Diare Pada Anak PDF
Diare Pada Anak PDF
Dibuat Oleh:
Sheila Amabel 20070710042
Pembimbing:
dr. Syamsinar, SpA
Daftar Isi
Daftar Isi................................................................................................................... i
Daftar Tabel ........................................................................................................... iii
Daftar Bagan .......................................................................................................... iv
Bab I Pendahuluan .................................................................................................. 1
Bab II Tinjauan Pustaka .......................................................................................... 2
II. 1 Diare Akut.................................................................................................... 2
Definisi............................................................................................................. 2
Epidemiologi .................................................................................................... 2
Cara Penularan dan Faktor Risiko ................................................................... 3
Etiologi............................................................................................................. 5
Anatomi ........................................................................................................... 9
Patofisiologi / Patogenesis ............................................................................. 14
Manifestasi / Gejala Klinis ............................................................................ 19
Diagnosis ....................................................................................................... 22
Penatalaksanaan ............................................................................................. 28
Komplikasi ..................................................................................................... 45
Pencegahan .................................................................................................... 47
Prognosis........................................................................................................ 50
II. 2. Diare Kronis dan Diare Persisten.............................................................. 50
Definisi........................................................................................................... 50
Epidemiologi .................................................................................................. 51
Etiologi........................................................................................................... 51
Patogenesis / Patofisiologi ............................................................................. 52
Manifestasi Klinis (Komplikasi) .................................................................... 55
Diagnosis ....................................................................................................... 56
Terapi ............................................................................................................. 57
Faktor Risiko dan Pencegahan ....................................................................... 67
Daftar Tabel
Daftar Bagan
Bab I
Pendahuluan
Bab II
Tinjauan Pustaka
II. 1 Diare Akut
Definisi
Diare akut adakah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali
perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir
dan darah yang berlangsung kurang dari 1 minggu. Pada bayi yang minum ASI
sering frekuensi buang air besarnya lebih dari 3-4 kali per hari, keadaan ini tidak
dapat disebut diare, tetapi masih bersifat fisiologis atau normal. Selama berat
badan bayi meningkat normal, al tersebut tidak tergolong diare, tetapi merupakan
intoleransi laktosa sementara akibat belum sempurnanya oerkembangan saluran
cerna. Untuk bayi yang minum ASI secara eksklusif definisi diare yang praktis
adalah meningkatnya frekuensi buang air besar atau konsistensinya menjadi cair
yang menurut ibunya abnormal atau tidak seperti biasanya. Kadang-kadnag pada
seorang anak buang air besar jurang dari 3 kali per hari, tetapi konsistensinya cair,
keadaan ini sudah dapat disebut diare.
Epidemiologi
Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang
termasuk di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan
kesakitan tertinggi pada anak, terutama usia di bawah lima tahun. Di dunia,
sebanyak 6 juta anak menunggal tiap tahunnya karena diare dan sebagian besar
kejadian tersebut terjadi di negara berkembang, Sebagai gambaran 17% kematian
anak di dunia disebabkan oleh diare sedangkan di Indonesia, hasil Riskesdas 2007
diperoleh diare masih merupakan penyebab kematian bayi yang terbanyak yaitu
42% disbanding pneumonia 24%, untuk golongan 1-4 tahun penyebab kematian
karena diare 25,2% disbanding pneumonia 15,5%
Etiologi
Pada saat ini, dengan kemajuan di bidang teknik laboratorium kuman-
kuman pathogen telah dapat diidentifikasikan dari penderita diare sekitar 80%
pada kasus yang datang di sarana kesehatan dan sekitar 50% kasus ringan di
masyarakat. Pada saat ini telah dapat diidentifikasikan tidak kurang dari 25 jenis
mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare oada anak dan bayi. Penyebab
infeksi utama timbulnya diare umumnya dalah golongan virus, bakteri, dan
parasit. Dua tipe dasar diare akut oleh karena infeksi adalah non inflammatory dan
inflammatory.
Enteropatogen menimbulkan non inflammatory diare melalui produksi
enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh birus, perlekatan oleh
parasit, perlekatan dan / atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya, indlammatory
diare biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus secara kangsung
atau memproduksi sitokin.
Beberapa penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada
manusia adalah:
Golongan bakteri
1. Aeromonas 3. Campylobacter jejuni
2. Bacillus cereus 4. Clostridium perfringens
Kepaniteraan Klinik Stase Anak
Periode 30 Mei 6 Agustus 2011
Rumah Sakit Marinir Cilandak 5
Universitas Peilta Harapan
Diare pada Anak
Anatomi
a. Gaster
Sel-sel epitel dig aster adalah merupakan kelenjar gaster. Terdapat 3 tipe
kelenjar yaitu cardiac, oxyntic, dan pyloric. Cardiac merupakan penghasil
mukus yang terletak pada perbatasan cincin gaster sampai oesophagus.
Oxyntic merupakan yang paling banyak dan didapatkan pada fundus. Tipe
ketiga yaitu pyloric merupakan 10% permukaan mukosa gaster, ditandai
adanya pits yang dalam. Dua tipe sel yang utama adalah sel penghasil mukus
dan sel penghasil gastrin.
Fungsi neuromuskuler gaster meliputi penyimpanan, mencampur, menggilas,
dan melakukan control terhadap pengeluaran makan ke dalam duodenum.
Sekresi gaster terdiri dari:
Asam hidroklorid (HCl)
Merupakan produksi sel tunggal dari berbagai spesies. HCl ini diproduksi
oleh sel parietal. Pada bayi baru lahir, HCl diproduksi dengan cara
mengubah-ubah bahan alkaline amnion yang ditelan hingga dapat
mencapai pH lambung kurang dari 4. Konsentrasi HCl tertinggi terjadi
pada hari ke-7 sampai hari ke-10 setelah lahir dan akan terus meningkat
sampai mencapai kadar dewasa pada usia60-90 hari. Pada bayi aterm 2
hari pertama setelah lahir, stimulasi sekresi tidak dapat meningkat dengan
stimulasi pentagastrin, dan reaksi terhadap bahan-bahan histamine seperti
betazole hydrochloride (histalog) tidak timbul sampai usia 1 bulan.
Pentagastrin akan meningkatkan sekresi HCl mulai usia 1 minggu dan
lebih besar pada bayi-bayi aterm daripada preterm. Respon stimuli
Kepaniteraan Klinik Stase Anak
Periode 30 Mei 6 Agustus 2011
Rumah Sakit Marinir Cilandak 9
Universitas Peilta Harapan
Diare pada Anak
makanan pada bayi aterm oleh HCl lambung terjadi setelah 2 jam. Sekresi
asam lambung dikendalikan oleh system sekresi dan inhibisi. Sistem
persarafan gaster ada dua yaitu pleksus myenteric dan pleksus mukosal.
Pleksus myenteric menginervasi lapisan otot dan melakukan regulasi
fungsi motorik. Saraf-saraf ini terdiri atas 80-90% saraf afferen dan 10-
20% saraf efferen. Pleksus mukosal terdiri dari neuropeptide transmitter
seperti acetylcholine, serotonin, dan GABA dan transmitter peptide seperti
bombesin, vasoactive intestinal peptide (VIP) dan substansi kalium.
Gastrin
Disintesis dan dilepaskan oleh sel endokrin G yang terletak pada antrum
gaster. Sekresi sel G yaitu gastrin secara lokal dihambat oleh somatostatin
yang berasal dari sel D yang letaknya bersekatan dengan sel G. Terdapat 2
bentuk gastin yaitu G-17 dan G-34 dimana G-34 mempunyai waktu paruh
lebih panjang.
Peregangan ringan pada gaster terutama antrum akan mengaktifkan saraf
VIP yang akan menghambat sekresi gastrin dengan cara melepaskan antral
somatostatin dan prostaglandin E (PGE). Pada peregangan yang lebih
besar terutama pada proksimal lambung akan menstimuli pelepasan
cholinergic vagal gaster. Sebagian makanan dalam lambung dan protein
duodenum terutama triptofan dan phenylalanine akan merangsang
pelepasan gastrin. Hambatan pelepasan gastrin tidak hanya oleh
somatostatin, tapi juga oleh sekretin, neurotensin, gastric inhibitory
polypeptide (GIP) dan PGE.
Sel-sel somatostatin yang tersebar hingga melewati usus bekerja sebagai
hormone endokrin seperti halnya parakrin yang menghambat sekresi sel G.
Lemak usus merupakan perangsang utama pelepasan somatostatin,
sehingga terjadi penurunan gastrin dan perlambatan pengosongan
lambung.
Sekretin terdapat nyata di usus halus proksimal dan dilepaskan karena
pengasaman intraduodenal. Neurotensin disintesis di ileum untuk
Kepaniteraan Klinik Stase Anak
Periode 30 Mei 6 Agustus 2011
Rumah Sakit Marinir Cilandak 10
Universitas Peilta Harapan
Diare pada Anak
Mukus gaster
Epitel gaster dan sekresi sel mukus pit merupakan gel mukus tak larut air
yang membentuk lapisan kontinyu dan berfungsi protektif. Sintesis mucin
dan volume total mukus meningkat dengan stimuli oleh histamin,
acetylcholine dan gastrin. Mukus bekerja sebagai barier difusi terhadap
pepsin luminal dan HCl. Kerusakan lapisan mukosa menyebabkan difusi
kembali asam peptide dan kehilangan gradien pH bikarbonat, yang penting
untuk mempertahankan integritas epitel dan pembentukan epitel yang
baru.
b. Usus halus
Memanjang dari pylorus hingga cecum. Pada neonates memiliki panjang 275
cm dan tumbuh mencapai 5-6 meter pada dewasa. Epitel usus halus tersusun
atas lapisan tunggal sel kolumnar disebut enterosit. Permukaan epitel ini
menjadi 300 kali lebih luas dengan adanya vilus dan kripta. Vilus berbeda
dalam bentuk dan densitas pada masing-masing region usus halus. Di
duodenum vilus tersebut lebih pendek, lebih lebar dan lebih sedikit,
menyerupai bentuk jari dan lebih tinggi pada jejunum serta menjadi lebih kecil
dan lebih meruncing di ileum. Densitas terbesat didapatkan di jejunum. Di
antara vilus tersebut terdapat kripta Lieberkuhn yang merupakan tempat
proliferasi enterosit dan pembaharuan epitel. Terdapat perbedaan tight
junction antara jejunum dan ileum, tight junction ini berperan penting dalam
regulasi permeabilitas epitel dengan melakukan control terhadap aliran air dan
solut paraseluler.
Sel goblet
Merupakan sel penghasil mukus yang terpolarisasi. Mukus yang disekresi
sel goblet menghampar di atas glikokaliks berupa lapisan yang kontinyu,
membentuk barier fisikokimia, member perlindungan pada epitel
permukaan. Mukus ini paling banyak didapatkan pada gaster dan
duodenum.
Sel Kripta
Kepaniteraan Klinik Stase Anak
Periode 30 Mei 6 Agustus 2011
Rumah Sakit Marinir Cilandak 12
Universitas Peilta Harapan
Diare pada Anak
Sel kripta yang tidak berdiferensiasi merupakan tipe sel yang paling
banyak terdapat di kripta Lieberkuhn. Merupakan prekursos sel penyerap
vilus, sel paneth, sel enteroendokrin, sel goblet, dan mungkin juga sel M.
Sel kripta yang tidak berdiferensiasi ini mensintesis dan mengekspresikan
komponen sekretori pada membran basolateral, di mana molekul ini
bertindak sebagai reseptor untuk sintesis IgA oleh lamina propria sel
plasma.
Sel Paneth
Terdapat di basis kripte. Memiliki granula eosinophilic sitoplasma dan
basophil. Granula lisosom dan zymogen didapatkan juga pada sitoplasma,
meskipun fungsi sekretori sel panet belum diketahui. Diduga berperan
dalam membunuh bakteri dengan lisosom dan immunoglobulin intrasel,
serta menjaga keseimbangan flora normal usus.
Sel enteroendokrin
Merupakan sekumpulan sel khusus neurosekretori, sel enteroendokrin
terdapat di mukosa saluran cerna, melapisi kelenjar gaster, vilus dan kripta
usus. Sel enteroendokrin mendekresi neuropeptide seperti gastrin, sekretin,
motilin, neurotensin, glucagon, enteroglukagon, VIP, GIP, neurotensin,
cholesistokinin dan somatostatin.
Sel M
Merupakan sel epitel khusus yang melapisi folikel limfoid.
c. Usus besar
Terdiri atas sekum, appendik, kolon, rectum, dan anus. Mukosa usus besar
bertambah dengan adanya plika semilunar yang irregular dan adanya kripta
tubuler Lieberkuhn. Tidak terdapat vilus pada usus besar. Baik permukaan
mukosa dan kripta dilapisi oleh sel epitel kolumnar (kolonosit) dan sel goblet
yang membatasi dari jaringan mesenkim lamina propia. Kolonosit memiliki
mikrovilus lebih sedikit dan lebih pendek daripada usus halus. Epitel bagian
bawah kripta terdiri atas proliferasi sel kolumnar yang tidak berdiferensiasi,
sel goblet, dan sediket sel endokrin. Morfologi sel goblet dan sel endokrin
mirip seperti pada usus halus.
Sel kolumnar penyerap berasal dari sel imatur dari bagian bawah kripta yang
berdiferensiasi dan bermigrasi ke bagian atas kripta, akhirnya akan dilepaskan
dari permukaan mukosa ke dalam lumen. Proses siklus pembaharuan sel ini
berlangsung 3-8 hari pada manusia. Kripta dikelilingi oleh sarung fibroblas
dalam lamina propia, mengalami proliferasi dan migrasi secara sinkron
dengan migrasi sel epitel. Jumlah total sel terbanyak pada kripta kolon
desenden, menurun secara progresif di sepanjang kolon transversum dan kolon
desenden dan meningkat lagi pada sekum.
Patofisiologi / Patogenesis
Secara umum, diare disebabkan 2 hal yaitu gangguan pada proses absorbs
atau sekresi. Terdapat beberapa pembagian diare:
1. Pembagian diare menurut etiologi
2. Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu gangguan absorbsi dan
gangguan sekresi
3. Pembagian diare menurut lamanya diare
a. Diare akut yang berlangsung kurang dari 14 hari
b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi
non-infeksi
c. Diare persisten yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi
infeksi
Kejadian diare secara umum terjadi dari satu atau beberapa mekanisme
yang saling tumpang tindih. Menurut mekanisme diare, maka dikenal diare akibat
gangguan absorpsi yaitu volume cairan yang berada di kolon lebih besar daripada
kapasitas absorpsi. Di sini diare dapat terjadi akibat kelainan di usus halus,
mengakibatkan absorpsi menurun atau sekresi yang bertambah. Apabila fungsi
usus halus normal, diare dapat terjadi akibat absorpsi di kolon menurun atau
bertambah bila ada muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal
ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis netabolik, dan hipokalemia. Dehidrasi
merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan
hipovolemia, kolaps kardiovaskuler, dan kematian bila tidak diobati dengan tepat.
Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi isotonic,
dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat
dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, dan
dehidrasi berat.
Infeksi ekstraintestinal yang berkaitan dengan bakteri enterik pathogen
antara lain: vulvovaginitis, infeksi saluran kemih, endokarditis, osteomielitis,
meningitis, pneumonia, hepatitis, peritonitis, dan septic trombophlebitis. Gejala
neurologic dari infeksi usus bisa berupa paresthesia (akibat makan ikan, kerang,
monosodium glutamat), hipotoni dan kelemahan otot (C. botulinum).
Manifestasi immune mediated ekstraintestinal biasanya terjadi setelah
diarenya sembuh, contoh:
Tabel 1 Manifestasi immune mediated ekstraintestinal dan enteropatogen terkait
Mual dan muntah adalah symptom yang non spesifik akan tetapi muntah
mungkin disebabkan oleh karena organism yang menginfeksi saluran cerna bagian
atas seperti enterik virus, bakteri yang memproduksi enterotoksin, Giardia, dan
Cryptosporidium.
Muntah juga sering terjadi pada non-inflammatory diare. Biasanya
penderita tidak panas atau hanya subfebris, nyeri perut periumbilikal tidak berat,
watery diare, menunjukkan bahwa saluran cerna bagian atas terkena. Oleh karena
pasien immunocompromise memerlukan perhatian khusus, informasi tentang
adanya imunodefisiensi atau penyakit kronis sangat penting.
Tabel 2 Gejala khas diare akut oleh berbagai penyebab.
Gejala Rotavirus Shigella Salmonell ETEC EIEC Kolera
klinik a
Masa 17-72 jam 24-48 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 47-72
tunas jam jam
Panas + ++ ++ - ++ -
Mual Sering Jarang Sering + - -
muntah
Nyeri Tenesmus Tenesmu Tenesmus - Tenesmu Sering
perut s kramp kolik s kramp kramp
Nyeri - + + - - -
kepala
Lamanya 5-7 hari > 7 hari 3-7 hari 2-3 hari variasi 3 hari
sakit
Sifat tinja
Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak
Frekuensi 5-10 /har > Sering sering Sering Terus
i 10x/hari meneru
s
Konsistens Cair Lembek Lembek Cair Lembek Cair
i sering
Darah - Kadang - + -
Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama diare,
frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir, dan darah.
Bila disertai muntah: volume dan frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang,
jarang, atau tidak kencing dalam 6-8 jam terakhir. Makanan dan minuman
yang diberikan selama diare. Adakah panas atau penyakit lain yang menyertai
seperti batuk, pilek, otitis media, campak.
Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare: member oralit,
membawa berobat ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit dan obat-obatan yang
diberikan serta riwayat imunisasinya.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi
denyut jantung dan pernafasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari
tanda-tanda utama dehidrasi: kesadara, rasa haus, dan turgor kulit abdomen
dan tanda-tanda tambahan lainnya, seperti ubun-ubun besar cekung atau tidak,
mata cowong atau tidak, ada atau tidak adanya air mata, bibir, mukosa mulut,
dan lidah kering atau basah.
Pernafasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolic.
Bisingusus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemi. Pemeriksaan
ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat
dehidrasi yang terjadi.
Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara
obyektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare
dan subyektif dengan menggunakan kriteria WHO, Skor Maurice King,
kriteria MMWR, dan lainnya.
Hasil yang didapat pada penderita diberi angka 0, 1, atau 2 sesuai dengan
table, kemudian dijumlahkan. Bilai nilai 0-2 maka ringan, 3-6 maka sedang
dan 7-12 adalah berat.
3. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak
diperlukan hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya
penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut
atau pada penderita dengan dehidrasi berat, contohnya pemeriksaan darah
lengkap, kultur urin, dan tinha pada sepsis atu infeksi saluran kemih.
Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan diare akut:
Darah: darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa
darah, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika
Urin: urin lengkap, kultur, dan tes kepekaan terhadap antibiotika
Tinja
Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua
penderita dengan diare meskipun pemeriksaan laboratorium
tidak dilakukan. Tinja yang watery dan tanpa mukus atau darah
biasanya disebabkan oleh enterotoksin virus, protozoa, atau
disebabkan oleh infeksi di luar saluran gastrointestinal.
Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebakan
infeksi bakteri yang menghasilkan sitotoksin, bakteri
enteroinvasif yang menyebabkan peradangan mukosa atau
parasit usus seperti: E. histolytica, B. coli, dan T. trichiura.
Apabila terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja kecuali
pada infeksi E. histolytica darah sering terdapat pada
permukaan tinja dan pada infeksi EHEC terdapat garis-garis
darah pada tinja. Tinja yang berbau busuk didapatkan pada
Kepaniteraan Klinik Stase Anak
Periode 30 Mei 6 Agustus 2011
Rumah Sakit Marinir Cilandak 25
Universitas Peilta Harapan
Diare pada Anak
Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya leukosit
dapat memberikan informasi tentang penyebab diare, letak
Penatalaksanaan
Departemen Kesehatan mulai melakukan sosialisasi Panduan Tata
Laksana Pengobatan diare pada balita yang baru didukung oleh Ikatan Dokter
Anak Indonesia, dengan merujuk pada panduan WHO. Tata laksana ini sudah
mulai diterapkan di rumah sakit- rumah sakit. Rehidrasi bukan satu-satunya
strategi dalam penatalaksanaan diare. Memperbaiki kondisi usus dan
menghentikan diare juga menjadi cara untuk mengobati pasien. Untuk itu,
Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi semua
kasus diare yang diderita anak balita baik yang dirawat di rumah maupun sedang
dirawat di rumah sakit, yaitu:
1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
3. ASI dan makanan tetap diteruskan
4. Antibiotik selektif
5. Nasihat kepada orang tua
Rehidrasi denga oralit baru, dapat mengurangi rasa mual dan muntah
Berikan segera bila anak diare, untuk mencegah dan mengatasi dehidrasi. Oralit
formula lama dikembangkan dari kejadian luar biasa diare di Asia Selatan yang
terutama disebabkan karena disentri, yang menyebabkan berkurangnya lebih
banyak elektrolit tubuh, terutama natrium. Sedangkan diare yang lebih banyak
terjadi akhir-akhir ini dengan tingkat sanitasi yang lebih banyak terjadi akhir-akhir
ini dengan tingkat sanitasi yang lebih baik adalah disebakan oleh karena virus.
Diare karena virus tersebut tidak menyebakan kekurangan elektrolit seberat pada
disentri. Karena itu, para ahli diare mengembangkan formula baru oralit dengan
tingkat osmolaritas yang lebih rendah. Osmolaritas larutan baru lebih mendekati
osmolaritas plasma, sehingga kurang menyebabkan risiko terjadinya
hipernatremia.
Oralit
Oralit baru ini adalah oralit dengan osmolaritas yang rendah. Keamanan oralit ini
sama dengan oralit yang selama ini digunakan, namun efektivitasnya lebih baik
daripada oralit formula lama. Oralit baru dengan low osmolaritas ini juga
menurunkan kebutuhan suplementasi intravena dan mampu mengurangi
pengeluaran tinja hingga 20% serta mengurangi kejadian muntah hingga 30%.
Selain itu, oralit baru ini juga telah direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF
untuk diare akut non-kolera pada anak.
ASI dan makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang sama
pada waktu anak sehat untuk mencegah kehilangan berat badan serta pengganti
nutrisis yang hilang. Pada diare berdarah nafsu makan akan berkurang. Adanya
perbaikan nafsu makan menandakan fase kesembuhan.
Kepaniteraan Klinik Stase Anak
Periode 30 Mei 6 Agustus 2011
Rumah Sakit Marinir Cilandak 31
Universitas Peilta Harapan
Diare pada Anak
Antibiotik jangan diberikan kecuali ada indikasi misalnya diare berdarah atau
kolera. Pemberian antibiotic yang tidak rasional justru akan memperpanjang
lamanya diare karena akan megganggu keseimbangan flora usus dan Clostridium
difficile yang akan tumbuh dan menyebabkan diare sulit disembuhkan. Selain itu,
pemberian antibiotic yang tidak rasional akan mempercepat resistensi kuman
terhdao antibiotic, serta menambah biaya pengobatan yang tidak perlu. Pada
penelitian multiple ditemukan bahwa telah terjadi peningkatan resistensi terhadap
antibiotic yang sering dipakai seperti ampisilin, tetrasiklin, kloramfenikol, dan
trimetoprim sulfametoksazole dalam 15 tahun ini. Resistensi terhadap antibiotik
terjadi melalui mekanisme berikut inaktivasi obat melalui degradasi enzimatik
oleh bakteri, perubahan struktur bakteri yang menjadi target antibiotik dan
perubahan permeabilitas membran terhadap antibiotic.
Nasihat pada ibu atau pengasuh: kembali segera jika demam, tinja berdarah,
berulang, makan atau minum sedikit, sangat halus, diare makin sering, atau belum
membaik dalam 3 hari.
Infeksi usus pada umumnya self limited, tetapi terapi non spesifik dapat
membantu penyembuhan pada sebagian pasien dan terapi spesifik, dapat
memperpendek lamanya sakit dan memberantas organism penyebabnya. Dalam
merawat penderita dengan diare dan dehidrasi terdapat beberapa pertimbangan
terapi:
1. Terapi cairan dan elektrolit
2. Terapi diet
3. Terapi non spesifik dengan antidiare
4. Terapi spesifik dengan antimikroba
Walaupun demikian, berdasarkan penelitian epidemiologis di Indonesia
dan negara berkembang lainnya, diketahui bahwa sebagian besar penderita diare
biasanya masih dalam keadaan dehidrasi ringan atau belum dehidrasi. Hanya
sebagian kecil dengan dehidrasi lebih berat dan memerlukan perawatan di sarana
Kepaniteraan Klinik Stase Anak
Periode 30 Mei 6 Agustus 2011
Rumah Sakit Marinir Cilandak 32
Universitas Peilta Harapan
Diare pada Anak
kesehatan. Perkiraan secara kasar menunjukkan dari 1000 kasus diare yang ada di
masyarakat, 900 dalam keadaan dehidrasi ringan, 90 dalam keadaan dehidrasi
sedang dan 10 dalam keadaan dehidrasi berat, 1 diantaranya disertai komplikasi
serta penyakit penyerta yang penatalaksanaannya cukup rumit. Berdasarkan data
diatas, sesuai dengan panduan WHO, pengobatan diare akut dapat dilaksanakan
secara sederhana yaitu dengan terapi cairan dan elektrolit per oral serta
melanjutkan pemberian makanan, sedangkan terapi non-spesifik dengan anti diare
tidak direkomendasikan dan terapi antibiotika hanya diberikan bila ada indikasi.
Pemberian cairan dan elektrolit secara parenteral hanya untuk kasus dehidrasi
berat.
Terapi Cairan dan Pemberian Makanan ada GEA tanpa Penyulit
Dehidrasi Rehidrasi Cairan Pencegahan Makan Minum
Waktu Dehidrasi
Tanpa - - 10-20 cc/kgBB ASI diteruskan.
dehidrasi / tiap BAB, Susu formula
Oralit diteruskan
dengan
mengurangi
makanan
berserat, ekstra
1 porsi
Ringan- 4 jam 75 cc ( gelas) Idem Dapat
sedang oralit/kgBB atau ditangguhkan
ad libitum sampai sampai anak
tanda-tanda menjadi segar
dehidrasi hilang
Berat 4 jam IVFD RL 30cc/kg Idem Idem
BB 7
tetes/kgBB/menit,
Oralit ad libitum
segera setelah
terapi maupun rumatan pada anak dan dewasa dengan semua tipe diare
infeksi.
Walaupun demikian, dari hasil-hasil riset klinik berikutnya, pada metaanalisa
mendukung penggunaan CRO yang osmolaritasnya rendah. CRO dengan
osmolaritasnya yang lebih rendah berkaitan dengan muntah lebih sedikit,
keluaran tinja yang lebih sedikit, berkurangnya pemberian intravena
dibandingkan dengan CRO standard, pada bayi dan anak non kolera.
Pada kolera tidak ada perbedaan klinik antara penderita yang diberi CRO
osmolaritas rendah dengan CRO standard kecuali angka kejadian hiponatremi.
Atas dasar hasil tersebut WHO dan Unicef mengadakan konsultasi tentang
penggunaan CRO dengan osmolaritas lebih rendah untuk digunakan secara
global. Pada tahun 2002 WHO mengumumkan CRO formula baru yang sesuai
dengan rekomendasi tersebut dengan 75 mEq/L natrium, 75 mmol/L glukosa
dan osmolaritas total 245 mOsm/L. CRO formula baru ini juga
direkomendasikan untuk digunakan pada anak dan dewasa dengan kolera,
meskipun post-marketing surveilans sedang dilakukan untuk memastikan
keamanan dan indikasinya.
5. CRO baru
Resep untuk memperbaiki CRO antara lain menambahkan substrat untuk
kontransport natrium (contoh: asam amino glycine, alanine, dan glutamine)
atau substitusi glukosa dengan komplek karbohidrat (CRO berbasis beras atau
cereal). Asam amino tidak menunjukkan lebih efektif daripada CRO
tradisional dan lebih mahal. CRO berbasis beras dapat direkomendasikan bila
cukup latihan dan penyediaan di rumah dapat dilakukan, dan mungkin sangat
efektuf untuk mengobati dehidrasi karena kolera.
Walaupun demikian, kemudahan dan keamanan CRO paket di negara
berkembang dan secara komersial tersedia CRO di negara maju, maka CRO
standard tetap merupakan pilihan utama dari sebagian besar klinisi.
6. Seng (Zinc)
Defisiensi seng sering didapatkan pada anak-anak di negara berkembang dan
dihubungkan dengan menurunnya fungsi imun dan meningkatnya kejadian
penyakit infeksi yang serius. Seng merupakan mikronutrien komponen
berbagai enzim dalam tubuh, yang penting antara lain untuk sintesis DNA.
Pada sistematik review dari 10 RCT yang semuanya dilakukan di negara
berkembang pada tahun 1999 didapatkan bahwa suplementasi seng dengan
dosis minimal setengah dari RDA Amerika Serikat untuk seng, ternyata dapat
menurunkan insiden diare sebanyak 15% dan prevalensi diare sampai 25%,
kurang lebih sama dengan hasil yang dicapai upaya preventive yang lain
seperti perbaikan hygiene sanitasi dan pemberian ASI. Sejak tahun 2004,
WHO dan UNICEF telah menganjurkan penggunaan seng pada anak dengan
diare dengan dosis 20 mg per hari selama 10-14 hari, dan pada bayi < 6 bulan
dengan dosis 10 mg per hari selama 10-14 hari.
9. Terapi medikamentosa
Berbagai macam obat telah digunakan untuk pengobatan diare, seperti
antibiotika, antidiare, adsorben, antiemetic, dan obat yang mempengaruhi
mikroflora usus. Beberapa obat mempunyai lebih dari satu mekanisme kerja,
banyak diantaranya mempunyai efek toksik sistemik dan sebagian besar tidak
direkomendasikan untuk anak umur kurang dari 2-3 tahun. Secara umum,,
dikatakan bahwa obat-obat tersebut tidak diperlukan untuk pengobatan diare
akut.
Antibiotik
Antibiotika pada umumnya tidak diperlukan pada semua diare akut oleh
karena sebagian besar diare infeksi adalah rotavirus yang sifatnya self-limited
dan tidak dapat dibunuh dengan antibiotika.
Hanya sebagian kecil (10-20%) yang disebabkan oleh bakteri pathogen seperti
V. cholera, Shigella, Enterotoksigenik E. coli, Salmonella, Campylobacter,
dan sebagainya.
Ceftriaxone
50-100 mg/kgBB
1x sehari IM selama 2-5
hari
Amoebiasis Metronidazole
10 mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari (10
hari pada kasus berat)
Giardiasis Metronidazole
10 mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari
Sumber : WHO 2006
Obat antidiare
Obat-obat ini meskipun sering digunakan tidak mempunyai keuntungan
praktis dan tidak diindikasikan untuk pengobatan diare akut pada anak.
Beberapa dari obat-obat ini berbahaya. Produk yang termasuk dalam kategori
ini adalah:
Adsorben
Contoh: kaolin, attapulgite, smectite, activated charcoal,
cholesteramine.
Obat-obat lain:
Anti muntah
Termasuk obat ini seperti prochlorperazine dan chlorpromazine yang dapat
menyebabkan mengantuk sehingga mengganggu pemberian terapi rehidrasi
oral. Oleh karena itu, obat anti muntah tidak digunakan pada anak dengan
diare, muntah karena biasanya berhenti bila penderita telah terehidrasi.
Cardiac stimulant
Renjatan pada diare akut disebabkan oleh karena dehidrasi dan hipovolemi.
Pengobatan yang tepat adalah pemberian cairan parenteral dengan elektrolit
yang seimbang. Penggunaan cardiac stimulant dan obat vasoaktif seperti
adrenalin, nicotinamide, tidak pernah diindikasikan.
Darah atau plasma
Darah, plasma, atau plasma expander tidak diindikasikan untuk anak dengan
dehidrasi oleh karena diare. Yang dibutuhkan adalah penggantian dari
kehilangan air dan elektrolit. Walaupun demikianm terapi rehidrasi tersebut
dapat diberikan untuk penderita dengan hipovolemia oleh karena renjatan
septik.
Steroid
Tidak memberikan keuntungan dan tidak diindikasikan
Tabel 9 Beberapa Penyulit Gastroenteritis Akut dan Penanggulangannya
Komplikasi
Beberapa masalah mungkin terjadi selama pengobatan rehidrasi. Beberapa
diantaranya membutuhkan pengobatan khusus.
Gangguan Elektrolit
Hipernatremia
Penderita diare dengan natrium plasma > 150 mmol/L memerlukan
pemantauan berkala yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar
natrium secara perlahan-lahan. Penurunan kadar natrium plasma yang
cepat sangat berbahaya oleh karena dapat menimbulkan edema otak.
Rehidrasi oral atau nasogastrik menggunakan oralit adalah cara terbaik
dan paling aman.
Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan
cairan 0,45% saline 5 % dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan
cairang menggunakan berat badan tanpa koreksi. Periksa kadar
natrium plasma setelah 8 jam. Bila normal lanjutkan dengan rumatan,
bila sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi dan periksa kembali natrium
pasma setelah 8 jam. Untuk rumatan gunakan 0,18% saline 5 %
dextrose, perhitungkan untuk 24 jam. Tambahkan 10 mmol KCl pada
setiap 500ml cairan infuse setelah pasien dapat kencing. Selanjutnya
dan memberikan makanan yang kaya kalium selama diare dan sesudah
diare berhenti.
Kejang
Pada anak yang mengalami dehidrasi, walaupun tidak selalu, dapat terjadi kejang
sebelum atau selama pengobatan rehidrasi. Kejang tersebut dapat disebabkan oleh
karena hipoglikemi, kebanyakan terjadi pada bayi atau anak yang gizinya buruk,
hiperpireksia, kejang terjadi bila panas tinggi, misalnya melebihi 40 0C,
hipernatremi atau hiponatremi.
Pencegahan
Upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan cara:
1. Mencegah penyebaran kuman pathogen penyebab diare
Kuman-kuman pathogen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal-
oral. Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada
cara penyebaran ini. Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif, meliputi:
a. Pemberian ASI yang benar
b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI
c. Penggunaan air bersih yang cukup
d. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis
buang air besar dan sebelum makan
e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota
keluarga
Kepaniteraan Klinik Stase Anak
Periode 30 Mei 6 Agustus 2011
Rumah Sakit Marinir Cilandak 47
Universitas Peilta Harapan
Diare pada Anak
(4,7 v 5,9 episod/anak/thn dengan p=0,0005), akan tetapi penelitian yang sama di
Finlandia tahun 2001 tidak menemukan adanya efek proteksi pada konsumsi
jangka lama susu formula yang disuplementasi dengan probiotik.
DSouza dkk tahun 2002 melaporkan bahwa probiotik jika diberikan
bersama-sama dengan antibiotika mengurangi resiko Antibiotic Associated
Diaorrhea.
Kemungkinan mekanisme efek probiotik dalam pencegahan diare melalui
perubahan lingkungan mikro lumen usus (pH, oksigen), produksi bahan anti
mikroba terhadap beberapa pathogen usus, kompetisi nutrient, mencegah adhesi
kuman pathogen pada enterosit, modifikasi toksin atau reseptor toksin efek trofik
terhadap mukosa usus melalui penyediaan nutrient dan imunomodulasi.
Disimpulkan bahwa beberapa probiotik potential mempunyai efek
protektif terhadap diare, tetapi masih diperlukan penelitian dan evaluasi lebih
lanjut termasuk efektifitas dan keamanannya, walaupun sejauh ini penggunaan
probiotik pada percobaan klini dikatakan aman.
Surveilans diperlukan untuk mencari kemungkinan efek samping seperti
infeksi pada kelompok resiko tinggi antara lain bayi premature dan pasien
immunocompromised.
Prebiotik
Prebiotik bukan merupakan mikroorganisme akan tetapi bahan makanan.
Umumnya kompleks karbohidrat yang bila dikonsumsi dapat merangsang
pertumbuhan flora intestinal yang menguntungkan kesehatan.
Oligosacharida yang ada di dalama ASI dianggap sebagai prototype
prebiotik karena dapat merangsang pertumbuhan Lactobacilli dan Bifidobacteria
di dalam kolon bayi yang minum ASI, Data menunjukan angka kejadian diare
akut lebih rendah pada bayi yang minum ASI. Tetapi pada dua penelitian RCT di
Peru tahun 2003, bayi-bayi di komunitas yang diberi cereal yang disuplementasi
dengan Fruktooligosakarida (FOS) tidak menunjukan penurunan angka kejadian
diare. Penemuan lain yang dilakkan di Yogyakarta pada tahun 1998, suatu
penelitian RCT yang melibatkan 124 penderita diare dengan tanpa melihat
Kepaniteraan Klinik Stase Anak
Periode 30 Mei 6 Agustus 2011
Rumah Sakit Marinir Cilandak 49
Universitas Peilta Harapan
Diare pada Anak
Prognosis
Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung,
dan terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare hasilnya sangat baik
dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Penderita dipulangkan apabila
ibu sudah dapat/sanggup membuat/memberikan oralit kepada anak dengan cukup
walaupun diare masih berlangsung dan diare bermasalah atau dengan penyakit
penyerta sudah diketahui dan diobati
Definisi
Diare kronis dan diare persisten seringkali dianggap suatu kondisi yang
sama. Ghishan menyebutkan diare kronis sebagai suatu episode diare lebih dari 2
minggu, sedangkan kondisi serupa yang disertai berat badan menurun atau sukar
naik oleh Walker-Smith et al. didefinisikan sebagai diare persisten. Di lain pihak,
dasar etiologi diare kronis yang berbeda diungkapkan oleh Bhutta dan oleh The
American Gastroenterological Association. Definisi diare kronis menurut Bhutta
adalah episode diare lebih dari dua minggu, sebagian besar disebabkan diare akut
berkepanjangan akibat infeksi, sedangkan definisi menurut The American
Gastroenterological Association adalah episode diare yang berlangsung lebih dari
4 minggu, oleh etiologi non-infeksi serta memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.
Bervariasinya definisi ini pada dasarnya disebabkan perbedaan kejadian diare
kronis dan persisten di negara berkembang, sedangkan penyebab non-infeksi lebih
banyak didapatkan di negara maju. Demikian juga porsi serta prioritas penelitian
Kepaniteraan Klinik Stase Anak
Periode 30 Mei 6 Agustus 2011
Rumah Sakit Marinir Cilandak 50
Universitas Peilta Harapan
Diare pada Anak
maupun pembahasan lebih didominasi permasalahan diare non infeksi, antara lain
karena dalam tatalaksananya, diare bentuk ini lebih banyak membutuhkan biaya.
Akan sangat membantu apabila terdapat suatu definisi standar sehingga
dapat dilakukan pembandingan antar studi serta pembuatan rekomendasi
pengobatan di lingkungan masyarakat gastrohepatologi anak di Indonesia
digunakan pengertian bahwa ada 2 jenis diare yang berlangsung 14 hari, yaitu
diare persisten yang mempunyai dasar etiologi infeksi, serta diare kronis yang
mempunyai dasar etiologi non-infeksi. Untuk selanjutnya batasan tersebut yang
akan dipakai dalam diskusi topik ini.
Epidemiologi
Diare persisten/kronis mencakup 3-20% dari seluruh episode diare pada
balita. Insidensi diare persisten di beberapa negara berkembang berkisar antara 7-
15% setiap tahun dan menyebabkan kematian sebesar 36-54% dari seluruh
kematian akibat diare. Hal ini menunjukkan bahwa diare persisten dan kronis
menjadi suatu masalah kesehatan yang mempengaruhi tingkat kematian anak di
dunia. Di Indonesia, prevalensi diare persisten/kronis sebesar 0,1%, dengan angka
kejadian tertinggi pada anak-anak berusia 6-11 bulan.
Etiologi
Diare berkepanjangan dapat disebabkan berbagai macam kondisi. Di
negara maju, sebagain besar membahas penyebab non-infeksi, umunya meliputi
intoleransi protein susu sapi/kedeai (pada anak usia < 6bulan, tinja sering disertai
dengan darah); celiac disease (gluten-sensitive enteropathy), dan cystic fibrosis.
Namun, perhatian global seringkali tertuju pada diare berkepanjangan yang
bermula dari diare akut akibat infeksi saluran cerna. Diare jenis ini banyak terjadi
di negara-negara berkembang.
Patogenesis / Patofisiologi
Patogenesis diare kronis melibatkan berbagai faktor yang sangat
kompleks. Pertemuan Commonwealth Association of Pediatric Gastrointestinal
and Nutrition (CAPGAN) menghasilkan suatu konsep pathogenesis diare kronis
yang menjelaskan bahwa paparan berbagai faktor predisposisi, baik infeksi
maupun non-infeksi akan menyebabkan rangkaian proses yang pada akhirnya
memicu kerusakan mukosa usus dan mengakibatkan diare kronis. Seringkali diare
kronis dan diare persisten tidak dapat dipisahkan, sehingga beberapa referensi
hanya menggunakan salah stau istilah untuk menerangkan kedua jenis diare
tersebut. Meskipun sebenarnya definisi diare persisten dan diare kronis berbeda,
namun, kedua jenis diare tersebut lebih sering dianggap sebagai diare oleh karena
infeksi.
Bagan 1 Konsep pathogenesis diare persisten dan kronis
Sumber: Sullivan
Sumber: Bhutta
Dua faktor utama mekanisme diare kronis adalah faktor intralumen dan
faktor mucosal. Faktor intralumen berkaitan dengan proses pencernaan dalam
lumen termasuk gangguan pankreas, hepar, dan brush border membrane. Faktor
mucosal adalah faktor yang mempengaruhi pencernaan dan penyerapan, sehingga
berhubungan dengan segala proses yang mengakibatkan perubahan integritas
membrane mukosa usus, ataupun gangguan pada fungsi transport protein.
Perubahan integritas membrane mukosa usus dapat disebabkan oleh proses akibat
infeksi maupun non-infeksi, seperti alergi susu sapid an intoleransi laktosa.
Gangguan fungsi transport protein misalnya disebabkan gangguan penukaran ion
Natrium-Hidrogen dan Klorida-Bikarbonat.
Secara umum, patofisiologi diare kronis/persisten digambarkan secara
jelas oleh Ghishan, dengan membagi menjadi lima mekanisme, yakni:
1. Sekretoris
Pada diare sekretoris, terjadi peningkatan sekresi Cl- secara aktif dari sel
kripta akibat mediator intraseluler cAMP, cGMP, dan ca2+. Mediator tersebut
juga mencegah terjadinya perangkaian antara Na+ dan Cl- pada sel vili usus.
Hal ini berakibat cairang tidak dapat terserap dan terjadi pengeluaran cairan
secaramasif ke lumen usus. Diare dengan mekanisme ini memiliki tanda khas
yaotu volume tinja yang banyak (>200ml/24jam), konsistensi tinja sangat cair,
konsentrasi Ba= dan cl- > 70mEq, dan tidak berespon terhadap penghentian
makanan. Contoh penyebab diare sekretoris adalah Vibrio cholerae di mana
bakteri mengeluarkan toksin yang mengaktivasi cAMP dengan mekanisme
yang telah disebutkan sebelumnya.
2. Osmotik
Diare dengan mekanisme osmotik bermanifestasi ketika terjasi kegagalan
proses pencernaan dan/atau penyerapan nutrient dalam usus halus sehingga zat
tersebut akan langsung memasuki kolon. Hal ini mengakibatkan peningkatan
tekanan osmotik di lumen usus sehingga menarik cairan ke dalam lumen usus.
Absorpsi usus tidak hanya tergantung pada faktor keutuhan epitel saja, tetapi
juga pada kecukupan waktu yang diperlukan dalam proses pencernaan dan
kontak dengan epitel. Perubahan waktu transit usus, terutama bila disertai
dengan penurunan waktu transit usus yang menyeluruh, akan menimbulkan
gangguan absorbs nutrien. Contoh klasik dari jenis diare ini adalah diare
akibat intoleransi laktosa. Absennya enzim lactase karena berbagai sebab baik
infeksi maupun non infeksi, yang didapat (sekunder) maupun bawaan
(primer), menyebabkan laktosa terbawa ke usus besar dalam keadaan tidak
terserap. Karbohidrat yang tidak terserap ini kemungkinan akan
difermentasikan oleh mikroflora sehingga terbentuk laktat dan asam laktat.
Kondisi ini menimbulkan tanda dan gejala khas yaitu pH<5, bereaksi positif
terhadap substansi reduksi, dan berhenti dengan penghentian konsumsi
makanan yang memicu diare.
3. Mutasi protein transport
Mutasi protein CLD (Congenital Chloride Diarrhea) yang mengatur
pertukaran ion Cl-/HCO3- pada sel brush border apical usus uleo-colon,
berdampak pada gangguan absorpsi Cl- dan menyebabkan HCO3- tidak dapat
tersekresi. Hal ini berlanjut pada alkalosis metabolic dan pengasaman isi usus
yang kemudian mengganggu proses absorpsi Na+. Kadar Cl- dan Na+ yang
Kepaniteraan Klinik Stase Anak
Periode 30 Mei 6 Agustus 2011
Rumah Sakit Marinir Cilandak 54
Universitas Peilta Harapan
Diare pada Anak
Diagnosis
Evaluasi pada pasien dengan diare kronis/persisten, meliputi:
1. Anamnesis
Anamnesis harus dapat menjelaskan perjalanan penyakit diare, antara lain saat
mulainya diare, frekuensi diare, kondisi tinja meliputi penampakan
konsistensi, adanya darah atau lendir, gejala ekstraintestinal seperti gejala
infeksi saluran pernafasan bagian atas, failure to thrive sejak lahir (cystic
fibrosis), terjadinya diare sesudah diberikan susu atau makanan tambahan,
buah-buahan (defisiensi sukrase-isomerase), hubungan dengan serangan sakit
perut dan muntah (malrotasi), diare sesudah gangguan emosi atau kecemasan
(irritable colon syndrome), riwayat pengobatan antibiotika sebelumnya
(antibiotic associated diarrhea)
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan yang cermat keadaan umum pasien, status dehidrasi,
pemeriksaan abdomen, ekskoriasi pada bokong, manifestasi kulit, juga penting
untuk mengukur berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, perbandingan berat
badan terhadap tinggi badan, gejala kehilangan berat badan, menilai kurva
pertumbuhan, dan sebagainya
3. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah standar meliputi pemeriksaan hitung darah lengkap,
elektrolit, ureum darah, tes fungsi hati, vitamin B12 folat, kalsium,
feritin, laju endap darah, dan protein C-reaktif.
b. Pemeriksaan tinja
Kepaniteraan Klinik Stase Anak
Periode 30 Mei 6 Agustus 2011
Rumah Sakit Marinir Cilandak 56
Universitas Peilta Harapan
Diare pada Anak
Terapi
Manajemen diare persisten harus dilakukan secara bertahap meliputi:
1. Penilaian awal, resusitasi, dan stabilisasi
Pada tahap ini, perlu dilakukan penilaian status dehidrasi dan rehidrasi
secepatnya. Diare persisten seringkali disertai gangguan elektrolit sehingga
perlu dilakukan koreksi elektrolit, khususnya pada kondisi hipokalemia dan
asidosis. Pemberian antibiotic spectrum luas harus dipertimbangkan pada
anak-anak yang menunjukkan gambaran kondisi kegawatan atau infeksi
sistemik sebelum hasil kultur diperoleh.
2. Pemberian nutrisi
a. Kebutuhan dan jenis diet pada diare persisten/kronis
Kebutuhan energy dan protein pada diare persisten/kronis berturut-
turut sebesar 100kcal/kg/hari dan 2-3 g/kg/hari, sehingga diperlukan
asupan yang mengandung energy 1kcal/g. Pilihan terapi nutrisi dapat
meliputi:
i. Diet elemental
Komponen-komponen yang terkandung dalam diet elemental
terdiri atas asam amino kristalin atau protein hidrosilat, mono-
atau disakarida, dan kombinasi trigliserida rantai panjang atau
sedang. Kelemahan diet elemental ini adalah harganya mahal.
Selain itu, rasanya yang tidak enak membuat diet ini sulit
diterima oleh anak-anak sehingga membutuhkan pemasangan
pipa nasogastrik untuk mendapatkan hasil maksimal. Oleh
karena itu, diet elemental mayoritas hanya digunakan di negara
maju.
ii. Diet berbahan dasar susu
Diet berbahan dasar susu yang utama adalah ASI. ASI
memiliki keunggulan dalam mengatasi dan mencegah diare
persisten, antara lain mengandung nutrisi dalam jumlah yang
mencukupi, kadar laktosa yang tinggi (7 gram laktosa/100
gram ASI, pada susu non-ASI sebanyak 4,8 gram laktosa/100
gram) namun mudah diserap oleh system pencernaan bayi,
serta membantu pertahanan tubuh dalam mencegah infeksi.
Kepaniteraan Klinik Stase Anak
Periode 30 Mei 6 Agustus 2011
Rumah Sakit Marinir Cilandak 58
Universitas Peilta Harapan
Diare pada Anak
ii. Lemak
Lemak merupakan mikronutrien yang paling padat kandungan
kalorinya. Pemberian lemak pada penderita diare kronik sangat
penting karena sering disertai keterbatasan pemasukan kalori.
iii. Protein
Kebutuhan anak akan protein dapat dipenuhi dengan
penggunaan protein utuh, protein hidrosilat, asam amino, atau
gabungan.
iv. Vitamin dan mineral
Kekurangan vitamin dan mineral dapat terjadi pada anak
kedatipun dan pemasukan kalori yang cukup apabila terdapat
malabsorbsi lemak atau terjadi interaksi obat/nutrient dengan
diet yang sangat khusus
o Formula yang paling baik diberikan pada diare kronik ialah yang
mengandung glukosa primer, bebas laktosa mengandung protein
hidrolisat, medium chain triglyceride, osmolaritas kurang sedikit dari
600 mOsm/l dan bersiat hipoalergik atau yang mengandung short
chain peptide
o Menaikkan jumlah formula dilakukan perlahan-lahan, mula-mula
dianjurkan konsentrasi 1/3 IV, selanjutnya dinaikkan menjadi 2/3 oral :
1/3 IV dan bila keadaan sudah cukup baik (kenaikan BB minimal 1kg)
diberikan pregestimil dalam konsentrasi penuh
o Pemberian melalui pipa nasogastrik diperlukan apabila bayi/anak tidak
mampu atau tidak mau menerima makanan secara oral, namun keadaan
saluran gastrointestinalnya masih berfungsi. Pemberian nutrisi
dilakukan dengan meningkatkan kecepatan dan kadar formula secara
bertahap sampai mencapai kebutuhan nutrisi anak.
o Komplikasi nutrisi enteral:
i. Hidrasi berlebih
ii. Hiperglikemia
Kepaniteraan Klinik Stase Anak
Periode 30 Mei 6 Agustus 2011
Rumah Sakit Marinir Cilandak 61
Universitas Peilta Harapan
Diare pada Anak
Nutrisi parenteral
o Nutrisi parenteral merupakan teknik untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi tubuh melalui jalan intravena. Nutrien khusus terdiri atas air,
dekstrosa, asam amino, emulsi lemak, mineral, vitamin, trace elemen.
Jalur ini jangan digunakan apabila penderita masih mempunyai saluran
gastrointestinal yang masih berfungsi serta masih dimungkinkan
pemberian secara peroral, enteral, ata gastrostomi. Pada umumnya
tidak digunakan untuk waktu kurang dari 5 hari.
o Indikasi nutrisi Ament ME, 1993:
Tabel 11 Indikasi nutrisi
Disfungsi Usus Penyakit yang diperkirakan berlangsung 7 hari
Intractable vomiting Pankreatitis berat
Diare Penyakit usus beradang berat, intoleransi
Ileus Makanan enteral
Obstruksi usus halus Karena trauma / pembedaan berat atau sepsis
Malabsorbsi Kanker pseudo-obstruksi intestinal
Penghentian makanan Kerusakan mukosa parah, sindroma usus pendek
enteritis
Peroral > 7 hari Fistula enterokutan, ileus transplantasi
radiasi
ii. Cairan
Tabel 13 Kebutuhan cairan sesuai umur (Ament ME, 1993)
Berat Badan Kebutuhan cairan (ml/kg)
<10 kg 100 ml
10-20 kg 1.000 ml + 50 ml/kg untuk setiap kg > 10kg
<20 kg 1.500 ml + 20 ml/kg untuk setiap kg > 20
kg
iii. Karbohidrat
o Dekstrosa merupakan sumber utama kalori non protein
yang memberikan 3,4 kkal/gram dalam bentuk
monohidrat.
o Keterbatasannya adalah terjadinya phlebitis apabila
kadar > 10-12,5%
Kepaniteraan Klinik Stase Anak
Periode 30 Mei 6 Agustus 2011
Rumah Sakit Marinir Cilandak 63
Universitas Peilta Harapan
Diare pada Anak
v. Lemak
o Selain untuk memenuhi kebutuhan kalori, lemak
menyediakan asam lemak essensial untuk pertumbuhan
bayi dan anak, dan menunjang perkembangan yang
normal.
o Preparat lemak intravena tersedia dalam larutan 10% (1
kkal/ml) dan 20% (2 kkal/ml)
o Minimal 2-4% dari kebutuhan kalori total diberikan
berupa lemak intravena untuk menghindari terjadinya
defisiensi asam lemak yang dapat dicapai dengan
penggunaan 0,5 1 gram emulsi lemak/kg/hari
3. Terapi farmakologis
Terapi antibiotik rutin tidak direkomendasikan karena terbukti tidak efektif.
Antibiotik diberikan hanya jika terdapat tanda-tanda infeksi, baik infeksi
intestinal maupun ekstra-intestinal. Jika dalam tinja didapatkan darah, segera
diberikan antibiotic yang sensitive untuk shigellosis. Metronidazole oral
(50mg/kg dalam 3 dosis terbagi) diberikan pada kondisi adanya trofozoit
Entamoeba histolytica dalam sel darah, adanya trofozoit Giardia lamblia pada
tinja, atau jika tidak didapatkan perbaikan klinis pada pemberian dua
antibiotic berbeda yang biasanya efektif untuk Shigella. Jika dicurigai
penyebab adalah infeksi lainnya, antibiotic disesuaikan dengan hasil biakan
tinja dan sensitivitas.
Medikamentosa lainnya:
a. Obat anti diare (kaolin, pectin, difenoksilat) tidak perlu diberikan karena
tidak satupun yang memberikan efek positif
b. Kortikosteroid
Pada anak dengan colitis ulseratif, pemberian enema steroid pada tahap
awal memberikan respon yang baik, dan pada beberapa anak mendapat
kombinasi dengan steroid sistemik
c. Immunosupressif, seperti Azathioprine digunakan pada penyakit Chron
apabila pengobatan konvensional tidak mungkin.
d. Kolesteramin
Penggunaan kolestiramin sangat bermanfaat pada diare kronik, terutama
malabsorbsi asam empedu serta pada infeksi usus karena bakteri
(mengikat toksin).
e. Operasi
Indikasi operasi adalah pada diare kronis pada kasus-kasus bedah seperti
penyakit Hirschprung, enterokolitis nekrotikans. Namun hanya dilakukan
setelah keadaan umum membaik.
4. Follow up
Follow up diperlukan untuk memantau tumbuh kembang anak sekaligus
memantau perkembangan hasil terapi. Anak-anak yang tidak menunjukkan
perbaikan dengan terapi diare persisten membutuhkan pemeriksaan lebih
lanjut untuk menyingkirkan kemungkinan intractable diarrhea, yaitu diare
yang berlangsung 2 minggu di mana 50% kebutuhan cairan anak harus
diberikan dalam bentuk intravena. Diare ini banyak ditemukan di negara maju,
dan berhubungan dengan kelainan genetic. Kegagalan manajemen nutrisi
ditandai dengan adanya peningkatan frekuensi berat badan dalam waktu 7
hari.
Bagan 3 Diagram Manajemen Diare Persisten
Sumber: Bhutta
Faktor Risiko dan Pencegahan
Malnutrisi, defisiensi mikronutrien dan defisiensi status imun pasca infeksi
atau trauma menyebabkan terlambatnya perbaikan mukosa usus, sehingga
menjadi kontribusi utama terjadinya diare persistensi.
Tabel 16 Faktor-faktor risiko terjadinya diare persisten
Faktor bayi Bayi berusia < 12 bulan
Berat badan lahir rendah (<2500 gram0
Bayi atau anak dengan malnutirsi
Anak-anak dengan gangguan imunitas
Riwayat infeksi slauran nafas
Faktor maternal Ibu berusia muda dengan pengalaman yang terbatas dalam
merawat bayi
Tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu mengenai
higienis, kesehatan dan gizi, baik menyangkut ibu sendiri
ataupun bayi
Pengetahuan, sikap, dan perilaku dalam pemberian ASI
serta makanan pendamping ASI
Diare persisten merupakan salah satu manifestasi klinis yang banyak dijumpai
pada penderita HIV. Studi di Zaire menunjukkan bahwa insidensi diare
persisten 5x lebih tinggi pada anak-anak dengan staus HIV seropositif. Faktor
penting yang meningkatkan kerentanan anak-anak dengan HIV terhadap
kejadian diare persisten adalah jumlah episode diare akut sebelumnya. Setiap
episode diare akut pada pasien HIV meningkatkan risiko 1,5x untuk terjadinya
diare persisten. Parthasarathy (2006) mengemukakan bahwa skrining yang
dilakukan di India menunjukkan 4,1% anak dengan diare persisten berstatus
HIV seropositif.
Meskioun pathogenesis virus HIV dalam menyebabkan diare pada anak-anak
balum diketahui secara jelas, diduga kejadian diare persisten pada kasus HIV
terkait dengan perubahan status imunitas. Pada infeksi HIV, terjadi penurunan
kadar CD4, IgA sekretorik, dan peningkatan CD 8 lamina propia. Perubahan
keadaan ini memacu pertumbuhan bakteri.
Berbagai pathogen dari kelompok virus, bakteri, dan parasit dapat
menyebabkan diare persisten pada HIV. Attili et al (2006) menyebutkan
bahwa parasit yang terbanyak dijumpai pada penderita HIV dengan diare
persisten adalah Entamoeba histolytica (17,1%). Isidensi infeksi oportunistik
ini meningkat pada keadaan kadar CD4 yang rendah. Schmidt (1997)
mengemukakan bahwa microsporodia adalah parasit terbanyak penyebab
diare persisten pada HIV. Parasit ini menyebabkan pemendekan dan
pengurangan luas permukaan villi usus, meskipun kondisi ini juga didapatkan
pada pasien-pasien HIV tanpa gejala diare persisten. Selain itu, insidensi
defisiensi lactase lebih tinggi pada pasien HIV dengan infeksi
microsporidiasis. Grohmann et al (1993) menyatakan bahwa Astrovirus,
Picobirnavirus, Calicivirus, dan Adenovirus adalah enterovirus terbanyak
pada HIV dengan diare.
2. Diare persisten pada keganasan
Beberapa atumor dapat menghasilkan hormone yang secara langsung
menstimulus sekresi usus dan menyebabkan diare. Ada pula tumor yang dapat
Kepaniteraan Klinik Stase Anak
Periode 30 Mei 6 Agustus 2011
Rumah Sakit Marinir Cilandak 69
Universitas Peilta Harapan
Diare pada Anak
Prognosis
Prognosis diare kronik ini sangat tergantung pada penyebabnya.Prognosis
adalah baik, Pada penyakit endokrin,prognosis tergantung pada penyakit
dasarnya.Pada penyebab obat-obatan,tergantung pada kemampuan untuk
menghindari pemakaian obat-obat tersebut.Pada pasca bedah prognosis tergantung
pada sejauh mana akibat tindakan operasi pada penderita di samping faktor
penyakit dasarnya sendiri.
Bab III
Penutup