Anda di halaman 1dari 26

BRONKIEKTASIS

Arif Heru Tripana*


Daniel Prem Raj Pandid**
Update on Agustus 20, 2012

* Student of Medical Faculty of Abdurrab Unyversity Pekanbaru


**Student of Medical Faculty of Prima Indonesia University - Medan

BAB I
PENDAHULUAN

Bronkiektasis merupakan penyakit pada bronkus dan bronkiolus, penyakit


ini menyebabkan dilatasi yang permanen pada bronkus dan bronkiolus yang
disebabkan oleh kerusakan otot dan hilangnya daya elastisitas pada bronkus
maupun bronkiolus. Penyakit bronkiektasis diawalai oleh adanya infeksi kronik
pada cabang-cabang dari bronkus.1
Pada zaman dahulu, bronkiektasis merupakan penyakit yang cukup tingggi
insidennya sejajar dengan penyakit endemik pada pertusis, measles dan influenza.
Pada saat ini bronkiektasis sering terjadi pascainfeksi yang sering insidennya di
Negara-negara berkembang. Perkembangan antibiotik membawa pengaruh yang
berarti terhadap insiden bronkiektasis, hal ini terbukti dengan menurunnya insiden
bronkiektasi pascainfeksi di beberapa dekade terakhir.1
Masih belum ada data pasti yang tentang prevalesi bronkiektasis. Di
Negara-negara Barat, prevalensi bronkiektasis diperkirakan 1,3% dari populasi
yang ada. Prevalensi yang tinggi itu ternyata mengalami penurunan yang berarti
seiring dengan adanya kontrol dari kasus-kasus infeksi paru dengan pengobatan
memakai antibiotik.2
Di Indonesia belum ada laporan tentang angka-angka yang pasti mengenai
penyakit ini. Kenyataannya penyakit ini cukup sering ditemukan di klinik-klinik.
Penyakit bronkiektasis dapat diderita mulai sejak anak-anak, bahkan merupakan
kelainan kongenital.2

Arif Heru, Daniel P. Raj, Bronkiektasis. 2012. 1


KKS Ilmu Bagian Radiologi DR. RM. Djoelham - Binjai
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Bronkiektasis


Bronkiektasis adalah suatu keadaan bronkus dan bronkiolus yang melebar
akibat kerusakan dan hilangnya sifat elastisitas dinding otot bronkus yang dapat
disebabkan oleh obstruksi dan peradangan kronis.1,3

2.2. Etiologi
Penyebab bronkiektasis sampai sekarang masih belum diketahui dengan
jelas. Pada kenyataannya kasus-kasus bronkiektasis dapat timbul secara congenital
maupun didapat.2
A. Kelainan Kongenital
Dalam hal ini bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam kandungan.
Bronkiektasis yang timbul kongenital mempunyai ciri sebagai berikut.
Pertama, bronkiektasis mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu
atau kedua paru. Kedua, bronkiektasis kongenital sering menyertai
penyakit-penyakit kongenital lainnya, misalnya: Mucoviscidosis (cystic
pulmonary fibrosis), sindrom kartargener (Bronkiektasis congenital,
sinusitis, destrokardia), agamaglobulinemia, bronkiektasis pada anak
kembar satu sel telur, bronkiektasis sering bersamaan dengan kelainan
kongenital berikut: tidak adanya tulang rawan bronkus, penyakit jantung
bawaan, kifoskoliosis kongenital.2
B. Kelainan Didapat
Bronkiektasis sering merupakan kelainan didapat dan kebanyakan
merupakan akibat proses berikut:2
Infeksi. Bronkiektasis sering terjadi sesudah seseorang dengan
penyakit peneumonia yang sering kambuh dan berlangsung lama.2
Bronkoektasis merupakan gejala sisa dari infeksi yang tidak diterapi
dengan benar atau tidak medapatkan terapi sama sekali. Berikut
adalah jenis-jenis bakteri yang diketahui dapat menyebabkan
bronkiektasis: Klebsiella species, Staphylococcus aureus,

Arif Heru, Daniel P. Raj, Bronkiektasis. 2012. 2


KKS Ilmu Bagian Radiologi DR. RM. Djoelham - Binjai
Mycobacterium tuberculosis, Mycoplasma pneumonia,
Nontuberculous mycobacteria, virus Measles, Pertussis virus, virus
Influenza, virus Herpes simplex, termasuk beberapa tipe dari
adenovirus. Infeksi RSV (respiratory syncytial virus) pada anak-anak
juga bisa menyebabkan bronkiektasis.4
Obstruksi Bronkus. Obstruksi bronkus yang dimaksud di sini dapat
disebabkan oleh berbagai macam sebab: korpus alienum, karsinoma
bronkus atau tekanan dari luar lainya terhadap bronkus. Menurut
penelitian para ahli diketahui bahwa adanya infeksi ataupun obstruksi
tidak selalu secara nyata (automatis) menimbulkan bronkiektasis.
Oleh karenanya diduga mungkin masih ada instrinsik ikut berperan
terhadap timbulnya bronkiektasis.2

2.3. Patogenesis

Pathogenesis bronkiektasis tergantung dari factor penyebabnya. Apabila


bronkiektasis timbul kongenital, patogenesisnya tidak diketahui, diduga erat
hubungannya dengan faktor genetik serta faktor pertumbuhan dan perkembangan
fetus dalam kandungan. Pada bronkiektasis didapat patogenesisnya diduga melalui
beberapa mekanisme. Ada beberapa faktor yang diduga ikut berperan antara lain:2
1) Faktor obstruksi bronkus.
2) Faktor infeksi pada bronkus atau paru.
3) Faktor adanya beberapa penyakit tertentu seperti fibrosis paru, astmatic
pulmonary eosinophilia, 4) faktor instrinsik dalam bronkus atau paru.

Arif Heru, Daniel P. Raj, Bronkiektasis. 2012. 3


KKS Ilmu Bagian Radiologi DR. RM. Djoelham - Binjai
Gambar 01. Skema patogenesis bronkiektasis.2

2.4. Patologi
Bronkodilatasi pada bronkiektasis berhubungan dengan rusaknya dan
proses inflamasi pada dinding bronkus ataupun bronkiolus sering terjadi pada
level segmental atau subsegmental dari bronkus. Proses inflamasi pada bronkus
diperantarai oleh mediator inflamasi seperti neutrofil dan beberapa enzim seperti
elastase and matrix metalloproteinases. Pada dinding bronkus yang normal
terdapat komponen-komponen seperti cartilag, muscle, elastic tissue, dan fibrous
tissue.5

Arif Heru, Daniel P. Raj, Bronkiektasis. 2012. 4


KKS Ilmu Bagian Radiologi DR. RM. Djoelham - Binjai
Gambar 02. Skema proses patologi pada bronkus dengan inflamsi yang
menyebabkan bronkiektasis.6

Arif Heru, Daniel P. Raj, Bronkiektasis. 2012. 5


KKS Ilmu Bagian Radiologi DR. RM. Djoelham - Binjai
Gambar 03. Bronkiektasi dengan inflamsi akut dan kronik pada mukosa bronkus
dan mulai terbentuk jaringan fibrotik.1

Prubahan Morfologi Bronkus yang Terkena


- Dinding bronkus. Dinding bronkus yang terkena dapat mengalami
perubahan berupa proses inflamasi yang sifatnya destruktif dan reversibel.
Pada pemeriksaan patologi anatomi sering ditemukan berbagai tingkatan
keaktifan proses inflamasi serta terdapat proses fibrosis. Jaringan bronkus
yang mengalami kerusakan selain otot-otot polos bronkus juga elemen-
elemen elastin, pembuluh-pembuluh darah dan tulang rawan bronkus.2
- Mukosa bronkus. Mukosa bronkus permukaannya menjadi abnormal,
silia pada sel epitel menghilang, terjadi perubahan metaplasia skuamosa,
dan terjadi sebukan hebat sel-sel inflamasi. Apabila terjadi eksaserbasi
infeksi akut, pada mukosa akan terjadi pengelupasan, ulserasi dan
pernanahan.2
- Jaringan paru peribronkial. Pada parenkim paru peribronkial dapat
ditemukan kelainan antara lain berupa pneumonia, fibrosis paru atau
pleuritis apabila prosesnya dekat pleura. Pada keadaan yang berat, jaringan

Arif Heru, Daniel P. Raj, Bronkiektasis. 2012. 6


KKS Ilmu Bagian Radiologi DR. RM. Djoelham - Binjai
paru distal bronkiektasis akan diganti oleh jaringan fibrotik dengan kista-
kista berisi nanah. Arteri bronkial di sekitar bronkiektasis dapat
mengalami pelebaran (aneurysma Rasmussen) atau membentuk
anyaman/anastomosis dengan pembuluh sirkulasi pulmonal.2

Gambar 04. Perbandingan paru yang normal panel (A) dan paru dengan
bronkiektasis panel (B).7

Klasifikasi Berdasarkan Radiologi


Pada tahun 1930 dan 1960 ilmuan patologi melakukan penenlitian-
penelitian terhadap spesimen paru yang mengalami bronkiektasi dan kemudian
Reid mengkategorikan menjadi beberapa fenotipe:6
- Tipe tubular dengan ciri-ciri dilatasi otot polos bronkus.
- Tipe varicose dengan ciri-ciri dilatasi bronkus yang multipel.
- Tipe cystic dengan ciri-ciri dilatasi pada bronkus terminalis dan
membentuk kantong-kantong.

Arif Heru, Daniel P. Raj, Bronkiektasis. 2012. 7


KKS Ilmu Bagian Radiologi DR. RM. Djoelham - Binjai
Gambar 05. High-Resolution Computed Tomography (HRCT) examples of
Reids three forms of bronchiectasis: A) tubular B), varicose, and
C) cystic.6

2.5. Klasifikasi Berdasarkan Berat Ringannya Penyakit


Tingkatan beratnya penyakit bervariasi mulai dari yang ringan sampai
berat. Brewis membagi tingkat beratnya bronkiektasi menjadi ringan sedang dan
berat.2
a) Bronkiektasi Ringan. Ciri klinis: batuk-batuk dan sputum warna hijau
hanya terjadi sesudah demam (ada infeksi sekunder), produksi sputum

Arif Heru, Daniel P. Raj, Bronkiektasis. 2012. 8


KKS Ilmu Bagian Radiologi DR. RM. Djoelham - Binjai
terjadi dengan adanya perubahan posisi tubuh, biasanya ada hemoptisis
sangat ringan pasien tampak sehat dan fungsi paru normal.2
b) Bronkiektasi Sedang. Ciri klinis: batuk-batuk produktif terjadi tiap saat,
sputum timbul setiap saat (umumnya warna hijau dan jarang mukoid,
serta bauk mulut busuk), sering ada hemoptisis, pasien umumnya tampak
sehat dan fungsi paru normal, jarang terjadi jari tabuh. Pada pemeriksaan
fisis paru sering ditemukan ronki basah kasar pada daerah paru yang
terkena, gambaran foto dada boleh dikatakan masih normal.2
c) Bronkiektasi Berat. Ciri klinis: batuk-batuk produktif dengan sputum
banyak berwarna kotor dan berbau. Sering ditemukan adanya peneumonia
dengan hemoptisis dan nyeri pleura. Sering ditemukan jari tabuh. Bila ada
obstruksi saluran napas akan dapat ditemukan adanya dispnea, sianosis
atau tanda kegagalan paru. Umumnya pasien mempunyai keadaaan umum
kurang baik. Sering ditemukan infeksi piogenik pada kulit, infeksi mata
dan sebagainya. Pasien mudah timbul pneumonia, septikemia, abses
metastasis, kadang-kadang terjadi amiloidosis. Pada pemeriksaan fisis
dapat ditemukan ronki basah kasar pada daerah yang terkena. Pada
gambaran foto dada ditemukan kelainan: 1) penambahan bronchovascular
marking, 2) multiple cysts contai-ning fluid levels (honey comb appea-
rance).2

2.6. Manifestasi Klinis

Gejala dan tanda klinis yang timbul pada pasien bronkiektasis tergantung
pada luas dan beratnya penyakit, lokasi kelainannya dan ada atau tidaknya
komplikasi lanjut. Ciri khas penyakit ini adalah adanya batuk kronik disertai
produksi sputum, adanya hemoptisis dan peneumonia berulang. Bronkiektasis
yang mengenai bronkus pada lobus atas sering dan memberikan gejala.2
a) Batuk. Batuk pada bronkiektasis mempunyai ciri antara lain batuk
produktif berlangsung kronik dan frekuens mirip seperti pada bronkitis
kronik (bronkitis-like symptoms), jumlah sputum bervariasi, umumnya
jumlahnya banyak pada pagi hari sesudah ada perubahan posisi tidur atau
bangun dari tidur. Kalau tidak ada infeksi sekunder sputumnya mukoid,

Arif Heru, Daniel P. Raj, Bronkiektasis. 2012. 9


KKS Ilmu Bagian Radiologi DR. RM. Djoelham - Binjai
sedangkan apabila terjadi infeksi sekunder sputumnya purulen, terjadi
memberikan bau mulut yang tidak sedap (fetor ax ore). Pada kasus yang
sudah berat, misalnya pada saccular type bronchiectasis, sputum
jumlahnya banyak sekali, purulen dan apabila ditampung beberapa lama,
tampak terpisah menjadi 3 lapisan: 1) Lapisan teratas agak keruh, terdiri
atas mukus, 2) lapisan tengah jernih, terdiri atas saliva (ludah), 3) lapisan
terbawah keruh, terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari bronkus
yang rusak (cellular debris).2
b) Hemoptisis. Hemoptisis atau hemoptoe terjadi kira-kira pada 50% kasus
bronkiektasis. Kelainan ini terjadi akibat nekrosis atau destruksi mukosa
bronkus mengenai pembuluh darah (pecah) dan timbul perdarahan.
Perdarahan yang terjadi bervariasi, mulai dari yang paling ringan (streaks
of blood) sampai perdarahan yang cukup banyak (masif) yaitu apabila
nekrosis yang mengenai mukosa amat hebat atau terjadi nekrosis yang
mengenai cabang arteri bronkialis.2,8
Pada dry bronchiectasis (bronkiektasis kering), hemoptisis justru
merupakan gejala satu-satunya, karena bronkiektasis jenis ini letaknya di
lobus atas paru, drainasenya baik, sputum tidak pernah menumpuk dan
kurang menimbulkan refleks batuk. Dapat diambil pelajaran, bahwa
apabila ditemukan kasus hemoptisis hebat tanpa adanya gejala-gejala
batuk sebelumnya atau tanpa kelainan fisis yang jelas hendaknya diingat
dry bronchiectasis ini.2
c) Sesak Napas (Dispnea). Pada sebagian besar pasien (50% kasus)
ditemukan keluhan sesak napas. Timbul dan beratnya sesak napas
tergantung pada seberapa luasnya bronkitis kronis yang terjadi serta
seberapa jauh timbulnya kolaps paru dan destruksi jaringan paru yang
terjadi sebagai akibat infeksi berulang (ISPA), yang biasanya
menimbulkan fibrosis paru dan empisema yang menimbulkan sesak napas
tadi. Kadang-kadang ditemukan pula suara mengi (wheezing), akibat
adanya obstruksi bronkus.2

Arif Heru, Daniel P. Raj, Bronkiektasis. 2012. 10


KKS Ilmu Bagian Radiologi DR. RM. Djoelham - Binjai
d) Demam Berulang. Bronkiektasis merupakan penyakit yang berjalan
kronik, sering mengalami infeksi berulang pada bronkus maupun pada
paru, sehingga sering timbul demam (demam berulang).2

2.7. Diagnosis Bronkiektasis


Diagnosis bronkiektasis kadang-kadang sukar ditegakkan walaupun sudah
dilakukan pemeriksaan lengkap. Diagnosis penyakit ini kadang-kadang mudah
diduga, yaitu hanya dengan anamnesis saja.2
Penegakan diagnosis bronkiektasis dapat ditempuh melewati proses
diagnostik yang lazim dikerjakan di bidang kedokteran, meliputi: 1) Anamnesis,
2) Pemeriksaan fisik, 3) Pemeriksaan penunjang, terutama pemeriksaan radiologik
(bronkografi) dan CT scan paru.2

Gambar 06. Alur diagnosis untuk bronkiektasis. (AFB, acid-fast bacilli; CXR,
chest X-ray; GERD, gastroesophageal reflux disease; HRCT, high-
resolution computed tomography; PFT, pulmonary function
testing.)5

Arif Heru, Daniel P. Raj, Bronkiektasis. 2012. 11


KKS Ilmu Bagian Radiologi DR. RM. Djoelham - Binjai
A. Anamnesis
Pasien dengan bronkhiektasis biasanya mengalami batuk-batuk dengan
sputum yang banyak terutama pada pagi hari serta setelah tiduran dan berbaring.
Jadi hal yang perlu datanyakan adalah berapa lama mengalami batuk? Bercampur
dengan dahak/darah? Faktor yang meperberat atau yang memperingan penyakit?
Disertai sesak napas atau tidak? Dan lain sebagainya.9
B. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi. Adanya batuk darah sering dijumpai pada sekitar 50% dari
pasien dengan bronkhiektasis. Batuk darah pada pasien dengan
bronkhiektasis biasanya bersifat masif karena sering melibatkan pecahnya
pembuluh darah arteri yang meregang pada dinding bronkhus dan
melemahnya dinding bronkhus akibat stimulus batuk lama dapat
menyebabkan batuk darah masif. Clubbing Finger didapatkan pada 30-
50% kasus.9
Palpasi. Pada palpasi, strem fremitus biasanya melemah.
Perkusi. Pada perkusi, didapatkan suara sonor sampai hipersonor.
Auskultasi. Sering didapatkan adanya bunyi napas ronkhi dan wheezing
sesuai tingkat keparahan.

C. Pemeriksaan Penunjang2,9
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah tepi. Biasanya ditemukan dalam batas normal.
Kadang ditemukan adanya leukositosis yang menunjukkan adanya
supurasi aktif dan anemia yang menunjukkan adanya infeksi menahun.
Pemeriksaan urine. Ditemukan dalam batas normal, kadang
ditemukan adanya proteinuria yang bermakna dan disebabkan oleh
amiloidosis. Namun imunoglobulin serum biasanya dalam batas normal
kadang bisa meningkat atau menurun.
2. Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan sputum meliputi volume dan warna sputum serta sel-
sel dan bakteri yang ada dalam sputum. Bila terdapat infeksi maka volume
sputum akan meningkat dan menjadi purulen serta mengandung lebih

Arif Heru, Daniel P. Raj, Bronkiektasis. 2012. 12


KKS Ilmu Bagian Radiologi DR. RM. Djoelham - Binjai
banyak leukosit dan bakteri. Biakkan sputum dapat menghasilkan flora
normal dari nasofaring seperti Streptokokus pneumoniae, Hemofilus
influenza, Staphylococcus aureus, Kleibsiela, Aerobacter, Amoeba
proteus, dan Pseudomonas aeroginosa. Apabila ditemukan sputum berbau
busuk berarti menunjukkan adanya infeksi kuman anaerob.9
3. Pemeriksaan Radiologi
Foto X-ray. Pemeriksaan foto toraks polos tampak gambaran berupa
bronkovaskular yang kasar yang umumnya terdapat pada lapangan
bawah paru, atau gambaran garis-garis translusen yang panjang menuju
ke hilus dengan bayangan konsolidasi sekitarnya akibat bayangan
skunder, kadang-kadang juga bias berupa bulatan-bulatan translusen
yang sering dikenal sebagai gambaran sarang tawon (honey comb
appearance) bulatan translusen ini dapat berukuran besar (diameter 1
10 cm) yang berupa kista-kista translusen dan kadang-kadang berisi
cairan (air fluid level) akibat peradangan skunder.3

Gambar 07. Tampak gambaran berupa bronkovaskular kasar honey comb


appearance yang terdapat pada lapangan bawah paru.10

Arif Heru, Daniel P. Raj, Bronkiektasis. 2012. 13


KKS Ilmu Bagian Radiologi DR. RM. Djoelham - Binjai
Gambar 08. Tampak gambaran sarang tawon (honey comb appearance).10

CT scan. Pemeriksaan radiologi thoraks biasa (x-ray) merupakan


pemeriksaan yang umum dilakukan pada kasus bronkiektasis, tetapi
biasanya didapatkan gambaran radiologi yang tidak spesifik atau
normal. Oleh karena itu High-resolution computed tomography
(HRCT) merupakan pemeriksaan yang standar untuk kasus
bronkiektasis. HRCT memiliki sensitivitas 96% dan spesifisitas 93%.8
Temuan pada HRCT biasa mengasilkan gambaran konsolidasi pada
segmen atau lobus, bronkiektasis bukanlah suatu diagnosis melaikan
suatu temuan dari gambaran radiologi.11

Arif Heru, Daniel P. Raj, Bronkiektasis. 2012. 14


KKS Ilmu Bagian Radiologi DR. RM. Djoelham - Binjai
Arif Heru, Daniel P. Raj, Bronkiektasis. 2012. 15
KKS Ilmu Bagian Radiologi DR. RM. Djoelham - Binjai
Gambar 09. Gambaran paru dengan bronkiektasis menggunakan HRCT (High-
Resolution Computed Tomographic). Panel A. Dilatasi dan
penebalan pada bronkus, panel B. Menunjukkan bahwa bronkus
tidak mengalami pengecilan pada perifer bronkiolus, panel C.
Dilatasi pada jalan napas, panel D. Terbentuk kantong-kantong
kista pada bronkiolus.7

Arif Heru, Daniel P. Raj, Bronkiektasis. 2012. 16


KKS Ilmu Bagian Radiologi DR. RM. Djoelham - Binjai
Pemeriksaan Bronkhogram. Bronkhogram tidak rutin dikerjakan,
tetapi bila ada indikasi dilakukan untuk mengevaluasi pasien yang akan
dioperasi, yaitu pasien dengan pneumonia yang terbatas pada suatu
tempat dan berulang serta tidak menunjukkan perbaikan klinis setelah
mendapat pengobatan konservatif atau pasien dengan hemoptisis yang
masif. Bronkhogram diiakukan pada kondisi pasien yang sudah stabil
setelah pemberian antibiotik dan postural drainase yang adekuat
sehingga bronkhus bersih dari sekret.9

2.8. Diagnosis Banding


Beberapa penyakit yang perlu diingat atau dipertimbangkan kalau
berhadapan dengan bronkiektasis:2
Bronkitis kronik.
Tuberkulosis paru (penyakit ini dapat disertai kelainan anatomis paru
berupa bronkiektasis).
Abses paru (terutama bila telah ada hubungan dengan bronkus besar).
Penyakit paru penyebab hemoptisis, misalnya: karsinoma paru, adenoma
paru dan sebagainya.
Fistula bronkopleura dengan empiema.

2.9. Komplikasi

Ada beberapa komplikasi yang dapat dijumpai pada pasien dengan bronkiektasi,
antara lain:2

1. Bronkitis kronik
2. Pneumonia dengan atau tanpa atelektasi. Bronkitis sering mengalami
infeksi berulang, biasanya sekunder terhadap infeksi pada saluran napas
atas. Hal ini sering terjadi pada mereka yang drainage sputum kurang
baik.
3. Pleuritis. Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya
pneumonia.
4. Efusi pleura atau empiema.

Arif Heru, Daniel P. Raj, Bronkiektasis. 2012. 17


KKS Ilmu Bagian Radiologi DR. RM. Djoelham - Binjai
5. Kor pulmonal kronik (KPK). Komplikasi ini sering terjadi pada pasien
bronkiektasis yang berat dan lanjut atau mengenai beberapa bagian paru.
Pada kasus ini bila terjadi anastomosis cabang-cabang arteri dan vena
pulmonalis pada dinding bronkus, akan terjadi arterio-venous shunt,
terjadi gangguan oksigenasi darah timbul sianosis sentral, selanjutnya
terjadi hipoksemia.

2.10. Penatalaksanaan

Pengelolaan pasien bronkiektasis terdiri atas dua kelompok: pengobatan


konservatif dan pengobatan pembedahan.2

Gambar 10. Skema terapi untuk bronkiektasis.1

Arif Heru, Daniel P. Raj, Bronkiektasis. 2012. 18


KKS Ilmu Bagian Radiologi DR. RM. Djoelham - Binjai
A. Pengelolaan Konservatif
1. Pengelolaan Umum. Pengelolaan umum ini ditunujukan terhadap semua
pasien bronkiektasis, meliputi:2
Menciptakan lingkugan yang baik dan tepat bagi pasien. Contoh:
- Membuat ruangan hangat, udara ruangan kering.
- Mencegah/menghentikan merokok.
- Mencegah/menghindari debu, asap dan sebagainya
Memperbaiki drainase secret bronkus. Cara yang baik dikerjakan
sebagai berikut:2
- Melakukan drainase postural. Tindakan ini merupakan cara
yang paling efektif untuk mengurangi gejala, tetapi harus
dikerjakan secara terus-menerus. Tiap kali melakukan drainase
postural dikerjakan selama 10 20 menit dan tiap hari
dikerjakan 2 4 kali. Prinsip drainase postural ini adalah usaha
mengeluarkan sputum dengan bantuan gaya gravitasi. Untuk
keperluan tersebut, posisi tubuh saat dilakukan drainase
postural harus disesuaikan dengan letak kelainan
bronkiektasisnya. Tujuan membuat posisi tubuh seperti itu
adalah untuk menggerakkan sputum dengan pertolongan gaya
gravitasi agar menuju ke hilus paru bahkan mengalir sampai ke
tenggorokan sehingga mudah dibatukkan keluar.2
- Mencairkan sputum yang kental. Hal ini dapat dilakukan
dengan jalan misalnya: inhalasi uap air panas atau dingin
(menurut keadaan), menggunakan obat-obatan mukolitik dan
perbaikan hidrasi tubuh.2
- Mengatur posisi tempat tidur pasien. Posisi tempat tidur
pasien sebaiknya diatur sedemikan rupa sehingga posisi tidur
pasien dapat memudahkan drainase secret bronkus. Hal ini
dapat dicapai misalnya dengan mengganjal kaki tempat tidur
bagian kaki pasien (disesuaikan menurut kebutuhan) sehingga
diperoleh posisi pasien yang sesuai untuk memudahkan
drainase sputum.2

Arif Heru, Daniel P. Raj, Bronkiektasis. 2012. 19


KKS Ilmu Bagian Radiologi DR. RM. Djoelham - Binjai
- Mengontrol infeksi saluran napas. Adanya infeksi saluran
napas akut (ISPA) harus diperkecil dengan jalan mencegah
pemajanan kuman. Apabila telah ada infeksi harus diberantas
dengan antibiotik yang sesuai agar infeksi tidak berkelanjutan.2
2. Pengelolaan Khusus.
Kemoterapi pada bronkiektasi. Kemoterapi pada bronkiektasis
dapat digunakan: 1) Secara kontinyu untuk mengontrol infeksi
bronkus (ISPA), 2) Untuk pengobatan eksaserbasi infeksi akut
pada bronkus/paru, atau 3) Keduanya. Kemoterapi disini
mengggunakan obat antibiotik tertentu berdasarkan uji sensitivitas
terhadap antibiotik atau menggunakan pengobatan secara empirik.
Lihat daftar obat-obat untuk bronkiektasis.2
Drainase sekret dengan bronkoskop. Cara ini penting dikerjakan
terutama pada permulaan perawatan pasien. Keperluannya antara
lain adalah untuk: 1) Menentukan dari mana asal sekret (sputum),
2) Mengidentifikasi lokasi stenosis atau obstruksi bronkus, dan 3)
Menghilangkan obstruksi bronkus dengan suction drainage daerah
obstruksi tadi (misalnya pada pengobatan atelektasi paru).2
Pengobatan simtomatik. Sesuai dengan namanya, pengobatan ini
hanya diberikan kalau timbul simtom yang mungkin mengganggu.2
- Pengobatan obstruksi bronkus. Apabila ditemukan tanda
obstruksi bronkus yang diketahui dari hasil uji faal paru
(VEP1< 70%) dapat diberikan obat bronkodilator.2
- Pengobatan hipoksia. Pada pasien yang mengalami hipoksia
(terutama pada waktu terjadinya eksaserbasi infeksi akut) perlu
diberi oksigen.2
- Pengobatan hemoptisis. Apabila terjadi hemoptisis, tindakan
yang perlu diberikan adalah upaya menghentikan perdarahan
tersebut. Telah banyak dilaporkan oleh para peneliti hasil
pengobatan hemoptisis ini dengan obat-obatan hemostatik.
Dicatat hasilnya sangat baik (memuaskan), walaupun sulit

Arif Heru, Daniel P. Raj, Bronkiektasis. 2012. 20


KKS Ilmu Bagian Radiologi DR. RM. Djoelham - Binjai
diketahui mekanisme kerja obat-obatan tersebut dalam
menghentikan perdarahan.2
- Pengobatan demam. Pada pasien yang mengalami eksaserbasi
infeksi akut sering terdapat demam, lebih-lebih kalau terjadi
septikemia. Pada keadaan ini selain perlu diberikan antibiotik
yang sesuai, dosis cukup, perlu ditambahkan obat antipiretik
seperlunya.2
B. Pengelolaan Pembedahan
1. Tujuan pembedahan: mengangkat (reseksi) segmen/lobus paru yang
terkena (terdapat bronkiektasis).2,7

2. Indikasi pembedahan:2
- Pasien bronkiektasis yang terbatas dan resektabel, yang tidak
berespons terhadap tindakan-tindakan konservatif yang
adekuat.
- Pasein bronkiektasis yang terbatas, tetapi sering mengalami
infeksi berulang atau hemoptisis yang berasal dari daerah
tersebut.
3. Kontraindikasi:2
- Pasien bronkiektasis dengan PPOK.
- Pasien brokiektasis berat.
- Pasien bronkiektasis dengan komplikasi korpulmonalkronik
dekompensata.
4. Syarat-syarat operasi:2
- Kelainan (bronkiektasis) harus terbatas dan resektabel.
- Daerah paru yang terkena telah mengalami perubahan yang
ireversibel.
- Bagian paru yang lain harus dalam keadaan baik, misalnya
tidak boleh ada bronkiektasis atau bronchitis kronik.

Arif Heru, Daniel P. Raj, Bronkiektasis. 2012. 21


KKS Ilmu Bagian Radiologi DR. RM. Djoelham - Binjai
5. Cara operasi:2
- Operasi elektif: pasien-pasien yang memenuhi indikasi dan
tidak terdapat kontraindikasi.
- Operasi paliatif: ditunjukkan pada pasien bronkiektasis yang
mengalami keadaan gawat darurat paru.
6. Persiapan operasi:2
- Pemeriksaan faal paru: pemeriksaan spirometri, analisis gas
darah (kalau perlu), pemeriksaan bronkospirometri (uji fungsi
paru regional).
- Scaning dan USG (bila ada fasilitas).
- Meneliti ada tidaknya kontraindikasi operasi pada pasien.
- Memperbaiki keadaan umum pasien.

Berikut adalah daftar obat-obatan yang digunakan dalam penatalaksaan


bronkiektasis:12

Arif Heru, Daniel P. Raj, Bronkiektasis. 2012. 22


KKS Ilmu Bagian Radiologi DR. RM. Djoelham - Binjai
2.10. Prognosis
Prognosis pasien bronkiektasis tergantung pada berat ringannya penyakit
serta luasnya penyakit waktu pasien berobat pertama kali. Pemilihan pengobatan
secara tepat (konservatif ataupun pembedahan) dapat memperbaiki prognosis
penyakit.2
Pada kaus-kasus yang berat dan tidak diobati, prognosisnya jelek,
survivalnya tidak akan lebih dari 5 15 tahun. Kematian pasien tersebut biasanya
karena peneumonia, empiema, payah jantung kanan, hemoptisis dan lain-lain.2

Arif Heru, Daniel P. Raj, Bronkiektasis. 2012. 23


KKS Ilmu Bagian Radiologi DR. RM. Djoelham - Binjai
BAB III
PENUTUP

3.1. Simpulan
1. Bronkiektasis adalah suatu keadaan bronkus dan bronkiolus yang melebar
akibat kerusakan dan hilangnya sifat elastisitas dinding otot bronkus yang
dapat disebabkan oleh obstruksi dan peradangan kronis.
2. Etiologi bronkiektasi ada dua yaitu: 1) Kelainan kongenital, dan 2)
Kelainan didapat (infeksi dan obstruksi bronkus).
3. Pathogenesis bronkiektasis tergantung dari factor penyebabnya.
4. Bronkodilatasi pada bronkiektasis berhubungan dengan rusaknya dan
proses inflamasi pada dinding bronkus ataupun bronkiolus sering terjadi
pada level segmental atau subsegmental dari bronkus.
5. Klasifikasi berdasarkan radiologi: 1) Tipe tubular dengan ciri-ciri dilatasi
otot polos bronkus, 2) Tipe varicose dengan ciri-ciri dilatasi bronkus yang
multipel, 3) Tipe cystic dengan ciri-ciri dilatasi pada bronkus terminalis
dan membentuk kantong-kantong.
6. Manifestasi klinis bronkiektasis adalah batuk, hemoptisis, sesak napas dan
demam.
7. Gambaran radiologi pada bronkiektasi adalah peningkatan corakan
bronkovaskular umumnya di lapangan paru bawah, gambar garis-garis
translusen yang panjang menuju ke hilus dan terdapat honey comb
appearance.
8. Pengelolaan pasien bronkiektasis terdiri atas dua kelompok: pengobatan
konservatif dan pengobatan pembedahan.
9. Prognosis pasien bronkiektasis tergantung pada berat ringannya penyakit
serta luasnya penyakit waktu pasien berobat pertama kali. Pada kaus-kasus
yang berat dan tidak diobati, prognosisnya jelek, survivalnya tidak akan
lebih dari 5 15 tahun.

Arif Heru, Daniel P. Raj, Bronkiektasis. 2012. 24


KKS Ilmu Bagian Radiologi DR. RM. Djoelham - Binjai
3.2. Saran
Dengan kerendahan hati penulis, penulis sadar bahwa dalam makalah ini
masih banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu saran dan keritik yang bersifat
membangun dari pembaca, penulis harapkan demi kesempurnaan makalah-
makalah dimasa-masa yang akan datang.

Arif Heru, Daniel P. Raj, Bronkiektasis. 2012. 25


KKS Ilmu Bagian Radiologi DR. RM. Djoelham - Binjai
DAFTAR PUSTAKA

1. Rademacher J, Welte T. BronchiectasisDiagnosis and Treatment. Dtsch


Arztebl Int [database on the internet] 2011[cited 2012 July 02]: 108(48):
80915. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/

2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar


Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4 Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam FKUI. 2007. Hal; 1035-1039.

3. Rasad S. Radiologi Diagnostik. Edisi 2. Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2005.

4. Emmons EE. Bronchiectasis. Medscape Article [database on the internet]


2011[cited 2012 July 02]: 108(48): 80915. Available from:
http://www.emedicine.com

5. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, et al.
Harrison's Principles of Internal Medicine. Edisi 17. The McGraw-Hill
Companies. 2008.

6. King PT. The Pathophysiology of Bronchiectasis. International Journal of


COPD. [database in the internet] 2009. [cited 2012 July 03]: 411 419 .
Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/

7. Barker AF. Bronchiectasis. N Engl J Med, [data base on the internet]


2002. [cited 2012 July 03]. Vol. 346, No. 18. Available from:
http://www.nejm.org

8. Hassan I. Bronchiectasis Imaging. Medscape Article [data base on the


internet] 2011 [cited 2012 July 02]. Available from:
http://www.emedicine.com

9. Allsagaf, Hood, Abdul Mukti. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:


Airlangga University Press. 2002.

10. honey comb appearance. [image on the internet] 2012. [cited 2012 July
05]. Available from: http://www.google.co.id/imgres?q=honey+comb
+appearance.

11. Goldman L, Ausiello D. Goldman: Cecil Medicine, 23rd ed. Saunders


Elsevier. 2008.

12. Hacken NHT, Wijkstra PJ, Kerstjens HAM. Treatment of Bronchiectasis


in Adults. BMJ [data base on the internet] 2007. [cited 2012 July 03].
335:1089-93. Available from: http://www.bmj.com.

Arif Heru, Daniel P. Raj, Bronkiektasis. 2012. 26


KKS Ilmu Bagian Radiologi DR. RM. Djoelham - Binjai

Anda mungkin juga menyukai