Soda Abu
Soda Abu
TITRASI ASIDIMETRI
I. TUJUAN
Mahasiswa dan mahasiswi mampu melakukan penetapan kadar Na2CO3 (Soda Abu)
dengan metode titrasi asidimetri.
Soda abu adalah zat padat ringan yang cukup larut dalam air dan biasanya
mengandung 99,3 % Na2CO3. Soda abu memiliki kelarutan dalam air kira-kira 30%
berat larutan. Soda abu dalam industri kimia dikenal dengan istilah soda ash. Soda
abu berbentuk bubuk, dan berwarna putih. Soda abu biasanya digunakan pada
pembuatan sabun. Kadar soda abu yang digunakan pada pembuatan sabun tidak
bole terlalu banyak, karena dapat menimbulkan rasa panas di tangan saat sabun
colek digunakan. penggunaan soda abu yang dianjurkan dalam formula pembuatan
sabun colek adalah sekitar 7 % dari komposisi total bahan sabun colek. Selain pada
industri pembuatan sabun, soda abu juga banyak digunakan pada industri gula,
industri obat, industri kertas, industri tekstil, industri metalurgi, industri keramik,
industri bahan makanan, dll
Berikut sifat Fisis dan Kimia Sodium Karbonat (Na2CO3)
Berat molekul : 106 g/mol
Bentuk : Kristal
Warna : Putih
Titik lebur, 0oC : 7,1 g/100 g H2O
Densitas, 20oC : 2,533 g/ml
Kapasitas panas, 85oC : 26,41 cal/gmoloC
Pada penentuan kadar soda abu (Na2CO3), soda abu tidak dapat dititrasi
langsung dengan HCl, tetapi soda abu harus diencerkan terlebih dahulu. Dalam hal
ini indikator yang digunakan adalah indikator PH, indikator yang dapat berubah
warnanya pada range pH tertentu. Dan indikator yang digunakan adalah indikator
Metyl Orange (MO). indikator yang juga digunakan pada Titrasi Standarisasi HCl.
Penggunaan indikator MO dikarenakan trayek pH indikator MO mencakup pH titik
ekivalen antara asam kuat dengan basa lemah. Jadi ketika indikator tepat berubah
warna atau titik akhir titrasi telah tercapai, ini berarti jumlah titrat telah ekivalen
dengan jumlah titran. Maka pada saat itu titrasi dihentikan.
b. Reagensia
Asam Klorida (HCl) pekat
Natrium tetra borat ( Na2B4O7 . 10 H2O )
Na2CO3 . 0H2O (Detergent Bubuk)
Indikator MO (Metyl Orange)
Aquadest
Tissue
V. CARA KERJA
a. Pembuatan larutan Asam Klorida (HCl) 0,1 N
Di dalam lemari asam diambil kurang lebih 10 ml HCl pekat P.A
Dimasukkan kedalam beaker gelas 1 liter yang telah diisi aquadest 500ml
Diaduk hingga homogen dan dipindahkan kedalam gelas ukur volume 1
liter
Ditambahkan aquadest sampai tanda batas 1 liter
o Kadar ( % ) Na2CO3 ( )
Keterangan
VIII. PERHITUNGAN
Standarisasi HCl
Normalitas HCl yang sebenarnya berdasarkan data titrasi standarisasi diatas
1. N2 =
=
2. N2 =
=
3. N2 =
Nrata2
1. % Na2CO3 ( )
2. % Na2CO3 ( )
% Na2CO3 rata2
IX. PERSYARATAN
Kadar soda abu (Na2CO3) % = 30 %
Dapat di simpulkan bahwa kadar soda abu (Na2CO3) adalah 24,16 % dan kadar ini
tidak sesuai dengan persyaratan yang menyatakan kadar soda abu (Na2CO3) 30 %.
Kadar soda abu (Na2CO3) kurang dari kadar yang disyaratkan, 24,16 %< 30%.
XI. PEMBAHASAN
Percobaan titrasi kali ini adalah penetapan kadar soda abu pada detergent
(Rinso) dengan mengunakan asam kuat HCl sebagai titran. Namun sebelum
melakukan penetapn kadar, HCl terlebih dahulu harus dibakukan (distandarisasi)
dengan melakukan titrasi dengan boraks (Na2B4O7) dan indikator metil orange (MO)
3-5 tetes sebagai indikator visualnya. Yang dimana pada titik ahir titrasi terjadi
perubahan warna laruta dari yang berwarna kuning menjadi jingga (kuning
kemerahan). Ditemukan normalitas NaOH sebanyak 0,0902 N.
Indicator yang digunakan pada percobaan penetapan kadar ini adalah indikator
Metil Orange (MO) sebagai indikator visual yang akan menandakan terjadinya reaksi
sempurna atau tercapainya titik akhir titrasi, yaitu dengan terjadinya perubahan
warna larutan yang semula kuning menjadi jingga (kuning kemerahan).
Percobaaan ini dilakukan secara triplo (tiga kali pengerjaan). Pada titrasi
pertama di dapatkan volume titrant 18,30 ml, pada titrasi kedua didapatkan 17,70 ml
dan pada titrasi ke tiga diperoleh 17,80 ml. Sehingga diperoleh kadar dari Na2CO3
sebanyak 24,16 %.
Kadar yang diperoleh tersebut tidak sesuai dengan persyaratan yang
menyatakan kadar Na2CO3 adalah 30 %, 24,16 % 30 % . Hal ini dapat terjadi
karena beberapa hal berikut.
Kebersihan alat-alat yang digunakan. Alat yang digunakan harus bersih dan
kering agar tidak terjadi kontaminasi dengan zat-zat sisa yang tertinggal pada
alat-alat yang digunakan.
Normalitas dari HCl yang diperoleh pada standarisasi kurang akurat.
Kelebihan titran sehingga volume titik akhir melebihi yang seharusnya.
Kesalahan dalam penentuan titik akhir titrasi (TAT).