Etilenaoksida dapat mengadakan reaksi dengan air dan akan terhidrasi menjadi
etilena glikol.
Menurut Wurtz, reaksi yang terj adi adalah sebagai berikut:
Hidrasi dilakukan dalam medim asam, dengan konsentrasi asam 0,1 % dan suhu
60-70 C. Asam yang digunakan adalah asam sulfat dan asam oksalat, karena akan
dapat mengusir garam-garam kalsium yang tidak dapat larut dalam reaksi tersebut.
2.4.1 Esterifikasi
Esterifikasi merupakan tahap pembentukan monomer, proses ini disebut
estenifikasi langsung (direct esterfcation) karena gugus karboksil (-COOH-) dari
asam tereftalat dapat dengan mudah bereaksi dengan etilena glikol. Dengan
demikian di dalam proses estenifikasi ini tidak diperlukan katalis.
Pada proses esterifikasi selain bishidroksietilentereftalat (BHET) juga
dihasikan air sebagai hasil sampingnya. Untuk memperoleh polimer dengan berat
molekul yang besar maka harus dilakukan pemisahan air secara vakum atau
menggunakan ejektor Untuk menghasilkan polimer dengan berat molekul yang
tinggi, selain penghilangan air juga dipenlukan adanya reaktan dalam jumlah yang
sama selama tahap reaksi. Karena dalam reaksi polimerisasi antara asam tereftalat
dengan etilena glikol banyak terjadi kehilangan etilena glikol disebabkan karena
distilasi kontinyu selama tahap reaksi, sehingga pada umumnya etilenaglikol
ditambahkan berlebih sekitar 1020 % mol.
Metode sederhana untuk sintesis polimer alah pemanasan asam tereftalat
dengan etilen glikol sampai terjadi kondensasi yang menghasilkan monomer
dengan molekul-molekul air, seperti terlihat pada reaksi berikut ini:
Pada prinipnya reaksi selesai setelah air yang dihasilkan terdestilasi seluruhnya.
Monomer yang dihasilkan kemudian dipindahkan ke dalam reaktor polikondensasi
yang telah siap dengan kondisi vakum dan suhu awal 260C.
2.4.2 Polikondensasi
Penggabungan monomer menjadi polimer disebut polimerisasi dimana
panjang rantai molekul (derajat polimerisasi) ditentukan oleh suhu dan lama reaksi
melalui putaran pengadukan secara bertahap. Hal ini erat hubungannya dengan
viskositas spesifik chip yang dihasulkari. Dan proses ini dihasilkan chip dengan
perbedaan nilai viskositas spesifik yang besar karena lamanya waktu pengeluaran
polimer sehingga menimbulkan beberapa masalah, yaitu chip harus dicampur
dengan mesin pencampur supaya diperoleh miai viskositas yang rata, ada beberapa
alternatif untuk memperkecil perbedaan nilai viskositas spesifik chip dengan cara
sebagai berikut:
1. penambahan tekanan as nitrogen pada waktu pengeluaran polimer da
reaksi polikondensasi.
2. Pelebaran lubang pengaliran polimer pada reaktor polikondensasi atau
penambahan jumlah nozzle.
3. Perubahan proses produksi dan proses diskontinyu menj adj proses kontinyu.
Reaksi yang terjadi pada reaktor polikondensasi adalah sebagai berikut:
Selama reaksi esterifikasi berlangsung, terjadj reaksi samping yang menghasilkan
dietilenaglikol, asetaldehida, molekul dengan ujung asam serta air. Dengan adanya
hasil samping ini akan berpengaruh terhadap sifat akhir dan polimer poliester yang
terbentuk. Hasil samping yang terjadi pada proses polimerisasi timbul karena
poliester diproses pada suhu tinggi. Pada kondisi demikian polimer sering
terdegradasi akibat suhu tinggi, oksidasi maupun hidrolisis.
Dalam tahap reaksi polimerisasi, terjadinya degradasi polimer, dapat
disebabkan oleh adanya oksigen, baik dari dalam reaktor maupun dari luar reaktor.
Oksigen ini walaupun dalam jumlah yang sangat sedikit, tetapi dapat mempertinggi
laju reaksi degradasi, sehingga pada reaktor polikondensasi umumnya
menggunakan gas nitrogen untuk mencegah masuknya oksigen pada saat reaksi
berlangsung. Polimer yang telah mengalami degradasi akan berubah warnanya dan
kuning menjadi coklat dan akhirnya menjadi hitam. Kandungan dietilenaglikol
(DEG) dalam polietilenatereftalat (PET) akan memberikan efek kenaikan daya
serap serat poliester terhadap zat warna, namun jika terlalu tinggi akan menurunkan
titik leleh PET sehingga tidak mudah terdegradasi. Titik Ieleh PET akan turun
sebesar 5C untuk setiap kenaikan DEG. Oleh karena itu kadar DEG dalam polimer
harus dijaga kuantitasnya. Terbentuknya asetaldehida akan memberikan warna
kekuningan pada chip polyester.
Ujung gugus asam (Kadar karboksil) yang terbentuk akan mempengaruhi
pembentukan polimer dan memberikan pengaruh warna kekuningan pada chip
polyester. Kadar karboksil yang tinggi menunjukkan reaksi polimerisasi belum
sempuma atau terjadi fotooksidasi oleh panas dan oksigen sehingga terjadi
pemutusan rantai molekul PET dan derajat polimenisasi polimer polyester akan
berkurang sehingga mengakibatkan kekuatan serat berkurang.
2.5 Struktur Polimer Serat Poliester Pada Proses Pemintalan Leleh
Pada semua serat ada daerah-daerah yang mempunyai perbedaan derajat
keteraturan susunan molekul, adanya suatu distribusi tingkat keteraturan tersebut
secara ekstnim dikenal dengan nama daerah kristalin dan daerah amorf.
Struktur molekul polimer adalah salah satu aspek yang mempengaruhi sifat-
sifat polimer penyusunnya. Sedangkan karakteristik polimer yang berhubungan
dengan struktur polimer diantaranya adalah kristalinitas dan orientasi polimer
terutama pada saat pemintalan lelehnya.
Gambar II.2.1 menggambarkan secara skematis bentuk tiga tahapan
distribusi susunan molekul serat selama proses pembuatannya.
(1) Rantai molekul kebanyakan tidak teratur atan dalam keadaan amorf baik
terhadap sejajar sumbu serat maupun tegak lurus sumbu serat.
(2) Secara random rantai molekulnya ada dalam keadaan kristal dan amorf.
(3) Menggambarkan orientasi dari daerah kristalin sepanjang sumbu serat dan
terdapat bagian-bagian amorfus yang sedikit agak terorientasi tetapi tampak
kurang teratur.
Dari hasil penelitian akhir-akhir ini terdapat pula contoh kristal yang terbentuk
dan susunan molekul tunggal yang tenlihat seperti pada gambar II.2.2.
Gambar IL2.2 CONTOH SUSUNAN RANTAI POLIMER KRISTALIN.
Sumber: Andrzej Ziabieky, Fundamental of Fiber Formatian,1979. halaman 128.
Sedangkan di bawah kondisi khusus (suhu dan tekanan tinggi), Kristal polimer
memperlihatkan struktur rantai yang mengkristal secara menyeluruh 3.
Kemungkinan perbedaan susunan molekul tersebut berpengaruh terhadap
kenampakan dan tabiat serat, secara umum daerah kristalin memberikan kekakuan
dan kekuatan sedang daerah amorf memberikan kelenturan (fleksibilitas) dan
kereaktifan, perbandingan daerah amorf dan daerah kristalin juga orientasinya
memberikan arti penting dan dapat digunakan untuk mengkarakteiistikan suatu
serat.
2.6 Kristalintas
Kristalinitas merupakan sifat yang penting dalam suatu polimer. Poliester
merupakan polimer yang memilki fase semi kristaiin, yaitu terdiri atas fase amorf
dan fase kristalin. Bagian kristalin terjadi karena adanya keteraturan konformasi
sehingga dapat membentuk satu satuan kristal.
Besarnya fase kristalin dalam suatu bahan polimer dinyatakan dalam derajat
kristalinitas, yaitu merupakan perbandingan besarnya fasa kristaln terhadap bagian
fasa kristalin dan amorf total.
Perbedaan daerah kristal dan daerah amorf untuk serat alam sudah tertentu,
sedangkan untuk serat buatan perbandingan tersebut dapat dikendalikan secara luas
dengan pengaturan kondisi pada waktu pembuatan seratnya seperti :
1. Kecepatan pendinginan lelehan polimer
2. Tarikan mekanik selama pendinginan polimer
3. Derajat penarkan/draw ratio ketika penarikan serat pada pengolahan lebih lanjut.
Poliester merupakan polimer yang memiliki fasa semi kristalin, yaitu terdiri
dari fasa amorf dan fasa kristalin, selama proses pembuatan serat polyester secara
umum dapat diklasifikasikan ke dalam tiga tahap perubahan seperti Gambar di
bawah II.2.3 ini:
(1) Tahap 1: Area Perubahan Susunan Molekul Polimer
Pada polimer yang masih lunak, molekulnya memiliki banyak rongga
terjadi mulur yang tinggi dan penurunan diameter serat secara cepat, derajat
orientasi molekul cukup rendah dikarenakan suhu filamen yang mash tinggi dan
molekulnya masih bergerak dan dapat kembali ke bentuk semula karena masih
dalam bentuk tidak stabil.
(2) Tahap II Area Orientasi Kristalin
Perubahan orientasi molekul dengan cepat ke bentuk kristalin sehingga
sususan molekul lebih baik yang menentukan sfat karakteristik dari serat poliester.
Tidak seperti tahap pertama, tahap ini filamen mengalami pendinginan yang cepat,
sehingga pergerakan molekul untuk menutupi rongga-rongga tidak terjadi dengan
sempuma, menyebabkan mulur yang dimiliki filamen tetap tinggi sedangkan
kekuatan yang dimiliki tidak terlalu besar. Orientasi molekul mencapai kondisi
tertentu yang menyebabkan molekulnya cenderung mengkristal di bawah penarikan
dan hembusan udara dingin.
Gambar II.2.3 SKEMA DIAGRAM PROSES PERUBAHAN FASA SERAT
POLIESTER.
Sumber : Andrzej Ziabicki & Niromieli Kawai, Thgh Speed Fiber Spinning, 1985
halaman 138.
Keterangan :
Tidak ada : kekuatan berkurang tidak Iebih dan 5%
Sedang : kekuatan berkurang 6 30%.
Nyata : kekuatan berkurang 31 70%.
Rusak : kekuatan berkurang Iebih dan 70%.
2.10.3 Sifat Biologi
Poliester mempunyai daya tahan terhadap serangga, jamur dan bakteri.
Ketahanan terhadap sinarnya juga berkurang bila mengalami penyinaran dalam
waktu yang lama, tetapi ketahanan sinarnya masih lebih baik dibandingkan serat
lainnya.
4.1 Ketidakrataan
Benang POY (Partially Oriented Yarn) merupakan benang dengan
penarikan sebagian sehingga karakteristik benang menunjukkan tingginya mulur
dan rendahnya derajat kristalinitas seria derajat orientasi, rendahnya derajat
kristalinitas yang terjadi disebabkan juga oleh temperatur ruangan kamar,
temperatur ruangan yang diberikan pada pengamatan ini yaitu pada suhu 211 oc.
Menurut percobaan AZiabicki dan cobbs pada temperatur 150-240C benang
berada pada titik sublimasi sehingga benang mengalami penurunan derajat
kristalinitas, dengan adanya penurunan derajat kristalinitas diameter benang yang
terjadi masih besar, proses pembentukan diameter tersebut.dipadatkan oleh aliran
udara dengan kecepatan aliran udara yang berbeda-beda sesuai dengan benang yang
dibuat.
Berdasarkan hasil pengujian dan data yang dianalisa dengan metode
statistika analisa variansi satu faktor diperoleh nilai F hitung 54,9 ini berarti lebih
besar dari F0.05(5,19) pada tingkat kepercayaan 95% artinya variabel tersebut
merupakan faktor yang berpengaruh untuk benang POY.
Hasil pengujian ketidakrataan benang dapat dilihat pada Tabel 11.3.1
halaman 92. Dari hasil pengujian pada Tabel 11.3.1 dapat dilihat pada kondisi 0,55
m/det didapatkan ketidakratan benang yang besar, menurun pada kondisi 0,6
m/detik dan naik kembali pada kondisi 0,7 m!det sehingga untuk mendapatkan
ketidakratan benang yang kecil maka proses pemadatan yang terjadi hams
sempurna dengan kecepatan abran udara yang digunakan hanis sesuai dengan
benang yang dibuat.
Kecepatan aliran udara yang terlalu rendah untuk filamen besar seperti 235
denier akan mengakibatkan hembusan udara dingin yang tidak merata sehingga
pemadatan terjadi hanya dibagian tertentu saja, hal ini menyebabkan ketidakrataan
benang yang besar.
5.1 Kesimpulan
Dan hasil pengamatan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Kecepatan aliran udara berpengaruh terhadap ketidakrataan benang dan tidak
berpengaruh terhadap kekuatan tarik dan mulur benang pada pembuatan
benang POY (Partially Oriented Yarn) tipe 235/48 Denier.
2. Kecepatan aliran udara yang terbaik di dapatkan path kondisi 0,65 m/det
dengan nilai ketidakrataan 0,874 %, kekuatan tarik 2,196 g/denier dan mulur
benang 122,44 %.
5.2 Saran
Kecepatan aliran udara (air flow) yang digunakan hendaknya selalu
diperiksa setiap saat untuk menghindari tenjadinya ketidakrataan benang yang
besar.
DAFTAR PUSTAKA
Keterangan:
K = banyaknya variasi
nj = banyaknya pengulangan
N = banyaknya data keseluruhan
T.j = penjumlahan tiap kolom
T.. = jumlah keseluruhan tap data
Tj = data hasil percobaan
JK = jumlah kuadrat
RJK = rata-rata jumlah kuadrat
Fh = F htung
2. Uji Hipotesa
- Analisa diiakukan dengan uji F tabel pada taraf uji 5 %
- F hitung> F tabel, 1-lo ditolak, artinya ada pengaruh dan kondisi proses
terhadap hasil pengujian
- F hitung < tabel, Ho diterirna, artinya tidak ada pengaruh dan tiap kondisi
proses terhadap basil pengujian.
2. Analisa Rentang Newman keuls
Analisa Rentang Newman Keuls merupakan analisa rata-rata setelah analisa
variansi, yang bertujuan untuk mengetahui nilai rata-rata mana yang berbeda dan
nilai rata-rata mana yang sama. Langkah-langkah pengujiannya adalah:
- Harga rata-rata sebanyak k disusun dan kecil ke besar atau dari besar ke kecil.
- MK error dan derajat bebasnya dicatat.
- Kesalahan baku rata-rata dihitung dengan rurnus:
Sy = Mkerror/n
- Taraf signifikan ditentukan, yatu 95 %, lalu rentang student ditentukan
dengan menggunakan tabel Daftar Rentang Student. Daftar ini memiliki dk =
v pada kolom kiri dan p pada baris atas. Untuk analisa Newman keuls diambil
v = dk error dan p = 2,3,4.......... k harga rata-rata tersebut dicatat sebanyak
(k-1)
- Setiap harga tersebut dikalikan dengan Sy sehingga diperoleh Rentang
Signifikan Terkecil (RST).
- Selisih dua buah rata-rata pertama dibandingkan dengan RST untuk p = k,
kemudian selisih dua buah rata-rata kedua dibandingkan dengan RST untuk
p = (k-1) dan seterusnya. Jika selisih yang dipenoleh lebih besar dan
RST,maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang nyata antara kedua rata-
rata.
- Kemudian ditentukan ranking-ranking dan rata-rata yang termasuk dalam
ranking tersebut.
3. Penentuan Hasil terbaik
Penentuan hasil terbaik dilakukan dengan menghitung total nilai dan seluruh
hasil pengujian Total nilai dihitung dengan cara sebagai berikut:
- Setiap hasil pengujian diberi nilai menurut rankingnya.
Tabel L.1 RANKING DAN NILAI RANKING
Ranking Nilai Ranking
I R
II R-1
III R-2
IV R-3
V R-4
VI R-5
... ...
R I
- Nilai (N) merupakan hasil kali nilai ranking (NR) dengan bobot (B).
- Total nilai (TN) dihitung dengan menjumlahkan nilai (N) dan seluruh
pengujian.
- Total nilai terbesar menentukan hasil terbaik.
II. Hasil Pengolahan Data Percobaan
2.1 Hasil Pengujian Ketidakrataan
Tabel L.3 ANALISA DATA PENGUJIAN KETIDAKRATAAN BENANG
Kecepatan aliran udara (m/det)
Percobaan Total
0.30 0.50 0.70
I
Total 1
II
Total 2
TJ
N = 50
JKT =
JKP =
JKE =
Error Sample =
Kesimpulan : Fhitung > Ftabel , berarti H0 diterima, artinya ada pengaruh perbedaan
kondisi proses terhadap ketidakrataan benang.
Analisa rentang Newman Keuls
Tabel L.5 RANKING RATA-RATA NILAI KOEFISIENS
KETIDAKRATAAN
Rata - Rata Kode Resep Ranking
Sy =
Tabel L.6 PERBANDINGAN SELISIH NILAI RATA-RATA NILAI
KOEFISIENS KETIDAKRATAAN
P R RST No Resep Selisih Kesimpulan
Kesimpulan : Fhitung < Ftabel , berarti H0 ditolak, artinya ada pengaruh perbedaan
kondisi proses terhadap kekuatan tarik benang.
Sy =
Tabel L.10 PERBANDINGAN SELISIH NILAI RATA-RATA NILAI
KOEFISIENS KEKUATAN TARIK BENANG
P R RST No Resep Selisih Kesimpulan
Sy =