Rekonsiliasi Fiskal Tata Cara Dan Perhitungan Atas Rekonsiliasi Fiskal Atas Laporan Keuangan PDF
Rekonsiliasi Fiskal Tata Cara Dan Perhitungan Atas Rekonsiliasi Fiskal Atas Laporan Keuangan PDF
FISKAL
Oleh :
Padlah Riyadi, SE, Ak
---------------------------------------------------------------------------------------------------
Latar Belakang
Wajib Pajak Badan biasanya terdiri dari perusahaan-perusahaan yang
berbentuk Perseroan Terbatas atau CV. Perusahaan-perusahaan ini dalam
prakteknya tentu melakukan proses pembukuan dan pada akhirnya akan
menghasilkan laporan keuangan berupa Neraca dan Laporan Rugi Laba. Laporan
keuangan seperti ini biasanya dibutuhkan oleh berbagai macam pihak terutama
sekali adalah pemilik perusahaan dan kreditur. Laporan keuangan ini pada
umumnya digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan.
Penyusunan Laporan Keuangan seperti ini diatur dalam bentuk standar
akuntansi keuangan. Penggunaan standar ini terutama dimaksudkan agar
kualitas laporan keuangan bisa dipertanggungjawabkan sehingga bisa menjadi
sarana mengkomunikasikan apa yang telah dilakukan manajemen perusahaan
kepada fihak investor atau kreditur.
Pihak lain yang sebenarnya berkepentingan terhadap Laporan Keuangan
Perusahaan adalah pemerintah. Pemerintah memiliki hak terhadap Pajak
Penghasilan sebagaimana diatur dalam Undang-undang. Ada titik persamaan
antara investor, kreditur dan pemerintah. Titik persamaan tersebut terletak kepada
bahwa mereka sama-sama berkepentingan terhadap laba perusahaan. Investor
melihat laba sebagai suatu hasil dari investasinya di perusahaan tersebut
sementara kreditur tentu berkepentingan terhadap pinjaman yang diberikan
kepada perusahaan. Tingkat laba bisa memberikan petunjuk atas kemampuan
perusahaan untuk mengembalikan pokok pinjaman dan bunganya.
Pemerintah tentu saja berkepentingan terhadap laba perusahaan karena
Pajak Penghasilan dihitung berdasarkan laba perusahaan. Semakin besar laba
perusahaan maka semakin besar Pajak Penghasilan yang bisa ditarik, begitu juga
sebaliknya. Namun demikian, jika investor dan kreditur bisa langsung
menggunakan laporan rugi laba yang disusun berdasarkan standar akuntansi,
pemerintah tidak bisa menggunakan langsung laba dalam laporan keuangan
sebagai dasar pengenaan pajak.
Laba dalam pengertian Pajak Penghasilan adalah laba yang berdasarkan
ketentuan dalam Undang-undang Pajak Penghasilan serta peraturan
pelaksanaannya. Laba demikian biasa disebut Laba Fiskal, sementara laba yang
berdasarkan laporan rugi laba biasa disebut Laba Komersial. Dalam membuat
laporan keuangan ada beberapa perbedaan pengakuan pendapatan dan biaya
antara Standar Akuntansi Keuangan dengan Ketentuan perpajakan menghasilkan
jumlah angka yang berbeda antara laba komersial dan laba fiskal. Perbedaan
inilah yang menyebabkan perlunya dilakukan Rekonsiliasi Fiskal, yaitu suatu
mekanisme untuk menyesuaikan laporan keuangan komersial perusahaan menjadi
sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
Laporan laba rugi komersial menurut Muljono dalam Bakari (2009: 143)
adalah besarnya laba yang dihitung Wajib Pajak sesuai dengan sistem serta
prosedur pembukuan yang wajar yang diakui dalam Stadar Akuntansi Keuangan
(SAK), sedangkan laporan laba rugi fiskal menurut Lestari dalam Bakari (2011:
13) adalah ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan untuk
menentukan besarnya penghasilan kena pajak (taxable income) atau laba fiscal
yang digunakan untuk menghitung pajak penghasilan yang terutang.
Rekonsiliasi fiskal dilakukan oleh WP karena terdapat perbedaan
perhitungan, khususnya laba menurut akuntansi (laba komersial) dengan laba
menurut perpajakan (laba fiskal). Laporan keuangan komersial atau bisnis
ditujukan untuk menilai kinerja ekonomi dan keadaan finansial dari sektor swasta,
sedangkan laporan keuangan fiskal lebih ditujukan untuk menghitung pajak.
Perbedaan kedua dasar penyusunan laporan keuangan tersebut
mengakibatkan perbedaan perhitungan laba (rugi) suatu entitas.
Jika satu entitas (WP) harus menyusun 2 laporan keuangan yang berbeda maka
disamping terdapat pemborosan waktu, tenaga, uang juga akan terjadi tidak
tercapainya tujuan menghindari manipulasi pajak. Untuk mengatasi masalah
tersebut dilakukan rekonsiliasi fiskal untuk menyesuaikan saldo dalam laporan
laba rugi komersial dengan mengoreksi perbedaan perhitungan dengan peraturan
perpajakan, sehingga pajak yang terutang dapat dihitung dan dilaporkan sesuai
ketentuan perpajakan.
Perbedaan antara akuntansi komersial dan peraturan perpajakan akan
menyebabkan koreksi positif dan koreksi negatif. Koreksi positif akan
menyebabkan laba kena pajak akan bertambah, sedangkan Koreksi negatif akan
menyebabkan laba kena pajak berkurang.
1. Beda Tetap
Beda tetap disebabkan oleh adanya perbedaan pengakuan pendapatan dan
beban antara Standar Akuntansi dan Peraturan Perpajakan yang bersifat permanen.
Perbedaan ini akan mengakibatkan perbedaan besarnya laba bersih sebelum pajak
dengan laba fiskal atau penghasilan kena pajak.
b. Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak
badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 25%.
Contoh:
Jumlah Penghasilan Kena Pajak Rp 1.250.000.000,00
Pajak Penghasilan yang terutang = 25% x Rp 1.250.000.000,00
= Rp 312.500.000,00
Contoh :
PT A di Indonesia merupakan pemegang saham tunggal dari Z Inc. di Negara X. Z
Inc. tersebut dalam tahun 1995 memperoleh keuntungan sebesar US$ 100,000.00.
Pajak Penghasilan yang berlaku di negara X adalah 48% dan Pajak Dividen
adalah 38%.
Contoh:
Pajak Penghasilan yang terutang Rp 80.000.000,00
Kredit pajak:
Pemotongan pajak dari pekerjaan (Pasal 21) Rp 5.000.000,00
Pemungutan pajak oleh pihak lain (Pasal 22) Rp 10.000.000,00
Pemotongan pajak dari modal (Pasal 23) Rp 5.000.000,00
Kredit pajak luar negeri (Pasal 24) Rp 15.000.000,00
Dibayar sendiri oleh wajib pajak (Pasal 25) Rp 10.000.000,00
Jumlah Pajak Penghasilan yang dapat dikreditkan Rp 45.000.000,00
Pajak Penghasilan yang masih harus dibayar Rp 35.000.000,00