Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dua bidang pengetahuan rasional yang tak diragukan lagi berhubungan sangat
erat sejak dulu sampai sekarang adalah filsafat dan matematika. Namun hubungan
itu sering diuraikan secara keliru oleh sebagian filsuf maupun ahli matematik.
Mungkin karena terkesan oleh perkembangan filsafat pada zaman dulu, orang
memberikan kedudukan utama kepada filsafat.
Akhirnya dalam hubungannya dengan deduksi-deduksi yang dibuat oleh
matematika itu filsuf Inggris C.D. Broad dalam bukunya Scientific Thought
(1949) menegaskan suatu perbedaan lagi antara filsafat dengan matematik. Dalam
bidang matematik orang dengan berpangkal pada aksioma-aksioma yang tak
diragukan atau premis-premis yang dianggap sebagai hipotesa menurunkan
kesimpulan-kesimpulan sampai yang jauh sekali. Sebaliknya filsafat tidak
berminat terhadap kesimpulan-kesimpulan yang jauh, melainkan terutama
bersangkut paut dengan analisa dan penilaian dari premis-premis semula. Bidang
pengetahuan yang disebut filsafat matematik merupakan hasil pemikiran filsafat
yang sasarannya adalah matematik itu sendiri.
Seiring berjalannya waktu dan semakin pesatnya tingkat intelektualitas serta
kualitas kehidupan, maka pendidikan pun menjadi lebih kompleks, terutama
dalam bidang sains dan matematika, Maka untuk mengatasi masalah tersebut
tidak cukup jika hanya menggunakan filsafat matematik saja. Sehingga lahirlah
filsafat konstruktivisme. Filsafat konstruktivisme memberikan konstibusi yang
berarti dalam dunia pendidikan terlebih dalam bidang pendidikan sains dan
matematika. Kontruktivisme beranggapan bahwa kegiatan pendidikan itu
bukanlah suatu kegiatan memindahkan ilmu atau memindahkan pengetahuan dari
seorang guru ke muridnya, namun guru berperan untuk membangun pengetahuan
dalam diri siswa untuk bisa bersikap kritis.
Berdasarkan pemaparan diatas maka dalam makalah ini penyusun akan
membahas filsafat matematika tentang, hubungan, pola, bentuk, dan rakitan

1
sebagai sasaran matematika modern, matematika sebagai ilmu yang bersifat
abstrak dan deduktif, pendapat tiga mazhab matematika modern dari abad ke-20,
serta filsafat konstruktivisme dalam Pendidikan tentang implikasi konstruktivisme
terhadap proses mengajar.

B. Rumusun Masalah

Berdasarkan uraian diatas, diperoleh rumusan masalah makalah ini yaitu:


1. Bagaimana hubungan pola, bentuk, dan rakitan dalam matematika
modern?
2. Jelaskan mengenai matematika sebagai ilmu yang bersifat abstrak dan
deduktif!
3. Bagaimana pendapat tiga mazhab matematika modern dari abad ke-20 ?
4. Bagaimana implikasi konstruktivisme terhadap proses mengajar?

C. Tujuan

Adapun tujuan dari makalah ini yaitu:


1. Untuk mengetahui hubungan pola, bentuk, dan rakitan dalam matematika
modern
2. Untuk mengetahui mengenai matematika sebagai ilmu yang bersifat
abstrak dan deduktif
3. Untuk mengenal dan memahami tiga mazhab matematika modern dari
abad ke-20
4. Untuk mengetahui implikasi konstruktivisme terhadap proses mengajar

D. Manfaat

Manfaat dari pembuatan makalah ini yaitu agar pembaca dapat mengetahui:
1. Hubungan pola, bentuk, dan rakitan dalam matematika modern
2. Matematika sebagai ilmu yang bersifat abstrak dan deduktif
3. Memahami tiga mazhab matematika modern dari abad ke-20
4. Implikasi konstruktivisme terhadap proses mengajar

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hubungan Pola, Bentuk, dan Rakitan Dalam Matematika Modern

Matematika berkembang sangat luas sejak awal abad ke-19 sehingga dianggap
mencapai zaman keemasannya. Pada abad ke-19 dan abad ke-20 dianggap sebagai
masa awal matematika modern terutama dalam hal hubungan khusus dengan
bagian-bagian yang sukar.
Ahli matematika Jerman yang terbesar dalam abad ke-19 Carl Friedrich Gauss
(1777-1885) berpendapat bahwa matematika semata-semata menyangkut
perincian dan perbandingan dari hubungan-hubungan). Menurut Gauss sebuah
keluasaan tersendiri tidaklah mungkin dipelajari.
a. Hubungan
Matematika, ilmu yang di dalamnya hubungan-hubungan yang diketahui di
antara keluasaan-keluasaan dikenakan proses-proses tertentu yang membuat
hubungan-hubungan lainnya dapat diturunkan.
Pengertian hubungan dalam matematika menurut John Hafstrom bertalian erat
dengan artinya, dalam pemakaian sehari-hari. Sebuah hubungan mencakup dua
hal atau lebih yang memiliki sifat tertentu yang umum di antara mereka, atau yang
sama-sama tercakup dalam suatu himpunan tertentu. Contoh-contoh hubungan
dalam matematika misalnya adalah kesamaan (dua buah bilangan dapat dianggap
berhubungan karena besarnya yang sama), pertimbangan, lebih besar, lebih kecil,
atau kesejajaran. Setiap benda di dunia ini mempunyai hubungan-hubungan yang
disebut atau tidak disebut dengan benda lainnya. Henry Poincare menyatakan
bahwa ilmu sesungguhnya tidak dapat mengetahui benda-benda, melainkan
hanyalah hubungan-hubungan. Tetapi hal-hal yang ingin diketahui oleh para ahli
matematika menurut Keyser adalah hubungan-hubungan abstrak yang pasti,
hubungan-hubungan fungsional yang sepenuhnya ditentukan atau dapat
ditentukan, dan kumpulan hubungan-hubungan yang dapat dipikirkan secara logis.
Pandangan tersebut sesuai dengan pandangan modern mengenai matematika

3
murni yang dipersamakan dengan teori hipotesis-deduktif yang umum tentang
hubungan-hubungan.
b. Pola
Pola terkadang diartikan sebagai suatu sistem mengenai hubungan-hubungan di
antara perwujudan-perwujudan alamiah. Bilamana perwujudan-perwujudan ilmiah
yang tampaknya rumit atau beranekaragam ditelaah secara mendalam, sering-
sering dengan abstrak dalam pikiran, maka biasanya dapatlah di temukan pola-
polanya.
Seorang matematikawan yang secara tegas merumuskan matematika sebagai
pengetahuan yang menelaah pola adalah W. W. Sawyer. Dia mengatakan bahwa
matematika adalah penggolongan dan penelaahan tentang semua pola yang
mungkin.
Perwujudan-perwujudan dalam alam mempunyai berbagai pola atau
keteraturan. Pola-pola yang sama sering terkandung dalam aneka benda-benda
atau keadaan-keadaan yang tampaknya berbeda-beda. Tetapi, sesekali pola
alamiah yang sama itu diketahui dan dipahami oleh ahli matematika dapatlah
diwujudkan menjadi pola dalam matematika. Misalnya sebuah batu cadas dan
sebuah bukit yang mempunyai perwujudan sebagai berikut:
Setelah dipelajari oleh ilmu matematika, fenomena gambar di atas yang
kelihatannya berlainan ternyata mengandung pola atau keteraturan yang
sepenuhnya sama. Dari sudut matematika perwujudan gambar di atas merupakan
perwujudan dari pola yang tertuang dalam dalil Pythagoras yang terkenal dengan
rumusnya A2 + B2 = C2.
Dalil Pythagoras di atas dapat diterapkan dalam berbagai pyramid, candi,
maupun tempat peluncuran anak-anak di kolam renang.
c. Bentuk
Edna Kramer mengatakan bahwa Sudut pandang yang kami baru saja
kembangkan pastilah mengungkapkan matematika sebagai suatu ilmu tentang
bentuk, yang tidak perlu dibatasi pada bilangan, ruang, besaran, atau pengukuran,
melainkan sebaliknya bersifat mencakup semuanya, termasuk logika, ilmu-ilmu

4
murni maupun ilmu-ilmu terapan yang untuknya ilmu-ilmu murni menyediakan
bentuknya.
Dalam matematika bentuk menunjukkan pada rakitan dari hubungan-hubungan
dan teori-teori matematika. Ini berkembang, tidak dari suatu penelaahan tentang
bentuk ruang sebagai demikian, melainkan dari analisis mengenai pembuktian-
pembuktian yang terjadi dalam geometri, aljabar, dan pembagian-pembagian
lainnya dari matematika.
Pengertian mengenai bentuk memegang peran yang penting dalam dalam studi
matematika. Misalnya bentuk dari suatu rumus matematika adalah jauh lebih
penting daripada lambing-lambang yang dipakai dalam suatu rumus dan suatu
lambang dapat digantikan dengan suatu tanda. Misalnya seperti berikut:

(a + b)2 = (a + b) x (a + b)
= a2 + ab + ab + b2
= a2 + 2ab + b2
Ahli-ahli matematika menguraikan atau menelaah bentuk-bentuk atau rakitan-
rakitan yang abstrak dan hubungan-hubungan di antara mereka. Bila kita
memahami bilangan pokok misalnya, ini adalah suatu sifat struktural dari suatu
himpunan. Jika kita mengatakan bahwa ini tersusun secara linear, kita telah
menunjukkan suatu sifat structural yang lain
d. Rakitan
Penelaahan matematika mengenai rakitan adalah penelaahan tentang segenap
rakitan yang bentuknya dapat diungkapkan dalam lambang-lambang. Sebuah
definisi lain mentelaah bahwa rakitan adalah penelaahan tentang rakitan-rakitan
abstrak dan saling berhubungan diantara mereka.
Penelahaan terhadap rakitan tersebut merupakan ciri-ciri dari matematika
modern yang membedakannya dengan pengertian matematika kuno sebagai ilmu
tentang bilangan dan ruang. Pandangan dari matematikawan modern ditunjukkan
dalam pemakaiannya yang kerap kali mengenai akar kata morph artinya bentuk,
seperti dalam kata-kata homomorphism, isomorphism, dan homeomorphism.
Matematikawan memandang sistem bilangan sebagai sebuah kumpulan struktur-

5
struktur yang saling berkaitan. Peralihan dan penitikberatan kepada rakitan itu
terjadi karena orang mulai berpendapat bahwa sasaran matematika berupa
bilangan, titik, garis, dan bentuk-bentuk ruang lainnya sebagai hal yang sungguh-
sungguh berwujud tidaklah banyak artinya dalam matematika. Courant dan
Robbins mengatakan, Apa yang penting dan apa yang bertalian dengan
kenyataan yang dapat diperiksa kebenarannya adalah rakitan dan hubungan,
bahwa dua titik menentukan sebuah garis, bahwa bilangan-bilangan bergabung
menurut aturan-aturan tertentu untuk membentuk bilangan-bilangan lain, dan
sebagainya.
Selain definisi di atas, rakitan juga merupakan sebuah istilah yang bersifat agak
mencakup semuanya yang diterapkan bagi hubungan-hubungan logis yang
terdapat di antara berbagai kegiatan yang dilakukan dalam suatu organisasi.
Maksudnya rakitan memberikan suatu susunan yang tertib di antara fungsi-fungsi
sehingga tujuan-tujuan organisasi itu dapat tercapai secara efisien. Struktur
mengandung arti sistem dan pola.
Dari pemaparan di atas bahwa pengertian rakitan sesungguhnya dapat meliputi
bentuk, pola dan hubungan yang semula telah diuraikan sebagai sasaran-sasaran
matematika tersendiri.
Kini menjadi semakin tegas bahwa pengertian rakitan sesungguhnya mencakup
hubungan, pola dan bentuk. Dengan demikian, perumusan-perumusan terdahulu
mengenai matematika sebagai studi tentang hubungan-hubungan, studi tentang
pola-pola, dan studi tentang bentuk dapatlah tertampung semuanya kalau orang
merumuskan matematika sebagai studi tentang rakitan.
Selanjutnya perlu ditegaskan bahwa rakitan yang ditelaah oleh matematika
adalah rakitan dari sistem-sistem matematika.Sebagai contoh mengenai sistem
matematika yang strukturnya ditelaah oleh ahli matematika modern adalah
melakukan perhitungan-perhitungan.
1
+1
10

6
Dalam sistem di atas hanya dipergunakan dua angka yaitu angka (0 dan 1)
untuk menyatakan semua bilangan dan melakukan perhitungan sampai jumlah
berapa pun. Maka untuk bilangan dua yang terjadi dari satu tambah satu adalah 10
karena sistem perpaduannya hanya memakai angka 0 dan 1 serta tidak mengenal
angka-angka lainnya.
Selanjutnya kalau bilangan dua di atas ditambah dengan satu sehingga menjadi
tiga, maka perhitungan dan penulisannya adalah sebagai berikut:
10
+1
11
Selanjutnya kalau bilangan tiga di atas ditambah lagi sehingga menjadi
bilangan empat, maka tata cara penulisanna adalah sebagai berikut:
11
+1
100
Hubungan-hubungan bilangan perpaduan dan aturan-aturan penambahannya
dapat disusun menjadi pola dengan bentuk sebagai berikut:

+ 0 1
0 0 1
1 1 10

Segenap hubungan, pola, dan bentuk serta sifat-sifat lainnya dari unsur-unsur
yang tercermin pada table di atas merupakan struktur dari sebuah sistem
matematika yang disebut binary system (sistem perpaduan). Sistem ini ditelaah
dalam matematika, khususnya oleh cabangnya yang dinamakan aritmetika
perpaduan (binary arithmetic).

7
B. Matematika Sebagai Ilmu Yang bersifat Abstrak Dan Deduktif

Hubungan, pola, bentuk dan rakitan yang merupakan sasaran matematika


bukanlah akhir dari perumusan matematika tapi dewasa ini justru yang ditelaah
lebih jauh adalah matematika menyangkut pengertian-pengertian abstrak.
Para ahli yang menyatakan matematika sebagai ilmu yang bersifat abstrak
antara lain menurut Salomon Bochner, matematika tidak berhubungan dengan
dunia luar, melainkan hanya dengan hal-hal dan hubungan-hubungan yang
merupakan gambaran- gambaran yang diciptakannya sendiri. Dengan ini lahirlah
pendapat yang menganggap matematika sebagai penelaahan tentang sistem-sistem
abstrak.Sejalan dengan itu filsuf Charles Sanders Peirce (1839-1914) menyatakan
bahwa matematika tidak berhubungan dengan keadaan senyatanya dari benda-
benda melainkan semata-mata dengan keadaan pengandaian dari benda-benda.
Dari pendapat di atas maka jelaslah matematika tergolong sebagai ilmu yang
bersifat abstrak atau sering juga disebut matematika murni. Karena ciri-ciri
matematika yang abstrak dan murni itu kemudian Bertrand Russel membuat
perumpaan bahwa matematika dapat didefinisikan sebagai mata pelajaran yang
didalamnya kita tak pernah mengetahui apa yang sedang kita bicarakan maupun
apakah yang kita katakan adalah benar. Perumpamaan yang dikemukakan Russell
mendapat tanggapan dari beberapa ahli matematika antara lain Bell manyatakan
bahwa perumusan itu menekankan sifat abstrak yang sepenuhnya dari
matematika. Lebih lanjut menyatakan perumusan Russel itu sesungguhnya bukan
suatu definisi matematika melainkan sebuah pelukisan dengan semacam sajak
pendek tentang ciri-ciri matematika murni atau matematika abstrak yang tumbuh
dalam abad ke 20 ini.
Untuk lebih jelasnya makna perumusan Russel itu ialah bahwa setiap system
matematika sebagai landasannya yang penghabisan berpangkal pada unsur-unsur
yang tidak diterangkan lebih lanjut, dengan kata lain semua perumusan dalam
matematika pada akhirnya didasarkan pada istilah-istilah yang tak diuraikan
artinya. Istilah dimaksud dalam bentuknya sebagai lambang belaka tidak memiliki
arti dari dunia kenyataan, kosong dari pengertian. Untuk itu para ahli matematika

8
tidak mengetahui apa yang sedang dibicarakannya dalam matematika. Contoh
sederhana :
(x + y)2 = x2 + 2xy + y2, tidak diketahui apa arti lambang x dan y itu selama
bergerak dalam bidang matematika abstrak.
Para ahli dalam melakukan langkah-langkah pengerjaan terhadap istilah-istilah
yang tak diuraikan artinya itu membuat kesimpulan-kesimpulan berdasarkan
berbagai pernyataan yang telah ditetapkan di atas. Pernyataan-pernyataan yang
mereka hasilkan lazimnya dinamakan aksioma atau postulat. Misalnya
Keseluruhan adalah lebih besar dari pada bagiannya yang mana punatau
pernyataan Melalui dua titik yang berbeda hanya dapat ditarik satu garis lurus.
Aksioma atau postulat tersebut merupakan asas-asas dasar yang kini dianggap
sebagai kata sepakat dalam matematika yang tidak dibuktikan kebenarannya. Oleh
karena itu dalam matematika murni apabila para ahli menyusun dalil-dalil dari
aksioma/postulat itu mereka juga tidak mengetahui apakah yang dikatakan itu
benar atau tidak dalam hubungannya dengan dunia kenyataan. Kesimpulan atau
dalil ini hanyalah berlaku sesuai dengan deduksi yang dijalankan menurut hukum-
hukum logika.
Dari uraian di atas ternyata matematika bukan saja ilmu yang bersifat
abstrak tetapi juga bersifat deduktif, untuk itu berbicara matematika bukan saja
dilihat dari sisi sasarannya saja melainkan yang lebih utama adalah metode logika
atau metode pembuatan kesimpulan yang dipakai, Oleh karena itu dalam abad ke-
20 ini terdapat pendirian yang memandang matematika sebagai suatu metode
pemikiran, sebagaimana yang dikemukakan Morris Kline bahwa matematika
adalah suatu metode penyelidikan yang dikenal sebagai pemikiran berdasarkan
postulat. Metode itu terdiri dari merumuskan secara seksama definisi-definisi
tentang pengertian-pengertian yang akan dibahas dan menyebutkan secara tegas
patokanpikir-patokanpikir yang akan merupakan dasar bagi penalaran. Dari
definisi-definisi dan patokanpikir-patokanpikir ini diturunkanlah kesimpulan-
kesimpulan dengan menerapkan logika paling ketat yang mungkin dipakai orang.
Pembuatan kesimpulan dari patokanpikir-patokanpikir sebagaimana yang
dikemukakan di atas lazim disebut penalaran deduktif. Penyimpulan dari

9
kumpulan aksioma yang ditetapkan pada berbagai sistem matematika dan
kesimpulan-kesimpulannya hanyalah diterima setelah ditetapkan berdasarkan
deduksi, bahkan menurut pendapat Bell tanpa pembuktian deduktif yang paling
ketat dari patokanpikir-patokanpikir yang disebutkan secara jelas maka tidak ada
matematika.
Dari penjelasan diatas, matematika kadang-kadang dianggap sebagai cabang
dari ilmu tentang pembuatan kesimpulan, bahkan Benjamin Peirce (1809 1880 )
merupakan seorang ahli yang pertama kali menyatakan matematika adalah ilmu
yang menarik kesimpulan-kesimpulan yang perlu.
Rumusan Peirce maupun rumusan Russell tentang matematika murni di atas
merupakan rumusan yang paling banyak dikutip oleh pengarang-pengarang buku
matematika. Rumusan Russell menekankan pada sifat matematika yang abstrak
sedangkan Peirce menunjukkan sifat deduktif dari matematika, namun baik
Russell maupun Peirce sesungguhnya tidak menjelaskan apakah matematika itu,
tapi yang jelas matematika sejak zaman kuno sampai masa modern ini telah
berkembang dari ilmu yang menelaah bilangan dan ruang menjadi ilmu yang
bersifat abstrak dan deduktif yang menelaah pengertian-pengertian abstrak dengan
langkah penyimpulan yang logis dan metode pemikiran berdasarkan postulat.

C. Pendapat Tiga Mazhab Matematika Modern Dari Abad Ke-20

Sampai saat ini studi mengenai sifat alami matematika memunculkan tiga
mazhab matematika yang terkenal dengan nama logigisme, formalisme, dan
intuitionisme.
a. Mazhab Logisisme
Mazhab Logisisme dipelopori oleh filsuf Inggris Bertrand Arthur William
Russel. Pada tahun 1903 terbitlah buku beliau yang berjudul The Principles of
mathematics yang berpegang pada pendapat bahwa matematika murni semata-
mata terdiri atas deduksi-deduksi dengan prinsip-prinsip logika. Dengan
demikian, matematika dan logika merupakan bidang yang sama karena seluruh
konsep dan dalil matematika dapat diturunkan dari logika. Dalam karya tulisan
beikutnya, Russel menegaskan hubungan antara matematika dengan logika

10
tersebut sebagai berikut : Matematika dan logika, berbicara dari sudut sejarah,
merupakan penelaahan-penelaahan yang sama sekali berbeda. Matematika
dihubungkan dengan ilmu, logika dengan bahasa Yunani. Tetapi kedua-duanya
berkembang pada zaman modern, logika menjadi lebih bersifat matematis dan
matematika telah menjadi lebih logis. Akibatnya ialah kini telah menjadi
sepenuhnya bahwa tak mungkin untuk menarik suatu garis diantara
keduanya, karena sesungguhnya dua hal itu merupakan satu. Mereka berbeda
seperti anak dan orang dewasa, logika merupakan masa muda matematika dan
matematika merupakan masa dewasa logika. Para pendukung terkemuka mazhab
logisisme ialah Rudolf Carnamp, L. Chwistek, F.P Ramsey, dan Ludwig
Wittgenstein.
b. Mazhab Intuitionalisme
Mazhab Intuitionalisme yang dipelopori oleh ahli matematikadari Belanda
Luatzen Egbertus Jn Brouwer. Beliau berpendapat bahwa matematikaadalah sama
dengan bagian yang eksak dari pemikiran kita. Ketepatan dalil-dalil matematika
menurut Brouwer terletak dalam akal manusia. Para penganut Mashab
Intuitionalisme lainnya berpendapat bahawa matematika bersumber pada suatu
Urintuition atau ilham dasar. Ilham ini hakihatnya merupakan suatu kegiatan
berpikir yang tak tergantung pada pengalaman, bebas dari bahasa dan simbolisme
serta bersifat obyektif. Arend Heyting yang menjelaskan landasan intuisionis dari
matematika menulis sebagai berikut: matematikawan intuisionis berniat
mengerjakan matematika sebagai suatu fungsi alamiah dari akalnya sebagai
sebuah kegiatan pikiran sangat penting yang bebas. Baginya, matematika
merupakan suatu hasil dari pikiran manusia. Ia memakai bahasa, baik yang
alamiah maupun bentukan hanyalah untuk menyampaikan pikiran-pikiran, yaitu
mengusahakan agar orang-orang lain atau dirinya sendiri dapat mengikuti ide-ide
matematikanya sendiri. Suatu pernyataan bahasa yang demikian itu bukanlah
suatu penggambaran dari matematika; lebih-lebih lagi ini bukan matematika itu
sendiri.

11
c. Mazhab Formalisme
Mazhab Formalisme dipelopori oleh ahli matematika besar dari jerman
David Hilbert. Menurut mazhab lambang-lambang dan langkah-langkah
pengerjaan terhadap simbol itu justru merupakan jantung dari matematika.
Dengan demikian, matematika berhubungan dengan sifat-sifat struktural dari
lambang-lambang dan pengolahan terhadap simbol-simbol itu. Simbol-simbol
dianggap mewakili berbagai sasaran yang menjadi obyek matematika. Lambang-
lambang dianggap dapat mewakili semua sasaran yang ditelaah matematika.
Bilangan-bilangan misalnya dianggap sebagai sifat-sifat struktural yang paling
sederhana dari benda-benda, dan selanjutnya bilangan-bilangan itu sendiri
menjadi sasaran yang memiliki sifat-sifat baru tersendiri. Berdasarkan landasan
pemikiran itu seorang pendukung mazhab tersebut merumuskan
matematika sebagai ilmu tentang sistem-sistem formal. Mathematics is sciences
of formal system.

D. Implikasi Konstruktivisme Terhadap Proses Mengajar

a. Makna Mengajar
Menurut Kontrutivisme, mengajar bukanlah kegiatan memindahkan
pengetahuan dari guru ke murid, melainkan kegiatan bagimana murid sendiri
dapat membangun pengetahuannya. Mengajar berarti partisipasi dengan pelajar
dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap
kritis, dan mengadakan justifikasi.
b. Fungsi Dan Peran Pengajar/Guru
Mengajar sebagai mediator dan fasilitator
Fungsi mediator dan fasilitator dijabarkan dalam beberapa tugas sebagai
berikut.

1. Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan murid


bertanggung-jawab dalam membuat rancangan, proses, dan penelitian.
Pembelajaran dengan ceramah bukanlah tugas utama guru.

12
2. Menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang
keingintahuan murid dan membantu mereka untuk mengekspresikan
gagasan-gagasannya dan mengkomunikasikan ide ilmiah mereka.
Menyediakan sarana yang merangsang siswa berpikir secara produktif.
Menyediakan kesempatan dan pengalaman yang mendukung proses
belajar siswa. Guru harus menyemangati siswa, perlu menyediakan
pengalaman konflik.
3. Memonitor, mengevaluasi, dan menunjukkan apakah pemikiran si murid
jalan atau tidak. Guru menunjukkan dan mempertanyakan apakah
pengetahuan murid itu berlaku untuk menghadapi persoalan yang baru,
berkaitan. Guru membantu mengevaluasi hipotesis dan kesimpulan murid.

Agar peran dan tugas tersebut berjalan dengan optimal, diperlukan beberapa
kegiatan yang perlu dikerjakan dan juga beberapa pemikiran yang perlu disadari
oleh pengajar.

1. Guru perlu banyak berinteraksi dengan siswa untuk lebih mengerti yang
sudah mereka ketahui dan pikirkan.
2. Tujuan dan apa yang akan dibuat di kelas sebaiknya dibicarakan bersama
sehingga siswa sungguh terlibat.
3. Guru perlu mengerti pengalaman belajar mana yang lebih sesuai dengan
kebutuhan siswa. Ini dapat dilakukan dengan berpartisipasi sebagai pelajar
juga di tengah pelajar.
4. Diperlukan keterlibatan dengan siswa yang sedang berjuang dan
kepercayaan terhadap siswa bahwa mereka dapat belajar.
5. Guru perlu mempunyai pemikiran yang fleksibel untuk dapat mengerti dan
menghargai pemikiran siswa, karena kadang siswa berpikir dasarkan
pengandaian yang tidak diterima guru.

Strategi Mengajar
Tugas guru adalah membantu agar siswa mampu mengkonstruksi
pengetahuannya sesuai dengan situasinya yang konkret. Maka strategi mengajar

13
perlu juga disesuaikan dengan kebutuhan dan situasi murid. Oleh karena itu, tidak
ada suatu strategi mengajar yang satu-satunya yang dapat digunakan di mana pun
dan dalam situasi apa pun. Strategi yang disusun selalu hanya menjadi tawaran
dan saran, bukan suatu menu yang sudah jadi. Setiap guru yang baik akan
memperkembangan caranya sendiri. Mengajar adalah suatu seni yang menuntut
bukan hanya penguasaan teknik, melainkan juga intuisi.
De Vries dan Kohlberg mengikhtisarkan beberapa prinsip konstruktivisme
Piaget yang perlu diperhatikan dalam mengajar Matematika (bisa untuk lainnya
secara principal).

1. Struktur psikologis harus dikembangkan dulu . Sebelum persoalan


bilangan diperkenalkan struktur Psikologisnya harus tertangkap. Bila
murid mencoba menalarkan bilangan sebelum mereka menerima struktur
logika matematis yang cocok dengan persoalannya, tidak akan jalan
(DeVries dan Kohlberg dalam Wadsworth (1989).
2. Struktur psikologis (skemata) harus dikembangkan dulu. Sebelum simbol
formal diajarkan schemata harus dikembangkan dulu. Simbol adalah
bahasa matematis, suatu bilangan tertulis yang merupakan representasi
suatu konsep, tapi bukan konsepnya sendiri.
3. Murid harus mendapat kesempatan untuk menemukan. Misalnya
membentuk relasi matematis sendiri, jangan hanya selalu dihadapkan
kepada perkiran orang dewasa yang sudah jadi.
4. Suasana berpikir harus diciptakan. Sering pengajaran matematika (atau
lainnya) hanya mentransfer apa yang dipunyai guru kepada murid dalam
wujud pelimpahan fakta matematis dan prosedur perhitungan kepada
murid. Murid menjadi pasif. Banyak guru menekankan perhitungan dan
bukan penalaran sehingga banyak murid menghafal belaka.

Bagaimana Mengevaluasi Proses Belajar Murid


Menurut von Glasersfeld, sebenarnya seorang guru tidak dapat mengevaluasi
apa yang sedang dibuat murid atau apa yang mereka katakan. Yang harus
dikerjakan guru adalah menunjukkan kepada murid bahwa yang mereka pikirkan

14
itu tidak cocok atau tidak sesuai untuk persoalan yang dihadapi. Guru
konstruktivis tidak menekankan kebenaran, tetapi berhasilnya suatu operasi
(viable). Tidak ada gunanya mengatakan murid itu salah karena hanya
merendahkan motivasi belajar.
Perlu ditentukan apakah kita ingin agar murid memperkembangkan
kemampuan berpikirnya atau sekadar dapat menangani prosedur standar dan
memberikan jawaban standar yang terbatas. Berikan kepada murid suatu
persoalan yang belum pernah ditemui sebelumnya, amati bagaimana mereka
mengkonseptualisasikannya, dan teliti bagaimana mereka menyelesaikan
persoalan itu. Pendekatan murid terhadap persoalan itu lebih penting daripada
jawaban akhir yang diberikannya. Dengan mengamati cara konseptual yang murid
gunakan, kita dapat menangkap bagaimana jalannya konsep mereka. Berikan
kepada murid suatu persoalan yang belum ada pemecahannya yang baku (von
Glasersfeld, 1989).
Hubungan Guru dan Murid
Dalam aliran konstruktivisme, guru bukanlah seseorang yang mahatahu dan
murid bukanlah yang belum tahu dan karena itu harus diberi tahu. Dalam proses
belajar murid aktif mencari tahu dengan membentuk pengetahuannya, sedangkan
guru membantu agar pencarian itu berjalan baik. Dalam banyak hal guru dan
murid bersama-sama membangun pengetahuan. Dalam artian inilah hubungan
guru dan murid lebih sebagai mitra yang bersama-sama membangun pengetahuan.

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Hubungan pola, bentuk, dan rakitan dalam matematika modern yaitu
melahirlah sistem perduaan (binary system), dan sistem ini akan ditelaah lebih
lanjut pada cabang matematika tentang aritmetika perduaan (binary arithmetic).
Matematika bukan saja ilmu yang bersifat abstrak tetapi juga bersifat deduktif,
untuk itu berbicara matematika bukan saja dilihat dari sisi sasarannya saja
melainkan yang lebih utama adalah metode logika atau metode pembuatan
kesimpulan yang dipakai.
Ada tiga mazhab matematika yang terkenal diantaranya yaitu mazhab
Logigisme, Formalism, dan Intuitionisme. Mazhab Logigisme berpegang pada
pendapat bahwa matimatika murni semata-mata terdiri atas deduksi-deduksi
dengan prinsip-prinsip logika. Adapun mazhab formalism mengatakan bahwa sifat
alamai dari matematika adalah sebagai system lambing yang formal . matematika
bersangkut paut denagn sifat-sifat struktural, dari symbol-simbol dan proses
pengolahan terhadap lambing-lambang tersebut. Serta mazhab landasan
matematika intuitionalisme mengatakan bahwa matematika adalah sama dengan
bagian yang eksak dari pemikiran manusia.
Menurut Kontrutivisme, mengajar bukanlah kegiatan memindahkan
pengetahuan dari guru ke murid, melainkan kegiatan bagimana murid sendiri
dapat membangun pengetahuannya.

B. Saran
Mungkin akan ada penelitian lebih lanjut mengenai dasar-dasar dari ilmu
matematika. Sehingga akan muncul lebih banyak lagi cabang-cabang matematika
dan bertambah luas lagi pengetahuan kita mengenai matematika. Karena
matematika tidak bisa lepas dari kehidupan kita.

16
DAFTAR PUSTAKA

The Liang Gie, (1985) . Filsafat Matematik . Yokyakarta: Supersukses.

Suparno, P. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam pendidikan. Yokyakarta:


Kanisius.

17

Anda mungkin juga menyukai