Tugas Uts (Makalah Pajak) - 21
Tugas Uts (Makalah Pajak) - 21
DWI NOVITANINGSIH
AK 5C ( 21150017 )
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Dan saya juga berterima kasih pada Bapak Ary Wibowo
selaku Dosen mata kuliah Akuntansi Perpajakan yang telah memberikan tugas ini
kepada saya. Tidak lupa pula, saya juga mengucapkan banyak terimakasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan, baik
materi maupun pikirannya.
Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita tentang Biaya Penyusutan secara Komersial dan
Fiskal serta Contoh Soalnya.
Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat maupun inpirasi bagi pembaca.
Penulis
2
DAFTAR ISI
Halaman Judul 1
Kata Pengantar 2
Daftar Isi. 3
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang 4
Rumusan Masalah... 5
Tujuan. 5
BAB II PEMBAHASAN
Landasan Teori...........................................................................................
Daftar Pustaka. 24
3
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perusahaan adalah sebuah organisasi yang terstruktur, baik dalam skala besar
maupun dalam skala kecil. Ketika sebuah perusahaan berdiri, perusahaan tersebut
harus memiliki asset yang dapat menopang kehidupan maupun kelancaran organisasi
tersebut, baik dalam hal produksi maupun perolehan pendapatan atau dalam hal
penjualan.
Asset perusahaan dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu, asset lancar,
asset tetap dan asset tidak berwujud (Intangible Asset). Asset lancar merupakan asset
yang masa penggunaannya kurang dari satu tahun, asset tetap adalah asset yang masa
penggunaannya lebih dari satu tahun, dan asset tidak berwujud adalah asset
perusahaan berupa hak merk, paten dan goodwill.
Contoh dari asset tetap adalah gedung, peralatan, dan tanah. Ketika sebuah
perusahaan memiliki asset tetap yang diperoleh melalui harga perolehan. Harga
perolehan adalah harga pembelian dan biaya-biaya yang dapat dibebankan hingga
asset tersebut siap untuk digunakan. Ketika sebuah harga perolehan dicapai maka
asset tetap tersebut dapat dimiliki, seiring berjalannya waktu asset tetap yang dimiliki
4
dan masa manfaat asset semakin berkurang maka asset tersebut juga akan mengalami
manfaat ekonomi yang berkurang. Manfaat ekonomi yang berkurang harus dihitung
dalam bentuk akumulasi penyusutan asset tetap.
Setiap penyusutan adalah bentuk biaya yang harus dibebankan kepada asset
perusahaan. Besarnya biaya penyusutan yang ditetapkan oleh perusahaan ( komersial
) tentunya berbeda dengan biaya penyusutan yang ditetapkan dalam UU PPh ( fiskal
). Oleh karena itu, kami membuat makalah ini sebagai upaya untuk memberikan
informasi tambahan mengenai penyusutan secara komersial dan fiskal yang mungkin
belum terlalu dimengerti oleh masyarakat umum.
Rumusan Masalah
Tujuan
5
BAB II
PEMBAHASAN
Contoh :
Harga perolehan Mesin sebesar Rp 10.000.000
Nilai Residu / Nilai Sisa = Rp 1.000.000
Umur Ekonomis = 5 tahun
Perhitungan :
6
B. Penyusutan = Rp 10.000.000 Rp 1.000.000
5
= Rp 1.800.000 / tahun
Jurnal :
Tahun 1 :
B. Penyusutan Mesin Rp 1.800.000
Akumulasi Penyusutan Mesin Rp 1.800.000
2. Saldo Menurun
Metode saldo menurun menghasilkan beban penyusutan periodik yang
semakin menurun sepanjang umur estimasi asset itu. Teknik yang paling
umum adalah melipatgandakan tarif penyusutan (presentase) garis lurus, yang
dihitung tanpa memperhatikan nilai residu, dan menggunakan tarif
penyusutan yang dihasilkan terhadap harga perolehan aset dikurangi
akumulasi penyusutan.
Tarif saldo menurun tetap konstan dan diaplikasikan pada nilai buku
yang menghasilkan nilai penyusutan yang terus menurun setiap tahunnya.
Proses ini terus berlangsung hingga nilai buku aset berkurang mencapai
estimasi nilai sisanya, dimana pada saat tersebut penyusutan dihentikan.
Contoh :
Harga perolehan sebuah Mesin sebesar Rp 20.000.000
Nilai Residu = Rp 1.000.000
Umur Ekonomis / Masa Manfaatnya selama 5 tahun
7
Perhitungan :
Presentase penyusutan = 1/5 x 100%
= 20% x 2 = 40%
B. Penyusutan :
= Rp 1.036.800
Jurnal :
Jurnal untuk tahun tahun selanjutnya sesuai dengan besarnya biaya penyusutan
yang telah dihitung.
8
Dan perhitungan di atas pada awal tahun ke 5, terdapat persoalan yaitu nilai
sisa buku Rp 2.592.000 tidak dapat digunakan dasar penghitungan biaya penyusutan
tahun ke 5, karena asset tetap yang bersangkutan tidak boleh disusutkan yang
mengakibatkan nilai sisa buku di atas nilai residu / nilai sisa. Hal ini dapat dibuktikan
sebagai berikut :
Penyusutan tahun ke - 5 = 40% x Rp 2.592.000 = Rp 1.036.800
Nilai sisa buku tahun ke 5
= [Rp 20.000.000 - Akumulasi Penyusutan ]
= [Rp 20.000.000 - (Rp 17.408.000 + Rp 1.036.800 ) ]
= [ Rp 20.000.000 - Rp 18.444.800 ] = Rp 1.555.200
Namun demikian, karena telah ditetapkan bahwa nilai residu ke-5 adalah
sebesar Rp 1.000.000, maka yang perlu dilakukan terhadap biaya penyusutan yang
telah dicatat yaitu penambahan biaya sebesar Rp 1.592.000.
Jurnal :
Tahun 1 : B. Penyusutan Mesin Rp 1.500.000
Akum. Penyusutan Mesin Rp 1.500.000
9
Jurnal untuk tahun tahun selanjutnya sesuai dengan besarnya biaya
penyusutan yang telah dihitung.
10
Perhitungan :
8.000
Jurnal :
11
5. Metode Satuan Hasil Produksi
Biaya penyusutan dengan metode ini dihitung dengan dasar satuan
hasil produksi, sehingga penyusutan tiap periode akan berfluktuasi sesuai
dengan fluktuasi dalam hasil produksi. Aktiva yang dimiliki menghasilkan
produk sehingga penyusutan juga didasarkan pada jumlah produk yang dapat
dihasilkan.
Perhitungan :
25.000
Jurnal :
Ketentuan Umum
13
Melalui ketentuan Pasal 9 ayat (2), UU PPh secara tegas menyatakan bahwa
pengeluaran untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dibolehkan untuk
dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau Pasal 11A.
Prinsip Usia atau Masa Manfaat Harta, Pengelompokkan Harta, dan Tarif
Penyusutan
Perbedaan pertama antara peraturan fiskal dengan SAK adalah terkait dengan
penentuan apakah harta tersebut boleh dibebankan atau dibiayakan sekaligus pada
tahun terjadinya pengeluaran atau harus melalui penyusutan/amortisasi.
Dalam SAK, kita telah tahu bahwa penetapan mengenai hal ini diserahkan
sepenuhnya kepada manajemen perusahaan. Artinya manajemen, oleh SAK
dibolehkan untuk menentukan apakah pengeluaran tersebut dibebankan sekaligus
pada tahun terjadinya pengeluaran atau biaya. Biasanya manajemen akan memilih
membebankan sekaligus terutama jika nilai atau materialitasnya tidak terlalu besar.
Tetapi menurut ketentuan fiskal, sebagaimana bisa kita baca pada redaksional
kalimat Pasal 9 ayat (2) UU PPh, pengeluaran atau biaya usaha yang memiliki masa
manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak boleh dibebankan sekaligus. Pengeluaran atau
14
biaya tersebut harus dibebankan melalui penyusutan/amortisasi yang ketentuannya
diatur dalam Pasal 11 dan Pasal 11A UU PPh.
Dalam menentukan usia atau masa manfaat harta, fiskal juga memiliki aturan
tersendiri, yaitu seperti yang dicantumkan dalam Pasal 11 maupun Pasal 11A UU
PPh. Menurut Undang-undang Pajak Penghasilan ( UU PPh ), penyusutan atau
deperesiasi merupakan konsep alokasi harga perolehan harta tetap berwujud. Untuk
menghitung besarnya penyusutan harta tetap berwujud dibagi menjadi dua golongan,
yaitu :
Harta Berwujud yang bukan bangunan terdiri dari empat kelompok, yaitu :
- Kelompok 1: kelompok harta berwujud bukan bangunan yang mempunyai
masa manfaat 4 tahun.
- Kelompok 2 : kelompok harta terwujud bukan bangunan yang mempunyai
masa manfaat 8 tahun.
- Kelompok 3 : kelompok harta terwujud bukan bangunan yang mempunyai
masa manfaat 16 tahun.
- Kelompok 4 : kelompok harta terwujud bukan bangunan yang mempunyai
masa manfaat 20 tahun.
Pertanian,
Alat yang digerakkan bukan dengan mesin seperti
2 perkebunan,
cangkul, peternakan, perikanan, garu dan lain-lain.
kehutanan,
Mesin ringan yang dapat dipindah-pindahkan seperti,
Industri makanan dan
3 huller, pemecah kulit, penyosoh, pengering, pallet, dan
minuman
sejenisnya.
Transportasi dan Mobil taksi, bus dan truk yang digunakan sebagai
4
Pergudangan angkutan umum.
Industri semi Falsh memory tester, writer machine, biporar test
5
konduktor system, elimination (PE8-1), pose checker.
Jasa Persewaan
Anchor, Anchor Chains, Polyester Rope, Steel Buoys,
6 Peralatan Tambat Air
Steel Wire Ropes, Mooring Accessoris.
Dalam
Jasa telekomunikasi
7 Base Station Controller
selular
16
3. Container dan sejenisnya.
17
100 DWT;
4. Perahu layar pakai atau tanpa motor yang
mempunyai berat sampai dengan 250 DWT;
5. Kapal balon.
18
gas
1. Mesin yang mengolah/menghasilkan produk-
produk tekstil (misalnya kain katun, sutra, serat-
serat buatan, wol dan bulu hewan lainnya, lena
Permintalan,
rami, permadani, kain-kain bulu, tule).
2 pertenunan dan
2. Mesin untuk yang preparation, bleaching, dyeing,
pencelupan
printing, finishing, texturing, packaging dan
sejenisnya.
20
Harta Berwujud yang berupa bangunan dibagi menjadi dua, yaitu :
- Permanen : masa manfaatnya 20 tahun.
- Tidak permanen : bangunan yang bersifat sementara, terbuat dari bahan
yang tidak tahan lama, atau bangunan yang dapat dipindah-pindahkan.
Masa manfaatnya tidak lebih dari 10 tahun.
21
Pengeluaran untuk pembangunan sebuah gedung adalah sebesar Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pembangunan dimulai pada bulan
Oktober 2009 dan selesai untuk digunakan pada bulan Maret 2010.
Penyusutan atas harga perolehan bangunan gedung tersebut dimulai pada
bulan Maret tahun pajak 2010.
Contoh 1
Contoh 2
22
Adapun rinciannya seperti pada tabel di bawah ini :
Jurnal :
Jurnal untuk tahun - tahun selanjutnya sama, hanya nominalnya saja yang berbeda.
Contoh 1
Sebuah mesin yang dibeli dan ditempatkan pada bulan Januari 2009 dengan harga
perolehan sebesar Rp 150.000.000,- . Masa manfaat dari mesin tersebut adalah 4
tahun. Kalau tarif penyusutan misalnya ditetapkan 50%, perhitungan penyusutannya
adalah sebagai berikut :
Jurnal :
Jurnal untuk tahun - tahun selanjutnya sama, hanya nominalnya saja yang berbeda.
Dalam pajak, tidak memperhitungkan adanya nilai sisa / nilai residu, sehingga
penyusutan pada tahun terakhir masa manfaat sebuah asset tetap harus disusutkan
sekaligus sehingga nilai sisa bukunya menjadi Rp 0.
Contoh 2
Sebuah mesin yang dibeli dan ditempatkan pada bulan Juli 2009 dengan harga
perolehan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Masa manfaat dari mesin
tersebut adalah 4 (empat) tahun. Kalau tarif penyusutan misalnya ditetapkan 50%
(lima puluh persen), maka penghitungan penyusutannya dengan metode saldo
menurun adalah sebagai berikut :
Jurnal :
Jurnal untuk tahun - tahun selanjutnya sama, hanya nominalnya saja yang berbeda.
25
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
26
Namun demikian, untuk harta berwujud selain bangunan, ketentuan Pajak
Penghasilan memberikan alternatif pilihan metode penyusutan yaitu menggunakan
metode saldo menurun (declining balance method). Hal ini berdasarkan ketentuan
Pasal 11 ayat (2) UU PPh yang menyatakan bahwa penyusutan atas pengeluaran harta
berwujud selain bangunan, dapat juga dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun
selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas
nilai sisa buku, dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus,
dengan syarat dilakukan secara taat asas.
Dengan demikian, untuk harta berwujud bangunan, hanya ada satu metode
penyusutan, yaitu metode penyusutan garis lurus. Sementara itu, untuk harta
berwujud selain bangunan, terdapat dua alternatif metode penyusutan, yaitu metode
garis lurus dan metode saldo menurun. Penggunaan salah satu metode penyusutan
tersebut harus dilakukan secara taat asas.
Demikianlah makalah yang saya buat semoga bermanfaat bagi orang yang
membacanya dan menambah wawasan bagi orang yang membaca makalah ini. Dan
saya juga meminta maaf yang sebesar - besarnya apabila ada kesalahan dalam
penulisan kata dan kalimat yang tidak jelas, kurang dimengerti, dan lugas.
Sekian penutup dari saya, semoga berkenan di hati dan akhir kata saya
ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
27
DAFTAR PUSTAKA
https://sites.google.com/site/referensipajak/Biaya-Yang-Diijinkan-Undang-Undang-
Sebagai-Pengurang-Penghasilan-Bruto-deductible-deduktibel/Ketentuan-Amortisasi-
Fiskal
Kieso, D.E., Weygandt, J.J., dan Warfield, T.D. Intermediate Accounting IFRS
Edition Volume 1. John Wiley & Sons
Kieso, D.E., Weygandt, J.J., dan Warfield, T.D. Intermediate Accounting IFRS
Edition Volume 2. John Wiley & Sons
http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/167-artikel-pajak/12614-
meninjau-ulang-amortisasi-atas-aset-tidak-berwujud
http://spt-pajak.com/metode-penyusutan-dan-amortisasi-fiskal.html
http://saifulrahman.lecture.ub.ac.id/files/2013/10/PENYUSUTAN-DAN-
AMORTISASI.pdf