Pengelolaan Ekosistem Sawah
Pengelolaan Ekosistem Sawah
Hukum Toleransi
Hukum toleransi berbunyi: Kehadiran, kelimpahan dan penyebaran
suatu spesies dalam ekosistem ditentukan oleh tingkat ketersediaan sumber
daya serta kondisi faktor kimiawi dan fisis yang harus berada dalam kisaran
yang dapat ditoleransi oleh spesies tersebut. Misalnya: Panda memiliki
toleransi yang luas terhadap suhu, namun memiliki toleransi yang sempit
terhadap makanannya (bambu). Berbeda dengan makhluk hidup yang lain,
manusia dapat memperlebar kisaran toleransinya karena kemampuannya
untuk berpikir, mengembangkan teknologi dan memanipulasi alam.
Komponen autotrof
Terdiri dari organisme yang dapat membuat makanannya sendiri dari
bahan anorganik dengan bantuan energi seperti sinar matahari (fotoautotrof)
dan bahan kimia (khemo-autotrof). Komponen autotrof berperan sebagai
produsen. Organisme autotrof adalah tumbuhan berklorofil, seperti padi
sawah.
3
Komponen heterotrof
Terdiri dari organisme yang memanfaatkan bahan-bahan organik
yang disediakan oleh organisme lain sebagai makanannya. Komponen
heterotrof disebut juga konsumen makro (fagotrof) karena makanan yang
dimakan berukuran lebih kecil. Yang tergolong heterotrof adalah manusia,
hewan, jamur, dan mikroba.
Pengurai (dekomposer)
Pengurai adalah organisme yang menguraikan bahan organik yang
berasal dari organisme mati.[4] Pengurai disebut juga konsumen makro
(sapotrof) karena makanan yang dimakan berukuran lebih besar. Organisme
pengurai menyerap sebagian hasil penguraian tersebut dan melepaskan
bahan-bahan yang sederhana yang dapat digunakan kembali oleh produsen.
Yang tergolong pengurai adalah bakteri dan jamur. Ada pula detritivor yaitu
hewan pengurai yang memakan sisa-sisa bahan organik, contohnya adalah
kutu kayu. Tipe dkomposisi ada tiga, yaitu:
1. secara aerobik : oksigen adalah penerima elektron / oksidan
2. secara anaerobik : oksigen tidak terlibat. Bahan organik sebagai
penerima elektron /oksidan
4
Konsep Produktivitas
Energi bersifat kekal, namun pada setiap pertukaran energi dari satu
bentuk ke bentuk lainnya akan mengalami kehilangan energi. Produktivitas
primer suatu ekosistem adalah laju penyimpanan energi melalui proses
fotosintesa oleh produsen dalam bentuk senyawa organik yang dapat dipakai
sebagai bahan makanan. Produktifitas sekunder adalah laju penyimpanan
energi pada tingkat konsumen.
Produktivitas primer kotor adalah hasil seluruh fotosintesa, termasuk
yang terpakai untuk respirasi. Produktivitas primer bersih adalah hasil bersih
fotosintesa. Produktivitas komunitas bersih adalah laju penyimpanan bahan
organik yang tidak digunakan oleh heterotrof per satuan waktu. Produktivitas
setiap jenis ekosistem berbeda-beda.
Kebergantungan
Kebergantungan pada ekosistem dapat terjadi antar komponen biotik
atau antara komponen biotik dan abiotik.
3. siklus nitrogen
4. siklus sulfur
The total area of rice fields in Bangladesh is about 10.14 million ha and there
are a further 2.83 million ha of seasonal rice fields where water remains for
four to six months of the year. These inundated rice fields can play an
important role in increasing fish production through integration of
aquaculture. There are several positive effects of fish farming in rice yields.
Integrated rice-fish production can optimise resource use through the
complementary utilisation of land and water. Integration of fish with rice
farming improves diversification, intensification, productivity and
sustainability. Rice-fish farming is also being regarded as an important
approach to integrated pest management (IPM).
Antara makhluk hidup satu dengan yang lain akan selalu terjadi
interaksi. Ekosistem tersusun atas komponen-komponen yang saling
berinteraksi satu dengan yang lainnya. Komponenitu membentuk satuan-
satuan organisme kehidupan. Antara individu yang satu dengan lainnya
dalam satu daerah akan membentuk populasi. Selanjutnya, antara populasi
yang satu dengan yang lainnya dalam satu daerah akan terjadi interaksi
membentuk komunitas. Selanjutnya, komunitas ini juga akan selalu
beriteraksi dengan tempat hidupnya. Misalnya, rumput hidup di tanah,
belalang hidup di rerumputan, dan ikanikan hidup di air.
Hubungan antara makhluk hidup dengan lingkungannya akan
membentuk ekosistem. Kumpulan ekosistem di dunia akan membentuk
biosfer. Urutan satuan-satuan makhluk hidup dalam ekosistem dari yang kecil
sampai yang besar adalah sebagai berikut:
Individu
Populasi
Komunitas
Ekosistem
Biosfer.
Istilah individu berasal dari bahasa Latin individum yang berarti tidak
dapat dibagi. Di dalam ekologi, individu dapat diartikan sebagai sebutan
untuk makhluk tunggal. Beberapa pengertian individu antara lain:
a. Suatu individu selalu menggambarkan sifat tunggal
b. Dalam diri yang tunggal terjadi proses hidup sendiri
c. Proses hidup yang satu dengan lainnya berbeda.
Berikut ini deskripsi individu tanaman padi.
roots are very shallow. These roots are able to make use of the oxygen which
diffuses into the surface layer.
When fields in which a cereal such as wheat is growing are flooded for any
length of time, the plants die. The oxygen concentration of the waterlogged
soil falls rapidly. The root cells are unable to get the oxygen they need in
order to respire. In these conditions they can carry on respiring without
oxygen. This is called anaerobic respiration and results in ethanol being
formed as a waste product. Unfortunately, this substance is poisonous so a
plant can only respire in this way for a short time before the ethanol
concentration builds up and kills it. Cells in the roots of rice plants have been
shown to be extremely tolerant of ethanol, much more so than cells from the
roots of other cereals. They can therefore respire anaerobically for longer
periods. There are two advantages of growing rice in paddy fields. Flooding
brings about chemical changes in the soil which increases the supply of soil
nutrients required by the rice plants. It also reduces weeds. Rice does not
grow well when it has to compete with weeds for the resources that it needs.
2. Populasi Padi
Populasi adalah semua individu sejenis yang menempati suatu
daerah tertentu. Suatu organisme disebut sejenis bila memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. Menempati daerah atau habitat yang sama
b. Mempunyai persamaan bentuk, susunan tubuh, dan aktifitas
9
Sebagai contoh, pada suatu lahan seluas 200 m² terdapat 500 batang
tanaman padi, 100 ekor belalang, 50 ekor jangkrik, 10 batang tanaman
sengon, dan 30 batang tanaman kelapa. Berdasarkan data tersebut maka di
dalam lahan atau daerah tersebut terdapat beberapa populasi, yaitu populasi
padi, populasi belalang, populasi jangkrik, populasi sengon dan populasi
kelapa.
3. Komunitas
Komunitas dapat diartikan sebagai seluruh populasi yang menempati
daerah yang sama. Di daerah tersebut, antar jenis makhluk hidup yang satu
dengan yang lainnya akan terjadi interaksi. Kemudian interaksi itu
membentuk suatu kumpulan, dimana di dalamnya setiap individu menemukan
lingkungan yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Di dalam kumpulan
tersebut terdapat suatu kerukunan untuk hidup bersama, toleransi
kebersamaan, dan hubungan timbal balik yang menguntungkan dan ada pula
yang merugikan.
10
4. Ekosistem Sawah
Ekosistem merupakan tatanan secara utuh dari seluruh unsur
lingkungan hidup yang saling mempengaruhi. Ekosistem juga dapat diartikan
sebagai hubungan timbal balik yang kompleks antara organisme dengan
lingkungannya. Berdasarkan sejarah terbentuknya, ekosistem dapat
dibedakan menjadi tiga, yaitu:
a. Ekosistem Alami, yaitu ekosistem yang terbentuk secara alami,
tanpa adanya pengaruh atau campur tangan manusia. Misalnya,
ekosistem gurun pasir, ekosistem hutan tropis, dan ekosistem
hutan gugur. Setiap ekosistem mempunyai ciri khas. Ciri itu sangat
ditentukan oleh faktor suhu, curah hujan, iklim, dan lain-lain.
b. Ekosistem Buatan, yaitu ekosistem yang sengaja dibuat oleh
manusia. Misalnya, kolam, waduk, sawah, ladang, dan tanam.
Pada umumnya, ekosistem buatan mempunyai komponen biotik
sesuai dengan yang diinginkan pembuatnya. Pada ekosistem
sawah, komponen biotik yang banyak, yaitu padi dan kacang.
c. Ekosistem Suksesi, yaitu ekosistem yang merupakan hasil suksesi
lingkungan yang sebelumnya didahului oleh kerusakan. Pada
11
Jasa-jasa Ekosistem
Humankind benefits from a multitude of resources and processes that are
supplied by natural ecosystems. Collectively, these benefits are known as
ecosystem services and include products like clean drinking water and processes
such as the decomposition of wastes. While scientists and environmentalists have
discussed ecosystem services for decades, these services were popularized and their
definitions formalized by the United Nations 2004 Millennium Ecosystem
Assessment (MA), a four-year study involving more than 1,300 scientists
worldwide. This grouped ecosystem services into four broad categories:
provisioning, such as the production of food and water; regulating, such as the
12
control of climate and disease; supporting, such as nutrient cycles and crop
pollination; and cultural, such as spiritual and recreational benefits.
As human populations grow, so do the resource demands imposed on
ecosystems and the impacts of our global footprint. Natural resources are not
invulnerable and infinitely available. The environmental impacts of
anthropogenic actions, which are processes or materials derived from human
activities, are becoming more apparent – air and water quality are increasingly
compromised, oceans are being overfished, pests and diseases are extending
beyond their historical boundaries, and deforestation is exacerbating flooding
downstream. It has been reported that approximately 40-50% of Earth’s ice-free
land surface has been heavily transformed or degraded by anthropogenic
activities, 66% of marine fisheries are either overexploited or at their limit,
atmospheric CO2 has increased more than 30% since the advent of
industrialization, and nearly 25% of Earth’s bird species have gone extinct in the
last two thousand years.[2] Society is increasingly becoming aware that ecosystem
services are not only limited, but also that they are threatened by human
activities. The need to better consider long-term ecosystem health and its role in
enabling human habitation and economic activity is urgent. To help inform
decision-makers, many ecosystem services are being assigned economic values,
often based on the cost of replacement with anthropogenic alternatives. The
ongoing challenge of prescribing economic value to nature, for example through
biodiversity banking, is prompting transdisciplinary shifts in how we recognize
and manage the environment, social responsibility, business opportunities, and
our future as a species.
Para ahli sepakat bahwa ada empat kategori jasa lingkungan atau jasa
ekosistem:
Provisioning services
• food (including seafood and game), crops, wild foods, and spices
• water
• pharmaceuticals, biochemicals, and industrial products
• energy (hydropower, biomass fuels)
Regulating services
• carbon sequestration and climate regulation
• waste decomposition and detoxification
• purification of water and air
• crop pollination
• pest and disease control
Supporting services
• nutrient dispersal and cycling
• seed dispersal
• Primary production
Cultural services
• cultural, intellectual and spiritual inspiration
• recreational experiences (including ecotourism)
• scientific discovery
13
5. Biosfer
Biosfer kita adalah jumlah semua ekosistem global. Hal ini juga dapat disebut
zona kehidupan di Bumi, sistem tertutup (terpisah dari radiasi matahari dan
kosmik) dan sistem yang mengatur dirinya sendiri. Dari sudut pandang
biophysiologis, biosfer adalah sistem ekologis global yang mengintegrasikan
semua makhluk hidup dan hubungan-hubungannya, termasuk interaksinya
dengan unsur-unsur litosfer, hidrosfer dan atmosfer. Biosfer ini diyakini
telah berevolusi, dimulai dengan proses biogenesis atau biopoesis,
setidaknya sekitar 3,5 miliar tahun yang lalu. Dalam arti yang lebih luas,
biosphere adalah system tertutup, sistem yang mampu mengatur diri sendiri
yang mengandung ekosistem, termasuk ekosistem buatan.
Biosfer dibagi menjadi sejumlah bioma, dihuni oleh beragam flora dan fauna.
Di darat, bioma dipisahkan terutama oleh garis lintang. Bioma terestrial yang
berada di dalam Lingkaran Artik dan Antartika, relatif tidak mengandung
kehidupan tumbuhan dan hewan, sedangkan sebagian besar bioma yang
padat kehidupan berada di dekat khatulistiwa. Organisme terestrial di bioma
beriklim sedang dan bioma Arktik memiliki jumlah total biomasa yang relatif
kecil, neraca energinya lebih kecil, dan mampu beradaptasi terhadap suhu
dingin, termasuk worl-spanning migrasi, adaptasi sosial, homeothermy,
estivation dan lapisan ganda isolasi.
Spesifik Biosfir
When the word is followed by a number, it is usually referring to a specific
system or number. Thus:
1. Biosphere 1, the planet Earth
2. Biosphere 2, a laboratory in Arizona which contains 3.15 acres
(13,000 m²) of closed ecosystem.
3. BIOS-3, a closed ecosystem at the Institute of Biophysics in
Krasnoyarsk, Siberia, in what was then the Soviet Union.
4. Biosphere J (CEEF, Closed Ecology Experiment Facilities), a
experiment in Japan.
Rantai Makanan
adalah hutan, danau, laut, dan padang pasir. Contoh ekosistem buatan
adalah sawah, waduk, kolam, dan akuarium.
Ekosistem Buatan
Ekosistem buatan adalah ekosistem yang diciptakan manusia untuk
memenuhi kebutuhannya. Ekosistem buatan mendapatkan subsidi energi dari
luar, tanaman atau hewan peliharaan didominasi pengaruh manusia, dan
memiliki keanekaragaman rendah. Contoh ekosistem buatan adalah:
Bendungan
Hutan tanaman produksi seperti jati dan pinus
Agroekosistem berupa sawah tadah hujan
Sawah irigasi
Perkebunan sawit
Ekosistem pemukiman seperti kota dan desa
Ekosistem ruang angkasa.
Ekosistem Sawah
1. Budidaya padi sawah (Ing. paddy atau paddy field), diduga dimulai
dari daerah lembah Sungai Yangtse di Tiongkok.
2. Budidaya padi lahan kering, dikenal manusia lebih dahulu
daripada budidaya padi sawah.
3. Budidaya padi lahan rawa, dilakukan di beberapa tempat di Pulau
Kalimantan.
4. Budidaya gogo rancah atau disingkat gora, yang merupakan
modifikasi dari budidaya lahan kering. Sistem ini sukses
diterapkan di Pulau Lombok, yang hanya memiliki musim hujan
singkat.
Hama-hama penting
1. Penggerek batang padi putih ("sundep", Scirpophaga innotata)
2. Penggerek batang padi kuning (S. incertulas)
3. Wereng batang punggung putih (Sogatella furcifera)
4. Wereng coklat (Nilaparvata lugens)
5. Wereng hijau (Nephotettix impicticeps)
6. Lembing hijau (Nezara viridula)
7. Walang sangit (Leptocorisa oratorius)
8. Ganjur (Pachydiplosis oryzae)
9. Lalat bibit (Arterigona exigua)
10. Ulat tentara/Ulat grayak (Spodoptera litura dan S. exigua)
11. Tikus sawah (Rattus argentiventer)
Penyakit-penyakit penting
1. blas (Pyricularia oryzae, P. grisea)
2. hawar daun bakteri ("kresek", Xanthomonas oryzae pv. oryzae)
20
Sistem produksi padi adalah habitat “ephemeral”, dimana padi ditabur dan
dipanen selama 3 sampai 4 bulan. Banyak hama penting tanaman padi adalah
monophagous atau spesies oportunistik yang pada keadaan normal menyebabkan
sedikit kerugian hasil padi dengan keanekaragaman hayati yang tinggi dan jasa
ekosistemnya bagus. Namun demikian, ketika spesies hama, seperti wereng,
menyerang sawah yang rentan dengan biodiversitas yang rendah dan miskin jasa-
jasa ekosistemnya, mereka cenderung meningkatkan populasinya secara
eksponensial menjadi outbreak dan menghancurkan tanaman. Di daratan Cina
setiap tahun, wereng menghancurkan setidaknya satu juta hektar padi (Cheng,
2009) dan pada tahun 2005, ketika musim panas suhunya meningkat, ada sekitar 7.5
juta hektar lahan hancur.
Di Pulau Hainan, sekitar 30.000 hektar lahan setiap tahun diserang oleh
wereng, tapi catatan kerugiannya tidak tersedia. Pada tahun 1960 dan 70-an, ketika
kecukupan beras merupakan tujuan utama secara nasional, kebijakan dan petani
mengadopsi aplikasi pestisida dosis tinggi. Pada saat ini, praktek-praktek tersebut
masih merajalela di Cina dan di pulau Hainan. Penelitian di IRRI telah menunjukkan
bahwa semprotan insektisida secara rutin memiliki keuntungan ekonomi yang
sangat sedikit, tetapi dampak negatifnya snagat besar terhadap biodiversitas
arthropoda, rantai makanan, dan jasa-jasa ekosistem; yang menhgakibatkan
munculnya wabah wereng dan munculnya resistensi insektisida. Fungsi penting dari
biodiversitas dan jasa-jasa ekosistem belum dikenali atau diteliti atau dibahas di
universitas dan sudah pasti tidak diperhitungkan dalam kebijakan pertanian. Telah
terbukti bahwa kalau beban insektisida dikurangi, keanekaragaman hayati
arthropoda dan jasa-jasa ekosistem dapat dipulihkan (Heong et al., 2007).
Tanah sawah adalah salah satu sumber antropogenik gas metan yang sangat
penting. Gas Metana diproduksi secara anaerob setelah penggenangan tanah
sawah, baik dari asetat atau hidrogen / karbon dioksida sebagai substrat.
Mikroorganisme metanotropik mengoksidasi metana menjadi karbondioksida
dengan adanya molekul oksigen di zona akar atau pada bidang singgung udara
/ air, sehingga dapat mengurangi emisi metana ke atmosfer. Kuantifikasi
produksi metana dalam inkubasi lumpur-tanah di laboratorium berpotensi
untuk terjadi bias. Oleh karena itu, tujuan utama dari proyek ini adalah untuk
merancang sebuah alat untuk kuantifikasi produksi metana dan konsumsinya
di zona akar padi. Secara khusus, kajian ini bertujuan untuk mengembangkan
metode kuantifikasi in situ yang memungkinkan untuk menilai efek reaksi-balik
gas metana dalam zona akar padi terhadap emisi gas metana.
23
Irigasi Permukaan
Irigasi Permukaan merupakan sistem irigasi yang menyadap air
langsung di sungai melalui bangunan bendung maupun melalui
bangunan pengambilan bebas (free intake) kemudian air irigasi
dialirkan secara gravitasi melalui saluran sampai ke lahan pertanian.
Di sini dikenal saluran primer, sekunder dan tersier. Pengaturan air ini
dilakukan dengan pintu air. Prosesnya adalah gravitasi, tanah yang
tinggi akan mendapat air lebih dulu.
26
Irigasi Lokal
Sistem ini air distribusikan dengan cara pipanisasi. Di sini juga berlaku
gravitasi, di mana lahan yang tinggi mendapat air lebih dahulu.
Namun air yang disebar hanya terbatas sekali atau secara lokal.
Irigasi dengan Penyemprotan
Penyemprotan biasanya dipakai penyemprot air atau sprinkle. Air
yang disemprot akan seperti kabut, sehingga tanaman mendapat air
dari atas, daun akan basah lebih dahulu, kemudian menetes ke akar.
Untuk penggunaan air yang efisien, irigasi tetes merupakan salah satu
alternatif. Misal sistem irigasi tetes adalah pada tanaman cabai.
28
Daftar Pustaka
Andrewartha, H.G. and L.C. Birch. 1984. The ecological. The University of
Chicago. 505 pp.
Anwar, A., and A. Pakpahan. 1990. The Problem of Sawah-Land Conversion
to Non-Agricultural Uses in Indonesia. Indonesian Journal of Tropical
Agriculture 1(2):101-108.
Arifin, M., I.B.G. Suryawan, B.H. Priyanto dan A. Alwi. 1997. Diversitas
artropoda pada berbagai teknik budidaya padi di Pemalang, Jawa
Tengah. Penelitian Pertanian Puslitbangtan 15 (2): 5-12.
Baehaki, S.E. 1991. Peranan musuh alami mengendalikan wereng coklat.
Prosiding Seminar Sehari Tingkat Nasional. Fakultas Pertanian
Universitas Jenderal Sudirman. hlm. 1-9.
Balvanera, P. C. Kremen, and M. Martinez. 2005. Applying community
structure analysis to ecosystem function: examples from pollination
and carbon storage. Ecological Applications 15: 360-375.
Balvanera, P., G.C. Daily, P.R. Ehrlich, T.H. Ricketts, S.Bailey, S. Kark, C.
Kremen and H. Pereira. 2001. Conserving biodiversity and ecosystem
services. Science 291: 2047.
Berg, H. (2002). Rice monoculture and integrated rice-fish farming in the
Mekong delta, Vietnam - economic and ecological considerations.
Ecological Economics 41:95-107.
Callaghan, J.R. 1992. Land use: The interaction of economics, ecology and
hydrology. Chapman & Hall. London.
Campbell, Neil A.; Brad Williamson; Robin J. Heyden (2006). Biology:
Exploring Life. Boston, Massachusetts: Pearson Prentice Hall.
ISBN 0-13-250882-6. http://www.phschool.com/el_marketing.html.
Chan, K.M.A., M.R. Shaw, D.R. Cameron, E.C. Underwood and G.C. Daily.
2006. Conservation planning for ecosystem services. PLoS Biology 4:
2138-2152.
Cheng, J.A. 2009. Rice planthopper problems and relevant causes in China.
Pp 157-178. In Heong KL, Hardy B, editors. 2009. Planthoppers: new
threats to the sustainability of intensive rice production systems in
Asia. Los Baños (Philippines): International Rice Research Institute.
Chichilnisky, G. and G. Heal. 1998. Economic returns from the biosphere.
Nature 391: 629-630.
Chiu, S.C. 1979. Biological control of the brown planthopper, Nilaparvata
lugens Stal. In brown planthopper Threat to Rice Production in Asia.
IRRI, Los Banos, Laguna, Philippines. 335-356.
Cicerone, R.J. and J.D. Shetter. 1983. Sources of atmospheric methane:
measurement in rice paddies and a discussion. J. Gheophys. Res.86:
7203-7209.
Daily, G.C. 1997. Nature’s Services: Societal Dependence on Natural
Ecosystems. Island Press, Washington. 392pp.
Daily, G.C. 2000. Management objectives for the protection of ecosystem
services. Environmental Science & Policy 3: 333-339.
Daily, G.C., T. Söderqvist, S. Aniyar, K. Arrow, P. Dasgupta, P.R. Ehrlich, C.
Folke, A. Jansson, B. Jansson, N. Kautsky, S. Levin, J. Lubchenco, K.
32
Stern, V.M., R.F. Smith, R Van den Bosch and K.S. Hagen. 1959. The
integration of chemical and biological control of spotted alfalfa aphid.
Hilgardia 29 (2); 81-101.
Suharsih, P. Setyanto, A. Wihardjaka, dan A.K. Makarim. 1998. Emisi gas
metan dari berbagai sistem pengaturan air pada lahan sawah.
Laporan Tahunan. Loka Penelitian Tanaman Pangan Jakenan.
Suharsih, P. Setyanto, A. Wihardjaka, dan A.K. Makarim. 1999. Pengaruh
rejim air tanah terhadap besarnya emisi gas metan pada lahan sawah.
Laporan Tahunan. Loka Penelitian Tanaman Pangan Jakenan.
Sumaryanto dan R.T. Suhaeti. 1999. Assessment of losses related to
irrigated low land conversion. dalam: I.W. Rusastra, dkk (eds).
Dinamika Inovasi Sosial Ekonomi dan Kelembagaan Pertanian. Buku
I. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian.
Sumaryanto, Hermanto, dan E. Pasandaran. 1996. Dampak alih fungsi lahan
sawah terhadap pelestarian swasembada beras dan sosial ekonomi
petani. dalam: Hermanto, dkk (eds). Prosiding Lokakarya: Persaingan
Dalam Pemanfaatan Sumberdaya Lahan dan Air. Pusat Penelitian
Sosial Ekonomi Pertanian dan Ford Fondation.
Supriyadi, S. Mangundihardjo dan E. Mahrub. 1992. Kajian Ekologi laba-laba
srigala, Lycosa pseudoannulata Boes. et. Str. pada lahan padi.
Kumpulan Abstrak Kongres Entomologi IV, Yogyakarta, 28-30
Januari. hlm 91.
Sutono, S., H. Kusnadi, dan M.S. Djunaedi. 2001. Pendugaan erosi pada
lahan sawah dan lahan kering Sub DAS Citarik dan DAS Kaligarang.
Dalam: Fahmuddin Agus, dkk (eds). Prosiding Seminar Nasional
Multifungsi Lahan Sawah. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanah dan Agroklimat.
Tala’ohu, S.H., F. Agus, dan G. Irianto. 2001. Hubungan perubahan
penggunaan lahan dengan daya sangga air Sub DAS Citarik dan DAS
Kaligarang. Dalam: Fahmuddin Agus, dkk (eds). Prosiding Seminar
Nasional Multifungsi Lahan Sawah. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanah dan Agroklimat.
Tala’ohu, S.H., S. Sutono, dan F. Agus. 2003. Daya sangga air lahan
pertanian terhadap banjir dan nilai replacement cost di DAS Citarum.
Makalah Seminar Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan
Agroklimat.
Tarigan, S.M. dan N. Sinukaban. 2001. Peran sawah sebagai filter sedimen:
studi kasus di DAS Way Besai, Lampung. Dalam: Fahmuddin Agus,
dkk (eds). Prosiding Seminar Nasional Multifungsi Lahan Sawah.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat.
Tilman, D., C.L. Lehman, and C.E. Bristow. 1998. Diversity-stability
relationships: statistical inevitability or ecological consequence? The
American Naturalist 151: 277-282.
Untung, K. 1992. Konsep dan strategi pengendalian hama terpadu. Makalah
Simposium Penerapan PHT. PEI Cabang Bandung. Sukamandi, 3-4
September 1992. 17 hlm.
Van Emden, H.P. 1976. Pest control and its ecology. Edward Arnold. 59 p.
37