Anda di halaman 1dari 56

LAPORAN TUTORIAL

BLOK 3.1 MINGGU 1

KELOMPOK 9B
Yudia Septi Yenny (1410311033)

Suci Estetika Sari (1410312076)

Yuastika Puspita Sari (1410311055)

Annisa Qatrunnada (1410312029)

Putri Wulandari (1410312027)

Rani Aulia Dwi Nanda (1410312016)

Dian Rahmawati ( 1410311012)

M. Fathurrahman Sjahroel (141031124)

Nugra Daary Razsky Gunawan (1410211072)

Shakhti Priyanka A/P Ravindran (1410314007)

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

2016/2017
STEP 1 TERMINOLOGI

1. Konsanguitas : Hubungan darah: perkawinan 2 individu yang punya hubungan


kekerabatan

2. Skrotum bifidum : skrotum terbelah menjadi 2 bagian sehingga terlihat seperti labia

3. Mikrophalus : kelainan pada pertumbuhan penis yang ukurannya <2SD

4. Pedigree : silsilah kekeluargaaan untuk melihat susunan dan hubungan genetik

5. Hyposphadia : kelainan kongenital dimana uretranya terdapat dibagian bawah

6. Chordae : jaringan parut yang terdapat di sekitar muara saluran kencing, terlihat seperti
kipas

7. Karyotyping : Tes untuk menganalisis bentuk, jumlah, dan ukuran kromosom

8. Genitografi : pemeriksaan radiografi untuk melihat anatomi traktus genitalia interna

9. Gen SRY : Sex Determining Region on Y: protein untuk menentukan jenis kelamin

10. AMH : Hormon yang berfungsi menghambat perkembangan duktus mullerian

STEP 2 dan 3 IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MASALAH

1. Mengapa Ferdi usia 8 tahun pipis jongkok seperti perempuan?

Pada Ferdi mungkin terjadi hipospadia sehingga ada kelainan pada muara uretra yang
mengarah ke ventral sehingga pipisnya jongkok

2. Bagaimana hubungan usia dan jenis kelamin dengan keadaan sekarang?

Jenis kelamin : belum bisa ditentukan. Saat terjadi ambiguitas tidak boleh langsung mengatakan
hal tsb ke orangtua, harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut terlebih dahulu.

Usia : sudah terlambat sekali kalau baru diketahui kelainannya pada usia 8 tahun. Harusnya
pada usia < 2tahun sudah tahu dan bisa ditatatalaksana dengan baik.

3. Apa hubungan riwayat kelahiran dengan keadaan sekarang?

Riwayat kelahirannya normal.

kelainan genital tidak memberi efek ke pembentukan organ lain dan kelahirannya.
4. Mengapa bidan ragu dengan jenis kelamin Ferdi saat lahir?

Bidan ragu, karena yang terlihat pada genital Ferdi jika dikatakan penis ukurannya terlalu kecil
dan jika dikatakan klitoris ukurannya terlalu besar.

5. Mengapa dokter menanyakan apakah ada hubungan konsanguinitas dan menelusuri


pedigree keluarga Ferdi?

Hal ini dilakukan untuk mencari etiologi kelainan Ferdi. Karena jika ada hubungan kekeluargaan
yang dekat anatara orang tua Ferdi, hal ini akan beresiko tinggi menyebabkan penyakit
herediter.

6. Mengapa pada genitalia Ferdi terdapat skrotum bifidum, microphalus, hyposphadia, dan
chordae?

Karena adanya kelainan embriogenesis

7. Mengapa dokter merujuk pasien ke RSUP M. Djamil untuk ditatalaksana?

Karena Hipospadia merupakan kompetensi 2 yang tidak bisa ditatalaksana oleh dokter umum.
Dan juga tujuan dirujuk salah satunya untuk pemeriksaan lebih lanjut.

8. Mengapa dilakukan karyotyping?

Untuk menganalisis kromosom XX/XY, dan memastikan jenis kelamin secara genotipe sehingga
dapat ditatalaksana dengan benar.

9. Bagaimana mekanisme pembentukan genitalia normal pada laki-laki dan perempuan?

Gonad mulai berdiferensiasi menjadi testis atau ovarium selama masa gestasi minggu ke-7.
Testis akan menghasilkan Mullerian inhibiting factor dan mencegah pembentukan bagian
proksimal vagina, uterus dan tuba Falopii dari jaringan paramesonefrik atau duktus Mullerian.
Genitalia eksterna juga berkembang akibat pengaruh hormon pada masa gestasi 7-14 minggu.

10. Bagaimana dapat terjadi ambiguitas genitalia?

Dipengaruhi oleh beberapa faktor

1. Pengaruh hormon

2. Mutasi gen

3. Androgen Insensitivity
11. Apa fungsi pemeriksaan genitografi, SRY gene, dan AMH? Apakah pemeriksaan lain yang
dapat dilakukan?

Genitografi : pencitraan untuk melihat organ interna

SRY gene dan AMH : untuk memastikan jenis kelamin laki-laki

Pemeriksaan lain : USG dan hormonal

12. Mengapa melibatkan tim multidisiplin? Bidang apa saja?

Karena memerlukan penanganan secara holistik untuk mendiskusikan tatalaksana, tindakan,


pengobatan dan konseling. Bidang terkait: Bagian Endokrin, Bedah urogenital, Psikologi, Bagian
Anak.

13. Apa diagnosis kerja pada Ferdi?


Disorders of Sex Development (DSD)

STEP 4 SKEMA
STEP 5 LEARNING OBJECTIVE

1. Kelainan Kongenital pada Ginjal

2. Kelainan Kongenital pada Ereter dan Vesica Urinaria

3. Kelainan Kongenital pada uretra dan Genitalia Eksterna

4. Kelainan Kongenital pada reproduksi perempuan


KELAINAN KONGENITAL PADA GINJAL

a. Embriologi sistem ginjal


Pada manusia terdapat 3 proses pembentukan ginjal, yaitu
1. Pronefros
Pada minggu pertama sampai minggu ke empat gestasi, terbentuk pronefros. pada akhir
minggu 4, sistem pronefros regresi.
2. Mesonefros
Mesonefros dan salurannya berasal dari lempeng mesoderm intermediate. Pada minggu
ke 4, sistem mesonefros mulai tampak. Saluran ini memanjang dengan cepat dan
terdapat glomerolus diujung medialnya. Di sebelah lateral, saluran yang bermuara pada
saluran pengumpul memanjang yaitu duktus mesonefrikus/duktus wolf. Minggu ke-5
muncul ureteric bud di bagian distal duktus mesonefros sehingga menginduksi
terbentuknya metanefros.
3. Metanefros (ginjal tetap)
Proses ini tampak minggu ke 5. Satuan-satuan ekskresi berkembang dari mesonefros
metanefros dan akan berfungsi pada trimester pertama. Urine mulai dihasilkan pada
usia kehamilan 10 minggu.

b. Posisi Ginjal
Ginjal yang semula terletak di daerah pelvis akan bergeser kedudukannya lebih ke
kranial ke rongga perut. Naiknya ginjal disebabkan oleh kurangnya kelengkungan maupun
pertumbuhan tubuh di daerah lumbal dan sakral. Di pelvis, metanefros menerima aliran
darah dari pembuluh cabang aorta. Dalam perjalanan naik ke rongga perut, ginjal didarahi
oleh pembuluh-pembuluh yang berasal dari aorta yang letaknya semakin meninggi.
Pembuluh-pembuluh yang lebih rendah biasanya akan berdegenerasi.

c. Kelainan Bawaan Ginjal


Tabel 1. Bermacam-macam Anomali Ginjal
Anomali jumlah Ginjal a. Agenesis
b. Supernumerary Kidney
Anomali volume dan struktur a. Hipoplasia
b. Ginjal multikistik
c. Ginjal polikista
Anomali asensus a. Ectopic Kidney
b. Pelvic Kidney
c. Thoraxic kidney
Anomali bentuk dan fusi ginjal a. Crossed ectopic, dengan
atau tanpa :
Unilateral Fussed
Kidney
Sigmois kidney, dan
Lump Kidney
b. Horshoe Kidney
Anomali Rotasi a. Incomplete
b. Reverse
c. Excesive
Anomali Vaskuler a. Vasa acesoria, aberans,
atau vasa multiple
b. Aneurisma arteri
c. Fistula arterio venosa
(Basuki B Purnomo, 2012)

1. Anomali Jumlah Ginjal


1.1. Agenesis Ginjal
Agenesis ginjal unilateral atau bilateral, secara embriologis disebebkan karena
kelainan dari tunas ureter yang menginduksi perkembangan jaringan metanefrik.
Tidak adanya tunas ureter atau adanya kelainan perkembangan ureter menyebabkan
terganggunya perkembangan blastema metafrenik menjadi ginjal dewasa.
Pada agenesis bilateral, pasien hanya mampu bertahan hidup dalam beberapa
jam atau beberapa hari, sehingga secara klinis seringkali tidak terdeteksi dan disertai
dengan anomali pada organ lain, diantaranya adalah tidak dijumpai adanya buli-buli
atau ureter, pneumotoraks spontanea, hipoplasia baru, pneumomediastinum, dan
sindroma Potter. Insidensinya adalah 450 dari 1800 kelahiran.
Manifestasi klinis akibat agenesis ginjal unilateral tidak tampak, kalau ginjal pada
sisi yang lain (kontra lateral) berfungsi normal. Kelainan ini biasanya ditemukan
secara kebetulan pada saat pemeriksaan kesehatan rutin/skrinning.
Agenesis ginjal biasanya disertai dengan kelainan organ genitalia pada sisi yang
sama. Kelainan duktus mesonefronik unilateral pada saat embrio menyebabkan
kelainan tunas ureter dan kelainan saluran reproduksi pria yang sesisi (ipsilateral).
Karena itu, jika dijumpai satu vas deferens atau hipoplasia testis pada satu sisi, patut
dicurigai adanya agenesis ginjal unilateral. Pada wanita, kelianan organ reproduksi
yang terjadi bersamaan dengan agenesis ginjal adalah uterus bikornua atau
unikornua, hipoplasia atau tidak adanya tuba atau ovarium, hipoplasia uterus, dan
aplasia atau tidak didapatkannya vagina. Kelainan ini disebut dengan sindroma
Rokitansky-Kuster Hauster. Insidensi kelainan bawaan pada sistem genitalia yang
menyertai agenesis ginjal unilateral pada wanita 4 kali lebih sering daripada pria.
Pada kasus renal agenesis bilateral, sering didapatkan oligohidramnion berat
pada kehamilan 14 minggu. Keadaan ini terjadi karena janin meminum cairan
amnion, tetapi tidak dapat mengeluarkannya. Janin akan dapat bertahan hidup
sampai lahir karena ginjalnya tidak diperlukan untuk pertukaran zat-zat buangan
tetapi akan mati beberapa hari setelah lahir.
Skrining USG untuk mendeteksi renal agenesis. Selain itu, Renal Agenesis dapat
didagnosa dengan menggunakan pemeriksaan radiologic, USG, CT, dan radionuklir
scan. Selama ginjal kontralateral tetap berfungsi, unilateral renal agenesis akan tetap
asimptomatik. Ginjal yang kontralateral biasanya akan menjadi hipertrofi dan
membesar akibat kompensasi.
Diagnosis banding dari renal agenesis antara lain
Renal Hypoplasia
Renal hipoplasia adalah kelainan congenital dimana terlihat kedua atau salah satu
ginjal yang kecil dengan jumlah glomeruli yang lebih sedikit dari normal.
Glomerolusnya berdekatan dan kadang lebih besar dari ukuran normal.
Nefrectomi
Hilangnya ginjal setelah nefrectomi memberikan gambaran radiologic yang mirip
dengan renal agenesis.
Bila Unilateral Renal Agenesis prognosis baik bila ginjal pada sisi lain berfungsi
dengan normal karena masih bisa menopang beban fisiologis ginjal dengan baik.
Namun, Bilateral Renal Agenesis prognosisnya jelek, janin akan dapat bertahan hidup
sampai lahir karena ginjalnya belum dibutuhkan untuk pertukaran zat-zat buangan
dan akan mati beberapa hari setelah lahir. Penyebab kematian biasanya akibat gagal
pernapasan dan gagal ginjal akut. Jika bertahan pada masa berikutnya, pasien
mungkin akan mendapatkan penyakit paru kronik atau gagal ginjal kronik.
1.2. Supernumerary Kidney
Supernumery kidney atau jumlah ginjal pada satu sisi lebih dari satu, mungkin
disebebkan karena terbelahnya blastema metanefrik menjadi berbagai bagian pada
saat embrio. Anomali ini harus dibedakan dengan duplikasi sistem pielo-ureter, yaitu
masing-masing ginjal memiliki satu pelvis, dan ureter sendiri-sendiri.
Symptom dilaporkan terjadi pada 2/3 dari kasus supernumerary kidney. Gejala
tersebut diantaranya demam, nyeri, adanya massa pada abdominal yang teraba.
Supernumerary kidney dapat berhubungan dengan malformasi urogenital seperti
horseshoe kidney, ectopic ureteral, atresia vagina, souble collecting system,
duplication of female uretra, duplication of the penis. Diagnosis untuk
supernumerary kidney adalah IVP, USG, CTscan, MRI.
Prognosis jangka panjang sesuai dengan tindak lanjut untuk kasus-kasus dengan
asimptomatik karena tingginya tingkat terjadinya komplikasi dan keganasan.

2. Hipoplasia Ginjal
Kegagalan perkembangan ginjal mencapai ukutan normal. Bentukj ginjal normal
namun memiliki ukuran yang kecil, biasanya keadaan ini unilateral. Ginjal mengalami
hipoplasi sejati tidak membentuk parut dan memiliki jumlah lobus serta pyramid ginjal yang
kurang dari 6 lobus.
Hipoplasia ginjal mengacu pada ukuran ginjal kecil di mana pada dasarnya parenkim
yang normal tapi calyces kecil, lobulus dan papila. Hal ini berbeda dengan atrofi ginjal di
mana perkembangan ginjal yang awalnya biasa atau normal telah menjadi lebih kecil
sebagai akibat sekunder dari berbagai patologi lainnya.
Dapat terjadi karena pada saat janin dalam kandungan pembuluh darah menuju janin
mengalami gangguan terutama di sel pembentuk organ ginjal. Ginjal mengembang pada
usia kehamilan antara 5-12 minggu. Di minggu ke 13 janin biasanya telah memproduksi
urin. Ketika sel-sel gagal berkembang maka tidak terbentuk urin.
Kemungkinan penyebab lain adalah genetic, walau persentasenya kecil, kelaianan
ginjal bawaan bisa saja karena faktor keturunan. Selain itu, hamil di usia rawan atau ibu
yang hamil di atas usia 40 tahun atau sebaliknya usia ibu masih terlalu muda saat hamil,
yakni 17 tahun atau malah lebih muda. Kehamilan di usia rawan sangat memungkinkan
janin mengalami pertumbuhan yang kurang optimal selagi dalam kandungan. Obat-obatan
serta radiasi
Hipoplasia ginjal unilateral biasanya asimtomatik. Sebagian menunjukkan gejala ISK.
Hipertensi dapat terjadi pada decade pertama kehidupan. Hipoplasia ginjal bilateral
biasanya timbul dengan manifestasi gagal ginjal kronik pada decade pertama,
osteoarthritis. Gejala dapat ditunjukkan pada tahun pertama berupa gejala haus yang
berlebihan, outpun urin besar, dehidrasi berulang, keterlambatan tumbuh dan gagal
tumbuh kembang.
Hipoplasia ginjal dibedakan menjadi :
Hipoplasi unilateral
Dimana salah satu ginjal lebih kecil dari biasanya, kebanyakan bayi yang lahir dengan
satu ginjal yang kecil tidak memiliki komplikasi dan tidak memeprlukan penanganan
khusus. Namun mungkin beresiko terhadap ISK dan hipertensi. Terkadang, satu ginjal
yang lainnya tumbuh lebih bersar dari normal sebagai bentuk kompensasi terhadap satu
ginjal yang kecil
Bilateral
Pada hipoplasia ginjal bilateral, dimana kedua ginjalnya lebih kecil dari biasanya.
Beberapa bayi yang lahir dengan kedua ginjal yang kecil tidak segera menimbulkan
komplikasi. Beberapa yang lain membutuhkan perawatan khusus saat lahir, seperti
ventilator untuk membantu mereka bernafas. Semua anak dengan hipoplasia bilateral
membutuhkan pengawasan, beberapa dari mereka dimungkinkan dapat menjadi
kegagalan ginjal.
Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan adalah USG untuk mengetahui
adanya kelainan ginjal, untuk mengetahui ukuran ginjal. Apabila diperlukan
pemeriksaan lebih lanjut biasanya digunakan dengan radionuklir 99m- TC DMSA yaitu
untuk mengetahui perubahan fungsi ginjal. Urografi dan X-ray akan terlihat bayangan
ginjal normal yang berukuran kecil.

3. Anomali Posisi
Secara embriologis ginjal mengalami asensus dan rotasi dari lokasi sebelumnya,
sehingga pada akhirnya ginjal terletak lebih tinggi dari tempat asalnya yaitu setinggi
vertebra lumbal 2. Di samping itu, ginjal yang mula-mula menghadap ke ventral mengalami
rotasi pada sumbu vertical sehingga menghadap ke medial.
3.1. Malrotasi ginjal
Malrotasi ginjal merupakan gangguan proses rotasi ginjal sehingga ginjal
menghadap ke posisi yang tidak seharusnya. Akibat rotasi ginjal yang tidak lengkap ini,
posisi ginjal akan menghadap antara posisi normal ginjal dan posisi sebelum ginjal
berotasi. Malrotasi ginjal disebabkan karena rotasi ginjal tidak lengkap, rotasi yang
terbalik arah (reserve), rotasi yang terlalu banyak (excessive).
Jenis terbanyak adalah rotasi yang kurang lengkap, yaitu posisi ginjal menghadap
di antara posisi normal dan posisi sebelum rotasi. Malrotasi ginjal ini bias bersifat
unilateran maupun bilateral. Malrotasi ini biasanya di dapatkan secara kebetulan pada
saat pemeriksaan IVU. Kelainan ini dapat terjadi pada satu atau kedua ginal. Pasien
seringkali mengeluhkan nyeri tumpul pada abdomen atau didapatkan massa pada
abdomen karena terdapat obstruksi yang menumbulkan kaliektasis. Pada IVU tampak
ureter terdorong ke lateral dan terdapat dilatasi kalises.
3.2. Ginjal Ektopik
Ginjal ektopik mungkin berada pada sisi dia berasal (simple ectopic) atau
menyeberang garis tengah menuju sisi kontralateral (crossed ectopic). Pada sisi
kontralateral ini ginjal mengadakan fusi atau tetap terpisah. Pada umumnya ektopik
terletak pada pelvis pelvic kidney atau sebagai ginjal abdominal.
Secara normal awal perkembangan ginjal bermula di rongga pelvis dan selanjutnya
berpindah ke posisi anatomi normalnya pada abdomen bagian atas. Naiknya ginjal ke
abdomen bagian atas mendahului turunnya testis ke rongga pelvis. Selanjutnya
pertumbuhan ekor dalam embrio ikut berperan membantu migrasi ginjal keluar dari
rongga pelvis menuju posisi normalnya di fossa renalis retroperitoneal. Ginjal mulai
menempati posisi anatominya pada minggu ke-9 usia kehamilan.
Faktor- faktor yang dapat menyebabkan ginjal ektopik antara lain:
Gangguan perkembangan tunas ginjal. Dalam hal ini tidak bertemunya tunas ureter
(ureteric buds) dengan nefrogenic blastema selama masa perkembangan ginjal.
Defek parenkim ginjal menyebabkan kecenderungan ginjal berpindah dari posisi
normalnya
Faktor genetik
Faktor penyakit ibu (metanephric maternal diseases) atau ibu yang terpapar obat
yang teratogenik atau bahan kimia yang menyebabkan defek pada perkembangan
sehingga mengakibatkan migrasi abnormal ginjal sehingga dapat terjadi ginjal
ektopik.
Ginjal ektopik dapat pula ditemukan pada posisi kontralateral yang disebut
crossed-ectopic kidney. Biasanya lebih dominan pada sisi kiri dan pada laki-laki. Jika
ginjal gagal bermigrasi dan tetap berada dalam rongga pelvis disebut ectopic pelvic
kidney, yang dapat terjadi unilateral atau bilateral. Ginjal ektopik bilateral dapat terjadi
dengan atau tanpa gangguan fusi. Migrasi abnormal yang lebih tinggi dari
metanephros akan menyebabkan defek pada diafragma sehingga dapat terjadi ectopic
thorax kidney. Intrathorax ectopic kidney dapat merupakan kelainan kongenital
ataupun kelaianan dapatan. Kondisi ini jarang terjadi secara bilateral dan lebih
dominan pada sisi kiri serta dominan pada laki-laki.
Gejala yang mungkin didapatkan biasanya infeksi saluran kemih, nyeri, dan mual-
mual yang mirip dengan kelainan pada sistem pencernaan. Adanya obstruksi pada
perbatasan uretro-pelvik menimbulkan hidronefrosis. Seringkali ginjal yang terletak
dirongga pelvis mengalami hipoplasia, refluks, dan mengalami obstruksi, sehingga
fungsinya menjadi menurun dan sulit dideteksi dengan USG.
Untuk itu guna mencari keberadaan ginjal pada pelvis diperlukan sintigrafi renal
dengan memakai 99mTc-DMSA, pencitraan CT-Scan, atau MRI. Radiologi konvensional
x-rays memiliki kekurangan dalam memvisualisasikan struktur ginjal, ureter dan vesica
urinaria, oleh karena itu digunakan metode Intravenous pyelography (IVP) dengan
menyuntikkan contrast medium ke dalam pembuluh darah vena pada lengan pasien.
Metode ini digunakan untuk melihat struktur ginjal, ureter dan vesica urinaria serta
mengevaluasi fungsi ginjal.. Pada kasus ginjal ektopik metode IVP dapat melihat massa
ginjal atipik dan kedua ureter.
Pada beberapa kasus ginjal masih dapat berfungsi normal tapi lama kelamaan
dapat berkembang menjadi hidronefrosis atau pielonefritis. Pada kasus intrathoracic
kidney dimana diafragma masih dalam keadaan intak prognosisnya baik namun tetap
membutuhkan pengawasan jangka panjang.
4. Horsesoe Kidney (Ginjal Tapal Kuda)

Definisi
Ginjal tapal kuda merupakan jenis yang paling umum dari fusi anomali ginjal. Ginjal tapal
kuda adalah penyatuan kutub kutub ginjal (biasanya bagian bawah). Mereka saling
berhubungan melalui istmus yang berupa parenkim ginjal atau berupa jaringan fibrous (band).
Letak ginjal tapal kuda lebih rendah daripada posisi yang normal, dan istmus letaknya setinggi
vertebra lumbal 4 5.
Etiologi
Dua teori tentang embrio dari ginjal tapal kuda telah diusulkan. Ajaran klasik fusi mekanik
berpendapat bahwa ginjal tapal kuda terbentuk selama organogenesis, ketika kutub inferior dari
sentuhan ginjal awal, menggabungkan di garis tengah lebih rendah. Teori fusi mekanik berlaku
untuk ginjal tapal kuda dengan isthmus berserat. Atau, studi lebih baru postulat bahwa fusi
abnormal dari jaringan yang berhubungan dengan isthmus parenchymatous dari beberapa ginjal
tapal kuda adalah hasil dari peristiwa teratogenik melibatkan migrasi abnormal sel-sel
nephrogenic posterior, yang kemudian bersatu untuk membentuk isthmus. Kejadian teratogenik
mungkin juga berhubungan dengan peningkatan insiden anomali kongenital terkait dan
neoplasias tertentu, seperti tumor Wilms dan tumor karsinoid terkait dengan isthmus dari ginjal
tapal kuda.

Epidemiologi
Ginjal tapal kuda merupakan anomali yang tidak jarang dijumpai.Di dalam autopsi didapati
rata-rata 1 di dalam 600 800 kasus. Pada umumnya penggabungan terjadi pada pole bawah,
akan tetapi pada + 10% kasus terjadi pada pole atas. Pada laki-laki lebih sering, terjadi dari pada
wanita dengan perbandingan 2:1.

Patofisiologi

Ginjal terbentuk dari metanephros pada minggu kelima dari kehidupan embryonal. Ginjal
tapal kuda terjadi sebagai akibat penyatuan dari renal blastema (nephroblast = tunas ginjal) pada
minggu ke-8 sampai ke-10 kehidupan embryo, biasanya pada pole bawahnya di dekat daerah
bifurcatio aortae.

Dalam pertumbuhannya, ginjal bergerak menuju ke-cranial sambil berputar 90 derajat,


tetapi apabila terjadi penyatuan pada pole bawahnya maka ginjal tersebut tidak akan mencapai
tempatnya yang normal, terhalang pada isthmusnya oleh arteri messenterica superior. Karena
kedua pole bawahnya bersatu, maka masing-masing ginjal tidak dapat melakukan rotasi 90
derajat, sehingga pelvis renalis yang seharusnya menghadap ke medial jadi menghadap ke depan
dan letak ureter di depan isthmus. Juga letak kedua ginjal menjadi lebih berdekatan dan sumbu
memanjangnya arahnya sejajar atau menguncup ke bawah.
Letak ginjal normal di dalam cavum abdominis pada posisi berdiri di antara vertebra
lumbalis I dan vertebra lumbalis N dimana ginjal kanan biasanya lebih rendah dari kiri. Sumbu
memanjang kedua ginjal membentuk sudut yang menguncup ke-cranial. Pembuluh darah arterial
yang pergi ke ginjal berasal dari bagian bawah aorta abdominalis atau dari arteri ilaca communis,
bahkan kadang-kadang terdapat arteri renalis yang multipel yang dapat mengakibatkan kesulitan
dalam melaksanakan pembedahan.

Untuk menentukan horseshoe kidney secara radiologis, Gutierrez membuat dan mengukur
besarnya sudut "pyelographic triangle" dari suatu foto Ro ginjal dengan cara menarik sebuah
garis horizontal di antara kedua crista iliaca dan garis horizontal lainnya melalui discus
intervertebra lumbalis II dan III. Dari titik potong garis pertama dengan columna vertebralis dan
kedua titik potong garis kedua dengan calyc ginjal yang paling caudal dan medial ditarik garis
sehingga terbentuk sudut yang membuka ke arah cranial. Pada gambaran ginjal normal besarnya
sudut tersebut 90 derajat, sedangkan pada horseshoe kidney 20 derajat.

Manifestasi Klinis
Gejala-gejala klinis yang terjadi disebabkan oleh adanya tekanan pada ureter oleh bagian
yang menghubungkan kedua ginjal (isthmus), yang mengakibatkan terjadinya obstruksi aliran
kemih. Gejalanya bisa berupa haematuria dan kolik abdomen yang disebabkan hidronephrose,
penyakit infeksi pada ginjal dan batu ginjal. Dilaporkan 2 kasus, seorang laki-laki bangsa Indonesia
berusia 28 tahun dan seorang wanita bangsa Indonesia berusia 39 tahun, yang mempunyai
horseshoe kidney. Kedua penderita mengalami haematuria dan nyeri pinggang sehabis
melakukan kegiatan fisik yang berat. Gambaran radiologis memberi kesan bahwa isthmus pada
penderita laki-laki terdiri dari jaringan ikat (fibrous tissue), sedangkan pada penderita wanita
jaringan ginjal (parenchymatous tissue). Walaupun demikian konfirmasi untuk ini sebaiknya
dengan arteriografi.

Jika tidak menimbulkan komplikasi, anomali ini tidak menunjukkan gejala, dan secara tak
sengaja hanya terdeteksi pada saat dilakukan pemeriksaan pencitraan saluran kemih untuk
mencari anomali di tempat lain. Keluhan muncul jika disertai obstruksi pada uretropelvic junction
atau refluk vesiko ureter (VUR) berupa nyeri atau timbulnya massa pada pinggang. Obstruksi dan
VUR dapat menimbulkan infeksi dan batu saluran kemih. Pada PIV tampak ginjal menyatu pada
bagian kaudal dengan sumbu mengarah dari kranio lateral ke kaudo medial. Kadang kadang
dijumpai adanya dilatasi pelvikalises. Untuk mencari adanya VUR dapat dilakukan pemeriksaan
refluks studi.
Presentasi
Hampir sepertiga dari pasien dengan ginjal tapal kuda tetap asimtomatik, dan ginjal tapal
kuda adalah temuan insidental selama pemeriksaan radiologi.
Pada anak-anak, infeksi saluran kencing adalah gejala yang umum. Namun, gejala mungkin
samar-samar. Daripada nyeri panggul, sakit perut, dan gejala gastrointestinal seperti mual,
distensi perut dan kepenuhan bisa mendominasi. Ginjal tapal kuda kemungkinan terjadi
bila trauma perut karena tidak dilindungi oleh tulang rusuk dan dapat dikompresi atau patah di
kolom vertebral lumbar oleh pukulan perut.
Dalam seri otopsi, kelainan ini lebih banyak terjadi pada anak-anak karena anomali
kongenital yang berkaitan dengan ginjal tapal kuda tidak kompatibel dengan kelangsungan hidup
jangka panjang. Kelainan ini hidup bersama dalam sistem kardiovaskuler, gastrointestinal, dan
tulang terjadi pada sampai 85% dari pasien. Ini termasuk cacat ventriculoseptal, hemivertebrae
dengan scoliosis, myelomeningocele, dan colobomata dari iris.
Kontraindikasi

Dengan keberadaan obstruksi UPJ, symphysiotomy (pembagian isthmus) pernah


dianjurkan secara rutin setelah pyeloplasty untuk memperbaiki drainase. Namun, prosedur ini
dikaitkan dengan peningkatan risiko perdarahan, fistula, dan infark ginjal. Juga, karena pembuluh
darah abnormal, ginjal kembali ke posisi semula setelah pembagian isthmus. Karena itu,
symphysiotomy jarang, jika pernah, ditunjukkan dalam hubungannya dengan pyeloplasty.
Pemeriksaan penunjang
1. Studi Laboratorium
Setelah ginjal tapal kuda didiagnosis atau dicurigai, laboratorium lebih lanjut dan evaluasi
pencitraan harus dilakukan untuk menilai status ginjal dan untuk mencari penyebab yang dapat
diobati patologi ginjal.
Urine dengan kultur urin harus dilakukan. Kelainan sedimen urin harus dievaluasi sebagai indikasi
klinis. Infeksi harus dirawat.
Serum kimia dengan kreatinin dianjurkan untuk menentukan fungsi ginjal
2. Studi Imaging
Pyelography intravena (IVP) dan CT scan (CT scan dari perut dan panggul, dengan dan tanpa
kontras intravena) adalah studi radiologis terbaik awal untuk menentukan fungsi anatomi ginjal.
CT scan ini menunjukkan isthmus dari ginjal tapal kuda.
CT scan atau ultrasonografi sangat membantu untuk keberadaan batu, massa, atau
hidronefrosis.

Tatalaksana
1) Terapi Medis
Ginjal tapal kuda rentan terhadap penyakit ginjal medis. Evaluasi metabolik harus dilakukan
karena penyebab metabolik untuk penyakit batu ginjal kurang umum pada pasien dengan ginjal
tapal kuda dibandingkan pada populasi umum dengan penyakit batu ginjal. Bila kelainan
metabolik diidentifikasi maka harus dirawat. evaluasi metabolik termasuk batu ginjal 24-jam
studi penilaian risiko dan serum, termasuk kalsium, asam urat, dan fosfor.
2) Terapi Bedah
Pengobatan bedah didasarkan pada proses penyakit dan indikasi operasi standar. Pasokan
anomali vaskular pada ginjal harus disimpan di garis depan dalam pikiran dokter bedah saat
merencanakan pendekatan bedah. Umumnya, irisan garis tengah perut menyediakan akses ke
kedua sisi ginjal tapal kuda dan pembuluh darah.

Hasil dan Prognosis

Ginjal tapal kuda tidak menyulitkan kehamilan atau persalinan. Yang penting, perhatikan
bahwa kehadiran ginjal tapal kuda saja tidak mempengaruhi kelangsungan hidup. Seperti
disebutkan di atas, ginjal tapal kuda memang memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk
menjadi sakit. Oleh karena itu, kelangsungan hidup tergantung pada proses penyakit yang ginjal
tapal kuda mungkin terpengaruh pelabuhan atau mengembangkan.

5. Polikistik Ginjal

Definisi

Polikisitik berasal dari dua kata poly yang berarti banyak dan Cystic yang berarti rongga tertutup
abnormal, dilapisi epitel yang mengandung cairan atau bahan semisolid, jadi polikistik (polycystic)
ginjal adalah banyaknya kistik (cytstic) pada ginjal

Kista kista tersebut dapat dalam bentuk multipel, bilateral, dan berekspansi yang lambat laun
mengganggu dan menghancurkan parenkim ginjal normal akibat penekanan. Ginjal dapat
membesar (kadang kadang sebesar sepatu bola) dan terisi oleh kelompok kista kista yang
menyerupai anggur. Kista kista itu terisi oleh cairan jernih atau hemorargik

Klasifikasi

Polikistik memiliki dua bentuk yaitu bentuk dewasa yang bersifat autosomal dominan dan bentuk
anak-anak yang bersifat autosomal resesif. Namun pada buku lain menyebutkan polikistik ginjal
dibagi menjadi dua bentuk yaitu penyakit ginjal polikistik resesif autosomal (Autosomal Resesif
Polycystic Kidney/ARPKD) dan bentuk penyakit ginjal polikistik dominan autosomal (Autosomal
Dominant Polycytstic Kidney/ADPKD)

Ginjal Polikistik Resesif Autosomal (Autosomal Resesif Polycystic Kidney/ARPKD)

1. Anomali perkembangan yang jarang ini secara gentis berbeda dengan dengan penyakit
ginjal polikistik dewasa karena memiliki pewarisan yang resesif autosomal, terdapat
subkategori perinatal, neonatal, infantile dan juvenil.
2. Terdiri atas setidaknya dua bentuk, PKD1 dan PKD2, dengan PKD1 memiliki lokus gen pada
16p dan PKD2 kemungkinan pada kromosom 2. PKD2 menghasilkan perjalanan penyakit
yang secara klinis lebih ringan, dengan ekspresi di kehidupan lebih lanjut.

Ginjal Polikistik dominan autosomal (Autosomal Dominant Polycytstic Kidney/ADPKD)

1. Merupakan penyakit multisistemik dan progresif yang dikarakteristikkan dengan formasi


dan pembesaran kista renal di ginjal dan organ lainnya (seperti : liver, pancreas, limfa)
2. Kelainan ini dapat didiagnosis melalui biopsi ginjal, yang sering menunjukkan predominasi
kista glomerulus yang disebut sebagai penyakit ginjal glomerulokistik, serta dengan
anamnesis keluarga.
3. Terdapat tiga bentuk Penyakit Ginjal Polikistik Dominan Autosomal
ADPKD 1 merupakan 90 % kasus, dan gen yang bermutasi terlentak pada
lengan pendek kromosom 16.
ADPKF 2 terletak pada lengan pendek kromosom 4 dan perkembangannya
menjadi ESRD terjadi lebih lambat daripada ADPKD
Bentuk ketiga ADPKD telah berhasil di identifikasi, namun gen yang bertanggung
jawab belum diketahui letaknya.

Etiologi

a. Ginjal Polikistik Resesif Autosomal (Autosomal Resesif Polycystic Kidney/ARPKD)

Disebabkan oleh mutasi suatu gen yang belum teridentifikasi pada kromosom 6p. Manifestasi
serius biasanya sudah ada sejak lahir, dan bayi cepat meninggal akibat gagal ginjal. Ginjal
memperlihat banyak kista kecil dikorteks dan medulla sehingga ginjal tampak seperti spons

b. Ginjal Polikistik dominan autosomal (Autosomal Dominant Polycytstic Kidney/ADPKD)

Diperkirakan karena kegagalan fusi antara glomerulus dan tubulus sehingga terjadi
pengumpulan cairan pada saluran buntu tersebut. Kista yang semakin besar akan menekan
parenkim ginjal sehingga terjadi iskemia dan secara perlahan fungsi ginjal akan menurun.
Hipertensi dapat terjadi karena iskemia jaringan ginjal yang menyebabkan peningkatan rennin
angiotensin.

Epidemiologi

Penyakit ginjal polikistik resesif autosomal (ARPKD) meruapakan penyakit genetik yang jarang
diterjadi dengan perbandingan 1 : 6000 hingga 1 : 40.000, Sedangkan pada penyakit ginjal
polikistik dominan autosomal (ADPKD) memiliki angka prevalensi sekitar 1 : 500 dan lebih sering
terjadi pada orang Kausia dari pada penduduk Afro-Amerika

Pada buku lain menyebutkan penyakit ginjal polikistik resesif autosomal (ARPKD) memiliki
perkiraan angka kejadian antara 1:10.000 dan 1 : 40.000, sedangkan pada penyakit ginjal
polikistik dominan\ autosomal (ADPKD) memiliki angka prevalensi sekitar 1 : 500 hingga 1 : 1000
individu dan terhitung kira-kira 10% anak-anak berada pada tingkat gagal ginjal kronis

Pada umunya, separuh pasien dengan ADPKD menjalani terapi pada ginjal dengan umur 60
tahun. Penyakit Ginjal Polikistik Dominan Autosomal adalah penyebab keempat gagal ginjal yang
membutuhkan dialysis atau transplantasi.

Manifestasi klinis

Penyakit ginjal polikistik pada dewasa atau penyakit ginjal polikistik dominan autosomal tidak
menimbulkan gejala hingga dekade keempat, saat dimana ginjal telah cukup membesar. Gejala
yang ditimbulkan adalah :
Nyeri

Nyeri yang dirasakan tumpul di daerah lumbar namun kadang-kadang juga dirasakan nyeri yang
sangat hebat, ini merupakan tanda terjadinya iritasi di daerah peritoneal yang diakibatkan oleh
kista yang ruptur. Jika nyeri yang dirasakan terjadi secara konstan maka itu adalah tanda dari
perbesaran satu atau lebih kista.

Hematuria

Hematuria adalah gejala selanjtnya yang terjadi pada polikistik. Gross Hematuria terjadi ketika
kista yang rupture masuk kedalam pelvis ginjal. Hematuria mikroskopi lebih sering terjadi
disbanding gross hematuria dan merupakan peringatan terhadap kemungkinan adanya masalah
ginjal yang tidak terdapat tanda dan gejala.

Infeksi saluran kemih

Hipertensi

Hipertensi ditemukan dengan derajat yang berbeda pada 75% pasien. Hipertensi merupakan
penyulit karena efek buruknya terhadap ginjal yang sudah kritis.

Pembesaran ginjal

Pembesaran pada pasien ADPKD ginjal ini murapakan hasil dari penyebaran kista pada ginjal yang
akan disertai dengan penurunan fungsi ginjal, semakin cepat terjadinya pembesaran ginjal makan
semakin cepat terjadinya gagal ginjal

Aneurisma pembulu darah otak

Pada penyakit ginjal polikistik dominan autosomal (ADPKD) terdapat kista pada organ-organ lain
seperti : hati dan pangkreas

Pathogenesis

Penyakit ginjal polikistik resesif autosomal (ARPKD) umumnya tampak pada orang yang
homozigot untuk alel yang mengalami mutasi, sedangkan heterozigot jarang menunjukan fenotip
penyakit. Pada penyakit yang bersifat resesif autosomal memiliki beberapa karakteristik yaitu :

Hanya tereksperi pada homozigot (aa), sedangkan pada heterozigot (Aa) secara fenotipe
hanya pembawa yang normal
Laki-laki dan perempuan memiliki kemungkinan yang sama untuk terkena
Pola pewarisan horizontal tampak pada silsilah yang maksundya muncul pada saudara
kandung tetapi tidak pada orang tua.
Penyakit umumnya memiliki awitan dini
Berdasarkan karakteristik tersebut maka penyakit ginjal polikistik resesif autosomal sering
disebut sebagai bentuk anak-anak karena awitan yang muncul lebih dini. ARPKD disebabkan oleh
mutasi disuatu gen yang belum teridentifikasi pada kromosom 6p.

Penyakit ginjal polikistik dominan autosomal (ADPKD) dapat diekspresikan baik pada heterozigot
(Aa) maupun homozigot (aa). Selain yang telah disebutkan sebelumnya, pada penyakit yang
bersifat dominan autosomal memiliki beberapa karakteristik yaitu :

Laki-laki dan perempuan memiliki kemungkinan yang sama untuk terkena


Pola pewarisan vertikal tampak pada silsilah yang maksundya muncul pada setiap
generasi.
Usia awitan penyakit sering lambat

Berdasarkan karakteristik tersebut maka peyakit ginjal polikistik dominan autosomal sering
disebut sebagai bentuk pada orang dewasa karena awitanya yang muncul sering lambat. Pada
umumnya terdapat dua gen yang berperan terhadap ter bentuknya kista yaitu :

PKD-1 (gen defektif) yang terletak pada lengan pendek kromosom 16


PKD-2 (gen defektif) yang terletak pada kromosom

Tetapi buku lain menyebutkan, ADPKD dibagi menjadi tiga tipe yaitu dua diantaranya sama
dengan yang telah disebutkan dan ditambah dengan ADPKD bentuk ketiga yang telah
diidentifikasikan namun gen yang bertanggung jawab belum diketahui letaknya

PKD-1 yang terletak pada lengan pendek kromosom 16. Gen ini mengkode sebuah protein dan
kompleks, melekat ke membrane, terutama ekstrasel dan disebut dengan polikistin-1. Polikistin-
1 ini memiliki fungsi sama dengan protein yang diketahui berperan dalam perlekatan sel ke sel
atau sel ke matriks.

Namun pada saat ini belum diketahui bagaimana mutasi pada protein tersebut dapat
menyebabkan kista, namun diperkirakan ganguan interaksi sel-matriks dapat meneybabkan
gangguan pada pertumbuhan, diferensiasi dan pembentukan matriks oleh sel epitel tubulus dan
menyebabkan terbentuknya kista.

PKD-2 yang terletak pada kromosom 4 dan mengkode polikistin-2 yaitu suatu protein dengan 968
asam amino. Walaupun secara struktural berbeda tetapi diperkirakan polikistin-1 dan polikistin-
2 bekerja sama dengan membentuk heterodimer. Hal inilah yang menyebabkan,jika mutasi
terjadi di salah satu gen maka akan menimbulkan fenotipe yang sama.

Kista muncul sejak dalam uterus dan secara perlahan merusak jaringan normal sekitarnya
bersamaan dengan pertumbuhan anak tersebut menjadi dewasa. Kista muncul dari berbagai
bagian nefron dan duktus koligentes. Kista tersebut terisi dengan cairan dan mudah terjadi
komplikasi seperti infeksi berulang, hematuria, poliuria, mudah membesar, ginjal yang
menonjol sering menjadi tanda dan gejala yang terlihat.
Polikista pada ginjal dimulai dari timbulnya beberapa kista pada kedua ginjal. Pada
perkembangan selanjutnya kista menjadi banyak, ukuran bertambah besar dan menginfiltrasi
parenkim ginjal sehingga pada akhirnya pasien terjatuh dalam kondisi gagal ginjal terminal.

Penurunan fungsi ginjal yang progresif lambat biasa terjadi dan sekitar 50 % menjadi ESRD (End
Stage Renal Disease) atau Gagal Ginjal pada usia 60 tahun.Gejala biasanya berkembang antara
umur 30 dan 40, tapi dapat juga terjadi lebih awal, pada saat anak anak. Sekitar 90% dari PKD
disebabkan autosomal dominant PKD.

Penegakkan Diagnosis

1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan penunjang:

Pemeriksaan Urin

Proteinuria
Hematuria
Leukosituria
Kadang Bakteriuria

Pemeriksaan Darah

Pada penyakit yang sudah lanjut menunjukkan:

Uremia
Anemia karena hematuria kronik

Ultrasonografi ginjal

Unltasonografi ginjal merupakan suatu teknik pemeriksaan noninvasive yang memiliki tujuan
untuk mengetahui ukuran dari ginjal dan kista. Selain itu juga dapat terlihat gambaran dari cairan
yang terdapat dalam cavitas karena pantulan yang ditimbulkan oleh cairan yang mengisi kista
akan memberi tampilan berupa struktur yang padat.

Ultrasonografi ginjal dapat juga digunakan untuk melakukan screening terhadap keturuan dan
anggota keluarga yang lebih mudah untuk memastikan apakah ada atau tidaknya kista ginjal yang
gejalanya tidak terlihat (asymptomatic)

MRI

Magnetic resonance imaging (MRI) lebih sensitif dan dapat mengidentifikasi kistik ginjal yang
memiliki ukuran diameter 3 mm seperti pada lampiran 3.3. MRI dilakukan untuk melakukan
screening pada pasien polikistik ginjal autosomal dominan (ADPKD) yang anggota keluarganya
memiliki riwayat aneurisma atau stroke

Computed tomography (CT)

Sensitifitasnya sama dengan MRI tetapi CT menggunakan media kontras

Biopsi

Biopsi ginjal ini tidak dilakukan seecara rutin dan dilakukan jika diagnosis tidak dapat ditegagkan
dengan pencitraan yang telah dilakukan

Tatalaksana

Pengobatanya pada penyakit ginjal polikistik resesif autosomal (ARPKD) dan penyakit ginjal
polikistik dominan autosomal (ADPKD) adalah bersifat suportif yang mencakup manajemen
hipertensi yang cermat. Pada buku lain menyebutkan bahwa pengobatan yang sesuai untuk
ARPKD dan ADPKD yang berkembang menjadi gagal ginjal adalah dialysis dan trasplantasi ginjal
dan pada ADPKD pengobatan bertujuan untuk mencegah komplikasi dan memelihara fungsi
ginjal seperti terapi pada pengendalian hipertensi dan infeksi saluran kemih .

Apabila sudah ditemukan gagal ginjal, dilakukan perawatan konservatif berupa diet rendah
protein. Apabila gagal ginjal sudah lanjut, diperlukan dialysis atau bahkan transplantasi ginjal.
Hipertensi dikontrol dengan obat antihipertensi seperti ACEI (seperti Katopril, enalapril, lisinopril)
atau ARB (seperti Telmisartan, losartan, irbesartan, cardesartan)

Tindakan bedah dengan memecah kista tidak banyak manfaatnya untuk memperbaiki fungsi
ginjal.

Prognosis

Pada penyakit ginjal polikistik autosomal resesif (ARPKD), anak-anak dengan perbesaran ginjal
yang berat dapat meninggal pada masa neonatus karena insufisensi paru atau ginjal dan pada
penderita yang sedang menderita fibrosis hati,serosis dapat mengakibatkan hipertensi serta
memperburuk prognosisnya. Ada atau tidaknya hipoplasia paru merupakan faktor utama
prognosis ARPKD. Pada bayi yang dapat bertahan pada masa neonatal,rata-rata sekitar 85%
bertahan selama 3 bulan, 79% bertahan selama 12 bulan, 51% bertahan selama 10 tahun dan
46% bertahan selama 15 tahun . Namun dari buku lain menyebutkan bahwa pada anak-anak yang
dapat bertahan selama bulan pertama kehidupan,78% akan bertahan hingga melebihi 15 tahun

Pada penyakit ginjal polikistik dominan autosomal (ADPKD) cenderung relative stabil dan
berkembang sangat lambat. Sekitar 50% akan menjadi gagal ginjal stadium akhir atau uremia
pada usia 60 tahun dan 25% pada usia 50 tahun, Namun pada buku lain menyebutkan bahwa
gagal ginjal terjadi pada usia sekitar 50 tahun, tetapi perjalanan penyakit ini bervariasi dan pernah
dilaporkan pasien dengan rentang usia yang normal

KELAINAN KONGENITAL PADA URETER

Anomali ini sebagian besar adalah akibat dari perkembangan tunas ureter yang muncul dari
ductus mesconefros.

Anomali ureter ini timbul jika posisi tunas ureter :

1. Tidak muncul pada tempat yang normal


2. Tunas ureter bercabang menjadi dua
3. Terdapat 2 buah tunas ureter yang muncul dari ductus mesonefros

Keadaan tersebut menimbulkan anomaly berupa :

1. Ureter ektopik
2. Duplikasi ureter tidak lengkap
3. Duplikasi ureter lengkap

URETER EKTOPIK
Definisi

Kelainan congenital jika ureter bermuara dileher buli-buli atau lebih distal dari itu.

Epidemiologi

- Insidens ureter ektopik belum diketahui dengan pasti


- Autopsy pada anak didapatkan 1 : 1900 autopsi
- Lebih kurang 5-17% ureter ektopik mengenai kedua sisi
- Sebagian besar ureter ektopik (80%) pada perempuan disertai dengan duplikasi system
pelviureter
- Pada laki-laki ureter ektopik biasanya terjadi pada single ureter
- Laki-laki : perempuan = 2,9 : 1

Etiologi

Kelainan dari perkembangan tunas ureter yang muncul dari ductus mesonefros

Gejala
- Ureter ektopik pada laki-laki kebanyakan bermuara pada uretra posterior, meskipun kadang-
kadang bermuara pada vesikula seminalis, vas deferens, atau ductus ejakulatorius
Muara pada uretra posterior seringkali tidak memberikan gejala
Muara ureter pada vas deferens seringkali menyebabkan keluhan epididimitis yang
sulit disembuhkan, karena vas deferens dan epididimis selalu teraliri oleh urin.
- Ureter ektopik pada perempuan sering bermuara di uretra (sebelah distal sfinkter uretra
eksternum) & vestibulum.
Keadaan ini memberikan keluhan yang khas pada anak kecil celana dalam selalu basah oleh
urin (inkontinensia kontinua) tetapi dia masih bisa miksi seperti orang normal. Hal ini disebabkan
urin yang disalurkan oleh ureter ektopik tidak melalui sfinkter ureter eksterna melainkan langsung
keluar.

Diagnosis

- PIV
- Sitoskopi dapat menemukan adanya muara ureter ektopik pada uretra atau ditemukan
hemitrigonum (tidak ditemukan salah satu muara ureter pada buli).
Jika ditemukan muara ureter ektopik pada uretra dapat dicoba dimasuki kateter ureter dan
dilanjutkan dengan pemeriksaan uretrografi retrograde.

Penatalaksanaan

Tergantung kelainan yang terdapat pada ginjal, jika :


Ginjal sudah mengalami kerusakan : nefroureterektomi
Kalau masih bisa dipertahankan : implantasi ureter pada vesika urinaria

DUPLIKASI PELVIS-URETER
Epidemiologi

- Anomali saluran kemih sebelah atas yang paling sering dijumpai


- Lebih kurang 1 : 125 dari bayi lahir hidup

Klasifikasi

- Duplikasi tidak lengkap : jika terdapat 2 pelvi ureter yang keduanya saling bertemu sebelum
bermuara pada buli-buli
Duplikasi tak lengkap terjadi karena tunas ureter mengadakan percabangan setelah muncul dari
duktus mesonefrik dan sebelum bertemu dengan jaringan metanefrik.

Duplikasi tidak lengkap y type ureter

v type ureter
- Duplikasi lengkap : jika kedua pelvi ureter ini bermuara pada tempat yang berlainan

Gejala klinis

- Duplikasi tidak lengkap : biasanya tidak menimbulkan keluhan klinis, hanya saja aliran ureter pada
saluran yang satu akan menimbulkan refluk pada ureter yang lain (refluk uretero-ureter). Keadaan
ini dikenal sebagai fenomena Yo-Yo dan dapat menimbulkan hidronefrosis atau hidroureter.
- Duplikasi lengkap : obstruksi atau stenosis muara ureter, VUR (refluk vesiko ureter) . Timbul batu
saluran kemih karena obstruksi ureter. Kutup atas ginjal sering mengalami dysplasia akibat
stenosis ureter.

Jika disertai anomaly lain mungkin pasien mengeluhkan kelainan-kelainan tersebut antara lain
ureterokel atau ureter ektopik.

Pemeriksaan

- PIV : dapat menunjukkan adanya duplikasi ureter yang lengkap atau tidak
- Sintigrafi : menilai ketebalan parenkim ginjal
- Pemeriksaan reflux study dengan memakai radionuklear untuk menilai derajat VUR

Tatalaksana

Tindakan yang dilakukan terhadap duplikasi ureter ini tergantung pada keluhan kelainan anatomi,
dan penyulit yang terjadi.
Pada hidonefrosis akibat fenomena yo-yo mungkin perlu dilakukan pieloplasti dengan
membuang salah satu ureter
Pada duplikasi ureter lengkap, jika salah satu kutup ginjal sudah rusak dilakukan
heminefrektomi, yaitu membuang kutup ginjal yang rusak dengan mempertahankan yang
masih baik.

Namun jika fungsi masih baik, dilakukan neoimplantasi ureter dengan memindahkan
muara ureter ke buli-buli.
KELAINAN KONGENITAL PADA VESICA URINARIA

EKSTROFILIA BULI-BULI
A. KONSEP DASAR MEDIS
1. PENGERTIAN
Etimologi Yunani, ekstrephein, membalik keluar. Merupakan sebuah malformasi
kongenital dimana organ berongga dindingnya berbalik dari dalam-keluar, membuat
hubungan dengan dunia luar. Sebagai contoh ekstropia pada kandung-kemih dengan
eversi dinding kandung-kemih posterior, yang menyebabkan urin mengalir ke bagian
luar.
Ekstropia kandung-kemih adalah ketiadaan kongenital sebagian dinding abdomen
dan dinding kandung-kemih. Kandung-kemih tampak membalik dari dalam keluar,
dengan permukaan internal dinding posterior terlihat melalui celah pada dinding
anterior.
Pada kelainan bawaan ini kandung kemih berada di luar rongga perut. Kelainan ini
disebabkan oleh karena dinding perut sebelah bawah tidak terbentuk; antara pusat
dan tulang simfisis pubis yang terdapat celah sehingga kandung kemih keluar dari
celah tersebut. Kelainan ini pada umumnya terdapat pada anak laki- laki dan biasanya
disertai kelainan bentuk penis berupa lekukan- lekukan sehingga bentuk penis
menjadi pendek dan berkeriput.
Bila ekstrofia kandung kemih ini terjadi pada bayi wanita, kelainan berupa labia
mayora yang terbelah dan kelentit terbelah. Kandung kemih tersebut tidak berfungsi
biasa dan biasanya segera dilakukan pemindahan ureter yang dimasukkan kedalam
kolon. Dengan tindakan tersebut berarti urin tidak tertampung dahulu (di dalam
kandung kemih) sehingga urin akan keluar tanpa adanya reflek ingin berkemih, maka
yang dijumpai bahwa popok bayi selalu basah. Keadaan demikian jika tidak
diperhatikan akan menimbulkan iritasi pada kulit sekitar anus atau bokong.
2. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Kandung kemih dibatasi oleh epitel transisional yang menutupi jaringan ikat yang
dikenal sebagai lamina propria. Pada kanker kandung-kemih, sel-sel tumor yang
menginvasi lamina propria, dengan pleksus pembuluh darah dan limfatik yang kaya,
dapat meluas kedalam otot detrusor dan menjadi invasif.
Serat otot polos detrusor berbaur dan tidak tersusun dalam lapisan berbeda. Jika
hipertrofi detrusor dari obstruksi jalan-keluar kandung kemih, disfungsi kandung
kemih neurologis atau ketidakstabilan detrusor, fasikuli lapisan dalam, yang ditutupi
oleh urotelium, menonjol untuk menimbulkan trabekulasi pada endoskopi dan
gambaran radiologi.
Lapisan trigonum merupakan lapisan tipis terpisah otot polos yang mana epitel
melekat erat dan memanjang sebagai selubung di sekitar ureter bagian bawah dan
juga masuk ke dalam uretra proksimal.
Disekitar leher kandung-kemih pria merupakan otot polos sfingter interna yang
memenuhi fungsi seksual. Otot ini diinervasi oleh serat -adrenergik dan mencegah
ejakulasi retrograd.
Sfingter uretra distal merupakan sebuah massa berbentuk tapal-kuda otot lurik
yang terletak anterior dan distal terhadap prostat atau 2/3 proksimal pada uretra
wanita. Sfingter distal merupakan otot lurik somatik cukup berbeda dari lantai
panggul, dan disuplai oleh serat S2-S4 melalui nervus pudendus dan juga oleh serat
somatik yang lewat langsung melalui pleksus hipogastrik inferior.

Fasia dan ligamen yang menyokong kandung-kemih


Beberapa bagian fasia disekeliling pelvis penting dalam pembedahan. Di bagian
posterior, terdapat kondensasi fasia endopelvik yang bersambungan dengan ligamen
lateral rektum; bagian-bagian ini melewati depan dan medial ureter untuk bergabung
dengan fasia yang mengelilingi prostat; lapisan fasia ini perlu dipisahkan selama
sistektomi radikal. Ligamen puboprostatik anterior didefinisikan dengan baik, adalah
kondensasi bagian anterior fasia endopelvik dan merupakan bagian penting dalam
bedah. Masing-masing ligamen melebar dari bagian depan prostat ke bagian bawah
periosteum pubis. Ligamen tersebut terletak lateral terhadap kompleks vena dorsal
penis dan pada bagian dalamnya melekat erat ke vena besar. Ketika dipisahkan
penting untuk tetap pada bagian lateral dan sangat dekat ke periosteum pubis.
Arteri urakus dan hipogastrik obliteran, bersama dengan lipatan peritoneum
diatas struktur ini, disebut ligamen false (medial dan lateral umbilikus) kandung-
kemih. Kondensasi fasia disekitar pembuluh darah melewati kandung kemih dikenal
sebagai pedikel vaskular.

Arteri
Arteri vesika superior dan inferior berasal dari trunkus anterior arteri iliaka
interna. Cabang-cabang arteri glutea inferior dan obturator (dan pada wanita dari
arteri uterina dan vagina) juga membantu mensuplai kandung-kemih.

Vena
Vena-vena dari pleksus pada permukaan lateral dan inferior kandung-kemih; pada
pria pleksus prostat besar dan bersambungan dengan pleksus vesika, yang mengalir
kedalam vena iliaka interna.

Limfatik
Menyertai vena-vena, dan mengalir kedalam nodus limfatikus di sepanjang
pembuluh iliaka interna dan dari sana ke rangkaian obturator dan iliaka eksterna.
Beberapa pembuluh limfatik melewati nodus yang bertempat posterior terhadap
arteri iliaka interna terletak langsung pada fasia sakral.

Inervasi
Nervus-nervus berhubungan dengan miksi sebagai berikut:

Parasimpatetik
Inervasi merupakan komponen paling penting dan berasal dari divisi anterior
utama segmen sakral kedua, ketiga dan keempat (terutama S2 dan S3). Serat-serat ini
melewati nervus splanknikus pelvis ke pleksus hipogastrik inferior, yang darinya serat
tersebut didistribusikan ke kandung-kemih. Pleksus pelvikalis mudah rusak selama
eksisi rektum, selanjutnya gangguan miksi dan gangguan fungsi seksual bisa terjadi.

Simpatik
Nervus-nervus ini keluar dari segmen T11 ke segmen L2. Serat-serat ini lewat
melalui nervus hipogastrik presakral dan melalui rangkaian simpatetik ke pleksus
hipogastrik inferior, yang terletak lateral dari rektum, dan dari sana menuju kandung-
kemih.

Inervasi somatik
Inervasi simpatik juga melewati mekanisme sfingter distal melalui nervus
pudendus dan juga melalui serat-serat yang melewati pleksus hipogastrik inferior
tanpa synapsing ke sfingter distal.
Nervus-nervus simpatetik menyampaikan stimulus nyeri aferen diikuti
overdistensi fundus. Aferen-aferen lain muncul dari mukosa, dimana mereka
merespon terhadap sentuhan, temperatur dan nyeri, dan juga dari otot detrusor dan
lamina propria, dimana mereka menyampaikan bagian informasi. Aferen-aferen ini
lewat melalui pleksus hipogastrik inferior menuju akar posterior S2-S4. Serat-serat
eferen lewat melalui parasimpatetik pelvis. Miksi normal dikoordinasi di pons pada
otak tengah, dimana kontraksi detrusor terbatas dengan inhibisi mekanisme sfingter
distal. Gangguan pada jalur ini dengan pemeliharaan fungsi korda sakralis karenanya
mungkin menghasilkan kontraksi detrusor namun dengan mekanisme sfingter distal
yang aktif dengan kuat yang tidak berelaksasi selama buang air (dis-sinergi sfingter
detrusor).

3. EPIDIOMIOLOGI
Ekstrofia kandung-kemih merupakan kelainan bawaan yang jarang ditemukan.
Insidennya diperkirakan hanya 1 kasus dari 10.000-50.000 kelahiran hidup. Menurut
data dari International Clearinghouse for Births Defects Monitoring System,
insidennya diperkirakan sekitar 3,3 kasus dari 100.000 kelahiran hidup. Kelainan ini
lebih banyak mengenai laki-laki daripada perempuan dengan rasio 2:1. Dan terdapat
1% kemungkinan bahwa exstrophy dapat diturunkan dari orangtua yang juga memiliki
exstrophy. Insiden exstrophy juga meningkat pada ibu yang hamil pada usia muda dan
ibu dengan riwayat kehamilan melebihi 4 kali.
4. ETIOLOGI
Terjadi karena proses penutupan pada saat embrio pada abdomen ventral
karenamigrasi mesenkimtidak terjadi. Pada laki-laki lebih banyak daripada wanita
(3:1)

5. PATOFISIOLOGI
Kelainan ini diduga disebabkan oleh perkembangan inkomplit bagian
infraumbilikal dinding abdomen anterior, berhubungan dengan perkembangan
inkomplit dinding anterior kandung-kemih karena tertundanya ruptur membran
kloaka. Menetapnya membran kloaka mencegah pertumbuhan mesenkim medial
kedalam, menyebabkan dinding abdomen tersisa di lateral dan posterior dinding
kandung-kemih akan terpapar ke permukaan eksternal.

6. TANDA DAN GEJALA

Ektopia vesika terjadi pada 1 dari 50.000 kelahiran hidup (rasio pria-wanita 4:1).
Gambaran klinisnya sebagai berikut:
Tampilannya khas karena tekanan visera dibelakangnya.
Batas dinding abdomen dapat dirasakan.
Ketiadaan umbilikus
Gambaran klinis bisa juga terlihat sebagai berikut:
Gambaran umum
Pasien adalah bayi aterem.
Abdomen
Kandung-kemih terbuka pada abdomen bagian bawah, dengan mukosa
sepenuhnya terpapar melalui defek fasia triangular. Dinding abdomen tampak
panjang karena umbilikus susunan-rendah pada batas atas piringan kandung
kemih. Jarak antara umbilikus dan anus dipersingkat. Mukulus rektus bercabang
di bagian distal melekat pada tulang pubis yang terpisah luas. Hernia inguinal
indirek sering terjadi (>80% pada pria, >10% pada wanita) akibat cincin inguinal
lebar dan kurangnya kanalis inguinalis oblique.
Genitalia
o Pria
Falus pendek dan luas dengan kurvatura naik (korda dorsalis). Glans
terletak terbuka dan datar seperti sekop, dan komponen dorsal kulup tidak
ada. Piringan uretra memperluas panjang falus tanpa atap. Piringan kandung-
kemih dan piringan uretra berkesinambungan, dengan verumontanum dan
duktus ejakulatorius tampak dalam piringan uretra prostatika. Anus di
anterior digantikan dengan mekanisme sfingter normal.
o Wanita
Klitoris secara seragam jadi bifida dengan labia berlainan di superior.
Muara piringan uretra bersambung dengan piringan kandung-kemih. Vagina
anterior dipindahkan. Anus di anterior digantikan dengan mekanisme
sfingter normal.
Muskuloskeletal
Simfisis pubis terpisah lebar. Muskulus rektus divergen tetap melekat ke
pubis. Rotasi eksternal tulang inominata menyebabkan gaya berjalan timpang
pada pasien yang dapat berjalan namun tidak menyebabkan permasalahan
ortopedi nantinya. (1)
Pada pria, epispadia penis komplit lebih luas dan lebih pendek dari biasanya, dan
hernia inguinal bilateral mungkin muncul; prostat dan vesika seminalis
mengalami rudimenter, sedangkan testis normal dan biasanya turun.
Pada wanita klitoris bifida dan labia minora terpisah di anterior;
memperlihatkan orifisium vagina. Pada kedua jenis kelamin, terdapat pemisahan
tulang pubis, yang terhubung dengan ligamen yang kuat. Defek tulang
menyebabkan hilangnya disabilitas dan berikutnya melahirkan bisa normal. Linea
alba juga lebar. Pada kasus yang jarang, bentuk inkomplit epispadia penis atau
epispadia wanita, pubis bersatu dan genitalia eksternal hampir normal, meskipun
pada wanita klitoris bifida.

Diantara beberapa kelainan lain yang dapat menyertai exstrophy bladder adalah:
Jarak tulang pubis melebar
Defek perut berbentuk segitiga yang memperlihatkan selaput kandung kemih.
Jumlah kolagen meningkat tetapi otot kandung kemih berkurang
Lokasi pusat berada di atas kelainan, dapat disertai hernia umbilikal (usus keluar
dari rongga perut melalui bagian otot perut yang lemah)
Epispadia, yaitu letak abnormal muara saluran kemih di atas seharusnya.
Ukuran penis lebih kecil dari normal, testis belum turun ke kantung kemaluan
Muara vagina sempit, bibir vagina (labia) lebar dan muara saluran kemih (uretra)
pendek
Anus sempit atau keluar dari rongga tubuh.

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Ultrasonografi ginjal untuk mengevaluasi traktus urinarius atas.
b. Patent urachus
c. Persistent cloaca
8. PENATALAKSANAAN
Ekstrofia kandung-kemih diterapi dengan pembedahan. Beberapa pilihan
pengobatan bedah tersedia, namun bergantung kepada beratnya kondisi.
Perbaikan ekstrofia kandung-kemih adalah pembedahan untuk memperbaiki
defek kelahiran yang mana kandung-kemih dari dalam keluar dan terjulur keluar
dinding abdomen. Tulang pelvis juga terpisah.
Perbaikan ekstrofia kandung-kemih meliputi dua pembedahan: pertama untuk
memperbaiki kandung kemih dan lainnya untuk melekatkan tulang pelvis satu sama
lain.
Sasaran pengobatan primer adalah :
Tutup kandung-kemih dan pelvis dengan aman
Rekonstruksi secara kosmetik fungsi penis pada pria dan genitalia eksterna pada
wanita
Mencapai tahanan urin sambil memastikan kelangsungan fungsi ginjal
Salah satu bentuk terapi adalah rekonstruksi bertahap modern yang melibatkan
penutupan kandung kemih dan pelvis dalam periode bayi baru lahir, rekonstruksi awal
uretra epispadi sekitar usia 6-12 bulan, dan pembedahan leher kandung kemih untuk
mencapai tahanan bila kandung kemih telah mencapai kapasitas yang memadai dan
anak secara psikologis siap untuk menjadi kering (sering sekitar usia 4 hingga 5 tahun).
Prosedur pembedahan tambahan untuk memperbaiki genitalia eksterna hampir
selalu diperlukan. Dalam memilih kasus-kasus di mana kandung kemih berkualitas
baik dan penis berukuran baik, penutupan kandung kemih dan rekonstruksi penis dan
uretra dapat dikombinasikan dalam satu operasi. Hal ini secara teknis menuntut
operasi dan hanya boleh dilakukan oleh ahli bedah ekstrofia berpengalaman.
Hasil dari rekonstruksi bertahap telah didokumentasikan dengan baik, dan
memberikan pengembangan kandung-kemih dengan kapasitas yang cukup, tahanan
dapat dicapai sampai 90% kasus. Faktor yang paling penting dalam mencapai tahanan
adalah kualitas template kandung kemih dan penutupan kandung kemih awal yang
sukses pada bayi baru lahir. Tentu saja, ada kandung kemih pada saat kelahiran
dengan kualitas yang buruk dan tidak cocok dengan penutupan dalam cara yang telah
dijelaskan, dan manajemen yang berbeda pun diadopsi. Menggunakan teknik bedah
rekonstruksi modern, adalah sangat jarang bagi seorang pasien untuk mencapai akhir
masa remaja tanpa mencapai tahanan dan alat kelamin eksternal yang dapat diterima
secara kosmetik.

Operasi kedua, operasi tulang pelvis, dapat dilakukan bersama dengan perbaikan
kandung kemih. Atau, mungkin tertunda selama beberapa minggu atau bulan.

Masalah yang perlu diperhatikan :(1) bahaya terjadi infeksi kandung kemih, (2)
bahaya terjadi iritasi kulit sekitar anus. Kandung kemih yang terletak di luar rongga
perut mudah terkena infeksi jika tidak diperhatikan. Perawatannya ialah :
Cucilah kandung kemih tersebut dengan cairan desinfektan seperti : larutan
betadin, pHisohex atau R/ dokter yang lain, dilakukan setiap hari. sesudah dicuci
di tutup dengan kasa steril yang telah diolesi salep antibiotik tipis- tipis saja
kemudian di tutup lagi dengan kasa steril kering dan di plester.
Popok bayi harus sering di ganti karena selalu basah. Lebih baik sering di lap
dengan air kemudian setelah dikeringkan dibedak.
Ubah sikap berbaring setiap 2 jam sekali setelah popok diganti, selain itu
mencegah lecet juga memberikan rasa aman dan nyaman.
Jika tindakan lain berupa mengalirkan urin keluar melalui dinding perut, urin harus
ditampung ke dalam urin bag atau kantong plastik. Bila pasien dirawat dirumah, orang
tua perlu diberi tahu perawatannya seperti yang dilakukan di rumah sakit. Bila
menggunakan urin bag supaya dicuci dengan desinfektan setiap hari dan satu minggu
sekali harus di ganti. Jika ditampung dengan kantong plastik (yang baru) hendaknya
setiap penuh dibuang dan di ganti yang baru. Pasien harus secara teratur konsultasi
ke dokter.
KELAINAN KONGENITAL PADA URETRA

1. Hipospadia

Definisi

Merupakan anomali kongenital pada genitalia eksterna laki-laki, di mana muara uretra terletak
di bagian ventral penis.

Klasifikasi

a. Hipospadia anterior (derajat I), yang terbagi lagi menjadi hipospadial sine, glandular, dan
subcoronal. 70% kasus hipospadia merupakan tipe glandular dan subcoronal.
b. Hipospadia intermediate (derajat II), yang terbagi menjadi distal penis, mid-shaft, dan
proksimal.
c. Hipospadia posterior (derajat III), terbagi menjadi penoscrotal, scrotal, dan perineal. Tipe
penoscrotal dan perineal dapat menyebabkan penderita infertil.

Epidemiologi

Terjadi sekitar 4-6 kasus dari 1.000 bayi laki-laki yang lahir. Di Indonesia rasio hipospadia sekitar
1:300. Hipospadia lebih sering terjadi pada ras kulit putih dibanding kulit hitam.

Etiologi

a. Faktor genetik, seperti janin yang kembar akibat tidak adekuatnya hormon dalam
pembentukan sistem urinarius janin. Bisa juga ada riwayat hipospadia pada keluarga laki-laki
lainnya.
b. Faktor hormonal, kurangnya androgen atau adanya mutasi dari enzim 5-alfa reduktase yang
mengubah testosteron menjadi dihidrotestosteron.
c. Faktor lingkungan.

Faktor Risiko

a. Memiliki ayah dengan riwayat hipospadia (8%) atau saudara laki-laki dengan hipospadia (14%).
b. Assisted reproduction, di mana berkaitan dengan manipulasi hormonal.
c. Pajanan, konsumsi, atau aktivitas yang tinggi estrogen.

Patofisiologi
Normalnya, terjadi proses penentuan jenis kelamin dan perkembangan uretra pada minggu ke-8
hingga minggu ke-15 masa gestasi. Uretra akan terbentuk dengan berfusinya lipatan uretra
sepanjang permukaan ventral penis yang berlanjut ke arah korona bagian distal. Pada hipospadia,
fusi lipatan tidak lengkap sehingga muara uretra bisa berada di mana saja. Selain itu, terdapat
involusi prematur sel interstitial testis yang sedang berkembang.

Tanda dan Gejala

a. Keluhan sulitnya urin keluar memancar.


b. Urin menetes lewat bawah.
c. Jika hipospadia penoskrotal atau perineal, penderita akan buang air kecil dengan posisi
jongkok.
Diagnosis

1. Anamnesis pada saat masih anak-anak.


2. Pemeriksaan fisik.
a) Kulit preputium tipis atau tidak ada.
b) Posisi meatus di bagian proksimal.
c) Skrotum bifida.
d) Adanya chordae, yaitu jaringan parut seperti kipas.
e) Cenderung mengalami UDT, perlu untuk memeriksa skrotum.
3. Pemeriksaan penunjang
a) Kariotyping, untuk memastikan genetik sex penderita.
b) Uteroskopi
c) Sistoskopi

Tatalaksana

a. Jangan langsung mensirkumsisi neonatus yang menderita hipospadia karena kulit preputium
yang tumbuh akan digunakan pada saat rekonstruksi.
b. Dilakukan rekonstruksi sebelum usia sekolah (3 tahun).
c. Apabila terdapat mikropenis, diberikan terapi hormon testosteron.
d. Ortoplasti, yaitu meluruskan penis dengan mengembalikan kurvatura.
e. Chordectomy, untuk menyingkirkan chordae.
f. Uretroplasti, berguna untuk membuat ujung uretra berada di ujung penis.
g. Glansplasti, untuk membentuk kembali konfigurasi glans menjadi lebih alami.

Prognosis dan Komplikasi

Prognosis dari tatalaksana hipospadia baik apabila dilakukan sesuai dengan indikasi. Tetapi,
untuk komplikasi setelah operasi, bisa terjadi fistula uterokutan atau stenosis meatal.
2. Epispadia
Definisi

Suatu kelainan bawaan pada bayi laki-laki, di mana muara uretra terdapat di bagian dorsal penis
atau uretra seperti saluran terbuka.

Klasifikasi

a. Balanica/epispadia kelenjar, jarang terjadi dan mudah direkonstruksi.


b. Epispadia penis.
c. Penopubica epispadia, paling sering terjadi.

Epidemiologi

Epispadia terjadi sekitar 1 dari 120.000 anak laki-laki. Biasanya epispadia ini disertai dengan
anomali saluran kemih. Pada tipe penopubica, terjadi inkontinensia urin sekitar 95%.

Etiologi

a. Adanya gangguan dan ketidakseimbangan hormon pembentukan organ genitalia pria.


b. Genetik, terjadi gangguan sintesis hormon androgen.
c. Faktor lingkungan, adanya zat teratogenik yang menyebabkan mutasi gen.
Tanda dan Gejala

a. Uretra terbuka pada saat lahir dengan posisi di bagian dorsal penis.
b. Penis melengkung ke arah dorsal pada saat ereksi.
c. Terdapat chordae.
d. Adanya inkontinensia urin.

Diagnosis

1. Anamnesis keluhan utama dan penyerta pasien, biasanya disertai inkontinensia urin.
2. Pemeriksaan fisik
a) Uretra terbuka pada saat lahir
b) Ada chordae
3. Pemeriksaan penunjang
a) Radiologis (IVP)
b) USG

Tatalaksana

Untuk tatalaksana dari epispadia ini adalah dengan pembedahan yaitu uretroplasti.
Prognosis dan Komplikasi

Untuk prognosis baik apabila ditatalaksana dengan prosedur yang sesuai. Komplikasi yang
mungkin muncul adalah pseudohemaphroditisme dan adanya rasa malu terhadap kebiasaan
buang air kecil pasien.

3. FIMOSIS

Fimosis adalah penyempitan pada prepusium. Kelainan ini juga menyebabkan bayi/anak
sukar berkemih. Kadang-kadang begitu sukar sehingga kulit prepusium menggelembung
seperti balon. Bayi/anak sering menangis keras sebelum urine keluar.
Fimosis kongenital (kelainan bawaan, true phimosis),
Kulit preputium selalu melekat erat pada glans penis dan tidak dapat ditarik ke belakang
pada saat lahir, namun seiring bertambahnya usia serta diproduksinya hormon dan faktor
pertumbuhan, terjadi proses keratinisasi lapisan epitel dan deskuamasi antara glans penis
dan lapis bagian dalam preputium sehingga akhirnya kulit preputium terpisah dari glans
penis. Hanya sekitar 4% bayi yang seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik ke belakang
penis pada saat lahir, namun mencapai 90% pada saat usia 3 tahun dan hanya 1% laki-laki
berusia 17 tahun yang masih mengalami fimosis kongenital. Walaupun demikian, penelitian
lain mendapatkan hanya 20% dari 200 anak laki-laki berusia 5-13 tahun yang seluruh kulit
preputiumnya dapat ditarik ke belakang penis
Fimosis didapat (fimosis patologik, fimosis yang sebenarnya, true phimosis) timbul
kemudian setelah lahir. Hal ini berkaitan dengan kebersihan (higiene) alat kelamin yang
buruk, peradangan kronik glans penis dan kulit preputium (balanoposthitis kronik), atau
penarikan berlebihan kulit preputium (forceful retraction) pada fimosis kongenital yang
akan menyebabkan pembentukkan jaringan ikat (fibrosis) dekat bagian kulit preputium yang
membuka.

Patofisiologi
Fimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir karena terdapat adesi alamiah antara
preputium dengan glans penis. Hingga usia 3-4 tahun penis tumbuh dan berkembang dan
debris yang dihasilkan oleh epitel preputium (smegma) mengumpul didalam preputium dan
perlahan-lahan memisahkan preputium dari glans penis. Ereksi penis yang terjadi secara
berkala membuat preputium terdilatasi perlahan-lahan sehingga preputium menjadi
retraktil dan dapat ditarik ke proksimal.

Etiologi
Fimosis pada bayi laki-laki yang baru lahir terjadi karena ruang di antara kutup dan penis
tidak berkembang dengan baik. Kondisi ini menyebabkan kulup menjadi melekat pada
kepala penis, sehingga sulit ditarik ke arah pangkal. Penyebabnya bisa dari bawaan dari
lahir, atau didapat, misalnya karena infeksi atau benturan.

Tanda dan gejala fimosis diantaranya :


1. Penis membesar dan menggelembung akibat tumpukan urin
2. Kadang-kadang keluhan dapat berupa ujung kemaluan menggembung saat mulai
buang air kecil yang kemudian menghilang setelah berkemih. Hal tersebut
disebabkan oleh karena urin yang keluar terlebih dahulu tertahan dalam ruangan
yang dibatasi oleh kulit pada ujung penis sebelum keluar melalui muaranya yang
sempit.
3. Biasanya bayi menangis dan mengejan saat buang air kecil karena timbul rasa
sakit.
4. Kulit penis tak bisa ditarik kea rah pangkal ketika akan dibersihkan
5. Air seni keluar tidak lancar. Kadang-kadang menetes dan kadang-kadang
memancar dengan arah yang tidak dapat diduga
6. Bisa juga disertai demam
7. Iritasi pada penis.
DIAGNOSIS
Jika prepusium tidak dapat atau hanya sebagian yang dapat diretraksi, atau menjadi cincin
konstriksi saat ditarik ke belakang melewati glans penis, harus diduga adanya disproporsi
antara lebar kulit preputium dan diameter glans penis. Selain konstriksi kulit preputium,
mungkin juga terdapat perlengketan antara permukaan dalam preputium dengan epitel
glandular dan atau frenulum breve. Frenulum breve dapat menimbulkan deviasi glans ke
ventral saat kulit preputium diretraksi.

KOMPLIKASI
1. Ketidaknyamanan/nyeri saat berkemih
2. Akumulasi sekret dan smegma di bawah preputium yang kemudian terkena
infeksi sekunder dan akhirnya terbentuk jaringan parut.
3. Pada kasus yang berat dapat menimbulkan retensi urin.
4. Penarikan preputium secara paksa dapat berakibat kontriksi dengan rasa nyeri
dan pembengkakan glans penis yang disebut parafimosis.
5. Pembengkakan/radang pada ujung kemaluan yang disebut ballonitis.
6. Timbul infeksi pada saluran air seni (ureter) kiri dan kanan, kemudian
menimbulkan kerusakan pada ginjal.
7. Fimosis merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kanker penis.
Penatalaksanaan
Fimosis didapat (fimosis patologik, fimosis yang sebenarnya, true phimosis) timbu! kemudian
setelah lahir. Hal ini berkaitan dengan kebersihan (higiene) alat kelamin yang buruk, peradangan
kronik gtans penis dan kulit preputium (balanoposthitis kronik), atau penarikan berlebihan kulit
preputium (forceful retraction) pada fimosis kongenital yang akan menyebabkan pembentukkan
jaringan ikat (fibrosis) dekat bagian kulit preputiurn yang membuka. Fimosis kongenital seringkali
menimbulkan fenomena ballooning, yakni kulit preputium mengembang saat berkemih karena
desakan pancaran air seni tidak diimbangi besarnya tubang di ujung preputium. Fenomena ini
akan hilang dengan sendirinya, dan tanpa adanya fimosis patologik, tidak selalu menunjukkan
adanya hambatan (obstruks) air seni. Selama tidak terdapat hambatan aliran air seni, buang air
kecil berdarah (hematuria), atau nyeri preputium, fimosis bukan merupakan kasus gawat darurat.

4. UNDESENSUS TESTIS
1. DEFINISI

Undescended testis (UDT) atau kryptorkismus merupakan kondisi ketika testis tidak
berada di dalam kantong skrotum, tetapi berada di salah satu tempat sepanjang jalur
penurunan testis yang normal. UDT adalah kelainan kongenital tersering yang ditemukan
pada anak laki-laki.

2. EPIDEMIOLOGI
Insidens dari UDT bisa mencapai 3-6% pada bayi yang lahir cukup umur dan bisa
meningkat menjadi 30% pada bayi prematur. Dua pertiga kasus mengalami UDT unilateral.

3. PATOFISIOLOGI/ETIOLOGI
A. Abnormalitas gubernakulum testis
Penurunan testis dipandu oleh gubernakulum. Massa gubernakulum yang besar
akan mendilatasi jalan testis, kontraksi, involusi, dan traksi serta fiksasi pada
skrotum akan menempatkan testis dalam kantong skrotum. Ketika testis telah
berada di kantong skrotum gubernakulum akan diresorbsi.
B. Defek intrinsik testis
Maldesensus dapat disebabkan disgenesis gonadal dimana kelainan ini membuat
testis tidak sensitif terhadap hormon gonadotropin.
C. Defisiensi stimulasi hormonal/endokrin
Hormon gonadotropin maternal yang inadequat menyebabkan desensus inkomplet.
Tingginya kriptorkismus pada prematur diduga terjadi karena tidak adekuatnya HCG
menstimulasi pelepasan testosteron masa fetus akibat dari imaturnya sel Leydig dan
imaturnya aksis hipothalamus-hipofisis-testis.
4. FAKTOR RESIKO
A. BBLR (kurang 2500 mg)
B. Ibu yang terpapar estrogen selama trimester pertama
C. Kelahiran ganda (kembar 2, kembar 3)
D. Lahir prematur (umur kehamilan kurang 37 minggu)
E. Berat janin yang dibawah umur kehamilan.
F. Mempunyai ayah atau saudara dengan riwayat UDT

5. GEJALA KLINIS

Pasien biasanya dibawa berobat ke dokter karena orang tuanya tidak menjumpai testis
di kantong skrotum, sedangkan pasien dewasa mengeluh karena infertilitas. Kadang-kadang
merasa ada benjolan di perut bagian bawah yang disebabkan testis maldesensus mengalami
trauma, mengalami torsio, atau berubah menjadi tumor testis.

6. PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS


A. Anamnesis
Tidak adanya satu atau dua testis dalam skrotum. Pasien dapat mengeluh nyeri testis
karena trauma, misal testis terletak di atas simpisis ossis pubis. Pada anamnesis,
tentukan:
Tentukan apakah tesetis pernah teraba di skrotum atau tidak
Riwayat operasi daerah inguinal
Riwayat prenatal: terapi hormonal pada inu, kehamilan kembar, prematuritas
Riwayat keluarga: UDT, hipospadia, infertilitas, pubertas prekoks
B. Pemeriksaan fisik meliputi :
1. Penentuan lokasi testis.
2. Penentuan apakah testis palpabel.
Bila palpable, ada beberapa kemungkinan yaitu testis retraktil, UDT, testis ektopik,
serta sindrom ascending testis. Bila impalpable, kemungkinannya ialah
intrakanalikuler, intraabdominal, atrofi testis, dan agenesis

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dilakukan bila testis impalpable atau meragukan beberapa modalitas penunjang
diperlukan. Seperti:
A. Pemeriksaan laboratorium
- Pada pasien 3 bulan atau kurang dilakukan pemeriksaan LF, FSH, dan testosteron
untuk menentukan ada testis atau tidak
- Pada pasien diatas 3 bulan dapat dilakukan tes stimulasi hCG
B. Pemeriksaan imajing
Pemeriksaan USG, CT, dan MRI dapat mendeteksi daerah inguinal, akan tetapi testis
didaerah ini juga cukup palpable. Akurasi USG dan CT akan menurun menjadi 0-50%
pada kasus testis intraabdomen, sedangkan MRI memiliki akurasi mencapai 90%.

8. DIAGNOSIS BANDING
A. Testis retraktil
B. Anorkismus
C. Testis atrofi
D. Testis ektopik

9. PENATALAKSANAAN
Pada prinsipnya testis yang tidak berada di skrotum harus diturunkan ke tempatnya,
baik dengan cara medikamentosa maupun pembedahan. Dengan asumsi bahwa jika
dibiarkan, testis tidak dapat turun sendiri setelah usia 1 tahun sedangkan setelah usia 2
tahun terjadi kerusakan testis yang cukup bermakna, maka saat yang tepat untuk
melakukan terapi adalah pada usia 1 tahun. Medikamentosa Obat yang sering
dipergunakan adalah hormon hCG yang disemprotkan intranasal.
- Operasi
Tujuan operasi pada kriptorkismus adalah:
A. Mempertahankan fertilitas
B. Mencegah timbulnya degenerasi maligna
C. Mengurangi resiko cidera khususnya bila testis terletak di tuberkulum pubik
D. Mencegah kemungkinan terjadinya torsio testis
E. Melakukan koreksi hernia
F. Psikologis

Operasi yang dikerjakan adalah orkidopeksi yaitu meletakkan testis ke dalam


skrotum dengan melakukan fiksasi pada kantong sub dartos.

5. PARAPHYMOSIS
1. DEFINISI

Parafimosis adalah prepusium penis yang diretraksi sampai di sulkus koronarius tidak
dapat dikembalikan pada kedaan semula dan timbul jeratan pada penis di belakang sulkus
koronarius.

2. PATOFISIOLOGI
Menarik (retraksi) prepusium ke proksimal biasanya dilakukan pada saat
bersenggama/masturbasi atau setelah pemasangan kateter. Jika prepusium tidak dikembalian
ke tempat semula, menyebabkan gangguan aliran balik vena superfisial sedangkan aliran arteri
tetap berjalan normal. Hal ini menyebabkan edema glans penis dan dirasakan nyeri. Jika
dibiarkan bagian penis di sebelah distal jeratan makin membengkak yang akhirnya bisa
mengalami nekrosis glans penis.

3. DIAGNOSIS
Diagnosis parafimosis dibuat berdasarkan pemeriksaan fisis, yaitu didapatkan prepisium
yang tidak dapat diretraksi kembali.

4. TERAPI
A. Prepusium diusahakan untuk dikembalikan secara normal dengan teknik memijat glans
selama 3-5 menit. Diharapkan edema berkurang dan secara perlahan-lahan prepusium
dikembalikan pada tempatnya.
B. Jika tidak berhasil, maka dilakukan dorsum insisi pada jeratan sehingga prepisiun dapat
dikembalikan pada tempatnya. Setelah edema dan proses inflamasi menghilang pasien
dianjurkan untuk menjalani sirkumsisi

KELAINAN KONGENITAL PADA REPRODUKSI PEREMPUAN

1. HIMEN IMPERFORATA
PENGERTIAN
Himen imperforata adalah kelainan kongenital yang relatif jarang terjadi, di mana membran
himen menutupi lubang vagina sehingga haematocolpos, yang sering menyebabkan sakit perut
pada anak perempuan remaja. Penderita yang mengalami himen imperforata frekuensinya tidak
begitu banyak, yaitu 1 dalam 4000 kelahiran

ETIOLOGI
Penyebabnya mungkin berhubungan dengan kegagalan apoptosis karena sinyal genetik dikirim,
atau mungkin berkaitan dengan lingkungan hormonal yang tidak pantas. Selain itu mungkin
karena warisan familial

GEJALA KLINIS

a. Hematokolpos
Terjadi timbunan darah di vagina
Himen berwarna kebiruan dan menonjol karena timbunan darah
b. Hematometra
Timbunan di dalam rahim
Terasa sesak, tekan bagian bawah,nyeri terutama saat menstruasi
Dapat diraba di atas sympisis berupa tumor padat dan teraba nyeri
c. Hematosalping
Timbunan darah pada tuba fallopi. Darah ini dapat mencapai ruangan abdomen
d. Hymen Buldging
Darah yang terkumpul di dalam vagina (hematokolpos) menyebabkan hymen tampak kebiru-
biruan dan menonjol (hymen buldging) akibat meregangnya membran mukosa hymen. Keluhan
yang timbul pada pasien adalah rasa nyeri, kram pada perut selama menstruasi dan haid tidak
keluar.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. USG
Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis himen imperforata dapat dilakukan
pemeriksaan USG untuk menentukan ada dan luasnya perdarahan di uterus, tuba, dan
rongga perut.
b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI dapat memberikan pencitraan yang terbaik dari jaringan seperfisial dan jaringan yang lebih
dalam. MRI dapat mengklarifikasi hasil pemeriksaan USG mengenai cavum uterus, dan dapat
memeriksa struktur subperitoneal serta dapat mendeteksi adanya serviks uteri.

PENATALAKSANAAN

Himenektomi

Dibuka secara bedah untuk memungkinkan drainase mukokolpos atau hematokolpos atau
kedua-duanya. Pada bayi dan anak anak bagian sentral selaputnya dieksisi. Pada anak yang
lebih tua dengan darah menstruasi yang tertahan, suatu bagian yang menyerupai baji dari pars
posterior himen diambil.

2. VAGINA
a. Septum vagina
Sekat sagital di vagina dapat ditemukan dibagian atas vagina. Tidak jarang hal ini ditemukan
dengan kelainan pada uterus, oleh karena ada gangguan dalam fusi atau kanalisasi kedua
duktus muleri.
Pada umum kelainan ini tidak menimbulkan keluhan pada yang bersangkutan, dan baru
ditemukan pada pemeriksaan ginekologik. Darah haid juga keluar secara normal. Disperuani
dapat timbul, meskipun biasanya septum itu tidak dapat mengganggu koitus.
Pada persalinan septum tersebut dapat robek spontan atau perlu disayat dan diikat. Tindakan
tersebut dilakukan pula bila ada dispareuni.

b. Aplasia dan atresia vagina


Pada alpasia vagina kedua duktus mulleri mengadakan fusi, akan tetapi tidak berkembang dan
tidak mengadakan kanalisasi, sehingga bila ditemukan jaringan yang tebal saja. Pada umumnya
bila dijumpai alpasia vagina maka sering pula ditemukan uterus yang rudimeter(mengecil).
Pada alpasia vagina tidak ada vagina. Dan tempatnya introitus vagina hanya terdapat cekungan
yang dangkal atau yang agak dalam.
Disini terapi terdiri atas pembutan vagina baru. Beberapa metode telah dikembangkan untuk
keperluan itu. Ini sebabnya pada saat wanita yang bersangkutan akan menikah. Dengan
demikian vagina baru dapat digunakan dan dapat dicegah bahwa vagina buatan akan
meyempit.
Pada atresia vagina terdapat gangguan dalam kanalisasi, sehingga terbentuk suatu septum yang
horisontal, septum itu dapat ditemukan pada bagian proksimal vagina, akan tetapi bisa juga
pada bagan bawah, diatas hymen (atresia retrohinalis).
Bila penutupan vagina itu menyeluruh, menstruasi timbul tetapi darah haid tidak keluar.
Terjadilah hematokolpos yang dapat mengakibatkan hematometra dan hematosalpink.
Penanganan hemotokolpos sudah bibahas dalam pembiaraan tentang atresia himenalis.
Bila penutupan vagina tidak menyeluruh, tidak akan timbul kesulitan, kecuali mungkin pada
partus kala dua.

c. Kista vagina
1) Pengertian
Kista vagina adalah suatu kantong tertutup pada dinding atau bagian bawah dinding vagina
yang berisi cairan atau bahan semi padat. Kista terjadi akibat tersumbatnya kelenjar atau
salurannya sehingga cairan terkumpul di dalamnya. Kista di vagina biasanya tidak nyeri.
Ukurannya bervariasi mulai dari seukuran kacang sampai seukuran buah plum. Sedangkan Kista
inklusi terjadi akibat trauma seperti akibat tindakan operasi. Kista Gartner merupakan salah
satu kista di vagina. Kista ini berasal dari sisa saluran saat janin dalam perkembangan yang
awalnya membesar kemudian menghilang. Tetapi kadang-kadang kista ini lumayan membesar
sehingga terlihat dari luar vagina. Kista vagina biasanya tidak bergejala. Jika bergejala, maka
gejalanya hanya berupa pembengkakan kecil di dinding vagina, massa tumor keluar dari liang
vagina atau nyeri saat melakukan hubungan seksual.
Kista vagina kadang hilang dengan sendirinya. Jika tidak hilang, maka perlu dilakukan tindakan
operasi untuk membuangnya. Setelah operasi maka kista biasanya tidak akan kambuh. Kista ini
sering ditemukan secara tidak sengaja saat dilakukan pemeriksaan panggul, dimana terlihat
atau teraba adanya tumor di dinding vagina. Biasanya dilakukan biopsi untuk menentukan
apakah tumor jinak atau ganas. Justru jika lokasi kista dekat dengan kandung kemih atau
salurannya, maka dilakukan pemeriksaan rontgen untuk memastikan kedua organ tersebut
tidak terkena.

2) Klasifikasi Kista Vagina


a) Kista Inklusi
Ditemukan di vulva, vagina atau perineum
I. Definisi
Suatu kantong tertutup pada dinding atau bagian bawah dinding vagina yang berisi cairan atau
bahan semi padat. Kista terjadi akibat tersumbatnya kelenjar atau salurannya sehingga cairan
terkumpul didalamnya.

II. Etiologi
Merupakan salah satu jenis kista yang biasanya terjadi di bagian vagina dan biasanya terjadi
akibat trauma seperti akibat tindakan operasi.
III. Gejala
Gejalanya hanya berupa pembengkakan kecil di dinding vagina, massa tumor keluar dari liang
vagina atau nyeri pada saat melakukan hubungan seksual.
IV. Pemeriksaan
a. Jika gejala-gejala yang timbul tidak hilang maka lakukan operasi.
b. Setelah operasi simak kista biasanya tidak akan kambuh.
c. Dilakukan pemeriksaan panggul.
d. Raba adanya tumor di dinding vagina.
b. Dilakukan biopsi untuk menentukan apakah tumor jinak atau ganas.
c. Jika lokasi kista dekat dengan kandung kemih atau salurannya maka dilakukan pemeriksaan
rontgen untuk memestikan ke dua organ tidak terkena.
b) Kista Duktus Gardner
I. Definisi
Kista yang terletak di dinding vagina (duktus gartner) yang berisi cairan atau bahan semi solid.
II. Etiologi
Kista gartner berkembang di daerah duktus gartner, biasanya di dinding vagina. Duktus ini aktif
saat perkembangan janin namun biasanya menghilang setelah lahir. Pada beberapa kasus,
sebagian duktus ini terisi cairan yang berkembang menjadi kista.
III. Gejala
Ganjalan di dinding vagina dan rasa tidak nyaman saat berhubungan seksual.
IV. Pemeriksaan
a. Pada saat pemeriksaan pelvis dapat dirasakan adanya tonjolan atau masa di dinding vagina.

b. Biopsy kadang dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan kanker vagina, terutama jika
teraba keras.
c. Jika kista berlokasi dibawah uretra atau vesika urinaria, pemeriksaan radiologi mungkin
dilakukan untuk memastikan dan menyakinkan bahwa kista tidak melibatkan struktur-struktur
ini.
3) Penyebab Kista Vagina
1. Riwayat kista vagina terdahulu
2. Siklus haid tidak teratur
3. Menstruasi di usia dini (11 tahun atau lebih muda)
4. Kista vagina terjadi akibat tersumbatnya kelenjar atau salurannya sehingga cairan terkumpul
di dalamnya.

4) Patofisiologi Kista Vagina


Tumor ini berasal dari epitel permukaan ovarium invaginasi yang sederhana dari epitel germinal
sampai ke invaginasi disertai permukaan ruangan kista yang luas terjadi pembentukan papil-
papil kearah dalam tumor kistik.

5) Etiologi Kista Vagina


Faktor yang menyebabkan gajala kista meliputi;
1. Gaya hidup tidak sehat.
2. Konsumsi makanan yang tinggi lemak dan kurang serat
3. Zat tambahan pada makanan
4. Kurang olah raga
5. Merokok dan konsumsi alcohol
6. Terpapar dengan polusi dan agen infeksius
7. Sering stress
8. Faktor Genetik
6) Penanganan
Yaitu pengangkatan kista dengan pengupasan kulitnya

3. Uterus dan tuba fallopi


Kelainan yang timbul pada uterus dan tuba adalah kelainan yang timbul pada pertumbuhan
duktus Mulleri berupa tidak terbentuknya satu atau kedua duktus, gangguan dalam kedua
duktus, dan ganggun dalam kanalisasi setelah fusi. Sering disertai kelainan traktus urinarius,
tapi ovum normal.
a) Gagal dalam pembentukan ;
Apabila satu duktus Mulleri tdk terbentuk uterus unikornis ( vagina dan serviks normal tapi
uterus hanya mempunyai 1 tanduk serta 1 tuba. Biasanya hanya terdapat 1ovarium dan 1
ginjal). Jika kedua duktus Mulleri tidak terbentuk uterus dan vagina tidak ada (kecuali 1/3
bgn bawah), tuba tidak terbentuk atau rudimenter.
b) Gangguan dalam mengadakan fusi ;
kegagalan untuk bersatu seluruhnya atau sebagian dari kedua duktus Mulleri. Dapat dijumpai
kelainan sbb :
i. Uterus t.a 2 bgn yg simetris :
1. Uterus septus
2. Uterus subseptus
3. Uterus bikornis unikollis
4. Uterus bikornis bikollis (uterus didelphys)
5. Uterus arkuatus
ii. Uterus t.a 2 bgn yg tdk simetris :
Disini 1 duktus Mulleri berkembang normal, akan tetapi yang lain mengalami keterlambatan
dalam pertumbuhannya.
a. Ovarium
Tidak adanya kedua atau satu ovarium merupakan Hal yang jarang terjadi. Biasanya tuba tidak
ada juga dan kadang-kadang didapatkn ovarium tambahan namun ovarium ini kecil dan terletak
jauh dari ovarium yang normal.
b. Sistem genitalia dan sistem traktus urinarium
Dua sistem ini dalam pertumbuhannya mempunyai hubungan yang dekat, sehingga dapat
terjadi kelainan dalam pertumbuhan yang mengenai kedua sistem tersebut.termasuk dalam hal
ini kloaka persistens apabila tidak terbentuk septum urorektale; ekstrofi kandung kencing
dengan vagina terdorong kedepan didaerah suprapublik, dan klitoris terbagi 2 karena dinding
perut bagian bawah tidak terbentuk.
Kelainan pada sistem reproduksi karena keadaan tidak normal atau karena pengaruh hormonal
1. Kelainan karena kromosom yang abnormal
a. Sindrom Turner (Disgenesis Gonad) dimana tidak ditemukan sel-sel kelamin primordial, dan
tdk ada pertumbuhan korteks atau medulla pada gonad.
b. Ciri-cirinya pendek (< 150 cm), amenorea primer dan nevus di kulit cukup banyak. Kelamin
sekunder tidak tumbuh, genitalia eksterna kurang tumbuh tapi kecerdasan normal. Susunan
kromosom : 44 otosom dan I kromosom X (seks) 45-XO
c. Superfemale ; terjadi 1 diantara 1000 kelahiran bayi wanita dan disebabkan karena non-
dysjunction. Ciri-cirinya perwakan seperti wanita biasa, perkembangan seks normal, tidak
infertil, hanya kecerdasannya seringkali rendah. Kariotipenya 47-XXX
d. Sindroma Kleinefelter ; sindrom ini ditemukan pada penderita dengan fenotipe pria. Pada
masa pubertas tumbuh ginekomasti. Genitalia eksterna tumbuh dengan baik, ereksi dan koitus
umumnya dapat berjalan dengan baik. Testis dalam keadaan atrofi, terdapat azoospermi.
Keluhn ginekomasti dapat diterapi dengan tindakan operasi.
e. Hermafrodistismus ; jarang dijumpai. Terdapat jaringan testis pada sisi yang satu dan jaringan
ovarium pada sisi yg lain. Sebagian besar dari penderita menunjukkan kromatin seks dan
gambaran kariotipe wanita. Kariotipe antara lain 46-XX atau 46-XY
f. Sindroma Down (Trisomi 21) ; ditemukan 1 per 670 janin lahir hidup akibat kromosom
otosom yg abnormal. Kejadian makin meningkat dengan makin tuanya ibu. Disebabkan karena
adanya translokasi pada kromosom 21. Ciri-cirinya menunjukkan kecerdasan yang rendah,
seringkali mulut terbuka dengan lidah yang menonjol, oksiput dan muka gepeng.
g. Sindrom Edwards (Trisomi 18) : ciri-cirinya pertumbahan anak lambat, kepalanya
memanjangdgn kelainan pada kepala, sering ada kelainan jantung dan dada dgn sternum
pendek.

h. Sindrom Patau (Trisomi 13) : Ciri-cirinya BBLR, pertumbuhannya lambat, palatoskisis dan
labioskisis, mikrosefali dan polidaktili. Sering pula ditemukan kelainan jantung.

2. Kelainan karena pengaruh hormonal


a. Maskulinisasi pada wanita dgn kromosom dan gonad wanita
Sering disebut sebagai sindrom adrogenital kongenital (congenital adrenal hiperplasia).
Disebabkan pengaruh virilisasi oleh androgen yang dibuat sebagai hasil gangguan dari
metabolisme pada glandula adrenal. Karena gangguan itu androgen dibuat berlebihan pada
janin.
Ciri-cirinya : pada bayi ditemukan lipatan labium mayus kanan dan kiri menjadi satu dan klitoris
membesar. Di dalam lipatan yg menyerupai skrotum tidak ditemukan kelenjar kelamin. Uterus,
tuba dan ovarium tampak normal. Androgen tdk mempengaruhi tumbuhnya alat genitalia janin
wanita
b. Sindrom feminisasi Testikuler
Suatu kelainan pada seseorang dgn genotipe pria dan fenotipe wanita, dan dengan genitalia
eksterna seperti pada wanita.
Penyebabnya gangguan metabolisme endokrin pada janin, dimana tidak ada kepekaan
jaringan alat-alat genital terhadap androgen yg dihasilkan secara normal oleh testis janin.
Ciri-cirinya : mempunyai ciri-ciri khas wanita tetapi tidak mempunyai genitalia interna wanita,
dan terdapat testis yang tidak berkembang ditemukan di rongga abdomen, kanalis inguinalis
atau di labium mayus. Testis tidak menunjukkan spermatogenesis. Sebagian besar berwajah
wanita, tinggi , pertumbuhan pannukulus adiposus normal dan pertumbuhan mammae baik.
Rambut pubis kurang atau tidak ada demikian pula rambut ketiak, vagina pendek dan menutup.
Kelenjar kelamin hanya mengandung jaringan testis yang rudimenter dan kemungkinan akan
menimbulkan neoplasma oleh sebab itu harus diangkat jika sudah dewasa.

2.3 Penatalaksanaan kelainan sistem reproduksi


Penatalaksanaan meliputi :
1. Anamnese dan pemeriksaan
a. Anamnesa
a) Anamnese : Secara rutin ditanyakan : umur penderita, sudah menikah atau belum, paritas,
siklus haid, penyakit yang pernah diderita, terutama kelainan ginekologik serta pengobatannya,
dan operasi yang pernah dialami.
b) Gejala-gejala penyakit ginekologi yang paling sering adalah :
1. Perdarahan
2. Rasa nyeri
3. Pembengkakan
c) Dalam anamnese yang perlu ditanyakan :
1. Riyawat penyakit umum
2. Riwayat obstetrik
3. Riwayat ginekologik
4. Riwayat haid
5. Keluhan sekarang
6. Perdarahan yaitu Lamanya, banyaknya, hubungan dengan haid ?
Menoragia, hipermenore, hipomenore oligomenore, polimenore, metroragia
d) Perdarahan setelah haid terlambat :
1. Abortus
2. Mola hidatidosa
3. Kehamilan ektopik
e) Perdarahan setelah koitus :
1. Karsinoma serviks
2. Polip serviks
3. Erosi porsio
4. Perlukaan himen, forniks posterior

f) perdarahan pada masa menopause


1. Karsinoma endometrium
2. Karunkula uretralis
3. Vaginitis / endometritis senilis
4. Pemakaian pessarium yang lama
5. Polip serviks
6. Erosi porsio
7. Pengobatan hormonal
8. Fluor albus (leukorea)
i. Lama, terus menerus/waktu tertentu, banyaknya, baunya, disertai gatal atau nyeri ?
ii. Normal : kehamilan, menjelang / setelah haid, waktu ovulasi, rangsangan seksual
iii. Patologik : mengganggu, ganti celana berkali kali disertai gatal atau nyeri, berbau.
iv. Dismenore, nyeri diperut bagian bawah / pinggang, mules, ngilu, ditusuk tusuk
v. Mengganggu pekerjaan sehari hari, hilang dgn obat ? Menjelang, sewaktu atau setelah haid ?
g) Rasa nyeri ; dismenorea, dispareunia, nyeri perut, nyeri pinggang
i. Dispareunia kel.organik atau psikologik ? Organik : vagina sempit, peradangan/ luka,
adneksitis, parametritis, endometriosis
ii. Nyeri perut : kel.Letak uterus, neoplasma, peradangan akut / kronik, ruptur tuba, abortus
tuba torsi kista ovarium, putaran tangkai mioma subserosum, KET.
iii. Nyeri pinggang : parametritis fibrosis ligamentum Kardinale dan ligamentum Sakrouterinum,
kel.ortopedik, persalinan lama dan keletihan otot otot panggul
h) Miksi (keluhan BAK)
i. Apakah disertai nyeri, sering kencing, retensi urin, kencing tidak lancar, kencing tidak tertahan
ii. Disuri : nyeri waktu kencing, nyeri Suprapubis, kencing sering
iii. Retensi urin : retrofleksio, uteri gravid, mioma uteri, kista ovarium, sistokel, post partum,
post op daerah vagina / perineum / rektal.
iv. Inkontinensia urin / stress incontinence :
v. Penderita dapat menahan air kencing => jika tekanan Intrabdominal meningkat (batuk,
bersin, tertawa keras, mengangkat barang berat) maka urin menetes yang tak dapat ditahan =>
sistokel, ofisium urethrae internum yang lebar.
i) Defekasi (keluhan BAB)
i. Apakah ada nyeri defekasi
ii. Feses encer + lendir, nanah, darah
iii. Fistula rektovaginalis , feses dari kemaluan
iv. Ruptur perineum tk.III , tidak dapat menahan keluarnya feses M. Sfingter ani eks.putus
2. Pemeriksaan :
a. Pemeriksaan umum ; tanda vital, bentuk tubuh (gemuk atau kurus), keadaan jiwa penderita,
mata (anemis), kelenjar gondok (struma), jantung, paru dll
b. Pemeriksaan payudara ; kelainan endokrin, gravid dan karsinoma mammae
c. Pemeriksaan perut ; Inspeksi, palpasi, Perkusi dan Auskultasi
d. Pemeriksan abdominal
i. Pasien posisi supinasi
ii. Relaks, bantal kepala
iii. Abdomen tidak tegang
iv. Inspeksi abdomen : massa, pembesaran organ, asites,
v. Palpasi : 4 kuadran => menurut arah jarum jam
vi. Massa : ukuran/besarnya, batas, permukaan, konsistensi
vii. Ukuran dan bentuk hepar, limpa, omental cake
viii. Perkusi : nyeri ketok ?
ix. Pasien : inspirasi/ekspirasi pada pem. Hepar
x. Auskultasi : bising usus

e. Pemeriksaan Ginekologik :
Hasil dari pemeriksaan yang dilakukan dibuat dalam catatan-catatan khusus yg disebut status
ginekologis
Ginecologycal investigations
Noninvasive
i. Cytology
ii. Biochemistry (e.g. tumor markers)
iii. Microbiology
iv. Colposcopy
v. Hormonal assay
vi. Ultrasound
vii. Radiology
Invasive
i. Dilatation and curretage
ii. Biposy (punch, cone, endometrial)
iii. Hysterosalpingography
iv. Laparoscopy
v. Hysteroscopy
vi. Laparotomy
f. Periksa dalam vagina (bimanual)
i. Jari telunjuk dan jari tengah dimasukkan ke dalam vagina di daerah forniks posterior, tangan
lain di luar, di bawah umbilikus
ii. Vagina, forniks dan serviks dipalpasi
iii. Pemeriksaan bimanual nilai uterus : besar, ukuran, bentuk, posisi, konsistensi
iv. Adneksa kiri, kanan : pembesaran besar, ukuran, bentuk, konsistensi, mobilitas, sensitivitas
v. Pemeriksaan rektal rutin pada wanita menopause
vi. Nilai : sfingter ani, mukosa usus, massa hemoroid

g. Pemeriksaan penunjang/pre-op
Pemeriksaan laboratorium ;
a. Hemoglobin (Hb) (Mioma uteri, karsinoma serviks, KET, Anemia)
b. Jumlah lekosit/led : peradangan atau neoplasma
c. Plano tes
d. Gula darah, fungsi ginjal, fungsi hati
e. Paps Smear
f. Foto thoraks
g. USG

Persiapan pre operatif


a. Pemeriksaan Lab. dan pemeriksaan tambahan
b. Kesiapan mental/Berdoa
c. Persiapan Keuangan
d. Puasa
e. Colon Schema/Klisma tinggi
f. Obat (obgin dan Anestesi) dan benang
g. Informed consent
h. Persetujuan tindakan (Suami, ORTU dan penderita)
Pemantauan post operatif
a. Pengawasan tanda vital
b. Pengawasan keseimbangan cairan
c. Pemberian terapi parenteral
d. Pemberian nutrisi enteral/oral
e. Penyembuhan luka operasi
f. Mobilisasi penderita

Anda mungkin juga menyukai