optimal, keadaan yang sangat lobate, transparan, krem dan flat; isolat B:
diperlukan bagi pertumbuhan dan curied,undulate, tidak tembus cahaya, putih
perkembangan tanaman. Syukur (2005), dan flat; dan isolat C: curied, undulate, tidak
agregasi tanah yang baik secara tidak langsung tembus cahaya, putih, umbonate
M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 M10
Gambar 1. Pengaruh sekam padi, kompos dan pupuk kandang sapi terhadap
bobot isi dan jenis endapan lumpur Sidoarjo
0.51 0.41 0.51 0.94 0.59 0.24 0.68 1.37 0.21 0.09
M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 M10
Gambar 2. Pengaruh sekam padi, kompos dan pupuk kandang sapi terhadap porositas
Dan kemantapan agregat endapan lumpur Sidoarjo
Selain bakteri, pada sekam padi juga propagul/g. Menurut Tian et al. 1997dalam
ditemukan 2 isolat jamur yaitu Penicillium sp Atmojo, 2003), bahan organik merupakan
dan Rhizopus sp. dengan total 3.15x104 sumber energi bagi makro dan mikro-fauna
propagul/g. Pada kompos diperoleh total tanah. Penambahan bahan organik dalam
bakteri2,53x106 CFU/g dengan 3 isolat dengan tanah akan menyebabkan aktivitas dan
morfologi koloni yaitu isolat A :circulair, populasi mikroba dalam tanah meningkat,
tidak tembus cahaya, putih kehijauan, terutama yang berkaitan dengan aktivitas
cembung; isolat B: irregulair, bergerigi, dekomposisi dan mineralisasi bahan organik.
transparan, krem, flat; dan isolat C: circulair, Beberapa mikroorganisme yang beperan
entire, transparan, putih. Pada kompos dalam dekomposisi bahan organik adalah
ditemukan 2 isolat jamur yaitu Aspergillus sp fungi, bakteri dan aktinomisetes. Sugiarto
dan Aspergilus niger , dengan total jamur (2000), bahwa kelimpahan dan
7,95x104 propagul/g. Pupuk kandang sapi keanekaragaman mikroba dan fauna tanah
ditemukan total bakteri 5,85x104 CFU/g pada media tumbuh kacang hijau cenderung
dengan 3 isolat dengan morfologi koloni yaitu meningkat oleh adanya aplikasi bahan
isolat A: circulair, entire, transparan, putih; organik.
isolat B: circulair, entire, tidak tembus cahaya,
putih susu, flat; dan isolat C: circulair, entire, Simpulan
Berdasarkan hasil analisis kimia, fisika
transparan, putih, cembung. Pupuk kandang
dan biologi penelitian ini menyimpulkan
sapi juga ditemukan 1 isolat jamur yaitu
bahwapenambahan sekam padi, kompos dan
Aspergillus niger, dengan total 5,3x106
pupuk kandang sapi pada endapan lumpur Ilmu Tanah dan Lingkungan, Vol. 7(1),h :
Sidoarjo berpengaruh nyata terhadap 8-12
peningkatan bahan organik tanah, C organik, Sugiarto. 2000. Aplikasi Bahan Organik
hara N, P dan K; penurunan bobot isi dan Tanaman Terhadap Komunitas Fauna
jenis; peningkatan porositas dan agregat serta Tanah dan Pertumbuhan Kacang Hijau
keragaman mikroorganisme. Perlakuan M1 (Vignaradiate) Jurnal Biodiversitas, Vol.1
memberikan pengaruh yang terbaik (1), h: 25-29
dibandingkan perlakuan lainnya.. Sunantara, M., I.B. Aribawa dan I.K. Kariada.
2005. Pengaruh Berbagai Media Tumbuh
Daftar Pustaka Terhadap Pertumbuhan Bibit Jeruk Bali
Djajadi, Bambang Helianto dan Nurul (Citrusmaxima Merr). BPPT. Bali
Hidayah. 2010. Pengaruh Media Tanam Sutedjo, M.M dan A.G. Kartasapoetra. 2005.
dan Frekuensi Pemberian Air Terhadap Pengantar Ilmu Tanah. Rinneke Cipta.
Sifat Fisik, Kimia dan Biologi Tanah Serta Jakarta
Pertumbuhan Jarak Pagar. Jurnal Littri, Syukur, A. 2005. Pengaruh Pemberian Bahan
Vol..16 (2), h:64-69 Organik Terhadap Sifat-Sifat Tanah dan
Gusmailina, G. P. dan S. Komarayati. 2003. Pertumbuhan Caisim di Tanah Pasir Pantai.
Pengembangan Penggunaan Arang untuk Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan,Vol. 5
Rehabilitasi Lahan. Bulletin Penelitian dan (1), h:30-38
Pengembangan Kehutanan, Vol. 4 (1), h: Syukur, A. dan N. M. Indah. 2006. Kajian
21-30. Pengaruh Pemberian Macam Pupuk
Hanafiah, A.K. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Organik Terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Tanah. Rajawali Press. Jakarta Tanaman Jahe di Inceptisol, Karanganyar.
Madjid, A. R. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan, Vol. 6
Tanah.http://dasar2ilmutanah.Blogspot.co (2), h:124-131
m. Diakses 5 Desember 2010 Syukur, A. dan E.S. Harsono. 2008.
Nursyamsi, D.O. Supandi, D. Erfandi, Sholeh Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang dan
dan I.P.G. WijayaAdhi. 1995. Penggunaan NPK Terhadap Beberapa Sifat Kimia dan
Bahan Organik, Pupuk P dan K untuk Fisika Tanah Pasir Pantai Samas Bantul.
Meningkatkan Produktivitas Tanah Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan, Vol . 8
Podsolik (Typic Kandiudult). Pusat (2), h:138-145
Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor Warsiti. 2009. Kajian Pemakaian Pupuk
Prasetyo, B.H. 2007. Perbedaan Sifat-Sifat Kandang Sapi Pada Tanah Regosol Kelabu
Tanah Vertisol Dari Berbagai Bahan Terhadap Erosi. Jurnal Orbith, Vol. 5 (1),
Induk. Jurnal Ilmu ilmu Pertanian h:52-59
indonesia, Vol. 9 (1), h: 20-31 Wigati, E.S.,S. Abdul, dan D.K. Bambang.
Putri, A.I. 2008. Pengaruh Media Organik 2006. Pengaruh Takaran Bahan Organik
Terhadap Indek Mutu Cendana . Jurnal dan Tingkat Kelengasan Tanah Terhadap
Pemulian Tanaman Hutan, Vol.21 (1), h:1- Serapan Fosfor Oleh Kacang Tunggak di
8 Tanah Pasir Pantai. Jurnal Ilmu Tanah dan
Stevenson, F.J. 1994. Humus Chemistry, Lingkungan Vol. 6 (1), h:53-58
Genesis, Composition and Reaction. A. Wiguna, I.P.A., Wahyudi C., dan Amien
Willey Interscience Pub Singapore. 496 p Widodo. 2009. Penanggulangan
Sudadi, N.H. Yuni dan Sumani. 2007. Semburan Lumpur Lapindo. PSKB.,
Ketersediaan K dan Hasil Kedelai Glycine LPPM., ITS. Surabaya
max L.. Merril Pada Tanah Vertisol Yang
Diberi Mulsa dan Pupuk Kandang. Jurnal
Abstrak
Tujuan penelitian untuk mendeskripsikan perilaku makan Coccinelidae predator yaitu
Coccinella transversalis terhadap kutu daun (aphids). Penelitian yang dilakukan tergolong
deskriptif. Hewan C. transversalis diletakkan pada daun kubis yang sudah diberi kutu daun,
selanjutnya diamati perilaku makannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa serangga C.
transversalis akan mencari kutu daun, selanjutnya langsung menggigit dan mengunyahnya. Kutu
daun dimakan mulai dari sisi posterior tubuh. Kutu daun melakukan penolakan dengan
menggerak-nggerakan antena, tubuh dan kakinya. Apabila kaki kutu daun masih aktif bergerak,
maka salah satu kaki pertama C. transversalis akan membantu memeganginya. Lama waktu
memakan seekor kutu daun sekitar 3-4 menit. Setelah kutu daun habis dimakan, selanjutnya
salah satu kaki pertama serangga C. transversalis akan membawa antenanya diarahkan ke mulut.
dan pengaruh predator terhadap dinamika makan sampai berhenti makan kutu daun.
populasi inang atau mangsanya. Menurut Data yang diperoleh dianalisis secara
Tanudimadja dan Kusumamiharja (1985) deskriptif.
dalam Sawitri, dkk. (2012) bahwa perilaku
merupakan suatu aktivitas yang perlu Hasil dan Pembahasan
melibatkan fungsi fisiologis dan setiap Hasil penelitian berupa etogram
perilaku melibatkan penerimaan rangsangan perilaku makan serangga C. transversalis
melalui panca indera dan diubah menjadi dalam memakan kutu daun sebagai berikut.
aktivitas nneural, aksi itegrasi susunan syaraf, Serangga C. transversalis bergerak mencari
dan akhirnya aktivitas berbagai organ motorik. kutu daun menemukan kutu daun
Rangsangan tersebut terdiri atas dua macam menggigit dan memakannya dimulai dari
yaitu rangsangan dalam dan luar. Salah satu bagian posterior tubuh kutu daun setelah
tingkah laku yang berkaitan erat dengan selesai makan, kemudian membersihkan mulut
potensi serangga C. transversalis sebagai dengan mengunakan kaki atau maxila.
predator yang potensial bagi kutu daun adalah Respon kutu daun saat proses pemangsaan
tingkah laku makan. Oleh karena itu tujuan tersebut dengan menggerakkan antena, kaki,
dari penelitian ini adalah untuk dan tubuhnya. Kutu daun dimakan sampai
mendeskripsikan perilaku makan C. habis sehingga tidak ada sisa tubuh kutu daun
transversalis dalam memakan hama kutu yang tertinggal. Lama waktu yang dibutuhkan
daun. seekor serangga C. transversalis dalam
memakan seekor kutu daun sekitar 3-4 menit.
Metode Penelitian Pada saat serangga C. transversalis
Penelitian yang dilakukan tergolong mencari kutu daun terlihat serangga tersebut
deskriptif yang akan mengungkap perilaku langsung menuju ke lokasi kutu daun.
makan Coccinella transversalis terhadap kutu Menurut Nakamuta (1984) dalam Hodek dan
daun. Obyek penelitian berupa serangga Honek (1996) bahwa pencarian mangsa oleh
Coccinella transversalis dan kutu daun yang C. septempunctata dilakukan secara visual
diperoleh dari tanaman kubis digunakan dari jarak yang sangat dekat hanya jika dalam
sebagai makanannya. Penelitian dilakukan kondisi ada cahaya, namun jika kondisi gelap,
dalam bulan Januari 2013. maka menangkap mangsanya dengan
Kutu daun (aphid) diletakkan di dalam didahului adanya kontak terlebih dahulu.
botol yang sebelumnya diletakkan sepotong Kondisi saat dilakukan pengamatan perilaku
daun kubis yang digunakan sebagai makanan makan serangga C. transversalis yaitu terang
aphid. Serangga Coccinella transversalis yang atau ada cahaya lampu, sehingga serangga
diperoleh dari lahan kebun sayur dari daerah tersebut dalam menemukan kutu daun dengan
Cangar Batu dilaparkan selama sehari. bantuan indera matanya. Selain itu juga
Keesokan harinya serangga tersebut dibantu oleh antena yang memiliki fungsi
dimasukkan ke dalam botol yang telah diisi sebagai indera pembau.
dengan sepotong daun kubis dan diberi kutu Hasil penelitian memperlihatkan bahwa
daun. Pengamatan perilaku makan serangga kutu daun berhasil dimakan oleh serangga C.
Coccinella transversalis dilakukan dengan transversalis, dan memperlihatkan respon
cara merekam semua aktivitasnya meliputi penolakan yaitu adanya pergerakan antena,
mendekati kutu daun lalu mengkonsumsinya kaki, dan tubuh. Tahapan perilaku makan yang
serta lama waktu makan dengan bantuan alat ditunjukkan dari hasil penelitian tersebut
perekam gambar Handycam. Lama waktu seperti yang dijelaskan oleh Hodek dan Honek
makan dihitung mulai dari serangga mulai (1996) yaitu saat serangga Coccinelidae
mendekati kutu daun dan terjadi kontak maka Lama waktu yang dibutuhkan bagi
ada terjadi respon dari kutu daun. Respon seekor serangga C. transversalis dalam
tersebut berupa antena digerak-gerakkan atau memakan seekor kutu daun berkisar 3-4
pergerakan tendangan, pergerakan tubuh, menit. Dalam penelitian ini tidak membedakan
menggulung apendik saat ditangkap oleh lama waktu memakan antara serangga betina
serangga Coccinelidae, dan meminyaki dan jantan. Sementara itu menurut Hodek dan
serangga Coccinelidae dengan cairan minyak Honek,( 2012) bahwa serangga Coccinellidae
yang dikeluarkan dari ujung siphunculinya. betina akan segera bertelur saat menemukan
Selain itu kutu daun akan menghindar dengan kutu daun dalam jumlah melimpah dan
cara berjalan menjauh dari predatornya. meletakkan telurnya di dekat lokasi tersebut.
Akibat dari respon yang dimunculkan oleh Adapun hasil penelitian oleh Agus, dkk.
kutu daun tersebut maka perilaku yang tampak (2011) menunjukkan bahwa imago betina
dari serangga Coccinelidae yaitu memakan serangga Coccinella sp. cenderung lebih kuat
kutu daun, melepaskan kutu daun, menjauh makan dibandingkan antara imago jantan atau
dari kutu daun, atau melepaskan kutu daun larva. Sementara itu hasil penelitian
dan membersihkan tubuhnya dari cairan Radiyanto, dkk. (2011) menujukkan bahwa
minyak yang dihasilkan oleh kutu daun. estimasi imago betina M. sexmaculata mampu
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat memakan 300 ekor berbagai stadia R. maidis
dikatakan bahwa keberhasilan serangga C. dalam waktu 24 jam. Berdasarkan beberapa
tansversalis dalam mendapatkan kutu daun hasil penelitian tersebut dapat dimungkinkan
pada penelitian karena serangga tersebut bahwa perbedaan jenis kelamin fase imago
menangkap kutu daun dari arah posterior, dari serangga Coccinellidae khususnya C.
sehingga kutu daun tidak bisa transversalis berkorelasi dengan lama waktu
menghindarinya. Dalam proses memakan kutu yang dibutuhkan dalam memangsa seekor
daun, terlihat bahwa tidak ada sisa tubuh kutu kutu daun. Sehubungan dengan hal tersebut
daun yang tertinggal. Serangga C. maka perlu dikaji lebih lanjut.
transversalis akan memakan tubuh kutu daun
sedikit demi sedikit sampai habis semua Simpulan
bagian tubuh kutu daun. Kondisi ini sesuai Perilaku memangsa serangga C.
dengan yang dijelaskan oleh Agus, dkk. transversalis diawali dengan mencari kutu
(2011) bahwa perilaku imago Coccinella sp daun, selanjutnya langsung menggigit dan
dalam memangsa yaitu diawali dengan mengunyahnya. Kutu daun dimakan mulai
adaptasi untuk mengenali lingkungannya, dari sisi posterior tubuh. Kutu daun
kemudian mendekati, dan memakannya melakukan penolakan dengan menggerak-
sampai habis. Setelah selesai memakan kutu nggerakan antena, tubuh, dan kakinya. Jika
daun, dilanjutkan mengarahkan antenanya ke kaki kutu daun masih aktif bergerak, maka
arah mulut dengan salah satu kaki pertamanya. salah satu kaki C. transversalis akan
Munculnya perilaku makan pada C. membantu memeganginya. Lama waktu
transversalis pada penelitian ini akibat memakan seekor kutu daun sekitar 3-4 menit.
stimulus yang berasal dari dalam dan luar. Setelah kutu daun habis dimakan, selanjutnya
Stimulus dari dalam berupa kebutuhan akan salah satu kaki pertama serangga C.
energi untuk aktivitasnya, apalagi sehari transversalis akan membawa antenanya
sebelum perlakuan serangga dilaparkan diarahkan ke mulut. Perlu dikaji lebih lajut
terlebih dahulu. Sedangkan stimulus dari luar korelasi antara jenis kelamin imago dengan
berupa keberadaan kutu daun. lama waktu memangsa seekor kutu daun.
Sueb
Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Malang
e-mail: msueb_2000@yahoo.com
Abstrak
Masalah lingkungan telah menjadi perhatian ilmuwan semenjak beberapa puluh tahun
terakhir. Akan tetapi sesungguhnya masalah itu muncul semenjak manusia menghuni muka
bumi ini. Tujuan tulisan ini untuk mengetahui penyebab pencemaran lingkungan, dan
mengembangkan paradigma ekologis baru sebagai upaya mengukur wawasan lingkungan di
Indonesia. Pencemaran lingkungan dimulai sejak manusia mengenal api dan berbagai peralatan
teknologi lainnya. Api digunakan untuk memasak makanan. Alat teknologi digunakan untuk
memenuhi segala kebutuhannya. Sampai pada suatu saat manusia mengenal berbagai teknologi
untuk mengeksploitasi dan mengeksplorasi berbagai sumber daya alam. Pengenalan berbagai
teknologi ini sebagai penyebab terjadinya pencemaran lingkungan. Untuk mengurangi
terjadinya pencemaran diperlukan orientasi baru wawasan lingkungan yaitu dengan menerapkan
paradigma ekologis baru. Simpulannya bahwa manusia merupakan penyebab utama terjadinya
pencemaran lingkungan karena wawasan lingkungan yang keliru. Oleh karenanya diperlukan
wawasan lingkungan yang mengarah pada paradigma ekologis baru.
Kata kunci: wawasan lingkungan, pencemaran lingkungan, paradigma ekologis baru (PEB)
Pendahuluan
Berbagai pencemaran lingkungan telah sekarang cenderung menggunakan
terjadi dan akan senantiasa terjadi di bumi ini. antroposentrisme.
Salah satu penyebab tersebut diakibatkan oleh Antroposentrisme memandang bahwa
cara pandang dan cara meninjau dan cara segala sesuatu di muka bumi meliputi segala
menggunakan segala potensi sumber daya sumber daya alam yang terbentang luas di
alam yang ada di muka bumi. Cara pandang segala sudut digunakan sepenuhnya untuk
manusia terhadap lingkungannya dinamakan kepentingan manusia. Organisme lain kurang
sebagai wawasan lingkungan yang di negeri diperhitungkan manusia untuk memanfaatkan
barat disebut sebagai environmental sumber daya alam yang ada di muka bumi.
worldview. Miller dan Spoolman (2010:18) Organisme lain tersebut termasuk di dalamnya
mendefinisikan environmental worldview tumbuhan, hewan, berbagai protista, jamur,
sebagai seperangkat asumsi dan kepercayaan eubakteri dan arkeabakteri seolah tidak punya
tentang bagaimana orang berfikir cara kerja hak yang sama dengan manusia. Padahal
dunia, apa yang seharusnya mereka pikirkan organisme lain ini berhak hidup dan
tentang peranannya di dunia, dan apa yang melangsun gkan kehidupannya. Memang
mereka percaya merupakan perilaku organisme lain ada yang sangat mengganggu
lingkungan yang baik dan salah (etika dan menyebabkan penyakit pada manusia.
lingkungan). Wawasan lingkungan yang Manusia berupaya terus membasmi berbagai
digunakan manusia berabad lalu sampai organisme pengganggu ini. Sementara
terdapat berbagai makroorganisme yang
terpaksa mengalah dan terdesak oleh berbagai (Dunlap & Van Liere, 1978; Dunlap et al.,
kepentingan manusia akhirnya mati dan 2000 dalam Van Petegen dan Blick, 2006).
musnah. Makroorganisme ini sekarang ini Untuk itu perlu dicari upaya untuk
hanya tersisa beberapa spesies dan bahkan menggunakan skala tersebut di Indonesia.
populasinya hanya dalam jumlah sedikit dan Untuk itulah dalam makalah ini akan
dalam kondisi terancam. Akibanya manusia dibahas dengan beberapa tujuan. Tujuan
menjadi terlalu dominan di alam bumi ini. tersebut antara lain: mengetahui penyebab
Dominansi manusia terhadap bumi telah pencemaran lingkungan, dan mengembangkan
menjadi semakin tak terkalahkan oleh paradigma ekologis baru sebagai upaya
makhluk berukuran besar apapun di muka mengukur wawasan lingkungan di Indonesia.
bumi. Pada saat ini terdapat lebih dari 7
milyar manusia yang menghuni bumi. Bumi Memahami Pencemaran Lingkungan
yang hanya satu biji ini telah menjadi tempat Undang-Undang No.32 (2009) tentang
manusia beranak pinak yang sepertinya tak perlindungan dan pengelolaan lingkungan
terbatas lagi berapa jumlah yang akan mampu menyatakan bahwa pencemaran lingkungan
didukung. Padahal bumi memiliki daya adalah masuk atau dimasukkannya makhluk
dukung (carrying capacity) yang terbatas. hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke
Akankah bumi terus dihuni oleh manusia dalam lingkungan hidup oleh kegiatan
sampai 10 milyar? Atau mungkin 25 milyar? manusia sehingga melampaui baku mutu
Apakah mungkin bumi mampu menampung lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
50 milyar atau bahkan 100 milyar yang Sementara itu, pencemaran lingkungan
merupakan angka 13 kali lipat dari jumlah bermakna pencemaran lingkungan karena
manusia yang sekarang ada yang ada di lepasnya substansi dari proses apapun yang
dalamnya? dapat menyebabkan bahaya pada manusia dan
Tentu bumi ini tidak akan sanggup organisme hidup yang ditopang oleh
menopang manusia sebanyak 100 milyar yang lingkungan (Hussain, 1998 dalam Roman,
akan dicapai selama beberapa puluh atau 2013) dan pencemaran lingkungan adalah
beberapa ratus tahun lagi. Pertambahan kontaminasi komponen fisik dan biologis
populasi manusia yang semakin meningkat bumi/sistem atmosfer pada jumlah yang
disertai dengan meningkatnya penggunaan sedemikian rupa sehingga proses lingkungan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni lingkungan terpengaruh berat (Kemp, 1998
(IPTEKS) yang juga semakin meningkat akan dalam Roman, 2013).
menyebabkan peningkatan berbagai Pencemaran lingkungan telah terjadi di
kerusakan dan pencemaran. Untuk itu perlu seluruh dunia. Pencemaran lingkungan telah
dicari wawasan lingkungan yang cenderung menjadi masalah dunia dan berpotensi besar
dapat menyelamatkan kehidupan. Sebab, memengaruhi kesehatan populasi manusia
selama ratusan tahun bahkan sampai saat ini (Fereidoun et al., 2007; Progressive
manusia terlalu mementingkan dirinya sendiri. Insurance, 2005 dalam Khan dan Ghouri,
Manusia terlalu mengacu pada dirinya sendiri. 2011). Selanjutnya Khan dan Ghouri (2011)
Wawasan lingkungan ini perlu menggunakan menyatakan bahwa beraneka jenis
instrumen untuk meningkatkan kesadaran pencemaran lingkungan (pencemaran udara,
manusia sebagai anggota ekosistem atau tanah, air) tidak hanya berpengaruh pada
biosfer. Selama lebih dari 30 tahun skala manusia dengan penyakit dan masalah juga
paradigma ekologis baru (New Ecological pada hewan dan tumbuhan. Akan tetapi
Paradigm) telah berhasil digunakan untuk mereka berdua menyatakan bahwa masih ada
menyelidiki wawasan ekologis kaum dewasa waktu tersisa melalui tangan lembaga global,
badan pemerintah dan lokal untuk Sementara itu, Kimani (tanpa tahun) di
menggunakan sumber daya maju dan untuk Kenya pencemaran lingkungan berkaitan
menyeimbangkan lingkungan bagi kehidupan dengan kesehatan masyarakat. Sampel tanah
dan memulai hidup ramah dengan lingkungan. yang diambil dari lokasi dan dekat
Bhattacharjee (2010) menyatakan pembuangan sampah (dumpsite) menunjukkan
pencemaran lingkungan di alam sangat tinggi kadar logam berat yang tinggi terutama
terjadi di sekitar daerah industri seperti merkuri, kadmium, tembaga dan krom. Pada
pemurnian minyak, petrokimia, industri kimia saat yang sama, evaluasi medis pada anak dan
dan industri berat dan lainnya. Sepanjang remaja yang tinggal dan bersekolah sekitar
waktu residu industri tersebut umumnya dumpsite menunjukan insidensi penyakit yang
tersusun atas beraneka materi beracun dalam tinggi yang berkaitan dengan pajanan tinggi
bentuk gas, dibuang atau dibakar di udara pencemar logam tersebut.
terbuka setelah dibakar melalui lubang Sementara itu, Savei (2012)
cerobong yang dipasang tinggi. Materi menyimpulkan peningkatan konsumsi pupuk
beracun inilah yang menyebabkan berbagai di seluruh dunia menyebabkan masalah yang
ketimpangan dan pencemaran. serius pada lingkungan. Pupuk dapat
memengaruhi akumulasi logam berat pada
Penyebab Pencemaran Lingkungan tanah dan sistem tumbuhan. Tumbuhan
Penyebab nyata pencemaran lingkungan menyerap pupuk melalui tanah, dan kemudian
disebabkan banyak hal. Beberapa di antaranya memasuki rantai makanan. Dia menambahkan
berubahnya perilaku manusia terhadap jika pupuk ini digunakan tidak tepat dan
lingkungan, dan berubahnya wawasan terlalu banyak akan menyebabkan
lingkungan manusia terhadap alam di pencemaran udara oleh emisi nitrogen oksida
sekitarnya. Hayati dan Sayadi (2012) (NO, N2O dan NO2). Ndwiga et al., (2014)
menyatakan bahwa bangunan tinggi menyimpulkan memasak dengan bahan bakar
menyebabkan peningkatan pencemaran udara biomassa memajan wanita pada efek
di daerah kota besar karena perubahan arah kesehatan pencemaran udara indoor yang
angin dan juga kemacetan (congestion) berbahaya. Dampak kesehatan lainnya yang
bangunan tinggi sebagai sumber pencemar. dialami selama tahapan rantai bahan bakar
Oleh karena itu, mereka berdua berpendapat biomassa meliputi pengumpulan (gathering),
bahwa diperlukan teknik tertentu untuk pemrosesan, trasnportasi dan memasak.
merancang bangunan tinggi untuk mengurangi
dampak negatif bangunan tinggi terhadap Paradigma Ekologis Baru Sebagai Upaya
pencemaran lingkungan. Mengurangi Pencemaran Lingkungan di
Zucchetti (2005) melalui penelitian Indonesia
asesmen statistik untuk menguji jika Quirra Telah banyak upaya ilmuwan untuk
syndrome ada, simulasi dengan dispersi menanggulangi dan mencegah semakin
atmosfer dan kode dosis (HOTSPOT) untuk meningkatnya pencemaran lingkungan. Ada
mengevaluasi dampak kesehatan dispersi yang menggunakan berbagai peralatan
udara Depleted Uranium. Dari penelitian ini teknologi , penerapan berbagai undang-
disimpulkan bahwa the Quirra Syndrome undang dan penerapan pendidikan berbasis
ada, tetapi kemungkinan ini tidak seluruhnya lingkungan. Upaya yang digalakkan melalui
disebabkan oleh Depleted Uranium (DU). pendidikan lingkungan bertujuan agar tercipta
Penyebab lainnya kemungkinan yang generasi yang memiliki wawasan lingkungan
menyebabkan pencemaran udara. yang lebih baik daripada generasi
sebelumnya.
Generasi kita pada saat ini lebih banyak terjadinya banyak kerusakan dan pencemaran
menggunakan wawasan lingkungan yang di muka bumi ini diakibatkan salah satunya
cenderung mementingkan dirinya sendiri. oleh wawasan lingkungan antroposentris yang
Dalam arti lingkungan tampaknya hanya telah digunakan berabad dan ditiru oleh
diperuntukkan bagi manusia. Paham yang bangsa lain yang kurang maju.
demikian dikenal sebagai antroposentrisme Penelitian Henning et al., (tanpa tahun)
(antropos=manusia, sentris=pusat). Paham tentang wawasan lingkungan atau wawasan
inilah yang semenjak revolusi industri masih ekologis menyajikan hasil skala Paradigma
banyak digunakan oleh manusia modern. Ekologis Baru (The New Ecological
Paham antroposentrisme atau dikenal Paradigm/NEP) merupakan pendekatan yang
wawasan antroposentris yang pada mulanya diterima untuk mengukur perilaku ke arah
mewakili budaya masyarakat barat yang lingkungan. Produser tebu yang merespons
kemudian disebarkan ke bagian lain dunia ini. penelitian tersebut memiliki kepercayaan kuat
Wawasan antroposentris (Sokram, 2013) ini bahwa manusia memiliki kemampuan untuk
memiliki perpektif: (1) manusia itu superior mengatasi alam melalui intelektual dan talenta
dan di atas alam, (2) sumber daya alam lainnya. Henning et al., (tanpa tahun)
terdapat berlimpah sehingga tak perlu menambahkan bahwa produser percaya bahwa
konservasi, (3) manusia, karena memiliki dia dapat meningkatkan produktivitas sumber
budaya dan teknologi, dapat beradaptasi pada daya alam tanpa membahayakan
alam sampai akhir manusia daripada keseimbangan alam.
beradaptasi pada lingkungan alam, dan (4) Rider (2005) menyimpulkan tesisnya
ilmu sosial menganggap manusia sebagai antara lain profesional perancang gedung
terbebas dari hambatan ekologis. Karena hijau menerima skor tinggi pada skala
wawasan antroposentris inilah berbagai paradigma ekologis baru (PEB). Ini mengarah
sumber daya alam dieksploitasi dan pada simpulan bahwa perancang memiliki
dieksplorasi demi kepuasan dan kebutuhan kemampuan untuk memedulikan lingkungan
manusia. Akibatnya jelas semakin lama yang berkaitan dengan profesinya; ini
semakin banyak kerusakan lingkungan dan mengislustrasikan bahwa rancangan dan
pencemaran lingkungan. lingkungan tidak perlu ekslusif bila berkaitan
Oleh karena itu, perlu dicari wawasan dengan praktisi.
lingkungan baru yang lebih cenderung tidak De Pauw, J.B. dan Van Petegem (2012)
terlalu mementingkan manusia. Sebab, menyimpulkan bahwa paradigma ekologis
ternyata sumber daya alam ini terbatas dan baru (PEB) selain populer untuk mengukur
pada suatu saat akan habis. Wawasan kepedulian dan orientasi prolingkungan orang
lingkungan yang lebih memberdayakan dewasa yang dengan modifikasi dapat
lingkungan dan lebih menjaga keberlanjutan digunakan pada anak. Hasil penelitian mereka
hidup itulah yang perlu diwujudkan dan menunjukkan bahwa ada pengaruh budaya
diejawantahkan dalam kehidupan seseharian yang sangat signifikan dan jelas pada
kita. wawasan lingkungan anak, bila negara
Wawasan lingkungan yang dimaksud berkembang dan negara maju dibandingkan.
berupa biosentrisme. Biosentrisme Untuk itu perlu dikenal lebih jauh apa
memandang bahwa segala kehidupan ini sebenarnya skala paradigma ekologis baru
penting bukan hanya bagi keberlanjutan hidup (PEB) yang akan dapat digunakan untuk
manusia tetapi juga keberlanjutan segala mengukur apakah manusia tersebut
komponen yang ada di lingkungan. Sebab, berwawasan lingkungan apa tidak. Skala
manusia telah menyadari saat ini bahwa paradigma ekologis baru terdiri atas 15
pernyataan. Kelima belas pernyataan dijawab tangan. Tetapi pada masanya kita harus
dengan pilihan jawaban sangat setuju, setuju, optimis bahwa manusia yang memiliki skor
netral, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. paradigma ekologis baru tinggi akan dapat
Kelimabelas pernyataan tersebut (Rider, 2005 minimal mengurangi pencemaran lingkungan.
dan Sokram, 2013) sebagai berikut. (1). Simpulan
Manusia mendekati batas jumlah yang dapat Dapat disimpulkan bahwa penyebab
disokong bumi. (2). Manusia memiliki hak terjadinya pencemaran lingkungan antara lain
mengubah lingkungan alam untuk terjadinya perubahan perilaku dan wawasan
menyesesuaikan dengan kebutuhannya.(3). lingkungan manusia terhadap alam.
Ketika manusia berinteraski dengan alam Perubahan tersebut ditengarai dengan adanya
sering menghasilkan akibat yang bangunan tinggi menyebabkan peningkatan
membayakan.(4). Kecerdikan manusia akan pencemaran udara di kota. Selain itu,
terasuransikan jika kita tidak membuat bumi penyebab pencemaran lingkungan juga
tak dapat ditinggali.(5). Manusia disebabkan oleh penggunaan pupuk yang
menyalahgunakan lingkungan.(6). Bumi tidak sesuai dengan peruntukannya. Pupuk
memiliki sumber daya alam berlimpah akhirnya mengalir ke perairan dan
sehingga kita belajar untuk menimbulkan masalah di air. Paradigma
mengembangkannya.(7). Tumbuhan dan ekologis baru dapat digunakan untuk
hewan memiliki hak yang sama dengan mengukur wawasan lingkungan. Paradigma
manusia.(8). Keseimbangan alam cukup kuat ekologis baru terbentuk dari 15 pernyataan.
untuk menangani dampak industri modern.
(9). Meskipun memiliki kemampuan yang Daftar Rujukan
istimewa manusia masih tunduk pada hukum Bhattacharjee, P.K. 2010. Environmental
alam.(10). Krisis ekologis terkenal yang Pollution Free System in All Over The
menghadang manusia telah terlalu World. International Journal of
dibesarkan.(11). Bumi seperti kapal ruang Environmental Science and Development,
angkasa dengan kamar dan sumber daya yang Vol. 1, No. 1, April. ISSN:2010-0264.
terbatas. (12). Manusia merupakan pengatur De Pauw, J.B. dan Van Petegem, P. 2012.
alam. (13). Keseimbangan alam sangat lembut Cultural Differences In The Environmental
dan mudah terganggu. (14). Manusia akhirnya Worldview Of Children. International
akan belajar cukup tentang bagaimana alam Electronic Journal Of Environmental
bekerja untuk dapat mengendalikannya. (15). Education Vol.2, Issue 1, ISSN: 2146-
Jika segala sesuatu berlanjut pada perjalanan 0329. International Electronic Journal
sekarang, kita akan segera mengalami Of Environmental Education,
bencana ekologis yang besar. 2012.www.Iejeegreen.Com.
Kelimabelas indikator paradigma Hayati, H. dan Sayadi, M.H.2012. Impact of
ekologis baru inilah yang dapat digunakan tall buildings in environmental pollution.
untuk mendeteksi apakah seseorang Environmental Skeptics and Critics,
berwawasan ekologis atau berwawasan 1(1):8-11.
lingkungan. Diharapkan dengan skor yang Henning, S.A, Zhong,Y. dan Cardona, H.
tinggi wawasan ekologis seseorang akan dapat Tanpa tahun. Ecological Attitudes of
meningkatkan kepeduliannya pada lingkungan Farmers and Adoption of Best
dan pada gilirannya akan dapat mengurangi Management Practices. Southwestern
berbagai kerusakan serta yang paling utama Economic Proceedings.
berkurangnya pencemaran lingkungan. Khan, M.A. dan Ghouri, A.M. 2011.
Memang hal tersebut tidak seperti membalik Environmental Pollution: Its Effects On
Life And Its Remedies. International Van Petegem, P. dan Blieck, A. 2006. The
Refereed Research Journal .Vol. II, Issue environmental worldview of children: a
2,April, www..researchersworlld..com. cross-cultural perspective. Environmental
Kimani, N.G..Tanpa tahun. Environmental Education Research, Vol. 12, No. 5,
Pollution and Impacts on Public Health: November pp. 625635, ISSN 1350-4622
Implications of Dandora Municipal (print)/ISSN 1469-5871
Dumping Site in Nairobi, Kenya. Summary (online)/06/05062511.
Report. Urban Environment Unit, United Zucchetti, M. 2005. Environmental Pollution
Nations Environment Programme, Nairobi And Health Effects In The Quirra Area,
Kenya.o Sardinia Island (Italy) And The Depleted
Miller, G. T. Jr. dan Spoolman, S.E. 2010. Uranium Case. Journal of Environmental
Environmental Science. Thirteenth Edition. Protection and Ecology.
Australia: Brooks/Cole Cengage Learning.
Ndwiga, T, Kei,R.T., Jepngetich,H. dan
Korrir, K. 2014. Assessment of Health
Effects Related to the Use of Biomass Fuel
and Indoor Air Pollution in Kapkokwon
Sub-Location, Bomet Country,Kenya.
Open Journal of Air Pollution, 3, 61-69.
http://dx.doi.org/10.4236/ojap.2014.33007.
Rider, T.R.2005. Education, Environmental
Attitudes And The Design Professions: A
Masters Thesis. A Thesis. Presented to the
Faculty of the Graduate School of Cornell
University In Partial Fulfillment of the
Requirements for the Degree of Master of
Science.
Roman, M., Idrees, M., dan Ullah,S. 2013. A
Sociological Study of Environmental
Pollution and Its Effects on the Public
Health Faisalabad City. International
Journal of Education and ResearchVol. 1
No. 6 June.
Savei, S. 2012. An Agricultural Pollutant:
Chemical Fertilizer. International Journal
of Environmental Science and
Development, Vol. 3, No. 1, February.
Sookram, R. 2013. Environmental Attitudes
and Environmental Stewardship:
Implications for Sustainability. The
Journal of Values-Based
Leadership.Volume 6, Issue 2
Summer/Fall 2013 Article 5.
Undang-Undang No.32. 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
Tri Nova Anggraini, M,Pd Dr. H. Fatchur Rohman, M.Si Dr. H. Abdul Gofur, M.Si
Dosen Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Islam Riau
trinovaanggraini@yahoo.co.id
Dosen Biologi Universitas Negeri Malang
fatroh_ongs@yahoo.com; biologi_gofur@yahoo.com
Abstrak
Pencemaran yang ditimbulkan oleh limbah cair pabrik kelapa sawit memerlukan penanganan
yang murah dan mudah seperti melalui proses fitoremediasi, yaitu memanfaatkan tumbuhan
untuk menanggulangi jumlah pencemaran. Metode ini kemudian dijadikan materi bahan ajar
pada Matakuliah Pengetahuan Lingkungan sebagai upaya memberikan pengetahuan dan
menumbuhkan rasa kepedulian dalam menjaga lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh lama penanaman dan berat basah tumbuhan Akar Wangi (Chrysopogon
zizanioides,L) terhadap kadar pencemar pada limbah cair kelapa sawit, serta pengembangannya
untuk bahan ajar pada Matakuliah Pengetahuan Lingkungan di perguruan tinggi. Penelitian ini
merupakan penelitian pengembangan yang didahului dengan penelitian eksperimen yang
hasilnya dikembangkan untuk materi bahan ajar. Penelitian eksperimen dilakukan dengan
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Data didapatkan dengan melakukan
pengukuran kandungan BOD, COD, Minyak/ Lemak, dan NH3-N dan dianalisis dengan Anava
ganda dengan taraf signifikansi 0,05. Penelitian pengembangan menggunakan four-D-models
yang dimodifikasi. Hasil penelitian dengan Analisis Varians (ANAVA) menunjukan, bahwa
terdapat perbedaan yang nyata untuk variabel terikat lama tanam dan berat basah pada Akar
Wangi 50gr, 100gr, dan 150gr pada hari ke-15 dan ke-30. Limbah cair kelapa sawit pada hari ke-
15 dan ke-30 dengan berat basah 50gr mengalami penurunan kadar COD sebasar 13,21%, 100gr
sebesar 23,81%, dan 150gr sebesar 26,19%. Kadar BOD pada Akar Wangi 50 gr mengalami
penurunan sebasar 2,40%, 100gr sebasar 6,61%, dan 150gr sebasar 7,43%. Kadar NH3-N pada
Akar Wangi dengan berat basah 50gr mengalami penurunan sebasar 7,67%, 100gr sebesar
11,85% dan 150gr terjadi sebesar 12,91%. Kadar minyak/ lemak dengan berat basah 50 gr pada
mengalami penurunan sebasar 1,64%, 100gr sebasar 3,30%, namun tidak berbeda untuk Akar
Wangi dengan berat basah 150gr mengalami penurunan sebasar 3,30%. Uji validasi dan uji
kelompok kecil menunjukkan bahwa bahan ajar telah layak digunakan dalam pembelajaran di
perguruan tinggi.
Kata kunci: Fitoremediasi, Akar Wangi (Chrysopogon zizanioides, L), Limbah Cair Kelapa
Sawit, Bahan Ajar
Pendahuluan
Peningkatan permintaan dunia terhadap Riau. Seiring pertumbuhan industri tersebut
minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil disatu sisi dapat meningkatkan kualitas hidup
(CPO) mendorong peningkatan jumlah lahan manusia, yaitu dengan pening-katan
kelapa sawit di Indonesia, terutama di Provinsi pendapatan masyarakat, namun disisi lain
hasil pengolahan CPO dapat mengakibatkan baru yang akan menjawab per-masalahan
pencemaran lingkungan terutama di perairan. lingkungan serta melin-dungi komponen-
Pada tahun 2012 produksi CPO komponen di dalam-nya dari kepunahan
diprediksikan volumenya mencapai 12,3 juta akibat serangkaian intervensi manusia yang
ton. Setiap ton minyak sawit yang dihasilkan bersifat negatif. Mahasiswa juga harus mampu
akan mengeluarkan limbah cair sebanyak 2,5 menganalisis dan memberikan solusi pada
m3 berarti untuk men-capai produksi minyak permasalahan lingkungan yang terjadi di
sawit sebesar 12,3 juta ton menghasilkan 30,7 sekitarnya. Dosen juga ber-peran dalam
juta m3 limbah cair, (Silaholo, 2009). Data ini menentukan proses pem-belajaran tersebut
menunjukkan besarnya pencemaran yang agar harapan dari dibelajarkannya Matakuliah
diakibatkan oleh limbah cair pabrik kelapa Pengeta-huan Lingkungan dapat tercapai.
sawit, oleh sebab itu perlu adanya upaya Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh
pengendalian terhadap pencemaran tersebut. dosen adalah dengan mengembangkan bahan
Banyak metode yang dapat digunakan ajar.
untuk penanggulangan pen-cemaran, yaitu Bahan ajar merupakan bagian penting
secara fisika, kimia dan biologi. Pada metode dalam pelaksanaan pendidikan. Melalui bahan
biologi, fitoreme-diasi dapat dijadikan sebagai ajar pendidik akan lebih mudah dalam
alternatif metode penangulangan pencemaran. melaksanakan pembela-jaran serta mahasiswa
Metode ini telah terbukti lebih mudah akan lebih ter-bantu dalam belajar. Salah satu
diaplikasikan disamping menawarkan biaya manfaat dari bahan ajar adalah memperkaya
lebih rendah dibandingkan me-tode kimiawi informasi yang diperlukan mahasiswa dalam
ataupun pengerukan. Salah satu strategi belajar dan memudahkan maha-siswa untuk
fitoremediasi yang sudah digunakan secara mempelajari suatu kom-petensi tertentu.
komersial mau-pun masih dalam taraf riset,
yakni yang berlandaskan pada kemampuan Metode
tum-buhan dalam mengakumulasi konta- Penelitian ini merupakan peneli-tian
minan (fitoekstraksi), (Chen et al., dalam eksperimen yang dilakukan dengan
Juhaeti,. dkk, 2009). menggunakan Rancangan Acak Lengkap
Metode fitoremediasi masih terus (RAL). Jumlah perlakuan ada 4, dengan 2
dikembangkan dengan cara men-cari berbagai macam lama penanaman dan setiap perlakuan
jenis tanaman dari ber-bagai kompartemen diulang sebanyak 5 kali, sehingga secara
lingkungan. Salah satu tumbuhan yang dapat keseluruhan diper-oleh 40 unit analisis.
digunakan adalah akar wangi (Chrysopogon Percobaan dilakukan dengan mengikuti
zizanioides, L) atau Vetiver (Inggris) atau langkah-langkah sebagai ber-ikut. (1)
Vetiveria zizanioides (sinonim). Akar Wangi Dilakukan pengukuran faktor fisika kimia dari
adalah sejenis rumput-rumputan berukuran limbah cair kelapa sawit (BOD,COD, minyak/
besar. Akar Wangi banyak dimanfaatkan lemak, dan NH3-N). (2) Limbah cair kelapa
untuk berbagai keperluan ekologis dan sawit diletakkan di wadah yang berukuran
fitoremediasi tanah serta air, (Dafforn, 2002). 10cm x 10cm x 40cm. (3) Tiap-tiap wadah
Berdasarkan pemaparan di atas, maka diberi perlakuan dengan mele-takan tumbuhan
perlu dilakukan penelitian bagai-mana Akar Wangi (Chrysopogon zizanioides, L)
pengaruh Akar Wangi terhadap limbah cair yang di-variasikan jumlah rumpun dan
pabrik kelapa sawit. Hasil penelitian tersebut lamanya penanaman yang dimana, tiap
dapat dijadikan materi bahan ajar pada perlakuan akan diulang sebanyak 5 kali. (4)
Matakuliah Pengetahuan Lingkungan. Hal ini, Sete-lah perlakuann (waktu yang telah diten-
diharapkan mampu menimbulkan pe-mikiran tukan), dilakukan kembali pengukuran faktor
fisika kimia dari limbah cair kelapa sawit dari hasil validasi ahli materi bioremediasi dan
(BOD,COD, minyak/ lemak, dan NH3-N). ahli pembelajaran, serta angket yang
Data yang di-peroleh dianalisis dengan digunakan dalam uji kelompok kecil. Data
menggunakan analisis statistik dibantu dengan kemudian dianalisis dengan teknik persentase.
soft-ware SPSS 16 for Windows (analisis
Anava ganda dan normalitas) dengan taraf Hasil dan Pembahasan
signifikansi 0,05. Data yang diperoleh dianalisis varian
Produk yang dikembangkan adalah bahan (ANAVA), dan apabila terdapat perbedaan,
ajar pada Matakuliah Pengetahuan maka dianalisis lebih lanjut dengan uji
Lingkungan. Bahan ajar ini dikembangkan DMRT0,05 untuk mengetahui secara detail
dengan menggunakan four-D-models letak perbedaan, apakah berbeda nyata atau
(Thiagarajan, 1974) yang dimodifikasi, yaitu tidak. Ringkasan uji ANAVA sebagai berikut
melalui tahap define, design, dan develop (Tabel 1).
tanpa tahap-an disseminate. Data diperoleh
Tabel 1: Hasil Analisis Varians dari data hasil penelitian pengukuran COD
Type III Sum of
Source df Mean Square F Sig.
Squares
Corrected Model 230697.500a 7 32956.786 22.807 .000
Intercept 6847562.500 1 6847562.500 4.739E3 .000
Waktu 44222.500 1 44222.500 30.604 .000
Berat_Basah 167607.500 3 55869.167 38.664 .000
Waktu * Berat_Basah 18867.500 3 6289.167 4.352 .011
Error 46240.000 32 1445.000
Total 7124500.000 40
Corrected Total 276937.500 39
a. R Squared = ,833 (Adjusted R Squared = ,797)
Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai p-level lama tanam dan berat basah Akar Wangi
lebih kecil dari alpha 0,05 (p<0,05) dengan sig terhadap kadar COD pada limbah cair pabrik
0,000. Berdasarkan hasil analisis tersebut, kelapa sawit. Analisis dilanjut-kan ke uji
maka hipotesis penelitian diterima. Terdapat lanjut DMRT0,05 (Tabel 2).
perbedaan yang nyata untuk variabel terikat
Tabel 2: Ringkasan uji DMRT0,05 tentang pengaruh lama tanam dan berat basah Akar Wangi
terhadap kadar COD pada limbah cair pabrik kelapa sawit
Variabel Terikat Kadar COD Notasi
Waktu 30 hari 380.500 a
(Lama Tanam) 15 hari 447.000 b
150 gr 365.000 a
Berat Basah 100 gr 370.000 b
Akar Wangi 50 gr 396.000 c
Kontrol 524.000 d
Hasil uji lanjut DMRT 0,05 menunjukkan basah Akar Wangi terhadap kadar COD pada
bahwa untuk pengaruh lama tanam Akar limbah cair pabrik kelapa sawit menunjukkan
Wangi terhadap kadar COD pada limbah cair bahwa perlakuan dengan berat basah akar
pabrik kelapa sawit menunjukkan bahwa wangi 150 gr (notasi a) memberikan pengaruh
perlakuan dengan lama tanam Akar Wangi 30 paling tinggi terhadap penurunan kadar COD
hari (notasi a) memberikan pengaruh paling pada limbah cair pabrik kelapa sawit dan
tinggi terhadap penurunan kadar COD pada berbeda nyata dengan perlakuan berat basah
limbah cair pabrik kelapa sawit dan berbeda Akar Wangi kontrol (notasi d), 50 gr (notasi
nyata dengan perlakuan lama tanam akar c), 100 gr (notasi b).
Wangi 15 hari (notasi b). Ringkasan uji ANAVA untuk kadar
Hasil uji lanjut DMRT0,05 juga pencemar BOD sebagai berikut (Tabel 3).
menunjukkan bahwa untuk pengaruh berat
Tabel 3: Hasil Analisis Varians dari data hasil penelitian pengukuran BOD
Type III Sum of
Source df Mean Square F Sig.
Squares
Corrected Model 5732.832a 7 818.976 11.844 .000
Intercept 2773280.978 1 2773280.978 4.011E4 .000
Waktu 1184.723 1 1184.723 17.133 .000
Berat_Basah 3900.354 3 1300.118 18.802 .000
Waktu * Berat_Basah 647.754 3 215.918 3.123 .039
Error 2212.693 32 69.147
Total 2781226.503 40
Corrected Total 7945.525 39
a. R Squared = ,722 (Adjusted R Squared = ,661)
Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai p-level lama tanam dan berat basah Akar Wangi
lebih kecil dari alpha 0,05 (p<0,05) dengan sig terhadap kadar BOD pada limbah cair pabrik
0,000. Berdasarkan hasil analisis tersebut, kelapa sawit. Analisis dilan-jutkan ke uji
maka hipotesis penelitian diterima. Terdapat lanjut DMRT0,05 sebagai berikut (Tabel 4).
perbedaan yang nyata untuk variabel terikat
Tabel 4: Ringkasan uji DMRT0,05 tentang pengaruh lama tanam dan berat basah Akar Wangi
terhadap kadar BOD pada limbah cair pabrik kelapa sawit
Variabel Terikat Kadar BOD Notasi
Waktu 30 hari 257.868 a
(Lama Tanam) 15 hari 268.752 b
150 gr 255.034 a
Berat Basah 100 gr 255.535 b
Akar Wangi 50 gr 263.202 c
Kontrol 279.468 d
Hasil uji lanjut DMRT0,05 me-nunjukkan basah Akar Wangi terhadap kadar BOD pada
bahwa untuk pengaruh lama tanam Akar limbah cair pabrik kelapa sawit menunjukkan
Wangi terhadap kadar BOD pada limbah cair bahwa perlakuan dengan berat basah Akar
pabrik kelapa sawit menunjukkan bahwa Wangi 150 gr (notasi a) memberikan pengaruh
perlakuan dengan lama tanam akar wangi 30 paling tinggi terhadap penurunan kadar BOD
hari (notasi a) memberikan pengaruh paling pada limbah cair pabrik kelapa sawit dan
tinggi terhadap penurunan kadar BOD pada berbeda nyata dengan perlakuan berat basah
limbah cair pabrik kelapa sawit dan berbeda Akar Wangi kontrol (notasi d), 50 gr (notasi
nyata dengan perlakuan lama tanam Akar c), 100 gr (notasi b).
Wangi 15 hari (notasi b). Ringkasan uji ANAVA untuk kadar
Hasil uji lanjut DMRT0,05 juga pencemar NH3-N sebagai berikut (Tabel 5).
menunjukkan bahwa untuk pengaruh berat
Tabel 5: Hasil Analisis Varians dari data hasil penelitian pengukuran NH 3-N
Type III Sum of
Source df Mean Square F Sig.
Squares
Corrected Model 179.565a 7 25.652 19.921 .000
Intercept 9584.287 1 9584.287 7.443E3 .000
Waktu 15.092 1 15.092 11.720 .002
Berat_Basah 158.612 3 52.871 41.058 .000
Waktu * Berat_Basah 5.861 3 1.954 1.517 .229
Error 41.206 32 1.288
Total 9805.059 40
Corrected Total 220.771 39
a. R Squared = ,813 (Adjusted R Squared = ,773)
Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai p-level terikat lama tanam dan berat basah Akar
lebih kecil dari alpha 0,05 (p<0,05) dengan sig Wangi terhadap kadar NH3-N pada limbah
0,002 dan sig 0,000. Berdasarkan hasil analisis cair pabrik kelapa sawit. Analisis dilanjutkan
tersebut, maka hipotesis penelitian diterima. ke uji lanjut DMRT0,05 sebagai berikut (Tabel
Terdapat perbedaan yang nyata untuk variabel 6).
Tabel 6. Ringkasan uji DMRT0,05 tentang pengaruh lama tanam dan berat basah Akar Wangi
terhadap kadar NH3-N pada limbah cair pabrik kelapa sawit
Variabel Terikat Kadar NH3-N Notasi
Waktu 30 hari 14.865 a
(Lama Tanam) 15 hari 16.094 b
150 gr 14.125 a
Berat Basah 100 gr 14.216 b
Akar Wangi 50 gr 14.666 c
Kontrol 18.910 d
Hasil uji lanjut DMRT 0,05 me-nunjukkan basah Akar Wangi terhadap kadar NH3-N
bahwa untuk pengaruh lama tanam Akar pada limbah cair pabrik kelapa sawit
Wangi terhadap kadar NH3-N pada limbah menunjukkan bahwa perlakuan dengan berat
cair pabrik kelapa sawit menunjukkan bahwa basah Akar Wangi 150 gr (notasi a)
perlakuan dengan lama tanam Akar Wangi 30 memberikan pengaruh paling tinggi terhadap
hari (notasi a) memberikan pengaruh paling penurunan kadar NH3-N pada limbah cair
tinggi terhadap penurunan kadar NH3-N pada pabrik kelapa sawit dan berbeda nyata dengan
limbah cair pabrik kelapa sawit dan berbeda perlakuan berat basah Akar Wangi kontrol
nyata dengan perlakuan lama tanam Akar (notasi d), 50 gr (notasi c), 100 gr (notasi b).
Wangi 15 hari (notasi b). Ringkasan uji ANAVA untuk kadar
Hasil uji lanjut DMRT 0,05 juga pencemar minyak/lemak sebagai berikut
menunjukkan bahwa untuk pengaruh berat Tabel 7.
Tabel 7. Hasil Analisis Varians dari data hasil penelitian pengukuran minyak/lemak
Type III Sum of
Source Df Mean Square F Sig.
Squares
Tabel 7. menunjukkan bahwa nilai p-level lama tanam dan berat basah Akar Wangi
lebih kecil dari alpha 0,05 (p<0,05) dengan sig terhadap kadar lemak pada limbah cair pabrik
0,000. Berdasarkan hasil analisis tersebut, kelapa sawit. Analisis dilanjutkan ke uji lanjut
maka hipotesis penelitian diterima. Terdapat DMRT0,05 sebagai berikut (Tabel 8).
perbedaan yang nyata untuk variabel terikat
Tabel 8. Ringkasan Uji DMRT0,05 tentang pengaruh lama tanam dan berat basah Akar Wangi
terhadap kadar minyak/lemak pada limbah cair pabrik kelapa sawit
Variabel Terikat Kadar Lemak Notasi
Waktu 30 hari 28.994 a
(Lama Tanam) 15 hari 29.599 b
150 gr 28.611 a
Berat Basah 100 gr 28.827 b
Akar Wangi 50 gr 29.071 c
Kontrol 30.678 d
Ket. Satuan Kadar Lemak = mg/l
Hasil uji lanjut DMRT 0,05 menunjukkan pendorong dan fasilitator membantu
bahwa untuk pengaruh lama tanam Akar mikroorganisme tanah dan air dalam
Wangi terhadap kadar lemak pada limbah cair meningkatkan efesiensi biodegradasi polutan,
pabrik kelapa sawit menunjukkan bahwa seperti proses transpirasi yang dilakukan oleh
perlakuan dengan lama tanam Akar Wangi 30 tanaman dimana terjadi penyerapan air dan
hari (notasi a) memberikan pengaruh paling kemudian diuapkan ke udara melewati stomata
tinggi terhadap penurunan kadar lemak pada pada daun. Proses transpirasi ini mengunakan
limbah cair pabrik kelapa sawit dan berbeda matahari sebagai sistem yang membantu
nyata dengan perlakuan lama tanam Akar transpirasi. Pada saat transpirasi terjadi, akar
Wangi 15 hari (notasi b). tanaman menghisap zat cair dan larutan yang
Hasil uji lanjut DMRT0,05 juga berada di sekitar akar tertarik ke daerah
menunjukkan, bahwa untuk pengaruh berat rhizospher sehingga kontaminan lebih
basah Akar Wangi terhadap kadar lemak pada terkonsentrasi di daerah rhizospher dan
limbah cair pabrik kelapa sawit menunjukkan mempermudah bakteri untuk mengambil
bahwa perlakuan dengan berat basah Akar sebagai sumber nutrisi. Tanaman juga dapat
Wangi 150 gr (notasi a) memberikan pengaruh mengadsorpsi dan biodegradasi konta-minan
paling tinggi terhadap penurunan kadar lemak yang berada di udara, tanah, dan air. Proses
pada limbah cair pabrik kelapa sawit dan adsorpsi tersebut bersifat menyaring/ filter
berbeda nyata dengan perlakuan berat basah untuk kontaminan.
Akar Wangi kontrol (notasi d), 50 gr (notasi Penurunan parameter pencemar menurut
c), 100 gr (notasi b). Zhang, et.al dalam Suhendrayatna dkk, (2012)
Hasil penelitian ini me-nunjukkan bahwa dipengaruhi oleh lama waktu fitoremediasi.
limbah cair pabrik kelapa sawit mengandung Lama-nya waktu tanam dalam proses fito-
senyawa protein, karbohidrat, dan lemak. remediasi akan memberikan kesem-patan bagi
Ketiga jenis pencemar tersebut terutama di- mikroorganisme untuk men-degradasi zat
susun unsur karbon, hidrogen, oksigen, dan kontaminan. Deny dalam Kansiime dan
nitrogen. Brahmana dan Hidayat (2008), Nalubega (1999) juga menjelaskan, bahwa
menjelaskan bahwa bahan-bahan pencemar penyerapan unsur hara (bahan pencemar)
tersebut akan diserap oleh akar tanaman berhubungan langsung dengan laju
setelah didegradasi oleh mikroorganisme pertumbuhan tanaman, di mana unsur hara
menjadi senyawa yang lebih sederhana. akan diubah dan digunakan dalam produksi
Apriadi (2008), menguatkan, bahwa bakteri sel-sel baru selama pertumbuhan. Unsur hara
akan meng-ubah bahan organik menjadi lebih diserap tanaman sebagai nutrisi untuk
se-derhana serta menghasilkan energi untuk membantu pertumbuhannya.
sintesis sel bakteri itu sendiri. Hasil validasi ahli pengem-bangan bahan
Menurut Anderson et al., dalam Erickson ajar dan analisis terhadap bahan ajar secara
et al., (1999) beberapa tanaman tidak secara ringkas disajikan pada Tabel 9.
aktif berperan langsung dalam remediasi tanah
dan air tetapi tanaman berfungsi sebagai faktor
Tabel 9: Ringkasan hasil dan analisis validasi ahli pengembangan bahan ajar
Aspek P (%) Kategori Keputusan Uji
Format Handout 85 S.L T.R
Kebahasaan 80 L T.R
Penyajian 90 S.L T.R
Tampilan 70 L T.R
Manfaat 100 S.L T.R
Ket:
S.L = Sangat Layak T.R = Tidak Revisi
L = Layak R = Revisi
Berdasarkan Tabel 9. diketahui bahwa aspek keputusan uji tidak perlu direvisi. Aspek
format bahan ajar di-dapatkan nilai presentase tampilan didapat-kan nilai presentase 70%,
85%. Peroleh-an presentase tersebut menunjukkan kategori layak dengan
menunjukkan kategori sangat layak, sehingga keputusan uji tidak perlu direvisi, sedangkan
bahan ajar tidak perlu direvisi. Aspek ke- untuk aspek manfaat didapatkan nilai
bahasaan didapatkan nilai presentase 80%, pesentase 100%, menunjukkan kategori sangat
menunjukkan kategori layak dengan layak dengan keputusan uji tidak perlu
keputusan uji tidak perlu di-revisi. Aspek direvisi.
penyajian didapatkan nilai presentase 90%, Hasil validasi ahli materi dan analisis terhadap
menunjukkan kategori sangat layak dengan bahan ajar secara ringkas disajikan
pada Tabel 10.
Berdasarkan Tabel 11, juga diketahui bahwa untuk aspek keterbacaan didapatkan nilai
aspek kesesuaian dengan prinsip presentase 91,67%, menunjukkan kategori
pengembangan bahan ajar didapatkan nilai sangat layak dengan keputusan uji tidak perlu
presentase 90%. Perolehan presentase tersebut direvisi.
menun-jukkan kategori sangat layak, sehingga Uji pengembangan dilakukan dalam kelompok
handout tidak perlu direvisi. Aspek kelayakan kecil dengan jumlah responden sebanyak 15
isi didapatkan nilai pre-sentase 90,56%, mahasiswa. Hasil uji pengembangan dan
menunjukkan kategori sangat layak dengan analisis secara ringkas disajikan pada Tabel 12
keputusan uji tidak perlu direvisi, sedangkan
Berdasarkan Tabel 12. diketahui bahwa uji kelompok kecil menunjukkan, bahwa
aspek format bahan ajar didapatkan nilai bahan ajar telah layak digunakan dalam
presentase 84.27%. Perolehan presentase pembelajaran di perguruan tinggi.
tersebut menunjukkan kategori sangat layak, Penelitian lebih lanjut juga diperlukan
sehingga bahan ajar tidak perlu direvisi. untuk mengetahui mikro-organisme yang
Aspek kebahasaan didapatkan nilai presentase bersimbiosis dengan akar tumbuhan (Akar
84%, menunjukkan kategori sangat layak Wangi), serta mengembangkan penelitian ini
dengan keputusan uji tidak perlu direvisi. menjadi buku refrensi dengan informasi-
Aspek penyajian didapatkan nilai presentase informasi berdasarkan hasil penelitian yang
82%, menunjukkan kategori sangat layak lebih lengkap.
dengan keputusan uji tidak perlu direvisi.
Aspek tampilan didapatkan nilai presentase Daftar Rujukan
89.33%, menunjukkan kategori sangat layak Amir, S. 2012. Pengembangan Bahan Ajar
dengan keputusan uji tidak perlu direvisi, Berbasis Kontekstual untuk
sedangkan untuk aspek manfaat didapatkan Pembelajaran Kimia Materi Unsur
nilai presentase 89.33%, menunjukkan Transisi sebagai Sumber Belajar Mandiri
kategori sangat layak dengan keputusan uji Peserta Didik Kelas XII SMA. (Online),
tidak perlu direvisi. (eprints.uny.ac.id), diakses pada 25 April
Penelitian pengembangan dila-kukan 2013.
untuk menjembatani antara pene-litian dan Apriadi, T. 2008. Kombinasi Bakteri dan
praktek pendidikan (Ardhana, 2002). Materi Tumbuhan Air sebagai Bioremediator
yang terdapat dalam bahan ajar ini diharapkan dalam Mereduksi Kandungan Bahan
mampu melahirkan pemikiran-pemikiran baru Organik Limbah Kantin. IPB Repository.
yang akan menjawab permasalahan Ardhana, I.W., 2002. Konsep Penelitian
lingkungan akibat serangkaian inter-vensi Pengembangan dalam Bidang
manusia yang bersifat negatif. Pengembangan Pendidikan dan Pembelajaran. Makalah
bahan ajar berdasarkan permasalahan disajikan dalam Lokakarya Nasional
kontekstual, menurut Amir (2012) pada Angkatan II Metodologi Penelitian
dasarnya sama dengan pengembangan materi Bidang Pendidikan dan Pembelajaran.
untuk bahan ajar pada umumnya. Perbeda- Malang, 22-24 Maret
annya adalah pada bentuk penyajian Dafforn, MR. 2002. Hedge Vetiver: A Genetic
materinya. Penyajian materi untuk bahan ajar and Intellectual Heritage. Proceedings of
yang kontekstual mengguna-kan pendekatan the Second International Conference on
kontekstual artinya, penyajian materi untuk Vetiver: Vetiver and the Environment. Pp.
bahan ajar yang kontekstual dikaitkan dengan 361-371. Bangkok
situasi dunia nyata mahasiswa, sehingga di- Erickson L.E, M.K. Banks, L.C.Davis,
harapkan dapat memberikan banyak informasi A.P.Schwab, N. Muralidharan, and K.
tentang pengolahan limbah cair dari pabrik Reilley. 1999. Using Vegetaion To
kelapa sawit. Enhance In Situ Bioremediation.
(Online). http ://www .engg.ksu.edu
Simpulan /HSRC/phytorem /vegenhance.html,
Hasil penelitian ini menun-jukkan bahwa diakses 06 Juni 2013
Akar Wangi (Chrysopogon zizanioides,L) Hidayat, E.N., dan W. Aditya. 2008. Potensi
mampu menurunkan kadar COD, BOD, NH3- dan Pengaruh Tanaman pada
N, dan minyak/ lemak, serta uji validasi dan Pengolahan Air Limbah Domestik
Widodo
Fakultas Saintek UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Jl. Marsda Adisucipto No. 1 Yogyakarta 55281, e-mail: wwidodo594@gmail.com
Abstrak
Ditemukan populasi terbatas Asterostemma repandum Decne. di semak-semak tepi jalan
pada lokasi S 07o 04 04.1; E 110o 30 47.9 Gunung Ijo Pegunungan Batur Agung Yogyakarta.
Identifikasi didasarkan pada deskripsi Backer dan Bakhuizen (1963), specimen tipe Herbarium
MNHN-P-P032565 berasal dari Jawa (Musum national dHistoire naturelle Paris Perancis,
2014), gambar Delessert dan Candolle (1838). Informasi tentang Asterostemma repandum di
Indonesia maupun global sangat terbatas. Artikel ini memaparkan foto karakteristik morfologi
penting seperti perawakan (habitus), batang, daun, bunga, dan pollinia.
Gambar 2. A. Susunan Bunga Asterostemma repandum Temuan Penulis (1, 2. Kuncup Bunga
Majemuk, 3,4. Susunan Bunga Mekar, 5. Satuan Bunga mekar. B. Susunan Bunga
Asterostemma repandum Herbarium Tipe dan Ilustrasi dari DeCandolle dan deLessert
(1846) (1,2. Kuncup Bunga Majemuk pada Herbarium Tipe, 3,4. Ilustrasi Bunga
Mekar, 5. Ilustrasi Satuan Bunga Mekar).
A B C
1. Gynostegium dengan korona 1. Gynostegium dengan korona 1. Gynostegium dengan korona
A B
1 2
3 C
Gambar 4. Bentuk dan Susunan Pollinia Asterostemma repandum. A. Temuan Penulis (1,2.
Keadaan Terlepas atau Bebas dari Gynostegium, 3. Orientasi dan Kedudukan Bagian-
Bagian Pollinia pada Gynostegium dengan Korpuskulum dan Lobus Pollinia Yang
Tegak). B. Ilustrasi DeCandolle dan DeLessert (1846). C. Ilustrasi dalam Herbarium
Tipe (MNHN, Paris)
A B
Gambar 5. Buah Asterostemma repandum. Biji Telah Lepas. A. Tampak Dinding Bagian Dalam.
B. Tampak Dinding Luar.
Tumbuhan ini melilit pada Meyna grisea tumbuhan ini mirip dengan daun Argyera
bersamaan tumbuhan melilit lainnya: Argyreia mollis. Eksplorasi dan pengamatan di sekitar
mollis, Centrosema pubescens berdekatan lokasi belum ditemukan tumbuhan tersebut
dengan Mardenia tenacissima, Telosma sampai laporan ini ditulis.
accedens, Eupatorium palescens sehingga Specimen ditemukan penulis ketika
sulit dikenali. Ukuran dan struktur daun sedang kunjungan periodik untuk mengamati
Abstrak
Kawah Ijen merupakan salah satu kawasan yang memiliki keanekaragamanan
mikroorganisme penghasil enzim termostabil. Pengeksplorasian bakteri termofilik
penghasil amilase, lipase, dan protease di kawah Ijen merupakan langkah untuk
penyediaan enzim termostabil khas wilayah Indonesia yang dapat digunakan untuk
industri, bioteknologi dan bioremidiasi. Tujuan dalam penelitian ini, antara lain 1)
Mengidentifikasi keragaman bakteri termofilik dari sumber air panas kawah Ijen
Kabupaten Bondowoso Jawa Timur; 2) Menganalisis aktivitas amilase oleh isolat
bakteri termofilik dari sumber air panas kawah Ijen Kabupaten Bondowoso Jawa Timur;
3) Menganalisis aktivitas lipase oleh isolat bakteri termofilik dari sumber air panas
kawah Ijen Kabupaten Bondowoso Jawa Timur; dan 4) Menganalisis aktivitas protease
oleh isolat bakteri termofilik dari sumber air panas kawah Ijen Kabupaten Bondowoso
Jawa Timur. Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif laboratorik. Data yang
diperoleh dianalisis dengan menggunakan ANAVA (uji F) satu jalur dengan taraf
signifikant 5% yang dilanjutkan dengan uji BNT 5%. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa: ditemukan 12 isolat bakteri termofilik, masing-masing terdapat 3
isolat bakteri termofilik amilolitik, lipolitik dan proteolitik unggul. Bakteri termofilik
amilolitik unggul adalah Pseudomonas stutzeri, Bacillus firmus, dan Pseudomonas
flurescens. Bakteri termofilik lipolitik unggul adalah Pseudomonas aeruginosa,
Pseudomonas flurescens, dan Pseudomonas stutzeri sedangkan bakteri termofilik
proteolitik unggul adalah Bacillus firmus, Pseudomonas aeruginosa, dan Staphylococcus
aureus. Setiap isolat memiliki karakteristik makroskopis, mikroskopis, dan fisiologis
yang berbeda satu dengan yang lain. Aktivitas amilase, lipase, dan protease termostabil
secara kuantitatif dari ketiga isolat bakteri termofilik amilolitik, lipolitik, dan proteolitik
unggul berbeda. Bakteri termofilik amilolitik yang potensial menghidrolisis amilum
adalah Bacillus firmus dan Pseudomonas flurescens. Bakteri termofilik lipolitik yang
paling potensial menghidrolisis lemak adalah Pseudomonas stutzeri sedangkan bakteri
termofilik proteolitik yang paling potensial menghidrolisis protein adalah Pseudomonas
aeruginosa.
(SMA), medium Nutrient Agar, larutan uji yang terisolasi ada dua belas isolat yang
aktivitas amilase, larutan uji aktivitas diberi kode A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K ,
lipase, dan larutan uji aktivitas protease. dan L. Selanjutnya dua belas isolat bakteri
Untuk mendapatkan data dalam termofilik ditumbuhkan di dalam medium
penelitian ini dilakukan prosedur kerja spesifik yaitu amilum agar (AA), nutrient
yaitu 1) isolasi bakteri termofilik dari agar lemak (NAL), dan skim milk agar
sumber air panas kawah Ijen. Kegiatan ini (SMA). Bakteri termofilik yang mampu
meliputi: sterilisasi alat dan bahan, menghidrolis amilum, lemak, dan protein
pembuatan medium yang terdiri atas akan memperlihatkan zona bening pada
medium LB cair; medium LB padat; bagian dasar medium spesifik sedangkan
medium NA miring; medium selektif (AA, yang tidak mampu membentuk zona
NAL, dan SMA); medium produksi bening berarti tidak mampu
amilase, lipase dan protease yang berupa menghidrolisis amilum, lemak, dan protein
Reagent untuk mengetahui aktivitas enzim yang ada di dalam masing-masing medium
dari isolat bakteri termofilik yang unggul, spesifik. Data isolat bakteri termofilik
pengambilan sampel, propagasi bakteri berdasarkan kemampuan dalam
termofilik, pengenceran sampel, inokulasi menghidrolisis amilum, lemak, dan protein
bakteri, dan karakterisasi. 2) seleksi dapat dilihat pada Tabel 1.
bakteri termofilik amilolitik, lipolitik, dan Dari data di atas terdapat 5 jenis isolat
proteolitik unggul berdasarkan nilai indeks bakteri termofilik amilolitik, 9 jenis isolat
hidrolisis dalam medium spesifik. 3) bakteri termofilik lipolitik, dan7 jenis
penentuan aktivitas amilase, lipase, dan isolat bakteri termofilik proteolitik.
protease secara kuantitatif. 4) identifikasi Kemudian dilakukan pengukuran indeks
jenis-jenis bakteri termofilik amilolitik, hidrolisis untuk mengukur aktivitas
lipolitik, dan proteolitik.Data yang amilase, lipase, dan protease termostabil
diperoleh berupa aktivitas amilase, lipase, secara kualitatifdan seleksi 3 isolat bakteri
dan protease termostabil, dianalisis dengan termofilik amilolitik, lipolitik, dan
sidik ragam ANAVA tunggal yang proteolitik yang unggul. Selanjutnya
dihitung dengan software Windows SPSS masing-masing 3 isolat bakteri termofilik
18 kemudian diuji lanjut dengan uji LSD amilolitik, lipolitik, dan proteolitik unggul
5%. diamati aktivitas amilase, lipase, dan
protease termostabil secara kuantitatif.
Hasil dan Pembahasan Data indeks hidrolisis dan aktivitas
Eksplorasi bakteri termofilik amilase, lipase, dan protease termostabil
dilakukan pada sepuluh sumber air panas dapat dilihat pada Tabel 2, Tabel 3, dan
yang ada di kawah Ijen tepatnya di daerah Tabel 4 yang diperjelas pada Gambar 1,
Belawan. Bakteri termofilik dari Gambar 2, dan Gambar 3.
kesepuluh sumber air panas kawah Ijen
Tabel 2. Hasil Pengukuran Indeks Hidrolisis Amilum dan Aktivitas Amilase Pada Bakteri
Termofilik Amilolitik Unggul
Kode Isolat Bakteri Rata-rata (mm) Rata-rata (U/g)
G 3.43 23,01
I 3,43 26,73
J 3,24 26,67
Gambar 1. Perbedaan Aktivitas Amilase antar Spesies Bakteri Termofilik Amilolitik dari Sumber
Air Panas Kawah Ijen
Berdasarkan Tabel2 dan Gambar 1 amilum 3,43 mm. Tiap isolat bakteri
isolat bakteri termofilik amilolitik unggul termofilik amilolitik memiliki aktivitas
yaitu G, I, dan J. Isolat bakteri termofilik amilase yang berbeda-beda. Aktivitas
amilolitik yang memiliki indeks hidrolisis amilase yang tertinggi ialah isolat bakteri
tertinggi ialah bakteri dengan kode G dan I termofilik amilolitik dengan kode I
dengan rata-rata nilai indeks hidrolisis sebesar 26,73 U/g dan yang terendah
adalah isolat bakteri termofilik amilolitik dengan kode G yaitu 23,01 U/g.
Tabel 3. Hasil Pengukuran Indeks Hidrolisis Lipida dan Aktivitas Lipase Pada Bakteri Termofilik
Lipolitik Unggul
Kode Isolat Bakteri Rata-rata (mm) Rata-rata (U/g)
E 1,44 45,94
G 1,01 55,76
J 1,55 53,36
Gambar 2. Perbedaan aktivitas Lipase antar Spesies Bakteri Termofilik Lipolitik dari Sumber Air
Panas Kawah Ijen
Tabel 4.Hasil Pengukuran Indeks Hidrolisis Protein dan Aktivitas Protease Pada Bakteri
Termofilik Proteolitik Unggul
Kode Isolat Bakteri Rata-rata (mm) Rata-rata (U/g)
D 0,94 39,27
E 1,45 41,77
I 0,94 37,40
Gambar 3. Perbedaan aktivitas Lipase antar Spesies Bakteri Termofilik Proteolitik dari Sumber
Air Panas Kawah Ijen
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman morfologi talus lumut kerak di
kawasan industri pabrik gula Mojopanggung dan wisata waduk Wonorejo kabupaten
Tulungagung. Penelitian dilakukan dengan desain transek dalam plot yang dimodifikasi. Sampel
diambil dengan cara dikerik dari permukaan kulit pohon pada sisi pohon yang menghadap ke
jalan dengan ketinggian sampai 200 cm dari permukaan tanah. Pengamatan keragaman
morfologi talus dilakukan secara makroskopik yaitu dengan melihat warna dan bentuk, serta
pengamatan secara mikroskopik untuk melihat jaringan yang menyusun talus lumut kerak. Hasil
pengamatan keragaman morfologi talus lumut kerak yang ditemukan di kawasan pabrik gula
Mojopanggung dan waduk Wonorejo yaitu tipe talus foliose dan crustose dengan berbagai
bentuk dan warna. Bentuk dan warna talus yang berbeda menunjukkan kondisi talus lumut kerak
dalam menyesuaikan dengan kondisi lingkungan.
mengetahui manfaat lumut kerak. Berdasarkan yang digunakan minimal 31,4 cm) pada
penelitian terdahulu diketahui bahwa lumut batang pohon bagian tengah ( 150 cm dari
kerak sangat beragam berdasarkan morfologi permukaan tanah). Setelah itu, dilakukan
talus. Selain itu, masing-masing tipe lumut pengamatan secara makroskopis untuk melihat
kerak memiliki tingkat ketahanan yang bentuk dan warna talus lumut kerak. Sampel
berbeda terhadap pencemaran udara, sehingga lumut kerak dikerik utuk dilanjutkan dengan
informasi tentang keragaman lumut kerak pengamatan mikroskopik menggunakan
penting untuk diketahui oleh para pelajar dan mikroskop cahaya elektrik dengan perbesaran
masyarakat sekarang ini. Penelitian ini 100x untuk melihat bagian-bagian dari lumut
bertujuan untuk mengetahui keragaman kerak yang ditemukan. Pengamatan
morfologi talus lumut kerak di kawasan mikroskopik dilakukan dengan cara membuat
industri pabrik gula Mojopanggung dan wisata preparat segar.
waduk Wonorejo kabupaten Tulungagung. Sampel lumut kerak yang diperoleh
selanjutnya dianalisis struktur morfologinya
Metode Penelitian secara makroskopis dan mikrokoskopis.
Alat yang yang digunakan dalam Pengamatan makroskopis meliputi bentuk dan
penelitian ini adalah: peta lokasi, pita meteran, warna, sedangkan pengamatan mikroskopis
tally sheet, kamera, silet dan meliputi struktur lapisan yang menyusun talus
termohygrometer. Bahan yang digunakan lumut kerak.
dalam penelitian ini adalah: plastik transparan,
alat tulis dan tali rafia. Hasil dan Pembahasan
Data sampel talus lumut kerak diambil Lumut kerak yang diamati merupakan
pada masing-masing lokasi penelitian dengan lumut kerak yang ditemukan pada pohon di
metode transek dalam plot pengamatan sepanjang jalan yang masuk plot dalam
menurut Mueller et al. (1974) dalam transek. Keragaman morfologi talus lumut
Tjitrosoepomo (2010) yang dimodifikasi, kerak dibedakan berdasarkan ciri makroskopis
yaitu dengan membuat plot berukuran 10x10 dan mikroskopis. Lumut kerak yang banyak
meter dengan jarak antar plot sepanjang 5 ditemukan di kedua lokasi penelitian yaitu
meter. Vegetasi yang ada dalam plot diamati lumut kerak tipe crustose dan foliose (gambar
jenis pohon dan dilakukan pengukuran 1).
keliling pohon (dengan catatan keliling pohon
a b
Gambar 1 Jenis lumut kerak yang ditemukan di kedua lokasi, a) tipe crustose, b) tipe
foliose
Bentuk talus lumut kerak cukup beragam, memanjang horizontal dan tidak beraturan
yaitu cenderung bulat, memanjang vertikal, (tabel 1).
Lumut kerak tipe foliose yang ditemukan mahagoni) karena pohon-pohon tersebut
di pabrik gula Mojopanggung memiliki dua memiliki kulit pohon yang pecah-pecah,
bentuk, yaitu cenderung bulat dan tidak sehingga lumut kerak yang ditemukan
beraturan. Bentuk cenderung bulat lebih cenderung pecah-pecah, tipis, berkoloni dan
banyak ditemukan pada pohon angsana permukaan talus kasar.
(Pterocarpus indicus), glodok tiang (Polyathia Lumut kerak tipe foliose yang ditemukan
longifolia), trermbesi (Samanea saman) dan di waduk Wonorejo memiliki empat bentuk,
randu (Ceiba petandra) karena pohon-pohon yaitu cenderung bulat, memanjang vertikal
tersebut memiliki kulit pohon yang licin dan dan horizontal serta tidak beraturan. Bentuk
rata, sehingga talus lumut kerak yang cenderung bulat lebih banyak ditemukan pada
ditemukan cenderung tipis, tidak bekoloni dan pohon palem (Chamaedorea sp.), angsana
tidak bertumpuk. Bentuk tidak beraturan lebih (Pterocarpus indicus), glodok tiang (Polyathia
banyak ditemukan pada pohon angsana longifolia), jati (Tectona grandis) dan kersen
(Pterocarpus indicus), mangga (Mangifera (Muntingia calabora) karena pohon-pohon
indica), dan mahoni (Swietenia mahagoni) tersebut memiliki kulit pohon yang licin dan
karena pohon-pohon tersebut memiliki kulit rata, sehingga talus lumut kerak yang
pohon yang pecah-pecah, sehingga talus lumut ditemukan cenderung lebih tebal, bekoloni dan
kerak yang ditemukan cenderung tipis, tidak bertumpuk pada beberapa jenis pohon. Bentuk
berkoloni dan tidak bertumpuk. Tipe crustose memanjang vertikal dan horizontal lebih
memiliki dua bentuk, yaitu memanjang banyak ditemukan pada pohon palem
vertikal dan tidak beraturan. Bentuk (Chamaedorea sp.) karena pohon tersebut
memanjang vertikal lebih banyak ditemukan memiliki kulit pohon yang licin dan rata,
pada pohon trembesi (Samanea saman) karena sehingga talus lumut kerak yang ditemukan
pohon ini memiliki kulit pohon yang licin dan cenderung tebal dan bekoloni. Bentuk tidak
rata, sehingga talus lumut kerak yang beraturan lebih banyak ditemukan pada pohon
ditemukan cenderung utuh, tipis, permukaan angsana (Pterocarpus indicus), glodok tiang
talus kasar dan berkoloni. Bentuk tidak (Polyathia longifolia) dan kersen (Muntingia
beraturan lebih banyak ditemukan pada pohon calabora) karena pohon-pohon tersebut
angsana (Pterocarpus indicus), mangga memiliki kulit pohon yang pecah-pecah,
(Mangifera indica), dan mahoni (Swietenia sehingga talus lumut kerak yang ditemukan
cenderung tipis, tidak berkoloni dan tidak beraturan lebih banyak ditemukan pada pohon
bertumpuk. Tipe crustose memiliki dua angsana (Pterocarpus indicus), glodok tiang
bentuk, yaitu bentuk cenderung bulat dan (Polyathia longifolia) dan kersen (Muntingia
tidak beraturan. Bentuk cenderung bulat lebih calabora) karena pohon-pohon tersebut
banyak ditemukan pada pohon palem memiliki kulit pohon yang pecah-pecah,
(Chamaedorea sp.), angsana (Pterocarpus sehingga lumut kerak yang ditemukan
indicus), glodok tiang (Polyathia longifolia), cenderung pecah-pecah, tipis, tidak berkoloni
jati (Tectona grandis) dan kersen (Muntingia dan permukaan talus kasar.
calabora) karena pohon-pohon tersebut Warna talus lumut kerak cukup beragam,
memiliki kulit pohon yang licin dan rata, yaitu hijau tua, hijau keabu-abuan/kusam,
sehingga talus lumut kerak yang ditemukan putih dan putih keabu-abuan (tabel 2).
cenderung utuh, lebih tebal, tidak berkoloni
dan permukaan talus kasar. Bentuk tidak
Lumut kerak yang ditemukan di pabrik Lumut kerak yang ditemukan di waduk
gula Mojopanggung memiliki warna yang Wonorejo memiliki warna yang beragam,
cukup beragam, yaitu hijau keabuan/kusam, yaitu hijau tua, hijau keabuan/kusam, putih,
putih, dan putih keabuan. Warna talus hijau dan putih keabuan. Warna talus hijau tua pada
keabuan/kusam pada tipe foliose memiliki tipe foliose memiliki pinggiran berwarna hijau
pinggiran berwarna putih dan tidak berkoloni, pucat dan berkoloni, sedangkan pada tipe
sedangkan pada tipe crustose memiliki crustose memiliki pinggiran berwarna hijau
pinggiran berwarna putih dengan bagian pucat dengan bagian tengah berwarna hijau
tengah berwarna hijau pucat dan berkoloni. tua dan berkoloni. Warna talus hijau
Warna talus putih pada tipe foliose memiliki keabuan/kusam pada tipe foliose memiliki
pinggiran dan tengah berwarna putih terang, pinggiran berwarna putih dan berkoloni,
sedangkan pada tipe crustose memiliki sedangkan pada tipe crustose memiliki
pinggiran berwarna putih terang dengan pinggiran berwarna putih dengan bagian
bagian tengah tidak terdapat talus. Bagian tengah berwarna hijau pucat dan berkoloni.
pinggir dan tengah talus berwarna putih gelap, Warna talus putih pada tipe foliose memiliki
baik pada lumut kerak tipe foliose dan pinggiran putih terang dan bagian tengah
crustose, namun pada tipe foliose warna talus berwarna hijau kusam, sedangkan pada tipe
lebih tebal daripada tipe crustose. crustose memiliki pinggiran dan bagian
tengah berwarna putih terang. Warna talus
putih keabuan pada tipe foliose memiliki waduk Wonorejo cukup sejuk. Berbeda
pinggiran putih kusam dan bagian tengah dengan kondisi di pabrik gula Mojopanggung
berwarna abu-abu kusam, sedangkan pada tipe yang memiliki suasana panas karena suhu
crustose memiliki pinggiran dan bagian udara yang tinggi sekitar 31C dengan tingkat
tengah berwarna putih kusam. kelembaban udara yang rendah sekitar
Warna talus lumut kerak lebih beragam di 59,75%.
waduk Wonorejo daripada di pabrik gula Ciri mikroskopis lumut kerak yang
Mojopanggung karena waduk Wonorejo ditemukan di kedua lokasi penelitian diamati
memiliki suhu udara yang rendah yaitu 26,5C dengan cara membuat preparat segar yang
dan tingkat kelembaban udara yang cukup diamati di bawah mikroskop dengan
tinggi yaitu 61,75% sehingga suasana di perbesaran 100x (gambar 2).
1
2
3
4
5
a b
Gambar 2. Penampang melintang lumut kerak tipe crustose (a) dan foliose (b) dengan
perbesaran 100x, 1) lapisan korteks bagian atas, 2) lapisan alga, 3) lapisan medula, 4)
lapisan korteks bagian bawah dan 5) substrat.
lingkaran tetapi juga dapat ditemukan pada yang tidak terlalu terlihat jelas. Hal tersebut
keadaan tidak beraturan. didukung oleh pernyataan Fink (1961), yang
Warna talus lumut kerak yang ditemukan menyatakan bahwa lapisan dermis pada
di lokasi penelitian mengalami perubahan kebanyakan tipe talus foliose tidak dapat
warna yang tidak konsisten. Lumut kerak di dibedakan dengan lapisan atasnya.
daerah yang tercemar, pertumbuhannya akan Pengamatan mikroskopis lumut kerak
kurang baik yang ditandai dengan warna tipe crustose sulit dilakukan karena talusnya
menjadi pucat atau berubah (Noer, 2004). sangat tipis dan melekat pada substrat,
Menurut Istam (2007), penampakan warna sedangkan pada tipe foliose sulit dilakukan
talus dari suatu jenis lumut kerak tidak selalu karena talusnya tipis, bertumpuk-tumpuk dan
memperlihatkan warna yang tetap, hal ini mudah terpisah dengan substrat saat
tergantung pada kondisi tempat tumbuh talus pengirisan sampel. Namun, pada kedua
lumut kerak. Hal ini diakibatkan oleh adanya preparat dapat terlihat adanya alga yang
aktivitas industri dan lalu lintas kendaraan bersimbiosis meskipun tidak dapat
bermotor yang melewati lokasi penelitian. mengidentifikasi jenis alga tersebut.
Selain itu menurut Wijaya (2004), perubahan
warna juga dapat terjadi karena adanya Simpulan
perubahan kadar klorofil pada talus lumut Talus lumut kerak yang ditemukan di
kerak akibat terkontaminasi gas-gas yang kedua lokasi yaitu di pabrik gula
bersifat racun atau pencemar. Mojopanggung dan bendungan Wonorejo
Pengamatan mikroskopik ini dilakukan Kabupaten Tulungagung memiliki perbedaan
bertujuan untuk mengetahui lapisan-lapisan dari segi tipe morfologi, keadaan talus dan
yang menyusun talus lumut kerak (Pratiwi, jaringan penyusun talus. Berdasarkan tipe
2006). Lumut kerak tipe crustose memiliki morfologi lumut kerak yang ditemukan yaitu
tiga lapisan, yaitu lapisan korteks bagian atas, tipe talus foliose dan tipe talus crustose
lapisan alga dan lapisan medula, yang batas dengan bentuk dan warna yang berbeda.
antar lapisannya tidak terlalu jelas. Hal ini
seperti yang dikemukakan oleh Ahmadjian & Daftar Rujukan
Hale (1973) bahwa pada umumnya tipe talus Ahmadjian, V. & Hale, M.E. 1973. The
crustose hanya terbagi ke dalam lapisan Lichens. Academic Press, A Subsidiary
korteks atas, lapisan alga, dan medula. Lumut of Harcourt Brace Javanovich. New
kerak tipe crustose tidak pernah memiliki York.
lapisan korteks bawah sehingga pelekatan Fink, B. 1961. The Lichen Flora of United
dengan substratnya langsung menggunakan States. Ann Arbor: The University of
medula, memiliki sifat homoiomerous artinya Michigan Pr.
tidak memiliki stratifikasi pada lapisan-lapisan Hardani, Y. 2010. Keanekaragaman Lichen di
tersebut, miselium menyebar di atas substrat Denpasar sebagai Bioindikator
berupa filamen tipis kusut yang menyelubungi Pencemar Udara. Seminar Nasional
alga. Biologi 2010.
Lumut kerak tipe foliose memiliki empat Istam, Y.C. 2007. Respon lumut Kerak Pada
lapisan, yaitu lapisan korteks bagian atas, Vegetasi Pohon Sebagai Indikator
lapisan alga, lapisan medula dan lapisan Pencemaran Udara di Kebun Raya
korteks bawah. Tipe talus foliose secara Bogor Dan Hutan Kota Mangalawana
makroskopis memiliki bentuk seperti Bhakti. Bogor: IPB.
lembaran daun, sedangkan secara mikroskopis Januardania, D. 1995. Jenis-jenis Lumut Kerak
tipe talus ini memiliki batasan antar lapisan yang Berkembang pada Tegakan Pinus
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menjajagi pengaruh pemberian suplemen CaCO3
terhadap penampilan reproduksi dan perkembangan rangka fetus mencit. CaCO3 yang
dilarutkan dalam akuades diberikan pada mencit secara oral dengan alat gavage selama
hari kebuntingan ke 6-15, dengan dosis 0 (kontrol), 195; 390; dan 585 mg/ kg berat
badan/ hari.Mencit dibedah pada hari kebuntingan ke 18, dan dilakukan pengamatan
terhadap jumlah fetus hidup, fetus mati, fetus resorpsi, berat fetus, dan panjang fetus,
dan kelainan morfologi fetus. Di samping itu dilakukan pengukuran panjang tulang-
tulang panjang penyusun anggota gerak depan dan belakang dari fetus yang telah
diwarnai dengan Alizarin Red S.Hasil pengamatan menunjukkan tidak ada hubungan
dose-response antara besarnya dosis yang diberikan dengan penampilan reproduksi
mencit dalam hal jumlah fetus hidup, fetus mati, fetus resorpsi, berat fetus, dan panjang
fetus, serta perkembangan rangka fetus yang meliputi panjang tulang humerus, radius
dan ulna pada anggota gerak depan; dan femur, tibia dan fibula pada angota gerak
belakang.Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemberian sulemen kalsium
sampai dengan dosis 585 mg/kg berat badan selama masa organogenesis tidak
berpengaruh terhadap penampilan reproduksi dan perkembangan rangka fetus mencit.
mengevaluasi batas aman penggunaan zat manusia. Dalam 1 tablet suplemen kalsium
kimia oleh wanita hamil sangat diperlukan mengandung 1500 mg CaCO3, berarti
adanya keteratogenikan. Pada uji tersebut mengandung 600 mg kalsium. Kebutuhan
dilakukan pengamatan terhadap penampilan kalsium wanita hamil adalah 1000 mg per
reproduksi, kelainan morfologi dan skeleton,
hari (Mayus, 2013), dan dosis kalsium
serta histopatologi. Penampilan reproduksi
harian manusia tidak boleh melebihi 2500
meliputi jumlah fetus hidup,jumlah embrio
yang diresorpsi, jumlah fetus mati, berat mg. Kisaran dosis kalsium yang digunakan
badan, dan panjang fetus. Kelainan morfologi dalam penelitian ini adalah dosis 600-2500
meliputi cacat morfologi pada tubuh fetus, mg/orang/hari, atau untuk CaCO3 sebesar
sedangkan kelainan rangka meliputi kelainan 1500-6250 mg. Dosis tersebut
struktur dan jumlah tulang, serta dikonversikan pada mencit menurut cara
keterlambatan ossifikasi yang dapat diketahui Laurence dan Bacharach, sehingga
dari pengukuran panjang tulang. diperoleh dosis perlakuan 0 (kontrol); 195;
Metode Penelitian 390; dan 585 mg/ kg berat badan/ hari.
Penelitian ini merupakan penelitian Mencit betina yang berada dalam
pendahuluan dengan perlakuan berupa tahap estrus (diketahui dari pemeriksaan
empat taraf dosis CaCO3, masing-masing lavage vagina) dikawinkan. Adanya
perlakuan diulang dua kali. Variabel bebas sumbat vagina pada keesokan harinya
dalam penelitian ini adalah dosis dianggap hari kebuntingan ke-0. Mencit
CaCO3 yang diperlakukan pada mencit, bunting dibagi menjadi 5 kelompok
yaitu 0 (kontrol); 195; 390; dan 585 mg/ berdasarkan dosis perlakuan suplemen
kg berat badan/ hari. Variabel terikat kalsium yaitu kelompok I (kontrol: 0
dalam penelitian ini adalah jumlah fetus mg/kg bb), kelompok II (195 mg/kg bb),
hidup, fetus mati, fetus resorpsi, berat kelompok III (390 mg/kg bb), dan
fetus, panjang fetus, persentase kelainan kelompok IV (585 mg/kg bb). Selama
morfologi fetus, dan perkembangan penelitian hewan uji diberi pakan berupa
rangka fetus yang meliputi panjang tulang pellet susu A dan minum berupa air PAM
humerus, radius dan ulna pada anggota secara ad libitum.
gerak depan; dan femur, tibia dan fibula Pada hari kebuntingan ke 6-15 (masa
pada angota gerak belakang. organogenesis) mencit perlakuan diberi
Bahan uji yang digunakan dalam CaCO3 secara oral dengan alat gavage
penelitian ini adalah kalsium karbonat sebanyak 0,5 ml/20 g berat badan. Mencit
(CaCO3), dengan bahan pelarut akuades. kontrol diberi akuades dengan cara yang
Hewan yang digunakan dalam penelitian sama.
ini adalah 8 ekor mencit ( Mus musculus) Pada hari kebuntingan ke-18 mencit
galur Balb C dara berumur 8-10 minggu dimatikan dengan cara dibius dengan eter,
dengan berat badan 20-25 gram. kemudian dibedah untuk mengeluarkan
Suplemen kasium yang digunakan fetus dari uterus. Data yang diambil
dalam penelitian ini merupakan kalsium meliputi jumlah fetus hidup dari uterus
karbonat (CaCO3) yang mengandung 40% kanan dan kiri, jumlah fetus mati dan
kalsium. Penentuan dosis kalsium jumlah fetus yang diresorpsi serta berat
perlakuan berdasarkan atas besarnya dosis fetus. Diamati pula morfologi fetus
suplemen kalsium yang digunakan meliputi kelengkapan dan kelainan yang
tampak pada tungkai depan dan belakang, pengaruh suplemen kalsium terhadap
ekor, mata, bibir, langit-langit mulut, dan penampilan reproduksi dan perkembangan
perdarahan bawah kulit. Selanjutnya rangka fetus mencit.
dilakukan proses pewarnaan rangka fetus
dengan Alizarin Red S untuk mengamati Hasildan Pembahasan
perkembangan rangka mencit. Pengamatan Data penampilan reproduksi mencit
perkembangan rangka meliputi: yang diperlakukan dengan suplemen
pengukuran panjang tulang humerus, kalsium meliputi jumlah fetus hidup, fetus
radius dan ulna pada anggota gerak depan; mati, fetus resorpsi, berat fetus, panjang
dan panjang tulang femur, tibia dan fibula fetus dapat dilihat pada Tabel 1, Gambar
pada anggota gerak belakang. 1, Gambar 2, dan Gambar 3.
Data yang diperoleh dianalisis secara
deskriptif untuk memprediksi ada tidaknya
Tabel 1: Penampilan Reproduksi Mencit yang Diperlakukan dengan Suplemen Kalsium Selama
Masa Organogenesis.
Rerata Jumlah Fetus Rerata Rerata
Dosis CaCO3 Jumlah
Berat Panjang
(mg/kg b.b) Induk Hidup Mati Resorpsi Fetus (cm)
Fetus (g)
0 (Kontrol) 2 8 - - 1,090,18 2,080,17
195 2 9 - - 0,890,13 1,740,14
390 2 7 - - 1,080,24 1,800,19
585 2 5,5 - - 1,270,27 2,110,08
Dari Tabel 1 terlihat bahwa dari Rerata panjang fetus terendah terdapat
seluruh mencit perlakuan maupun kontrol pada induk yang diperlakukan dengan
tidak ditemukan fetus yang mati maupun suplemen CaCO3 dengan dosis 195 mg/kg
yang diresorpsi. Rerata jumlah fetus hidup berat badan, tetapi tidak terlihat hubungan
terendah terdapat pada induk yang dose-response antara besarnya dosis
diperlakukan dengan suplemen CaCO3 dengan panjang fetus dari mencit
dengan dosis yang tertinggi, yaitu 585 perlakuan.
mg/kg berat badan, tetapi tidak terlihat Hasil pengamatan morfologi fetus
hubungan dose-response antara besarnya tidak menunjukkan adanya kelainan pada
dosis dengan jumlah fetus hidup dari tungkai depan dan belakang, ekor, mata,
mencit perlakuan. bibir, langit-langit mulut, dan tidak
Rerata berat fetus terendah terdapat ditemukan terjadinya perdarahan bawah
pada induk yang diperlakukan dengan kulit. Dengan demikian dapat dikatakan
suplemen CaCO3 dengan dosis 195 mg/kg bahwa suplemen kalsium yang diberikan
berat badan, tetapi tidak terlihat hubungan pada induk mencit selama masa
dose-response antara besarnya dosis organogenesis tidak bersifat teratogenik.
dengan berat fetus dari mencit perlakuan.
Tabel 2: Rerata Panjang Tulang Panjang Penyusun Kaki Fetus dari Mencit yang Diperlakukan
dengan Suplemen Kalsium Selama Masa Organogenesis.
Dosis Kaki Depan (mm) Kaki Belakang (mm)
CaCO3
Humerus Radius Ulna Femur Tibia Fibula
(mg/kg b.b)
0 (Kontrol) 2,530,15 2,620,18 2,250,05 2,390,24 2,800,14 2,670,19
195 2.080,14 2.250,13 1,960,17 2,100,15 2,410,12 2,170,14
390 2,320,19 2.560,07 2.060,17 2,320,17 2,730,23 2,400,10
585 2,820,210 2.930,17 2,450,09 2.540,14 2,960,15 2,770,18
Gambar 1. Perbandingan fetus (hasil proses pewarnaan rangka) dari Mencit yang Diperlakukan
dengan Suplemen Kalsium Selama Masa Organogenesis.
a. 0 (kontrol), b. 195 mg/kg b.b., c. 390 mg/kg b.b., d. 585 mg/kg b.b.
Gambar 2. Rangka Fetus Mencit Umur 18 Hari, Hasil Proses Pewarnaan Rangka dengan Alizarin
Red S. 1. Humerus, 2. Radius, 3. Ulna, 4. Femur, 5. Fibula, 6. Tibia.
Abstrak
Lahan pasca penambangan emas di Kalimantan Tengah tidak subur akibat hilangnya
lapisan top soil, minim unsur hara tanah, dan berpotensi tercemar merkuri. Perbaikan kondisi
lahan membutuhkan upaya peningkatan kesuburan tanah dan eliminasi merkuri dari tanah.
Penelitian ini bertujuan menguji efektivitas bioorganik fertiliser yang diperkaya dengan
mikrooganisme untuk bioremediasi merkuri, dalam mendukung pertumbuhan tanaman pada
lahan pasca penambangan emas. Penelitian ini dilaksanakan secara eksperimental pada salah
satu lahan pasca penambangan emas di Kalimantan Tengah, yakni di daerah Hampalit,
Kabupaten Katingan. Mikroorganisme yang digunakan sebagai bahan aktif untuk bioorganik
fertiliser, terdiri dari kelompok bakteri EM4, kelompok bakteri IBT (Isolat Barito Timur), dan
konsorsium Klebsiella sp. dan Pseudomonas sp (KP). Kelompok mikroorganisme ini diketahui
berperan dalam kesuburan tanah maupun untuk proses bioremediasi. Parameter penelitian
berupa pertumbuhan 4 jenis tanaman (karet, nenas, jambu mete, jarak) pada lahan pasca
penambangan emas. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian
memperlihatkan bahwa komposisi mikroorganisme dalam bioorganik fertiliser berpengaruh
signifikan terhadap pertumbuhan tanaman. Kelompok mikroorganisme IBT berpengaruh
signifikan dalam menunjang pertumbuhan jenis tanaman uji. Pada tanaman karet, perlakuan
terbaik adalah M2 (IBT tanpa EM4), dan M3 (KP+EM4). Perlakuan terbaik pada tanaman jarak
dan jambu mete adalah M4 (terdiri dari komposisi IBT+EM4), sedangkan perlakuan terbaik
pada tanaman nenas adalah M2, yakni komposisi IBT tanpa EM4.
Kata kunci: Mikroorganisme, Bioorganik Fertiliser, Lahan Pasca Penambangan Emas
memiliki resistensi tinggi terhadap merkuri, bakteri IBT (Isolat Barito Timur), dan
dan sekaligus berpotensi sebagai penyubur konsorsium Klebsiella sp. dan Pseudomonas
tanah. Kedua kelompok isolat di atas sp., limbah ternak sapi, bahan pengaya
diujicoba dalam penelitian ini, dan organik berupa arang dan serat sawit, serasah
dikombinasikan dengan kelompok Colopogonium, dan tandan kosong kelapa
mikroorganisme yang sudah dikenal luas di sawit (TKKS), tanaman nenas, karet, jarak,
pasaran sebagai mikroorganisme penyubur dan jambu mete. Alat-alat penelitian berupa
tanah, yakni EM4. EM4 terdiri dari 95% alat-alat gelas, autoklaf, laminar air flow,
lactobacillus yang berfungsi menguraikan penggaris, cangkul, dan gembor.
bahan organik tanpa menimbulkan panas Percobaan menggunakan Rancangan
tinggi karena mikroorganisme anaerob bekerja Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal.
dengan kekuatan enzim. Kandungan Perlakuan terdiri dari jenis dan komposisi
mikroorganisme utama dalam EM-4 yaitu: mikroorganisme dalam bioorganik fertiliser,
bakteri fotosintetik (Rhodopseudomonas yang terdiri dari: M1 (KP: Klebsiella sp. dan
spp.), bakteri asam laktat (Lactobacillus spp.), Pseudomonas, sp.), M2 (IBT: Isolat Barito
ragi / yeast (Saccharomyces spp), Timur), M3 (KP+EM4), M4 (IBT+EM4).
actinomycetes dan jamur fermentasi Parameter penelitian berupa pertumbuhan
(Aspergillus dan Penicilium). tanaman nenas, karet, jarak, dan jambu mete,
Tanaman budidaya yang diujicoba dalam pada lahan pasca penambangan emas, yang
penelitian ini adalah jenis karet, nenas, jarak, diukur dari indikator: tinggi batang (cm),
dan jambu mete. Pemilihan jenis tanaman ini lingkar batang (cm), dan jumlah
didasarkan pada nilai ekonomis tanaman, dan helaian/daun/ranting. Jumlah perlakuan 5
karakter tanaman yang diharapkan dapat termasuk kontrol, dan 5 kali ulangan. Analisis
bertahan pada kondisi lahan tambang yang data dilakukan secara kuantitatif
panas. Penelitian ini bertujuan menguji menggunakan uji F, dan secara deskriptif.
efektivitas bioorganik fertiliser yang
diperkaya dengan mikrooganisme untuk Hasil dan Pembahasan
bioremediasi merkuri, dalam mendukung Pengaruh Perlakuan Terhadap Tingkat
pertumbuhan tanaman pada lahan pasca Kesuburan Tanaman
penambangan emas. Hasil uji F memperlihatkan bahwa
perlakuan M1, M2, M3, dan M4 berpengaruh
Metode Penelitian signifikan terhadap pertumbuhan semua jenis
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret tanaman uji, ditinjau dari parameter
2013 Nopember 2013, pada salah satu lahan pertumbuhan berupa tinggi batang (TB),
pasca penambangan emas di Kalimantan lingkar batang (LB), maupun jumlah
Tengah, yakni di daerah Hampalit, Kabupaten daun/ranting (JD). Hasil uji lanjut
Katingan. Bahan-bahan yang digunakan: menggunakan uji BNJ 5%, memperlihatkan
mikroorganisme yang digunakan sebagai hampir semua perlakuan berbeda signifikan
bahan aktif untuk bioorganik fertiliser, terdiri dengan kontrol (Tabel 1).
dari kelompok bakteri EM4, kelompok
Keterangan: M1= Kelompok Mikroorganisme KP; M2= Kelompok Mikroorganisme IBT; M3=
Kelompok Mikroorganisme KP+EM4; M4= Kelompok Mikroorganisme IBT+EM4; TB =
Tinggi Batang; LB= Lingkar Batang; JD= Jumlah
Daun; JR= Jumlah Ranting; JH= Jumlah Helaian (Rerata perlakuan yang ditulis dengan huruf
yang sama pada setiap variabel pengamatan pertumbuhan tanaman menunjukkan hasil yang
tidak berbeda nyata pada Uji BNJ 5%).
Gambar 1. Pengaruh Perlakuan terhadap Pertumbuhan Tanaman Nenas
Keterangan: M1= Kelompok Mikroorganisme KP; M2= Kelompok Mikroorganisme IBT; M3=
Kelompok Mikroorganisme KP+EM4; M4= Kelompok Mikroorganisme IBT+EM4; TB =
Tinggi Batang; LB= Lingkar Batang; JD= Jumlah Daun; JR= Jumlah Ranting; JH= Jumlah
Helaian (Rerata perlakuan yang ditulis dengan huruf yang sama pada setiap variabel pengamatan
pertumbuhan tanaman menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada Uji BNJ 5%).
Gambar 2. Pengaruh Perlakuan terhadap Pertumbuhan Tanaman Karet
Keterangan: M1= Kelompok Mikroorganisme KP; M2= Kelompok Mikroorganisme IBT; M3=
Kelompok Mikroorganisme KP+EM4; M4= Kelompok Mikroorganisme IBT+EM4; TB =
Tinggi Batang; LB= Lingkar Batang; JD= Jumlah Daun; JR= Jumlah Ranting; JH= Jumlah
Helaian (Rerata perlakuan yang ditulis dengan huruf yang sama pada setiap variabel pengamatan
pertumbuhan tanaman menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada Uji BNJ 5%).
Gambar 3. Pengaruh Perlakuan terhadap Pertumbuhan Tanaman Jarak
Keterangan: M1= Kelompok Mikroorganisme KP; M2= Kelompok Mikroorganisme IBT; M3=
Kelompok Mikroorganisme KP+EM4; M4= Kelompok Mikroorganisme IBT+EM4; TB =
Tinggi Batang; LB= Lingkar Batang; JD= Jumlah Daun; JR= Jumlah Ranting; JH= Jumlah
Helaian (Rerata perlakuan yang ditulis dengan huruf yang sama pada setiap variabel pengamatan
pertumbuhan tanaman menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada Uji BNJ 5%).
Gambar 4. Pengaruh Perlakuan terhadap Pertumbuhan Tanaman Jambu Mete
Upaya perbaikan lahan kritis pasca dibutuhkan karena lahan pasca tambang emas
tambang emas di Kalimantan Tengah sangat masih menyimpan potensi untuk menjadi
sumber pencemaran logam berat berbahaya energi dan senyawa prekursor. Senyawa
(Hg). Reklamasi secara alami tidak dapat prekursor ini dapat dimanfaatkan oleh
terjadi secara mudah, karena tingkat mikroorganisme dan tanaman. Oleh karena
kerusakan akibat kegiatan penambangan itu, keberadaan mikroorganisme menjadi
emas, menyebabkan hilang dan berkurangnya salah satu parameter produktivitas tanah.
lapisan topsoil tanah. Lahan tidak produktif Tanah yang berada dalam kondisi normal
yang terbentuk pasca penambangan emas, mengandung berbagai jenis mikroorganisme
sangat merugikan bagi lingkungan dan (Kartasapoetra, 1991).
masyarakat setempat. Jika perbaikan kondisi Berdasarkan hasil analisis data, diketahui
lahan pasca tambang emas berhasil dilakukan, bahwa kelompok mikroorganisme IBT
maka akan ada ribuan hektar lahan di memberikan pengaruh signifikan dalam
Kalimantan Tengah yang dapat dipulihkan menunjang pertumbuhan semua jenis tanaman
menjadi lahan yang lebih produktif. uji. Pada tanaman karet, perlakuan terbaik
Berdasarkan hasil penelitian pada 6 adalah M2 (IBT tanpa EM4), dan M3
lokasi pasca penambangan emas yang terdapat (KP+EM4). Perlakuan terbaik pada tanaman
pada 3 kabupaten di Kalimantan Tengah, jarak dan jambu mete adalah M4 yang terdiri
diketahui bahwa lahan tersebut memiliki dari komposisi IBT+EM4, sedangkan
karakteristik yang kurang lebih sama. Lahan perlakuan terbaik pada tanaman nenas adalah
didominasi pasir sekitar 97%, pH tanah M2, yakni komposisi IBT saja tanpa EM4.
kurang dari 6, kandungan bahan organik tanah Kelompok mikroorganisme jenis IBT
kurang dari 2%, secara umum minim unsur (singkatan dari Isolat Barito Timur),
hara tanah dan masih terpolusi oleh senyawa merupakan sekelompok isolat bakteri yang
merkuri (Hg) (Neneng, dkk., 2012). Kondisi diisolasi dari lahan pasca penambangan batu
ini yang menyebabkan penanaman jenis bara di daerah Barito Timur (Kalimantan
tanaman budidaya di areal lahan pasca Tengah). Habitat asal kelompok
penambangan emas, tidak mampu tumbuh mikroorganisme ini adalah perairan yang
dengan baik. Perlakuan bioremediasi Hg, tercemar asam tambang, dengan pH air hingga
yang dipadukan dengan pengayaan unsur hara mencapai kisaran 2 hingga 4. Kelompok
tanah menggunakan bahan bioorganik mikroorganisme ini juga memperlihatkan
fertiliser, terbukti telah mampu menunjang kemampuan resistensi yang tinggi terhadap
pertumbuhan tanaman pada lahan kritis. kadar merkuri di media cair. Potensi
Bioorganik fertiliser merupakan pupuk kelompok isolat ini untuk meningkatkan
organik yang diperkaya dengan kesuburan tanah, terutama di lahan pasca
mikroorganisme (Khudori, 2006). penambangan emas, belum pernah diuji
Mikroorganisme meliputi bakteri, yeast, sebelumnya.
kapang, jamur, prokariota, protista dan alga Hasil analisis kompos memperlihatkan
uniseluler. Salah satu habitat mikroorganisme bahwa komposisi biofertiliser yang
adalah akar tanaman (rhizosfer) (Madigan, mengandung mikroorganisme dari kelompok
et.al., 2012). Rhizosfer kaya akan eksudat IBT, memiliki kandungan C organik, kalium,
yang dikeluarkan oleh tanaman melalui proses dan magnesium, yang relatif lebih tinggi
sekresi akar. Kandungan eksudat antara lain dibandingkan dengan komposisi unsur hara
adalah karbohidrat, asam amino, asam yang sama pada jenis kompos lainnya
organik, enzim dan senyawa-senyawa lain. (Neneng, dkk. 2013). Diduga kuat, kelompok
Mikroorganisme memanfaatkan eksudat mikroorganisme ini memiliki potensi untuk
melalui proses dekomposisi. Dekomposisi menghasilan enzim ekstraseluler yang mampu
eksudat oleh mikroorganisme menghasilkan
Muchammad Yunus
Departemen Parasitologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga
Kampus C Unair, Jl Mulyorejo Surabaya 60115
Phone: 031-5992785, 5993016, Fax: 031-5993015
Email: muhyunus_99@yahoo.com
Abstrak
Pengembangan dan penggunaan live vaccine untuk koksidiosis ayam selama ini
belum berhasil dengan baik dikarenakan pengembangan vaksin tersebut biasanya
terbatas pada satu isolat (spesies) Eimeria saja. Kenyataan menunjukkan banyak kasus
koksidiosis yang terjadi di beberapa farm ayam adalah infeksi campuran beberapa
spesies Eimeria. Disamping itu, respon kekebalan yang terjadi akibat infeksi Eimeria
bersifat spesies spesifik artinya vaksinasi dengan satu atau beberapa spesies Eimeria saja
hanya dapat melindungi induk semang dari satu atau beberapa isolat tersebut. Penelitian
ini bertujuan mengatenuasi patogenitas beberapa spesies Eimeria penyebab koksidiosis
ayam sebagai kandidat polyvalent live vaccine melalui pasase berseri precocious line
pada naive chicken. Patogenitas dalam penelitian ini direpresentasikan dalam lama
periode prepaten, daya perkembangbiakan secara endogen dan produksi ookista. Tiga
spesies Eimeria (E. tenella, E. acervulina dan E. maxima) yang diisolasi dari non
commercial farm, atenuasi strain Eimeria dilakukan dengan metode serial pasase pada
ayam sehat untuk seleksi pengembangan precocious lines Eimeria sp. Untuk masing-
masing pasase, 12 ayam diinokulasi dengan ookista dengan dosis 5 x 103. Sampel feses
diuji untuk produksi ookista dengan menggunakan metode saturated sugar flotation.
Ookista pertama yang didapat dari infeksi digunakan untuk pasase berikutnya, dan
proses tersebut dilakukan berulang sampai periode prepaten masing-masing spesies
Eimeria menjadi lebih pendek. Hasil penelitian menunjukkan ketiga spesies Eimeria
mengalami pemendekan periode prepaten, penurunan multiplikasi, perkembangan dan
produksi ookista. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa metode
pasase berseri precocious line Eimeria sp pada naive chicken dapat digunakan untuk
menurunkan patogenitas spesies secara alamiah.
predileksi dan perkembangbiakannya pada durasi atau lama periode prepaten dan
induk semang yang dipasase. untuk membandingkan orientasi
Sebanyak seratus delapan belas ekor gambaran histopatologis usus
ayam pedaging umur 3 minggu dibagi menggunakan analisis komparasi dan
menjadi tiga kelompok sesuai dengan deskriptif. Penggunaan Statistical Product
spesies Eimeria yang diatenuasi, dimana and Service Solution (SPSS) versi 17.0
kelompok pertama, kedua dan ketiga dilakukan untuk memudahkan perhitungan
masing-masing terdiri dari 36 ekor. statistik.
Kelompok pertama adalah kelompok ayam
yang dipasase berseri sebanyak tiga kali Hasil dan Pembahasan
dengan precocious line E. tenella dosis 5 x Pola produksi ookista harian
103. Kelompok kedua adalah kelompok Pola produksi ookista harian pada
ayam yang dipasase berseri sebanyak tiga ketiga kelompok ayam pada masing-
kali dengan precocious line E. acervulina masing tingkatan pasase dan spesies
dengan dosis yang sama dengan Eimeria selama infeksi berlangsung
kelompok pertama. Kelompok ketiga diilustrasikan secara berturut-turut pada
adalah kelompok ayam yang dipasase Gambar 1, 2 dan 3. Pada pasase pertama,
berseri sebanyak tiga kali dengan ookista E. tenella pertama kali
precocious line E. maxima dengan dosis dipasasekan bersama feses terlihat 168
yang sama dengan kelompok pertama dan jam setelah infeksi kemudian mencapai
kelompok kedua. puncak 240 jam setelah infeksi dan
Pengamatan durasi atau lama periode menurun secara drastis 288 jam setelah
prepaten dan produksi ookista dilakukan infeksi dan 312 jam setelah infeksi ookista
pada ketiga kelompok ayam mulai pasase sudah tidak terdeteksi dalam feses.
pertama sampai pasase ketiga, sedangkan Sedangkan pada pasase kedua, ookista
pengamatan kemampuan terlihat pertama kali dalam feses 144 jam
perkembangbiakan parasit secara endogen setelah infeksi kemudian mencapai puncak
pada induk semang untuk menandai 216 jam setelah infeksi dan turun drastis
apakah parasit mengalami penurunan 264 jam setelah infeksi dan tidak lagi
kemampuan berkembangbiak dan tidak terdeteksi 288 jam setelah infeksi. Pada
menimbulkan kerusakan pada tempat pasase ketiga, ookista terlihat pertama kali
predileksi dan perkembangbiakannya dalam feses 120 jam setelah infeksi
dilakukan pada hari keempat setelah kemudian mencapai puncak 192 jam
infeksi yaitu setengah dari jumlah masing- setelah infeksi dan turun drastis 240 jam
masing kelompok ayam dikorbankan dari setelah infeksi dan tidak lagi terdeteksi
masing-masing pasase dan spesies Eimeria 264 jam setelah infeksi. Pada tiga pasase
dan pengamatan dilakukan secara berseri dari precocious line E. tenella
histologis. menunjukkan pemendekan durasi atau
Penelitian menggunakan rancangan lama periode prepaten dari 168 jam (7
acak lengkap, data produksi ookista hari) menjadi 120 jam (5 hari) yang dapat
dianalisis menggunakan uji one way anova merepresentasikan waktu yang pendek
(uji F ) dilanjutkan uji beda nyata terkecil parasit untuk berkembangbiak dalam
(BNT) (Steel and Torrie, 1995), sedang induk semang dan konseksuensinya
Pada pasase pertama, ookista E. rendah dari puncak pasase pertama dan
acervulina pertama kali dipasasekan turun drastis 216 jam setelah infeksi dan
bersama feses terlihat 96 jam setelah tidak lagi terdeteksi 240 jam setelah
infeksi kemudian mencapai puncak 168 infeksi. Pada pasase ketiga, ookista terlihat
jam setelah infeksi dan menurun secara pertama kali dalam feses 72 jam setelah
drastis 216 jam setelah infeksi dan 240 infeksi kemudian mencapai puncak 144
jam setelah infeksi ookista sudah tidak jam setelah infeksi dan turun drastis 192
terdeteksi dalam feses. Sedangkan pada jam setelah infeksi dan tidak lagi
pasase kedua, pola produksi ookista harian terdeteksi 216 jam setelah infeksi. Pada
sama dengan pasase pertama dimana tiga pasase berseri dari precocious line E.
ookista terlihat pertama kali dalam feses acervulina menunjukkan pemendekan
96 jam setelah infeksi kemudian mencapai durasi atau lama periode prepaten dari 96
puncak 168 jam setelah infeksi tetapi lebih jam (4 hari) menjadi 72 jam (3 hari).
berseri dari precocious line E. maxima lama periode prepaten dari 120 jam (5hari)
menunjukkan pemendekan durasi atau menjadi 72 jam (3 hari).
Seluruh atenuasi strain Eimeria ayam induk semang antara lain sifat alamiah
melalui seleksi untuk pengembangan potensial dari spesies Eimeria itu sendiri,
precocious lines menunjukkan penurunan status imunitas dari induk semang, strain
periode prepaten, E. tenella (7 hari line yang menginfeksi (Arabkhazaeli et
menjadi 5 hari), E. acervulina (4 hari al., 2011). Strain line dari E. tenella, E.
menjadi 3 hari) dan E. maxima (5 hari acervulina dan E. maxima yang
menjadi 3 hari) setelah melalui rata-rata 3 digunakan dalam penelitian ini merupakan
kali pasase. strain keturunan dari strain induk yang
Total produksi ookista mengalami pasase berseri pada naive
Rerata total produksi ookista pada chicken sehingga menghasilkan generasi
ketiga kelompok ayam yang masing- precocious line yang mempunyai virulensi
masing dipasase berseri precocious line E. yang rendah. Generasi precocious lines
tenella, E. acervulina dan E. maxima dari E. mitis, E. brunetti dan E. praecox
selama infeksi berlangsung diilustrasikan (Anderson and Jorgensen, 2003) dan E.
pada Gambar 4. Total produksi ookista acervulina (Kawazoe et al., 2005)
pasase ketiga dari masing-masing spesies mengalami penurunan virulensi setelah
Eimeria sangat signifikan lebih rendah dilakukan pasase berseri pada naive
dibandingkan dengan pasase ketiga chicken.
(p<0,01). Beberapa faktor yang Hasil penelitian Shirley and Bedrnik
mempengaruhi daya reproduksi Eimeria (1997) menyatakan bahwa pada tahap
sp dalam menghasilkan ookista (generasi skizon dari strain Eimeria sp yang
seksual) selama proses infeksi terjadi pada dipasase berseri dari precocious lines pada
Gambar 4. Komparasi total produksi ookista pada kelompok ayam yang diinfeksi E. tenella (A), E
acervulina (B) dan E. maxima (C) strain induk dan precocious line masing-masing spesies Eimeria
tersebut sebagai hasil atenuasi pasase berseri pada naive chicken. **, p<0,01.
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui efektifitas penggunaan protein ekskretori-sekretori
antigen (ESA) Toxoplasma gondii hasil pembiakan in vivo pada mencit sebagai bahan
pembuatan alat immunochromatography test (ICT) untuk diagnosis toksoplasmosis. Sejumlah 82
sampel serum darah manusia digunakan sebagai sampel uji ICT. Serum darah sampel diteteskan
pada alat ICT, dibiarkan beberapa menit sampai pita kontrol terlihat. Hasil pemeriksaan
kemudian dibandingkan dengan uji ELISA sebagai gold standard. Sensitivitas dan spesifitas alat
dihitung untuk menentukan tingkat efektifitas alat. Hasil penelitian didapatkan bahwa alat ICT
yang dibuat untuk diagnosis toksoplasmosis dengan menggunakan protein ESA T. gondii hasil
pembiakan in vivo pada mencit dengan spesifikasi kadar antigen 2,5 ng dan pengenceran serum
sampel 10-2 mempunyai sensitivitas 63% dan spesifisitas 83%.
Isolasi T. gondii dapat berasal dari tinja lain biaya yang tidak sedikit dan protein yang
kucing, jaringan otak, otot dan darah kucing dihasilkan mempunyai potensi yang lebih
dan ternak. Isolasi T. gondii dapat dilakukan rendah dibandingkan dengan protein yang
dengan mempasasekan material yang diduga diekskresi dan disekresikan secara alami.
ke hewan coba atau telur ayam bertunas Kekurangan lain protein ESA T. gondii hasil
(Soulsby, 1986). Diagnosa cepat pemecahan takizoit dibanding dengan protein
toksoplasmosis menggunakan perangkat ESA T. gondii yang disekresikan secara alami
diagnostik seperti test imunokromatografi adalah sering terkontaminasi dengan material
(ICT) sampai sekarang belum banyak sel induk semang. Protein ESA T. gondii juga
dilaporkan. membangkitkan respons imun pada inang
Di lapangan, diagnosis toksoplasmosis yang terinfeksi T. gondii, sehingga protein
pada umumnya didasarkan atas ditemukan ESA dapat digunakan sebagai bahan untuk
antibodi terhadap T. gondii dalam darah pembuatan kit diagnostik.
(dalam serum). Uji serologis yang sering Tujuan penelitian ini adalah menguji
digunakan adalah ELISA sebagai gold prototipe ICT yang dibuat menggunakan ESA
standard. Uji ini memiki sensitivitas dan T. gondii dari pembiakan in vivo sebagai
spesifitas tinggi, tetapi dibutuhkan waktu yang antigen untuk diagnosis toksoplasmosis pada
lama, peralatan dan teknisi khusus serta biaya manusia. Diharapkan dengan adanya alat ICT,
yang mahal. Di lain pihak, beberapa uji diagnosis toksoplasmosis pada manusia dapat
imunologis yang memanfaatkan teknologi dilakukan dengan cepat, mudah dan murah
kromatografi (imunokromatografi) sudah sehingga penanganan pasien dapat segera
banyak dilakukan seperti test kehamilan, dilakukan.
diagnosis HIV (Beristain et al., 2005),
penyakit demam berdarah (Adnin, 2002) dan Metode Penelitian
malaria (Arum dkk, 2006). Keuntungan uji Penelitian dilaksanakan di Laboratorium
serologis menggunakan teknik Protozoologi Departemen Parasitologi
immunokromatografi adalah waktu cepat Veteriner, Laboratorium Biologi Molekuler
(beberapa menit), biaya murah dan mudah Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan
(praktis) digunakan. Salah satu model teknik Universitas Arlangga, Institut Tropical
imunokromatografi adalah ICT, merupakan Disease, Unit Riset Biomedik, Rumah Sakit
model deteksi antigen atau antibodi yang Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat. Alat
penggunaannya dengan diteteskan atau penelitian yang digunakan adalah perangkat
dicelupkan pada material sampel (analit) dan kit diagnostik cepat ICT menggunakan antigen
hasil deteksi berupa warna yang dapat dilihat ESA T. gondii. Sebagai pembanding
dengan mata telanjang. digunakan uji ELISA sebagai uji gold
Salah satu protein yang dikembangkan standard. Bahan penelitian adalah serum
sebagai antigen yang digunakan untuk bahan darah manusia.
diagnostik toksoplasmosis adalah protein Pembuatan ICT diadopsi dari teknik gold
Ekskresi-Sekresi Antigen (ESA) T. gondii, immunochromatographic assay (Dewi, 2010).
adalah protein yang dikeluarkan pada saat Sebelum pembuatan ICT, dilakukan optimasi
parasit menginfeksi inang. Beberapa peneliti jumlah antigen dan volume sampel yang akan
telah melaporkan bahwa protein ESA T. digunakan. Optimasi jumlah antigen dilakukan
gondii hasil isolasi dengan pemecahan dengan cara pengenceran antigen. Optimasi
takizoit mampu membangkitkan respons juga dilakukan pada volume sampel serum
kekebalan inang tetapi untuk pengembangan yang dapat digunakan. Antigen ditempelkan
produksi menemui beberapa kendala antara pada membran nitroselulose menggunakan
mesin dispenser BioJet XY Platform (Biodot, Data hasil uji alat ICT dibandingkan
USA) yang akan membentuk garis tes, dengan uji ELISA dan dihitung sensitivitas
sedangkan garis kontrol berisi goat-anti-mouse dan spesifitas alat menggunakan tabel 2x2.
IgG 1 ng/ L. Membran nitroselulose
kemudian dikeringkan, kemudian dipotong Hasil dan Pembahasan
menjadi bentuk strip. Optimasi volume serum Hasil Sebelum antigen digunakan dalam
menggunakan serum manusia sebagai kontrol alat ICT dilakukan optimasi antigen ESA dan
Sebanyak 20 mikroliter sampel serum sampel. Hasil optimasi antigen ESA dan
diteteskan pada bantalan di dekat zona sampel serum didapatkan dapat antigen
kontrol, 1 tetes buffer. Sebanyak 2 tetes buffer optimum yang dapat digunakan adalah 2,5
juga diteteskan pada bantalan gold colloidal. ng/ L. Kadar antigen di bawah tidak
Lembaran foto (kartu test) segera ditutup dan menunjukkan reaksi sedangkan di atas 2,5
hasil reaksi dilihat 15-20 menit kemudian. ng/ L menunjukkan artefak yang
Hasil positif apabila muncul 2 garis berwarna menunjukkan positif palsu. Demikian juga
merah pada garis kontrol dan garis test dan penggunaan volume sampel serum yang
negatif apabila hanya muncul 1 garis merah optimum untuk digunakan uji adalah 10-20
pada garis kontrol dan invalid apabila tidak L. Di bawah nilai tersebut tidak bereaksi
muncul garis sama sekali atau hanya muncul dengan antigen dan timbul artefak.
garis tes. Hasil uji toksoplasmosis sampel darah
Sejumlah 82 sampel serum darah manusia manusia menggunakan alat ICT dibandingkan
digunakan sebagai sampel uji alat ICT. Serum dengan uji ELISA dan hasil analisis
darah sampel diteteskan pada alat ICT, perbandingan kedua uji tersebut dapat dilihat
dibiarkan beberapa menit sampai pita kontrol pada Tabel 1.
terlihat. Hasil pemeriksaan kemudian
dibandingkan dengan uji ELISA sebagai gold
standard.
Tabel 1. Hasil pemeriksaan dipstick (ICT) dan uji ELISA sebagai uji gold standard
Elisa
Dari Tabel 1. didapatkan bahwa alat ICT spesifisitas GICA bila menggunakan hasil
mempunyai sensitivitas 63% dan spesifisitas ELISA sebagai referensi adalah 100% dan
83%. Dari hasil tersebut kemampuan alat 94.5% dengan menggunakan antigen
tersebut untuk mendiagnosa secara benar rekombinan SAG2. Sensitivitas yang rendah
manusia yang menderita toksoplasmosis hanya dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara
sebesar 63% dan tidak menderita lain kemurnian antigen dan jumlah antigen
toksoplasmosis sebesar 83%. Angka tersebut yang digunakan. Kedua faktor tersebut sangat
masih di bawah angka sensitivitas dan berhubungan, yang dibuktikan dengan pada
spesifisitas uji yang sama menggunakan optimasi jumlah antigen. Antigen ESA T.
antigen berbeda yang dilakukan oleh Huang et gondii yang dapat digunakan maksimal 2,5
al. (2004) yang melaporkan sensitivitas dan ng/ L dan apabila lebih dari kadar tersebut
terjadi reaksi/artefak yang merupakan reaksi pada ICT bersifat kualitatif sampai
di luar reaksi yang dikehendaki. Reaksi semikuantitatif. Uji imunokromatografi
artefak tersebut dimungkinkan antigen ESA merupakan uji pengembangan kromatografi
masih mengandung protein A pada saat dengan imunologi. Prinsip imunokromatografi
isolasi. Di lain pihak, penggunaan antigen adalah reaksi antara antigen dan antibodi yang
yang rendah dimungkinkan tidak mampu dikonjugasikan ke partikel warna, kompleks
menimbulkan reaksi yang dikehendaki karena imun yang terbentuk kemudian mengalir
jumlah antigen yang terbatas tidak mampu melalui daerah reaksi membran. Hasil positif
menangkap imunoglobulin yang tersedia terjadi apabila terlihat warna. Keunggulan
sehingga tidak terjadi reaksi positif (negatif utama metode imunokromatografi adalah
palsu). Demikian juga spesifisitas yang rendah praktis dan membutuhkan waktu tidak lama
diakibatkan karena protein A yang (Sacher dan Pherson, 2004).
mengkontaminasi antigen sehingga Salah satu metode imunokromatografi
menimbulkan positif palsu, sehingga banyak baru adalah Gold Immunocromatographyc
sampel yang negatif toksoplasmosis Assay (GICA), yaitu imunokromatografi yang
didiagnosis positif terinfeksi T. gondii. menggunakan menggunakan membran
Untuk meningkatkan sensitifitas dan selulose sebagai pembawa dan koloidal emas
spesifisitas alat yang menggunakan protein sebagai pelacak (tracer). Metode ini banyak
ESA T. gondii yang didapatkan dari kultivasi digunakan untuk mendeteksi molekul bioaktif
in vivo diperlukan pemurnian lebih lanjut termasuk hormon dan haptens. Keuntungan
antara lain dengan kromatografi afinitas metode ini adalah sederhana, cepat, murah dan
protein A. Protein A kontaminan akan diikat tidak membutuhkan teknisi peralatan khusus
oleh matrik sehingga didapatkan sampel untuk mendeteksi antigen atau antibodi (Peng
protein ESA T. gondii yang murni yang tidak et al., 2007).
tercemar dengan protein A. Dengan Metode imunokromatografi sudah banyak
peningkatan kadar antigen ESA optimal yang digunakan untuk diagnosis penyakit. Graham
diikuti dengan kemurnian protein yang bebas dan Reddy (2001) mendeteksi antibodi
protein A maka sensitivitas dan spesifisitas terhadap Helicobacter pylori dalam air
alat akan naik mendekati metode pemeriksaan kencing. Adnin (2002) membandingkan uji
standard (ELISA). serologi demam berdarah menggunakan
Deteksi antibodi yang ada dalam serum ELISA dan imunokromatografi. Dalam
darah akibat respons sistem kebal untuk penelitian tersebut digunakan dua macam kit
eliminasi T. gondii dapat dideteksi dengan yang saat ini banyak dipasarkan yaitu kit
mereaksikan dengan antigen pemicu. Adanya dengue duo IgM capture and IgG capture
antigen T. gondii yang dapat dikenali oleh ELISA dan kit dengue fever IgM and IgG
inang dan respons antibodi baik IgM dan IgG rapid immunochromatographic test. Prinsip
dapat divisualisasikan dengan beberapa cara dari kedua uji ini didasarkan atas adanya
antara lain imunobloting maupun antibodi IgM dan IgG terhadap virus dengue
kombinasinya seperti imunokromatografi. di dalam serum penderita. Waktu yang
Adanya protein ESA T. gondii yang bersifat diperlukan untuk uji ini cukup singkat, dengan
antigenik dapat digunakan untuk coating baik menggunakan ELISA memerlukan waktu
pada ELISA maupun imunokromatografi sekitar 2,5 jam, sedangkan tes
(ICT). Hasil penggunaan metode tersebut imunokromatografi hanya memerlukan waktu
adalah sama dapat mendeteksi adanya antibodi lebih kurang 7 menit. Sampel penelitian ini
pada induk semang yang terinfeksi, hanya adalah 60 orang penderita demam berdarah
pada ELISA bersifat kuantitaif sedangkan dengue dewasa dengan tes HI positif,
sedangkan untuk kelompok kontrol digunakan mencit dengan spesifikasi kadar antigen 2,5 ng
25 orang penderita demam tifoid dengan tes yang dilekatkan dan penggunaan sampel
HI negatif yang dirawat di RSCM Jakarta. serum manusia dengan pengenceran 10-2
Hasil penelitian menunjukkan bahwa deteksi mempunyai sensitivitas 63% dan spesifisitas
terhadap IgM dan IgG dengan ELISA dan 83%.
imunokromatografi, baik menggunakan serum
akut maupun ganda tidak menunjukkan Daftar Rujukan
perbedaan yang bermakna (p>0,05). Hasil Adnin, M. 2002. Evaluasi Tes Serologi Elisa
ELISA terhadap IgM dan IgG menggunakan dan Imunokromatografi untuk
serum akut memberikan sensitivitas sebesar Mendekteksi Antibodi IgM dan IgG
68,3%, sedangkan uji Imunokromatografi terhadap Virus Dengue pada Penderita
terhadap IgM dan IgG memberikan Demam Berdarah Dengue. Litbangkes
sensitivitas 65% dengan spesifisitas masing- Abstrak Penelitian Kesehatan Seri 19.
masing 96%. Dibandingkan dengan uji HI Arum L.I, A.P. Purwanto, S. Arfi, H.
menggunakan serum akut, sensitivitas dari Tetrawindu, M. Octora, Mulyanto, K.
kedua uji ini sedikit lebih tinggi (sensitivitas Surayah dan Amanukarti. 2006. Uji
tes HI 51,7%). Bila pada ELISA dan diagnostik Plasmodium malaria
imunokromatografi digunakan serum ganda menggunakan metode
maka sensitivitas meningkat menjadi 98,3% imunokromatografi diperbandingkan
dengan spesifisitas 96%. Secara tersendiri dengan pemeriksaan mikroskopis..
sensitivitas IgM serum akut dan ganda pada Indonesian Journal of Clinical
uji imunokromatografi lebih tinggi dari Pathology and Medical Laboratory.
ELISA dan menunjukkan perbedaan yang 12 (3): 118-122.
bermakna (p<0,05). Beristain, C.N., L. F. Rojkin, and L.E.
Protein ESA adalah protein yang Lorenzo. 2005. Evaluation of a
diekskresi dan disekresikan T. gondii saat dipstick method for the detection of
berkembang biak, termasuk saat penempelan, human immunodeficiency virus
penembusan dan perkembangan di dalam infection. J.Clin. Lab. Anal. 9
vakuola parasitoforus. Segera setelah T. gondii (6):347 350.
masuk ke induk semang, beberapa protein Center for Food Security and Public Health.
diekskresikan dan disekresikan oleh organel 2005. http://www.cfsph.iastate.edu/
roptri (ROP), micronema (MIC) dan granula Factsheets/pdfs/toxoplasmosis.pdf.
(GRA). Protein ESA T. gondii hasil isolasi Da Silva, R.C, C.B. Zetun, S.M.G. Bosco,
dari pembiakan in vivo pada mencit dapat E.Bagagli, P.S.Rosa and H.Langoni.
digunakan untuk pengembangan teknik 2008. Toxoplasma gondii and
diagnosis imunokromatografi setelah melalui Leptospira spp. Infection in free-
beberapa proses pemurnian (kromatografi ranging armadillos Veterinary
afinitas). Alat ICT merupakan metode yang Parasitology. 157. 291293.
mudah, cepat dan murah dapat dikembangkan De Craeye, S., A. Francart, J. Chabauty, V. De
lebih lanjut untuk alat diagnosis Vriendt, S. Van Gucht, I. Leroux , and
toksoplasmosis. E. Jongert. 2008. Prevalence of
Toxoplasma gondii infection in
Simpulan Belgian house cats. Veterinary
Alat ICT yang dibuat untuk diagnosis Parasitology. 157: 128132.
toksoplasmosis dengan menggunakan protein Dewi L.B.K. 2010. Rapid test gold
ESA T. gondii hasil pembiakan in vivo pada immunochromatograpgic assay
menggunakan crude ESA untuk Liu, J., J.Z. Cai., W. Zhang, Q. Liu, D. Chen,
mendeteksi immunoglobulin G J.P. Han, and Q.R. Liu. 2008.
terhadap Toxoplasma gondii. Tesis, Seroepidemiology of Neospora
Program Studi Kimia, Pascasarjana caninum and Toxoplasma gondii
Universitas Airlangga. Surabaya. infection in yaks (Bos grunniens) in
Dubey, J.P., K. Mansfield, B. Hall, O.C.H. Qinghai, China. Veterinary
Kwok, and P. Thulliez. 2008. Parasitology. 152: 330332.
Seroprevalence of Neospora caninum Montoya, A., G. Mir, M. Mateo, C. Ramrez,
and Toxoplasma gondii in black-tailed and I. Fuentes. 2008. Detection of
deer (Odocoileus hemionus Toxoplasma gondii in cats by
columbianus) and mule deer comparing bioassay in mice and
(Odocoileus hemionus hemionus). polymerase chain reaction (PCR).
Veterinary Parasitology. 156.310 Veterinary Parasitology. 1-11.
313. Peng, D.P., S. Hu, Y. Hua, Y. Xiao, Z. Li, X.
Graham, D.Y. and S. Reddy. 2001. Rapid Wang and D. Bi. 2007. Comparison
detection of anti Helicobacter pylori of new gold-immunocromatographic
IgG in urin using assay for the detection of antibodies
immunocromatographyc. Aliment against avian influenza virus with
Pharmacol. Ther. 15: 699-702. hemaglutinin inhibition and agar gel
Huang, Xuan, Xuenan., Hirata, Haruyuki., immunodiffusion assays. Vet Immun
Yokoyama, Naoaki., Xu, Longshan., and Immunopath. 117. 17-25.
Suzuki, Naoyoshi., and Igarashi, Sacher and Pherson, Mc., 2004, Tinjauan
Ikuo.2004, Rapid Klinis Hasil Pemeriksaan
Immunochromatographic Test Using Laboratorium, Edisi 11, Penerbit
Recombinant SAG2 for Detection of Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Antibodies against Toxoplasma gondii Soulsby, E.J.L. 1986. Helminths, Artropods
in cats, Journal of Clinical and Protozoa of Domesticated
Microbiology, 42 (1): 351-353. Animals. 7th ed. Bailliere Tindall.
Karaca, M., C. Balber, B. Celebi, H.A. London.
Akkan,, M, Tutuncu, I. Keles, B.A. Sukthana, Y. 1999. Difference of Toxoplasma
Uslu and S.A. Islic. 2007. gondii antibodies between Thai and
Investigation on the seroprevalence of Australian pregnant women. Southeast
toxoplasmosis, listeriosis and Asian J. Trop. Med. Public Health.
brucellosis in goats living in the 30(1): 38-41.
region of Van, Turkey. Yyu Vet Fak Wongkamchai, S., V. Mahakittikun, P.
Derg. 18:45-49. Dekumyoy and J. Onrotchanakun.
Kijlstra, A., B.Meerburg, J. Cornelissen, S. De 1999. Immunoblotting and enzym
Craeye, P.Vereijken, and E. Jongert. linked immunosorbent assay for
2008. The role of rodents and shrews diagnosis of Toxoplasma gondii in HIV
in the transmission of Toxoplasma Thai patient. Southeast Asian J. Trop.
gondii to pigs. Veterinary Med. Public Health. 30: 580-583.
Parasitology.156:183190.
Abstrak
Koro pedang (Canavalia ensiformis) merupakan sumber senyawa fenolik dan
flavonoid yang keduanya memiliki aktifitas anti oksidan sebagai penangkal radikal bebas
yang sangat efektif, dapat digunakan sebagai pengganti tempe dan berpotesi sebagai
antioksidan alami karena aktifitas antioksidannya lebih tinggi. Permintaan dalam bidang
farmasi dapat terpenuhi, bila dilakukan perbanyakan melalui teknik kultur jaringan
tumbuhan, khususnya kalogenesis, yang dapat diinduksi dari berbagai jaringan tanaman
dan organ. Pertumbuhan kalus atau kalogenesis merupakan hasil interaksi yang sangat
komplek antara eksplan, komposisi medium dan kondisi lingkungan selama periode
inkubasi. kalus kedelai dari eksplan kotiledon tumbuh dengan baik pada penambahan
2,4-D 4 ppm pada medium dasar B5(Gamborg). Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui respon kalogenesis dalam optimasi medium B5 dan MS pada kultur in vitro
tanaman koro pedang pada berbagai eksplan. Metode yang digunakan adalah Rancangan
Acak Lengkap (RAL) 2 faktorial, faktor pertama adalah medium MS dan B5, faktor
kedua adalah eksplan hipokotil, epikotil dan kotiledon dengan tiga kali ulangan.
Berdasarkan pengamatan secara kualitatif morfologi kalus, eksplan hipokotil terlihat
paling responsif dibanding dengan epikotil dan kotiledon. Media MS dan B5 tidak
tampak perbedaannya respon kalogenesisnya pada eksplan hipokotil dan epikotil,
namunwaktu kemunculan kalus pada media B5 terlihat lebih cepat. Pada pengamatan
kuantitatif berat dan volume kalus menunjukkan media B5 dan eksplan kotiledon paling
responsif dengan berat 1,136 gr dan volume kalus tertinggi 3,25cm2 dibanding media MS
dengan eksplan katiledon berat hanya 0,78 gr dengan volum 1,5 cm2 .
Permintaan dalam bidang farmasi tanaman dan organ yang tidak umum
dapat terpenuhi melalui kultur jaringan berkembang menjadi kalus dari repons
tumbuhan, khusunya kalogenesis. perlukaan yang diberikan (Dodds JH, dan
Penelitian yang telah dilakukan oleh Robert L.W, 1995).
Rahayu dan Sajidah (2008) menunjukkan Pertumbuhan kalus atau kalogenesis
bahwa kultur kalus kedelai telah berhasil merupakan hasil interaksi yang sangat
meningkatkan metabolit sekunder berupa komplek antara eksplan, komposisi
isoflafon dengan perlakuan elisitor logam. medium dan kondisi lingkungan selama
Parti (2004) juga menyatakan, kultur periode inkubasi. Induksi kalus dan
jaringan dapat digunakan sebagai pertumbuhan kalus yang terus berlangsung
penghasil metabolit sekunder karena melalui subkultur, memerlukan gula dan
metabolit sekunder merupakan hasil dari garam-garam mineral pada medium, selain
proses-proses biokimia yang terjadi di itu juga memerlukan zat pengatur tumbuh
dalam tubuh tanaman, dan proses tersebut atau hormon. Hormon yang umum dan
juga terjadi pada kultur jaringan yang efektif digunakan untuk induksi kalus
terdapat pada kalus. Rahayu T (2006) juga (dediferensiasi) adalah 2,4-D (Indrianto A,
menyatakan bahwa melalui kultur kalus 2014).
kedelai (Glycine max merr) dapat Berdasarkan hasil penelitian
diproduksi estrogen nabati berupa Anggraini (2004), kalus kedelai dari
isoflavon genistein dan daidzein eksplan kotiledon tumbuh dengan baik
Pada dasarnya kutur jaringan pada penambahan 2,4-D 4 ppm pada
tumbuhan adalah suatu teknik propagasi medium dasar B5.Medium B5 (Gamborg)
mikro yang dilakukan secara in vitro (1968) digunakan untuk kultur suspensi
dengan cara membudidayakan jaringan sel kedelai, alfalfa dan legume lain.
tanaman yang steril pada suatu media, Namun belum diketahui bagaimana respon
sehingga mampu berkembang menjadi kalogenesis tanaman legume khususnya
kalus dan seterusnya menjadi tanaman tanaman koro pedang pada medium MS
(Abidin Z, 1991). Mikropopagasi atau (Murashinge dan Skoog) yang paling
perbanyakan secara in vitro dapat banyak digunakan untuk kultur kalus dan
dilakukan dengan perbanyakan tunas dari tunas (Indrianto, 2014). Oleh karena itu,
eksplan berupa mata tunas atau meristem, dalam penelitian ini bertujuan untuk
namun dapat pula terjadi secara tidak mengetahui respon kalogenesis dalam
langsung melalui pembentukan kalus dari optimasi medium B5 dan MS pada kultur
jaringan vegetatif, misalnya hipokotil. in vitro tanaman koro pedang pada
Selanjutnya kalusterbentuk dapat berbagai eksplan.
dirangsang untuk berdeferensiasi menjadi
planlet (Pratiwi E dan Rahayu T, 2013). . Metode Penelitian
Kalus merupakan kumpulan sel Penelitian dilaksanakan di
amorphous tidak mempunyai dinding sel laboratorium kultur jaringan tumbuhan
parenkim, yang terbentuk dari poliferasi FMIPA Unisma pada bulan Desember
sel eksplan yang dikultur. Dengan metode 2013- April 2014 menggunakan
kultur jaringan tumbuhan, bentuk kalus Rancangan Acak Lengkap (RAL) 2
dapat diinduksi dari berbagai jaringan faktorial, faktor pertama jenis media dan
faktor kedua adalah jenis eksplan. Media pembengkakan di daerah tepi. Jaringan
yang digunakan adalah MS dan B5, yang membentuk kalus pembelahan sel
eksplan yang digunakan adalah epikotil, tidak terjadi pada semua sel dalam
hipokotil dan kotiledon yang diperoleh jaringan asal, tetapi hanya sel di lapisan
dari kecambah koro pedang aseptis. periphery yang membelah terus-menerus,
Parameter yang diamati meliputi sedangkan sel yang ditengah tetap
pengamatan kualitatif yaitu morfologi quiescent(Gunawan, 1988).
kalus dan pengamatan kuantitatif yaitu
berat dan volume kalus setelah kalus Respon kalogenesis Tanaman Koro
berumur 14 hari. Data di analisis Pedang (Canavalia ensiformis, L.)
menggunakan analisis sidik ragam. Pengamatan pertumbuhan kalus
dibedakan menjadi dua kelompok yaitu
Hasil Dan Pembahasan pengamatan secara kualitatif yang meliputi
Inisiasi Kalus Tanaman Koro Pedang morfologi kalus yaitu kondisi eksplan dan
(Canavalia ensiformis, L.) pengamatan secara kuantitatif meliputi
Inisiasi kalus koro pedang berat dan volume kalus.
dilakukan pada medium dasar MS dan
medium B5 dengan penambahan hormon Pengamatan kualitatif (morfologi kalus)
2,4 D 4 ppm. Eksplan yang digunakan Berdasarkan pengamatan yang telah
adalah hipokotil, epikotil, dan kotiledon dilaksanakan, kalogenesis koro pedang
kecambah koro pedang yang ditanam mulai telihat pada hari ke 2 HST (Hari
secara aseptis. Inisiasi pembentukan kalus Setelah Tanam). Pada media B5, kalus
merupakan salah satu langkah penting dari eksplan kotiledon dan hipokotil mulai
yang menentukan keberhasilan teknik mengalami pembengkakan pada bagian
kulturin vitro. Kalus merupakan massa sel tepi (bekas perlukaan) menurut
yang tidak terorganisir, pada mulanya Suryowinoto (1996) dalam Lizawati, dkk,
sebagai respon terhadap perlukaan (2010) proses terjadinya kalus disebabkan
(wounding). Pembelahan selnya menjadi adanya rangsangan luka, rangsangan
tidak terkendali, sel-selnya mengalami tersebut menyebabkan kesetimbangan
proliferasi yaitu membelah terus menerus pada dinding sel berubah arah,
dengan sangat cepat (Indrianto A, 2014). sebagian protoplas mengalir keluar
Krisnamoorthy (1981) menyatakan sehingga mulai terbentuk kalus.
jaringan yang tumbuh membentuk kalus Terbentuknya kalus juga disebabkan sel-
adalah jaringan epidermis bagian atas. sel kontak dengan media terdorong
Pembentukan kalus diawali dengan menjadi meristematik dan selanjutnya
membesarnya sel-sel epidermis kemudian aktif mengadakan pembelahan seperti
sel-sel tersebut membelah menjadi dua. jaringan penutup luka. Suatu sifat yang
Menurut Indrianto, (2004) pertumbuhan diamati dalam jaringan yang
yang tercepat terjadi didaerah tepi (bekas membentuk kalus adalah bahwa
perlukaan) karena pada dasarnya kalus pembelahan sel tidak terjadi pada semua
merupakan kumpulan sel yang menutupi sel dalam jaringan asal, tetapi hanya sel di
luka, hal tersebut terlihat pada pengamatan lapisan perisfer yang membelah terus
pertumbuhan kalus yang diawali dengan menerus sedangkan sel-sel di tengah
A B
Gambar 1 : Kalus kedelai pada media B5 (A) dan kalus kedelai pada media MS (B)
Gambar 2 merupakan kalus kedelai kalus koro pedang yang terbentuk. Berikut
pada media B5 dan MS dengan gambar kalus Koro Pedang yang terbentuk
konsentrasi hormon 2,4 D 4 ppm, yang pada msing-masing media.
dapat digunakan sebagai pembanding pada
Gambar 2: Kalus Koro Pedang pada media B5 dari berbagai sumber eksplan. ( A.
Hipokotil B. Kotiledon C. Epikotil)
Dari Grafik 5 dan 6diatas terlihat dari Merr). Skripsi. Jurusan Biologi
perlakuan antara media B5 dan media Ms Fmipa Unisma
dengan eksplan hipokotil, kotiledon Azariati, 2009. Respon Regenerasi
maupun epikotil, baik volume kalus Eksplan Kalus Kedelai (Glycine
maupun berat kalus terlihat respon max (L.) Merrill) Terhadap
pertumbuhan kalus paling bagus adalah Pemberian Naa Secara In Vitro.
eksplan kotiledon dengan media B5, berat PKMP Universitas Negeri
paling tinggi 1,136 gr dengan volume 3,25 Padang: Padang
cm3 lebih tinggi dari pada media Ms. Dodds JH, dan Robert L.W, 1995.
Eksperiments In Plant Tissue
Simpulan Culture. Cambrrige University
Berdasarkan penelitian yang telah Press: USA
dilakasanakan dapat disimpulkan Medium Indrianto A, 2014. Kultur jaringan
dan eksplan dapat berpengaruh terhadap tunbuhan.
pertumbuhan kalus koro http://elisa.ugm.ac.id/communit
pedang(Canavalia ensiformis, L.). Respon y/show/kulturjaringantumbuhan
kalogenesis tanaman koro pedang olehariindrianto/. Diakses
(Canavalia ensiformis, L.) pada medium tanggal 27 februari 2014.
B5 dan Ms dengan penambahan hormon Istiyani Y (2010). Karakterisasi Senyawa
2,4 D 4 ppm cukup baik dengan adanya Bioaktif Isoflavon Dan Uji
warna putih yang menutupi eksplan Aktivitas Antioksidan Dari
kotiledon dan hipokotil, namun kurang Ekstrak Etanol Tempe Berbahan
responsif pada eksplan yang bersumber Bakukoro Pedang (Canavalia
dari epikotil. Respon kalogenesis dari ensiformis).Program Pasca
tanaman koro pedang (Canavalia Sarjana Universitas Sebelas
ensiformis, L.) pada media B5 dengan Maret: Surakarta
eksplan kotiledon nampak lebih baik dari Kalaminasi D dan Pangesthi Lc (2013).
pada media Ms. Pada media Ms dengan Pengaruh Proporsi Kacang Koro
eksplan kotiledon berat kalus 0,78 dengan Sayur (Phaseolus lunatus) dan
volume 1,5 cm3, sedangkan pada media Kacang Koro Pedang
B5 dengan eksplan kotiledon (Canavalia ensiformis L)
menunjukkan berat kalus lebih tinggi yaitu Terhadap Mutu Organoleptik
1,136 dengan volume 3,25 cm3. Tempe Koro. e-journal
Boga.Volume 02. Nomor 03.
Yudisium Oktober. Tahun 2013.
Daftar Rujukan Hal. 104 113.
Abidin Z, 1991. Dasar Pengetahuan Ilmu Krishnamoorthy, H.N.1981. Plant Growth
Tanaman. Angkasa: Bandung Substances. Tata
Anggraini, Y.D, 2004. Uji Konsentrasi McGrawhillPublishing
Hormon 2,4 D Pada Company Limited. New Delhi
Pertumbuhan Kalus Dari Lizawati, dkk, 2010. Induksi Kalus
Eksplan Kotiledon Dan Eksplan Daun Durian (Durio
Hipokotil Kedelai (Glycine Max Zibethinus Murr. Cv.