Anda di halaman 1dari 10

MENINGKATKAN KINERJA BERBASIS

PERILAKU
A. Feedback Sebagai Dasar Perbaikan Kinerja
Kinerja yang dicapai oleh suatu organisasi pada dasarnya adalah prestasi para
anggota organisasi itu sendiri mulai dari tingkat eksekutif sampai pada pegawai
operasional. Sumber daya manusia merupakan aset vital pada hampir semua jenis
organisasi. Oleh karena itu, upaya memperbaiki kinerja organisasi tidak mungkin dapat
berhasil jika perilaku para pegawai tidak diarahkan dengan baik. Informasi hasil
pengukuran kinerja dapat dijadikan feedback (umpan balik) untuk mengarahkan perilaku
pegawai ini menuju perbaikan kinerja selanjutnya. Feedback ini memuat informasi
objektif mengenai kinerja individual dan kolektif.
Feedback merupakan langkah dasar dalam upaya perbaikan kinerja. Terdapat dua fungsi
utama feedback, yaitu:
1. Instructional.
Feedback berfungsi sebagai dasar dalam pemberian instruksi (pengarahan) ketika kita
mengklarifikasi peranan atau mengajarkan perilaku yang baru untuk mendukung
perbaikan kinerja.
2. Motivational.
Feedback berfungsi sebagai alat pemotivasi para pegawai karena informasi kinerja yang
disampaikan sebagai acuan dalam pemberian reward dan punishment.
Jika seseorang memperoleh dan menerima feedback atas pekerjaannya
merupakan bentuk upaya instropeksi melihat kelemahan dan kemampuan yang dimilik.
Semakin banyak anggota organisasi yang mendapatkan feedback maka akan lebih baik.
Hal ini karena feedback mempunyai pengaruh positif atas kinerja.
Sumber feedback terdiri dari tiga komponen:
1. Teman kerja/satu team (peer), atasan, bawahan dan pihak luar.
2. Tugas dan kewajiban yang dibebankan (task)
3. Dirinya sendiri (self)
Ada tiga aspek penerima membutuhkan perhatian yaitu:
1) Karakteristik penerima.
Karakteristik personalitas. Ada seseorang yang aktif mencari informasi feedback namun
ada juga seseorang yang tidak aktif bahkan menghalangi perolehan feedback. Individu
yang mempunyai karakteristik personalitas self-esteem tinggi dan self efficacy yang
rendah biasanya tidak aktif mencari feedback.
2) Persepsi penerima feedback.
Pada umumnya orang cenderung menerima feedback positif lebih akurat dibanding
menerima feedback negatif.
3) Evaluasi kognitif penerima feedback.
Orang yang menerima feedback akan mengevaluasi keakuratan dan kredibilitas sumber
feedback, kewajaran sistem yang ada, kinerja dibandingkan imbalan yang diterima dan
juga kelayakan standar.

B. Perubahan Perilaku
Setelah pihak penerima mendapatkan feedback ada beberapa kemungkinan
perubahan perilaku yang bisa muncul. Perubahan perilaku ini tidak semuanya dapat
mendukung perbaikan kinerja. Beberapa hasil perubahan perilaku yang mungkin bisa
terjadi antara lain:
1. Pegawai mempunyai keinginan untuk memperbaiki kinerja tetapi tidak memahami
apa yang harus dilakukan.
2. Pegawai sangat bersemangat di awal periode tetapi selanjutnya kembali pada perilaku
yang sebenarnya.
3. Pegawai termotivasi untuk mampu lebih baik daripada kinerja selanjutnya dengan
upaya yang tekun secara terus menerus
4. Pegawai melakukan perlawanan (resistance) dan tidak merasa bertanggung jawab
untuk perbaikan kinerja berikutnya.

C. Teknik Feedback
Feedback melibatkan dua pihak utama, yaitu pihak sumber dan pihak penerima feedback.
Pada dasarnya feedback ini dapat dilakukan dengan berbagai cara. Beberapa cara yang
umumnya digunakan adalah:
1. Atasan mengevaluasi bawahan. Artinya atasan sebagai sumber feedback untuk
disampaikan kepada bawahan tentang prestasi / kinerja bawahan tersebut. Cara ini
merupakan cara yang umum diterapkan.
2. Bawahan mengevaluasi atasannya. Artinya bawahan sebagai sumber feedback untuk
disampaikan kepada atasan tentang prestasi/kinerja atasannya tersebut. Pada umunya
atasan sering menolak cara ini karena mereka percaya hal ini akan mengurangi
kekuasaannya.
3. Setiap individu (pegawai) membandingkan kinerjanya dengan informasi kinerja dari
atasan, bawahan, teman kerja (peer) dan pihak luar.

D. Faktor-faktor Penentu Feedback yang Efektif


Manajer publik perlu memperhatikan beberapa faktor ketika memberikan feedback agar
dihasilkan informasi yang bermanfaat. Berikut faktor-faktor utama yang perlu
diperhitungkan:
1. Hubungan feedback dengan tingkat kinerja yang diharapkan harus jelas.
2. Memberikan feedback khusus yang berhubungan dengan pengamatan terhadap
perilaku dan ukuran hasil.
3. Hubungan antara saluran feedback terhadap area kunci keberhasilan.
4. Memberikan feedback sesegera mungkin.
5. Memberikan feedback positif untuk perbaikan tidak hanya untuk hasil akhir.
6. Fokus feedback terhadap kinerja, bukan perorangan.
7. Dasar feedback pada organisasi yang akurat dan kredibel.

E. Reward sebagai Dasar Perbaikan Kinerja


Reward dapat mengubah perilaku seseorang dan memicu peningkatan kinerja. Terdapat
empat alternatif norma pemberian reward agar dapat digunakan untuk pemicu kinerja
pegawai, yaitu :
1. Goal congruence (kesesuaian tujuan). Setiap organisasi publik pasti mempunyai
tujuan yang hendak dicapai. Sedangkan setiap individu dalam organisasi mempunyai
tujuan individual yang sering tidak selaras dengan tujuan organisasi. Dengan
demikian, reward harus diciptakan sebagai jalan tengah agar tujuan organisasi dapat
dicapai tanpa mengorbankan tujuan individual, dan sebaliknya tujuan individual dapat
tercapai tanpa harus mengorbankan tujuan organisasi.
2. Equity (keadilan). Reward harus dialokasikan secara proporsional dengan
mempertimbangkan besarnya kontribusi setiap individu atau kelompok. Dengan
demikian, siapa yang memberi kontribusi tinggi maka reward-nya juga akan tinggi,
sebaliknya siapa yang memberi kontribusi rendah maka reward-nya juga akan rendah.
3. Equality (kemerataan). Reward juga harus didistribusikan secara merata bagi semua
pihak (individu/kelompok) yang telah menyumbangkan sumber dayanya untuk
ketercapaian kinerja.
4. Kebutuhan. Alokasi reward kepada pegawai seharusnya mempertimbang-kan tingkat
kebutuhan utama dari pegawai. Reward yang berwujud finansial tidak selalu sesuai
dengan kebutuhan utama pegawai.

Pemberian reward yang berhasil dapat meningkatkan tangible outcomes seperti


individual, kelompok, kinerja organisasi, kuantitas dan kualitas kinerja. Selain itu, reward
juga dapat mengarahkan tindakan dan perilaku dalam team work, kerja sama dan
pengambilan resiko, serta kreativitas. Sistem reward yang baik dapat memotivasi orang
serta memuaskan mereka sehingga dapat menumbuhkan komitmen terhadap organisasi.
Namun, sistem reward yang kurang baik justru sering gagal dalam memotivasi dan
menumbuhkan semangat peningkatan kinerja. Meskipun motivasi uang dan waktu yang
sangat besar untuk sistem reward organisasi, dampak motivasi yang diinginkan sering
tidak tercapai. Sedikitnya terdapat delapan alasan, mengapa reward justru menurunkan
motivasi dan kinerja, antara lain:

1. Terlalu banyak menekankan pada reward moneter. Hal ini sesuai dengan apa yang
dibutuhkan individu bahwa mereka tidak semuanya merasa puas dengan imbalan
berwujud finansial.
2. Rasa menghargai pada penerima reward sangat kurang. Reward sering diberikan
dalam bentuk berwujud tetapi tidak disertai penghargaan/pengakuan yang layak.
3. Banyak yang menerima reward. Semakin banyak yang menerima reward dengan nilai
yang tidak proporsional akan mengurangi motivasi seseorang.
4. Memberikan reward dengan kriteria yang salah. Misalnya hanya diukur dari waktu
kerja sehingga pegawai termotivasi hanya untuk mempercepat pekerjaan tanpa
mempertimbangkan hasil.
5. Lamanya penangguhan (delay) antara kinerja dan reward. Reward yang tidak segera
diberikan membuat seseorang merasa kurang dihargai.
6. Kriteria reward sangat fleksibel. Tidak pernah ada ukuran yang baku dalam pemberian
reward membuat kesenjangan antara apa yang diharapkan seseorang dengan apa yang
sebenarnya diterima.
7. Sasaran reward hanya untuk motivasi jangka pendek. Reward sering hanya
berpengaruh sementara terhadap motivasi dan kinerja pegawai.
8. Pemberian kompensasi jajaran top manajemen (eksekutif) yang berlebihan. Hal ini
dapat mengurangi motivasi pegawai operasional karena merasa ada pembedaan
penghargaan yang sangat mencolok dan tidak adil.

Jika pencapaian kinerja dilakukan oleh suatu kelompok (team) maka biasanya
timbul kesulitan untuk mendistribusikan reward kepada individual. Hal ini karena kinerja
ini merupakan hasil dari tim bukan individual, meskipun kontribusi individu tidak sama.
Insentif moneter tradisional sering membagi sama nilai reward yang diberikan kepada
masing-masing anggota team. Reward ini tidak memotivasi, karena yang bekerja keras
dihargai sama dengan yang tidak bekerja keras. Reward mestinya dipasrahkan dalam
jumlah total kepada pimpinan team, dan mereka diminta membagi sendiri secara
proporsional dan adil kepada setiap anggota sesuai dengan kontribusinya. Hal ini juga
sebagai pembelajaran untuk mengambil keputusan pendistribusian yang adil dan merata
kepada pegawai.

1. Praktik pemberian reward sebagai upaya peningkatan kinerja perlu


mempertimbangkan fator-faktor penting sebagai berikut:
2. Membuat pembayaran atas kinerja sebagai bagian integral dari rencana formal
organisasi
3. Penentuan insentif dasar berdasarkan data kinerja yang akurat dan obyektif
4. Pegawai dilibatkan dalam pengembangan, implementasi dan revisi formula
pembayaran kinerja.
5. Membangun sistem pembayaran untuk rencana kinerja secara konsisten.
6. Reward kelompok kerja dan individual berdasarkan kontribusi kerja.
7. Sistem pengawasan dan penilaian kinerja harus transparan
8. Pemberian insentif moneter harus disertai penghargaan yang bisa meningkatkan
kepuasan pegawai.

F. Modal abc atas Perubahan Perilaku


Model ABC atas perubahan perilaku merupakan gabungan dari 3 (tiga) elemen,
yaitu antecedents, behaviour dan consequences (ABC). Menurut para pendukung model
tersebut, perilaku sebetulnya dapat diubah dengan melalui 2 (dua) cara, yaitu berdasarkan
apa yang mempengaruhi perilaku sebelum terjadi (ex-ante) dan apa yang mempengaruhi
perilaku setelah terjadi (ex-post). Ketika kita mencoba mempengaruhi perilaku sebelum
perilaku itu terbentuk berarti kita telah menggunakan antecedents. Sementara itu, ketika
kita berusaha mempengaruhi perilaku dengan melakukan sesuatu setelah perilaku itu
terbentuk berarti kita menggunakan consequences. Jadi sebuah antecedents mendorong
terbentuknya perilaku yang selanjutnya akan diikuti oleh sebuah consequences.
Pemahaman terhadap ketiga elemen ini berinteraksi sangat bermanfaat bagi para manajer
untuk menganalisis permasalahan kinerja, menentukan ukuran-ukuran korektif, dan
mendesain lingkungan kerja dan sistem manajemen yang mempunyai kinerja tinggi.
1. Antecedents
Antecedents dapat dideskrisikan sebagai orang, tempat, sesuatu, atau kejadian yang
datang sebelum perilaku terbentuk yang dapat mendorong kita untuk melakukan
sesuatu atau berkelakuan tertentu. Antecedents ini keberadaanya tidak dapat
dikendalikan. Karakteristik utama dari antecedents adalah sebagai berikut (Isaac,
2000):
a. Selalu ada sebelum perilaku terbentuk
b. Menyediakan informasi tertentu.
c. Selalu berpasangan dengan consequences
d. Consequences yang muncul bisa jadi merupakan antecedents
e. Antecedents tanpa diikuti consequences mempunyai dampak jangka pendek.

Memilih Antecedents yang Benar

Perilaku pegawai pada umumnya akan mengikuti antecedents khusus. Sebuah


antecedents yang spesifik dan berpasangan dengan consequences kemungkinan
merupakan jenis antecedents terbaik yang mampu meningkatkan kinerja sebagaimana
dikehendaki. Jika sebuah prosedur tidak didukung para pegawai, maka mereka akan
menggunakan prosedur lama. Untuk membantu para manajer memilih antecedents
yang benar sehingga bias memperbaiki dan meningkatkan kinerja. Tiga tingkatan
antecedents paling kuat adalah:

1. Mendeskripsikan target kinerja secara jelas (misalnya tujuan utama, deskripsi


jabatan, akuntabilitas, standar dan prioritas).
2. Mempunyai hubungan dengan suatu consequences khusus (misalnya peringatan,
rambu-rambu lalulintas dan sebagainya)
3. Perilaku terjadi hanya ada permintaan atau tuntutan sebelumnya (misalnya ada
orang tua di kediamannya yang sedang minta tolong, seorang pengunjung minta
pengarahan, seorang pimpinan memasuki ruang rapat)
2. Behaviour
Behaviour (perilaku) merupakan segala apa yang kita lihat pada saat kita
mengamati seseorang melakukan aktivitas/pekerjaan (Ayers dalam Issaac, 2000).
Suatu pinpoint adalah deskripsi khusus dari kinerja yang mengacu pada tindakan
(proses) dari seseorang atau outcome yang dihasilkan (Daniels dalam Issaac, 2000).
Jadi jika sebuah organisasi tidak merumuskan pinpoint ini dengan jelas maka tidak
mungkin bisa menetapkan ukuran kinerja secara obyektif dan melakukan perubahan
perilaku secara tepat.
Teori motivasi menjelaskan bagaiamana individu-individu dapat dipengaruhi
untuk bisa menyesuaikan diri pada perilaku yang baru. Sebagian besar strategi
organisasi adalah mensyaratkan terjadinya perubahan perilaku di tempat kerja. Dalam
hal ini sebenarnya yang terjadi adalah proses penyesuaian diri pada perilaku baru yang
akan dibentuk tersebut oleh individu dan organisasi. Dalam hal ini akan terjadi proses
pembelajaran baik bagi individu maupun organisasi tentang perilaku mana yang sukses
dan mana yang gagal. Jadi, model pengukuran kinerja diharapkan mampu menjadikan
entitas menjadi sebuah organisasi pembelajaran (learning organisation).
3. Consequences
Consequences adalah kejadian-kejadian yang mengikuti perilaku dan mengubah
adanya kemungkinan perilaku akan terjadi kembali di masa datang. Consequences
mempengaruhi perilaku dengan 2 (dua) cara, yaitu dengan meningkatkan perilaku dan
mengurangi perilaku tertentu. Terdapat 4 (empat) consequences keperilakuan, dua
meningkatkan perilaku tertentu dan dua lainnya menguranginya (Daniels, 1989):
1. Consequences yang meningkatkan perilaku tertentu:
a. Positive reinforcement (R+), misalnya memperoleh sesuatu yang kita inginkan.
b. Negative reinforcement (R-), misalnya melepaskan diri atau menghindari segala
sesuatu yang tidak kita inginkan.
2. Consequences yang menurunkan perilaku tertentu:
a. Mendapatkan segala sesuatu yang tidak kita inginkan (P+), misalnya hukuman.
b. Gagal untuk mendapatkan sesuatu yang kita inginkan (P-), misalnya adanya
punahnya (extinction) peluang.

G. Memodifikasi Perilaku
Informasi hasil pengukuran kinerja dapat berfungsi sebagai dasar pengambilan keputusan
terhadap perilaku yang diinginkan pada periode berikutnya. Pada dasarnya perilaku bisa
diarahkan untuk mencapai apa ingin dicapai. Pengarahan perilaku dapat dilakukan dengan
empat cara, antara lain:
Positif reinforcement (penguatan positif) yaitu proses memperkuat sebuah perilaku
dengan menunjukkan secara bersyarat sesuatu yang menyenangkan. Sebuah perilaku
diperkuat ketika frekuensinya meningkat dan melemah ketika frekuensinya menurun.
Negative reinforcement (penguatan negatif) yaitu proses memperkuat sebuah perilaku
dengan penarikan sesuatu yang menyenangkan secara bersyarat.
Punishment (pemberian hukuman) adalah proses melemahkan perilaku melalui
hadirnya sesuatu yang tidak menyenangkan bersyarat.
Extinction adalah faktor-faktor yang dapat melemahkan perilaku seseorang dengan cara
mengabaikannya atau membuat kepercayaannya lemah.

Terdapat 5 langkah untuk memodifikasi perilaku kerja yaitu:

1. Identifikasi Perilaku yang Ditargetkan


Fokus utama seharusnya dititikberatkan pada prestasi atau hasil masa depan.
Prestasi ini harus signifikan dengan pengaruh organisasi.
Proses perencanaan dan pencapaian perilaku ini seharusnya hanya terjadi ketika
perilaku mempunyai hubungan fungsional signifikan dengan prestasi organisasi
Harus ada partisipasi yang luas dalam pengembangan perilaku yang ditargetkan ini.
2. Analisis Fungsional terhadap Situasi, Beberapa perilaku terjadi secara reguler yang
mana hal ini mempunyai isyarat pendukung dan konsekuensi. Dengan demikian
variabel ini bisa menjadi petunjuk penting bagi manajer dalam mengidentifikasi
munculnya kontijensi A-B-C sebelum mencoba menyusun kembali segala sesuatu.
3. Menyusun kembali Antisiden dan Menyediakan Konsekuensi-konsekuensi
Dalam manajemen terhadap antecedent ini, terdapat dua strategi dasar yang bisa
dilakukan, yaitu: (1) menghilangkan kendala-kendala dan atau 2) menyediakan
kesempatan-kesempatan. Contoh menghilangkan kendala adalah mengeliminasi
rencana, skedul dan deadline yang tidak realistis. Contoh menyediakan kesempatan-
kesempatan adalah memformulasikan tujuan-tujuan yang sulit tetapi dapat dicapai,
menyediakan instruksi-instruksi yang cukup jelas.
Terdapat enam petunjuk untuk menyusun konsekuen secara sukses selama terjadi
modifikasi perilaku. Enam petunjuk tersebut adalah sebagai berikut:
a. Tingkatkan perbaikan, bukan hanya sekedar hasil akhir.
b. Cocokkan konsekuensi dengan perilaku
c. Tekankan pada pengharagaan yang lazim (natural) dari pada penghargaan buatan.
d. Sediakan feedback objektif sebisa mungkin kepada individu.
e. Utamakan penguatan positif, kurangi hukuman
4. Mengevaluasi Hasil
Memodifikasi perilaku hanya efektif jika perilaku yang diinginkan terjadi lebih sering
dan perilaku yang tidak diinginkan terjadi lebih jarang. Karena sering dan jarang
bersifat relatif, maka manajer memerlukan alat ukur yang bisa memberikan dasar
objektif untuk membandingkan data sebelum dan sesudah intervensi. Alat ukur tersebut
bisa berupa data baseline dan beharior chart.
1. Baseline Data
Merupakan data perilaku sebelum intervensi yang dikumpulkan tanpa target
pengetahuan person. Pengukuran sebelum pada akhirnya menyediakan dasar untuk
pengukuran efektifitas atas pemodifikasian perilaku.
2. Behavior chart
Merupakan alat evaluasi program modifikasi perilaku yang melibatkan data baseline
sebelum intervensi dan sesudah intervensi. Sumbu vertikal menunjukan frekuensi
perilaku, persen atau hasil yang dicapai.sumbu horisontal menunjukkan dimensi waktu.
5. Pembelajaran dalam Modifikasi Perilaku untuk Peningkatan Kinerja
Pembelajaran dalam memodifikasi perilaku membutuhkan proses yang sistematis.
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan antara lain:
a. Sangat sulit dan bahkan tidak mungkin untuk mengubah perilaku organisasi tanpa
secara sistematis mengatur anteseden dan konsekuen yang mungkin.
b. Sistem reward yang terbaik malah akan gagal jika tidak melibatkan perilaku yang
jelas dan kemungkinan akibatnya.
c. Pembentukan perilaku merupakan teknik perkembangan yang berharga.
d. Tujuan, feedback objektif dan penguatan positif untuk perbaikan ketika
dikombinasikan dengan cara sistematis A-B-C merupakan alat manajemen yang
sangat kuat.
e. Karena evaluasi program formal fundamental untuk modifikasi perilaku, maka hal
tersebut dapat diperhitungkan.
H. Perilaku Disfungsional
Istilah disfungsional digunakan untuk menggambarkan usaha yang dilakukan bawahan
untuk memanipulasi elemen-elemen pada sistem control yang ada guna memenuhi
kepentingan pribadinya. Jadi perilaku bawahan ini dikatakan disfungsional jika mereka
melanggar peraturan-peraturan pada sistem pengendalian yang sudah ada padahal mereka
mengetahuinya. Terdapat dua penekanan pada pengertian disfungsional:
1. Mempermainkan Indikator Penilaian Kinerja, berarti bahwa bawahan memilih
sebuah perilaku yang nantinya akan mencapai hasil yang paling menguntungkan bagi
dirinyasendiri dengan tidak memperdulikan perilaku yang lebih disukai atasannya
(perusahaan)
2. Memanipulasi Informasi Strategis, terjadi ketika bawahan mengubah aliran
informasi yang sesungguhnya dan melaporkan hanya pada aspek informasi yang
mereka sukai atau secara ekstrim memalsukan data dan laporan perusahaan.

I. Penyebab Terjadinya Perilaku Disfungsional


a. Tidak adanya Goal Congruence
Dalam memahami pengertian perilaku disfungsional ini tidak bisalepas dari suatu
komitmen organisasi. Salahsatu bagian penting komitmen manajemen adalah
identifikasi organisasional yang bias diidentikan dengan sebutan goal congruence
(kesesuaian tujuan) antara individu dan organisasi. Sebagai sejauh mana
ketidaksesuaian antara harapan pegawai terhadap kenyataan yang dialami sering
memicu perilaku yang disfungsional ini.
b. Pengaruh Perilaku Disfungsional Rekan Kerja
Jika seorang individu meyakini bahwa rekannya mulai untuk mempermainkan kita
menduga individu akan bimbang apakah akan mengikuti peraturan perusahaan atau
tidak. Individu mungkin percaya bahwa jika tidak mengikuti rekannya mungkin
evaluasi kinerjanya akan menjadi jelek.
c. Asimetri Informasi
asimetri informasi (ketidaksamaan iinformasi) merupakan penerimaan informasi yang
tidaksama antar individu dalam organisasi. Pada umumnya individu dalam organisasi
akan berusaha untuk menggunakan seluruh informasi pada hasil yang berpengaruh
terutama hasil yang mempengaruhi kinerja mereka.

Anda mungkin juga menyukai