Anda di halaman 1dari 12

PROPOSAL

PENGARUH PERUBAHAN SUHU AIR MENDADAK


TERHADAP PERILAKU IKAN MAS KOMET (Carassius auratus)

Disusun oleh Kelompok VII :


Hilma Eka Masitoh ( 12306141033)
Arif Sudrajat ( 12306141034 )
Husnul Amri ( 12306141035 )
Yoko Jimmy Panjaitan ( 12306141036 )
Rachmat Yudha Koswara ( 12306141037 )
Roihan Yahya ( 12306141038 )

PROGRAM STUDI FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2012
PROPOSAL
PENGARUH PERUBAHAN SUHU AIR MENDADAK
TERHADAP PERILAKU IKAN MAS KOMET (Carassius auratus)

A. Topik
Pengaruh perubahan suhu mendadak terhadap perilaku ikan Mas Komet
(Carassius auratus).

B. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah mahasiswa dapat mengetahui :
1. Perubahan gerakan operculum Ikan Mas Komet (Carassius auratus)
terhadap perubahan suhu air mendadak.
2. Respon tingkah laku Ikan Mas Komet (Carassius auratus) akibat perubahan
suhu air mendadak.

C. Dasar Teori
Keberhasilan suatu organisme untuk bertahan hidup dan
bereproduksi mencerminkan keseluruhan toleransinya terhadap seluruh
kumpulan variabel lingkungan yang dihadapi organisme tersebut
(Campbell. 2004; 288). Artinya bahwa setiap organisme harus mampu
menyesuaikan diri terhadap kondisi lingkungannya. Adaptasi tersebut
berupa respon morfologi, fisiologis dan tingkah laku. Pada lingkungan
perairan, faktor fisik, kimiawi dan biologis berperan dalam pengaturan
homeostatis yang diperlukan bagi pertumbuhan dan reproduksi biota
perairan (Tunas. 2005;16).
Suhu merupakan faktor penting dalam ekosistem perairan (Ewusie.
1990; 180). Kenaikan suhu air dapat akan menimbulkan kehidupan ikan dan
hewan air lainnya terganggu (Kanisius. 1992; 22). Menurut Soetjipta (1993;
71), Air memiliki beberapa sifat termal yang unik, sehingga perubahan suhu
dalam air berjalan lebih lambat dari pada udara. Selanjutnya Soetjipta
menambahkan bahwa walaupun suhu kurang mudah berubah di dalam air
daripada di udara, namun suhu merupakan faktor pembatas utama, oleh
karena itu mahluk akuatik sering memiliki toleransi yang sempit.
Ikan merupakan hewan ektotermik yang berarti tidak menghasilkan
panas tubuh, sehingga suhu tubuhnya tergantung atau menyesuaikan suhu
lingkungan sekelilingnya (Hoole et al, dalam Tunas. 2005; 16). Sebagai
hewan air, ikan memiliki beberapa mekanisme fisiologis yang tidak dimiliki
oleh hewan darat. Perbedaan habitat menyebabkan perkembangan organ-
organ ikan disesuaikan dengan kondisi lingkungan (Yushinta. 2004: 14).
Secara kesuluruhan ikan lebih toleran terhadap perubahan suhu air,
beberapa spesies mampu hidup pada suhu air mencapai 29 0C, sedangkan
jenis lain dapat hidup pada suhu air yang sangat dingin, akan tetapi kisaran
toleransi individual terhadap suhu umumnya terbatas(Sukiya. 2005; 9)
Ikan yang hidup di dalam air yang mempunyai suhu relatif tinggi akan
mengalami kenaikan kecepatan respirasi (Kanisius. 1992; 23). Hal tersebut
dapat diamati dari perubahan gerakan operculum ikan. Kisaran toleransi
suhu antara spesies ikan satu dengan lainnya berbeda, misalnya pada ikan
salmonid suhu terendah yang dapat menyebabkan kematian berada tepat
diatas titik beku, sedangkan suhu tinggi dapat menyebabkan gangguan
fisiologis ikan (Tunas. 2005; 16-17).
Hewan air akan memberikan respon fisiologis terhadap perubahan
lingkungannya sebagai tempat hidupnya. Perubahan suhu dari keadaan
normal menjadi lebih panas atau lebih dingin di suatu perairan dapat
dipengaruhi oleh keadaan alam seperti pemanasan oleh matahari,
perubahan musim, gejala pergeseran dasar perairan, letusan gunung
merapi bawah laut dan sebagainya. Setiap jenis ikan biasanya mempunyai
kisaran suhu di perairan yang cocok . Dalam keadaan suhu normal tingkah
laku ikan akan berjalan dengan normal juga. Namun bila terjadi perubahan
suhu, respon yang diberikan oleh ikan akan menunjukkan penyesuaian
metabolisme tubuhnya terhadap lingkungan untuk mempertahankan
kehidupannya. Respon yang diperlihatkan oleh ikan biasanya berupa
perubahan tingkah laku maupun pergerakan ikan.
Ikan memiliki derajat toleransi terhadap suhu dengan kisaran tertentu
yang sangat berperan bagi pertumbuhan, inkubasi telur, konversi pakan dan
resistensi terhadap penyakit (Tunas. 2005;16). Selanjutkan Tunas
menambahkan bahwa ikan akan mengalami stres manakala terpapar pada
suhu di luar kisaran yang dapat ditoleransi.
Suhu tinggi tidak selalu berakibat mematikan tetapi dapat
menyebabkan gangguan status kesehatan untuk jangka panjang. Misalnya
stres yang ditandai tubuh lemah, kurus, dan tingkah laku abnormal,
sedangkan suhu rendah mengakibatkan ikan menjadi rentan terhadap
infeksi fungi dan bakteri patogen akibat melemahnya sistem imun (Tunas.
2005;16-17). Pada dasarnya suhu rendah memungkinkan air mengandung
oksigen lebih tingi, tetapi suhu rendah menyebabkan stres pernafasan pada
ikan berupa penurunan laju respirasi dan denyut jantung sehingga dapat
berlanjut dengan pingsannya ikan-ikan akibat kekurangan oksigen.
Penelitihan oleh Kuzmina et al. (1996 dalam Tunas. 2005)
menunjukkan bahwa suhu perairan sangat berpengaruh terhadap laju
metabolisme dan proses-proses biologis ikan. Ditunjukkan bahwa aktivitas
enzim pencernaan karbohidrase sangat dipengaruhi oleh suhu, aktivitas
protease tertinggi dijumpai pada musim panas, adapun aktivitas amilase
tertinggi dijumpai pada musim gugur (Hofer, 1979a ; 1979b dalam Tunas.
2005; 18).
Menurut Kanisius (1992; 23) suhu air yang relatif tinggi dapat ditandai
antara lain dengan munculnya ikan-ikan dan hewan air lainnya ke
permukaan untuk mencari oksigen.
Menurut Lingga dan Susanto dalam Chui et al. (2009), taksonomi
Maskomet antara lain:
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Sub kelas : Teleostei
Ordo : Ostariphisysoidei
Sub ordo : Cyprinoidea
Famili : Cyprinidae
Genus : Carassius
Spesies : Carassius auratus
Menurut Iskandar (2004), Maskomet memiliki bentuk tubuh yang
unik dan sisik yang sangat menarik. Maskomet tergolong ke dalam jenis
ikan yang mudah menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang baru. Bentuk
tubuh Maskomet agak memanjang dan pipih tegak (compressed) dan
mulutnya terletak di ujung tengah (terminal) dan dapat disembulkan
(protaktil). Bagian ujung mulut memiliki dua pasang sungut. Di ujung dalam
mulut terdapat gigi kerongkongan yang tersusun dari tiga baris. Gigi
geraham secara umum, hampir seluruh tubuh Maskomet ditutupi oleh sisik
yang berukuran relatif kecil.
Menurut Karl-Heinz Bernhardt (1998), secara umum dapat dikatakan
bahwa Maskomet termasuk ikan yang mampu beradaptasi dengan berbagai
variasi kualitas air dan juga suhu.
Tidak semua jenis perairan dapat cocok dengan ikan yang dipelihara,
ikan akan menjadi tidak sehat jika kebutuhan lingkungan atau airnya tidak
sesuai. Terdapat beberapa tingkatan modifikasi dari parameter-parameter
air yang mungkin dapat diadaptasi oleh ikan, namun sistem dalam badan
ikan lebih sering tidak dapat mentolerir perubahan-perubahan yang
menyebabkan ikan merasa tak nyaman, sakit, bahkan mati terutama bila
perubahan terjadi mendadak (Darti Satyani Lesmana dan Deden Daelami;
2009). Telah diketahui diatas bahwa suhu merupakan faktor abiotik yang
paling berpengaruh pada lingkungan perairan, maka perlu diketahui
bagaimana suhu mempengaruhi aktifitas biologis spesies ikan tertentu
melalui gerakan operculum Ikan Mas Komet (Carassius auratus).
Maskomet termasuk jenis ikan yang memiliki toleransi tinggi
terhadap suhu walaupun Maskomet dikenal sebagai ikan air dingin. Pada
habitat aslinya, Maskomet hidup pada kisaran suhu 25-28 oC, akan tetapi
Maskomet mampu beradaptasi dengan suhu yang lebih rendah atau lebih
tinggi tanpa ada masalah. (Karl-Heinz Bernhardt; 1998).
Di Jerman, Maskomet mampu hidup selama musim dingin tanpa
masalah, bahkan jika permukaan air membeku. Tapi jangan merawat
Maskomet dengan air bersuhu di bawah 10 oC (Karl-Heinz Bernhardt; 1998).

D. Alat-alat
1. Botol aqua
2. Thermometer Celcius
3. Timer atau Stopwatch
4. Baskom
5. Jaring Ikan
6. Kaera

E. Bahan-bahan
1. Ikan Mas Komet (Carassius auratus)
2. Air dengan suhu normal secukupnya
3. Air panas secukupnya
3. Es batu
4. Kertas dan alat tulis

F. Langkah Kerja
1. Memanaskan air dalam heater hingga suhu yang diinginkan.
2. Memasukkan air kedalam botol aqua yang telah dipotong hingga 1/5
volume botol.
3. Mengukur suhu awal baskom tempat ikan dinaikkan.
4. Memasukkan ikan yang sebelumnya diletakkan di baskom ke dalam
botol aqua.
5. Mengamati tingkah laku ikan.
6. Menghitung jumlah gerakan operkulum ikan selama 1 menit.
7. Mengambil ikan dan memasukkan kembali ke dalam baskom semula.
8. Menambahkan air hangat ke dalam botol sampai suhu air menjadi
bertambah dari suhu semula.
9. Memasukkan ikan ke dalam botol kembali.
10. Mengamati tingkah laku.
11. Menghitung gerakan operkulum ikan selama 1 menit.
12. Melakukan langkah seperti diatas dengan modifikasi perlakuan pada
keadaan suhu air yang berbeda.
13. Menganalisis hasil pengamatan.

G. Tabel Hasil Pengamatan

Suh Fisiologis Morfologis


N
u(
O Frekuensi Ikan Muncul ke Frekuensi Gerakan
C ) Kelincahan
Permukaan dalam waktu 1 menit Overkulum

1 28 + Ikan tidak muncul ke permukaan 168

2 Kali berusaha naik ke permukaan ,


2 37 ++ namun belum berhasil sampai ke 110
permukaan
Ikan berusaha naik ke permukaan
3 40 +++ sebanyak 3 kali , namun hanya ~
berhasil muncul ke permukaan 2 kali
3 kali muncul ke permukaan ,
4 45 +++ => ++ => + setelah itu ikan langsung berada di ~
dasar botol percobaan

5 13 + Ikan tidak muncul ke permukaan Tidak terdeteksi

Keterangan :
~ = tidak terhingga karena terlalu cepat gerakan overkulum
+++ => ++ => + = dari keadaan lincah , ke sedang , kemudian tidak lincah
H. Pembahasan
Pada proyek proposal kelompok kami kali ini melakukan pengamatan
tentang Pengaruh Perubahan Suhu Mendadak Terhadap Perilaku Ikan Mas
Komet . Tujuan proposal ini adalah untuk mengetahui perubahan gerakan
overkulum ikan mas komet terhadap perubahan suhu air dan respon
tingkah laku ikan mas komet setelah diberi perbedaan suhu air . Di dalam
dasar teori kami terpaparkan bahwa Ikan yang hidup di dalam air yang
mempunyai suhu relatif tinggi akan memberikan respon yang berbeda
dengan ikan yang ada di dalam air dengan suhu yang relatif kecil . Dalam
melakukan percobaan , alat alat yang digunakan adalah seperti ,
Beakerglass , Termometer , Stopwatch , Tempat Ikan , Pemanas Air , dan
Jaring Ikan . Sementara bahan yang digunakan adalah Ikan Mas Komet ,
Air , Pemanas Air , Es Batu , Kertas dan Alat Tulis . Kami melakukan
percobaan didalam rumah sekitar pukul 5 Sore . Langkah yang pertama
dalam melakukan percobaan yaitu menyiapkan semua alat dan bahan yang
akan digunakan , kemudian memasukkan air biasa ke dalam wadah dan
mengukur suhunya , kemudian memasukkan ikan ke dalam wadah tersebut
serta mengamati tingkah laku ikan dan menghitung frekuensi gerakan
overkulum selama 1 menit . Yang selanjutnya adalah memanaskan air dan
memasukkan air yang sudah hangat ke dalam wadah ikan hingga 1/5
volume tempat ikan , dan tidak lupa mengukur suhunya , kemudian
memasukkan ikan kedalam wadah dan dengan menamati gejala yang
terjadi , kemudian ikan dipindahkann ke dalam air bersuhu normal . Dengan
cara yang sama , namun suhu ditambah . Kemudian yang terakhir dengan
menggunakan Es batu dimasukkan ke dalam air yang ada di wadah ikan ,
kemudian mengukur suhunya dan memasukkan ikan ke dalam wadah ,
kemudian mengamati gejala gelaja yang terjadi . Dan setelah percobaan
selesai kami mendapatkan hasil seperti berikut :
1. Pada Suhu Air Normal 28C
Pergerakan overkulum tampak beraturan dengan frekuensi gerakan
dalam 1 menit bergerak sebanyak 168 kali , ikan merasa sangat nyaman dan
diam melayang di dalam air, pada suhu 28C ini ikan tidak muncul ke
permukaan air .
2. Pada Suhu Air 37C
Pada suhu ini , ikan masih tampak normal dan bisa beradaptasi
dengan baik . Proses adaptasi ini bisa dilihat dari usaha ikan untuk muncul
ke permukaan sebanyak 2 kali , tetapi ikan belum sampai muncul ke
permukaan . Pergerakan overkulum bergerak dengan frekuensi 110 dalam 1
menit . Ikan agak lincah tetapi masih terlihat nyaman dengan suhu ini .
3. Pada Suhu Air 40C
Pada suhu ini , perilaku ikan tampak sudah agak gelisah , dan dalam
waktu 1 menit ikan berusaha muncul ke permukaan sebanyak 3 kali dan
hanya muncul ke permukaan sebanyak 2 kali . Pergerakan overkulum pada
suhu ini sudah sulit diamati karena sangat cepat dan ikan bergerak sangat
lincah sehingga kami sulit mengamatinya .
4. Pada Suhu Air 45C
Pada suhu ini , ikan sudah sangat panik , terbukti dengan gerakan ikan
mula mula sangat lincah dan 3 kali berusaha muncul ke permukaan namun
hanya berhasil 1 kali muncul ke permukaan dalam waktu 1 menit .
Frekuensi gerakan overkulum juga tidak dapat diamati karena ikan terlalu
lincah . Dan setelah beberapa detik ikan tidak terlalu lincah dan perlahan
lahan turun ke dasar wadah .
5. Pada Suhu Air 13C
Pada suhu ini ikan terlihat tenang dan diam , ikan tidak berusaha
untuk muncul ke permukaan . Frekuensi gerakan overkulum tidak
terdeteksi karena pada wadah ikan diselimuti embun yang menghalangi
penglihatan praktikan .
Dalam melakukan percobaan ini , banyak kendala dan kesalahan yang
dilakukan oleh praktikan yaitu seperti melakukan percobaan dari suhu
normal ke suhu tinggi dan selanjutnya diteruskan dengan suhu rendah
dengan ikan yang sama , dan hasilnya ikan yang telah digunakan untuk
percobaan pada suhu 45C beberapa menit lemas dan hanya diam dengan
sedikit gerakan . Mungkin seharusnya dalam melakukan percobaan harus
dari suhu air rendah ke suhu air normal kemudian ke suhu air yang tinggi .
Dan dalam percobaan di dalam suhu air 13C , kami menggunakan ikan
yang berbeda karena ikan yang sebelumnya digunakan sudah lemas dan
hampir mati . Kendala lain yaitu wadah ikan yang kurang memadahi , kamu
menggunakan botol bekas air mineral 1,5 mL sebagai wadah ikan dalam
percobaan . Kami sulit mengamati frekuensi gerakan overkulum ikan dalam
suhu 40C dan 45C dikarenakan ikan yang terlalu lincah pergerakannya ,
jadi sulit untuk diamati . Dan juga pada suhu 13C overkulum ikan juga tidak
teramati dikarenakan permukaan wadah ikan terdapat embun yang
menutupi pandangan praktikan . Pada saat percobaan juga lingkungan
disekitar ikan kurang kondusif karena terlalu gaduh dan dalam percobaan ,
wadah ikan dipegang dengan tangan sehingga ikan agak takut terhadap
faktor tangan praktikan . Dan kendala yang terakhir yaitu keterbatasannya
alat penangkap ikan untuk memindahkan ikan , dalam memindahkan ikan
ke dalam wadah , ikan sempat satu kali terjatuh ke lantai yang mungkin
akan mempengaruhi tingkah laku ikan .

I. Kesimpulan
Dari hasil percobaan didapatkan data seperti berikut :
Pada Suhu Air Normal 28C
Pergerakan overkulum tampak beraturan dengan frekuensi gerakan
dalam 1 menit bergerak sebanyak 168 kali , ikan merasa sangat nyaman dan
diam melayang di dalam air, pada suhu 28C ini ikan tidak muncul ke
permukaan air .
Pada Suhu Air 37C
Pada suhu ini , ikan masih tampak normal dan bisa beradaptasi
dengan baik . Proses adaptasi inibisa dilihat dari usaha ikan untuk muncul
ke permukaan sebanyak 2 kali , tetapi ikan belum sampai muncul ke
permukaan . Pergerakan overkulum bergerak dengan frekuensi 110 dalam 1
menit . Ikan agak lincah tetapi masih terlihat nyaman dengan suhu ini .
Pada Suhu Air 40C
Pada suhu ini , perilaku ikan tampak sudah agak gelisah , dan dalam
waktu 1 menit ikan berusaha muncul ke permukaan sebanyak 3 kali dan
hanya muncul ke permukaan sebanyak 2 kali . Pergerakan overkulum pada
suhu ini sudah sulit diamati karena sangat cepat dan ikan bergerak sangat
lincah sehingga kami sulit mengamatinya .
Pada Suhu Air 45C
Pada suhu ini , ikan sudah sangat panik , terbukti dengan gerakan ikan
mula mula sangat lincah dan 3 kali berusaha muncul ke permukaan namun
hanya berhasil 1 kali muncul ke permukaan dalam waktu 1 menit .
Frekuensi gerakan overkulum juga tidak dapat diamati karena ikan terlalu
lincah . Dan setelah beberapa detik ikan tidak terlalu lincah dan perlahan
lahan turun ke dasar wadah .
Pada Suhu Air 13C
Pada suhu ini ikan terlihat tenang dan diam , ikan tidak berusaha
untuk muncul ke permukaan . Frekuensi gerakan overkulum tidak
terdeteksi karena pada wadah ikan diselimuti embun yang menghalangi
penglihatan praktikan .
Dan dari serangkaian percobaan , dihasilkan data seperti pada diatas ,
dan dapat ditarik kesimpulan bahwa ikan komet dapat beradapsi dengan
perubahan suhu . Ikan mas komet dapat hidup dari suhu rendah sampai
suhu tinggi , walaupun pada suhu 45C ikan sudah sangat lemas dan kurang
bisa beradaptasi .
J. DaftarPustaka
Campbell. 2004 . Biologi, EdisiKelima-Jilid 3 . Jakarta : Erlangga.
Ewusie . 1990 . Pengantar Ekologi Tropika . Bandung : Institut Teknologi
Bandung.
Kanisius . 1992 . Polusi Air dan Udara . Yogyakarta : Kanisius.
Sukiya . 2005 . Biologi Vertebrata . Malang : Universitas Negeri Malang.
Tunas , Arthama Wayan . 2005 . PatologiIkan Toloestei . Yogyakarta :
Universitas Gadjah Mada.
http://simbianalva.blogspot.com/2009/12/sisa-pl-taksonomi-hewan.html
(diakses pada tanggal 18 November 2012)
http://aquaticf.blogspot.com/2012/05/ikan-lemon.html (diakses pada
tanggal 18 November 2012).

Anda mungkin juga menyukai