Anda di halaman 1dari 23

Oleh :

Yunita Wulan Sari, AMd Kep


TIM PICU Anesthesiogi dan Rawat
Intensif
RSUD dr. Saiful Anwar Malang
1. CAIRAN KRISTALOID
2. CAIRAN KOLOID
Kristaloid Isotonik Kristaloid Hypotonik Kristaloid Hypertonis

NaCl 0,9% D5 % NaCl 3%

Ringer Laktat NaCl 0,45%

Ringer Asetat NaCl 0,33%

Ringer Asetat Malat D5%+NaCl 0,225%


Tata laksana syock septik pada anak menggunakan
cairan NaCl 0,9%
Komposisi Na dan Cl mempunyai sifat yang relative
hypernatremia dan hyperkloremia serta cenderung
sedikit hypertonik
Digunakan untuk resusitasi cairan anak dengan syok
dan terjadi gangguan elektrolit berupa hyponatremia,
hypokloremia dan alkalosis metabolic
Pemberian dalam jumlah besar dan berlebihan dapat
memicu terjadinya hypernatremia dan asidosis
metabolic hyperkloremik
Sebaiknya tidak digunakan pada pasien dengan
hyperkloremia akibat gangguan fungsi ginjal karena
dapat meningkatkan morbiditas
Pilihan cairan resusitasi pada anak
Lactate lebih stabil dibandingkan bikarbonat
Isotonic dengan plasma
Pilihan tepat untuk resusitasi cairan anak dengan
DBD atau syock dengan penyebab lain
Ringer Asetat dimetabolisme di otot, sehingga
pada kasus DSS dengan fungsi liver lebih mudah
ditoleransi
Metabolism asetat lebih cepat dibandingkan
metabolism laktat
Jadi pemakaian cairan resusitasi ditentukan dari
kasus per kasus, dan tidak dapat diputuskan
tanpa pertimbangan indikasi, kontraindikasi serta
efek samping
Merupakan cairan kristaloid dengan larutan
seimbang dengan komposisi mendekati
cairan extrasel (plasma)
Dimetabolisme di semua jaringan tubuh
terutama otot
Asetat malat dimetabolisme 3-4 kali lebih
cepat dibandingkan laktat
Memiliki kemampuan mengisi ruang intravaskuler
lebih cepat pasca bolus
Bertahan dalam intravaskuler selama 3 jam
Dibutuhkan jumlah yang lebih sedikit dibandingan
cairan kristaloid yang lain, diduga mampu menarik
cairan intertitiel menuju ruang intravaskuler oleh
karena osmolaritas yang tinggi*
*Bertentangan dengan teori cairan terbaru
Harus dengan observasi yang ketat karena memicu
hypernatremia dan kerusakan pembuluh darah jika
diberikan dalam jumlah yang besar
Pemakaian salin hypertonic belum teruji
keamanannya
Cairan resusitasi pada anak dan dewasa
hanya menggunakan kristaloid yang bersifat
isotonic. Bila menggunakan cairan yang
bersifat hypotonic akan mengakibatkan
edema serebri. Jadi cairan hypotonis tidak di
sarankan untuk resusitasi.
Elektrolit Plasma 0,9% NaCl Ringer Laktat, Plasmalyte Sterofundin
Hartman
Sodium 140 154 131 140 140

Potassium 5 9 5 5 4

Klorida 100 154 111 98 127

Kalsium 2,2 0 2 0 2,5

Magnesium 1 0 1 1.5 1

Bikarbonat 24 0 0 0 0

Laktat 1 0 29 0 0

Asetat 0 0 0 27 24

Glukonase 0 0 0 23 0
Elektrolit Albu-min Plasmion* Gelofusi-ne* Voluven* Venofun- Hextend* Volulyte* Plasma Testrapan*
Geloplasma* (waxy maize din* (waxy maize (waxy maize Volume* (potato HES
HES 6% (potato HES HES 6% HES 6% (potato HES 6%
130/0,40) 6% 670/0,75) 130/0,40) 6% 130/0,42)
130/0,42) 130/0,42)
Sodium 140 150 154 154 154 143 137 130 140

Potassium 0 5 0 0 0 3 4 5.4 4.0

Klorida 128 150 125 154 154 124 110 112 118

Kalsium 0 0 0 0 0 2.5 0 0.9 2.5

Magnesium 0 1.5 0 0 0 0.5 1.5 1 1.0

Bikarbonat 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Laktat 0 30 0 0 0 28 0 0 0

Asetat 0 0 0 0 0 0 34 27 24

Malat 0 0 0 0 0 0 0 0 5

Oktanoat 6.4 0 0 0 0 0 0 0 0
Dengan ukuran molekul yang besar, para ahli
berpendapat molekul tersebut lebih sedikit
melewati membrane endotel. Molekul yang
terdapat pada cairan koloid di harapkan dapat
bertahan di rongga intravaskuler lebih lama
dibandingkan cairan kristaloid.
Cairan koloid memiliki kelemahan : harga mahal
dan dapat menimbulkan alergi
Kemampuan bertahan lebih lama dalam rongga
intravaskuler dibandingkan cairan kristaloid. Namun
bukan berarti mortalitas lebih rendah dibandingkan cairan
kristaloid
Jika digunakan untuk pasien syock septic dapat
menurunkan mortalitas pada 90 hari setelah resusitasi
(SAFE Study, 2004)
Harus diperhatikan untuk kehati-hatian dalam kasus
trauma kepala dan pasien bukan syock septic, karena
dapat meningkatkan angka mortalitas
Merupakan cairan koloid semisintetik
Dengan berat molekul 200 kD dan dengan
ratio substitusi molaritas lebih dari 0,5
terbukti meningkatkan angka kejadian gagal
ginjal akut
Meningkatkan angka kejadian renal
replacement therapy dan morbiditas
Molekul lebih besar dan terbentuk dari
hidrolisis kolagen
Harga gelatin relative mahal
Mengakibatkan alergi dan gangguan
pembekuan darah
KONSEP LAMA :
1. TEORI ERNEST STARLING (1986)
Bahwa pembuluh kapiler dan venula pascakapiler
mempunyai membrane yang bersifat semipermiable.
Starling menyimpulkan membran tersebut dapat
mengabsorbsi secara langsung cairan dari ruang intertitiel
Dari sinilah selanjutnya dijadikan dasar teori perpindahan
cairan transvaskularmelalui tekanan hidrostatik dan
tekanan onkotik. Lebih dari 100 tahun teori Ernest Starling
menjadi acuan untuk memilih cairan berdasarkan model
kompartemen cairan.
2. TWIGLEY dan HILLMAN (Berakhirnya Era Kristaloid)
Berdasarkan diagram plasma yang terdiri atas kompartemen
intrasesuler, intertisial, intravaskuler dan volume anatomisnya.
Twigley dan Hillman berpendapat bahwa koloid dapat digunakan
secara selektif untuk memelihara volume plasma. bila kita
hendak meresusitasi cairan akibat kehilangan cairan sebanyak
500 ml maka kita dapat menggunakan cairan koloid sebanyak
500 ml atau cairan kristaloid sebanyak 2000 ml.
Berdasarkan prinsip Starling bahwa jika melakukan tranfusi
menggunajkan cairan koloid hyperonkotik, maka cairan ini dapat
mengabsorbsi cairan intertisial masuk ke dalam intravaskuler.
Total cairan tubuh
60% berat badan

Ruang intertitiel (14% BB)


Na 140 mmol/L
K 4 mmol/L membran sel

Ruang
intraseluler
Cairan (40% BB)
ekstraseluler membran kapiler Na 8 mmol/L
(20% dari K 151 mmol/L
berat badan)
Ruang intravaskuler (6% 65% BB
BB)

Na 140 mmol/L
sel darah
K 4 mmol/L merah
Cairan sederhana dari koloid sebagai
pengganti cairan ekstraseluler (volume
plasma dan intertisial) kemudian berlanjut
dan berkembang
TEORI GLIKOKALIKS (REVISI STARLING)
Penemuan lapisan glikokaliks mematahkan 2 teori di atas
Lapisan glikokaliks adalah membrane yang berikatan dengan
komponen glikoprotein dan proteoglikan yang berada pada sel
endotel yang menghadap pada lumen pembuluh darah.
glikokaliks juga berhubungan dengan glikosaminoglikan.
Lapisan glikokaliks adalah bagian dari komponen volume
intravaskuler. Komponen intravaskuler terdiri atas 3 bagian : 2
bagian yang bersirkulasi yaitu plasma sel dan sel darah merah
dan bagian yang tidak bersirkulasi berupa glikokaliks.
Lapisan Glikokaliks sehat mengandung glikosaminoglikan Lapisan glikokaliks terkompresi (menumpahkan glikosaminoglikan
ke plasma)

Sel endothelium

Lapisan endotelial glikokaliks


Glikosaminoglikan

Eritrosit

Membran dasar/matrix ekstraseluler

Lapisan glikokaliks terkompresi (menumpahkan glikosaminoglikan


Lapisan Glikokaliks sehat mengandung glikosaminoglikan ke plasma)
Konsep Ernest Starling

Tekanan kapiler

Tekanan onkotik
Konsep Ernest Starling ketika terjadi penurunan tekanan
kapiler

Konsep Glikokaliksglikan Konsep Glikokaliksglikan

Tekanan kapiler
Tekanan kapiler

Tekanan onkotik Tekanan onkotik

Konsep revisi Starling dengan glikokaliks ketika terjadi peningkatan Konsep revisi Starling dengan glikokaliks ketika terjadi peningkatan
tekanan kapiler tekanan kapiler
Adanya lapisan glikokaliks menyebabkan teori tentang
kebutuhan cairan kristaloid dan koloid berubah
dibandinghkan teori Ernest Starling. Teori ini mematahkan
bahwa cairan dalam rongga intertisial dapat secara
langsung kembali (repulling) ke dalam rongga
intravaskuler.
Lapisan glikokaliks menyebabkan cairan di ruang
intertisial tidak bisa kembali ke rongga intravaskuler
secara langsung tetapi harus melalui system limfatik untuk
kembali ke rongga intravaskuler.
Teori lama menyebutkan bahwa cairan kristaloid jika
dibandingkan dengan koloid isoonkotik mempunyai
perbandingabn 4:1, tetapi dengan adanya lapisan
glikokaliks ini perbandingannya menjadi 1,4-1,5 : 1

Anda mungkin juga menyukai