Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada 11 Maret 1982, diundangkan sebuah produk hukum mengenai pengelolaan


lingkungan, dengan nama Undang-Undang No 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, sering disingkat dengan
UUPLH. Dengan hadirnya UU Lingkungan ini, terbukalah lembaran baru bagi
kebijaksanaan lingkungan hidup di Indonesia, guna terciptanya pengendalian
kondisi lingkungan yang memiliki harmoni yang baik dengan dimensi-dimensi
pembangunan.
Kemudian, dengan banyaknya pekembangan mengenai konsep dan pemikiran
mengenai masalah lingkungan, dengan mengingat hasil-hasil yang dicapai
masyarakat dunia melalui KTT Rio tahun 1992, dirasakan UU No 4 Tahun 1982
sudah tidak banyak iagi menjangkau perkembangan-perkembangan yang ada,
sehingga perlu ditinjau dengan membuat penggantinya. Untuk itulah lima tahun
kemudian setelah berlangsungnya KTT Rio, dibuat UUPLH yang baru sebagai
pengganti UU No 4 Tahun 1982, yakni UU No 23 Tahun 1997 tentang
pengelolaan Lingkungan Hidup.
UU No.32 Tahun 2009 adalah penyempurna UU No.23 Tahun 1997 dan UU no.
4 Tahun 1982. Penyempurnaan terhadap UU No.23 Tahun 1997.Dari beberapa
hal yang diperluas tersebut maka UU No. 32 Tahun 2009 tentang perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup mengalami perkembangan untuk
mekonversikan berbagai maslah yang semakin kompleks terkait dengan
lingkungan yang mana nantinya perkembangan ini dapat menjamin suatu
kepastian hukum terhadap lingkungan hidup.

1.2. Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan pada makalah ini adalah:


1. Memenuhi syarat tugas mata kuliah Pengelolaan Kualitas Lingkungan;
2. Memberikan pengetahuan tentang perkembangan UU Lingkungan hidup
di Indonesia;
3. Mempelajari hal-hal baru yang tidak diatur dalam UU sebelumnya.
BAB II
PEMBAHASAN
UU No 4 Tahun 1982, mengandung ketentuan-ketentuan pokok sebagai dasar
bagi peraturan pelaksanaannya. Dengan demikian, UU ini berfungsi sebagai
ketentuan payung (umbrella provision) bagi peraturan perundangan lingkungan
hidup lainnya, termasuk pula menjadi dasar dan landasan bagi pembaruan
hukum dan penyesuaian peraturan-peraturan perundangan yang sudah lama
(Danusaputro, 1982:25).

UUPLH baru setelah UU No 4 Tahun 1982 yaitu UU No 23 Tahun 1997 memuat


berbagai pengaturan sebagai respons terhadap berbagai kebutuhan yang
berkembang yang tidak mampu diatasi melalui UU No 4 Tahun 1982. Demikian
juga UU baru ini dimaksudkan untuk menyerap nilai-nilai yang bersifat
keterbukaan, paradigma pengawasan masyarakat asas pengelolaan dan
kekuasaan Negara berbasis kepentingan publik (bottom-up), akses publik
terhadap manfaat sumber daya alam, dan keadilan lingkungan (environmental
justice).

UU No 23 tahun 1997 dianggap memiliki banyak kelemahan terutama dalam hal


penanganan kasus sengketa lingkungan hidup. Ada tiga masalah mendasar yang
terlupakan dalam UU 23 tahun 1997 antara lain:
1. Persoalan subtansial yang berkaitan dengan; pendekatan atur dan
awasi (command and control) Amdal maupun perizinan; lemahnya
regulasi audit lingkungan; belum dijadikannya Amdal sebagai persyaratan
izin dan tidak tegasnya sanksi bagi pelanggaran Amdal; penormaan yang
multi tafsir; lemahnya kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)
dan Pegawai Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH); delik pidana yang
belum mengatur hukuman minimum; multi tafsir soal asas subsidiaritas
dan belum adanya regulasi aturan yang spesifik yang berhubungan
dengan perubahan iklim dan pemanasan global;
2. Masalah struktural yaitu berhubungan dengan paradigma pembangunan
berkelanjutan (sustainable development) yang belum dijadikan
mainstream dalam memandang lingkungan;
3. Problem ketiga adalah problem kultural yaitu masih rendahnya kesadaran
masyarakat tentang lingkungan.
Dari tahun ke tahun yaitu Tahun 1982 ke 1997 hingga Tahun 2009 mengalami
perubahan yang cukup besar dan kompleks. Peraturan sebelumnya yaitu UU
No.4 Tahun 1982 dan UU No. 23 Tahun 1997 memiliki kekurangan yang amat
signifikan karena tidak adanya unsur hukum didalamnya yang menindaklajuti/
menegaskan semua pihak untuk tetap mematuhi Peraturan Perundang-
undangan dari Pemerintah. Sedangkan Kelebihan dari UU No.32 Tahun 2009
adalah menjelaskan instrument-instrumen yang mendukung dalam pelaksanaan
pengelolaan itu sendiri, serta adanya unsur hukum untuk pengawasan dan
penegakan hukum berkenaan dengan masalah pengelolaan sumber daya alam
dan lingkungan hidup.
Dari beberapa hal yang diperluas tersebut maka UU No. 32 Tahun 2009 tentang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup mengalami perkembangan
untuk mekonversikan berbagai maslah yang semakin kompleks terkait dengan
lingkungan yang mana nantinya perkembangan ini dapat menjamin suatu
kepastian hukum terhadap lingkungan hidup. UU No.32 Tahun 2009 adalah
penyempurna UU No.23 Tahun 1997 dan UU no. 4 Tahun 1982.
Penyempurnaan terhadap UU No.23 Tahun 1997 diperjelas pada Penjelasan
UU No.32 Tahun 2009 point ke-8 yang berbunyi, selain itu, undang-undang ini
juga mengatur Beberapa point penting antara lain:
1. Keutuhan unsur-unsur pengelolaan lingkungan hidup;
2. Kejelasan kewenangan antara pusat dan daerah;
3. Penguatan pada upaya pengendalian lingkungan hidup;
4. Penguatan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup, yang meliputi instrumen kajian lingkungan hidup
strategis, tata ruang, baku mutu lingkungan hidup, kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup, amdal, upaya pengelolaan lingkungan
hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup, perizinan, instrumen
ekonomi lingkungan hidup, peraturan perundang-undangan berbasis
lingkungan hidup, anggaran berbasis lingkungan hidup, analisis risiko
lingkungan hidup, dan instrumen lain yang sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
5. Pendayagunaan perizinan sebagai instrumen pengendalian;
6. Pendayagunaan pendekatan ekosistem;
7. Kepastian dalam merespons dan mengantisipasi perkembangan
lingkungan global;
8. Penguatan demokrasi lingkungan melalui akses informasi, akses
partisipasi, dan akses keadilan serta penguatan hak-hak masyarakat
dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
9. Penegakan hukum perdata, administrasi, dan pidana secara lebih jelas;
10. Penguatan kelembagaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
yang lebih efektif dan responsif;
11. Penguatan kewenangan pejabat pengawas lingkungan hidup dan
penyidik pegawai negeri sipil lingkungan hidup.

UU No 32 tahun 2009 menyempurnakan sejumlah kelemahan mendasar dalam


UU sebelumnya dan secara komprehensif mengatur segala hal yang berkaitan
dengan problem lingkungan. Keistimewaan itu antara lain :
1. Dalam aturan yang baru tersebut, terdapat pengaturan yang jelas antara
kewenangan pusat dan daerah dalam hal pengawasan LH. Penguatan
instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup, yang meliputi; instrumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis
(KLHS), tata ruang, baku mutu lingkungan hidup, kriteria baku kerusakan
lingkungan hidup, AMDAL, upaya pengelolaan lingkungan hidup dan
upaya pemantauan lingkungan hidup, perizinan, instrumen ekonomi
lingkungan hidup, peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan
hidup, anggaran berbasis lingkungan hidup, analisis risiko lingkungan
hidup, dan instrumen lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
2. Pendayagunaan perizinan sebagai instrumen pengendalian. Perizinan
lingkungan menjadi syarat utama berdirinya suatu badan usaha, ketika
suatu perusahaan tidak memenuhi syarat lingkungan maka dinyatakan
tidak bisa menjalankan usaha. Izin lingkungan yang bermasalah bahkan
bisa membatalkan pendirian usaha.
3. Adanya pendayagunaan pendekatan ekosistem (eco region) juga menjadi
fokus utama UU No 32 tahun 2009. Memuat pula tentang kepastian
dalam merespons dan mengantisipasi perkembangan lingkungan global
dan penguatan demokrasi lingkungan melalui akses informasi, akses
partisipasi, dan akses keadilan serta penguatan hak-hak masyarakat
dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
4. Hal paling mendasar adalah penegakan hukum perdata, administrasi, dan
pidana secara lebih jelas. Ditunjang pula dengan penguatan
kelembagaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang lebih
efektif dan responsif dan penguatan kewenangan Pejabat Pengawas
Lingkungan Hidup (PPLH) dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)
lingkungan hidup.
5. Undang-Undang ini memberikan kewenangan yang luas kepada Menteri
untuk melaksanakan seluruh kewenangan pemerintahan di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta melakukan
koordinasi dengan instansi lain. Pemerintah memberi kewenangan yang
sangat luas kepada pemerintah daerah dalam melakukan perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup di daerah masing-masing yang tidak
diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Perbedaan yang paling mendasar dari UU No 23 Tahun 1997 dengan UU No 32


Tahun 2009 adalah adanya penguatan pada UU terbaru ini tentang prinsip-
prinsip perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup yang didasarkan pada
tata kelola pemerintahan yang baik karena dalam setiap proses perumusan dan
penerapan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan Lingkungan
Hidup serta penanggulangan dan penegakan hukum mewajibkan
pengintegrasian aspek transparansi, partisipasi, akuntabilitas dan keadilan.
Bentuk penguatan tersebut dilihat dari:
1. Penerapan ancaman pidana minimum disamping ancaman hukuman
maksimum;
2. Perluasan alat bukti;
3. Penerapan asas Ultimum Remedium. Pada UU No. 4 Tahun 1982 tidak ada
asas yang mengatur dalam penegakkan hukumnya. Sedangkan dijelaskan
Pada UU No 23 Tahun 1997 dikenal konsep asas Subsidiaritas yaitu bahwa
hukum pidana hendaknya didayagunakan apabila sangsi bidang hukum
lain,seperti sanksi administrasi dan sanksi perdata,dan alternatif penyelesaian
sengketa lingkungan hidup tidak efektif dan/atau tingkat kesalahan pelaku
relatif berat dan/atau akibat perbuatannya relatif besar dan/atau perbuatannya
menimbulkan keresahan masyarakat.Sedangkan pada asas ultimum
remedium dikatakan bahwa mewajibkan penerapan penegakkan hukum
pidana sebagai upaya terakhir setelah penerapan penegakan hukum
admnistrasi dianggap tidak berhasil.Kaitan dengan hal ini,terlihat jelas bahwa
pada UU No 23 Tahun 1997 memiliki berbagai macam rintangan guna
mencapai kepada penegakan hukum secara pidana,akan tetapi hal ini di
persempit ruang geraknya melalui penerapan asas Ultimum Remedium pada
UU No 32 tahun 2009, sehingga diharapkan dengan keluarnya UU No 32
Tahun 2009 ini bentuk pelanggaran pidana terhadap pencemaran dan
perusakan Lingkungan Hidup dapat ditegakan dengan seadil-adilnya.

Hal-hal baru mengenai AMDAL yang juga termuat pada undang-undang terbaru
ini antara lain:
a) AMDAL dan UKL/UPL merupakan salah satu instrumen pencegahan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
b) Penyusunan dokumen AMDAL wajib memiliki sertifikat kompetensi
penyusun dokumen AMDAL;
c) Komisi penilai AMDAL pusat,Provinsi,maupun Kab/Kota wajib
memiliki lisensi AMDAL;
d) AMDAL dan UKL/UPL merupakan persyaratan untuk penertiban izin
lingkungan;
e) Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri,Gubenur,Bupati/Walokota
sesuai kewenangannya.

Selain hal-hal yang disebutkan diatas,ada pengaturan yang tegas dan tercantum
dalam UU No 32 Tahun 2009 ini ,yaitu dikenakannya sanksi pidana dan sanksi
perdata terkait pelanggaran bidang AMDAL.Hal-hal yang terkait dengan sanksi
tersebut berupa :
1. Sanksi terhadap orang yang melakukan usaha/kegiatan tanpa memiliki izin
lingkungan;
2. Sanksi terhadap orang yang menyusun dokumen AMDAL tanpa memiliki
sertifikat kompetensi;
3. Sanksi terhadap pejabat yang memberikan izin lingkungan yang tanpa
dilengkapi dengan dokumen AMDAL atau UPL/UKL.

Jika diperinci uraian perbedaan antara UU No. 23 tahun 1997 dengan UU No. 32
tahun 2009 maka adalah sebagai berikut :

Bahan
UU No. 4 Tahun 1982 UU No.32 Tahun
No Perbanding UU No.23 tahun 1997
2009
an
1. Isi 8 Bab dengan 24 pasal 11 Bab dengan 52 pasal 17 Bab dengan
127 pasal
2. Asas a. asas tanggung jawab a. tanggung
negara, jawab negara;
b. asas berkelanjutan, dan b. kelestarian
c. asas manfaat dan keberlanjutan:
Pengelolaan lingkungan c. keserasian
hidup berasaskan dan
pelestarian kemampuan keseimbangan;
lingkungan d. keterpaduan;
yang serasi dan seimbang e. manfaat;
untuk menunjang f. kehati-hatian;
pembangunan yang g. keadilan;
berkesinambungan h. ekoregion;
bagi peningkatan i. keanekaraga
kesejahteraan manusia. man hayati;
j. pencemar
membayar;
k. partisipatif;
l. kearifan lokal;
m. tata kelola
pemerintahan
yang baik.
n. otonomi
daerah.
3. Ruang meliputi ruang, tempat Negara perlindungan dan
Lingkup Kesatuan Republik Indonesia pengelolaan
yang berWawasan Nusantara lingkungan hidup
dalam meliputi:
meliputi ruang, tempat melaksanakan kedaulatan, hak a. perencanaan;
Negara Republik Indonesia berdaulat, dan yurisdiksinya. b. pemanfaatan;
melaksanakan c. pengendalian;
kedaulatan, hak berdaulat, d. pemeliharaan;
serta yuridiksinya. e. pengawasan;
dan
f. penegakan
hukum.
4. Tujuan a. tercapainya keselarasan mewujudkan pembangunan a. melindungi
hubungan antar manusia berkelanjutan yang berwawasan wilayah Negara
dengan lingkungan lingkungan Kesatuan
hidup sebagi tujuan hidup dalam rangka Republik
membangun manusia pembangunan manusia Indonesia dari
indonesia seutuhnya. Indonesia seutuhnya dan pencemaran
b. terkendalinya pemnfaatan pembangunan masyarakat dan/atau
sumber daya secara Indonesia seluruhnya yang kerusakan
bijaksana ; beriman dan bertaqwa lingkungan hidup;
c. terwujudnya manusia kepada Tuhan Yang Maha Esa. b. menjamin
indonesia sebagai pembina keselamatan,
lingkungan hidup; kesehatan, dan
d. terlaksananya kehidupan
pembangunan berwawasan manusia;
lingkungan untuk kpentingan c. menjamin
generasi sekarang dan kelangsungan
mendatang; kehidupan
e. terlindunginya negara makhluk hidup
terhadap dampak kegiatan dan kelestarian
diluar wilayah negara ekosistem;
yang mnyebabkan d. menjaga
kerusakan dan pencemaran kelestarian fungsi
lingkungan lingkungan hidup;
e. mencapai
keserasian,
keselarasan, dan
keseimbangan
lingkungan hidup;
f. menjamin
terpenuhinya
keadilan generasi
masa
kini dan generasi
masa depan;
g. menjamin
pemenuhan dan
perlindungan hak
atas
lingkungan hidup
sebagai bagian
dari hak asasi
manusia;
h. mengendalikan
pemanfaatan
sumber daya alam
secara bijaksana;
i. mewujudkan
pembangunan
berkelanjutan; dan
j. mengantisipasi
isu lingkungan
global.
5. Upaya Belum diatur secara jelas dan Diatur dalam BAB
pengendalia Belum diatur terpisah V tentang
n pengendalian.
lingkungan
hidup
6. Instrumen ditetapkan dengan peraturan Diatur dengan peraturan Meliputi KLHS,
pencegahan perundang-undangan (pasal pemerintah (pasal 14) baku mutu
pencemaran 17) lingkungan hidup,
dan/atau kriteria baku
kerusakan kerusakan
lingkungan lingkungan hidup,
hidup dll
7. Unsur-unsur Penambahan unsur pelestarian Penambahan
Pengelolaan lingkungan hidup, pelestarian unsur antara lain
lingkungan daya dukung lingkungan hidup, Rencana
hidup. Unsur pengelolaan daya tamping lingkungan hidup, Perlindungan dan
lingkungan hidup tercantum pelestarian daya tamping Pengelolaan
dalam pasal 1 ayat 1-14 lingkungan hidup, kriteria aku Lingkungan Hidup,
kerusakan lingkungan hidup, Kajian Lingkungan
limbah, bahan berbahaya dan Hidup Strategis,
beracun, limbah bhan Upaya
berbahaya dan beracun, pengelolaan
sengketa lingkungan, dan orang Lingkungan Hidup
dan Upaya
Pemantauan
Lingkungan Hidup,
Pencemaran
Lingkungan Hidup,
Kerusakan
Lingkungan Hidup,
Perubahan iklim,
Pngelolaan Limah
b3, Dumping
(pembuangan), dll
8. Pendayagu kegiatan yang menimbulkan dokumen amdal
naan Tidak diatur dampak besar dan penting akan dinilai oleh
perizinan terhadap lingkungan hidup wajib komisi penilai
sebagai memiliki amdal yang dibentuk
instrumen oleh menteri,
pengendalia gubernur/walikota
n
9. Pendayagu tidak ada penetapan wilayah Ada wilayah
naan Tidak ada penetapan ekoregion ekoregion
pendekatan wilayah ekoregion
ekosistem
10. Denda Denda paling banyak Rp. Denda paling banyak sebesar Denda paling
Pidana 100.000.000,- (seratus juta Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus banyak Rp 15.
rupiah) lima puluh juta rupiah) 000.000.000,00
(lima belas milyar
rupiah)
11. Kewenanga Tidak disebutkan dengan Tidak terlalu detail dijelaskan Pembagian tugas
n Pusat dan jelas tugas dan wewenang pembagian kewenangan antara dan kewenangan
daerah antara pemerintah pusat dan pusat dan daerah (bab IV ttg jelas dalam pasal
daerah (bab v tentang Wewenang Pengelolaan 63-64 (bab IX ttg
kelembagaan) Lingkungan Hidup) Tugas dan
wewenang
Pemerintah dan
Pemerintah
Daerah).
12. Pelestarian Tidak dibahas sama sekali Dalam ketentuan umum di Tidak di jelaskan
daya ttg pelestarian daya dukung jelaskan mengenai pelestarian mengenai
dukung dan dan daya tamping daya dukung dan daya tampung pelestarian daya
Daya lingkungan, hanya lingkungan. dukung dan daya
tampung pengertian daya dukung tampung
Lingkungan lingkungan. lingkungan.
13. Pengertian Analisis mengenai dampak Analisis mengenai
AMDAL lingkungan hidup adalah kajian dampak
mengenai dampak besar dan lingkungan hidup,
penting suatu usaha dan/atau yang selanjutnya
kegiatan yang direncanakan disebut Amdal,
pada lingkungan hidup yang adalah kajian
Analisis mengenai dampak diperlukan bagi proses mengenai dampak
lingkungan adalah hasil pengambilan keputusan tentang penting suatu
studi mengenai dampak penyelenggaraan usaha usaha dan/atau
sesuatu kegiatan yang dan/atau kegiatan; kegiatan yang
direncanakan terhadap direncanakan
lingkungan hidup, yang pada lingkungan
diperlukan bagi proses hidup yang
pengambilan keputusan diperlukan bagi
proses
pengambilan
keputusan tentang
penyelenggaraan
usaha dan/atau
kegiatan.
14. Kajian Tidak ada. Kajian lingkungan
Lingkungan hidup strategis,
Hidup Tidak ada yang selanjutnya
Strategis disingkat
KLHS,adalah
rangkaian analisis
yang sistematis,
menyeluruh, dan
partisipatif untuk
memastikan
bahwa prinsip
pembangunan
berkelanjutan
telah menjadi
dasar dan
terintegrasi dalam
pembangunan
suatu wilayah
dan/atau
kebijakan,
rencana, dan/atau
program.
15. Upaya Tidak ada. Upaya
pengelolaan pengelolaan
lingkungan lingkungan hidup
hidup dan dan upaya
upaya pemantauan
pemantauan lingkungan hidup,
lingkungan yang selanjutnya
hidup disebut UKL-UPL,
adalah
pengelolaan dan
pemantauan
terhadap usaha
dan/atau kegiatan
yang tidak
berdampak
penting terhadap
lingkungan hidup
yang diperlukan
Tidak ada bagi proses
pengambilan
keputusan tentang
penyelenggaraan
usaha dan/atau
kegiatan.
16. Pengertian Pencemaran lingkungan hidup Pencemaran
Pencemara adalah masuknya atau lingkungan hidup
n Pencemaran lingkungan dimasukkannya makhluk hidup, adalah masuk
Lingkungan adalah masuknya atau zat, energi, dan/atau komponen atau
dimasukannya makhluk lain ke dalam lingkungan hidup dimasukkannya
hidup, oleh kegiatan manusia sehingga makhluk hidup,
zat, energi dan atau kualitasnya turun sampai ke zat, energi,
komponen lain ke dalam tingkat tertentu yang dan/atau
lingkungan dan atau menyebabkan lingkungan hidup komponen lain ke
berubahnya tatanan tidak dapat berfungsi sesuai dalam lingkungan
lingkungan oleh kegiatan dengan peruntukannya; hidup oleh
manusia atau oleh proses kegiatan manusia
alam, sehingga kualitas sehingga
lingkungan menjadi kurang melampaui baku
atau tidak berfungsi mutu lingkungan
lagi sesuai dengan hidup yang telah
peruntukannya. ditetapkan.
17. Pengertian Tidak ada Audit lingkungan hidup adalah Audit lingkungan
Audit suatu proses evaluasi yang hidup adalah
Lingkungan dilakukan oleh penanggung evaluasi yang
Hidup jawab usaha dan/atau kegiatan dilakukan untuk
untuk menilai tingkat ketaatan menilai ketaatan
terhadap persyaratan hukum penanggung
yang berlaku dan/atau jawab usaha
kebijaksanaan dan standar yang dan/atau kegiatan
ditetapkan oleh penanggung terhadap
jawab usaha dan/atau kegiatan persyaratan
yang bersangkutan;Tidak ada hukum dan
ketentuan khusus terhadap kebijakan yang
perusahaan yang melakukan ditetapkan oleh
usaha berresiko tinggi. pemerintah.
Pemerintah
mendorong
penanggung
jawab usaha
dan/atau kegiatan
untuk melakukan
audit lingkungan
hidup dalam
rangka
meningkatkan
kinerja lingkungan
hidup.
Pelaksanaan audit
lingkungan hidup
terhadap kegiatan
tertentu yang
berisiko tinggi
dilakukan secara
berkala.
18. Baku mutu Disebut secara singkat. Baku mutu
lingkungan Baku mutu lingkungan hidup lingkungan hidup
hidup adalah ukuran batas atau kadar adalah ukuran
makhluk batas atau kadar
hidup, zat, energi, atau makhluk hidup,
komponen yang ada atau harus zat, energi, atau
ada dan/atau komponen yang
Baku mutu lingkungan unsur pencemar yang ada atau harus
adalah batas atau kadar ditenggang keberadaannya ada dan/atau
makhluk hidup, zat, energi, dalam suatu sumber unsur pencemar
atau daya tertentu sebagai unsur yang ditenggang
komponen yang ada atau lingkungan hidup keberadaannya
harus ada dan atau unsur dalam suatu
pencemar yang ditenggang sumber daya
adanya dalam suatu sumber tertentu sebagai
daya tertentu sebagai unsur unsur
lingkungan hidup lingkungan hidup.
19. Analisis Tidak ada Tidak ada. Setiap usaha
Risiko dan/atau kegiatan
Lingkungan yang berpotensi
Hidup menimbulkan
dampak penting
terhadap
lingkungan hidup,
ancaman terhadap
ekosistem dan
kehidupan,
dan/atau
kesehatan dan
keselamatan
manusia wajib
melakukan
analisis risiko
lingkungan hidup.
meliputi:
a. pengkajian
risiko;
b. pengelolaan
risiko; dan/atau
c. komunikasi
risiko.
20. Kewajiban Tidak ada Setiap orang yang
orang yang melakukan
melakukan pencemaran
pencemaran dan/atau
dan/atau Tidak Ada perusakan
perusakan lingkungan hidup
lingkungan wajib melakukan
hidup pemulihan fungsi
lingkungan hidup.
dilakukan dengan
tahapan:
a. penghentian
sumber
pencemaran dan
pembersihan
unsur pencemar;
b. remediasi;
c. rehabilitasi;
d. restorasi;
dan/atau
e. cara lain yang
sesuai dengan
perkembangan
ilmu pengetahuan
dan teknologi.
21. Pemelihara Tidak ada Tidak ada. Pemeliharaan
an lingkungan hidup
lingkungan dilakukan melalui
hidup upaya:
a. konservasi
sumber daya
alam;
b. pencadangan
sumber daya
alam; dan/atau
c. pelestarian
fungsi atmosfe.
22. Bahan 1. Setiap penanggung jawab 1. Setiap orang
Berbahaya usaha dan/atau kegiatan wajib yang memasukkan
dan melakukan pengelolaan bahan ke dalam wilayah
Beracun berbahaya dan beracun. Negara Kesatuan
(B3) 2. Pengelolaan bahan Republik
berbahaya dan beracun meliputi Indonesia,
menghasilkan, mengangkut, menghasilkan,
mengedarkan, menyimpan, mengangkut,
menggunakan dan/atau mengedarkan,
Tidak ada membuang. menyimpan,
3. Ketentuan mengenai memanfaatkan,
pengelolaan bahan berbahaya membuang,
dan beracun diatur lebih lanjut mengolah,
dengan Peraturan Pemerintah. dan/atau
menimbun B3
wajib melakukan
pengelolaan B3.
a) Setiap orang
yang
menghasilkan
limbah B3 wajib
melakukan
pengelolaan
limbah B3 yang
dihasilkannya.(2)
Dalam hal B3
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 58 ayat (1)
telah kedaluwarsa,
pengelolaannya
mengikuti
ketentuan
pengelolaan
limbah B3.(3)
Dalam hal setiap
orang tidak
mampu
melakukan sendiri
pengelolaan
limbah B3,
pengelolaannya
diserahkan
kepada pihak lain.
23. Sistem Tidak diatur. Pemerintah dan
informasi pemerintah
Tidak diatur daerah
mengembangkan
sistem informasi
lingkungan hidup
untuk mendukung
pelaksanaan dan
pengembangan
kebijakan
perlindungan dan
pengelolaan
lingkungan
hidup.serta wajib
di publikasikan
kepada
masyarakat.
24. Peran serta Peran serta masyarakat: Peran masyarakat
masyarakat a. meningkatkan kemandirian, dapat berupa:
keberdayaan masyarakat, dan a. pengawasan
kemitraan; sosial;
b. menumbuhkembangkan b. pemberian
kemampuan dan kepeloporan saran, pendapat,
masyarakat; usul,
Tidak Diatur c. menumbuhkan keberatan,
ketanggapsegeraan masyarakat pengaduan;
untuk melakukan pengawasan dan/atau
sosial; c. penyampaian
d.memberikan saran pendapat; informasi dan/atau
e. menyampaikan informasi laporan.
dan/atau menyampaikan
laporan.
25. Kewenanga Tidak ada Kepala Daerah dapat Kepala daerah
n Kepala mengajukan usul untuk berwenang untuk
Daerah mencabut izin usaha dan/atau mencabut izin
kegiatan kepada pejabat yang usaha dan/ atau
berwenang. kegiatan.

26. hak gugat Tidak di atur Tidak di atur Instansi


pemerintah pemerintah dan
dan pemerintah
pemerintah daerah yang
daerah. bertanggung
jawab di bidang
lingkungan hidup
berwenang
mengajukan
gugatan ganti rugi
dan tindakan
tertentu terhadap
usaha dan/atau
kegiatan yang
menyebabkan
pencemaran
dan/atau
kerusakan
lingkungan hidup
yang
mengakibatkan
kerugian
lingkungan hidup.
(psl 90)
27. penyidik Tidak di atur Dalam rangka
terpadu penegakan hukum
Tidak di atur terhadap pelaku
tindak pidana
lingkungan hidup,
dapat dilakukan
penegakan hukum
terpadu antara
penyidik pegawai
negeri sipil,
kepolisian, dan
kejaksaan di
bawah koordinasi
Menteri.
28. Alat bukti. Tidak di atur Alat bukti yang
Tidak diatur sah dalam
tuntutan tindak
pidana lingkungan
hidup terdiri atas:
a. keterangan
saksi;
b. keterangan
ahli;
c. surat;
d. petunjuk;
e. keterangan
terdakwa;
dan/atau
f. alat bukti lain,
termasuk alat bukti
yang diatur dalam
peraturan
perundang-
undangan
29. Sanksi Sanksi pidana yang Secara keseluruhan sanksi Sanksi pidana
pidana diterapkan dalam undang- pidana yang di terapkan dalam yang di atur dalam
undang ini sangat jauh dari undang-undang ini telah undang-undang ini
nilai uang yang telah tertinggal serta tidak lagi sesuai secara
berkembang pada saat ini, dengan perkembangan keseluruhan lebih
jumlah denda yang diberikan kehidupan masyarakat berat di banding.
juga sangatlah rendah. Indonesia saat ini.secara Secara umum
Denda yang diancam dalam umum,denda yang di ancamkan denda yang di
undang-undang ini bekisar dalam undang-undang ini ancamkan dalam
antara jutaan rupiah hingga berkisar antara puluhan juta undang-undang ini
seratus juta rupiah. hingga ratusan juta rupiah. berkisar antara
ratusan juta rupiah
sampai puluhan
miliar rupiah.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian bab sebelumnya adalah:
1. UU No 4 Tahun 1982, mengandung ketentuan-ketentuan pokok sebagai
dasar bagi peraturan pelaksanaannya. Dengan demikian, UU ini berfungsi
sebagai ketentuan payung (umbrella provision) bagi peraturan
perundangan lingkungan hidup lainnya.
2. UUPLH baru setelah UU No 4 Tahun 1982 yaitu UU No 23 Tahun 1997
memuat berbagai pengaturan sebagai respons terhadap berbagai
kebutuhan yang berkembang yang tidak mampu diatasi melalui UU No 4
Tahun 1982.
3. UU No 32 tahun 2009 menyempurnakan sejumlah kelemahan mendasar
dalam UU sebelumnya dan secara komprehensif mengatur segala hal
yang berkaitan dengan problem lingkungan.
MAKALAH PENGELOLAAN KUALITAS LINGKUNGAN

HASIL STUDI MENGENAI UU LINGKUNGAN HIDUP

OLEH : KELOMPOK III

ANGGOTA : FISKA FEBRINA (1310941043)


RIYAN HEXA PUTRA (1310941044)
RAHMI MULIA PUTRI (1310941045)
DWI WAHYUNI YONANDA (1310941046)
MONIKA UTAMI ANDRYAS (1310941047)
GUSTINA LUSIANI (1310941048)
DILA YURIANTI RAHMAH (1310942003)
AZIZAH (1310942004)
NINGSIH IKA PRATIWI (1310942006)
REZKY ADITYA LUBIS (1310942007)

DOSEN : FADJAR GOEMBIRA, Dr.Eng.

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK-UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2015
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 1997. Undang-Undang No. 23 Tahun 1997.
http://www.bkprn.org/peraturan/the_file/UU-2397.pdf. Tanggal akses: 22
Agustus 2015

Sudiarto, A. 2011. Berbagai Kelemahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009.


https://www.scribd.com/doc/42825377/Berbagai-Kelemahan-Undang-
undang-Nomor-32-Tahun-2009. Tanggal akses: 22 Agustus 2015

Yuriandi, Agung. 2009. Undang-Undang No. 23 Tahun 1997.


https://www.scribd.com/doc/33925319/Azas-Azas-Dalam-Undang-
Undang-No-23-Tahun-1997-Tentang-Pengelolaan-Lingkungan-Hidup.
Tanggal akses: 22 Agustus 2015

Anda mungkin juga menyukai