Anda di halaman 1dari 23

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena
dengan Rahmat dan karunia-Nyalah saya dapat menyelesaikan makalah ini
yang berjudul perkembangan islam kerajaan Gowa di Sulawesi selatan
saya harap karya tulis sederhana ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengertahuan kita mengeni perkembangan islam pada
kerajaan Gowa di Sulawesi selatan meskipun karya tulis ini masih jauh dari
kata sempurnah. Semoga karya tulis ini dapat di pehami dan bermanfaat
bagi siapapunyang membacanya.

Samata , 22 desember 2016

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.. 1
DAFTAR ISI. 2
BAB 1 PENDAHULUAN
Latar Belakang.. 3
Rumusan Masalah 4
Tujuan.. 4
BAB II PEMBAHASAN
A. Asal usul kerajaan Gowa 5
B. Islamisasi kerajaan Gowa 9
C. Penerimaan Islam.. 15
D. Penyebaran Islam.. 19
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.. 21
B. Saran 21
DAFTAR PUSTAKA .. 22

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyebaran islam ke berbagai daerah di Sulawesi selatan tidaklah


berlngsung secara bersamman. Kedatangan islam di Sulawesi selatan,
agak terlambat di banding di daerah lainnya di Indonesia. Penerimaan
Islam Raja Gowa dan Tallo, seperti termuat dalam Lontara, terjadi padda
malam jumat, 9 junadil awal 1014 H/22 september 1605 M, yang di
tandai dengan kedatangan tiga orang datuk atau datuk tallua (Makassar)
atau datuk tellue (Bugis) mereka berasal dari koto tengah, minangkabau.
Orang pertama yang menerima islam adalah mangkubumi Kerajaan Gowa
yang juga menjabat sebagai Raja Tallo, I malingkang daeng Mayonri. Dia
kemudian mendapat nama Islam, Sultan Abdullah Awwalul islam. Pada
saat yang sama Raja Gowa XIV.

Peristiwa masuknya Islam Raja Gowa merupakan Tonggak sejarah


di mulainya penyebaran Islam di Sulawesi selatan, karena setelah itu,
terjadi konversi kedalam islam secara besar-besaran konversi itu ditandai
dengan di keluarkannya sebuah dektrit Sultan Alauddin pada tanggal 9
Nopember 1607 untuk menjadikan Islam sebagai agama kerajaan dan
agama masyarakat. Sampai disini penerimaan islam berlangsung secara
damai, tetapi masalah timbul setelah Raja Gowa meyerukan islam ke
Kerajaan-Kerajaan tetangga. Tiga kerajaan Bugis yang tergabung dalam
aliansi Tellunpoccoe, menolak seruan itu sehingga terjadi kerjaan
Makassar

Perang itu sendiri sangatlah menguntungkan dari segi islamisasi di


Sulawesi selatan, sebab di iringi oleh pengislaman terhadap raja-raja yang
di taklukkan. Raja Bone merupakan raja terakhir dari aliansi Tellonpoccoe
yang menerima islam setelah ia mengalami kekalahan dalam perang tahun

3
1611. Dengan masuknya Islam Raja Bone, maka sebagian besar wilayah
Sulawesi selatan telah memeluk agama islam kecuali tanah Toraja.

Dengan demikian proses islamisasi antara tahun 1605 dan tahun


6011 merupakan periode penerimaan islam secara besar-besaran.
Islamisasi dapat berarti suatu proses yang tidak pernah berhenti. Yaitu,
sejak datangnya islam pertama kali, penerimaan dan penyebarannya lebih
lanjut hingga sekarang. Islamisasi dalam pengertian penerimaan islam,
dapat berarti konversi dan juga bisa berarti perunahan sosial-budaya.
Konversi adalah perpindahan agama atau kepercayaan yang di anut
sebelumnya kepada agam Islam. Noorduyn dalam memberikan
pemahaman dala islamisasi ia membaginya dalam tiga tahap : 1.
Datangnya agam islam, 2. Masuknya agama Islam, 3. Penyebaran agama
islam.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Asal Usul kerajaan Gowa
2. Bagaimana perkembangan kerajaan Gowa saat Pra Islam
3. Bagaimana penerimaan islam di Sulawesi selatan
4. Bagaimana penyebaran islam di Sulawesi selatan

C. Tujuan
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah sejarah peradaban Islam
2. Untuk menambah wawasan tentang sejarah islam di Sulawesi
selatan (kerajaan Gowa)

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. ASAL-USUL DAN PERKEMBANGAN KERAJAAN GOWA

1. Asal usul kerajaan gowa


Sebelum kerajaan gowa berdiri, yang diperkirakan terjadi pada abad XIV,
daerah ini sudah dikenal dengan nama makasar dan masyarakatnya di sebut
dengan suku Makassar. Kata Makassar yang dimaksud pranpanca dalam
tulisan tersebut, bukanlah sebuah nama suku, melainkan nama senuah negeri,
yakni negeri Makassar, sebagaimana unegeri bantayan (bantaeng), luwuk
(luwu), Butun (Buton), selaya (selayar), dan lainnya.
Menjelang terbentuknya kerajaan gowa, komunitas Makassar terdiri atas
Sembilan kerajaan kecil yang di sebut kasuwiyang salapang (Sembilan negeri
yang memerintah), yaitun : tombolo, lakiung, saumata, parang-parang, data,
agamg jene, bisei, kalling, dan sero.
Di antara kerajaan-kerajaan kecil di atas sering terjadi perselisihan yang
terkadang meningkat menjadi perang terbuka.Perang dapat di perkecil dengan
mengangkat dari kalangan mereka seorang pejabat yang di sebut paccallaya.Ia
berfungsi sebagai ketua dewan di antara kesembilan krajaan kecil yang menjadi
anggotanya. Disamping itu, ia merupakan arbitrato dalam mendamaikan
perselisihan yang mungkin timbul di antara gallarang (penguasa) kerajaan-
kerajaan kecil itu. Namun, setiap kerajaan kecil tersebut tetap mempertahankan
kedaulatan dan otonominya dalam mengatur pemerintahan sendiri dalam
daerahnya.
Pacalayya sebagai ketua dewan tidak memiliki kewenangan dan
kekuatan memaksa dalam menyelesaikan perselisihan yang timbul. Sehingga,
ia tidak bisa menyelesaikan perselisihan secara tuntas, yang menyebabkan
kerajan-kerajaan kecil tersebut tidak pernah merasa tenang, bahkan sering
timbul perselisihan yang mengarah kepada ketidakstabilan. Keadaan seperti ini
berlangsung terus sampai datangnya tomanurung yang mempersatukan semua

5
kerajaan kecil itu dalam satu kerajaan yang dinamakan butta Gowa (tanah tau
kerajaab gowa). 1

2. Perkembangan kerajaan gowa pra-islam

Tomanurung adalah raja pertama dlam silsilah kerajaan gowa.Ia di


nobatkan sebagai raja berdasarkan kesepakatan antara tomanurung di satu
pihak dan pacallaya brsama dengan kusuwiyang salapang dipihak lain.
Kusuwiyang slapang sebagai raja-raja negeri bersepakat untuk menyerahkan
kekuasaan pada tomanurung sebagai raja.msebaiknya, kusuwiyang salapang
akan dilibbatkan dalam setiap pengambilan keputusan, seperti masalah perang
dan damai. Pelantikan tomanurung sebagai raja di perkirakan terjadi pada abad
XIV.Tidak diketahui secara pasti tentang lamanya tomanurung berkuasa.
Lontara makasar menyebutkan bahwa ia di gantikan oleh putranya bernama
Tomassalangga Barayang. Tidak banyak dyang bisa di ungkapkan tentang
periode tomanurung.Sumber-sumber lokal pun tidak banyak memberikan
keterangan tentang periode ini. Brulah kira-kira menjelang pertengahan abad
XIV, pada masa pemerintahan raja gowa VI, Tanatangka Lopi, sumber lokal
kembali menerangkan tentang pembagian wilayah kerajaan Gowa terhadap dua
orang putranya, yaitu Batara Gowa dan Karaeng Loe ri Sero.

Batara Gowa melanjutkan kekuasaan di Gowa sebagai raja Gowa VII,


pengganti tonatangka lopi yang meninggal dunia. Wilayah kekuasaannya
meliputi : paccelekang, pattallasang, bontomanai Ilau, bontomanai iraya,
tombolo, dan mangasa. Sedang adiknya, karaeng loe ri ser, mendirikan
kerajaan baru yang bernama kerajaan Tallo dengan wilayah sebagai berikut :
saumata, pannampu, moncong loe, dan parang loe. 2

1
Prof.DR.Ahmad M.Sewang M.A, islamisasi kerajaan gowa,(jakarta; yayasan obor
indonesia,2005)hlm 15-20
2
Prof.Dr.Ahmad M.Sewang M.A, Islamisasi kerajaan gowa,(jakarta; yayasan obor
indonesia,2005)hlm21-22

6
Sejak kedua kerajaan Gowa dan Tallo menyepakati perjanjian tersebut,
maka siapa yang menjabat raja Tallo sekaligus yang menjabat sebagai
mengkubi kerajaan Gowa.Para sejarawan kemudian menamakan kedua
kerajaan Gowa dan Tallo dengan kerajaan Makassar.Dalam perkembangan
kedua kerajaan ini, ternyata kerajaan Gowa jauh lebih populer.karena itu,
beberapa buku yang membicarakan tentang kerajaan Makassar disamakannya
dengan kerajaan Gowa. Tonipalangga (memerintah 1546-1565) bersama
dengan mengkubuminya, nappakatatana daeng padulung (Raja Tallo),
menetapkan program politik ekspnsi untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan
tetangga.Untuk itu, beliau memperkuat banteng-benteng pertahanan kerajaan
dengan menjadikan Benteng Somba Opu sebagai banteng utama.Banteng-
benteng lainnya ya g di perkuat dengan pagar keliling Adalah Benteng
Barombong dan Benteng Anak Gowa.Politik ekspansi ini ternyata berjalan
dengan baik.Beliau dapat menguasai daerah-daerah pedalaman bugis dan
perairan Bone.Kerajaan yang tidak mau tunduk pada pengaruh Gowa di anggap
sebagai saingan yang harus ditaklukkan. Karena it, ia menyerang kerjaan Bone
yang waktu itu di bawah kekuasaan Raja Bone VII, La Tenrirawe Bongkange
Matinro Ri Gucina (1560-1578).

Pada periode kekuasaan Tonipalangga, banyak pedagang dari


kepulauan Nusantara yang menetap di Makassar.Mereka ini terdiri atas para
pedagang dari Pahang, petani, johor, campa, minangkabau dan jawa.Setelah
Tonipalangga meninggal dunia, ia di gantikan oleh Tonibatta (1565) sebagai
Raja Gowa XI. Nama lengkapnya adalah I Tajibarani Daeng Marompa,
karaeng Data, Tonibatta, Baginda adalah raja yang paling pendek masa
jabatannya, yakni hanya 40 hari. Baru saja menduduki tampuk kekuasaan, ia
langsung mengadakan ekspansi ke kerajaan Bone. Tonibatta sendiri yang
memimpin ekspansi itu.Namun, Raja Bone VII, La Tenrirawe Bongkange,
sudah mengantisipasi egresi Gowa itu dengan mempersiapkan diri sebelumnya.
Dalam suatu pertempuran, Tonibatta tewas dlam keadan tertetak, sehingga
bgind di gelar Tonibatta (orang yang tertetak). Kematian Tonibatta, membawa

7
laskarnya bercerai-berai meninggalkan jenazah baginda. Kajaio Lalido,
penasehat Raja Bone, menyarankan agar jenzah Tonibatta dikembalikan di
Gowa.3

Saran Kajao Lalido untuk mengembalikan jenazah Tonibatta, agaknya


dilator belakangi oleh keinginan untuk mengakhiri permusuhan yang
berkepanjangan antara Gowa dan Bone.Sebab ternyata setelah upacara
berkabung selesi di Gowa, dilanjtkn dengan perundingan perbatasan antara dua
kerajaan. Kerajaan Gowa diwakili oleh mengkubuminya, I Mappakalatana
daeng Padulung Tomenanga ri Makkowayang, yang di damping oleh I
Manggorai Daeng, Putra Mahkota kerajaan Gowa. Sedang kerajaan Bone di
pimpin lansung Rajanya, La Tanrirawe, yang didampingi oleh Kajao
Lalido.Nama yang di sebut terakhir memegang peranan yang amat menentukan
dalam perundingan tersebut. Perundingan itu, menghasilkan tiga kesepakatan
mengenai perbatasan, yaitu :

a. Kerajaan Bone menuntut kembalinya daerah-daerah yang di taklukkan oleh


orng Gowa pada peperangan-peperangan yang lalu, pada jaman Raja Gowa
ke-9, Tomaparisi kalonna. Ke sebelah barat sampai ke sungai Walanae dank
e sebelah utara sampai negeri Ulaweng.
b. Sungai Tungkai (perbatasan antara Bone dan sinjai) menjadi perbatsan kedua
Kerajan, Gowa dan Bone. Sebelah selatan sungai menjadi daerah Gowa dan
sebelah utaranya menjadi daerah Bone.
c. Negeri cenrana, menjadi kerajaan Bone, karena negeri itu telah di bebaskan
oleh Raja Bone ke-5, La Tenrisukki dari Raja Luwu yang bernama Raja
Dewa, yang menguasai negeri itu.

Perjanjian perbatasan itu bisa di sebut, Ulukanaya ri Caleppa


(kesepakatan di caleppa). Perjanjian tersebut di hrapkan bisa meredakan
ketegangan kedua belah pihak. Karena itu, setelah selesai perundingan di atas,
Raja Bone bersama penasehatnya, Kajao Laliddong, langsung ke Gowa

3
Prof.Dr.Ahmad M.Sewang M.A, Islamisasi kerajaan gowa,(jakarta; yayasan obor
indonesia,2005)hlm23-24

8
mengikuti proses upacara pelantikan Raja Gowa XII, Tonijallo, ang
dilaksanakan di dalam Benteng Kale Gowa di Bukit Tamalate. Manggorai
daeng mammeta Karaeng Bontolangkasa Tonijallo (mmerintah 1565-
1590).Langkah pertama yang di ambil setelah di angkat sebagai Raja Gowa
adalah lebih memperkokoh persahabat dengan Bone yang menjurus kepada
pembentukan semacam aliansi. Pembentukan aliansi ini di mungkinkan oleh
pengaruh pribadi Tanijallo yang memahami kondisi Kerajaan Bone, karena ia
pernah tinggal beberapa tahun dalam lingkungan istana di ana. Aliansi kedua
kerajaan tersebut berhasil meredakan perseteruan itu untuk
sementara.Keadaan damai menyusul aliansi kedua kerajaan, dimanfaatkan
oleh Raja Bone, La Tenrirawe Bongkange, untuk menanamkan pengruh
kepada negeri-negeri tetangganya di daerah Bugi. Karena itu, aliansi yang di
buat antaraGowa dan Bone dapat di anggap sebagi taktik Bone untuk
menyusun kekuatan.Pada tahun 1582, dua Kerajaan Bugis, Wajo dan
Soppeng. Bergabung dengan Kerajaan Bone dengan membuat perjanjian
pertahanan bersama yang di sebut perjanjian Lamumpatue ri Timurung.
Ketiga kerajaan itu kemudian mebentuk aliansi yang di sebut Tellunpoccoe
atau tiga Puncak kerajaan Besar Bugis.Untuk menghadapi ancaman agresi
Gowa.4

Pada tahun 1583, Raja Gowa melancarkan serangan terhadap Kerajaan


Wajo. Tetapi, serangan ini dapat di pukul mundur oleh psukan Tellunpoccoe.
Tujuh tahun kemudian, yakni tahun 1590, serangan dilanjutkan kembali,
tetapi, Gowa tidak mampu mengalahkan Tellunpoccoe. Tonijallo sendiri
tewas di amuk oleh seorang pengikutny, ILolo Tamakkana.Sepeninggal
Tonijallo, ia digantikan oleh I Tepu Karaeng Daeng Parambung Karaeng ri
Bomtolangkasa Tonipasulu sebagai Raja Gowa XIII (1590-1593).

4
Prof.Dr.Ahmad M.Sewang M.A, Islamisasi kerajaan gowa,(jakarta; yayasan obor
indonesia,2005)hlm24-26

9
B. Islamisasi Kerajaan Gowa
1. Kontak pertama dengan Islam
Bahasan ini akan mengungkapkan dua masalah penting yang berhubungan
dengan kontak pertama antara orang Makassar dan orang-orangf Muslim
sebelum Islam di terima secara resmi di Gowa pada awal abad XVII. Pertama,
kontak yang dilakukan oleh para pedagang Makassar dengan penduduk
Muslim di perantauan.Untuk melengkapi pembahasan ini akan di kemukakan
latar belakang yang mendorong jiwa perantau orang-orang Makassar. Kedua,
kontak yang berlangsung didalam negri Gowa melalui para pedagang Muslim
yang sudah bermukim di Makassar sejak pertengahan abad XIV.Pembahasan
ini di perlukan untuk menelusuri kemungkinan ada tidaknya orang-orang
Makassar yang menganut Islam sebelum Raja Gowa dan Tallo menerima Islam
tahun 1605.

2. Perantauan sebagai pengenalan awal


Sebagai kerajan pantai, daerah ini memberikan kemungkinan kepada
penduduknya untuk mencari penghasilan melalui laut, seperti pelaut dan
saudagar antara pulau.Pekerjaan sebagai pelaut dan saudagar telah berlangsung
sejak abad XV dan lebih intensif lagi pada awal abad XVI. Tome pires dalam
perjalanannya dari Malaka ke Laut jawa pada tahun 1513 telah menemukan
orang-orang Makassar sebagai pelaut Ulung. Keterangan Pires mengenai
Makassar di anggap sebagai sumber barat tertulis yang paling tua yang bisa di
temukan. Pires mengemukakan :
orang-orang makssar telah berdagang sampai ke Malaka, Jawa, Bomeo,
negri siam dan juga semua tempat yang terdapat antara Pahang dan siam.

Untuk memahami lebih jauh jiwa pelaut orang-orang Makassar, perlu


dilihat beberapa factor penyebab jiwa pelaut suatu masyarakat secara umum.
Menurut lfred Thayer Mahan, terdapat nam unsur yang menentukan suatu
kerajaan berkembang menjadi kerajaan maritime, yaitu :

10
Kedudukan geografis
Bentuk tanah dan pantainya
Karakter penduduk
Luas wilayah
Jumlah penduduk
Sifat pemerintahannya termasuk lembaga-lembaga nasional.

Di antara faktor yang paling berpengaruh, menurut Mahan, adalah lokal


geografi. Dari segi ini, Kerajaan Gowa terletak di daerah pesisir yang berada
pada jalur lalu lintas perdagangan antara Malaka, sebagai pusat pemerintahan
Portugis si Asia Tenggara sejak tahun 1511, dan Maluku, sebagai penghasil
rempah-rempah yang merupakan komoditi perdagangan utama ketika itu.
Kondisi ini mendorong Sombaya ri Gowa (Raja Gowa X), Karaeng
Tonipallangga (1546-1565), untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan
perdagangan di Nusantara masa itu, yaitu dengan memindahkan pusat
pemerintahan kerajaan di Bonto Biraeng yang terletak pada daerah pedalaman
ke satu tempat di daerah pantai, bernama Maccini Sombala. Di tempat ini
dbangunsatu kota kerajaan baru, bernama Somba Opu. Prpindahan ,engubah
lapangan kerja baru penduduk yang pda mulanya banyak bekerja pada bidang
pertanian kemudian secara berangsur berubah menjadi pelaut dan pedagang.

Faktor lain yang mendorong penduduk untuk terjun kelaut adalah keadaan
tanah Kerajaan Gowa, yang sebagian terdiri dari bukit-bukit kapur yang
berpasir, sehingga penduduknya tidak bisa menggantungkan hidup
sepenuhnya kepada tanah. Karena itu, tidaklah mengherankan jika sebagian
besar penduduk mencari penghidupan sebagai pelaut.5

Buku I La Galigo karya sastra yang pernah di temukan di Sulawesi


Selatan, melukiskan kisah-kisah perantauan orang Bugis Makassar.Tokoh-
tokoh yang dilukiskan dalam buku ini sebagai perantau ulung adalah La-

5
Prof.Dr.Ahmad M.Sewang M.A, Islamisasi kerajaan gowa,(jakarta; yayasan obor
indonesia,2005)hlm71-73

11
Madukelleng dan To Ampanyompa, yang lebih dikenal dengn gelar
Saweregading.Menurut hasil penelitian Soehartoko, kebiasaan merantau orang
Bugis-Makassar dilator belakangi oleh Mitos tau kepercaan yang berbunyi,
Mappesona ri Dewata Seuae, tasalaipi kamptta taita deceng.(berserahlah
kepada Tuhan Yang Maha Esa, tinggalkan kampungmu untuk nantinya
memperoleh kebaikan). Jadi, menurut mitos, mreka baru bisa memperoleh
kebaikan, bila mereka telah meninggalkan kampong halaman.Sehingga, di
beberapa tempat, seperti di Ternate dan Bangkok sejak abad XVI telah di
temukan perkampungan orang Makassar.Kampung Makasar si Ternate masih
didapati sampai sekarang.

Sebelum kedatangan para pedagang Eropa pada abad XVI, jalur-jalur


perdagangan di Nusantara dikuasai oleh para pedagang muslim. Karena itu,
hamper dapat di pastikan bhwa para perantau dari Mkassar kan bertemu dan
melakukan hubungan dagang dengan para pedagang muslim di perantauan,
memungkinkan merek untuk mengenal Islam, bahkan, diduga sudah ada yang
menjadi muslim sebelum islam di terima secara resmi oleh kerajaan. Asumsi
ini di dukung oleh kenyataan bahwa di Maluku telah berdiri perkampungan
masyarakat Makassar.Bersamaan dengan itu, di Ternate telah berdiri sebuah
kerajaan Islam.Perkampungan masyarakat Makassae tersebut di mungkinkan
karena hubungan baik antara Kerajaan Ternate dan Kerajaan Gowa pada abad
XVI.Hubungan ini, tidak terbatas pada hubungan perdagangan belaka tetapi
juga hubungan politik. Berdasarkan sumber ternate, pada tahun 1580, Sultan
Ternate,Babullah, Melakukan kunjungan kerajaan ke ibu kota Kerajaab Gowa,
Somba Opu. Dalam kunjungannya itu, ia berhasil melakukan perjanjian politik
anatara dua kerajaan. Sultan Babullah menyerahkan pulau selayar kepada Raja
Gowa, Manggorai Daeng Mammeta Karaeng Bontolangkasa Tonijallo, yang
ebelumnya dibawah vassal kerajaan ternate.Dalam perjalanan pulang, sultan
singgah dibeberapa tempat di Sulawesi, seperti di Selayar dan Sulawesi
Tengah dan pada perjalanan ini pula Sultan memanfaatkan kesempatan itu
untuk menyebarkan agama Islam.Namun, tidak ada keterangan lebih lanjut

12
tentang siapa dan berapa orang yang menerima ajakan Sultan Babullah waktu
itu. Walaupun demikian, banyak sejarawan di daerah ini dan sejarawan dai
luar yang juga perpandangan bahwa kemungkinan besar di antara orang
Makassar sudah ada yang menganut Islam.6

Perkampungan-perkampungan orang Bugis Makassar tidak hanya di


temukan di Ternate, tetapi juga di temukan di daerah-daerah lainnya di
indonesia, seperti di Banten. Hal ini di sebabkan sejak abad XV, orang Bugis-
Makassar sudah di kenal sebgai perantau dengan rute pelayaran ke arah Barat,
yaitu mereka menelusuri pantai utara pulau jawakemudia menyeberang
kepulau sumatradan terus menuju ke Malaka. Namun, jalur ini berubah pada
awal abad XVII, yaitu mereka melalui pantai selatan Pulau Klaimantan, untuk
menghindari pertemuan dengan kapal-kapal belanda yang sedang memperkuat
pengaruhnya dibagian timur Nusantara.

Daerah perantauan orang Makassar mempunyai jangkauan luas dan


sebagian besar tempat yang di singgahi adalah daerah yang penduduknya sudah
beragama islam, sehingga, agaknya, alasan inilah yang mendorong Abu hamid
menyatakan bahwa suku Makassar di perantauan sudah ada vyang memeluk
agama islam jauh sebelum islam di terima secara resmi oleh kerajaan.
Penerimaan islam tersebut tidak terbatas bagi orang Makassar di perantauan
juga menyangku mereka yang tidak merantau tetapi melakukan kontak dengan
pendatang muslim di daerah mereka.7

3. Kedatangan Islam
Kedatangan Islam di Sulawesi Selatan agak terlambat jika di bandingkan
dengan daerah-daerah lainnya di Indonesia, seperti Sumatra, Jawa, Kalimantan,
dan Maluku. Hal ini di sebabkan kerajaan Gowa narulah dikenal sebagai
kerajaan yang berpengaruh dan menjadi kerajaan dagang pada akhir abad XVI

6
Prof.Dr.Ahmad M.Sewang M.A, Islamisasi kerajaan gowa,(jakarta; yayasan obor
indonesia,2005)hlm74-76
7
Prof.Dr.Ahmad M.Sewang M.A, Islamisasi kerajaan gowa,(jakarta; yayasan obor
indonesia,2005)hlm76-78

13
atau awal abad XVII. Dalam kurun waktu tersebutb para pedagang muslimdari
berbagai daerah Nusantara dan para pedagang asing dari Eropa mulai ramai
mendatangi daaerah ini. Menurut teori yng dikembangkan oleh Noorduyn,
proses islamisasi di Sulawesi Selatan tidak jauh berbeda dengan daerah
daerah lainnya di Indonesia, yaitu melalui tiga tahap : kedatangan Islam,
penerimaan islam, dan penyebarannya lebih lanjut. 8
Kedatangan islam di Makassar yang di maksudkan oleh Noorduyn dalam
teorinya di atas adalah ketika pertama kali para pedagang Muslim melayu
mendatangi daerah ini. kata Melayu yang di maksudkan dalam pengertian
orang Makassar masa itu, tidak hanya terbaatas paada wilayaah daaerah Riau
Dan Semenanjung Malaka, seperti yang di artikan sekarang, tetapi juga
meliputi Seluruh pulau Sumatra, sehingga ketika Datuk Ri Bandang yang
datang dari Koto tangah minangkabau di Makassar sebagai Mubaligh Islam,
dia di sebut sebagai orang Melayu.Hubungan naik antara pendatang Melayu
dengan penduduk setempat, menyebabkan mereka mendapatkan tempat
istimewah di hati Raja. Tidak mengherankan, jika Raja Gowa berikutnya, yaitu
Tonijallo (1565-1590) memberikan fasilitas tempat ibadah, sebuah masjid, di
tempat pemukiman mereka, di Mangallekana. Pemberian fasilitas masjid
mendatangkan bahwa Raja memberikan perhatian kepada para pedagang
Muslim. Di pihak lain, para pedagang muslim berusaha memelihara hubungan
baik itu dengan kerajaan yang dapat dilihat dari kontribusi yang di berikan oleh
para pedagang Melayu terhadap pembinaan kerajaaan. Sejak awal kedatangan
mereka, yaitu di masa pemerintahan Raja Gowa X, Tonipallangga, seorang
keturunan Melayu bernama I Daeng ri mangallekana diangkat sebagai
syahbandar yang kedua pada Kerajaan Gowa. Sejak saat itu secara turun
temurun jabatan syahbandar di peganf oleh orang MELAYU SAMPAI PADA
masa Ince Husain sebagai syahbandar terakhir. Dia mengakhiri jabatannya
pada tahun 1669, ketika Kerajaan Gowa mengalami kekalahan melawan VOC.

8
Prof.Dr.Ahmad M.Sewang M.A, Islamisasi kerajaan gowa,(jakarta; yayasan obor
indonesia,2005)hlm80

14
Beberapa sumber lokal mengemukakan, peranan orang-orang Melayu
dalam bidang perdagangan dan penyebaraan Islam cukup berarti dalam
upayanya untuk membendung pengaruh Katolik. Sampai tahun 1615 roda
prekonomian, khususnya perdagangan antar pulau yang melalui pelabuhan
Makassar, di kuasai oleh orang-orang Melayu. Komoditas beras sebagai hasil
utama. Makassar di ekspor ke Malaka dengan kapal orang-orang Melayu.
Sumbangan utama orang-orang Melayu dalam penyebaran agama Islam adalah
upayanya untuk mendatangkan mubaligh-mubaligh Islam. 9

C. Penerimaan Islam

Penerimaan Islam pada beberapa tempat di Nusantara


memperlihatkan dua pola yang berbeda, pertama, Islam di terima terlebih
dahulu oleh masyarakat lapisan bawah, kemudian perkembangan dn di
terima oleh masyarakat lapisan atas atau elite penguasa kerajaan. Pla
pertama di tersebut biasa di sebut bottm up. Kedua, Islam di terima
langsung oleh elite penguasa kerajaan, kemudian di sosialissikan dan
berkembang kepada masyarakat bawah. Pola yang terakhir ini bisa disebut
top down. Penerimaan Islam di Kerajaan Gowa, menurut para penulis
sejarah Islam Sulawesi Selatan, memperlihatkan bahwa pola penerimaan
yang kedualah yang berlaku. Islam diterima lebih dahulu elite kerajaan,
yaitu Raja Tallo dan Raja Gowa, setelah itu diikuti masyarakat ramai. Pola
yang kedua ini menjadi pandangan umum yang di anut oleh para penulis
sejarah Islam Sulawesi Selatan yang bisa di buktikan berdasarkan naska
lontara yang ada. Namun, tidak kemungkinan pola lain seperti pola
pertama di atas, sebagaimana yang telah di kemukakan sebelumnya.
Tetapi, pola yang terakhir ini belum banyak dianut, disebbkan karena
argumen dikemukakan barulah sampai pada tingkat penafsiran sejarah.

9
Prof.Dr.Ahmad M.Sewang M.A, Islamisasi kerajaan gowa,(jakarta; yayasan obor
indonesia,2005)hlm81-86

15
Menurut teori yang berlaku umum bahwa penyebaran Islaam di
Indonesia paad awalnya melalui perdagangan, demikian halnya dengan
kedatangan Islam di Makassar tidak terlepas dari faktor dagang. Islamisasi
melalui perdagangan dapat dilihat pada daerah yang pertama kali di
singgahi para penyebar Islam pertama, yaitu daerah-daerah yang dilewati
jalur perdagangan. Para Penyebar Islam pun pada masa awalnya
perkembangannya adalah terdiri atas para pedagaangan di mungkinkan
karena didalam ajaran Islam tidak di bedakan antara tugas ke agamaan
seorang muslim, sebagai penyebar nilai-nilai kebenaran, dan profesinya
sebagai pedagang.
1. Kedatangan tiga mubaligh
Sekalipun para pedagang muslim sudah berada di Sulawesi Selatan
sejak akhir abad XV, tidak diperoleh keterangan yang pasti baik dari
sumber lokal maupun sumber dari luar, tentang terjadinya konversi
kedalam Islam oleh salah seorang raja setempat pada masa itu,
sebagaimana yang terjadi pada agaama katolik. Agaknya, inilah salah satu
faktor pendorong para pedagang Melayu mengundang tiga orang mubaligh
dari Koto Tangah Minangkabau agar datang di Makassar mengislamkan
elite Kerajaan Gowa dan Tallo. Motivasi lain yang mendorong para
saudagar Melayu dalam mengambil keputusan mendatangkan mubaligh ke
Makassar adalah untuk mengimbangi misi Katolik. Para misionaris telah
berusaha menyebarkan pengaruhnya kedalam iastana Kerajaaan Gowa.
Persaingan antara misionaris katolik dan para pedagang muslim telah lama
berlangsung, sebagaimana di aku oleh Antoniyo de Payva, seorang
misionaris katolikyag berkunjung di Sulawesi Selatan pada tahun 1542.
Inisiatif untuk mendatangkan Mubaligh khusus ke Makassar, sudah ada
sejak Anakkoda bonang berada di Gowa pada pertengahan abad XVI,
tetapi nanti berhasil memasuki awal abad XVII dengan kehadiran Tiga
orang Datuk di Minangkabau dilatarbelakangi persaingan antara
misionaaris dan para pedagang Muslim sebagaimana tersebut di atas, tealh

16
memperkuat tesis Schrieke yang memandang bahwa IntensitasPenyebaran
Isalm adalah sebagai tandingan terhadap misi Kristen yaang agresif. 10

Lontara Wajo menyebutkan bahwa ketiga datuk itu datang pada


permulaan abad XVII dari Koto Tangah, Minangkabau. Mereka dikenal
dengan nama datuk tellue (Bugis) atau datuk tallua (Makassar), yaitu :

a. Abdul Makmur, Khatib Tunggal, yang lebih populer dengan nama


Datuk ri Bandang.
b. Sulaiman, Khatib Sulung, yang lebih populer dengan nama Datuk
Patimang.
c. Abdul Jawad, Khatib Bungsu, yang lebih dikenal dengan nama Datuk
ri Tiro.

Sumber lain menyebutkan bhawa ketiga datuk itu adalah utusan dari
Kerajaan Aceh. Mereka di utus atas permintaan karaeng Matoaya, Raja Tallo
yang juga menjabat sebagai tomabicara butta atau mangkubumi Kerajaan
Gowa.

Datuk ri Bandang dan temannya tang lain ketika tiba di Makassar ,


tidak langsung melaksanakan misinya, tetapi lebih dahulu menyusun strategi
dakwah. Mereka menyakan orang-orang Melayu yang sudah lama bermukim
di Makassar tentang Rajaa yang paling di hormati. Setelah mndapat
penjelasan, merek berangkat ke Luwu untuk menemui datuk luwu, Datuk
Luwu adalah raja yang paling di hormati, karena kerajaannya di anggap
sebagai kerajaan tertua daan tempat asal nenek moyang raja-raja Sulawesi-
Selatan. Dari informasi tentang daerah-daerah yang di lalui ketiga datuk
tersebut, dapat dilihat bahwa mereka memiliki pengalaman wawasan yang
luas dalam menjalankan misi keagamaan. Tidaklah mengherankan jika

10
Prof.Dr.Ahmad M.Sewang M.A, Islamisasi kerajaan gowa,(jakarta; yayasan obor
indonesia,2005)hlm86-89

17
mereka mampu menyusun strategi dakwah sesuai dengan keadaan yang
mereka hadapi.11
Demikianlah pula, setelah berhasil mengislamkan Datuk Luwu,
mereka lalu menusun startegi baru dengan memprioritaskan daerah-daerah
tertentu untuk Menyebarkan Islam selanjutnya, yaitu dengan membagi tenaga
dan daerah sasaran dakwah disesuaikan keahlian mereka dan kondisi daerah
tugas masing-masing sebagaimana yang di kemukakan oleh Abu Hamid,
sebagai berikut :
a. Datuk ri Bandang yang dikenal sebagai ahli fikih bertugas untuk menghadapi
masyarakat Gowa dan Tallo yang masih kuat b erpegang kedua tradisi lama,
seperti penjudian, minum ballo, (tuak) dan sabun ayam. Dalam menhgadapi
masyarakat demikian, metode dakwah yang di pakai Datuk ri Bandang lebih
menekanka pada masalah pelaksanaan huku syariat.
b. Datuk Patimang, bertugas di Kerajaan Luwu yang masyarakatnya masih kuat
berpegang kepada keprcayaan lama, seperti DewataSeuwae. Datuk Patimang
memperkenalkan jaran tauhid yang yang sederhana dengan mengemukakan
sifat-sifat Tuhan, seperi sifat wajib, sifat mustahil dan sifat jaiz bagi Tuhan.
Penekanan pada ajaran tauhid ini dimaksudkan untuk mengganti kepercayaan
Dewata Seuwae menjadi keimana kpada tauhid, yaitu Allah Yang Maha Esa.
c. Datuk ri Tiro bertugas di daerah Tiro, Bulukumba, dengan lebih menekankan
pada ajaran tasawuf, sesuai kondisi masyarakatnya yang di hadapinya, yaitu
masyarakatnya yang masih teguh berpegang kepada masalah-masalah
kebatinan, sihir dengan segala mantranya. Maayarakatnya Tiro memiliki
kegemaran dalam menggunakan kekuatan sakti (doti) untuk membinasakan
musuh. Masyarakat demikian, menurut Datuk ri Tiro, akan lebih berhasil jika
dilakukan pendekatan tasawuf.12

11
Prof.Dr.Ahmad M.Sewang M.A, Islamisasi kerajaan gowa,(jakarta; yayasan obor
indonesia,2005)hlm91,96
12
Prof.Dr.Ahmad M.Sewang M.A, Islamisasi kerajaan gowa,(jakarta; yayasan obor
indonesia,2005)hlm96-97

18
2. Raja Gowa Masuk Islam
Banyak versi cerita rakyat tentang kedatangan Datuk ri Bandang di
Makassar. Di antaranya, seperti yang di kutip oleh Noorduyn, Datuk ri
Bandang tiba di pe;abuhan Tallo pada tahun 1605dengan menumpang
sebuah perahu ajaib. Setelah tiba di pantai, datuk itu langsung
melaksanakan sembahyang. Mendengar berita kedatangan datuk, Raja
Tallo, I Mallingkang Daeng Manyonri karaeng katangka., segera dating
menemuinya. Tetapi, ditengah jalan, ia bertemu seorang tua yang
menanyakan tentang tujuan perja-lanannya. Orang tua tadi menuliskan
sesuatu di atas Ibu jari Raja Tallo. Setelah itu, ia menitipkan salam kepada
Datuk ri Bandang. Ternyata kemudian yang tertulis di atas Kuku Raja
Tallo radi adalah Surah Al-Fatihah. Kemudian Datuk ri Bandang berkata
kepada Raja Tallo bahwa orang tua tadi adalah Nabi Muhammad saw.
Pertemuan antara Raja Tallo dengan Nabi Muhammad itu dalam
bahasa Makassar di sebut,makassarami Nabbi Muhammad ri butta ri
Tallo, (Nabi Muhammad menjelma atau menampakkan diri di Kerajaan
Tallo). Sebagian orang makassar memberi interpertasi kalimat itu
sebagai asal mula nama kota makassar. Tetapi, interprestasi tersebut
tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Karena Nama
makassar, telah dikenal sejak abad XII, sebagaimana yang tertulis dalam
buku Nagarakertagama, karangan prapanca.13
Ungkapan makassarami Nabbi Muhammad, tidaklah dipahami
secara tekstual, seperti dipahami oleh sebagian masyarakat setempat
bahwa Nabi Muhammad sendiri yang langsung membawa agama Islam ke
Makassar. Ungkapan itu harus diinterprestasikan bahwwa:Ajaran Nabi
Muhammad atau Islam telah menyatakan diri di dalam kalbu orang
Makassar.
Cerita rakyat di atas sekalipun tercampur mitos, tetapi dapat di
artikan bahwa Datuk ri Bandang dan Raja Tallo memegang peranan

13
Prof.Dr.Ahmad M.Sewang M.A, Islamisasi kerajaan gowa,(jakarta; yayasan obor
indonesia,2005)hlm97-98

19
penting pada periode awal islamisasi di daerah ini. peranan kedua tokoh
itu di perkuat oleh beberapa sumber lokal. Dalam kronik Tallo
menyebutkan, Raja Tallo menerima Islam pada tahun 1605, sedang dalam
lontara pattorioloanga ri Togowaya (Sejarah Kerajaan Gowa)
menceritakan tentang penerimaan islam Raja Gowa, Sultan Alauddin.
Penerimaan Islam oleh Raja Gowa dan Tallo, kemungkinan juga bukan
semata-mata karena kepentingan politik dan ekonomi perdagangan tetapi
terutama timbul dari kesadaran keagamaan. Jika salat dapat dijadikan tolok
ukur bagi keasadaran seseorang,maka dapat di terima bahwa penerimaan
Islam oleh Raja Gowa dan Tallo adalah muncul dari kesadaran dan
keyakinannya sendiri.14

D. PENYEBARAN ISLAM

Salat jumat pertama di Tallo dilaksanakan dua tahun setelah raja


menerima Islam. Salat jumat yang diikuti oleh segenap lapisan masyarakat
Gowa-Tallo dilaksanakan pada tanggal 9 November 1607 bertepatan
dengan 19 Rajab 1016.

1. Secara damai
Untuk merealisasikan dekrit di atas, Sultan Alauddin mengirim
utusan untuk ke kerajaan-kerajaan tetangga di Sulawesi Selatan dengan
membawa hadiah untuk di berikan kepada setiap raja yang didatangi
utusan itu. Hadiah ini di maksudkan sebagai bukti keinginan untuk
berdamai. Dakwah Islam pada prinsipnya adalah ajakan secara damai.15
2. Melalui peperangan
Kerajaan-kerajaan yang tergabung dalam persekutuan
Tellunpoccoe, yaitu Bone, Soppeng, dan Wajo, menolak ajakan Kerajaan

14
Prof.Dr.Ahmad M.Sewang M.A, Islamisasi kerajaan gowa,(jakarta; yayasan obor
indonesia,2005)hlm99,109,110
15
Prof.Dr.Ahmad M.Sewang M.A, Islamisasi kerajaan gowa,(jakarta; yayasan obor
indonesia,2005)hlm111

20
Gowa. Penolakan mereka didasarkan pada asumsi bahwa ajakan itu
sebagai taktik untuk memenuhi ambisi Gowa dalam memulai ekspansi dan
dominasi di bidang politik dan ekonomi di seluruh kerajaan
Tellunpoccoe.16
Penolakan kerajaan-kerajaan Tellunpoccoe di atas memiliki alasan
kesejarahan, sebab dalam Lontara Bugis-Makassar tercatat, sejak abad
XVI telah terjadi berbagai kegiatan politik yang terkadang meningkat
dalam bentuk kekerasan perang antara kerajaan-kerajaan Bugis dan
Makassar, dengan maksud untuk memperebutkan kedudukan
kepemimpinan di Sulawesi Selatan.
Dengan demikian, ajakan untuk menerima Islam, menurut
Tellunpoccoe, adalah sebagai siasat Gowa untuk menguasai mereka.
Untuk itu, mereka sepakat menolak ajakan tersebut. Tetapi, penolakan itu
menjadi alasan bagi Gowa untuk mengangkat senjata memerangi kerajaan-
kerajaan Bugis, Tellunpoccoe.17

16
Prof.Dr.Ahmad M.Sewang M.A, Islamisasi kerajaan gowa,(jakarta; yayasan obor
indonesia,2005)hlm113
17
Prof.Dr.Ahmad M.Sewang M.A, Islamisasi kerajaan gowa,(jakarta; yayasan obor
indonesia,2005)hlm114

21
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penyebaran islam di daerah Sulawesi selatan pada awalnya tidak


bisa di lepaskan dari aktivitas perdagangan. Demikian halnya dengan
kedatangan Islam di Gowa. Penyebaran islam yang di lakukan oleh
para pedagang di mungkinkan karena ajaran islam tidak di bedakan
antara tugas keagamaan seorang Muslim, sebagai penyebar nilai-nilai
kebenaran, dan profesinya sebagai pedagang. Setiap muslim, apapun
profesinya, dituntut untuk menyampaikan ajaran islam sekalipun satu
ayat.

Penyebaran Islam yang dilakukan oleh kerajaan Gowa-Tallo di


seluruh selawesi selatan telah meberi pengaruh dan perubhan pada
masyarakat, tentu pengaruh dan perubahan ini telah telah mengarah
pada islamiasi segala aspek kehidupan tersebut. Karena begitu
kuatnya pengaruh islam yang di kembangkan oleh tiga mubaligh
dengan dukungan para raja-raja yang telah memeluk islam, maka
rakyat kerajaan berbondong-bondong memeluk Islam tanpa dipaksa
ataupun di ancam.

B. Kritik dan Saran

Demikian makalah yang dapat saya susun. Tentunya dalam


pengurain di atas masih banyak kekurangan dan kelemahan di
dalamnya. Oleh karena itu, kritik dan saran pembaca yang sifatnya
membangun sangat saya harapkan. Untuk itu apabila dalam makalah
ini terdapat kesalahan dalam uraian, kami mohon maaf yang sebesar-
besarnya. Akhirnya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi saya
khususnya, dan bagi para pembaca umumnya.

22
DAFTAR PUSTAKA

Prof.Dr.Ahmad M.Sewang M.A. 2005. Islamisasi kerajaan gowa. Jakarta:


yayasan obor indonesia.

23

Anda mungkin juga menyukai