BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebuah hidrokarbonaromatik adalah hidrokarbon dengan ikatan tunggal
dan atau ikatan ganda di antara atom-atom karbonnya.Konfigurasi 6 atom karbon
pada senyawa aromatik dikenal dengan cincin benzena.
Benzena tidak memberikan reaksi addisi seperti alkena, tetapi biasanya
reaksi substitusi. Dalam persamaan berikut suatu atom Br telah menggantikan
atom H dan cincin, sehingga dinamakanreaksi substitusi. Karena substitusi ini
terjadi pada cincin aromatik, reaksinya disebut suatu reaksi substitusi aromatik.
CH3 OH NH2
2. Benzena disubstitusi
Merupakan benzena yang mengikat 2 substituen. Contoh:
H2N Cl
NO2
Cl Br
3-kloro-2-nitrotoluena 2,4,6-tribromoanilina
Bila reaksi substitusi elektrofilik terjadi pada benzena monosubtituen,
maka gugus yang baru mungkin diarahkan ke posisi orto, atau meta, atau para.
Hal ini disebabkan oleh faktor pengarah orto, para, dan meta pada subtituen
pertama benzena.
Hal lain yang harus diperhatikan pada rekasi subtitusi benzena tersubstitusi
yaitu apakah reaksi yang terjadi lebih cepat atau lebih lambat daripada benzena.
Hal tersebut juga ditentukan oleh gugus yang terikat pada inti. Gugus-gugus yang
meningkatkan laju reaksi dinamakan gugus aktivasi, sedangkan gugus-gugus yang
memperlambat laju reaksi dinamakan gugus deaktivasi.
3
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka rumusan
masalah dalam makalah ini, adalah:
1. Bagaimana pengarah efek substituen dalam reaksi substitusi aromatik
elektrofilik pada benzena tersubstitusi?
2. Bagaimana efek pengaktivasi dan pendeaktivasi substituen terhadap benzena
tersubstitusi?
3. Bagaimana penerapan reaksi substitusi kedua pada benzena tersubstitusi dalam
sintesis organik?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan dalam
makalah ini, adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana pengarah efek substituen dalam reaksi substitusi
aromatik elektrofilik pada benzena tersubstitusi
2. Untuk mengetahui bagaimanaefek pengaktivasi dan pendeaktivasi substituen
terhadap benzena tersubstitusi
3. Untuk mengetahui bagaimanaaplikasi reaksi substitusi kedua pada benzena
tersubstitusi dalam sintesis organik
4
BAB II
PEMBAHASAN
Tabel 2.1 Gugus pengaktif dan pendeaktif (gugus disusun berdasarkan penurunan
daya aktivasi)
Efek Pengaktif (A) /
Gugus subtituen Nama
pengarah pendeaktf (D)
O
NH C acylamino Ortho, para A
R
F Cl
halogens Ortho, para D
Br I
O
C acyl meta D
R
O O
C C
Carboxy,
OH NH2
carboxamodo, Meta D
O
C carboalkoxy
OR
SO3H Sulfonic acid Meta D
CN Cyano Meta D
NO2 nitro Meta D
karena atom yang terikat pada cincin benzena lebih elektronegatif dari pada
hidrogen.
Serangan meta:
Serangan para:
Dari hasil serangan orto dan para dapat dituliskan 4 buah struktur
resonansi untuk kompleks , sedangkan dari serangan meta hanya dapat
dituliskan 3 buah struktur resonansi. Hal ini menunjukkan bahwa kompleks orto
dan para lebih stabil.Kestabilan struktur-struktur penyumbang hibrida untuk
kompleks dibentuk oleh serangan orto dan para.Di antara struktur-struktur
penyumbang tersebut ada yang memiliki ikatan ekstra yang terbentuk dari
pasangan elektron bebas pada nitrogen dengan atom karbon pada inti.Ikatan ekstra
ini mengakibatkan struktur resonansi tersebut lebih stabil karena atom-atom yang
terdapat di dalamnya memiliki elektron yang lengkap (oktet).Kestabilan struktur-
struktur penyumbang tersebut menyebabkan kontribusinya terhadap hibrida
resonansinya lebih besar. Oleh karena itu, kompleks yang diperoleh dari
serangan orto dan para lebih stabil daripada kompleks yang terbentuk dari
serangan meta. Akibatnya, elektrofil bereaksi dengan cepat pada posisi orto dan
para.
Efek induksi halogen mempengaruhi kereaktifan dan efek resonansinya
menentukan orientasinya. Misal: klorobenzena.
11
aromatik, substituen bersifat sebagai penarik elektron, yang disebut dengan efek
deaktivasi.
Terjadinya efek deaktivasi disebabkan oleh adanya efek induksi dan efek
resonansi. Efek induksi merupakan mekanisme penarikan elektron pada cincin
aromatik oleh substituen yang terjadi karena adanya perbedaan keelektronegatifan
antara kedua buah gugus (substituen).
O
H +
N meta
E+ O-
O O O
+
+
N N +
H H H N
O- O-
E E E O-
O
N
para
O-
H
E+
O O O
N N N
O- O- O-
H H H
E E E
sangat tidak stabil
O
N
O - orto
H
E+
O O
O
N N
N
O- O-
H O-
H H
E E E
sangat tidak stabil
Gambar 2.10. Mekanisme Serangan Elektrofil pada Posisi Orto, Meta, dan Para
Ketiga reaksi tersebut menunjukkan bahwa karbokation mempunyai tiga
struktur resonansi, tetapi struktur pada posisi orto dan para sangat tidak
menguntungkan. Pada posisi ini, muatan positif terletak berdekatan dengan atom-
atom substituen. Struktur pada posisi meta lebih stabil daripada struktur pada
posisi orto dan para karena dipengaruhi oleh letak kedua muatan positif pada
posisi orto dan para yang saling berdekatan. Hal ini menyebabkan tolakan di
13
antara dua muatan makin besar. Postulat Hammond menyatakan bahwa struktur
karbokation dengan posisi muatan positif yang tidak berdekatan lebih stabil
daripada struktur karbokation dengan posisi muatan positif yang berdekatan.
Selain itu, struktur resonansi pada posisi meta mengalami efek induksi yang
disebabkan oleh adanya tiga buah atom yang elektronegatif, yaitu sebuah atom
nitrogen dan dua buah atom oksigen. Perpaduan keelektronegatifan ketiga atom
tersebut menjadikan gugus nitro secara keseluruhan menjadi gugus yang sangat
elektronegatif. Efek induksi gugus nitro akan meningkatkan energi keadaan
transisi dengan cara penarikan elektron. Struktur resonansi pada posisi meta tidak
satupun di antara struktur-struktur penyumbang yang dimilikinya tidak stabil.
Oleh karena itu, keadaan transisi hasil serangan meta terjadi dengan energi
aktivasi rendah.
Dapat disimpulkan bahwa struktur resonansi dengan substituen NO2 pada
posisi meta lebih menguntungkan daripada struktur resonansi dengan substituen
NO2 pada posisi orto para karena struktur resonansi pada posisi meta lebih stabil
yang dipengaruhi oleh letak muatan positif dan efek deaktivasi substituen.
Gambar 2.11. Pengaruh ukuran substituen dengan produk -orto, -meta, dan para
Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah interaksi resonansi dari pasangan
elektron klorin dengan cincin adalah sangat kurang efektif daripada interaksi dari
pasangan elektron oksigen karena elektron valensi klorin terletak pada orbital
dengan bilangan kuantum yang tinggi yaitu 3p. Jadi tumpang tindih dalam zat
antara adalah 2p-3p. Tumpang tindih antara orbital yang besarnya berbeda dan
perbedaan simpul, mereka tidak dapat mengadakan overlap secara efektif. Karena
overlap ini adalah dasar dari efek resonansi, efek resonansi dari klorin sangat
lemah. Zat antaranya kurang terstabilkan, energi keadaan transisi lebih tinggi dan
laju reaksi lebih rendah.
Dalam klorobenzena, bromobenzena atau iodobenzena, tumpang tindih
dalam zat antara masing-masing adalah 2p-3p, 2p-4p, dan 2p-5p. Bromin dan
iodin juga merupakan gugus deaktivasi memiliki kepolaran yang lebih lemah
daripada klorin, tetapi efek resonansi keduanya sama-sama lemah. Fluorin sebagai
unsur periode kedua, mempunyai penguat efek resonansi daripada halogen lain
(dengan tumpang tindih 2p-2p), tetapi unsur yang lebih elektronegatif,
mempunyai penguat kepolran yang baik. Fluorin juga merupakan gugus
deaktivasi. Sifat deaktivasi halogen sama pada semua posisi cincin, tetapi dapat
mengimbangi efek resonansi ketika substitusi para terjadi ke halogen. Efek
resonansi dari halogen tidak dapat digunakan semua ketika substitusi terjadi pada
posisi meta pada halobenzena. Sebab itu, substitusi meta di halobenzena adalah
terdeaktif lebih merata daripada substitusi para.
Substituen alkil seperti gugus metil tidak punya efek resonansi dan tidak
punya pasangan elektron bebas untuk disumbangkan bagi penstabilan secara
resonansi, tetapi karena efek polar dari gugus alkil atau bersifat melepas elektron
dengan cara induktif. Karena gugus alkil melepaskan elektron ke cincin benzena,
cincin ini memperoleh rapatan elektron tambahan dan menjadi menarik elektron
yang masuk. Substituen alkil pada cincin benzena menstabilkan karbokation
antara di substitusi elektrofilik, dan untuk alasan tersebut, alkil adalah gugus
pengaktif . Gugus alkil mengaktifkan substitusi pada semua posisi cincin, tetapi
mereka pengarah orto para karena mereka lebih mengaktifkan substitusi orto para
daripada mengaktifkan substitus meta.
18
a. Penggolongan Substituen
Substituen aktivasi kuat mendonasikan elektron ke cincin dengan
resonansi dan menarik elektron dari cincin dengan cara induksi. Secara
eksperimen mereka sebagai aktivator kuat yang mengindikasikan bahwa donasi
elektron ke cincin dengan resonansi lebih signifikan daripada menarik elektron
dari cincin dengan induksi.
Kunci untuk masalah ini adalah apakah bromin atau nitro yang menjadi subtituen
pertama. Bromin sebagai subtituen yang pertama mengambil keuntungan dari efek
dalam reaksi nitrasi selanjutnya. Jika nitro sebagai subtituen pertama diikuti oleh
brominasi akan memberikan hasil berupa m-bromonitrobenzena, karena kelompok
nitro adalah gugus pengarah meta.
Oleh karena itu, untuk mempersiapkan senyawa yang diinginkan, dimulai dengan
brominasi dan kemudian nitrasi yang dihasilkan p-bromonitrobenzena.
Ketika reaksi substitusi elektrofilik dilakukan pada turunan benzena dengan lebih
dari satu substituen, efek pengaktifan dan pengarah kira-kira jumlah efek dari
substituen yang terpisah. Pertama, mari kita pertimbangkan efek pengarah .
Dalam asilasi Friedel-Crafts dari m-xylene, misalnya, kedua gugus metil
mengarahkan substitusi untuk posisi yang sama.
Gugus metil adalah pengarah orto dan para. Subtitusi pada posisi orto untuk kedua
gugus metil sulit karena adanya tolakan van der Waals antara kedua gugus metil
dan elektrofil akan hadir dalam keadaan transisi. Akibatnya, substitusi terjadi
23
pada posisi cincin yang satu metil pada posisi para dan orto ke yang lain seperti
yang ditunjukkan pada persamaan di atas.
Dua subtituen pengarah meta pada cincin seperti asam karboksilat (-C02H)
dalam contoh berikut substitusi lanjut langsung ke posisi meta yang tersisa.
Sebuah contoh yang lebih berbeda dalam arah lain disediakan oleh
brominasi dari mesitylene (1,3,5-trimetilbenzena), Mesitylene dapat mengalami
reaksi brominasi dalam kondisi yang sangat ringan, karena cincin diaktifkan oleh
25
tiga kelompok metil, sebuah katalis asam Lewis bahkan tidak perlu.
Hal serupa terlihat dalam kondisi yang dibutuhkan untuk sulfonat benzena dan
toluena. Sulfonasi benzena membutuhkan penguapan asam sulfurik. Namun,
karena toluena lebih reaktif daripada benzena, toluena dapat tersulfonasi dengan
asam sulfat pekat, reagen ringan dari penguapan asam sulfurik.
menjadi berguna pada senyawa yang lebih dinonaktifkan dari benzena itu sendiri,
bahkan halobenzena.
28
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR RUJUKAN
Fessenden & Fessenden. 1986. Kimia Organik Edisi Ketiga. Terjemahan Aloysius
Hadyana P. 1982. Jakarta: Erlangga.
Tim Penyusun PPKI. 2007. Pedoman penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis,
Disertasi, Artikel, Makalah, Laporan Penelitian, Edisi Keempat. Malang:
Penerbit Universitas Negeri Malang.