Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PRAKTIKUM

MAKHLUK HIDUP DAN PROSES KEHIDUPAN


“ACARA VII”

Oleh :

Nama : Difia Margaret


NIM : 180210104007
Kelas : IPA-A
Kelompok :2

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA


JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2020
I. JUDUL
Percobaan ini berjudul penyesuaian hewan poikilotermik terhadap oksigen
terlarut.
II. TUJUAN
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui penyesuaian hewan
poikilotermik terhadap oksigen yang terkandung di dalam air kerena pengaruh
suhu air.
III. TINJAUAN PUSTAKA
Sistem pernapasan adalah struktur anatomi suatu organisme yang terlibat
dalam sistem pengangukata oksigen dan karbondioksida antara sel dan lingkungan
luar. Jenis-jenis sistem pernapasan merupakan kunci penting dalam menentukan
habitat mikro pada suatu organisme, misalnya pada distribusi vertikal diseluruh
tanah. Jenis sistem pernapasan sering digabungkan dengan tingkat pernapasan.
Banyak dari kelompok invertebrata terutama yang berada di tanah memiliki
sistem pernapasan dengan tingkat adatasi yang tinggi dalam mengetahui dan
mengantisipasi kapan hewan tersebut mengalami kekeringan dan berada di
genang air. Oleh karena itu sistem pernapasan memiliki nilai adaptif yang kuat
(Moretti, et.al, 2016).
Respirasi atau yang biasa disebut dengan pernapasan adalah proses
menghirup udara bebas yang mengandung O2 (oksigen) dan mengeluarkan udara
yang mengandung CO2 (karbonsioksida) sebagai sisa oksidasi keluar dari tubuh.
Proses memasukkan oksigen kedalam tubuh disebut dengan inspirasi sedangakan
pengeluaran karbondioksida dari dalam tubuh disebut ekspirasi. Dalam proses
pernapasan, oksigen merupakan zat utama yang diperlukan tubuh. Oksigen ini
diperoleh dari lingkungan sekitar yang diproduksi oleh tumbuhan (Utama, 2018:2)
Insang merupakan organ respirasi utama pada ikan yang bekerja dengan
mekanisme difusi permukaan dari gas-gas respirasi (oksigen dan karbondioksida)
antara darah dan air. Oksigen yang terlarut dalam air akan diabsorbsikan kedalam
kapiler-kapiler insang dan difksasi oleh hemoglobin untuk selanjutnya
didistribusikan keseluruh tubuh. Karbondioksida dikeluarkan dari sel dan jaringan
untuk dilepaskan di sekirar insang (Pertiwi, et.al 2017).
Ikan merupakan organisme akuatik yang bersifat poikilotermik yang
sangat bergantung pada suhu lingkungannya. Oksigen terlarut merupakan faktor
lingkungan yang sangat penting, karena keberadaaanya mutlak diperlukan oleh
ikan untuk proses respirasi. Kandungan oksigen terlarut yang rendah dapat
menyebabkan nafsu makan ikan menurun dan menyebabkan kekebalan tubuh ikan
terhadap pathogen juga ikut menurun (Laila, 2018).
Setiap perubahan dalam fisiologi ikan dapat menjadi tanda mengenai
parameter penurunan kualitas air, karena ikan adalah salah satunya indikator
biologis kualitas air. Perkembangan terbaru mengenai biomarker berdasarkan
studi tentang respon organisme terhadap bahan kimia beracin telah menyediakan
alat penting dalam implmentasi pemantauan kontaminasi racun. Racun
lingkungan dalam air akan masuk kedalam ikan melalui sistem pernapasan
mereka. Pernapasan ikan seringkati menjadi respon biologis yang pertama yang
dapat dilihat perubahannya karena akan berdampak langsung pada ikan akibat
adanya polutan dalam air. Pada perubahan laju respirasi adalah respons fisiologis
umum terhadap perubahan oksigen dalam air (Neelima, et.al., 2016).
Didaerah yang kekurangan air sangat sulit untuk membudidayakan ikan.
Jadi ikan harus dapat diadaptasi untuk meningkatkan kemampuan menanggung
salinitas dalam jenis air seperti kebanyakan ikan yang hidup di air tawar seperti
ikas mas (Cyprinus carpio)yang tidak tahan terhadap salinitas tinggi karena
merupakan jenis ikan stenohaline dan menderita kegagalan saat berpindah dari air
tawar menuju air yang tinggi kandungan garammnya yang disebut dengan
osmosis. Sel klorida dalam insang adalah yang bertanggung jawab atas proses
keseimbangan transmisi ion dan kesetimbangan asam basa dalam tubuh ikan (Al-
Khshali, et.al., 2019).
Ikan mas merupakan ikan yang berbentuk bilateral simetris cenderung
memanjang, pipih tegak. Mulutnya terletak pada ujung hidung dengan inferioir
mulut terdapat dua pasang sungut, pada sirip ikan terdapat operculum dan
properkulum. Habitat ikan mas ini berada di perairan tawar dangkal dan arusnya
tidak terlalu deras seperti di danau ataupun di pinggiran sungai. Kondisi optimal
untuk habitat ikan berada di ketinggian tempat 150-600mdpl dan pada suhu 25-
30OC. Distribusi persebaran ikan mas ini berada di Indonesia, Cina, Eropa,
Taiwan dan Jepang (Syah et.al, 2020:75)
Nilai DO (Disolven Oxygen) yang biasanya diukur dalam bentuk
konsentrasi ini menunjukkan jumlah oksigen dalam suatu badan air. Konsentrasi
ini akan menurun sejalan dengan meningkatnya suhu air. Dengan peningkatan
suhu, akan menyebabkan konsentrasi oksigen menurun dan sebaliknya jika suhu
menurun, maka kandungan oksiden aka meningkat (Salfia, et.al., 2018)
Suhu berbanding terbalik dengan kandungan oksigen terlarut dalam air.
Semakin tinggi suhu, maka kandugan oksigen dalam air semakin rendah.
Peningkatan suhu perairan menyebabkan penurunan tingkat kelarutan gas-gas
dalam air, termasuk oksigen. Kelarutan oksigen mempunyai hubungan terbalik
dan non linier terhadap suhu. Kelarutan oksigen meningkat seiring dengan
menurunnya suhu (Angin, et.al., 2019:43-44).

IV. METODE PENELITIAN


4.1 Alat dan Bahan
4.1.1 Alat :
4.1.1.1 Wadah air (cukup untuk ± 2L air)
4.1.1.2 Gelas takar
4.1.1.3 Stopwatch
4.1.1.4 Penggaris
4.1.2 Bahan :
4.1.2.1 hewan percobaan : Ikan Mas (Cyprinus carpio)
4.2 Langkah Kerja Sistematis
Mengukur tinggi air dalam wadah dan mengukur pula panjang tubuh ikan

Memasukkan ikan kedalam wada yang telah berisi air ± 2L air.


Mengunggu ikan hingga tenang

Mengubah suhu air dengan menuangkan 250ml air panas/air es ke dalam


wadah. Namun, menjaga volume air dalam wadah agar tidak berubah,
yaitu dengan mengurangi air dalam wadah sebanyak air panas/air es yang
ditambahkan. Pada saat menambahkan air pas/air es, jangan sampai
mengenai ikan secara langsung. Setelah ikan tenang, menghitung gerak
operkulum selama 1 menit. Melakukan ulangan sebanyak tiga kali dan
mengambil rata-ratanya.

perubahan suhu diteruskan sampai mencapai suhu kritis tertinggi/terendah.


Menghentikan perlakuan pada saat ikan nampak kolaps. Ciri ikan kolaps :
posisi berenang ikan tidak lagi tegak, tetapi miring ke kanan atau ke kiri.
V. HASIL PENGAMATAN

Perhitungan jumlah gerakan operculum


Panjang
Jenis Tinggi air (cm)
Nama ikan Rerata
air Normal 1 2 3 4 5 6 7 dan jenis ikan
(cm)

Salma 9 Panas 133 141 150 - - - - - 145,5 6,8 (ikan mas)


Rani 7 Panas 91 106 110 - - - - - 107,8 6 (ikan nila)
Anisa 5,5 Panas 118 87 4 - - - - - 42,5 9,9 (ikan mas)
9,5 (ikan
Ilma 5,5 Dingin 53 41,3 33,3 30,3 27 25,3 23,3 20 28,6
sungai)
Yulia 9 Dingin 82,67 75 72 70 68 65 61 - 68,5 2,9 (ikan mas)
Difia 5 Dingin 185 139 125 101 92,5 83,7 76,5 - 103,7 7,5 (ikan mas)
VI. PEMBAHASAN
Praktikum ini membahas mengenai penyesuaian hewan poikilotermik
terhadap oksigen terlarut terutama yang dipengaruhi oleh suhu. Hewan
poikilotermik merupakan hewan yang berdarah dingin, yaitu suhu tubuhnya
dipengaruhi oleh suhu lingkungan luar. Salah satu jenis hewan yang termasuk
poikilotermik adalah dari kelas Pisces (ikan). Sehingga, praktikum ini
menggunakan ikan sebagai uji coba terhadap oksigen terlarut yang ada didalam air
terutama karena dipengaruhi oleh suhu. Untuk penggunaan ikan pada kelompok 2
ini ada bermacam-macam, yaitu ikan mas, ikan nila dan ikan sungai.
Ikan yang saya gunakan adalah jenis ikan mas (Cyprinus carpio). Menurut
Supriatna (2013:45) berdasarkan bentuk tubuh dan sifat-sifatnya, ikan mas dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Superkelas : Pisces
Kelas : Osteichthyes
Subkelas : Actinopterygii
Ordo : Cypriniformes
Subordo : Cyprinoidea
Famili : Cyprinidae
Subfamily : Cyprinus
Spesies : Cyprinus carpio
Menurut Syah et.al (2020:75) Ikan mas merupakan ikan yang berbentuk
bilateral simetris cenderung memanjang, pipih tegak. Mulutnya terletak pada
ujung hidung dengan inferioir mulut terdapat dua pasang sungut, pada sirip ikan
terdapat operculum dan properkulum. Habitat ikan mas ini berada di perairan
tawar dangkal dan arusnya tidak terlalu deras seperti di danau ataupun di
pinggiran sungai. Kondisi optimal untuk habitat ikan berada di ketinggian tempat
150-600mdpl dan pada suhu 25-30OC. Distribusi persebaran ikan mas ini berada
di Indonesia, Cina, Eropa, Taiwan dan Jepang.
Untuk ikan Nila yang digunakan oleh Rani dalam praktikum ini, dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
Filum : Chordata
Sub filum : Vertebrata
Kelas : Osteichtyes
Sub kelas : Acanthoptherigii
Ordo : Percomorphi
Sub ordo : Percoidea
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Menurut Rohayati et.al (2020:8) Ikan nila umumnya hidup di perairan
tawar, seperti sungai, waduk, rawa, sawah dan saluran irigasi. Namun, tolerasni
yang luas terhadap salinitas menyebabkan ikan nila dapat hidup dan berkembang
pada perairan payau dengan salinitas antara 0-35%. Ikan nila memiliki
kemampuan menyesuaikan diri yang baik sehingga dapat dipelihara didataran
rendah maupun berair payau maupun dataran tinggi dengan suhu yang rendah.
Jenis ikan ketiga yang digunakan adalah ikan sepat. Ikan ini memiliki
bentuk tubuh pipih jorong dan mongong runcing dengan mulut kecil. Sepat adalah
ikan air tawar. Klasifikasi ikan sepat adalah sebagai berikut :
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Subordo : Anabantoide
Famili ; Ophronemidae
Subfamili ; Luciocephalinae
Genus : Trichogaster
Ikan merupakan hewan yang membutuhkan oksigen untuk
keberlangsungan hidupnya. Tanpa adanya oksigen, ikan tidak akan bisa
melangsungkan proses metabolisme dalam tubuhnya yang artinya ikan tidak akan
bisa mendapatkan energi. Sistem pernapasan ikan sangat bergantung pada organ
utama yang disebut insang. Menurut Pertiwi dalam jurnalnya mengatakan bahwa
Insang merupakan organ respirasi utama pada ikan yang bekerja dengan
mekanisme difusi permukaan dari gas-gas respirasi (oksigen dan karbondioksida)
antara darah dan air. Oksigen yang terlarut dalam air akan diabsorbsikan kedalam
kapiler-kapiler insang dan difksasi oleh hemoglobin untuk selanjutnya
didistribusikan keseluruh tubuh. Karbondioksida dikeluarkan dari sel dan jaringan
untuk dilepaskan di sekitar insang. Insang berhubungan langsung dengan oksigen
dan karbondioksida. Insang dapat dengan mudah menarik oksigen dari air
daripada paru-paru pada mamalia.
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan oleh kelompok saya,
yaitu kelompok 2. Kelompok kami terdiri dari 6 anggota, dimana dibagi menjadi 2
bagian yaitu kelompok masing-masing 3 orang yang mengerjakan praktikum
dengan menggunakan air panas dan sebagian lainnya menggunakan air es. Hal ini
bertujuan untuk menghemat waktu pengerjaan dan saling berbagi tugas serta
informasi yang telah didapatkan (Sharing information). Kami menggunakan
wadah pengamatan berbahan kaca untuk memudahkan pengamatan gerak
operculum ikan dari berbagai arah karena wadah transparan. Untuk ukuran air
suhu normal yang digunakan adalah 1500ml atau 1,5L pada semua anggota
kelompok. Penambahan air panas/air es adalah 250ml pada masing-masing
penambahan. Penambahan air panas/air es dapat dihentikan apabila ikan telah
kolaps yaitu ketika ikan tidak dapat berenang dengan normal (berenanng tidak
tegak lurus atau sedikit miring dan oleng).
Percobaan pertama yang dilakukan oleh Salma menggunakan air panas
dengan ketinggian air 6,8cm dan jenis ikan yang digunakan adalah ikan mas
berukuran 9cm. Pada keadaan normal, gerakan operculum yang dapat diamati
adalah 133/menit. Pada penambahan air panas pertama kali gerakan operculum
mengalami kenaikan menjadi 141/menit. Penambahan air panas kedua terus
mengalami kenaikan hingga 150/menit. Setelah penambahan kedua ini ikan telah
menjadi kolaps dan percobaan dihentikan. Rata-rata gerak operculum selama dua
kali penambahan ini adalah 145,5 kali/menit.
Percobaan kedua dilakukan oleh Rani menggunakan air panas dengan
ketinggian air 6cm dan jenis ikan yang digunakan adalah ikan nila berukuran 7cm.
Pada suhu air normal, gerakan operculum ikan sebanyak 91/menit. Penambahan
air panas pertama, gerakan operculum ikan berubah menjadi 105,6/menit dan
penambahan kedua mengalami kenaikan menjadi 110/menit. Sehingga diperoleh
rata-rata gerakan operculum 107,8/menit. Ikan hanya dapat bertahan dalam
penambahan air panas kedua karena mengalami kolaps.
Percobaan ketiga dilakukan oleh Anisa menggunakan air panas dengan
ketinggian air 9,9cm dengan jenis ikan mas yang berukuran 5,5cm. Pada keadaan
normal gerakan operculum adalah 118/menit. Penambahan air panas pertama
gerakan operculum mengalami penurunan menjadi 87/menit dan penambahan air
panas kedua menajdi 4/menit sebelum ikan kolaps. Sehingga diperoleh reratanya
adalah 42,5/menit.
Percobaan keempat dilakukan oleh Ilma menggunakan air dingin/es
dengan ketinggian air 9,5cm dengan jenis ikan sepat berukuran 5,5cm. Pada
percobaan ini dilakukan 7x pergantian air es dengan hasil yang terus menurun
disetiap pergantian. Mulai dari suhu normal, gerakan operculum sebanyak
53/menit dan terus menurun hingga ke pergantian ke tujuh dengan rerata
didapatkan 28,6/menit.
Percobaan kelima dilakukan oleh Yulia menggunakan air dingin/es dengan
ketinggian air 2,9cm dan jenis ikan tang digunakan adalah ikan mas berukuran
9cm. Pada keadaan suhu normal. Gerakan operculum yang dapat dihitung
sebanyak 82,67. Sedangkan ketika terjadi penambahan air es dari awal gerakan
operculumnya menajdi 75/menit dan terus mengalami penuruna hingga pergantian
yang ke enam menjadi 61/menit. Sehingga rerata yang didapatkan menjadi
68,5kali/menit.
Percobaan keenam dilakukan oleh saya sendiri (Difia) menggunakan air es
dengan ketinggian air 7,5cm dan jenis ikan mas dengan panjang tubuh 5cm. Pada
keadaan suhu normal, gerakan operculum ikan yang dapat diamati sebanyak
185kali/menit. Hal ini dikarenakan ikan aktif bergerak dan bernapas. Penambahan
air es dilakukan sebanyak 6x dengan jumlah gerakan operculum pada
penambahan pertama menjadi 139kali/menit dan terus mengalami penurunan
hingga 76,5 kali permenit pada penambahan yang keenam. Sehingga rerata
gerakan operculum selama percobaan air dingin didapatkan menjadi 103,7 kali
permenit.
Pengukuruan panjang ikan seharusnya dilakukan pada saat akan memulai
praktikum sesuai dengan modul, tetapi pada praktikum ini dilakukan setelah ikan
kolaps. Hal ini agar tidak menyiksa ikan apabila dilakukan pada saat ikan masih
sehat dan juga untuk memudahkan pengukuran karena ikan berada dalam kondisi
tidak sadar. Berdasarkan teori, tujuan pengukuran ini adalah untuk mengetahui
rentang usia dari ikan yang digunakan. Semakin panjang ukuran ikan, berarti ikan
semakin tua umurnya.
Berdasarkan literatur, suhu air optimum untuk pertumbuhan ikan
berdasarkan 25o-30oC dengan jenis air tawar. Karena pada jenis air asin, tingkat
salinitasnya tinggi dan kandungan oksigen terlarutnya juga sedikit. Sedangkan
jenis ikan yang digunakan adalah jenis ikan air tawar.
Ketinggian air juga berpengaruh terhadap respirasi ikan. Semakin tinggi
ketinggian air dalam wadah dan ketika posisi ikan berada di bawah, maka tekanan
yang diterima ikan semakin tinggi. Jenis ikan yang digunakan merupakan jenis
ikan yang hidup di daerah dangkal.
Titik kritis ikan merupakan kondisi dimana ikan menjadi tidak sadar
dikarenakan kondisi lingkungan diluar kemampuan ikan untuk beradaptasi.
Misalkan yang diakibatkan oleh suhu. Pada percobaan ini menggunakan suhu
yang berkisar 80oC keatas dan 5oC kebawah. Dimana suhu ini tidak dapat
ditoleransi oleh tubuh ikan. Sehingga mengakibatkan ikan mengalami kolaps
(kondisi ikan berenang tidak lagi tegak tetapi miring ke kanan atau kekiri). Suhu
yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan kandungan oksigen rendah. Sehingga
ikan akan kesulitan bernapas dan mengganggu keseimbangan metabolik didalam
tubuhnya. Suhu tinggi juga menyebabkan ikan kesulitan bernapas sehingga
gerakan operculumnya akan cenderung meningkat daripada suhu air normal.
Sehingga ikan berada pada fase kritis (kolaps) dan bisa menyebabkan kematian
pada ikan.
Dalam percobaan ini, volume air diusahakan agar tidak tidak berubah dari
kondisi awal. Hal ini agar ketinggian air juga tidak mengalami perubahan.
Volume air juga merupakan variable kontrol dalam percobaan ini.
Berdasarkan keterangan asisten, jenis kelamin pada ikan tidak berpengaruh
terhadap volume respirasi. Jenis ikan yang digunakan berbeda-beda sehingga
ketahanan ikan pada suatu keadaan tertentu juga berbeda-beda. Volume respirasi
pada ikan tidak hanya bergantung pada suhu, melainkan pada faktor-faktor
lainnya. Misalkan besar tekanan air, volume air dsb.
Percobaan ini dilakukan dengan tiga kali perhitungan pada masing-masing
perlakuan. Hal ini agar memberikan waktu ikan untuk beradaptasi dengan suhu
lingkungannya dan diambil nilai rata-ratanya. Karena ikan merupakan hwan
poikilotermik yang dapat menyesuaikan suhu tubuhnya dengan suhu lingkungan
sekitar.

VII. PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, diketahui bahwa hewan
poikilotermik merupakan hewan berdarah dingin yang dapat menyesuaikan suhu
tubuh menyesuaikan dengan suhu lingkungannya. Penggunaan suhu tinggi pada
air menyebabkan kandungan oksigen terlarut semakin menipis, sedangkan pada
suhu rendah kandungan oksigen relatif lebih tinggi. Hal ini dapat dilihat pada
gerak operculum ikan. Pada air panas cenderung meningkat sedangkan pada air
dingin gerakan operculum cenderung menurun daripada air normal.

7.2 Saran
Kepada praktikan, lebih teliti lagi dalam menghitung gerakan operculum
ikan dan lebih teliti dalam menjaga volume air agar volume tetap terjaga.
DAFTAR PUSTAKA

Al-khshali M.S. dan Hasan A.A. 2019. Influence of transfer to high salinity on
chloride cells, oxygen and energy consumtion on common carp Crypinus
carpio. Jorunal og Animal Science and Products (JASP). Vol 1(1):1-12
Andriani Y. 2018. Budidaya Ikan Nila. Yogayakarta : Deepublish.
Angin, K.P. dan Widi S. 2019. Pemeliharaan larva ikan gurami (Osphronemus
gouramy) pada Suhu air yang berbeda. Yogyakarta : Deepublish
Laila, K. 2018. Pengaruh suhu yang berbeda terhadap pertumbuhan dan
kelulushidupan benih ikan mas (Cyprinuscarpio). Prosiding seminar
nasional.
Moretti, M., Andre T.C., Dias., Fancesco d’B., Florian A., Steven L.C., Fancisco
M.A., James R.B., Bertrand F., Mickael H., Joaquin H., Sebastien I., Erik
O., Jose P.S., Jacintha E. And Matty P.B. 2016. Handbook of protocols for
standardized measurement of terrestrial invertebrate fungtional traits.
Functional Ecology. Doi: 10.1111/1365-2435.12776.
Neelima, P., Rao G.N., Srinivasa R.G. dan Chandra J. S.R. 2016. A study on
oxygen condumtion in freshwater fis Cyprinus carpio exposed to lethal and
sublethal concentration of cypermethrin. Int.J. of Current Microbiology
and Applied Sciences. Vol 5(4): 338-348.
Pertiwi, S.L., Zainuddin dan Erdiangsyah R. 2017. Gambaran histologi sistem
respirasi ikan gabus (Channa striata). JIMVET. Vol 01(3): 291-298
Salfia, E., Azhar dan M. Kamal. 2018. Rancang bangun alat pengendalian dan
monitoring kualitas air tambak udang berbasis salinitas dan kadar oksigen
terlarut. Jurnal Tektro. Vol 2 (2): 24-29.
Samsu, N. 2020. Peningkatan Produksi Ikan Nila Melalui Pemanfaatan
Pekarangan Rumah Nonproduktif dan Penentuan Jenis Media Budidaya
Yang Sesuai. Yogyakarta : Deepublish
Supriatna, Y. 2013. Budidaya Ikan Mas Di Kolam Hemat Air. Jakarta Selatan :
PT. Agromedia Pustaka.
Syah, F., Yustina dan Suwondo. 2020. Keanekaragaman Ikan Kabupaten
Kampar. Jawa Tengah : Lakeisha
Utama, S.Y.A. 2018. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Sistem Respirasi.
Yogyakarta : Deepublish
LAMPIRAN
Lampiran Gambar
Alat dan bahan

Ikan sebelum ikan sesudah

Pengukuran panjang ikan Pengisian air normal

pengambilan air digantikan air es Diisi air es


Lampuran Buku dan Jurnal

Anda mungkin juga menyukai