Anda di halaman 1dari 7

Analisis HrACCP dan HACCP Produk Sosis

Analisis HrACCP Pada Produk Sosis di Indonesia


Disusun oleh: Novi Regina W
Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Pertanian Peternakan
Universitas Muhammadiyah Malang

1. HrACCP
HrACCP (Haram Analysis Critical Control Point) pada prinsipnya tidak berbeda dengan
HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point), yaitu suatu metode untuk menentukan langkah
yang dapat diambil dalam rangka menghilangkan bahaya yang dapat terjadi pada titik kritis
tersebut. Yang membedakan adalah pada HrACCP penentuan titik kritis dilakukan sebagai upaya
pencegahan masuknya bahan haram dan najis ke dalam sistem produksi bahan makanan, obat,
dan kosmetik (Hermanyanto, 2005).
Untuk mencegah terjadinya kesalahan dan penyimpangan dalam proses produksi halal,
perusahaan perlu mengetahui dan menentukan titik-titik kritis keharaman produk. Titik kritis ini
mengacu pada pedoman halal yang telah dibuat, yang mencakup bahan-bahan yang digunakan
untuk berproduksi, serta tahapan-tahapan proses yang mungkin berpengaruh terhadap keharaman
produk. Untuk menentukan titik-titik kendali kritis, harus dibuat dan diverifikasi bagan alir
bahan, yang selanjutnya diikuti dengan analisa, tahapan yang berpeluang untuk terkena
kontaminasi bahan yang menyebabkan haram. Dalam hal ini harus ada sistem yang dapat
mendeteksi, di mana bahan haram berpeluang untuk mempengaruhi kehalalan produk. Tahapan
berikut dapat digunakan untuk menyusun Haram Analysis Critical Control Point (HrACCP)(
Cerani,2009):
1) ditentukan dan diakses seluruh bahan yang haram dan najis
2) ditentukan titik-titik kendali kontrol
3) dibuat prosedur pemantauan
4) diadakan tindakan untuk mengoreksi
5) diadakan sistem pencatatan
6) dibuat prosedur verifikasi
Adanya 7 prinsip yang membedakan antara HaCCP dan HrACCP (Rahmadi, 2007):

PRINSIP HACCP HrACCP


Prinsip I Penetapan bahaya dan resiko Penetapan resiko keharaman
Prinsip II Penetapan titik kendali kritis Penetapan titik kendali kritis (CCP)
(CCP)
Prinsip III Penetapan batas kritis untuk Penetapan SOP darurat dalam
setiap CCP setiap CCP
Prinsip IV Menetapkan prosedur untuk Menetapkan prosedur untuk
memantau CCP memantau CCP
Prinsip V Menetapkan tindakan koreksi Menetapkan tindakan penarikan
bila terjadi penyimpangan produk bila terjadi penyimpangan
pada CCP pada CCP
Prinsip VI Menetapkan sistem Menetapkan sistem perekaman data
perekaman data
Prinsip Menetapkan prosedur Menetapkan prosedur verifikasi
VII verifikasi

2. Produk Sosis
2.1 Sosis
Sosis adalah suatu makanan yang terbuat dari daging cincang, lemak hewan ternak, dan
rempah, serta bahan lainnya. Sosis umumnya dibungkuskan dalam suatu pembungkus yang secar
tradisional menggunakan usus hewan, tapi sekarang sering kali menggunakan bahan sintetis
(casing), serta diawetkan dengan suatu cara, misalnya dengan pengasapan. Pembuatan sosis
merupakan suatu teknik produksi dan pengawetan makanan yang telah dilakukan sejak sangat
lama. (Kramlich.1978)

2.2 Jenis Sosis


Kramlich (1971) membagi sosis menjadi enam kelas. Sementara itu, Forrest et al (1975)
membagi sosis menjadi enam kategori berdasarkan metode pembuatan yang digunakan oleh
pabrik, yaitu sosis segar, sosis asap-tidak dimasak, sosis-asap dimasak, sosis masak, sosis
fermentasi, dan giling masak.
Sosis segar dibuat dari daging segar yang tidak dikuring. Penguringan adalah suatu cara
pengolahan daging dengan menambahkan beberapa bahan garam natrium klorida (NaCl),
natrium-nitrit, natrium-nitrat, gula, sert, bumbu-bumbu. Sosis segar tidak dimasak sebelumnya
dan biasanya tak diasapi, sehingga sebelum dikonsumsi, sosis segar harus dimasak. Sosis masak
dibuat dari daging yang telah dikuring sebelum digiling. Sosis jenis ini dimasak dan biasanya
diasapi. Daya simpan lebih lama daripada sosis segar. Contohnya, frankfurter dan hot dog.
Dilihat dari jenis dagingnya, sosis dapat terdiri dari beberapa macam, yaitu sosis sapi, sosis
ayam, dan soisis babi. Di Bali, terkenal sosis yang dibungkus dengan casing usus babi.
3. Implementasi HrCCP pada Sosis
3.1 Komponen Penyusun
Komponen utama sosis terdiri dari daging, lemak, dan air. Selain itu. Pada sosis juga
ditambahkan bahan tambahan seperti garam, fosfat, pengawet (biasanya nitrat/nitrit), pewarna,
asam akorbat, isolat protein, dan karbohidrat.
Lemak sering ditambahkan pada pembuatan sosis sebagai pembentuk permukaan aktif,
mencegah pengerutan protein, mangatur konsistensi produk, meningkatkan cita rasa, dan
mencegah denaturasi protein.
Penambahan garam pada pembuatan sosis bertujuan untuk meningkatkan cita rasa,
pengembangan protein daging, pelarut protein daging, meningkatkan kapasitas pengikatan air
(water holding capacity=WHC), serta sebagai pengawet. Penambahan fosfat akan bersinergi
dengan garam untuk meningkatan WHC pada sosis.
Tanpa garam dan fosfat, sosis akan sulit untuk dibuat. Asam askorbat sering ditambahkan
dalam bentuk asam askorbat maupun natrium askorbat untuk membantu pemerahan daging.
Selain itu, asam askorbat juga berfungsi sebagai antioksi dan agar produk tidak mudah tengik.
Untuk itu mensubtitusi daging, pada pembuatan sosis sering juga ditambahkan isolat protein.
Selain itu, pada pembuatan sosis juga ditambahkan karbohidrat sebagai bahan pengisi sosis.
Titik kritisnya adalah bahan baku utama sosis itu sendiri berasal dari daging. Daging jenis
hewan itu sendiri dan bagaimana penyembelihannya. Kemudian lemak yang ditambahkan ada
yang dari hewani dan nabati, jika hewani maka dikembalikan lagi pada jenis hewan yang diambil
lemaknya dan bagaimana penyembelihannya. Air disini juga berfungsi sebagai salah satu
komponen pembuatan sosis sebelum diolah air yang digunakan sebaiknya air yang bersih dan
higienis agar terhindar dari najis .
3.2 Pengawet dan Bahan Tambahan
Pada pembuatan sosis, bahan pengawet yang sering digunakan adalah nitrit. aktivitas
antibakteri nitrit telah diuji dan ternyata efektif untuk mencegah pertumbuhan bakteri clostridium
obotulinum, yang dikenal sebagai bakteri patogen penyebab keracunan makanan. Nitrit dapat
menghambat pertumbuhan dan perkembangan spora Clostridium botulinum, Clostridium
perfringes, dan Stapylococcus aureus pada daging yang diproses.
Selain sebagai pengawet, fungsi penambahan nitrit pada proses kuring daging adalah untuk
memperoleh warna merah yang stabil. Nitrit akan terurai menjadi nitrit oksida, yang selanjutnya
bakal bereaksi dengan mioglobin membentuk nitrosomioglobin. (Soeparno.1994)
Meskipun nitrit sebagai salah satu bahan tambahan pangan memberikan banyak
keuntungan, ternyata dari berbagai penelitian telah dibuktikan bahwa nitrit dapat membentuk
nitrosamin yang bersifat toksik dan karsinogenik. Nitrisodimetilamin hasil reaksi nitrit dapat
menyebabkan kerusakan pada hati dan bersifat karsinogenik kuat yang bisa memicu penyakit
tumor pada beberapa organ tikus percobaan.
Jenis bahan pengawet dan dosis maksimum yang diizinkan pada dosis berdasarkan SNI
(01-0222-1995) adalah belerang dioksida (450 mg/kg), kalium nitrat (500 mg/kg), kalium nitrit
(125 mg/kg), natrium nitrat (500 mg/ kg), serta natrium nitrit (125 mg/kg). Jenis pewarna yang
bias digunakan pada sosis adalah eritrosin dan merah allura, masing-masing dengan kadar
maksimal 300 mg/kg.
Menurut beberapa ahli kimia nitrit yang masuk ke dalam tubuh melalui bahan pengawet
makanan akan bereaksi dengan amino dalam reaksi yang sangat lambat membentuk berbagai
jenis nitrosamin yang kebanyakan bersifat karsinogenik kuat.
Hasil penelitian Magee dan Barnes (1954) menunjukkan bahwa nitrosodimetilamin merupakan
senyawa racun bagi hati yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan hati pada beberapa
presies hewan termasuk manusia. Penelitian lebih lanjut menunjukkan nitrisodimetilamin juga
merupakan kasinogen kuat, yang dapat menimbulkan tumor terutama pada hati dan ginjal tikus
pecobaan.
Titik kritisnya adalah bila penggunaan yang berlebih maka produk dinyatakan tidak aman
yang tidak menyehatakan dikatogorikan tidak Thoyyib.

dan makanlah makanan yang halal lagi baik (thayib) dari apa yang telah dirizkikan kepadamu
dan bertaqwalah kepada Allah dan kamu beriman kepada-Nya
QS. Almaidah: 88
1.1 Jenis Casing
Terdapat tiga jenis casing yang sering digunaan dalam pembuatan sosis, yaitu alami,
kolagen, serta selulosa. Casing alami biasanya terbuat dari usus alami hewan. Casing ini
mempunyai keuntungan dapat dimakan, bergizi tinggi, dan melekat pada produk. Kerugian
penggunaan casing ini adalah produk tidak awet.
Casing kolagen biasanya berbahan baku dari kulit hewan besar. Keuntungan dari
penggunaan casing ini adalah dapat diwarnai. Casing selulosa berbahan baku pulp. Keuntungan
casing selulosa adalah dapat dicetak atau diwarnai murah. Casing selulosa sangat keras dan
dianjurkan untuk tidak dimakan.
Saat ini telah dikembangkan poly amid casing, yaitu terbuat dari plastik. Casing jenis ini
tidak bisa dimakan, dapat dibuat berpori atau tidak, bentuk dan ukurannya dapat diatur, tahan
terhadap panas dan dapat dicetak.
Titik kritisnya adalah casing kolagen akan dikatakan sebagai barang haram jika diekstrak
memakai hewani yang tidak diperbolehkan seperti usus babi. Bisa juga dikatakan haram apabila
casing dari hewan halal tetapi cara penyembelihannya tidak sesuai hukum agama islam maka
dapat akan dikatakan sebagai bahan tambahan yang haram. Casing ikut dimakan tetapi meskipun
tidak dimakan juga termasuk haram karena casing alami biasanya menempel dan sebagian lama
kelamaan tercampur dengan sosis.
No Material Haram yang Alasan Penetapan Resiko Cara Pencegahan CCP
Teridentifikasi Resiko Keharaman Haram

1 Daging Jenis hewan dan proses Jika proses Tinggi Sertifikasi MUI atau CCP
penyembelihan penyembelihan tidak dengan
sesuai dengan syariat penyembelihan
agama islam, maka sendiri
produk apapun bisa
haram
2 Lemak Pemilihan lemak hewan Jelas sudah binatang Tinggi Sertifikasi MUI atau CCP
dan penyembelihan yang diharamkan dengan
dalam Al-Quran penyembelihan
adalah babi, dan sendiri
bangkai.
3 Air Tempat penyimpanan Air yang terkena najis Medium Asal sumber daya air, CCP
(najis tidaknya) maka kandungan di COA, dan tempat
dalamnya bisa penyimpanan
menyebabkan tidak
aman
4 Pengawet Dosis yang digunakan Dalam jumlah Tinggi Memenuhi SNI CCP
berlebihan dapat
membahayakan
kesehatan
5 Garam Tempat penyimpanan garam yang terkena Medium Sterilisasi tempat CCP
najis maka penyimanan
kandungan di
dalamnya bisa
menyebabkan tidak
aman
6 Asam askorbat Berasal dari tumbuhan Rendah COA CP
7 Isolat Protein Berasal dari kedelai Rendah COA bahan CP
8 Karbohidrat Bersal dari tumbuhan Rendah Proses mendapatkan CP
bahan
9 Starter Kultur Jenis hewan Bintang yang haram tinggi Sertifikasi halal dan CCP
(sosis COA
fermentasi)

10 Casing Jenis hewan dan proses Jika proses medium Uji kemasan dan COACCP
penyembelihannya penyembelihan tidak
sesuai dengan syariat
agama islam, maka
produk apapun bisa
haram
11 Proses Kehegeinisan peralatan Kebersihan dan medium Sertifikasi MUI dan CCP
sterilisasi peralatan COA
maupun pekerja dari
bahaya
mikroorganisme
maupun najis

Cerani, Slobodan. 2009. Possibilities and Significance of Has Implementation (Halal Assurance
System) in Existing Quality System in Food Industry. Biotechnology in Animal Husbandry 25 (3-
4), p 261-266.
Hermanyanto, Joko. 2005. Haram Analysis Critical Control Point (HrCCP). Seminar Nasional
Pangan Halal IPB.
Kramlich, W. E. 1971. Sausage Products. Didalam : Price, J. F. dan B. S. Schweigert (2nd edition).
The Science of Meat and Meat Porducts. W. H. Freeman and Company.
Magee Pn, Barbes Jm. The production of malignant primary hepatic tumours in the rat by feeding
dimethylnitrosamine. Br J Cancer. 1956 Mar;10(1):114122.
Rahmadi, Anton. 2007. Pilar Utama Peradaban Islam: Pangan Halal. Food Technologist
Universitas Mulawarman. Kalimantan Timur.
Soeparno. 1994. Ilmu dan Taknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Diposkan 5th May 2013 oleh Jeezz
0

Anda mungkin juga menyukai