Anda di halaman 1dari 20

ANEMIA DALAM KEHAMILAN

I. Pendahuluan
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah yang tertinggi bila
dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Penyebab utama kematian
ibu langsung adalah perdarahan 28%, eklampsia 24%, dan infeksi 11%, dan
penyebab tidak langsung adalah anemia 51%. Anemia merupakan komplikasi
dalam kehamilan yang paling sering ditemukan. Hal ini disebabkan karena dalam
kehamilan keperluan akan zat-zat makanan bertambah dan terjadi pula perubahan-
perubahan dalam darah dan sumsum tulang. Sekitar 75% anemia dalam kehamilan
disebabkan oleh defisiensi gizi. Sering kali defisiensinya bersifat multipel dengan
manifestasi yang disertai infeksi, gizi buruk atau kelainan herediter. Namun,
penyebab mendasar anemia nutrisional meliputi asupan yang tidak cukup,
absorbsi yang tidak adekuat, bertambahnya zat gizi yang hilang dan kebutuhan
yang berlebihan. Faktor nutrisi utama yang mempengaruhi terjadinya anemia
adalah zat besi, asam folat dan kumpulan vitamin B.(1,2,4,5,6)
Anemia yaitu suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) darah kurang
dari normal. Kadar Hb normal berbeda untuk setiap kelompok umur dan jenis
kelamin : balita 11 g %, anak usia sekolah 12 g %, wanita dewasa 12 g %, laki-
laki dewasa 13 g %, ibu hamil 11 g % dan ibu menyusui 12 g %. Komplikasi
anemia dalam kehamilan dapat berdampak pada masa kehamilan, persalinan,
nifas, maupun pada janin. Anemia pada ibu hamil diketahui berdampak buruk,
baik bagi kesehatan ibu maupun bayinya. anemia merupakan penyebab penting
yang melatarbelakangi kejadian morbiditas dan mortalitas, yaitu kematian ibu
pada waktu hamil dan pada waktu melahirkan atau nifas sebagai akibat
komplikasi kehamilan. Selain itu ibu hamil yang menderita anemia juga beresiko
terjadinya perdarahan pada saat melahirkan. Di samping pengaruhnya kepada
kematian dan perdarahan, anemia pada saat hamil akan mempengaruhi
pertumbuhan janin, berat bayi lahir rendah dan peningkatan kematian perinatal.
(1,3)

1
Anemia yang sering ditemukan dalam kehamilan adalah anemia defisiensi
besi dan anemia megaloblastik. Anemia defisiensi besi terjadi karena kurangnya
zat besi dalam makanan untuk memenuhi kebutuhan zat besi ibu yang hamil,
kebutuhan zat besi untuk janin dan plasenta, dan pendarahan post partum. Karena
itu, cadangan zat besi yang dibutuhkan ibu hamil minimal lebih dari 500 mg.
Perubahan diet dengan konsumsi makanan yang kaya zat besi dan penambahan
suplemen zat besi dianjurkan pada ibu hamil. Anemia megaloblastik terjadi
karena kerusakan sintesis DNA yang disebabkan oleh defisiensi asam folat atau
vitamin B12. Diet yang ekstrem atau malabsorpsi menyebabkan terjadinya anemia
megaloblastik. Karena itu sebagian besar wanita menkonsumsi suplemen folat
sebagai langkah pencegahan defek tuba neural pada janin dan kebanyakan
suplemen merupakan kombinasi dari zat besi dan asam folat. Kedua anemia ini
mengakibatkan berkurangya produksi heme. Jadi, pengobatan yang diberikan
bertujuan untuk meningkatkan produksi sel darah merah. Anemia makrositik
terjadi karena defisiensi nutrisi yaitu asam folat atau vitamin B12 yang
menyebabkan sintesis DNA terganggu. (8,9,10)

II. Definisi
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar haemoglobin kurang dari
normal, yang berbeda di tiap kelompok umur dan jenis kelamin. Secara klinis,
definisi anemia berupa hemoglobin (Hb) atau hematokrit di bawah persentil 10.
(1,9)

Berdasarkan WHO untuk ibu hamil batas normal hemoglobin adalah 11


gr%.(1) Anemia adalah konsentrasi hemoglobin kurang dari 12 g/dL pada wanita
yang tidak hamil dan kurang dari 10 g/dL pada wanita hamil dan nifas.(10)
Berdasarkan Centers for Disease Control and Prevention, tahun 1989 definisi
anemia dalam kehamilan adalah seperti yang berikut :
1. Hb kurang dari 11,0 gr/dL di trimester pertama dan ketiga
2. Hb kurang dari 10,5 gr/dL di trimester kedua, atau
3. Hematokrit kurang dari 32%.(4,10,11)

2
III. Epidemiologi
Di seluruh dunia, frekuensi anemia dalam kehamilan cukup tinggi yaitu
berkisar antara 10-20%. Menurut WHO, 40% kematian ibu di negara berkembang
berkaitan dengan anemia dalam kehamilan yang penyebabnya adalah defisiensi
zat besi. Angka anemia di Indonesia menunjukkan nilai yang cukup tinggi yaitu
63,5% Karena defisiensi gizi memegang peranan yang sangat penting dalam
timbulnya anemia maka dapat dipahami bahwa frekuensi anemia dalam kehamilan
lebih tinggi di negara berkembang, dibandingkan dengan negara maju. (2,5)
95% dari anemia dalam kehamilan merupakan anemia defiesiensi besi.
Insidens wanita hamil yang menderita anemia defisiensi besi semakin meningkat.
Ini menunjukkan keperluan zat besi maternal yang bertambah pada kehamilan.
Kematian maternal meningkat karena terjadinya pendarahan post partum yang
banyak pada wanita hamil yang memang sudah menderita anemia
(11,12)
sebelumnya.

IV. Patofisiologi Anemia dalam Kehamilan


Kehamilan selalu berhubungan dengan perubahan fisiologis yang
berakibat peningkatan volume cairan dan sel darah merah serta penurunan
konsentrasi protein pengikat gizi dalam sirkulasi darah, begitu juga dengan
penurunan gizi mikro. Peningkatan produksi sel darah merah ini terjadi sesuai
dengan proses perkembangan dan pertumbuhan masa janin yang ditandai dengan
pertumbuhan tubuh yang cepat dan penyempurnaan susunan organ tubuh. Adanya
kenaikan volume darah pada saat kehamilan akan meningkatkan kebutuhan zat
besi. Pada trimester pertama kehamilan, zat besi yang dibutuhkan sedikit karena
peningkatan produksi eritropoetin sedikit, oleh karena tidak terjadi menstruasi dan
pertumbuhan janin masih lambat. Sedangkan pada awal trimester kedua
pertumbuhan janin sangat cepat dan janin bergerak aktif, yaitu menghisap dan
menelan air ketuban sehingga lebih banyak kebutuhan oksigen yang diperlukan.
Akibatnya kebutuhan zat besi semakin meningkat untuk mengimbangi
peningkatan produksi eritrosit dan rentan untuk terjadinya anemia, terutama
anemia defisiensi besi. (3,13)

3
Konsentrasi hemoglobin normal pada wanita hamil berbeda dengan wanita
yang tidak hamil. Hal ini disebabkan karena pada kehamilan terjadi proses
hemodilusi atau pengenceran darah, yaitu terjadi peningkatan volume plasma
dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit.
hematologi sehubungan dengan kehamilan, antara lain adalah oleh karena
peningkatan oksigen, perubahan sirkulasi yang makin meningkat terhadap
plasenta dan janin, serta kebutuhan suplai darah untuk pembesaran uterus,
sehingga terjadi peningkatan volume darah yaitu peningkatan volume plasma dan
sel darah merah. Namun, peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi yang
lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit sehingga terjadi
penurunan konsentrasi hemoglobin akibat hemodilusi. Hemodilusi berfungsi agar
suplai darah untuk pembesaran uterus terpenuhi, melindungi ibu dan janin dari
efek negatif penurunan venous return saat posisi terlentang, dan melindungi ibu
dari efek negatif kehilangan darah saat proses melahirkan. (5,12,13)
Hemodilusi dianggap sebagai penyesuaian diri yang fisiologi dalam
kehamilan dan bermanfaat bagi wanita untuk meringankan beban jantung yang
harus bekerja lebih berat dalam masa hamil, karena sebagai akibat hipervolemia
cardiac output meningkat. Kerja jantung lebih ringan apabila viskositas darah
rendah. Resistensi perifer berkurang, sehingga tekanan darah tidak meningkat.
Secara fisiologis, hemodilusi ini membantu maternal mempertahankan sirkulasi
normal dengan mengurangi beban jantung. (5,12,13)
Ekspansi volume plasma di mulai pada minggu ke-6 kehamilan dan
mencapai maksimum pada minggu ke-24 kehamilan, tetapi dapat terus meningkat
sampai minggu ke-37. Volume plasma meningkat 45-65 % dimulai pada trimester
II kehamilan, dan maksimum terjadi pada bulan ke-9 yaitu meningkat sekitar 1000
ml, menurun sedikit menjelang aterem serta kembali normal tiga bulan setelah
partus. Stimulasi yang meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasenta,
yang menyebabkan peningkatan sekresi aldosteron. (5,12)
Volume plasma yang terekspansi menurunkan hematokrit, konsentrasi
hemoglobin darah, dan hitung eritrosit, tetapi tidak menurunkan jumlah absolut
Hb atau eritrosit dalam sirkulasi. Penurunan hematokrit, konsentrasi hemoglobin,

4
dan hitung eritrosit biasanya tampak pada minggu ke-7 sampai ke-8 kehamilan,
dan terus menurun sampai minggu ke-16 sampai ke-22 ketika titik keseimbangan
tercapai. Sebab itu, apabila ekspansi volume plasma yang terus-menerus tidak
diimbangi dengan peningkatan produksi eritropoetin sehingga menurunkan kadar
Ht, konsentrasi Hb, atau hitung eritrosit di bawah batas normal, timbullah
anemia. Umumnya ibu hamil dianggap anemia jika kadar hemoglobin di bawah
11 g/dl atau hematokrit kurang dari 33 % .(13)

V. Etiologi
Etiologi anemia dalam kehamilan terbagi menjadi dua yaitu :
1) Didapatkan (acquired)
Anemia defisiensi besi
Anemia karena kehilangan darah secara akut
Anemia karena inflamasi atau keganasan
Anemia megaloblastik
Anemia hemolitik
Anemia aplastik (10)
2) Herediter
Thalasemia
Hemoglobinopati lain
Hemoglobinopati sickle cell
Anemia hemolitik herediter (10)
Anemia disebabkan oleh penurunan produksi darah yaitu hemopoetik,
peningkatan pemecahan sel darah (hemolitik), dan kehilangan darah yaitu
hemoragik. Dalam kehamilan, anemia yang sering ditemukan adalah anemia
hemopoetik karena kekurangan zat besi (anemia defisiensi besi), asam folat
(anemia megaloblastik), dan protein. (14)

5
VI. Gejala klinis

Kekurangan Asam Folat Kekurangan Protein Kekurangan zat besi

Berkurang pembentukan Berkurang pembentukan


dan terjadinya kelainan Berkurang pembentukan
tissue respiratory
sel darah merah hemoglobin
enzymes

Anemia Megaloblastik Defisiensi penggunaan


Anemia Defisiensi Besi
oksigen

Defisiensi pengangkutan
oksigen di dalam darah
Gejala Klinis Anemia

Gambar 1 : Grafik menunjukkan kekurangan asam folat, protein dan zat besi dapat menyebabkan
(6)
kekurangan oksigen jaringan dan mengakibatkan terjadinya anemia. Dikutip dari kepustakaan

Gejala klinis dari anemia bervariasi, bergantung pada tingkat anemia yang
diderita. Berdasarkan gejala klinis anemia dapat dibagi menjadi anemia ringan,
sedang dan berat. Tanda dan gejala klinisnya adalah :
a) Anemia ringan : adanya pucat, lelah, anoreksia, lemah, lesu dan sesak.
b) Anemia sedang : adanya lemah dan lesu, palpitasi, sesak, edema kaki, dan
tanda malnutrisi seperti anoreksia, depresi mental, glossitis, ginggivitis, emesis
atau diare.
c) Anemia berat: adanya gejala klinis seperti anemia sedang dan ditambah dengan
tanda seperti demam, luka memar, stomatitis, koilonikia, pika, gastritis,
thermogenesis yang terganggu, penyakit kuning, hepatomegali dan
splenomegali bisa membawa seorang dokter untuk mempertimbangkan kasus
anemia yang lebih berat. (4,7,8)

6
VII. Diagnosis Anemia dalam Kehamilan
Untuk menegakkan diagnosa anemia kehamilan dibuuhkan anamnesa yang
akan diperoleh keluhan berupa pucat, lelah, anoreksia, lemah, lesu, sesak,
berdebar-debar, muntah-muntah, diare. Selain itu dari pemeriksaan fisis dapat
ditemukan edema kaki, tanda malnutrisi seperti anoreksia, depresi mental,
glossitis, ginggivitis, stomatitis, koilonikia, pika, gastritis, thermogenesis yang
terganggu, penyakit kuning, hepatomegali dan splenomegali sesuai dengan derajat
anemia yang diderita.(1,4,7,8)
Pemeriksaan penunjang dan pengawasan dapat dilakukan dengan alat
sahli. Hasil pemeriksaan Hb dengan sahli dapat digolongkan sebagai berikut:
a) Anemia ringan : Hb 10 11 gr%
b) Anemia sedang : Hb 7 10 gr%
c) Anemia berat : Hb < 7 gr% (1)
Pada permeriksaan laboratorium termasuk pemeriksaan darah lengkap,
penting diketahui pada kehamilan normal, karena hemoglobin atau hematokrit
cenderung rendah. Indeks sel darah merah membantu menentukan ada tidaknya
kelainan abnormal seperti defisiensi zat besi (MCV yang rendah) atau
makrositosis (MCV yang tinggi). Hemoglobin atau hematokrit harus diulang saat
trimester ketiga (lebih kurang 28 sampai 32 minggu) dan lebih sering jika
diindikasikan. Ras tertentu harus mempunyai tes skrining untuk kondisi tertentu
seperti pada pasien kulit hitam harus menjalani tes Sickledex atau elektroforesis
hemoglobin untuk melihat sickle cell trait disease dan menentukan defisiensi
glucose 6-phosphate dehydrogenase.(1)

7
Kriteria anemia menurut Reticulocyte count
CDC (The Centers for
Disease Control)

Meningkat Normal atau menurun

Pertimbangkan : Anemia Mikrositik, Anemia Makrositik,


1. Kehilangan MCV <80, MCV>100,
darah akut. Pertimbangkan : Pertimbangkan :
2. Terapi zat besi 1. Defisiensi zat 1. Defisiensi As.Folat
yang baru. besi. Cek ferritin, 2. Defisiensi vit. B12
3. Anemia TIBC dan plasma Cek serum folat dan
Hemolitik. iron level. B12 level.
2. Hemoglobinopati. Pertimbangkan
Cek apusan darah Cek hemoglobin dan malabsorbsi,
tepi dan tingkat elektroforesis gangguan makan dan
heptaglobin. ekstrim diet sebagai
kemungkinan etiologi.

Anemia Normositik, MCV 80-100


Pertimbangkan:
1. Defisiensi zat besi ringan
2. Anemia disebabkan penyakit kronik.
Cek fungsi tes renal, hepatik dan tiroid.

Gambar 2 : Algoritma untuk diagnosis anemia berdasarkan hasil darah laboratorium. Dikutip dari
(9)
kepustakaan

VIII. Pembagian Anemia dalam Kehamilan


Berbagai macam pembagian anemia dalam kehamilan telah dikemukakan
oleh para penulis. Berdasarkan penelitian di Jakarta (1967), anemia dalam
kehamilan dapat dibagi sebagai berikut :
a) Anemia defisiensi besi 62,3%
b) Anemia megaloblastik 29,0%
c) Anemia aplastik 8,0%

8
d) Anemia hemolitik 0,7%
Anemia yang akan dibahas adalah anemia yang sering ditemukan di
Indonesia yaitu anemia defisiensi besi dan anemia megaloblastik.(5)

A. ANEMIA DEFISIENSI BESI


Anemia dalam kehamilan yang paling sering ditemukan adalah anemia
akibat kekurangan zat besi. Kekurangan ini dapat disebabkan :
a) Kurang intake unsur zat besi dalam makanan.
b) Gangguan absorpsi zat besi : muntah dalam kehamilan mengganggu absorpsi,
peningkatan pH asam lambung, kekurangan vitamin C, gastrektomi dan kolitis
kronik, atau dikonsumsi bersama kandungan fosfat (sayuran), tanin (teh dan -
kopi), polyphenol (coklat, teh, dan kopi), dan kalsium (susu dan produk susu).
c) Kebutuhan besi yang meningkat
d) Banyaknya zat besi keluar dari tubuh : perdarahan. (5,13,14)
Keperluan zat besi bertambah selama kehamilan, seiring dengan
bertambahnya usia kehamilan. Peningkatan penggunaan zat besi yang diabsorpsi
di dalam tubuh meningkat dari 0.8mg/hari di awal kehamilan hingga 7.5mg/hari
pada trimester akhir. Zat besi yang rata-rata dibutuhkan untuk wanita hamil adalah
800 mg, 300 mg adalah untuk janin dan plasenta, dan 500 mg ditambahkan untuk
hemoglobin ibu. Hampir 200 mg zat besi hilang saat perdarahan persalinan dan
post partum. Jadi penyimpanan zat besi yang minimal di dalam tubuh pada wanita
hamil adalah lebih dari 500 mg di awal kehamilan. Apabila zat besi tidak
ditambah dalam kehamilan, maka mudah terjadi anemia defisiensi zat besi,
terutama pada kehamilan kembar, multipara, kehamilan yang sering dalam jangka
waktu yang singkat dan vegetarian. Di daerah tropika, zat besi lebih banyak keluar
melalui keringat dan kulit. Suplemen zat besi setiap hari yang dianjurkan tidak
sama untuk berbagai negara. Di Amerika Serikat, untuk wanita tidak hamil,
wanita hamil dan wanita yang menyusui dianjurkan masing-masing 12mg, 15mg,
dan 15 mg. Sedangkan di Indonesia masing-masing 12 mg, 17 mg dan 17 mg.
(5,8,10,14)

9
Prevalensi defisiensi besi, bagaimanapun, secara logis jauh lebih besar dari
anemia, menunjukkan bahwa sebagian besar wanita yang memasuki kehamilan
dengan asupan zat besi tidak memadai untuk memenuhi peningkatan kebutuhan
zat besi yang diperlukan untuk ekspansi massa sel darah merah pada ibu serta
untuk perkembangan janin dan plasenta. Sekitar 1000 mg zat besi yang diperlukan
selama kehamilan, 500 mg digunakan untuk mendukung perluasan massa
hemoglobin ibu dan 300 mg untuk perkembangan janin dan plasenta. (14)
Hampir semua kebutuhan zat besi terjadi pada paruh kedua kehamilan,
ketika pembentukan organ janin terjadi. Rata-rata, kebutuhan besi harian adalah
antara 6 dan 7 mg dibandingkan dengan 1 mg / hari dalam kondisi fisiologis
normal. Selama 6 sampai 8 minggu terakhir kehamilan, kebutuhan meningkat
hingga 10 mg / hari. Meskipun penyerapan zat besi yang meningkat secara
substansial selama kehamilan dan cukup pada pemenuhan zat besi wanita yang
sehat, itu gagal untuk memenuhi kebutuhan pemakaian zat besi wanita hamil.
Pada wanita yang memasuki kehamilan dengan cadangan zat besi rendah,
suplemen zat besi sering gagal untuk mencegah kekurangan zat besi. Lebih jauh
lagi, kondisi seperti implantasi plasenta yang abnormal dapat menyebabkan
kehilangan darah kronis dan meningkatkan kebutuhan zat besi selama kehamilan.
(2)

Sehubungan dengan periode postpartum, peningkatan volume plasma


selama kehamilan yang secara proporsional lebih tinggi dari peningkatan massa
sel darah merah darah menghasilkan hemodilusi yang fisiologis. Akibatnya, ibu
dilindungi dari hilangnya sel darah merah selama perdarahan yang berhubungan
dengan persalinan. Namun, 5% dari persalinan disertai dengan kehilangan darah
>1 L, dan gejala anemia, termasuk gejala jantung, bisa terjadi pada parturients,
sehingga mengekspos mereka untuk transfusi darah. (2,3)
Perdarahan menahun yang menyebabkan kehilangan besi atau kebutuhan
besi yang meningkat akan dikompensasi tubuh sehingga cadangan besi makin
menurun (13)
Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut keseimbangan zat besi
yang negatif, yaitu tahap deplesi besi (iron depleted state). Keadaan ini ditandai

10
oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta
pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut
terus maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk
eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit
tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut sebagai iron
deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai adalah
peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam
eritrosit. Saturasi transferin menurun dan kapasitas ikat besi total (total iron
binding capacity = TIBC) meningkat, serta peningkatan reseptor transferin dalam
serum. Apabila penurunan jumlah besi terus terjadi maka eritropoesis semakin
terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun. Akibatnya timbul anemia
hipokromik mikrositik, disebut sebagai anemia defisiensi besi (iron deficiency
anemia). (13)
Gejala klinis anemia defisiensi besi adalah pucat, lemah, lesu, anoreksia,
sesak, depresi mental, nyeri kepala, berdebar-debar, rambut halus dan rapuh,
koilonikia, atropi papila lidah dan stomatitis. Pucat ditemukan di mukosa
membran, konjugtiva, kuku, dan telapak tangan. Pada kasus yang berat,
ditemukan takikardia dan takipnea. (8)
Penegakan diagnosis anemia defisiensi besi yang berat tidak sulit karena
ditandai ciri-ciri yang khas bagi defisiensi besi. Menggunakan pemeriksaan
apusan darah tepi dapat ditemukan mikrositosis dan hipokromasia. Anemia yang
ringan tidak selalu menunjukkan ciri-ciri khas itu, bahkan banyak yang bersifat
normositer dan normokrom. Hal itu disebabkan karena defisiensi besi dapat
berdampingan dengan defisiensi asam folat. Sifat lain yang khas bagi defisiensi
besi adalah kadar zat besi serum rendah, ferritin yang rendah, daya ikat zat besi
serum tinggi, protoporfirin eritrosit tinggi, reseptor transferin yang meningkat, dan
tidak ditemukan hemosiderin dalam sumsum tulang. Apabila pada pemeriksaan
kehamilan hanya hemoglobin yang diperiksa dan Hb kurang dari 10gr/dL, maka
wanita dapat dianggap sebagai menderita anemia defisiensi besi, baik yang murni
maupun yang dimorfis, karena tersering anemia dalam kehamilan adalah anemia
defisiensi besi. Nilai Hb yang kurang dari 10g/dl dianggap sebagai anemia

11
defisiensi besi yang ringan, manakala Hb yang kurang dari 8g/dl adalah anemia
defisiensi besi yang berat. (2,11,13)

Gambar 3. Diagnosis anemia defisiensi besi. Dikutip dari kepustakaan (10)


Terapi zat besi oral terbukti efektif dalam memperbaiki anemia defisiensi
besi pada banyak kasus. Kemanjurannya mungkin, namun terbatas pada banyak
pasien karena dosis bergantung pada efek samping, kurangnya kepatuhan dan
penyerapan zat besi yang tidak cukup di duodenum. Juga harus dicatat bahwa
meskipun ada bukti yang mendukung perbaikan parameter status hematologi dan
besi dengan suplementasi besi oral, data pada peningkatan berat lahir dan
berkurangnya kelahiran prematur masih kurang.(2,3)
Pemberian suplementasi besi setiap hari pada ibu hamil sampai minggu
ke-28 kehamilan pada ibu hamil yang belum mendapat besi dan nonanemik (Hb
<11g/dl dan ferritin > 20 g/l) menurunkan prevalensi anemia dan bayi berat lahir
rendah.(5)
Menurut Depkes RI (1999), tablet zat besi diberikan pada ibu hamil sesuai
dengan dosis dan cara yang ditentukan yaitu: (15)
Dosis pencegahan
Diberikan pada kelompok sasaran tanpa pemeriksaan Hb. Dosisnya
yaitu 1 tablet (60 mg besi elemental dan 0,25 mg asam folat) berturut-turut
selama minimal 90 hari masa kehamilan mulai pemberian pada waktu
pertama kali ibu memeriksa kehamilannya. (15)

12
Dosis Pengobatan
Diberikan pada sasaran (Hb < ambang batas) yaitu bila kadar Hb <
11gr% pemberian menjadi 3 tablet sehari selama 90 hari kehamilannya. (15)
Pada beberapa orang, pemberian tablet zat besi dapat menimbulkan gejala-
gejala seperti mual, nyeri didaerah lambung, kadang terjadi diare dan sulit buang
air besar, pusing bau logam. Selain itu setelah mengkonsumsi tablet tersebut, tinja
akan berwarna hitam, namun hal ini tidak membahayakan. Frekuensi efek
samping tablet zat besi ini tergantung pada dosis zat besi dalam pil, bukan pada
bentuk campurannya. Semakin tinggi dosis yang diberikan maka kemungkinan
efek samping semakin besar. Tablet zat besi yang diminum dalam keadaan perut
terisi akan mengurangi efek samping yang ditimbulkan tetapi hal ini dapat
menurunkan tingkat penyerapannya.(15)
Terapi parenteral hanya diberikan apabila terdapat kontraindikasi dengan
terapi oral. Zat besi parenteral diberikan dalam bentuk ferri secara intramuskular
dapat disuntikkan dekstran besi Imferon atau sorbitol besi. Hasilnya lebih cepat
dicapai, hanya penderita merasa nyeri di tempat suntikan. Akhir-akhir ini Imferon
banyak pula diberikan dengan infus dalam dosis total antara 1000-2000 mg unsur
zat besi sekaligus, dengan hasil yang sangat memuaskan.(5,12)
Walaupun zat besi intravena dan dengan infus kadang-kadang
menimbulkan efek samping, namun apabila ada indikasi yang tepat, maka cara ini
dapat dilakukan. Efek sampingnya lebih kurang dibandingkan dengan transfusi
darah. Transfusi darah sebagai pengobatan anemia dalam kehamilan sangat jarang
diberikan walaupun hemoglobinnya kurang dari 6gr/dL apabila tidak terjadi
perdarahan. Darah secukupnya harus tersedia selama persalinan, yang segera
harus diberikan apabila terjadi perdarahan yang lebih dari biasa, walaupun tidak
lebih dari 1000 ml. Makanan kaya zat besi yang dianjurkan untuk ibu hamil
seperti daging sapi (besi dalam hemoglobin dan mioglobin), daging ayam dan
ikan (besi dalam mioglobin), sayuran hijau dan kacang-kacangan (kaya zat besi
dan asam folat).(5,14)

13
Protokol iron dextran
Indikasi :
Pengobatan anemia defisiensi besi pada pasien yang tidak dapat mengabsorbsi zat
besi secara oral.
Kontraindikasi :
Hipersensitif pada iron dextran complex
Digunakan secara berhati-hati pada penderita dengan asma, gangguan
hepar dan arthritis rheumatoid.
Dosis :
Tes Dosis :
0,5 mL i.v/i.m untuk permulaan terapi
Untuk i.v dosis, dilusi 25mg/0,5 mL dalam 50 mL isotonic saline solution
dan infus sekitar 15 menit.
Sediakan epinefrine di samping penderita. Observasi penderita selama 30
menit untuk melihat ada tidaknya reaksi anafilaktik.
Dosis (mL) :
0,0476 x berat badan (kg) x (14,8 observasi Hgb) + (1mL/5kg hingga
maksimum 14mL untuk penyimpanan zat besi)
Dosis maksimum i.v = 3000mg (60 mL)
Dilusi jumlah dosis di dalam 250-1000mL isotonic saline solution.
Volume yang sering digunakan 500mL
Konsentrasi maksimum = 50 mg/mL
Infus selama 1-6 jam (kecepatan tidak lebih dari 50mg/min). Batas waktu
infus yang sering digunakan sekitar 2-3 jam. Observasi pasien untuk
25mL yang pertama untuk mengobservasi ada tidaknya reaksi alergik.
Jangan menambah iron dextran pada total nutrisi parenteral.
Efek samping:
Kardiovaskular : flushing, hipotensi, kolaps kardiovaskular (<1%)
Sistem saraf Pusat : pusing, demam, nyeri kepala (>10%), menggigil
(<1%)

14
Dermatologik : urtikaria, flebitis (<1%), kelainan pewarnaan pada kulit
(hipopigmentasi, hiperpigmentasi).
Gastrointestinal : nausea, muntah, rasa metalik, perubahan warna pada urin
(1-10%)
Respiratori : diaphoresis (>10%).
Catatan : diaphoresis, urtikaria, demam, menggigil dan pusing mungkin timbul
24-48 jam pertama setelah diberikan i.v dan 3-4 hari setelah i.m. Reaksi
anafilaktik terjadi dalam menit-menit pertama setelah disuntik.
Observasi : Tekanan darah setiap 5 menit selama tes dosis. Lihat reaksi alergik
dan efek samping 3-4 hari pertama. Cek hemoglobin dan retikulosit.
Gambar 4 : Tabel di atas menunjukkan cara pemberian preparat besi pada wanita hamil beserta
efek sampingnya. Dikutip dari kepustakaan (9)

B. ANEMIA MEGALOBLASTIK
Anemia megaloblastik dalam kehamilan disebabkan karena defisiensi
asam folat (pterolyglutamic acid), jarang sekali karena defisiensi vitamin B12
(cyanocobalamin). Asam folat merupakan vitamin larut air yang sumbernya dari
daging, hati, kacang-kacangan dan sayuran hijau. Penyimpanan asam folat pada
tubuh adalah di hepar. Berbeda dari Eropa dan di Amerika Serikat frekuensi
anemia megaloblastik dalam kehamilan cukup tinggi di Asia. Hal itu erat
hubungannya dengan defisiensi gizi di negara yang berkembang. Anemia
megaloblastik sering ditemukan pada multipara yang berusia lebih dari 30 tahun,
atau individu dengan diet tidak adekuat (intake asam folat yang kurang). Faktor
lain yang menyebabkan terjadinya anemia megaloblastik adalah pasien yang
mempunyai riwayat penyakit seperti preeklampsia, eklampsia, sickle cell anemia,
dan pasien yang masih dalam pengobatan epilepsi (primidone atau fenitoin).(5,8,11)
Asam folat diperlukan untuk sintesa DNA di dalam tubuh, karena itu
diperlukan kebutuhan asam folat maksimum saat jaringan janin dibentuk.
Defisiensi asam folat terjadi disebabkan:
a) Intake yang kurang : diet yang kurang asam folat, muntah dalam kehamilan

15
b) Penggunaan asam folat meningkat : kebutuhan saat hamil bertambah,
kecepatan pertumbuhan janin, plasenta dan jaringan uterus.(14)
Turunnya kadar hemoglobin tidak terjadi sampai habisnya simpanan folat,
yaitu sekitar 90 hari. Gejala klinis termasuk lesu, anoreksia, depresi mental,
glossitis, ginggivitis, emesis atau diare biasa terjadi.(8)
Diagnosis anemia megaloblastik ditegakkan apabila ditemukan megaloblas
atau promegaloblas dalam darah atau sumsum tulang. Sifat khas anemia
megaloblastik dari apusan darah tepi adalah makrositer dan hiperkrom yang tidak
selalu dijumpai, kecuali bila anemianya sudah berat. Perubahan-perubahan dalam
leukopoesis, seperti hipersegmentasi granulosit dan polimorfonuklear yang
merupakan petunjuk bagi defisiensi asam folat. Defisiensi asam folat sering
berdampingan dengan defisiensi besi dalam kehamilan. Standar buku emas untuk
penegakan diagnosis anemia megaloblastik adalah dengan pemeriksaan kadar
serum folat absorption test dan clearance test asam folat.(5,9)
Pada pengobatan anemia megaloblastik dalam kehamilan sebaiknya
diberikan terapi oral asam folat bersama-sama dengan zat besi. Tablet asam folat
diberikan dalam dosis 5-10 mg/hari. Anemia megaloblastik jarang disebabkan
oleh defisiensi vitamin B12. Apabila anemia megaloblastik disebabkan oleh
defisiensi vitamin B12, diberikan dosis terapi oral minimum 6-9 mg/hari. Karena
anemia megaloblastik dalam kehamilan pada umumnya berat, maka transfusi
darah kadang-kadang diperlukan apabila kehamilan masih preterm atau apabila
pengobatan dengan berbagai obat penambah darah bisa tidak berhasil.(5,8,11)

IX. Komplikasi
Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi ibu, baik
dalam kehamilan, persalinan maupun dalam nifas dan masa selanjutnya. Berbagai
penyulit dapat timbul akibat anemia seperti :
1) Pengaruh Anemia terhadap Kehamilan
a) Abortus (keguguran)
b) Persalinan prematurus
c) Gangguan pertumbuhan janin dalam rahim

16
d) Ancaman dekompensasi kordis (Hb < 6 gr%)
e) Mola hidati dosa
f) Mudah terjadi infeksi
g) Hyperemesis gravidarum
h) Perdarahan sebelum persalinan
i) Ketuban pecah dini
2) Pengaruh Anemia terhadap Persalinan
a) Gangguan his
b) Kala II dapat berlangsung lama dan partus lama
c) Kala uri dapat diikuti retensio placenta dan kelemahan his.
3) Pengaruh Anemia pada Saat Nifas
a) Terjadi sub involusi uteri menimbulkan pendarahan post partum
b) Memudahkan infeksi puerpuerium
c) Pengeluaran ASI berkurang
d) Terjadinya dekompensasi kordis.
4) Pengaruh Anemia terhadap Janin
a) Kematian janin dalam kandungan
b) Berat bayi lahir rendah
c) Kelahiran dengan anemia
d) Cacat bawaan
e) Mudah terinfeksi sampai kematian perinatal
f) Inteligensi rendah.(1)

X. Prognosis
Prognosis anemia defisiensi besi dalam kehamilan umumnya baik bagi ibu
dan anak. Persalinan dapat berlangsung seperti biasa tanpa pendarahan banyak
atau komplikasi lain. Anemia berat meningkatkan morbiditas dan mortalitas
wanita hamil. Walaupun bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita anemia
defisiensi besi tidak menunjukkan hemoglobin (Hb) yang rendah, namun
cadangan zat besinya kurang, yang baru beberapa bulan kemudian tampak sebagai
anemia infantum.(5,11)

17
Anemia megaloblastik dalam kehamilan mempunyai prognosis cukup baik
tanpa adanya infeksi sistemik, preeklampsi atau eklampsi. Pengobatan dengan
asam folat hampir selalu berhasil. Apabila penderita mencapai masa nifas dengan
selamat dengan atau tanpa pengobatan, maka anemianya akan sembuh dan tidak
akan timbul lagi. Hal ini disebabkan karena dengan lahirnya anak kebutuhan asam
folat jauh berkurang. Anemia megaloblastik berat dalam kehamilan yang tidak
diobati mempunyai prognosis buruk. Angka kematian bagi ibu mendekati 50%
dan bagi janin 90%.(5,8)
XI. KESIMPULAN
Anemia dalam kehamilan memberi resiko pada ibu dan janin sehingga
setiap wanita hamil perlu diberi sulfas ferrosus atau glukonas ferrosus, cukup 1
tablet sehari. Selain itu, wanita dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang
tinggi protein serta sayuran yang mengandung banyak mineral dan vitamin. Pada
umumnya asam folat tidak diberikan secara rutin, kecuali di daerah dengan
frekuensi anemia megaloblastik yang tinggi. Apabila pengobatan anemia dengan
zat besi tidak memberikan hasil yang memuaskan, maka harus ditambah dengan
asam folat. (11)

18
DAFTAR PUSTAKA

1) Nasution R. Hubungan tingkat pendidikan dan status ekonomi dengan


kejadian anemia pada ibu hamil di wilayah kerja UPTDK Puskesmas Desa
Baru tahun 2011. [cited on Februari 2013]. Available on
http://rustonnasution.files.wordpress.com/2012/03/bab-i-v-final.pdf.
2) Wijanti RE, Rahmaningtyas I, dan Widari D. Hubungan pola makan ibu
hamil trimester III dengan kejadian anemia. Dalam : Tunas-tunas Riset
Kesehatan Volume II Nomor 2 bulan Mei 2012. [cited on Februari 2013].
Available on http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/22128590_2089-
4686.pdf
3) Tristiyanti WF. Faktor-faktor yang mempengaruhi anemia pada ibu hamil
status di kecamatan Ciampea, kabupaten Bogor, Jawa barat. Bogor : Prodi
Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor. [cited on Februari 2013]. Available on
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/44643/A06wft.pdf
4) Sutkin G, Isada N.B, Stewart M, Powell S. Hematologic complications. In:
Evans A.T, Seigafuse S, Shaw R. et al, eds. Manual of obstetrics. 7th
edition. Texas : Lippincott Williams & Wilkins, 2007; 328, 330-1.
5) Hudono S.T. Penyakit darah. Dalam : Wiknjosastro H, Saifuddin A.B,
Rachimhadhi T, eds. Ilmu kebidanan. Edisi ketiga. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2006; 448, 450-7.
6) Hanretty K.P. Systemic diseases in pregnancy. In : Hanretty K.P, Ramsden
I, Callander R, eds. Obstetrics illustrated. 6th edition. London : Churchill
Livingstone, 2003; 137, 138, 141
7) Szymanski L.M, Mumuney A.A. Hematologic disorders of pregnancy. In:
Fortner K.B, Szymanski L.M, Fox H.E, Wallach E.E et al, eds. The Johns
Hopkins manual of gynecology and obstetrics. 3rd edition. Maryland :
Lippincott Williams & Wilkins, 2007; 216
8) Pernoll M.L. Medical and surgical complications during pregnancy :
Hematologic disorders. In : Benson & Pernolls handbook of obstetrics &
gynecology. 10th edition. New York : McGraw-Hill Medical Publishing
Division, 2001; 435-8
9) Weiner C.P, Oh C. Coagulation and hematological disorders of pregnancy.
In : Reece E.A, Hobbins J.C, Gant N.F, eds. Clinical obstetrics, the fetus
& mother. 3rd edition. Massachusetts : Blackwell Publishing, 2007; 849-51
10) Cunningham F.G, Hauth J.C, Bloom S.L, Leveno K.J et al. Hematological
disorders. In : William obstetrics. 22nd edition. New York : Mc-Graw Hill
Medical Publishing Division, 2005; 1143, 1145, 1148
11) Samuels P. Hematologic complications of pregnancy. In Gabbe S.G,
Niebyl J.R, Simpson J.L et al, eds. Obstetrics normal and problem
pregnancies. 5th edition. Tennessee : Mosby Elsevier, 2007; 1050, 1052

19
12) Pitkin J, Peattie A.B, Magowan B.A. Anemia in pregnancy. In : Obstetrics
and gynaecology, an illustrated colour text. 1st edition. London : Churchill
Livingstone, 2003; 32-3
13) Sinurat TS. Anemia dalam kehamilan. 2012. [cited 15 Agustus 2012].
Available from: URL:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21579/5/Chapter%20I.pdf
14) Fairley D.H. Diseases in pregnancy. In : Lecture notes obstetrics and
gynaecology. 2nd edition. Oxford : Blackwell Publishing, 2004; 140-2
15) Anonim. 2011. Suplementasi Zat Besi. [cited on Februari 2013]. Available
on http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34941/4/Chapter%20II.

20

Anda mungkin juga menyukai