'Documentslide - Com - Paraparesis Inferior Flaksid
'Documentslide - Com - Paraparesis Inferior Flaksid
Disusun oleh :
Sherlyana Mega Aprivinta
H2A009042
Pembimbing Klinik :
dr. Noorjanah P, Sp.S
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG
1
2014
STATUS MAHASISWA
KEPANITRAAN ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TUGUREJO SEMARANG
NIM : H2A009042
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.S
Umur : 34 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : Kernet angkutan
Alamat : Grajan RT 3/ II Tampingan, Boja, Kendal
Status : Menikah
Dirawat di ruang : Alamanda Bed 5.2
Tgl masuk RS : 02 Juli 2014
Tgl Keluar RS : 08 Juli 2014 rujuk RSDK
No RM : 451941
2
2.
III.ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara Autoanamnesis dan Aloanamnesis di Ruang
Alamanda RSUD Tugurejo Semarang
Tanggal : Rabu, 02 Juli 2014
Jam : 07.15 WIB
Kronologis :
1 bulan SMRS, Pasien jatuh terduduk dari angkot saat hendak
menurunkan penumpang dengan posisi kaki kiri tertekuk dan tertindih
barang penumpang serta kaki kanan lurus ke depan. Pasien masih bisa
berjalan tetapi mengalami kesulitan karena merasakan nyeri yang terus
menerus di pinggangnya. Kemudian pasien meminum jamu dan pijat
tetapi tidak ada perubahan. Pasien masih bisa bekerja. Sebelum terjatuh
pasien tidak pernah mengalami nyeri pinggang, kesemutan, keram, sandal
terlepas dengan sendirinya ataupun lemah anggota gerak.
12 hari SMRS, Pasien sulit berjalan karena lemah di kaki kanan dan kiri.
Nyeri di pinggang masih dirasakan serta tak bisa Buang Air Besar (BAB),
Buang Air Kecil (BAK) harus mengejan. Pasien tidak bekerja.
10 hari SMRS, Pasien tidak bisa berjalan sama sekali, baal di tungkai
kiri. Nyeri masih dirasakan di pinggang.
3
SMRS pasien merasakan nyeri yang hebat terus menerus terutama di
pinggang menjalar sampai kaki kiri. Lemah anggota gerak bawah. Pasien
tidak bisa berjalan sama sekali dan terasa baal terutama di tungkai kiri.
Pasien tidak demam. Belum bisa BAB dan BAK.
Vital Sign
TD : 130/80 mmHg
Nadi : 84x / menit, regular, isi dan tegangan cukup
RR : 24x / menit, regular, thorakoabdominal
Suhu : 36o C
Status generalisata :
4
Kepala : bentuk : mesochepal, nyeri (-).
Mata : Ca -/-, SI -/-, reflek cahaya +/+, edem palpebra -/-,
pupil bulat isokor 3mm /3mm
Hidung : nafas cuping (-), deformitas (-), secret (-)
Telinga : serumen (-), nyeri mastoid (-), nyeri tragus (-),
kurang pendengaran -/-
Mulut : lembab (+), sianosis (-)
Leher : pembesaran limfonodi (-), pembesaran tiroid (-)
Status Internus :
Thorax
o Inspeksi :
Pergerakan dinding dada simetris.
Retraksi intercostal (-/-).
Penggunaan otot-otot bantu pernapasan (-/-)
o Palpasi :
Nyeri tekan (-/-) , tidak teraba massa
Vokal fremitus (sulit dinilai).
Iktus cordis teraba di ICS V linea midklavikularis kiri.
o Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
o Auskultasi : Vesikuler + / +, ronkhi -/- , wheezing -/- , murmur (-),
gallop (-)
Abdomen
o Inspeksi : Supel
o Palpasi
Nyeri tekan : nyeri tekan epigastrium(-)
Hepar : Tidak teraba pembesaran
Splen : Tidak teraba
Ballotement :-/-
o Perkusi : Timpani
o Auskultasi : Bising usus (+) N
STATUS NEUROLOGIS
Kesadaran : Compos mentis
Kuantitatif (GCS) : E4M6V5 = 15
Mata : pupil isokor, reflek cahaya (+/+)
Leher: kaku kuduk (-)
Status Psikis
Tingkah laku : normoactive
Perasaan hati : euthymic
Orientasi : baik
Daya ingat : baik
Kecerdasan : baik
5
Nervi Cranialis
N I. (OLFAKTORIUS) Kanan Kiri
Daya pembau Normal Normal
6
depan) Normal Normal
7
Inspeksi:
Drop hand Tidak ada Tidak ada
Claw hand Tidak ada Tidak ada
Pitchers hand Tidak ada Tidak ada
Kontraktur Tidak ada Tidak ada
Warna kulit Normal Normal
Palpasi :
Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Lengan atas Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Lengan bawah tangan
Sistem motorik : Normal Normal
Gerakan 555 555
Kekuatan Normal Normal
Tonus Eutrofi Eutrofi
Trofi Normal Normal
Sensibilitas Normal Normal
Nyeri
Reflek fisiologik : Normal Normal
Normal Normal
Bisep
Normal Normal
Trisep Normal Normal
(-) (-)
Radius
Ulna
Perluasan reflek
8
Klonus (-) (-)
Reflek fisiologik :
(+) (+)
Patela
(+) (+)
Achiles (-) (-)
Hipestesi dari ujung Hipestesi dari ujung
Perluasan reflek
Sensibilitas kaki kanan sampai kaki kanan sampai
setinggi dermatom setinggi dermatom
L2 dektra L1 sinistra
Nyeri (+) (+)
GERAKAN-GERAKAN ABNORMAL
Tremor : (-)
Atetosis : (-)
Mioklonus : (-)
Khorea : (-)
DIAGNOSIS
Diagnosis KliniK : Paraparesis inferior flaksid
Diagnosis Topik : Radiks Spinalis dermatom L2 dextra, L1 sinistra
Diagnosis Etiologik : DD/ :
Trauma spinalis
9
Myelitis
Tumor medula spinalis
RENCANA AWAL
- X foto lumbal AP/ Lateral
- Lumbal Pungsi atau
- MRI
Tx:
Ex:
PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
Ad sanam : dubia ad bonam
10
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian
Insidensi
Pada tahun 2004, Christopher & Dana Reeve Foundation bekerja sama
dengan Centers for Disease Control and Prevention (CDC) melakukan penelitian
11
untuk mengetahui epidemiologi penderita cedera medula spinalis dan yang
mengalami paralisis di Amerika Serikat.4
Hasilnya yaitu sekitar 1,9% dari populasi Amerika Serikat atau sekitar
5.596.000 orang melaporkan beberapa bentuk paralisis berdasarkan definisi
fungsional yang digunakan dalam survei tersebut.4 Sekitar 0,4% dari populasi
Amerika Serikat atau sekitar 1.275.000 orang dilaporkan mengalami paralisis
dikarenakan oleh cedera medula spinalis.4
Kondisi jalan yang buruk
Berkendara melewati batas kecepatan
12
Kurangnya penggunaan sabuk pengaman dan sandaran kepala di
dalam mobil
Volume kendaraan yang berlebih
Perlengkapan keamanan yang tidak adekuat saat menyelam dan
bekerja
Kondisi-kondisi yang tidak lazim seperti jatuh dari pohon dan
jembatan6
Etiologi
-
Cedera medula spinalis traumatik
-
Cedera medula spinalis non traumatik, terjadi ketika kondisi kesehatan
seperti penyakit, infeksi atau tumor mengakibatkan kerusakan pada
medula spinalis, atau kerusakan yang terjadi pada medula spinalis yang
bukan disebabkan oleh gaya fisik eksternal. Faktor penyebab dari
cedera medula spinalis mencakup penyakit motor neuron, myelopati
spondilotik, penyakit infeksius dan inflamatori, penyakit neoplastik,
penyakit vaskuler, kondisi toksik dan metabolik dan gangguan
kongenital dan perkembangan.8
13
14
Patofisiologi9
Proses cedera sekunder yang bermula dalam hitungan menit dari cedera
dan berlangsung selama berminggu-minggu hingga berbulan-bulan, melibatkan
kaskade yang kompleks dari interaksi biokimia, reaksi seluler dan gangguan serat
traktus yang mana kesemuanya hanya dimengerti sebagian. Sangat jelas bahwa
peningkatan produksi radikal bebas dan opioid endogen, pelepasan yang
berlebihan dari neurotransmitter eksitatori dan reaksi inflamasi sangat berperan
penting. Lebih jauh lagi, profil mRNA (messenger Ribonucleic Acid)
menunjukkan beberapa perubahan ekspresi gen setelah cedera medula spinalis dan
perubahan ini ditujukan sebagai target terapeutik.
Terdapat tiga jenis lesi : lesi mikro, kontusif dan lesi tusukan yang luas
(large stab)
16
Gambar 2. Gambaran skematik dari tiga lesi stereotipik dari sistem saraf pusat: lesi mikro (A), lesi
kontusif (B) dan lesi tusukan yang besar (C). Pada semua tipe, makrofag menginvasi lesi tersebut
dan baik chondroitin sulfate proteoglycans (CSPGs) dan keratan sulfate proteoglycans (KSPGs)
diregulasi naik. A. Kesejajaran astrosit tidak terganggu, tetapi akson tidak dapat beregenerasi di
luar lesi. B. Selaput otak tidak rusak, tetapi kavitasi pada episentrum dari lesi tersebut dan
deposisi proteoglikan terjadi. Akson tidak dapat beregenerasi di luar lesi, tetapi akson yang masih
baik dapat ditemukan distal dari lesi. C. Lesi tusukan yang menembus selaput otak dan
mengizinkan invasi fibroblast dan makrofag. Akson direpulsi secara tinggi oleh peningkatan
gradien dari CSPGs dan KSPGs. Beberapa molekul inhibitor lainnya juga dihasilkan pada jenis
cedera ini dan secara khusus prevalen pada inti lesi. ECM= extracellular matrix.
Pada lesi mikro, sawar darah otak terganggu sedikit, astrosit tetap dalam
kesejajaran yang normal tetapi menghasilkan chondroitin sulfate proteoglycans
(CSPGs) dan keratan sulfate proteoglycans (KSPGs) sepanjang traktus yang
cedera dan makrofag menginvasi lesi tersebut. Akson tidak dapat beregenerasi di
luar lesi tersebut. Pada lesi kontusif, sawar darah-otak terganggu, tetapi selaput
otak masih utuh.3
17
Kavitasi terjadi di episentrum dari lesi tersebut. Kesejajaran astrosit
terganggu pada lesi. Astrosit menghasilkan CSPGs dan KSPGs pada gradien yang
meningkat dari penumbra menuju pusat lesi. Tidak dijumpai invasi fibroblast pada
inti lesi, dan karena itu, tidak dijumpai inhibitor yang mengekspresikan fibroblast.
Makrofag menginvasi lesi tersebut dan intinya dan akson distrofik mendekati lesi
tersebut sebelum pertumbuhan berhenti. Pada lesi tusukan yang luas, sawar darah
otak rusak, dan kavitasi terjadi pada pusat lesi.
Klasifikasi
Sensasi pada tusukan (traktus spinotalamikus)
Sensasi pada sentuhan halus dan sensasi posisi sendi (kolum posterior)
Kekuatan kelompok otot (traktus kortikospinal)
Refleks (abdominal, anal dan bulbokavernosus)
Fungsi saraf kranial (bisa dipengaruhi oleh cedera servikal tinggi, seperti
disfagia)10
Dengan memeriksa dermatom dan miotom dengan cara demikian, level dan
completeness dari cedera medula spinalis dan keberadaan kerusakan neurologis
lainnya seperti cedera pleksus brakialis dapat dinilai. Segmen terakhir dari fungsi
saraf spinal yang normal, seperti yang diketahui dari pemeriksaan klinis, disebut
sebagai level neurologis dari lesi tersebut. Hal ini tidak harus sesuai dengan level
fraktur, karena itu diagnosa neurologis dan fraktur harus dicatat.10
18
Penilaian tingkat dan komplit atau tidaknya suatu cedera medula spinalis
memungkinkan prognosa untuk dibuat. Jika lesi yang terjadi adalah komplit,
kemungkinan penyembuhan jauh lebih kecil dibandingkan dengan lesi inkomplit.
-
Sindroma korda anterior
Dengan gejala :
-
Sindroma korda sentralis
-
Sindroma korda posterior
-
Sindroma Brown-sequard
19
Secara klasik terjadi akibat cedera tusukan tetapi juga sering
dijumpai pada fraktur massa lateral dari vertebra. Tanda dari sindroma
ini :
-
Sindroma konus medularis
-
Sindroma kauda ekuina6
20
Gambar 3. Potongan melintang dari korda spinalis, menunjukkan sindroma cedera
medula spinalis parsial
21
- Frankel D : fungsi motorik ada tetapi tidak sempurna
- Frankel E : fungsi sensorik dan motorik baik, hanya ada refleks abnormal
1. Anterior
2. Central
Terjadi akibat trauma pada bagian anteror dan posterior pada satu sisi
22
- Ipsilateral hilangnya sentuhan, vibrasi, proprioseption dibawah
trauma
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pasca cedera medula spinalis antara lain
yaitu instabilitas dan deformitas tulang vertebra, fraktur patologis, syringomyelia
pasca trauma, nyeri dan g
Penatalaksanaan
23
Ketiga, begitu cedera medula spinalis disangkakan, tulang belakang harus
diimobilisasi untuk mencegah cedera neurologis yang lebih lanjut.2
DAFTAR PUSTAKA
24
2. Sloane, Ethel. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta : EGC. 2007
http://www.nscisc.uab.edu/PublicDocuments/fact_figures_docs/Fac
ts%202013.pdf
25