Anda di halaman 1dari 28

Makalah Perpajakan Tentang Biaya Penyusutan Secara Komersial

dan Fiskal serta Contoh Soalnya

Makalah untuk UTS Matakuliah Akuntansi


Perpajakan
Dosen Pengampu Ary Wibowo

DWI NOVITANINGSIH

AK 5C ( 21150017 )

POLITEKNIK NSC SURABAYA

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Dan saya juga berterima kasih pada Bapak Ary Wibowo
selaku Dosen mata kuliah Akuntansi Perpajakan yang telah memberikan tugas ini
kepada saya. Tidak lupa pula, saya juga mengucapkan banyak terimakasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan, baik
materi maupun pikirannya.

Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita tentang Biaya Penyusutan secara Komersial dan
Fiskal serta Contoh Soalnya.

Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat


kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya berharap adanya kritik,
saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah saya buat di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat maupun inpirasi bagi pembaca.

Surabaya, 20 Oktober 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul 1

Kata Pengantar 2

Daftar Isi. 3

BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang 4

Rumusan Masalah... 5

Tujuan. 5

BAB II PEMBAHASAN
Landasan Teori...........................................................................................

Penyusutan secara Komersial + Contoh Soal............................................. 6

Penyusutan secara Fiskal + Contoh Soal.................................................... 1

BAB III PENUTUP


Kesimpulan. 22

Daftar Pustaka. 24

3
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perusahaan adalah sebuah organisasi yang terstruktur, baik dalam skala besar
maupun dalam skala kecil. Ketika sebuah perusahaan berdiri, perusahaan tersebut
harus memiliki asset yang dapat menopang kehidupan maupun kelancaran organisasi
tersebut, baik dalam hal produksi maupun perolehan pendapatan atau dalam hal
penjualan.

Asset perusahaan merupakan modal utama perusahaan untuk mencapai tujuan


perusahaan yaitu profit (keuntungan). Asset perusahaan dapat diperoleh dengan
modal sendiri atau dengan pembiyaan dari pihak lain. Karena asset merupakan total
harta yang dapat dibiayai oleh modal sendiri ataupun pihak lain melalui pinjaman
ataupun melalui transaksi saham.

Asset perusahaan dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu, asset lancar,
asset tetap dan asset tidak berwujud (Intangible Asset). Asset lancar merupakan asset
yang masa penggunaannya kurang dari satu tahun, asset tetap adalah asset yang masa
penggunaannya lebih dari satu tahun, dan asset tidak berwujud adalah asset
perusahaan berupa hak merk, paten dan goodwill.

Contoh dari asset tetap adalah gedung, peralatan, dan tanah. Ketika sebuah
perusahaan memiliki asset tetap yang diperoleh melalui harga perolehan. Harga
perolehan adalah harga pembelian dan biaya-biaya yang dapat dibebankan hingga
asset tersebut siap untuk digunakan. Ketika sebuah harga perolehan dicapai maka
asset tetap tersebut dapat dimiliki, seiring berjalannya waktu asset tetap yang dimiliki
4
dan masa manfaat asset semakin berkurang maka asset tersebut juga akan mengalami
manfaat ekonomi yang berkurang. Manfaat ekonomi yang berkurang harus dihitung
dalam bentuk akumulasi penyusutan asset tetap.

Setiap penyusutan adalah bentuk biaya yang harus dibebankan kepada asset
perusahaan. Besarnya biaya penyusutan yang ditetapkan oleh perusahaan ( komersial
) tentunya berbeda dengan biaya penyusutan yang ditetapkan dalam UU PPh ( fiskal
). Oleh karena itu, kami membuat makalah ini sebagai upaya untuk memberikan
informasi tambahan mengenai penyusutan secara komersial dan fiskal yang mungkin
belum terlalu dimengerti oleh masyarakat umum.

Rumusan Masalah

Landasan teori dan dasar hukum ?


Biaya penyusutan secara komersial & fiskal ?
Contoh soal dan pembahasannya yang dihubungkan dengan pembuatan jurnal
yang dibuat perusahaan ?

Tujuan

Untuk memberikan informasi lebih bagi pembaca khususnya dan bagi


masyarakat pada umumnya, agar lebih mengetahui konsep penyusutan bagi asset
perusahaan.

5
BAB II
PEMBAHASAN

LANDASAN TEORI DAN DASAR HUKUM

PENYUSUTAN SECARA KOMERSIAL


Metode Penyusutan

Dalam akuntansi komersial, terdapat beberapa metode penyusutan yang umum


digunakan oleh perusahaan, yaitu :

1. Metode Garis Lurus


Metode garis lurus adalah metode alokasi harga perolehan yang
mendasarkan alokasi tersebut pada waktu pemakaian, yang jumlah biaya
penyusutannya akan tetap dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, cara
penentuannya sangat sederhana yakni hanya dengan cara membagi harga
perolehan yang disusutkan dengan taksiran umur. Metode ini merupakan
metode yang paling banyak dipakai.

Rumus : B. Penyusutan = Harga Perolehan Nilai Residu


Masa Manfaat
Jurnal Pencatatan :
B. Penyusutan Asset Tetap Rp xxx
Akumulasi Penyusutan Asset Tetap Rp xxx

Contoh :
Harga perolehan Mesin sebesar Rp 10.000.000
Nilai Residu / Nilai Sisa = Rp 1.000.000
Umur Ekonomis = 5 tahun
Perhitungan :

6
B. Penyusutan = Rp 10.000.000 Rp 1.000.000
5
= Rp 1.800.000 / tahun
Jurnal :
Tahun 1 :
B. Penyusutan Mesin Rp 1.800.000
Akumulasi Penyusutan Mesin Rp 1.800.000

Tahun tahun selanjutnya jurnalnya sama dengan tahun 1

Daftar penyusutan secara rinci selama 5 tahun sebagai berikut :

Tahun Harga Perolehan B. Penyusutan Ak. Penyusutan Nilai Sisa Buku

I Rp 10.000.000 Rp 1.800.000 Rp 1.800.000 Rp 8.200.000


II Rp 10.000.000 Rp 1.800.000 Rp 3.600.000 Rp 6.400.000
III Rp 10.000.000 Rp 1.800.000 Rp 5.400.000 Rp 4.600.000
IV Rp 10.000.000 Rp 1.800.000 Rp 7.200.000 Rp 2.800.000
V Rp 10.000.000 Rp 1.800.000 Rp 9.000.000 Rp 1.000.000

2. Saldo Menurun
Metode saldo menurun menghasilkan beban penyusutan periodik yang
semakin menurun sepanjang umur estimasi asset itu. Teknik yang paling
umum adalah melipatgandakan tarif penyusutan (presentase) garis lurus, yang
dihitung tanpa memperhatikan nilai residu, dan menggunakan tarif
penyusutan yang dihasilkan terhadap harga perolehan aset dikurangi
akumulasi penyusutan.
Tarif saldo menurun tetap konstan dan diaplikasikan pada nilai buku
yang menghasilkan nilai penyusutan yang terus menurun setiap tahunnya.
Proses ini terus berlangsung hingga nilai buku aset berkurang mencapai
estimasi nilai sisanya, dimana pada saat tersebut penyusutan dihentikan.
Contoh :
Harga perolehan sebuah Mesin sebesar Rp 20.000.000
Nilai Residu = Rp 1.000.000
Umur Ekonomis / Masa Manfaatnya selama 5 tahun
7
Perhitungan :
Presentase penyusutan = 1/5 x 100%
= 20% x 2 = 40%

B. Penyusutan :

Tahun 1 = 40% x 20.000.000 = Rp 8.000.000

Tahun 2 = 40% x (20.000.000 - 8.000.000) = Rp 4.800.000

Tahun 3 = 40% x (20.000.000 - 8.000.000 - 4.800.000) = Rp 2.880.000

Tahun 4 = 40% x (20.000.000 - 8.000.000 - 4.800.000 - 2.880.000) = Rp 1.728.000

Tahun 5 = 40% x (20.000.000 - 8.000.000 - 4.800.000 - 2.880.000 - 1.728.000)

= Rp 1.036.800

Jurnal :

Tahun 1 : B. Penyusutan Mesin Rp 8.000.000

Akum. Penyusutan Mesin Rp 8.000.000

Jurnal untuk tahun tahun selanjutnya sesuai dengan besarnya biaya penyusutan
yang telah dihitung.

Daftar penyusutan secara rinci selama 5 tahun sebagai berikut :

Tahun Harga Perolehan B. Penyusutan Ak. Penyusutan Nilai Sisa Buku

I Rp 20.000.000 Rp 8.000.000 Rp 8.000.000 Rp 12.000.000


II Rp 20.000.000 Rp 4.800.000 Rp 12.800.000 Rp 7.200.000
III Rp 20.000.000 Rp 2.880.000 Rp 15.680.000 Rp 4.320.000
IV Rp 20.000.000 Rp 1.728.000 Rp 17.408.000 Rp 2.592.000
V Rp 20.000.000 Rp 1.592.000 Rp 19.000.000 Rp 1.000.000

8
Dan perhitungan di atas pada awal tahun ke 5, terdapat persoalan yaitu nilai
sisa buku Rp 2.592.000 tidak dapat digunakan dasar penghitungan biaya penyusutan
tahun ke 5, karena asset tetap yang bersangkutan tidak boleh disusutkan yang
mengakibatkan nilai sisa buku di atas nilai residu / nilai sisa. Hal ini dapat dibuktikan
sebagai berikut :
Penyusutan tahun ke - 5 = 40% x Rp 2.592.000 = Rp 1.036.800
Nilai sisa buku tahun ke 5
= [Rp 20.000.000 - Akumulasi Penyusutan ]
= [Rp 20.000.000 - (Rp 17.408.000 + Rp 1.036.800 ) ]
= [ Rp 20.000.000 - Rp 18.444.800 ] = Rp 1.555.200
Namun demikian, karena telah ditetapkan bahwa nilai residu ke-5 adalah
sebesar Rp 1.000.000, maka yang perlu dilakukan terhadap biaya penyusutan yang
telah dicatat yaitu penambahan biaya sebesar Rp 1.592.000.

3. Metode Jumlah Angka Tahun / Beban Berkurang


Penyusutan dengan metode ini dihitung berdasarkan proses pengalian
bagian pengurang yang setiap tahunnya selalu menurun dengan harga
perolehan dikurangi dengan nilai residu.
Contoh :
Harga Perolehan sebuah Mesin sebesar Rp 5.000.000
Nilai Residu / Nilai Sisa = Rp 500.000
Umur Ekonomis = 5 tahun
Perhitungan :
Jumlah Angka Tahun ( JAT ) = 1+2+3+4+5 = 15
Tahun 1 = 5/15 x Rp ( Rp 5.000.000 Rp 500.000 ) = Rp 1.500.000
Tahun 2 = 4/15 x Rp ( Rp 5.000.000 Rp 500.000 ) = Rp 1.200.000
Tahun 3 = 3/15 x Rp ( Rp 5.000.000 Rp 500.000 ) = Rp 900.000
Tahun 4 = 2/15 x Rp ( Rp 5.000.000 Rp 500.000 ) = Rp 600.000
Tahun 5 = 1/15 x Rp ( Rp 5.000.000 Rp 500.000 ) = Rp 300.000

Jurnal :
Tahun 1 : B. Penyusutan Mesin Rp 1.500.000
Akum. Penyusutan Mesin Rp 1.500.000

9
Jurnal untuk tahun tahun selanjutnya sesuai dengan besarnya biaya
penyusutan yang telah dihitung.

Daftar penyusutan secara rinci selama 5 tahun sebagai berikut :

Tahun Harga Perolehan B. Penyusutan Ak. Penyusutan Nilai Sisa Buku

I Rp 5.000.000 Rp 1.500.000 Rp 1.500.000 Rp 3.500.000


II Rp 5.000.000 Rp 1.200.000 Rp 2.700.000 Rp 2.300.000
III Rp 5.000.000 Rp 900.000 Rp 3.600.000 Rp 1.400.000
IV Rp 5.000.000 Rp 600.000 Rp 4.200.000 Rp 800.000
V Rp 5.000.000 Rp 300.000 Rp 4.500.000 Rp 500.000

4. Metode Jam Jasa / Jam Mesin


Metode ini berdasarkan kepada anggapan dimana aktiva akan lebih
cepat bila digunakan sepenuhnya ( full time ) dibanding dengan penggunaan
yang tidak sepenuhnya ( part time ). Metode ini menghitung besarnya biaya
penyusutan dengan dasar satuan jam jasa / jam mesin. Biaya periodik
besarnya penyusutan akan sangat bergantung pada jam jasa / jam mesin yang
dipakai.
Rumus : B. Penyusutan = Harga Perolehan Nilai Residu
Taksiran Jam Jasa
Contoh :
Harga perolehan sebuah Mesin Rp 10.000.000
Nilai Residu = Rp 1.000.000
Umur Ekonomis = 5 tahun
Ditaksir akan dapat digunakan selama 8.000 jam.
- Tahun 1 mesin digunakan 2.500 jam
- Tahun 2 mesin digunakan 2.000 jam
- Tahun 3 mesin digunakan 1.500 jam
- Tahun 4 mesin digunakan 1.000 jam
- Tahun 5 mesin digunakan 1.000 jam

10
Perhitungan :

Tarif Penyusutan = Rp 10.000.000 Rp 1.000.000 = Rp 1.125

8.000

Tahun 1 = Rp 1.125 x 2.500 jam = Rp 2.812.500

Tahun 2 = Rp 1.125 x 2.000 jam = Rp 2.250.000

Tahun 3 = Rp 1.125 x 1.500 jam = Rp 1.687.500

Tahun 4 = Rp 1.125 x 1.000 jam = Rp 1.125.000

Tahun 5 = Rp 1.125 x 1.000 jam = Rp 1.125.000

Jurnal :

Tahun 1 : B. Penyusutan Mesin Rp 2.812.500

Akum. Penyusutan Mesin Rp 2.812.500

Jurnal untuk tahun tahun selanjutnya sesuai dengan besarnya biaya


penyusutan yang telah dihitung.

Daftar penyusutan secara rinci selama 5 tahun sebagai berikut :

Tahun Harga Perolehan B. Penyusutan Ak. Penyusutan Nilai Sisa Buku

I Rp 10.000.000 Rp 2.812.500 Rp 2.812.500 Rp 7.187.500


II Rp 10.000.000 Rp 2.250.000 Rp 5.062.500 Rp 4.937.500
III Rp 10.000.000 Rp 1.687.500 Rp 6.750.000 Rp 3.250.000
IV Rp 10.000.000 Rp 1.125.000 Rp 7.875.000 Rp 2.125.000
V Rp 10.000.000 Rp 1.125.000 Rp 9.000.000 Rp 1.000.000

Metode ini biasanya digunakan untuk penyusutan kendaraan atau mesin


karena kendaraan / mesin lebih cepat aus karena dipakai dibandingkan dengan
tua karena waktu.

11
5. Metode Satuan Hasil Produksi
Biaya penyusutan dengan metode ini dihitung dengan dasar satuan
hasil produksi, sehingga penyusutan tiap periode akan berfluktuasi sesuai
dengan fluktuasi dalam hasil produksi. Aktiva yang dimiliki menghasilkan
produk sehingga penyusutan juga didasarkan pada jumlah produk yang dapat
dihasilkan.

Rumus : B. Penyusutan = Harga Perolehan Nilai Residu


Taksiran Hasil Produksi
Contoh :
Harga perolehan sebuah Mesin Rp 8.000.000
Nilai Residu = Rp 500.000
Umur Ekonomis = 5 tahun
Ditaksir selama umur penggunaan akan menghasilkan 25.000 unit produk.
- Tahun 1 menghasilkanproduk 9.000 unit
- Tahun 2 menghasilkan produk 6.500 unit
- Tahun 3 menghasilkan produk 3.000 unit
- Tahun 4 menghasilkan produk 2.500 unit
- Tahun 5 menghasilkan produk 4.000 unit

Perhitungan :

Tarif Penyusutan = Rp 8.000.000 Rp 500.000 = Rp 300

25.000

Tahun 1 = Rp 300 x 9.000 unit = Rp 2.700.000

Tahun 2 = Rp 300 x 6.500 unit = Rp 1.950.000

Tahun 3 = Rp 300 x 3.000 unit = Rp 900.000

Tahun 4 = Rp 300 x 2.500 unit = Rp 750.000

Tahun 5 = Rp 300 x 4.000 unit = Rp 1.200.000

Jurnal :

Tahun 1 : B. Penyusutan Mesin Rp 2.700.000


Akum. Penyusutan Mesin Rp 2.700.000
12
Jurnal untuk tahun tahun selanjutnya sesuai dengan besarnya biaya
penyusutan yang telah dihitung.

Daftar penyusutan secara rinci selama 5 tahun sebagai berikut :

Tahun Harga Perolehan B. Penyusutan Ak. Penyusutan Nilai Sisa Buku

I Rp 8.000.000 Rp 2.700.000 Rp 2.700.000 Rp 5.300.000


II Rp 8.000.000 Rp 1.950.000 Rp 4.650.000 Rp 3.350.000
III Rp 8.000.000 Rp 900.000 Rp 5.550.000 Rp 2.450.000
IV Rp 8.000.000 Rp 750.000 Rp 6.300.000 Rp 1.700.000
V Rp 8.000.000 Rp 1.200.000 Rp 7.500.000 Rp 500.000

PENYUSUTAN SECARA FISKAL


Salah satu biaya usaha yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto, saat
menghitung penghasilan kena pajak, adalah Biaya Penyusutan. Meski secara umum
sama dengan prinsip akuntansi umum, sebenarnya peraturan pajak memiliki
ketentuan tersendiri dalam soal penghitungan Biaya Penyusutan.

Penyusutan fiskal berbeda dengan penyusutan komersial yang dilaporkan di


laporan laba rugi. Perbedaan tersebut terkait metode penyusutan, masa manfaat harta,
dan saat mulai dilakukan penyusutan. Selain itu, penyusutan untuk tujuan fiskal tidak
mengenal nilai sisa. Metode penyusutan fiskal, harta berwujud dibedakan menjadi
dua, yaitu bangunan dan bukan bangunan. Harta berupa bangunan disusutkan dengan
metode garis lurus, sedangkan harta bukan bangunan dengan dua alternatif metode
penyusutan, yaitu metode garis lurus atau metode saldo menurun ganda.

Ketentuan Umum

13
Melalui ketentuan Pasal 9 ayat (2), UU PPh secara tegas menyatakan bahwa
pengeluaran untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dibolehkan untuk
dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau Pasal 11A.

Pasal 11 UU PPh secara umum berisi ketentuan mengenai penyusutan untuk


harta berwujud sedangkan Pasal 11A UU PPh berisi ketentuan mengenai amortisasi
atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud termasuk HGB, HGU, Hak
Pakai, Goodwill, dan harta atau asset tak berwujud lainnya.

Namun perlu diketahui bahwa terkait dengan masalah penghitungan


penyusutan dan amortisasi fiskal ini, ketentuan pajak atau ketentuan fiskal tidak
seluruhnya mengadopsi ketentuan-ketentuan yang ada dalam prinsip akuntansi umum
(Standar Akuntansi Keuangan/SAK). Secara khusus, otoritas pajak telah menetapkan
beberapa ketentuan khusus yang diatur dalam peraturan-peraturan berikut (yang
masih berlaku sampai saat makalah ini ditulis), yaitu :

Pasal 11 dan Pasal 11A UU PPh;


Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 96/PMK.03/2009; dan
PMK Nomor 249/PMK.03/2008 stdd PMK Nomor 126/PMK.03/2012;

Prinsip Usia atau Masa Manfaat Harta, Pengelompokkan Harta, dan Tarif
Penyusutan

Perbedaan pertama antara peraturan fiskal dengan SAK adalah terkait dengan
penentuan apakah harta tersebut boleh dibebankan atau dibiayakan sekaligus pada
tahun terjadinya pengeluaran atau harus melalui penyusutan/amortisasi.

Dalam SAK, kita telah tahu bahwa penetapan mengenai hal ini diserahkan
sepenuhnya kepada manajemen perusahaan. Artinya manajemen, oleh SAK
dibolehkan untuk menentukan apakah pengeluaran tersebut dibebankan sekaligus
pada tahun terjadinya pengeluaran atau biaya. Biasanya manajemen akan memilih
membebankan sekaligus terutama jika nilai atau materialitasnya tidak terlalu besar.

Tetapi menurut ketentuan fiskal, sebagaimana bisa kita baca pada redaksional
kalimat Pasal 9 ayat (2) UU PPh, pengeluaran atau biaya usaha yang memiliki masa
manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak boleh dibebankan sekaligus. Pengeluaran atau

14
biaya tersebut harus dibebankan melalui penyusutan/amortisasi yang ketentuannya
diatur dalam Pasal 11 dan Pasal 11A UU PPh.

Sebagai contoh, misalnya pada tahun 2012 Wajib Pajak


membeli ordner, whiteboard, dan perkakas kecil lainnya untuk dipakai dalam
kegiatan operasional usaha sehari-hari. Menurut SAK, karena nilai dari perkakas
kantor tersebut tidak terlalu besar, maka seluruh harga pembelian perkakas itu boleh
dibebankan sekaligus pada tahun 2012. Akan tetapi secara fiskal, harga beli perkakas
tersebut seharusnya tidak dibebankan sekaligus sebagai biaya di tahun 2012 tetapi
dibebankan secara bertahap sesuai dengan umur atau masa manfaat perkakas yang
bersangkutan.

Dalam menentukan usia atau masa manfaat harta, fiskal juga memiliki aturan
tersendiri, yaitu seperti yang dicantumkan dalam Pasal 11 maupun Pasal 11A UU
PPh. Menurut Undang-undang Pajak Penghasilan ( UU PPh ), penyusutan atau
deperesiasi merupakan konsep alokasi harga perolehan harta tetap berwujud. Untuk
menghitung besarnya penyusutan harta tetap berwujud dibagi menjadi dua golongan,
yaitu :

Harta Berwujud yang bukan berupa bangunan.


Harta Berwujud yang berupa bangunan.

Harta Berwujud yang bukan bangunan terdiri dari empat kelompok, yaitu :
- Kelompok 1: kelompok harta berwujud bukan bangunan yang mempunyai
masa manfaat 4 tahun.
- Kelompok 2 : kelompok harta terwujud bukan bangunan yang mempunyai
masa manfaat 8 tahun.
- Kelompok 3 : kelompok harta terwujud bukan bangunan yang mempunyai
masa manfaat 16 tahun.
- Kelompok 4 : kelompok harta terwujud bukan bangunan yang mempunyai
masa manfaat 20 tahun.

Jenis Harta Berwujud yang termasuk dalam Kelompok 1 :

Nomor Jenis Usaha Jenis Harta


1. Mebel dan peralatan dari kayu atau rotan
1 Semua jenis usaha termasuk meja, bangku, kursi, lemari dan
sejenisnya yang bukan bagian dari bangunan.
15
2. Mesin kantor seperti mesin tik, mesin hitung,
duplikator, mesin fotokopi, mesin
akunting/pembukuan, komputer, printer,
scanner dan sejenisnya.
3. Perlengkapan lainnya seperti amplifier,
tape/cassette, video recorder, televisi dan
sejenisnya.
4. Sepeda motor, sepeda dan becak.
5. Alat perlengkapan khusus (tools) bagi
industri/jasa yang bersangkutan.
6. Dies, jigs, dan mould.
7. Alat-alat komunikasi seperti pesawat telepon,
faksimile, telepon seluler dan sejenisnya.

Pertanian,
Alat yang digerakkan bukan dengan mesin seperti
2 perkebunan,
cangkul, peternakan, perikanan, garu dan lain-lain.
kehutanan,
Mesin ringan yang dapat dipindah-pindahkan seperti,
Industri makanan dan
3 huller, pemecah kulit, penyosoh, pengering, pallet, dan
minuman
sejenisnya.
Transportasi dan Mobil taksi, bus dan truk yang digunakan sebagai
4
Pergudangan angkutan umum.
Industri semi Falsh memory tester, writer machine, biporar test
5
konduktor system, elimination (PE8-1), pose checker.
Jasa Persewaan
Anchor, Anchor Chains, Polyester Rope, Steel Buoys,
6 Peralatan Tambat Air
Steel Wire Ropes, Mooring Accessoris.
Dalam
Jasa telekomunikasi
7 Base Station Controller
selular

Jenis Harta Berwujud yang termasuk dalam Kelompok 2 :

Nomor Jenis Usaha Jenis Harta


1. Mebel dan peralatan dari logam termasuk meja,
bangku, kursi, lemari dan sejenisnya yang bukan
1 Semua jenis usaha merupakan bagian dari bangunan. Alat pengatur
udara seperti AC, kipas angin dan sejenisnya.
2. Mobil, bus, truk, speed boat dan sejenisnya.

16
3. Container dan sejenisnya.

1. Mesin pertanian/perkebunan seperti traktor dan


mesin bajak, penggaruk, penanaman, penebar
Pertanian,
benih dan sejenisnya.
perkebunan,
2 2. Mesin yang mengolah atau menghasilkan atau
kehutanan,
memproduksi bahan atau barang
perikanan
pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan.

1. Mesin yang mengolah produk asal binatang,


unggas dan perikanan, misalnya pabrik susu,
pengalengan ikan .
2. Mesin yang mengolah produk nabati, misalnya
mesin minyak kelapa, margarin, penggilingan kopi,
Industri makanan kembang gula, mesin pengolah biji-bijian seperti
3
dan minuman penggilingan beras, gandum, tapioka.
3. Mesin yang menghasilkan/memproduksi minuman
dan bahan-bahan minuman segala jenis.
4. Mesin yang menghasilkan/memproduksi bahan-
bahan makanan dan makanan segala jenis.

Mesin yang menghasilkan/memproduksi mesin ringan


4 Industri mesin
(misalnya mesin jahit, pompa air).
1. Mesin dan peralatan penebangan kayu.
Perkayuan, 2. Mesin yang mengolah atau menghasilkan atau
5
kehutanan memproduksi bahan atau barang kehutanan.

Peralatan yang dipergunakan seperti truk berat, dump


6 Konstruksi
truck, crane buldozer dan sejenisnya.
1. Truk kerja untuk pengangkutan dan bongkar muat,
truk peron, truck ngangkang, dan sejenisnya;
2. Kapal penumpang, kapal barang, kapal khusus
dibuat untuk pengangkutan barang tertentu
(misalnya gandum, batu batuan, biji tambang dan
Transportasi dan sebagainya) termasuk kapal pendingin, kapal
7
Pergudangan tangki, kapal penangkap ikan dan sejenisnya, yang
mempunyai berat sampai dengan 100 DWT;
3. Kapal yang dibuat khusus untuk menghela atau
mendorong kapal-kapal suar, kapal pemadam
kebakaran, kapal keruk, keran terapung dan
sejenisnya yang mempunyai berat sampai dengan

17
100 DWT;
4. Perahu layar pakai atau tanpa motor yang
mempunyai berat sampai dengan 250 DWT;
5. Kapal balon.

1. Perangkat pesawat telepon;


2. Pesawat telegraf termasuk pesawat pengiriman dan
8 Telekomunikasi
penerimaan radio telegraf dan radio telepon.

Auto frame loader, automatic logic handler, baking


oven, ball shear tester, bipolar test handler
(automatic), cleaning machine, coating machine,
curing oven, cutting press, dambar cut machine,
dicer, die bonder, die shear test, dynamic burn-in
system oven, dynamic test handler, eliminator
(PGE-01), full automatic handler, full automatic
Industri semi
9 mark, hand maker, individual mark, inserter
konduktor
remover machine, laser marker (FUM A-01), logic
test system, marker (mark), memory test system,
molding, mounter, MPS automatic, MPS manual,
O/S tester manual, pass oven, pose checker, re-
form machine, SMD stocker, taping machine,
tiebar cut press, trimming/forming machine, wire
bonder, wire pull tester.
Jasa Persewaan
10 Peralatan Tambat Spoolling Machines, Metocean Data Collector
Air Dalam
Mobile Switching Center, Home Location Register,
Visitor Location Register. Authentication Centre,
Jasa
Equipment Identity Register, Intelligent Network
11 Telekomunikasi
Service Control Point, intelligent Network Service
Seluler
Managemen Point, Radio Base Station, Transceiver
Unit, Terminal SDH/Mini Link, Antena

Jenis Harta Berwujud yang termasuk dalam Kelompok 3 :

Nomor Jenis Usaha Jenis Harta


Pertambangan Mesin-mesin yang dipakai dalam bidang pertambangan,
1
selain minyak dan termasuk mesin-mesin yang mengolah produk pelikan.

18
gas
1. Mesin yang mengolah/menghasilkan produk-
produk tekstil (misalnya kain katun, sutra, serat-
serat buatan, wol dan bulu hewan lainnya, lena
Permintalan,
rami, permadani, kain-kain bulu, tule).
2 pertenunan dan
2. Mesin untuk yang preparation, bleaching, dyeing,
pencelupan
printing, finishing, texturing, packaging dan
sejenisnya.

1. Mesin yang mengolah/menghasilkan produk-


produk kayu, barang-barang dari jerami, rumput
3 Perkayuan dan bahan anyaman lainnya.
2. Mesin dan peralatan penggergajian kayu.

1. Mesin peralatan yang mengolah/menghasilkan


produk industri kimia dan industri yang ada
hubungannya dengan industri kimia (misalnya
bahan kimia anorganis, persenyawaan organis dan
anorganis dan logam mulia, elemen radio aktif,
isotop, bahan kimia organis, produk farmasi,
pupuk, obat celup, obat pewarna, cat, pernis,
minyak eteris dan resinoida-resinonida wangi-
wangian, obat kecantikan dan obat rias, sabun,
4 Industri kimia
detergent dan bahan organis pembersih lainnya, zat
albumina, perekat, bahan peledak, produk
pirotehnik, korek api, alloy piroforis, barang
fotografi dan sinematografi.
2. Mesin yang mengolah/menghasilkan produk
industri lainnya (misalnya damar tiruan, bahan
plastik, ester dan eter dari selulosa, karet sintetis,
karet tiruan, kulit samak, jangat dan kulit mentah).

Mesin yang menghasilkan/memproduksi mesin menengah


5 Industri mesin
dan berat (misalnya mesin mobil, mesin kapal).
1. Kapal penumpang, kapal barang, kapal khusus
dibuat untuk pengangkutan barang-barang tertentu
(misalnya gandum, batu-batuan, biji tambang dan
Transportasi dan sejenisnya) termasuk kapal pendingin dan kapal
6
Pergudangan tangki, kapal penangkapan ikan dan sejenisnya,
yang mempunyai berat di atas 100 DWT sampai
dengan 1.000 DWT.
2. Kapal dibuat khusus untuk mengela atau
19
mendorong kapal, kapal suar, kapal pemadam
kebakaran, kapal keruk, keran terapung dan
sejenisnya, yang mempunyai berat di atas 100
DWT sampai dengan 1.000 DWT.
3. Dok terapung.
4. Perahu layar pakai atau tanpa motor yang
mempunyai berat di atas 250 DWT.
5. Pesawat terbang dan helikopter-helikopter segala
jenis.

7 Telekomunikasi Perangkat radio navigasi, radar dan kendali jarak jauh.

Jenis Harta Berwujud yang termasuk dalam Kelompok 4 :

Nomor Jenis Usaha Jenis Harta


1 Konstruksi Mesin berat untuk konstruksi
1. Lokomotif uap dan tender atas rel.
2. Lokomotif listrik atas rel, dijalankan dengan batere
atau dengan tenaga listrik dari sumber luar.
3. Lokomotif atas rel lainnya.
4. Kereta, gerbong penumpang dan barang, termasuk
kontainer khusus dibuat dan diperlengkapi untuk
ditarik dengan satu alat atau beberapa alat
pengangkutan.
5. Kapal penumpang, kapal barang, kapal khusus dibuat
Transportasi
untuk pengangkutan barang-barang tertentu (misalnya
2 dan
gandum, batu-batuan, biji tambang dan sejenisnya)
Pergudangan
termasuk kapal pendingin dan kapal tangki, kapal
penangkap ikan dan sejenisnya, yang mempunyai
berat di atas 1.000 DWT.
6. Kapal dibuat khusus untuk menghela atau mendorong
kapal, kapal suar, kapal pemadam kebakaran, kapal
keruk, keran-keran terapung dan sebagainya, yang
mempunyai berat di atas 1.000 DWT.
7. Dok-dok terapung.

20
Harta Berwujud yang berupa bangunan dibagi menjadi dua, yaitu :
- Permanen : masa manfaatnya 20 tahun.
- Tidak permanen : bangunan yang bersifat sementara, terbuat dari bahan
yang tidak tahan lama, atau bangunan yang dapat dipindah-pindahkan.
Masa manfaatnya tidak lebih dari 10 tahun.

Metode Penyusutan dan Tarif Penyusutan

Metode penyusutan yang diperkenankan dalam pajak adalah metode garis


lurus (straight line method) dan metode saldo menurun (declining balance method).

Wajib pajak diperkenankan untuk memilih salah satu metode untuk


melakukan penyusutan. Metode garis lurus diperkenankan dipergunakan untuk semua
kelompok harta tetap berwujud. Sedangkan metode saldo menurun hanya
diperkenankan digunakan untuk kelompok harta berwujud bukan bangunan saja.

Tabel berikut menggambarkan kelompok harta berwujud, metode, serta tarif


penyusutannya :

Waktu / Saat Dimulainya Penyusutan

Penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta


yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan
selesainya pengerjaan harta tersebut.
Contoh :

21
Pengeluaran untuk pembangunan sebuah gedung adalah sebesar Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pembangunan dimulai pada bulan
Oktober 2009 dan selesai untuk digunakan pada bulan Maret 2010.
Penyusutan atas harga perolehan bangunan gedung tersebut dimulai pada
bulan Maret tahun pajak 2010.

Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak diperkenankan


melakukan penyusutan mulai pada bulan harta tersebut digunakan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta
yang bersangkutan mulai menghasilkan.
Contoh :
PT X yang bergerak di bidang perkebunan membeli traktor pada tahun 2009.
Perkebunan tersebut mulai menghasilkan (panen) pada tahun 2010. Dengan
persetujuan Direktur Jenderal Pajak, penyusutan traktor tersebut dapat
dilakukan mulai tahun 2010.

Contoh Soal Penyusutan Fiskal

Contoh penggunaan metode garis lurus

Contoh 1

Sebuah gedung yang harga perolehannya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)


dan masa manfaatnya 20 (dua puluh) tahun, penyusutannya setiap tahun adalah
sebesar Rp 50.000.000,00 ( 5% x Rp 1.000.000.000,00 ).

Contoh 2

PT. A membeli komputer dengan total harga perolehan Rp 10.000.000,-. Kemudian,


jika misalnya komputer itu menurut ketentuan pajak tergolong sebagai asset
Kelompok 1 dengan masa manfaat 4 tahun, maka dengan menggunakan Metode
Garis Lurus, biaya penyusutan per tahunnya : 25% x Rp 10.000.000,- = Rp
2.500.000,- / tahun.

22
Adapun rinciannya seperti pada tabel di bawah ini :

TAHUN TARIF PENYUSUTAN NILAI SISA


BUKU
Harga Perolehan Rp 10.000.000
I 25% Rp 2.500.000 Rp 7.500.000
II 25% Rp 2.500.000 Rp 5.000.000
III 25% Rp 2.500.000 Rp 2.500.000
IV 25% Rp 2.500.000 Rp 0

Jurnal :

Tahun I : B. Penyusutan Komputer Rp 7.500.000

Akum. Penyusutan Komputer Rp 7.500.000

Jurnal untuk tahun - tahun selanjutnya sama, hanya nominalnya saja yang berbeda.

Contoh penggunaan metode saldo menurun

Contoh 1

Sebuah mesin yang dibeli dan ditempatkan pada bulan Januari 2009 dengan harga
perolehan sebesar Rp 150.000.000,- . Masa manfaat dari mesin tersebut adalah 4
tahun. Kalau tarif penyusutan misalnya ditetapkan 50%, perhitungan penyusutannya
adalah sebagai berikut :

Atau dapat dirinci sebagai berikut :


23
Tahun 2009 = 50% x Rp 150.000.000 = Rp 75.000.000

Tahun 2010 = 50% x ( Rp 150.000.000 - Rp 75.000.000 ) = Rp 37.500.000

Tahun 2011 = 50% x ( Rp 150.000.000 - Rp 75.000.000 - Rp 37.500.000 ) = Rp


18.750.000

Tahun 2012 = disusutkan sekaligus Rp 18.750.000

Jurnal :

Tahun 2009 : B. Penyusutan Mesin Rp 75.000.000

Akum. Penyusutan Mesin Rp 75.000.000

Jurnal untuk tahun - tahun selanjutnya sama, hanya nominalnya saja yang berbeda.

Dalam pajak, tidak memperhitungkan adanya nilai sisa / nilai residu, sehingga
penyusutan pada tahun terakhir masa manfaat sebuah asset tetap harus disusutkan
sekaligus sehingga nilai sisa bukunya menjadi Rp 0.

Contoh 2

Sebuah mesin yang dibeli dan ditempatkan pada bulan Juli 2009 dengan harga
perolehan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Masa manfaat dari mesin
tersebut adalah 4 (empat) tahun. Kalau tarif penyusutan misalnya ditetapkan 50%
(lima puluh persen), maka penghitungan penyusutannya dengan metode saldo
menurun adalah sebagai berikut :

Atau dapat dirinci sebagai berikut :


24
Tahun 2009 : Karena pemakaian Mesin pada tahun 2009 dimulai pada bulan Juli (
Juli 2009 Des 2009 = 6 bulan; 1 tahun = 12 bulan, maka perhitungannya :

Tahun 2009 = 6/12 x 50% x Rp 100.000.000 = Rp 25.000.000

Tahun 2010 = 50% x ( Rp 100.000.000 - Rp 25.000.000 ) = Rp 37.500.000

Tahun 2011 = 50% x ( Rp 100.000.000 - Rp 25.000.000 - Rp 37.500.000 ) = Rp


18.750.000

Tahun 2012 = 50% x ( Rp 100.000.000 - Rp 25.000.000 - Rp 37.500.000 - Rp


18.750.000 ) = Rp 9.375.000

Tahun 2013 = disusutkan sekaligus Rp 9.375.000

Jurnal :

Tahun 2009 : B. Penyusutan Mesin Rp 25.000.000

Akum. Penyusutan Mesin Rp 25.000.000

Jurnal untuk tahun - tahun selanjutnya sama, hanya nominalnya saja yang berbeda.

Harta yang tidak boleh disusutkan Menurut Ketentuan Fiskal

Tidak semuanya harta dapat disusutkan menurut ketentuan perpajakan, ada


beberapa harta yang tidak dapat disusutkan yaitu :
1. Harta yang tidak digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan tidak boleh disusutkan secara fiskal. Misalnya : kendaraan
perusahaan yang dikuasai dan dibawa pulang oleh karyawan, rumah dinas
karyawan yang tidak terletak di daerah terpencil.
2. Dalam hal harta yang tidak boleh disusutkan secara fiskal tersebut dijual
(dialihkan), keuntungannya merupakan obyek PPh, yang dihitung dari selisih
antara harga jual (nilai pasar) dengan harga perolehan. Dalam hal selisihnya
negatif (rugi), kerugian tersebut tidak dapat dikurangkan sebagai biaya.

25
BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan kajian yang membahas tentang Biaya Penyusutan secara


komersial dan fiskal serta contoh soalnya, maka kami dapat menyimpulkan sebagai
berikut :

Penyusutan merupakan metode alokasi biaya perolehan dari asset berwujud


dan asset tidak berwujud berdasarkan umur ekonomisnya. Menurut Undang-Undang
Pajak Penghasilan dalam buku Mardiasmo (2001: 159) penyusutan atau depresiasi
merupakan konsep alokasi harga perolehan harta tetap berwujud, dan amortisasi
merupakan konsep alokasi harga perolehan harta tetap tidak berwujud dan harga
perolehan harta sumber alam. Seiring dengan kegiatan operasional perusahaan maka
aktiva tetap berwujud secara barangsur-angsur kemampuannya untuk memberikan
manfaat ekonomi akan berkurang. Untuk itu perlu diambil suatu kebijakan akuntansi
dalam mengalokasikan biaya perolehan yang sebanding dengan jasa yang
diberikannya selama masa manfaat aktiva tetap tersebut.

Pasal 11 ayat (1) UU PPh menyatakan bahwa penyusutan atas pengeluaran


untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud,
kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak
pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1(satu) tahun dilakukan dalam
bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta
tersebut.

26
Namun demikian, untuk harta berwujud selain bangunan, ketentuan Pajak
Penghasilan memberikan alternatif pilihan metode penyusutan yaitu menggunakan
metode saldo menurun (declining balance method). Hal ini berdasarkan ketentuan
Pasal 11 ayat (2) UU PPh yang menyatakan bahwa penyusutan atas pengeluaran harta
berwujud selain bangunan, dapat juga dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun
selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas
nilai sisa buku, dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus,
dengan syarat dilakukan secara taat asas.

Dengan demikian, untuk harta berwujud bangunan, hanya ada satu metode
penyusutan, yaitu metode penyusutan garis lurus. Sementara itu, untuk harta
berwujud selain bangunan, terdapat dua alternatif metode penyusutan, yaitu metode
garis lurus dan metode saldo menurun. Penggunaan salah satu metode penyusutan
tersebut harus dilakukan secara taat asas.

Demikianlah makalah yang saya buat semoga bermanfaat bagi orang yang
membacanya dan menambah wawasan bagi orang yang membaca makalah ini. Dan
saya juga meminta maaf yang sebesar - besarnya apabila ada kesalahan dalam
penulisan kata dan kalimat yang tidak jelas, kurang dimengerti, dan lugas.

Sekian penutup dari saya, semoga berkenan di hati dan akhir kata saya
ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

27
DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-


Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan.

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 16 (revisi 2007), Ikatan Akuntan


Indonesia, per 1 Juli 2009, Jakarta : Salemba Empat, hal. 16.2.

https://sites.google.com/site/referensipajak/Biaya-Yang-Diijinkan-Undang-Undang-
Sebagai-Pengurang-Penghasilan-Bruto-deductible-deduktibel/Ketentuan-Amortisasi-
Fiskal

Kieso, D.E., Weygandt, J.J., dan Warfield, T.D. Intermediate Accounting IFRS
Edition Volume 1. John Wiley & Sons

Kieso, D.E., Weygandt, J.J., dan Warfield, T.D. Intermediate Accounting IFRS
Edition Volume 2. John Wiley & Sons

http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/167-artikel-pajak/12614-
meninjau-ulang-amortisasi-atas-aset-tidak-berwujud

http://spt-pajak.com/metode-penyusutan-dan-amortisasi-fiskal.html

http://saifulrahman.lecture.ub.ac.id/files/2013/10/PENYUSUTAN-DAN-
AMORTISASI.pdf

Mardiasmo, Perpajakan Edisi Revisi Tahun 2009, C.V Andi Offset:Yogyakarta,


2009.
http://www.pajak.go.id/sites/default/files/UU-PPh-001-13-UU%20PPh%202013-
00%20Mobile.pdf
28

Anda mungkin juga menyukai