Anda di halaman 1dari 18

TUGAS MAKALAH

FITOTERAPI
JAHE MERAH DAN PENGEMBANGAN DAUN KARAMUNTING MENJADI OHT

Disusun oleh:

1. Arintya Kumala Sagitafuri (1720343842)


2. Ayunda Eka Zulistya (1720343843)
3. Bagas Adi Wicaksana (1720343844)
4. Brilian Widianto (1720343845)
5. Dhini Jiwa Rahmadhani (1720343846)
6. Fatimatur Rohmah (1720343847)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER XXXIV


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2017
1. Monografi jahe merah menurut FHI

RIMPANG JAHE MERAH

Zingiber Officinalis Var. Rubrum Rhizoma

Rimpang jahe merah adalah rimpang Zingiber Officinalis Rosc. var rubrum , suku
Zingeberaceae, mengandung minyak atsiri tidak kurang dari 1,70% v/b.

Identitas Simplisia

Pemerian. Berupa irisan rimpang pipih, bagian ujung bercabang pendek, Bentuk bulat telur
terbalik. Pada setiap cabang terdapat parut melekuk ke dalam warna putih kekuningan, bau khas,
rasa pedas. Dalam bentuk potongan, panjang umumnya 3-4 cm, tebal 1-6,5 mm. Bagian luar
berwarna coklat kekuningan, beralur memanjang, kadang-kadang terdapat serat bebas. Bekas
patahan pendek dan berserat menonjol. Pada irisan melintang terdapat berturut-turut korteks
sempit yang tebalnya lebih kurang sepertiga jari-jari dan endodermis. Berkas pengangkut
tersebar berwarna kelabu. Sel kelenjar berupa titik yang lebih kecil berwarna kekuningan.

Susut pengeringan <111> Tidak lebih dari 10%

Abu total <81> Tidak lebih dari 5%

Abu tidak larut asam <82> Tidak lebih dari 0,2%

Sari larut air <91> Tidak kurang dari 15,6%

Sari larut etanol <92> Tidak kurang dari 4,3%

Kandungan Kimia Simplisia

Kadar minyak atsiri Tidak kurang dari 1,70% v/b

Lakukan penetapan kadar sesuai dengan Penetapan Kadar Minyak Atsiri <71>
Mikroskopik

Fragmen pengenal adalah serabut, butiran amilum, berkas pengangkut dan parenkim dengan
sekresi.

EKSTRAK KENTAL RIMPANG JAHE MERAH

Zingiberis Officinalis Var. Rubrum Rhizomae Extractum Spissum

Ekstrak kental rimpang jahe merah adalah ekstrak yang dibuat dari rimpang tumbuhan Zingiber
Officinalis Rosc. var rubrum, suku Zingeberaceae, mengandung minyak atsiri tidak kurang dari
2,81% v/b.

Pembuatan Ekstrak <311>


Rendemen Tidak kurang dari 6,6

Identitas Ekstrak

Pemerian Ekstrak kental, warna kuning kecoklatan, bau khas, rasa pedas.

Senyawa identitas Shogaol

Struktur kimia:

Pola kromatografi

Lakukan Kromatografi lapis tipis seperti yang tertera pada Kromatografi <61> dengan parameter
sebagai berikut:

Fase gerak : Toluen P-etil asetat

Fase diam : Silika gel 60 F254

Larutan uji : 10% dalam etanol P, gunakan Larutan uji KLT seperti yang tertera pada
Kromatografi <61>

Larutan pembanding : Eugenol 1% dalam etanol P

Volume penotolan : Totolkan 3 L, Larutan uji dan 1 L Larutan pembanding

Deteksi : Anisaldehid asam sulfat LP, panaskan lempeng pada suhu 100oC selama
5-10 menit.
2. Stardarisasi Jahe Merah
a. Penetapan Kadar Abu Total
Cara I

2-3 gram zat

- Dimasukkan ke dalam krus platina atau krus


silikat yang telah dipijarkan dan ditara, ratakan
- Dipijarkan perlahan-lahan hingga arang
habis
- Didinginkan
- Ditimbang
Hasil
Cara II

2-3 gram zat

- Ditambahkan air panas


- Disaring melalui kertas saring bebas abu
- Dipijarkan sisa dan kertas saring dalam krus
yang sama
- Dimasukkan filtrate ke dalam krus
- Diuapkan
- Dipijarkan hingga bobot tetap
- Ditimbang
- Dihitung kadar abu terhadap bahan yang
telah dikeringkan di udara
Hasil

%= x 100%

b. Penetapan Kadar Abu Tak Larut Asam

Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu

- Dididihkan dengan 25 ml asam klorida encer


P selama 5 menit
- Dikumpulkan bagian yang tidak larut dalam
asam
- Dipijarkan sisa dan kertas saring dalam krus
yang sama
- Dicuci dengan air panas
- Dipijarkan hingga bobot tetap
- Ditimbang
- Dihitung kadar abu yang tidak larut dalam
asam terhadap bahan yang telah dikeringkan

Hasil

%= x 100%

c. Penetapan Kadar Abu Larut Air

Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu

- Dididihkan dengan 25 ml asam klorida encer


P selama 5 menit
- Dikumpulkan bagian yang tidak larut dalam
asam
- Disaring melalui kurs kaca masir tau kertas saring
bebas abu
- Dicuci dengan air panas
- Dipijarkan selama 15 menit pada suhu tidak lebih
dari 4500 hingga bobot tetap
- Ditimbang
- Perbedaan bobot sesuai dengan jumlah abu yang
larut dalam air
- Dihitung kadar abu yang larut dalam air
- Dihitung kadar abu yang larut dalam air terhadap
bahan yang dikeringkan di udara
Hasil
d. Kadar Sari Larut dalam Air

Serbuk
-
- Dikeringkan (4/18) di udara
- Dimaserasi selama 24 jam 5,0 gram serbuk
dengan 100 ml air kloroform P menggunakan labu
bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam
perta- Kemudian dibiarkan selama 18 jam
- Dicuci dengan air panas
- Disaring dan diuapkan 20 ml filtrat hingga
kering
dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara
- Dipanaskan sisa pada suhu 1050 hingga bobot
tetap
- Dihitung kadar dalam persen sari yang larut
dalam, dihitung terhadap bahan yang
dikeringkan di udara
Hasil

100
%= x x 100%
20
e. Kadar Sari Larut dalam Etanol

Serbuk
-
- Dikeringkan (4/18) di udara
- Dimaserasi selama 24 jam 5,0 g serbuk dengan
100 ml etanol (95%) menggunakan labu bersumbat
sambil berkali-kali dikocok selama 6
jam pertama
- Kemudian dibiarkan selama 18 jam
- Disaring cepat dengan menghindarkan
penguapan etanol (95%)
- Diuapkan 20 ml filtrate hingga kering dalam
cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara
- Dipanaskan sisa pada suhu 1050 hingga bobot
tetap
- Hitung kadar dalam persen sari yang larut dalam
etanol (95%), dihitung terhadap bahan yang telah
- dikeringkan diudara
- Dihitung kadar dalam persen sari yang larut
dalam, dihitung terhadap bahan yang
dikeringkan di udara
Hasil

100
%= x x 100%
20
f. Penetapan Susut Pengeringan

Serbuk
-
- Ditimbang seksama 1 g sampai 2 g zat dalam
bobot timbang dangkal bertutup yang sebelunya
telah dipanaskan pada suhu penetapan selama 30
menit dan telah ditara
.- Jika berupa hablur besar, sebelum ditimmbng
digerus dengan cepat hingga ukuran butiran
lebih kurangg 2 mmm
- Ditarakan zat dalam botol hingga merupakan
lapisan setebal lebih kurang 5 mm sampai 10
mm
- Dimasukkan ke dalam ruang pengering
- Dibuka tutupnya dan dikeringkan pada suhu
penetapan hingga bobot tetap
- Sebelum setiap pengeringan, dibiarkan botol
dalam keadaan tertutup mendingin dalam
esikator
- hingga suhu Jika suhu lebur zat lebih rendah
dari suhu penetapan, pengeringan, dilakukan
pada ushu antara 50 dan 100 di bawah suhu
leburnya selama 1-2 jam, kemudian pada suhu
penetapan selama waktu yang ditentukan atau
hingga bobot tetap.dikeringkan diudara

Hasil
Pengembangan Daun karamunting menjadi Obat Herbal Terstandar

1. Alasan pengembangan Daun Karamunting


Tanaman obat sebagai bahan baku obat sangat dibutuhkan di Indonesia, seiring
perkembangan industri jamu atau obat tradisional. Prospek pengembangan tanaman obat
pada masa-masa mendatang cukup baik mengingat bahwa keadaan tanah dan iklim di
Indonesia sangat baik untuk pengembangan beberapa jenis tanaman obat. Obat
tradisional dibuat dalam bentuk ekstrak karena tanaman obat tidak lagi praktis jika
digunakan dalam bentuk bahan utuh (simplisia). Proses yang terstandar dapat
menghasilkan produk yang terstandar mutunya dan aman. Adanya bahan baku terstandar
dan proses yang terkendali akan menghasilkan produk atau bahan ekstrak yang memiliki
mutu terstandar. Penggunaan obat tradisional secara umum dinilai lebih aman, contoh
tanaman yang dapat digunakan sebagai tanaman obat yaitu Karamunting (Rhodomyrtus
tomentosa) yang harus melalui proses standarisasi ekstrak untuk menjamin mutu obat
tradisional.
Karamunting (Rhodomyrtus tomentosa) merupakan salah satu tumbuhan obat
yang sering digunakan oleh masyarakat. Tumbuhan ini termasuk ke dalam famili
Myrtaceae dan mempunyai nama internasional Rosemyrle. Secara tradisional, daun
tumbuhan ini digunakan untuk mengobati luka, kudis, sakit perut, diare, sakit kepala,
mencegah infeksi dan pendarahan setelah. Kelebihan dari Karamunting yaitu :
Ditanam sebagai tanaman hias atau tanaman obat, kadang ditemukan tumbuh liar
sehingga mudah ditemukan.
Dalam identifikasi senyawa mudah dilakukan karena sudah terdapat senyawa
penandanya
Sudah ada uji praklinik, yaitu sudah diujicobakan pengaruhya pada hewan.
2. Ringkasan bukti perkembangan penelitian dan standarisasinya
Karamunting diketahui sebagai tanaman obat di Indonesia yang memiliki aktivitas
biologi sebagai anti diabetes, kolik, diare, disentri, abses, dan perdarahan. Agar dapat
digunakan sebagai bahan aktif sediaan obat, perlu dilakukan standarisasi ekstrak untuk
menjamin mutu dan keamanannya. Standarisasi ekstrak etanol daun karamunting telah
dilakukan sesuai dengan metode standarisasi dari literatur meliputi penentuan parameter
spesifik dan non spesifik.
Pembuatan ekstrak etanol
Maserasi dilakukan dengan cara merendam 1 bagian serbuk simplisia dengan 10
bagian pelarut etanol 70%. Pengadukan dilakukan selama 6 jam dan dienapkan 24 jam.
Setelah 24 jam, dilakukan penyarian, filtrat disisihkan dan residu ditambah kembali
dengan 10 bagian pelarut etanol 70%. Campuran diaduk kembali selama 6 jam dan
dienapkan 24 jam lagi. Proses ini diulang sebanyak 2X.
Standarisasi ekstrak
Parameter Spesifik
Uji Organoleptis
Uji organoleptis terdiri dari pemeriksaan bentuk, bau, warna, dan rasa.
Parameter Senyawa Terlarut dalam Pelarut Tertentu
Senyawa Terlarut dalam Pelarut Air
Sebanyak 5 g ekstrak direndam selama 24 jam dengan 100 ml air : kloroform LP
menggunakan labu bersumbat sambil dikocok berkali-kali selama 6 jam pertama dan
dibiarkan 18 jam. Campuran disaring, diuapkan 20 ml filtrat hingga kering, residu
dipanaskan pada suhu 1050C, hingga didapat bobot konstan. Dihitung kadar (dalam
persen) senyawa larut dalam air terhadap berat ekstrak awal.
Senyawa Terlarut dalam Pelarut Etanol
Sebanyak 5 g ekstrak direndam 24 jam dengan 100 ml etanol 95% menggunakan
labu bersumbat sambil dikocok berkali-kali selama 6 jam pertama dan dibiarkan 18 jam.
Campuran disaring dengan cepat untuk menghindari penguapan etanol, kemudian
diuapkan 20 ml filtrat hingga kering, residu dipanaskan pada suhu 1050C, hingga didapat
bobot konstan. Dihitung kadar (dalam persen) senyawa larut dalam etanol terhadap berat
ekstrak awal (Mutiatikum, 2010).
Pola Kromatogram dengan KLT Densitometri
Sistem KLT untuk uji flavonoid sebagai berikut : Volume cuplikan = 5l Fase
diam = silika gel GF 254 dengan jarak pengembangan 8 cm Fase gerak = etil asetat :
asam formiat : asam asetat glasial : air (100:11:11:24) Cuplikan ditotolkan pada fase
diam yang telah diberi batas elusi, lalu dimasukkan ke dalam bejana pengembang
(chamber) berisi eluen yang telah jenuh. Elusi dihentikan saat mencapai batas elusi. Noda
diamati dibawah sinar UV 254 nm dan 366 nm (Stahl, 1969).
Parameter Non-Spesifik
Susut Pengeringan
Ekstrak yang diperoleh ditimbang sebanyak 1-2 g, dimasukkan dalam krus dan
dikeringkan pada oven suhu 1050C selama 30 menit, setelah 30 menit didinginkan dalam
desikator dan ditimbang. Hal ini dilakukan hingga didapat bobot yang konstan dan
dinyatakan dalam persen. Perhitungan ini dilakukan jika ekstrak tidak mengandung
minyak menguap dan sisa pelarut organik menguap identik dengan kadar air.
Kadar Abu
Ekstrak ditimbang 1-2 g dalam krus dan dipijarkan. Suhu dinaikkan hingga 600
25C hingga bebas karbon. Krus kemudian didinginkan dalam desikator, serta ditimbang
berat abu. Kadar abu dihitung dalam persen terhadap berat sampel awal (Arifin dkk.,
2006).
Kadar Abu Tidak Larut Asam
Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu, dididihkan dengan penambahan
25 ml asam klorida encer selama 5 menit. Bagian abu yang tidak larut asam
dikumpulkan, disaring, dicuci dengan air panas, dipijarkan dan ditimbang hingga didapat
bobot yang konstan. Dihitung kadar abu yang tidak larut dalam asam terhadap bahan
yang telah dikeringkan (Arifin dkk., 2006).
Cemaran Mikroba
Uji Angka Lempeng Total
Disiapkan 5 buah tabung atau lebih yang masing-masing telah diisi dengan 9 ml NaCl
0,9%. Ekstrak ditimbang sebanyak 1 g dan dilarutkan dengan 9 ml NaCl 0,9%, kemudian
dihomogenkan (pengenceran 10-1). Dipipet pengenceran 10-1 sebanyak 1 ml ke dalam
tabung yang berisi larutan NaCl 0,9% hingga diperoleh pengenceran 10-2 dan dikocok
hingga homogen. Dibuat pengenceran selanjutnya hingga 10-6 atau sesuai yang
diperlukan. Dari setiap pengenceran dipipet 1 ml ke dalam cawan petri dan dibuat duplo.
Kedalam tiap cawan petri dituangkan 15-20 ml media PCA (451oC). Segera cawan petri
digoyangkan dan diputar sedemikian rupa sehingga suspensi tersebar merata. Untuk
mengetahui sterilitas media dan pengencer dibuat uji kontrol (blangko). Setelah media
memadat, cawan petri diinkubasi pada suhu 35-37oC selama 24-48 jam dengan posisi
terbalik. Jumlah koloni yang tumbuh diamati dan dihitung (DepKes RI, 2000).
Uji Angka Kapang dan Khamir Disiapkan 3 buah tabung yang masing-masing
telah diisi 9 ml larutan NaCl 0,9%. Ekstrak ditimbang sebanyak 1 g dan dilarutkan
dengan 9 ml NaCl 0,9%, kemudian dihomogenkan (pengenceran 10-1). Dipipet 1 ml
pengenceran 10-1 ke dalam tabung pertama hingga diperoleh pengenceran 10-2, dan
dikocok sampai homogen. Dibuat pengenceran selanjutnya hingga 10-4. Dari masing-
masing pengenceran dipipet 0,5 ml, dituangkan pada permukaan media PDA, segera
digoyang sambil diputar agar suspensi tersebar merata dan dibuat duplo. Seluruh cawan
petri diinkubasi pada suhu 20- 25oC selama 5- 7 hari. Sesudah 5 hari inkubasi, dicatat
jumlah koloni jamur yang tumbuh, pengamatan terakhir pada inkubasi 7 hari (Arifin dkk.,
2006).
Cemaran Logam Berat
Prosedur kerjanya adalah sebagai berikut :
1) Menyiapkan erlenmeyer volume 250 ml.
2) Menimbang sampel yang sudah dihomogenkan sebanyak 3,00 g, dimasukkan
kedalam erlenmeyer.
3) Menambahkan 25 ml air suling, aduk dengan menggunakan batang pengaduk.
4) Menambahkan 5 ml sampai 10 ml asam nitrat, HNO3 pekat, lalu diaduk hingga
bercampur rata.
5) Menambahkan 3 butir sampai dengan 5 butir batu didih, lalu ditutup dengan kaca
arloji.
6) Meletakkan erlenmeyer tersebut diatas penangas listrik, atur suhunya pada105oC
sampai dengan 120oC.
7) Memanaskan hingga volume sampel tersisa sebanyak 10 ml.
8) Diangkat dan dinginkan.
9) Menambahkan 5 ml asam nitrat, HNO3 pekat dan 1 ml sampai dengan 3 ml asam
perklorat (HClO4) pekat tetes demi tetes melalui dinding kaca erlenmeyer.
10) Memanaskan kembali pada penangas listrik sampai timbul asap putih, dan larutan
sampel menjadi jernih.
11) Setelah timbul asap putih, pemanasan dilanjutkan hingga 30 menit.
12) Jika larutan sampel belum jernih ulangi butir 9 sampai dengan 11.
13) Mendinginkan larutan sampel. Sampel disaring menggunakan kertas saring
kuantitatif dengan ukuran pori 8,0 m. Tempatkan filtrat larutan sampel pada labu ukur
100 ml dan ditambah air suling sampai tanda tera. Filtrat larutan sampel siap diukur ke
dalam spektroskopi serapan atom.

Bobot jenis
Perhitungan bobot jenis menggunakan piknometer bersih, kering dan telah
dikalibrasi dengan menetapkan bobot piknometer dan bobot air yang baru dididihkan
pada suhu 25C. Lalu suhu ekstrak cair diatur hingga lebih kurang 20C, dimasukkan ke
dalam piknometer. Piknometer yang telah diisi diatur suhunya hingga 25C, kemudian
kelebihan ekstrak cair dibuang dan ditimbang. Bobot piknometer kosong dikurangkan
dari bobot piknometer yang telah diisi. Bobot jenis ekstrak cair adalah hasil yang
diperoleh dengan membagi bobot ekstrak dengan bobot air, dalam piknometer pada suhu
25C.
Hasil penelitian
1. Pemeriksaan organoleptis/makroskopis simplisia yaitu berupa lembaran daun
berwarna coklat dan tidak berbau. Pemeriksaan mikroskopik adanya fragmen
pengenal seperti rambut penutup berbentuk batang dan stomata tipe anomositik.
2. Dari karakterisasi simplisia didapatkan hasil susut pengeringan 11,322%0,420, kadar
abu 2,1470,057 , kadar abu tidak larut asam 0,4920,028 , kadar senyawa terlarut
dalam campuran air:kloroform 10,8290,1535 % , dan kadar senyawa terlarut dalam
etanol 14,0270,208 , dan simplisia mengandung senyawa fenolik, flavonoid dan
terpenoid.
3. Dari karakterisasi ekstrak aktif antibakteri (etil asetat) didapatkan hasil susut
pengeringan 28,4190,2956 , kadar abu 0,09990,04 , kadar senyawa terlarut dalam
campuran air:kloroform 4,6980,199, dan kadar senyawa terlarut dalam etanol
14,0270,20.
4. Ekstrak n-Heksan , Etil asetat , Metanol dan Isolat 4AB1 memiliki aktivitas antibakteri
terhadap bakteri Salmonella thypimurium ATCC 14028, Vibrio parahaemolyticus
8070 dan Eschericia coli ATCC 25922. Namun berdasarkan potensinya bila
dibandingkan dengan antibakteri Siprofloksasin, ekstrak n Heksan , Etil asetat ,
Metanol dan Isolat 4AB1 tidak menunjukkan aktivitas antibakteri yang baik terhadap
bakteri Vibrio parahaemolyticus 8070.
5. Dari hasil isolasi senyawa aktif antibakteri dari ekstrak etil asetat didapatkan isolat
4AB1 yang diidentifikasi sebagai senyawa Rhodomyrtosone C berdasarkan data
Spektrum IR, Spektrum UV, C-NMR, H-NMR, DEPT, HMBC, HMQC dan COSY.
Isolat ini berbentuk serbuk putih kekuningan dengan titik leleh 148-149 oC.
6. Dengan menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dengan kolom fasa
normal, pengelusi metanol 100% dengan kecepatan aliran 1mL/menit didapatkan hasil
kadar relatif isolat dalam ekstrak etil asetat sebesar 8,489% 0,271% dan 0,27%
0,008% .

TOKSISITAS

Karamunting (Rhodomyrtus tomentosa (Ait.) Hassk.) salah satu tumbuhan yang secara
tradisional digunakan untuk mengobati diabetes mellitus. Adanya aktivitas antidiabetes dari
tumbuhan karamunting dikarenakan pada tumbuhan ini terkandung senyawa-senyawa kimia
salah satunya golongan flavonoid.Penelitian telah dilakukan terhadap uji antidiabetes fraksi dari
ekstrak etanol daun karamunting Rhodomyrtus tomentosa (Ait.) Hassk pada mencit putih jantan
diabetes yang diinduksi dengan aloksan dosis 200 mg/kgbb secara intraperitonial. Fraksi dari
ekstrak etanol yang diberi fraksi etil asetat, fraksi n-heksana dan fraksi air dengan dosis masing-
masing 25 mg/kgbb diberikan secara oral sekali sehari selama tujuh hari. Persentase efek
penurunan glukosa darah fraksi air sebesar 58,87 %, fraksi etil asetat 52,09 %, dan fraksi
heksan 24,30 %.

Telah dilakukan penelitian mengenai efek fraksi air daun karamunting (Rhodomyrtus
tomentosa(Ait.) Hassk.) terhadap histologi hati, ginjal, dan jantung mencit putih. Penelitian
dilakukan secara eksperimental menggunakan 36 ekor mencit betina (4 kelompok) yang berumur
2-3 bulan dengan berat badan 20-30 gram. Kelompok I merupakan hewan yang tidak diberikan
fraksi uji (kontrol negatif). Kelompok II, III, dan IV masing-masingnya adalah hewan uji yang
diberi ekstrak dengan dosis 10,20, dan 40 mg/kgBB. Larutan fraksi air ekstrak etanol daun
karamunting diberikan secara oral satu kali sehari selama 15, 30, dan 45 hari. Parameter yang
diujiadalah berat rasio organ dan gambaran histologi organ hati, ginjal,dan jantung mencit putih.
Data dianalisis dengan anova 2 arah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
pemberian fraksi air ekstrak etanol daun karamunting terhadap peningkatan dan penurunan berat
rasio organ ginjal relatif dan gambaran histologi organ ginjal pada dosis 20 mg/kgBB dan 40
mg/kgBB secara nyata. Tetapi, tidak terdapat pengaruh pemberian fraksi air ekstrak etanol daun
karamunting terhadap berat rasio organ relatif dan gambaran histologi organ hati dan jantung
mencit putih. Data penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian fraksi air ekstrak etanol
daun karamunting dengan dosis 10, 20, dan 40 mg/kgBB aman digunakan terhadap organ hati
dan jantung serta padadosis 10 mg/kg BB aman digunakan dalam jangka waktu lama pada organ
hati.

Jadi dapat disimpulkan pada penggunaan dosis karamunting 25 mg sebagai anti diabetes
aman untuk digunukan atau tidak berefek toksik

Anda mungkin juga menyukai