Disusun oleh
dr. Karina
Pembimbing
dr. Bramastha Aires Rosadie Oggy, M.
Biomed, Sp. B
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas ijin-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan presentasi kasus ini. Adapun presentasi kasus ini penulis susun
untuk memenuhi salah satu tugas Internship di Rumah Sakit Umum Daerah
Tebet.
Penulis
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ..
i
Daftar isi ..
ii
BAB I STATUS PASIEN..
1
1. Identitas ...
1
2. Anamnesis....
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..
7
1. Definisi Fraktur Mandibula .....
7
2. Klasifikasi
.7
3. Diagnosis.
.10
4. Penatalaksanaan.
.11
5. Komplikasi.
.15
BAB III ANALISA KASUS....
17
DAFTAR PUSTAKA
18
3
BAB I
STATUS PASIEN
IDENTITAS
Nama : Tn. Nurhasan
Usia : 62 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jln. Rawajati Timur 11 RT 04/02, Kel. Rawajati, Kec. Pancoran, Jakarta
Selatan
No. RM :
Tanggal masuk: 27 Mei 2017
Ruang rawat : Bedah kelas
PRIMARY SURVEY
A : spontan, bebas
B : 20x /menit
C : nadi kuat, reguler, RR: 100X/m, TD: 130/85 mmHg, turgor kulit baik, akral hangat
D : pupil isokor, GCS: 15, E4 M6 V5
SECONDARY SURVEY
ANAMNESA
Auto dan alloanamnesa dengan keluarga pada tanggal 27 Mei 2017.
Keluhan utama : Luka robek pada daerah sekitar mulut akibat kecelakaan lalu lintas 2
jam SMRS
Keluhan tambahan : Nyeri pada rahang bawah
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang dengan keluhan luka robek pada sekitar mulut akibat terjatuh saat
mengendarai motor 2 jam SMRS. 2 jam SMRS, pasien mengalami kecelakaan lalu lintas.
Saat itu pasien mengendarai sepeda motor dengan kecepatan sedang ( 60 km/jam),
pasien dalam keadaan mengantuk ketika berkendara, saat itu pasien berusaha
menghindari mobil yang ada di depannya. Pasien kemudian terjatuh dengan wajah yang
4
terlebih dahulu membentur ke aspal dan lengan kanan pasien terlipat kearah dalam. Saat
kejadian, pasien menggunakan helm. Pasien tidak memiliki riwayat pingsan setelah
kejadian. Riwayat muntah tanpa didahului mual tidak ada. Riwayat keluar darah dari
mulut tidak ada. Keluar darah dari telinga dan hidung disangkal. Pasien merasa nyeri
pada rahang bawah dan mulut tidak bisa digerakkan serta tidak bisa merapatkan
mulutnya. Keluhan baal pada dagu disangkal.
Keluhan nyeri di leher, dada, perut, pinggang dan anggota gerak disangkal.
Sesak disangkal. Keluhan kelemahan anggota gerak disangkal. BAK dan BAB tidak ada
keluhan.
5
Paru : SD vesikuler +/+, Ronki -/-, wheezing -/-
Jantung : BJ I & II murni regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Datar, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : Akral hangat, edema -/-/-/-, CRT < 2.
Status neurologis
Nn. Cranialis: Tidak ada kelainan
Motorik : 5/5/5/5
Sensorik : Tidak ada kelaianan
Status Lokalis kepala dan wajah
6
Vulnus laseratum et regio mandibula
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto rontgen
7
8
DIAGNOSIS KERJA
- Cedera kepala ringan
- Fraktur segmental simfisis mandibula
PENATALAKSANAAN
- Ketorolac 3x30 mg
- Bethadine gurgle 3x sehari
- Pasien rencana rujuk untuk dilakukan penatalaksanaan ORIF dengan miniplate
PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
CEDERA KEPALA
Definisi
Patofisiologi
10
Klasifikasi Cedera Kepala
11
Berdasarkan Beratnya
Biasanya terjadi penurunan kesadaran dan apabila ada penurunan kesadaran hanya terjadi
beberapa detik sampai beberapa menit saja. Tidak ditemukan kelaianan pada pemeriksaan
CT-scan, LCS normal, dapat terjadi amnesia retrograde.
Dapat terjadi penurunan kesadaran yang berlangsung hingga beberapa jam. Sering tanda
neurologis abnormal, biasanya disertai edema dan kontusio serebri. Terjadi juga
drowsiness dan confusion yang dapat bertahan hingga beberapa minggu. Fungsi kognitif
maupun perilaku yang terganggu dapat terjadi beberapa bulan bahkan permanen.
Terjadi hilangnya kesadaran yang berkepanjangan atau yang disebut koma. Penurunan
kesadaran dapat hingga beberapa bulan. Pasien tidak mampu mengikuti, bahkan perintah
sederhana, karena gangguan penurunan kesadaran. Termasuk juga dalam hal ini status
vegetatif persisten. Tanpa memperdulikan nilai SKG, pasien digolongkan sebagai
penderita cedera kepala berat bila :
12
Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis pada pasien cedera kepala yang kesadarannya cukup baik
mencakup pemeriksaaan neurologis yang lengkap, sedangkan pada penderita yang
kesadarannya menurun dapat digunakan pedoman yaitu :
Pemeriksaan penunjang
1. Foto polos cranium ( schullder )
Foto polos tengkorak adalah prosedur mutlak yang dikerjakan pada setiap cedera
kepala. Foto ini membantu mendiagnosa dini adanya fraktur pada tulang tengkorak.
2. Pemeriksaan CT-Scan
CT scan merupakan metode standar terpilih untuk cedera kepala baik ringan
sampai berat terutama dikerjakan pada pasien pasien yang mengalami penurunan
kesadaran dan terdapat tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial. Selain untuk
melihat adanya fraktur tulang tengkorak, CT scan juga dapat melihat adanya
perdarahan otak, efek desakan pada otak dan bisa digunakan sebagai pemantau
terhadap perkembangan perdarahan pada otak.
Terdiri atas :
13
Adanya trauma kepala ( pusing )
Amnesia retrograde
Manajemen
1. Airway
2. Breathing
Perhatikan gerak napasnya, jika terdapat tanda tanda sesak segera pasang oksigen.
3. Circulation
Periksa tekanan darah dan denyut nadi. Jika ada tanda tanda syok segera pasang
infuse. Bila disertai dengan perdarahan yang cukup banyak bisa ditambah dengan
tranfusi darah ( whole blood ). Pasang kateter untuk memonitoring balans cairan.
14
4. Setelah kondisi pasien stabil, Periksa tingkat kesadaran pasien, perhatikan
kemungkinan cedera spinal. Adanya cedera/ luka robek atau tembus. Jika ada luka
robek, bersihkan lalu di jahit.
6. CTscan kepala.
Pemeriksaan ini perlu dilakukan pada semua cedera kepala, kecuali pada pasien
pasien yang asimptomatik tidak perlu dilakukan.
7. Observasi
Kriteria rawat :
f. Otorrhea, rhinorrhea
Penderita yang tidak memiliki gejala seperti di atas diperbolehkan pulang setelah
dilakukan pemantauan di rumah sakit dengan catatan harus kembali ke rumah sakit
bila timbul gejala-gejala ( observasi 1 x 24 jam ) seperti :
15
Kejang
Gelisah
8. Terapi simtomatik
Pasien mungkin konfusi atau somnolen namun tetap dapat mengikuti perintah
sederhana ( GCS 9 12 ). Walau dapat mengikuti perintah, namun dapat
memburuk dengan cepat. Karenanya harus ditindak hampir seperti halnya pasien
cedera kepala berat tapi aspek kedaruratannya tidak begitu akut. Penanganannya
sama seperti pada cedera kepala ringan ditambah dengan pemeriksaan darah. Bila
kondisi membaik,pasien boleh pulang dan control di poli. Pemeriksaan CT scan
perlu diulang apabila kesadaran pasien tidak membaik. Pada keadaan ini pasien
harus dirawat untuk di observasi.
Penderita kelompok ini tidak dapat mengikuti segala perintah sederhana karena
adanya gangguan kesadaran ( GCS 3 8).
a. Contusio cerebri
Kegelisahan motorik
Kejang
16
Pada kasus berat dapat dijumpai pernapasan cheyne stokes
Amnesia anterogard
b. Laceratio cerebri
Indikasi Operasi
Indikasi untuk tindakan operatif ditentukan oleh kondisi klinis pasien, temuan
neuroradiologi dan patofisiologi dari lesi. Secara umum digunakan panduan sebagai
berikut :
17
- Kondisi pasien yang semula sadar semakin memburuk secara klinis
- Terdapat gejala TIK yang meningkat lebih dari 25 mmHg( sakit kepala hebat,
muntah proyektil)
- Pada pemeriksaan CT-Scan terdapat pendorongan garis tengah sampai lebih dari 3
mm atau penambahan ukuran hematom pada pemeriksaan ulang
Prognosis
18
FRAKTUR MANDIBULA
A. Definisi fraktur mandibula
Fraktur adalah discontinuitas dari jaringan tulang yang biasanya
disebabkan oleh adanya kecelakaan yang timbul secara langsung. Fraktur mandibula
adalah putusnya kontinuitas tulang mandibula. Hilangnya kontinuitas pada rahang
bawah (mandibula), yang diakibatkan trauma oleh wajah ataupun keadaan
patologis, dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan benar.1
B. Klasifikasi fraktur mandibula2,3
Secara umum, fraktur diklasifikasikan menurut penyebab terjadinya, menurut
hubungan dengan jaringan sekitarnya, dan menurut bentuknya.
1. Menurut penyebab terjadinya
a. Fraktur traumatik
Frakur traumatik, dapat disebabkan baik oleh trauma langsung maupun
tidak langsung. Trauma langsung yang mengenai anggota tubuh penderita,
gaya yang diterima oleh tubuh dapat menyebabkan fraktur. Trauma tidak
langsung, terjadi seperti pada penderita yang jatuh dengan tangan menumpu
dan lengan atas-bawah lurus, berakibat fraktur kaput radii atau klavikula.
Gaya tersebut dihantarkan melalui tulang-tulang anggota gerak atas dapat
berupa gaya berputar, pembengkokan (bending) atau kombinasi
pembengkokan dengan kompresi yang berakibat fraktur butterfly, maupun
kombinasi gaya berputar, pembengkokan dan kompresi seperti fraktur
oblik dengan garis fraktur pendek. Fraktur juga dapat terjadi akibat tarikan
otot seperti fraktur patela karena kontraksi quadrisep yang mendadak.
b. Fraktur stress
Trauma yang berulang dan kronis pada tulang yang mengakibatkan
tulang menjadi lemah. Contohnya pada fraktur fibula pada olahragawan.
c. Fraktur patologis
Pada tulang telah terjadi proses patologis yang mengakibatkan
tulang tersebut rapuh dan lemah. Biasanya fraktur terjadi spontan.
2. Menurut hubungan dengan jaringan sekitar
19
a. Fraktur simple/tertutup, disebut juga fraktur tertutup, oleh karena kulit di
sekeliling fraktur sehat dan tidak sobek.
b. Fraktur terbuka, kulit di sekitar fraktur sobek sehingga fragmen tulang
berhubungan dengan dunia luar (bone expose) dan berpotensi untuk
menjadi infeksi. Fraktur terbuka dapat berhubungan dengan ruangan di
tubuh yang tidak steril seperti rongga mulut.
c. Fraktur komplikasi, fraktur tersebut berhubungan dengan kerusakan jaringan
atau struktur lain seperti saraf, pembuluh darah, organ visera atau sendi.
3. Menurut bentuknya
a. Fraktur komplit, Garis fraktur membagi tulang menjadi dua fragmen atau
lebih. Garis fraktur bisa transversal, oblik atau spiral. Kelainan ini dapat
menggambarkan arah trauma dan menentukan fraktur stabil atau unstabil.
b. Fraktur inkomplit, Kedua fragmen fraktur terlihat saling impaksi atau
masih saling tertancap.
c. Fraktur komunitif, Fraktur yang menimbulkan lebih dari dua fragmen.
d. Fraktur kompresi, Fraktur ini umumnya terjadi di daerah tulang kanselus.
Sedangkan klasifikasi fraktur mandibula, di antaranya:
1. Berdasarkan regio anatomis
Menunjukkan regio-regio pada mandibula yaitu : badan, simfisis, sudut,
ramus, prosesus koronoid, prosesus kondilar, prosesus alveolar. Fraktur yang
terjadi dapat pada satu, dua atau lebih pada region mandibula ini.
20
Simfisis fraktur terjadi pada insisivus tengah yang berjalan dari alveolar melalui
perbatasan inferior dari mandibula.4
Parasimfisis fraktur terjadi dibatasi oleh garis vertikal kaninus.4
21
c. Fraktur kelas 3 : tidak terdapat gigi di kedua sisi fraktur, pada keadaan ini
dilakukan melalui open reduction, kemudian dipasangkan plate and screw,
atau bisa juga dengan cara intermaxillary fixation.
C. Diagnosis4,5
Diagnosis fraktur mandibula berdasarkan atas anamnesa, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Pada kasus trauma, pemeriksaan penderita dengan kecurigaan fraktur
mandibula harus mengikuti kaidah ATLS, dimana terdiri dari pemeriksaan awal
(primar survey) yang meliputi pemeriksan airway, breathing, circulation dan
disability. Pada penderita trauma dengan fraktur mandibula harus diperhatikan
adanya kemungkinan obstruksi jalan nafas yang bisa diakibatkan karena fraktur
mandibula itu sendiri ataupun akibat perdarahan intraoral yang menyebabkan
aspirasi darah dan bekuan darah.
Jika pasien stabil, perlu diketahui riwayat trauma. Mekanisme trauma
merupakan informasi yang penting sehingga dapat menggambarkan tipe fraktur
yang terjadi. Bila trauma ragu-ragu atau tidak ada maka kemungkian fraktur
patologis tetap perlu dipikirkan. Riwayat penderita harus dilengkapi apakah ada
trauma daerah lain (kepala, torak, abdomen, pelvis dll).
Pertanyaan-pertanyaan kepada penderita maupun pada orang yang lebih
mengetahui harus jelas dan terarah, sehingga diperoleh informasi mengenai;
keadaan kardiovaskuler maupun sistem respirasi, apakah penderita merupakan
penderita diabetes, atau riwayat alergi.
2. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Inspeksi dimulai dari ektraoral kemudian ke intraoral. Perhatikan
adanya deformitas. Pembengkakan preaurikular sering menunjukkan
adanya fraktur kondilus. Kulit di sekitar wajah dan leher perlu
diperhatikan apakah hiperemis, ekimosis, laserasi, atau hematom. Pada
luka yang mengarah ke fraktur terbuka harus diidentifikasi dan
ditentukan menurut derajatnya menurut klasifikasi Gustillo. Dilihat juga
22
apakah terdapat gigi yang hilang. Perhatikan juga apakah terdapat
maloklusi.
b. Palpasi
Pada palpasi dievaluasi daerah TMJ dengan jari pada daerah TMJ
dan penderita disuruh buka-tutup mulut, menilai ada tidaknya nyeri,
deformitas atau dislokasi. Untuk memeriksa apakah ada fraktur mandibula
dengan palpasi dilakukan evaluasi false movement dengan kedua ibujari di
intraoral, korpus mandibula kanan dan kiri dipegang kemudian digerakkan
keatas dan kebawah secara berlawanan sambil diperhatikan disela gigi dan
gusi yang dicurigai ada frakturnya. Bila ada pergerakan yang tidak sinkron
antara kanan dan kiri maka false movement +.
Periksa juga status gusi, apakah terdapat ekimosis, perdarahan, atau
hematom, bila terdapat hal tersebut, menunjukkan adanya fraktur.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan rontgen
Pada fraktur mandibula dapat dilakukan pemeriksaan penunjang foto
Rontgen untuk mengetahui pola fraktur yang terjadi. Timbulnya
kecurigaan fraktur mandibula tergantung dari jenis frakturnya, apakah
cedera tunggal atau multipel. Jika dicurigai cedera tunggal, pemeriksaan
dapat dimulai dengan foto AP, Towne, dan oblik.
b. CT Scan
CT scan dapat digunakan untuk mengidentifikasi fraktur kondilus
kompleks, terutama fraktur sagital atau dislokasi fossa glenoid. CT scan
juga berguna pada pasien dengan cedera serius, seperti luka tembak atau
fraktur komunitif.
D. Penatalaksanaan2,4,5
Prinsip penanganan fraktur mandibula pada langkah awal bersifat
kedaruratan seperti jalan nafas (airway), pernafasan (breathing), sirkulasi darah
termasuk penanganan syok (circulaation), penaganan luka jaringan lunak dan
imobilisasi sementara serta evaluasi terhadap kemungkinan cedera otak. Tahap
23
kedua adalah penanganan fraktur secara definitif yaitu reduksi/reposisi fragmen
fraktur (secara tertutup (close reduction) dan secara terbuka (open reduction).
1. Reposisi tertutup
Adapun indikasi untuk reposisi tertutup di antaranya:
Fraktur displace atau terbuka derajat ringan sampai sedang.
Fraktur kondilus
Fraktur pada anak
Fraktur komunitif berat atau fraktur dimana suplai darah menurun.
Fraktur eduntulous mandibula
Fraktur mandibula yang terdapat hubungan dengan fraktur panfacial
Fraktur patologis
Tehnik yang digunakan pada terapi fraktur mandibula secara closed
reduction adalah fiksasi intermaksiler. Fiksasi ini dipertahankan 3-4 minggu pada
fraktur daerah condylus dan 4-6 minggu pada daerah lain dari mandibula.
Beberapa teknik fiksasi intermaksila diantaranya:
Ivy loop
Penempatan Ivy loop menggunakan kawat 24-gauge antara 2 gigi yang
stabil, dengan penggunaan kawat yang lebih kecil untuk memberikan fiksasi
maxillomandibular (MMF) antara loop Ivy.
24
Gambar 5. Fiksasi maksilomandibular
Teknik arch bar
Indikasi pemasangan arch bar antara lain gigi kurang/ tidak cukup
untuk pemasangan cara lain, disertai fraktur maksila, didapatkan fragmen
dentoalveolar pada salah satu ujung rahang yang perlu direduksi sesuai
dengan lengkungan rahang sebelum dipasang fiksasi intermaksilaris
Reduksi tertutup pada edentulous mandibula
Pada edentulous mandibula, gigi palsu dapat ditranfer ke rahang
dengan kabel circummandibular. Gigi tiruan rahang atas dapat ditempelkan
ke langit-langit. (Setiap screw dari maxillofacial set dapat digunakan sebagai
lag screw). Arch bar dapat ditempatkan dan intermaxillary fixation (IMF)
dapat tercapai. Gunning Splints juga telah digunakan pada kasus ini
karena memberikan fiksasi dan dapat diberikan asupan makanan. Pada
kasus fraktur kominitif, rekonstruksi mandibula mungkin diperlukan untuk
mengembalikan posisi anatomis dan fungsi.
2. Reposisi terbuka
Indikasi reposisi terbuka di antaranya:
Fraktur terbuka atau displace derajat sedang sampai berat
Fraktur yang tidak tereduksi dengan reposisi tertutup
Unfavorable fracture
Reposisi terbuka pada fraktur mandibula memiliki pendekatan intra dan
ekstraoral. Pendekatan ekstraoral dapat dilakukan melalui submandibula,
submental, atau preaurikular.
25
Gambar 6. Approach ekstraoral
26
ikatan kawat ini dipasang di berbagai tempat untuk memperoleh fiksasi yang
kuat.
Plating
Pemasangan plat bertujuan untuk memberi tahanan pada daerah fraktur,
sehingga dapat menyatukan bagian fraktur dengan alveolus superior. Setelah
plat tepasang, maka tidak dibutuhkan lagi fiksasi maksila. Dengan catatan
pemasangan screw pada plat tidak dengan penekanan yang terlalu kuat.
Karena dengan pemasangan screw yang terlalu kuat akan mengkibatkan
terjadinya kesulitan pada saat pelepasan, oleh karena itu, pemasangan dengan
teknik yang tidak terlalu menekan lebih dipilih dalam pemasangan plat pada
fraktur mandibula.
E. Komplikasi
Komplikasi setelah dilakukannya perbaikan pada fraktur mandibula
umumnya jarang terjadi. Komplikasi yang paling umum terjadi pada fraktur
mandibula adalah infeksi atau osteomyelitis, yang nantinya dapat menyebabkan
berbagai kemungkinan komplikasi lainnya. Tulang mandibula merupakan daerah
yang paling sering mengalami gangguan penyembuhan fraktur baik itu malunion
ataupun non-union, hal ini akan memberi keluhan berupa rasa sakit dan tidak
nyaman (discomfort) yang berkepanjangan pada sendi rahang (Temporo
mandibular joint) oleh karena perubahan posisi dan ketidakstabilan antara sendi
rahang kiri dan kanan. Hal ini tidak hanya berdampak pada sendi tetapi otot-otot
pengunyahan dan otot sekitar wajah juga dapat memberikan respon nyeri
(myofascial pain) Terlebih jika pasien mengkompensasikan atau memaksakan
mengunyah dalam hubungan oklusi yang tidak normal. Kondisi inilah yang
banyak dikeluhkan oleh pasien patah rahang yang tidak dilakukan perbaikan atau
penanganan secara adekuat.
Ada beberapa faktor risiko yang secara spesifik berhubungan dengan fraktur
mandibula dan berpotensi untuk menimbulkan terjadinya malunion ataupun non-
union. Faktor risiko yang paling besar adalah infeksi, kemudian aposisi yang
kurang baik, kurangnya imobilisasi segmen fraktur, adanya benda asing, tarikan
otot yang tidak menguntungkan pada segmen fraktur. Malunion yang berat pada
27
mandibula akan mengakibatkan asimetri wajah dan dapat juga disertai gangguan
fungsi. Kelainan-kelainan ini dapat diperbaiki dengan melakukan perencanaan
osteotomi secara tepat untuk merekonstruksi bentuk lengkung mandibula.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidayat, Wim de Jong. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. EGC: Jakarta. 2004
2. Laub D, R. Facial Trauma, Mandibular Fractures. (2009). Available at
http://emedicine.medscape.com/article/1283150-overview.
3. Thapliyal C. G, Sinha C. R, Menon C. P, Chakranarayan S. L. C. A. (2007).
Management of Mandibular Fractures. Available at
http://medind.nic.in/maa/t08/i3/maat08i3p218.pdf.
4. Donald R Laub. Mandibular fracture. (2011). Available at
http://emedicine.medscape.com/article/1283150-overview#showall
5. Robert W Dolan. Facial plastic, reconstructive, and trauma surgery. New york.
29