Anda di halaman 1dari 6

MODEL DAN STRATEGI PEMBELAJARAN

SUPER BRAIN
Posted on 1E1230820110 by newbyz

A. Konsep Metode Pembelajaran Super Brain

Metode Pembelajaran Super Brain menjelaskan tentang bagaimana merancang kegiatan


pembelajaran yang melibatkan semua komponen otak. Yaitu: otak emosional, otak sosial,
otak kognitif, otak kinestetik dan otak reflektif.
Menurut Barbara K. Given:
a. Otak emosional berperan dalam membangkitkan hasrat belajar
b. Otak sosial berperan dalam membangun visi untuk melihat apa yang mungkin (peluang)
c. Otak kognitif berperan dalan menumbuhkan niat untuk mengembangkan pengetahuan dan
kecakapan
d. Otak kinestetik berperan dalam mendorong tindakan untuk mengubah mimpi/ide menjadi
kenyataan
e. Otak reflektif berperan dalam mendorong berpikir tingkat tinggi yang akan membuahkan
kebijakan yang membuat seorang pembelajar mampu dan mau berfikir yang senantiasa
mengingat dan mengagungkan kebesaran Tuhannya.
Dalam Metode Pembelajaran Super Brain disebutkan bahwa semua pengetahuan pasti ada
manfaatnya, karena itu jangan pernah menyesal dengan apa yang pernah kita pelajari atau
kita baca. Karena suatu saat akan bermanfaat.
Postulat lain menyebutkan bahwa tidak ada sesuatu yang benar-benar baru. Tetapi hanya ada
kombinasi-kombinasi baru sehingga ditemukanlah ide baru. Karena itu peserta didik perlu
diajari untuk tidak pernah berhenti berfikir. Karena berfikir merupakan proses menyimpan
informasi. Semakin banyak otak digunakan untuk berfikir, semakin banyak informasi yang
disimpan karena kapasitas otak tidak terbatas.
Pada anak usia dini, fase membangun pondasi struktur otak mempunyai dampak permanent.
Karena itu semua pengalaman usia dini memegang peran penting dalam membangun pondasi
dan semua kemampuan otak anak itu.

Adapun menurut McClean, proses evaluasi mengacu pada tiga bagian otak manusia, yaitu:

a. Otak besar (Neokorteks) yang memiliki fungsi utama untuk berbahasa, berfikir, belajar,
memecahkan masalah, merencanakan dan mencipta
b. Otak tengah (sistem limbik) berfungsi untuk interaksi sosial, emosional, dan ingatan
jangka panjang
c. Otak kecil (otak reptil) berfungsi untuk bereaksi, naluriah, mengulang, mempertahankan
diri, dan ritualis.

Apabila lingkungan kaya dengan beragam stimulasi positif, maka semua potensi anak yang
positif juga akan berkembang secara optimal. Sebaliknya apabila lingkungan berstimulasi
negative, maka potensi anak tidak berkembang secara positif, bahkan bisa memicu
stress.Anak yang mengalami stress akan lebih menstimulasi bagian otak yang merespon
untuk bertahan dan menyelamatkan diri. Bagian otak reptile akan terus distimulasi dan
menjadi dominan, sementara bagian otak konteks tidak diaktifkan, sehingga anak pada masa
dewasa tidak memiliki kemampuan berfikir dan mengontrol emosi secara baik.
B. Alasan Menggunakan Metode Pembelajaran Super Brain

Sebagai metode baru, Metode Pembelajaran Super Brain cocok untuk diterapkan oleh para
pendidik dalam KBM (kegiatan belajar mengajar), diantara beberapa alasannya adalah
sebagai berikut:
1. Dapat memberikan perubahan mendasar sebagai hasil dari kegiatan pembelajaran.
Pembelajaran tidak saja menjadi sangat efektif, tapi juga hampir seluruh potensi yang
dimiliki peserta didik akan tergarap dan terbangkitkan secara lebih optimal.
2. Meminimalisir adanya perkembangan emosi negatif, perlu diketahui bahwasannya
kurangnya stimulasi dan eksplorasi terhadap otak anak akan menghambat perkembangannya.
Hal ini dibuktikan pada hewan yang dipelihara dikebun binatang memiliki otak 20% sampai
30% lebih kecil dibandingkan dengan hewan yang dipelihara di alam liar.
3. Menjadikan karakter anak semakin kuat. Dalam membentuk karakter anak, otak kiri dan
otak kanan bekerja seimbang. Otak kanan akan menyatukan perasaan benar/salah yang
merupakan domain otak kanan, dengan pengetahuan baik dan buruk yang merupakan domain
otak kiri.
4. Peserta didik mampu merekam dan menyimpan informasi dengan baik.
5. Pendidik dapat memperbaiki dan melejitkan kualitas pendidikan.
6. Dapat dijadikan rujukan dalam membuat kurikulum.

C. Strategi Metode Pembelajaran Super Brain

Pembelajaran dengan berorientasi kepada upaya pemberdayaan potensi peserta didik ada tiga
strategi utama yang dapat dikembangkan dalam implementasi metode super brain. Pertama,
menciptakan lingkungan belajar yang menantang lingkungan berfikir peserta didik. Kedua,
menciptakan lingkungan pembelajaran yang menyenangkan. Dengan cara menhindari situasi
pembelajaran yang membuat peserta didik merasa tidak nyaman dan tidak senang terlibat
didalamnya. Ketiga, menciptakan situasi pembelajaran yang aktif dan bermakna bagi peserta
didik. Peserta didik sebagai pembelajar dirangsang melalui kegiatan pembelajaran untuk
dapat membangun pengetahuan mereka. Sedangkan pendidik berusaha membangun situasi
pembelajaran yang memungkinkan seluruh peserta didik beraktifitas secara optimal.

D. Aplikasi Metode Pembelajaran Super Brain

Dalam Metode Pembelajaran Super Brain pendidik sering memberikan soal-soal materi
pelajaran yang menfasilitasi kemampuan berfikir peserta didik dari mulai tahap pengetahuan
(knowledge) sampai tahap evaluasi. Soal-soal pelajaran dikemas seatraktif dan semenarik
mungkin misalnya melalui teka-teki, simulasi games, dan sebagainya, agar peserta didik
dapat terbiasa untuk mengembangkan kemampuan berfikirnya dalam konteks pemberdayaan
potensi otak siswa.
Selain itu, bisa juga dengan melakukan pembelajaran diluar kelas pada saat tertentu. Untuk
pembelajaran dalam kelas diiringi dengan musik yang di desain secara cepat sesuai
kebutuhan dikelas, serta melakukan kegiatan pembelajaran dengan diskusi kelompok yang
diselingi dengan permainan-permainan menarik.
Disamping itu, bisa mengunakan anggota tubuh untuk merangsang kerja otak. Misalnya mata
peserta didik digunakan untuk membaca dan mengamati, tangan peserta didik bergerak untuk
menulis, kaki peserta didik bergerak untuk mengikuti permainan dalam pembelajaran dan
mulut peserta didik aktif bertanya dan berdiskusi.
Metode Pembelajaran Super Brain dapat dipraktekkan dan dikembangkan diruang kelas
sekolah kita. Semua itu tergantung pada kemauan dan kemampuan pendidik dalam
mereformasi pengembangan-pengembangan baru dunia pendidikan ditataran praktis.

Penerapan Brain Base Learning di Dalam Kelas


Dalam menerapkan pendekatan Brain Based Learning (BBL), ada beberapa hal yang harus
diperhatikan karena akan sangat berpengaruh pada proses pembelajaran, yaitu lingkungan,
gerakan dan olahraga, musik, permainan, peta pikiran (mind map), dan penampilan guru.
Berdasarkan hal tersebut, strategi pembelajaran utama yang dapat dikembangkan dalam
implementasi Brain Based Learning (Sapa’at, 2009) diantaranya adalah sebagai berikut.
Pertama, menciptakan lingkungan belajar yang menantang kemampuan berpikir siswa.
Dalam setiap kegiatan pembelajaran, sering-seringlah guru memberikan soal-soal materi
pelajaran yang memfasilitasi kemampuan berpikir siswa dari mulai tahap pengetahuan
(knowledge) sampai tahap evaluasi menurut tahapan berpikir berdasarkan Taxonomy Bloom.
Soal-soal pelajaran dikemas seatraktif dan semenarik mungkin misalnya melalui teka-teki,
simulasi games, tujuannya agar siswa dapat terbiasa untuk mengembangkan kemampuan
berpikir dalam konteks pemberdayaan potensi otak siswa.
Kedua, menciptakan lingkungan pembelajaran yang menyenangkan. Hindarilah situasi
pembelajaran yang membuat siswa merasa tidak nyaman dan tidak senang terlibat di
dalamnya. Lakukan pembelajaran di luar kelas pada saat-saat tertentu, iringi kegiatan
pembelajaran dengan musik yang didesain secara tepat sesuai kebutuhan di kelas, lakukan
kegiatan pembelajaran dengan diskusi kelompok yang diselingi dengan permainan-permainan
menarik, dan upaya-upaya lainnya yang mengeliminasi rasa tidak nyaman pada diri siswa.
Howard Gardner dalam buku Quantum Learning karya De Porter, Bobbi, & Mike Hernacki
menyatakan bahwa seseorang akan belajar dengan segenap kemampuan apabila dia menyukai
apa yang dia pelajari dan dia akan merasa senang terlibat di dalamnya.
Ketiga, menciptakan situasi pembelajaran yang aktif dan bermakna bagi siswa (active
learning). Siswa sebagai pembelajar dirangsang melalui kegiatan pembelajaran untuk dapat
membangun pengetahuan mereka melalui proses belajar aktif yang mereka lakukan sendiri.
Bangun situasi pembelajaran yang memungkinkan seluruh anggota badan siswa beraktivitas
secara optimal, misal mata siswa digunakan untuk membaca dan mengamati, tangan siswa
bergerak untuk menulis, kaki siswa bergerak untuk mengikuti permainan dalam
pembelajaran, mulut siswa aktif bertanya dan berdiskusi, dan aktivitas produktif anggota
badan lainnya. Merujuk pada konsep konstruktivisme pendidikan, keberhasilan belajar siswa
ditentukan oleh seberapa mampu mereka membangun pengetahuan dan pemahaman tentang
suatu materi pelajaran berdasarkan pengalaman belajar yang mereka alami sendiri.
Ketiga strategi utama dalam penerapan Brain Based Learning tersebut hendaknya bisa
diselaraskan dengan semua tahapan dalam pembelajaran Brain Based Learning. Penerapan
Brain Based Learning menjadikan guru menggunakan strategi pembelajaran yang berdasar
kepada pengoptimalan potensi otak. Hal yang bisa dilakukan seorang guru ketika proses
belajar mengajar dengan menggunakan tahap-tahap Brain Based Learning (BBL) adalah:
1. Pra-Pemaparan
Memberikan pengantar atau ulasan tantang topik baru yang akan disampaikan, bisa dengan
memajangnya pada papan pengumuman atau disampaikan secara lisan. Hal ini sebagai
bertujuan untuk membuat koneksi pada otak tentang informasi baru yang akan didapat siswa.
2. Persiapan
Menghadirkan siswa dalam lingkungan pembelajaran yang menyenangkan. Guru tidak hanya
memanfaatkan ruangan kelas untuk belajar siswa, tetapi juga tempat-tempat lainnya, seperti
di taman, di lapangan bahkan diluar kampus. Guru harus menghindarkan situasi pembelajaran
yang dapatmembuat siswa merasa tidak nyaman, mudah bosan atau tidak senangterlibat di
dalamnya dan dapat menciptakan suasana yang menggairahkansiswa dalam belajar.
3. Akuisisi
Hal-hal yang bisa dilakukan dalam tahap akuisisi diantaranya adalah sebagai berikut.
a) Menyajikan pembelajaran yang menarik dan berkesan bagi
siswa denganmenggunakan visualisasi dan warna. Contohnya: Jika ingin siswamemahami
tentang bangun ruang, maka ajaklah siswa mengamati berbagai model bangun ruang atau
benda-benda di lingkungan sekitar yang berbentuk bangun ruang. Setelah kegiatan tersebut,
siswa kemudian diminta untuk menggambar bangun ruang tersebut semenarik mungkin
dengan ditambah berbagai warna sesuai dengan kreativitas siswa. Rangsanglah siswa
untuk berkreatifitas membuat gambar bangun ruang tanpa harus terpaku dengan contoh yang
diberikan oleh guru. Dengan demikian jika siswa sudah membayangkansebuah bangun ruang
dan dapat menggambarkan kembali, maka konsep mengenai bangun ruang sudah
tertanam pada otak kanan siswa. Dan jika suatu saat ditanyakan serta diminta untuk
menggambar bangun ruang lagi siswa masih bisa melakukannya. Inilah yangdisebut sebuah
“memori jangka panjang”. Otak akan mengingat informasi enam kali lebih efektif jika secara
jika secara memdukan keaktifan antara otak kiri dan otak kanan.
b) Menghadirkan gambar-gambar hidup yang konkret dalam
pembelajaran. Hal ini senada dengan pendapat Fiske dan Taylor (Jensen,2008:91) bahwa
media yang paling baik untuk memasukkan informasi adalahdengan gambar hidup yang
konkret. Contohnya: untuk membelajarkan siswa mengenai konsep kecepatan, siswa bisa
diajak untuk menonton video tentang berbagai kegiatan manusia yang berhubungan dengan
kecepatan. Dengan begitu, materi yang disampaikan menjadi lebih konkret dan mudah
dipahami siswa. Yang tidak kalah penting, suatu objek gambar hidup dapat merangsang
aktifnya otak kiri dan otak kanan.
4. Elaborasi
Hal-hal yang bisa dilakukan dalam tahap elaborasi diantaranya adalah sebagai berikut.
a) Ajarkan siswa mencatat secara kreatif dengan peta
pikiran(mind maping). Peta pikiran adalah suatu cara mencatat kreatif yang dapatmelatih otak
kanan. Catatan yang biasa dibuat secara urut rapi, teratur dari atas ke bawah sesuai aturan
yang sudah menjadi kebiasaan berpuluh-puluh tahun, ternyata hanya melatih otak kiri saja.
Siswa sering tidak mampu memahami catatannya untuk jangka panjang. Tetapi jika catatan
dibuat sendiri secara kreatif oleh siswa dengan cara membuat konsep utama pada tengah
halaman buku, kemudian dari konsep utama tersebut dibuat cabang dan ranting yang makin
ke ujung memuat konsep yang lebih detail.Sehingga siswa dapat lebih memahami isi
keseluruhan materi pelajaran dan mengetahui hubungan antar konsep-konsep. Yang perlu
diingat dalam merancang sebuah peta pikiran (mind maping) adalah menambahkan
gambar dan warna-warna menarik pada tiap cabang atau ranting konsep.
b) Melakukan eksperimen atau bermain peran. Contohnya: untuk
melatih siswa dalam menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan pecahan, siswa bisa
diajak untuk bermain peran (drama) yang memuat unsur-unsur mengenai permasalahan
pecahan dalam kehidupan sehari-hari. Selain mengasah kemampuan otak kiri siswa dalam
menyelesaikan permasalahan mengenai pecahan, cara seperti itu juga bisa melatih
kemampuan otak kanan siswa dalam bidang seni.
5. Formasi Memori
Hal-hal yang bisa dilakukan dalam tahap formasi memori diantaranya adalah sebagai berikut.
a) Membangkitkan gelombang alpha otak siswa. Gelombang alpha ini adalah
cara untuk mengaktivasi otak tengah. Gelombang otak siswa yang cocok untuk menangkap
informasi adalah bila otak siswa berada pada gelombang alpha. Pada panjang gelombang ini
siswa terfokus untuk mendengarkan,memperhatikan pelajaran atau berkonsentrasi sehingga
apa yang telah di pelajari pada suatu hari masih tetap ada pada hari sesudahnya. Konsentrasi
ini ditandai oleh membesarnya pupil mata siswa. Untuk itu, ciptakan suasana menyenangkan
bagi siswa. Jika siswa sulit berkonsentrasi maka selingi pembelajaran dengan permainan-
permainan singkat yangmemotivasi siswa. Perlu juga pengaturan jadwal yang tepat seperti
tidak tidak menempatkan materi yang sulit di siang hari dimana pada waktu itu gelombang
otak siswa sudah berada gelombang beta. Pada saat itu,siswa sulit menerima informasi.
Anjurkan pada siswa untuk memanfaatkan jam belajar antara jam tujuh sampai jam sembilan
malam, dimana pada saat itu umumnya gelompang otak juga dalam posisi gelombang alpha.
b) Menggunakan musik dalam pembelajaran. Menurut Robert Monroe
(dalam Jensen, 2008: 384) musik yang menggunakan tempo frekuensi dan pola- pola ritmik
spesifik bisa membantu dalam meningkatkan konsentrasi, pembelajaran, dan memori.
6. Verifikasi
Memberikan beberapa soal pemecahan masalah yang berkaitan dengan materi yang
dibelajarkan kepada siswa. Hal ini untuk mengecek apakah siswa sudah paham dengan materi
yang telah dipelajari atau belum. Hasil evaluasi kemudian diumumkan kepada siswa agar
mereka mengetahui dirinya sudah memahami materi atau belum dan sebagai bekal untuk
melakukan perbaikan. 7. Integrasi Fungsional Mengajak siswa untuk mengaplikasikan
informasi yang didapatnya dalam kehidupan sehari-hari dan bisa menyampaikan informasi
tersebut kepadaorang lain. Berikan kesadaran pada siswa bahwa aktivitas manusia tidak bisa
terlepas dari matematika.
Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Brain Based
Learning (BBL) dalam pembelajaran matematika diharapkan dapat memberikan kesempatan
pada siswa untuk mengasah kemampuan berpikir, khususnya kemampuan berpikir matematis,
termasuk kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi. Oleh karena itu, pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning (BBL) dalam pembelajaran
matematika memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasah kemampuan koneksi
matematis. Dengan kemampuan koneksi matematis yang baik siswa dapat lebih memahami
tentang konsep abstrak dalam matematika. Dengan demikian, kesulitan siswa dalam
mempelajari matematika dapat dikurangi sehingga dapat dengan mudah mengaplikasikan
pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari.

V. Teori Belajar yang Mendukung Model Pembelajaran Brain Based


Learning (BBL).

Teori atau landasan filosofis yang mendukung model BBL, diantaranya yaitu aliran
psikologi tingkah laku (behaviorisme) dan pendekatan pembelajaran matematika berdasarkan
paham konstruktivisme.
1. Aliran Psikologi Tingkah Laku (Behaviorisme)
Tokoh-tokoh aliran psikologi tingkah laku diantaranya adalah David Ausubel, Edward
L. Thorndike dan Jean Piaget. Teori Ausubel (Ruseffendi, 1988: 172) terkenal dengan belajar
bermakna dan pentingnya pengulangan sebelum belajar dimulai. Teori Thorndike (Hudoyo,
1988: 12) diantaranya mengungkapkanthe law of exercise (hukum latihan) yang dasarnya
menunjukkan bahwa hubungan stimulus dan respon akan semakin kuat manakala terus-
menerus dilatih dan diulang, sebaliknya hubungan stimulus respon akan semakin lemah
manakala tidak pernah diulang. Jadi semakin sering suatu pelajaran diulang, maka akan
semakin dikuasai pelajaran itu. Sedangkan teori Piaget (Ruseffendi, 1988: 132-133)
mengungkapkan:
1. Perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu terjadi dengan
urutan yang sama.
2. Tahap-tahap itu didefinisikan sebagai kluster dari operasi-operasi mental (pengurutan,
pengekalan, pengelompokan, pembuatan hipotesis, penarikan kesimpulan) yang
menunjukkan adanya tingkah laku intelektual.
3. Gerak melalui tahap-tahap itu dilengkakan oleh keseimbangan yang menguraikan interaksi
antara pengalaman (asimilasi) dan struktur kognitif yang timbul.
2. Aliran Konstruktivisme
Pendekatan paham konstruktivisme mengungkapkan bahwa pemecahan masalah itu
lebih mengutamakan kepada proses daripada kepada hasilnya (output). Guru bukan hanya
sebagai pemberi jawaban akhir atas pertanyaan siswa, melainkan mengarahkan mereka.1

1
http://irenatasya.blogspot.co.id/2013/11/brain-based-learning.html 07-04-2017 11.12

Anda mungkin juga menyukai