Anda di halaman 1dari 19

Bagian Ilmu Kesehatan Anak Referat Respirasi/Alergi

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
4

LARINGOMALACIA

Disusun oleh:
Dedy Sutriyatno
1710029011

Pembimbing:
dr. William S. Tjeng, Sp. A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
JANUARI 2018

i
Referat Respirasi/Alergi

LARINGOMALACIA

Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian stase Anak


DEDY SUTRIYATNO
1710029011

Menyetujui,

dr. William S. Tjeng, Sp. A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
JANUARI 2018

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan Referat tentang “Laringomalacia”. Referat ini
disusun dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di Laboratorium Ilmu Anak Rumah
Sakit Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan
terima aksih kepada :
1. dr. Ika Fikriah, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Samarinda.
2. dr. Soehartono, Sp.THT-KL, selaku Ketua Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
3. dr. Hendra, Sp. A, sebagai Kepala Laboratorium Ilmu Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Mulawarman.
4. dr. William S. Tjeng, Sp.A, selaku dosen pembimbing referat.
5. dr. Tjan Kok Ming, Sp.A, selaku dosen pembimbing klinik selama penulis di
stase Ilmu anak.
6. Seluruh pengajar yang telah mengajarkan ilmunya kepada penulis hingga
pendidikan saat ini.
7. Rekan sejawat dokter muda stase Ilmu Anak angkatan 2017/2018 yang telah
bersedia memberikan saran dan mengajarkan ilmunya pada penulis.
8. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis.
Penulis menyadari terdapat ketidaksempurnaan dalam referat ini, sehingga
penulis mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnaan. Akhir kata, semoga
dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.

Samarinda, Januari 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 3
2.1 Definisi ..................................................................................................... 3
2.2 Epidemiologi ............................................................................................ 3
2.3 Etiologi ..................................................................................................... 3
2.4 Patofisiologi.............................................................................................. 4
2.5 Klasifikasi ................................................................................................. 5
2.6 Diagnosis Banding ................................................................................. 11
2.7 Penatalaksanaan ...................................................................................... 12
2.8 Prognosis ................................................................................................ 13
BAB 3 KESIMPULAN ......................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 15

iv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Laringomalasia adalah kelainan kongenital pada laring berupa flaksiditas
dan inkoordinasi kartilago supraglotik dan mukosa aritenoid, plika ariepiglotik dan
epiglotis, sehingga terjadi kolaps dan obstruksi saluran napas yang menimbulkan
gejala utama berupa stridor inspiratoris kronik pada bayi dan anak. Laringomalasia
pertama kali diperkenalkan oleh Jackson pada tahun 1942 sebagai kelainan
kongenital laring yang paling sering ditemukan. Kelainan ini dapat hadir bersama
dengan trakeomalasia.1,2
Pada penelitian Holinger pada 219 pasien dengan stridor, kelainan
kongenital pada laring menempati urutan pertama (60,3%) dan penyebab tersering
keadaan stridor pada neonatus, bayi dan anak-anak adalah laringomalasia (59,8%).
Kejadian laringomalasia pada laki-laki dua kali lebih banyak daripada perempuan.3
Biasanya, pasien dengan keadaan ini menunjukkan gejala pada saat baru
dilahirkan, dan setelah beberapa minggu pertama kehidupan secara bertahap
berkembang stridor inspiratoris dengan nada tinggi dan kadang kesulitan dalam
pemberian makanan. Laringomalasia merupakan penyakit yang dapat sembuh
sendiri, yang mula-mula terjadi segera setelah kelahiran dan memberat pada bulan
keenam, serta membaik pada umur 12-18 bulan dan dapat bertahan sampai usia 4
tahun atau masa anak-anak.2,3
Dalam persentase yang kecil, keadaan laringomalasia yang berat yang
menimbulkan keadaan apnea, kesulitan makan, gagal tumbuh dan kor pulmonal
akan membutuhkan intervensi bedah untuk penatalaksanaannya. Kesulitan
pemberian makanan sangat mungkin menyebabkan bayi mengalami muntah, lalu
muntahan ini terhirup kedalam saluran napas sehingga terjadi aspirasi pneumonia.
Pneumonia sendiri hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama
pada anak di negara berkembang.2,4

1.2 Tujuan Penulisan

1
1. Menambah ilmu pengetahuan mengenai penyakit yang dilaporkan.
2. Mengkaji ketepatan penegakan diagnosis dan penatalaksanaan terhadap
laringomalasia.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Laringomalasia adalah kelainan kongenital dimana jaringan laring
melunak (voice box) yang berada di atas vocal cords. Kelainan ini merupakan lesi
dinamik yang menyebabkan struktur supraglotis kolaps selama fase inspirasi
sehingga mengakibatkan obstruksi saluran pernapasan. Kelainan ini dianggap
sebagai terlambatnya maturasi dari struktur penyokong dari laring. Laringomalacia
penyebab tersering dari stridor kongenital dan lesi kongenital yang paling sering
terjadi pada laring1.

2.2 Epidemiologi
Laringomalasia diperkenalkan pertama kali oleh Jackson pada tahun
1942. Laringomalasia adalah anomali kongenital pada laring yang paling sering
terjadi. Anak laki-laki dilaporkan mengalami laringomalasia 2 kali lebih sering
daripada anak perempuan. Laringomalasia secara umum merupakan kondisi self-
limiting, akan tetapi dapat mengancam jiwa karena obstruksi jalan nafas yang
ditimbulkannya. Selain itu, laringomalasia juga dapat menyebabkan terjadinya
kor pulmonal dan kegagalan pertumbuhan pada anak. Laringomalasia dan
trakeomalasia merupakan dua kelainan kongenital tersering pada laring (59,8%)
dan trakea (45,7%) neonatus, bayi dan anak yang sering menyebabkan stridor.2

2.3 Etiologi
Penyebab laringomalasia masih belum diketahui, namun banyak teori yang
menjelaskan patofisiologi laringomalasia. Terdapat hipotesis yang dibuat
berdasarkan model embriologi. Epiglotis dibentuk oleh lengkung brakial ketiga
dan keempat. Pada laringomalasia terjadi pertumbuhan lengkung ketiga yang lebih
cepat dibandingkan yang keempat sehingga epiglotis melengkung ke dalam.3,4,5
Secara umum terdapat dua teori patofisiologi laringomalasia, yaitu teori
anatomi dan teori neurogenik. Menurut teori anatomi, terdapat hipotesis bahwa
terjadi abnormalitas kelenturan tulang rawan dan sekitarnya yang menyebabkan

3
kolapsnya struktur supraglotis. Pada kepustakaan disebutkan bahwa kelainan
congenital ini bersifat otosomal dominan.3,4,5
Pada teori neuromuskular, dipercaya penyebab primer kelainan ini adalah
terlambatnya perkembangan kontrol neuromuscular dibanding dengan teori
anatomi. Penyebab neurogenik selanjutnya dihubungkan pula dengan abnormalitas
neurogenik lainnya. Belmont dan Grundfast menemukan 80% dari 30 anak
dengan laringomalasia mempunyai penyakit refluks gastroesofagus (PRGE), 13%
terjadi hipotonia dan 10% mengalami apnea tidur sentral. Mereka menganggap
bahwa disfungsi atau imaturitas dari control neuromuscular yang menjadi akar
penyebab semua kelainan tersebut.3,4,6,8

2.4 Patofisiologi
Laringomalasia dapat terjadi di epiglotis, kartilago aritenoid, maupun pada
keduanya. Jika mengenai epiglotis, biasanya terjadi elongasi dan bagian dindingnya
terlipat. Epiglotis yang bersilangan membentuk omega, dan lesi ini dikenal sebagai
epiglotis omega (omega-shaped epiglottis). Jika mengenai kartilago aritenoid,
tampak terjadi pembesaran. Pada kedua kasus, kartilago tampak terkulai dan pada
pemeriksaan endoskopi tampak terjadi prolaps di atas laring selama inspirasi.
Obstruksi inspiratoris ini menyebabkan stridor inspiratoris, yang terdengar
sebagai suara dengan nada yang tinggi. 7
Matriks tulang rawan terdiri atas dua fase, yaitu fase cair dan fase padat dari
jaringan fibrosa dan proteoglikan yang dibentuk dari rangkaian mukopolisakarida.
Penelitian terhadap perkembangan tulang rawan laring menunjukkan perubahan
yang konsisten pada isi proteoglikan dengan pematangan. Tulang rawan neonatus
terdiri dari kondroitin-4-sulfat dengan sedikit kondroitin-6-sulfat dan hampir
tanpa keratin sulfat. Tulang rawan orang dewasa sebagian besar terdiri dari
keratin sulfat dan kondroitin-6-sulfat. Dengan bertambahnya pematangan, matriks
tulang rawan bertambah, akan menjadi kurang air, lebih fibrosis dan kaku. Bentuk
omega dari epiglotis yang berlebihan, plika ariepiglotik yang besar, dan
perlunakan jaringan yang hebat mungkin ada dalam berbagai tahap pada masing-
masing kasus.3

4
Supraglotis yang terdiri dari epiglotis, plika ariepiglotis dan kartilago
aritenoid ditemukan mengalami prolaps ke dalam jalan napas selama inspirasi.
Laringomalasia umumnya dikategorikan ke dalam tiga tipe besar berdasarkan
bagian anatomis supraglotis yang mengalami prolaps walaupun kombinasi
apapun dapat terjadi. Tipe pertama melibatkan prolapsnya epiglotis di atas glotis.
Yang kedua melipatnya tepi lateral epiglotis di atas dirinya sendiri, dan yang ketiga
prolapsnya mukosa aritenoid yang berlebihan ke dalam jalan napas selama
periode inspirasi.8
Laringomalasia merupakan penyebab tersering dari stridor inspiratoris kronik
pada bayi. Bayi dengan laringomalasia memiliki insidens untuk terkena refluks
gastroesophageal, diperkirakan sebagai akibat dari tekanan intratorakal yang lebih
negatif yang dibutuhkan untuk mengatasi obstruksi inspiratoris. Dengan demikian,
anak-anak dengan masalah refluks seperti ini dapat memiliki perubahan
patologis yang sama dengan laringomalasia, terutama pada pembesaran dan
pembengkakan dari kartilago aritenoid.7

Gambaran Pemeriksaan Fisik Laringomalasia 7

2.5 Klasifikasi
Laringomalasia diklasifikasikan menjadi laringomalasia ringan, sedang dan
berat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penemuan laringoskop.
Laringomalasia dapat terjadi di anterior (epiglottis prolaps ke posterior jalan nafas),
lateral (kartilago kuneiformis atau kartilago kornikulata prolaps ke medial jalan

5
nafas), dan posterior (mukosa yang berlebih pada aritenoid prolaps ke anterior saluran
nafas). Laringomalasia dapat timbul sebagai kombinasi tipe-tipe tersebut.7
Berdasarkan letak prolaps dari struktur supraglotis, Olney dkk
membuat klasifikasi untuk laringomalasia. Laringomalasia umumnya
dikategorikan ke dalam tiga tipe besar berdasarkan bagian anatomis
supraglotis yang mengalami prolaps walaupun kombinasi apapun dapat terjadi.4,7
Tipe pertama melibatkan prolaps dari mukosa kartilago aritenoid yang tumpeng
tindih. Yang kedua memendeknya plika ariepiglotika, dan yang ketiga melekuknya
epiglotis ke arah posterior.4,6

Tipe 1 laringomalasia, yaitu prolaps dari mukosa kartilago aritenoid yang tumpang
tindih4

Tipe 2 laringomalasia, yaitu memendeknya plika ariepiglotika4

6
Tipe 3 Laringomalasia, yaitu melekuknya epiglotis ke arah posterior 4

Gambaran klinis
Tiga gejala yang terjadi pada berbagai tingkat dan kombinasi pada anak
dengan kelainan laring kongenital adalah obstruksi jalan napas, tangis abnormal
yang dapat berupa tangis tanpa suara (muffle) atau disertai stridor inspiratoris serta
kesulitan menelan yang merupakan akibat dari anomali laring yang dapat
menekan esofagus.4
Laringomalasia merupakan suatu proses jinak yang dapat sembuh
spontan pada 70% bayi saat usia 1-2 tahun. Gejala stridor inspirasi
kebanyakan timbul segera setelah lahir atau dalam usia beberapa minggu atau bulan
kemudian. Pada beberapa bayi tidak menimbulkan gejala sampai anak mulai aktif
(sekitar 3 bulan) atau dipresipitasi oleh infeksi saluran nafas. Stridor yang
terjadi bersifat bervibrasi dan bernada tinggi. Stridor akan bertambah berat sampai
usia 8 bulan, menetap sampai usia 9 bulan dan kemudian bersifat intermiten
dan hanya timbul bila usaha bernafas bertambah seperti saat anak aktif, menangis,
makan, kepala fleksi, atau posisi supinasi. Setelah itu keadaan makin membaik.
Rata-rata stridor terjadi selama 4 tahun 2 bulan. Tidak ada korelasi antara lama
berlangsungnya stridor dengan derajat atau waktu serangan.4,8
Stridor dapat disertai dengan retraksi sternum, interkosta, dan
epigastrium akibat usaha pernafasan, dan anak dapat ditemukan dalam keadaan
pektus ekskavatum.7
Masalah makan sering terjadi akibat obstruksi napas yang berat. Penderita
laringomalasia biasanya lambat bila makan yang kadang-kadang disertai muntah

7
sesudah makan. Keadaan ini dapat menimbulkan masalah gizi kurang dan gagal
tumbuh. Berdasarkan pemeriksaan radiologi, refluks lambung terjadi pada 80%
dan regurgitasi pada 40% setelah usia 3 bulan. Masalah makan dipercaya sebagai
akibat sekunder dari tekanan negative yang tinggi di esophagus intratorak pada saat
inspirasi.5,7
Pneumonitis aspirasi dilaporkan terjadi pada 7% anak dengan laringomalasia.
Mekanisme kelainan ini belum jelas, namun mungkin berhubungan dengan tekanan
negative dan masalah makan.4,6
Apne obstruksi tidur (23%) dan apnea sentral (10%) juga ditemukan.
Keadaan hipoksia dan hiperkapnia akibat hipoksia dan hiperkapnia akibat obstruksi
nafas atas yang lama akan berisiko tinggi untuk terjadinya serangan apnea yang
mengancam jiwa dan timbul hipertensi pulmonal, yang dapat menyebabkan kor
pulmonal, aritmia jantung, penyakit paru obstruksi kronis, masalah kognitif dan
personal sebagai akibat sekunder dari laringomalasia.8
Berdasarkan letak prolaps dari struktur supraglotis, Olney dkk membuat
klasifikasi untuk laringomalasia. Klasifikasi ini bertujuan untuk mempermudah
pemilihan teknik operasi supraglotoplasti. Klasifikasinya adalah sebagai
berikut: tipe 1, yaitu prolaps dari mukosa kartilago aritenoid yang tumpang tindih;
tipe 2, yaitu memendeknya plika ariepiglotika; tipe 3, yaitu melekuknya epiglotis
ke arah posterior. Bentuk omega epiglotis tidak selalu menjadi ciri khas karena
ini hanya ditemukan pada 30-50% pasien, dan kebanyakan tidak ditemukan adanya
stridor.4,8

Penegakan diagnosis
Laringomalasia ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang berupa laringoskopi fleksibel dan radiologi. 3,9,11,14
a. Anamnesis
Dari anamnesis dapat kita temukan : 3,4,6,8
- Riwayat stridor inspiratoris diketahui mulai 2 bulan awal kehidupan.
Suara biasa muncul pada minggu 4-6 awal.

8
- Stridor berupa tipe inspiratoris dan terdengar seperti kongesti nasal,
yang biasanya membingungkan. Namun demikian stridornya persisten
dan tidak terdapat sekret nasal.
- Stridor bertambah jika bayi dalam posisi terlentang, ketika
menangis, ketika terjadi infeksi saluran nafas bagian atas, dan pada
beberapa kasus, selama dan setelah makan.
- Tangisan bayi biasanya normal
- Biasanya tidak terdapat intoleransi ketika diberi makanan, namun
bayi kadang tersedak atau batuk ketika diberi makan jika ada refluks
pada bayi.
- Bayi gembira dan tidak menderita.

b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisis ditemukan : 3,4.6.8
- Pada pemeriksaan bayi terlihat gembira dan berinteraksi secara wajar.
- Dapat terlihat takipneu ringan
- Tanda-tanda vital normal, saturasi oksigen juga normal
- Biasanya terdengar aliran udara nasal, suara ini meningkat jika posisi
bayi terlentang
- Tangisan bayi biasanya normal, penting untuk mendengar tangisan
bayi selama pemeriksaan
- Stridor murni berupa inspiratoris. Suara terdengar lebih jelas di
sekitar angulus sternalis

c. Pemeriksaan penunjang
 Laringonskop
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan laring dengan
menggunakan laringoskop serat fiber fleksibel selama periode pernapasan
spontan. Penemuan endoskopik yang paling sering adalah kolapsnya
plika ariepiglotik dan kartilago kuneiform ke sebelah dalam.
Laringoskopi langsung merupakan cara yang terbaik untuk memastikan
diagnosis. Pemeriksaan dilakukan pada anak dalam keadaan sadar

9
dengan posisi tegak melalui kedua hidung tanpa adanya premedikasi.
Bilah laringoskop dimasukkan ke valekula dengan tekanan yang
minimal pada epiglotis untuk menegakkan diagnosis. Pada inspirasi,
struktur sekitar vestibulum, terutama plika ariepiglotik, epiglotis, dan
kartilago aritenoid akan tampak turun ke saluran nafas, disertai stridor
yang sinkron. Visualisasi langsung memperlihatkan epiglotis berbentuk
omega selama inspirasi.3,4,6,8
Melalui pemeriksaan ini, juga dapat dinilai pasase hidung,
nasofaring, dan supraglotis. Pada laringomalasia, pita suara dapat
bergerak dengan baik, namun pada keadaan berat, sulit
memvisualisasikan pita suara akibat kolapnya supraglotis.3,4,6,8
Pemeriksaan laringoskopi fleksibel memiliki beberapa kerugian,
yaitu risiko terlewatkannya diagnosis laringomalasia ringan bila pasien
menangis dan penilaian keadaan subglotis kurang akurat. 3,9,11,14
Olney, dkk membuat kategori kandidat yang sebaiknya dilakukan
laringoskopi dan bronkoskopi. Kriterianya adalah:4,6
1. Bayi dengan gangguan pernapasan berat, gagal tumbuh, mengalami fase
apnea, atau pneumonia berulang.
2. Bayi dengan gejala yang tidak sesuai dengan gambaran
laringomalasia pada laringoskopi fleksibel.
3. Bayi dengan lesi lain di laring.
4. Bayi yang akan dilakukan supraglotoplastis.
Nusbaum dan Maggi melaporkan 68% dari 297 anak dengan
laringomalasia mempunyai kelainan pernafasan lainnya yang ditemukan dengan
bronkoskopi. 3,4,6,8

10
Gambar 8. Laringoskop Langsung 6

 Radiologi
Peran radiologi konvensional posisi anteroposterior dan lateral
pada laringomalasia tidak terlalu banyak membantu karena kelainan
ini merupakan suatu proses dinamik, namun dapat membantu
menyingkirkan penyebab lain 4.
 Pemeriksaan radiologi leher posisi anteroposterior dan lateral
bermanfaat untuk menentukan ukuran adenoidal dan tonsillar,
ukuran dan ketajaman epiglotik, profil retropharyngeal dan
subglottic dan anatomi.
 Foto lateral leher paling baik diambil dengan posisi ekstensi leher
dan saat inspirasi, sehingga jaringan lunak faring tidak
disalahartikan sebagai massa retrofaring. Bila foto diambil saat
inspirasi, maka bergeraknya aritenoid, plika ariepiglotika dan
epiglotis ke inferior dan medial dapat terlihat sebagai
pengembungan dari ventrikel laring dan hipofaring.
 Foto AP dan lateral dada diperlukan untuk mendeteksi adanya
benda asing radioopak atau penyakit paru lain yang menyertai.
Keadaan ini dapat memperlihatkan adanya gambaran air trapping.

2.6 Diagnosis Banding


Setiap kelainan yang menyebabkan obstruksi pada laring diagnosis
banding dari laringomalasia baik akibat kelainan kongenital, infeksi, trauma, benda
asing, tumor, paralisis pita suara, stenosis laring dan trakea.6

11
Laringomalasia didiagnosis banding dengan penyebab stridor inspiratoris lain
pada anak-anak. Antara lain yaitu, hemangioma supraglotik, massa atau adanya
jaringan intraluminal seperti laryngeal web dan kista laring, kelainan akibat trauma
seperti edema dan stenosis supraglotik, maupun kelainan pada pita suara.8

2.7 Penatalaksanaan
Pada lebih dari 99% kasus, satu-satunya pengobatan yang dibutuhkan adalah
waktu. Lesi sembuh secara berkala, dan stridor rata-rata hilang setelah dua tahun.
Stridor mulanya meningkat pada 6 bulan pertama, seiring bertambahnya aliran
udara pernafasan bersama dengan bertambahnya umur. Pada beberapa kasus,
stridor dapat menetap hingga dewasa. Dalam hal ini, stridor baru muncul setelah
beraktifitas berat atau terkena infeksi. Jika bayi mengeluarkan stridor yang lebih
keras dan mengganggu tidur, hal ini dapat diatasi dengan menghindari tempat
tidur, bantal atau selimut yang terlalu lembut, sehingga akan memperbaiki posisi
bayi sehingga dapat mengurangi bunyi. Jika terjadi hipoksemia berat pada bayi
(ditandai dengan saturasi oksigen <90%) maka sebaiknya diberikan tambahan
oksigen. Tidak ada obat- obatan yang dibutuhkan untuk kelainan ini.8
Sebagian besar anak dengan kelainan ini dapat ditangani secara
konservatif. Pada keadaan ini, hal yang dapat dilakukan adalah memberi keterangan
dan keyakinan utnuk menenangkan orang tua pasien tentang prognosis dan tindak
lanjut yang teratur hingga akhirnya stridor menghilang dan pertumbuhan yang
normal dapat dicapai. Jarang terjadi dimana seorang anak memiliki kelainan
yang signifikan sehingga memerlukan operasi. Trakeostomi merupakan
prosedur pilihan untuk laringomalasia berat.4
Supraglotoplasti dapat dilakukan pada kasus-kasus yang lebih ringan.
Berdasarkan klasifikasi Olney terdapat tiga teknik supraglotoplasti yang dapat
dilakukan. Teknik yang dipilih tergantung pada kelainan laringomalasianya. Pada
tipe 1, dimana terjadi prolaps mukosa aritenoid pada kartilago aritenoid yang
tumpang tindih, dilakukan eksisi jaringan mukosa yang berlebihan pada bagian
posterolateral dengan menggunakan pisau bedah atau dengan laser CO2.
Laringomalasia tipe 2 dikoreksi dengan cara memotong plika ariepiglotika yang
pendek yang menyebabkan mendekatnya struktur anterior dan posterior

12
supraglotis. Laringomalasia tipe 3 ditangani dengan cara eksisi melewati ligament
glosoepiglotika untuk menarik epiglottis ke depan dan menjahitkan sebagian dari
epiglottis ke dasar lidah.4,6

Gambar 9. Supraglotoplasti 6

2.8 Prognosis
Prognosis laringomalasia umumnya baik. Biasanya dapat sembuh sendiri,
dan tidak berpengaruh pada tumbuh kembang anak. Pada sebagian besar pasien,
gejala menghilang pada usia dua tahun, sebagian lain pada usia satu tahun. Pada
beberapa kasus, walaupun tanda dan gejala menghilang, kelainan tetap ada. Pada
keadaan seperti ini, biasanya stridor akan muncul saat beraktifitas saat dewasa. 6

13
BAB 3
KESIMPULAN

Laringomalasia adalah kelainan kongenital pada laring berupa


flaksiditas dan inkoordinasi kartilago supraglotik dan mukosa aritenoid, plika
ariepiglotik dan epiglotis, sehingga gejala utama berupa stridor. biasanya terjadi
elongasi dan bagian dindingnya terlipat. Epiglotis yang bersilangan membentuk
omega, dan lesi ini dikenal sebagai epiglotis omega (omega-shaped epiglottis).
Laringomalasia diklasifikasikan menjadi laringomalasia ringan, sedang dan berat
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penemuan laringoskop. satu-satunya
pengobatan yang dibutuhkan adalah waktu. Lesi sembuh secara berkala, dan stridor
rata-rata hilang setelah dua tahun. Stridor mulanya meningkat pada 6 bulan
pertama, seiring bertambahnya aliran udara pernafasan bersama dengan
bertambahnya umur. Pada beberapa kasus, stridor dapat menetap hingga dewasa.
Prognosis laringomalasia umumnya baik. Biasanya dapat sembuh sendiri, dan tidak
berpengaruh pada tumbuh kembang anak. Pada sebagian besar pasien, gejala
menghilang pada usia dua tahun, sebagian lain pada usia satu tahun

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Adams GL, Boies LR, Higler PA. 1997. Boies – Buku Ajar THT. Jakarta:
Penerbit buku kedokteran EGC.
2. Bailey BJ, Calhoun KH. Head and Neck Surgery – Otolaringology,
Volume one, 2nd Edition. Lippincott – Raven Publishers. Philadelphia,
USA.
3. Ballenger JJ. 1 9 9 4 . Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan
Leher, Jilid Satu, Edisi 13. Jakarta: Binarupa Aksara.
4. Lusk RP. 1996. Congenital Anomalies of The Larynx. Dalam Ballenger JJ,

Snow JB. Otolaryngology Head and Neck Surgery 15th Edition. Baltimore:
William & Wilkins; pp 498-501.
5. Tucker HM. 1993. The Larynx, 2nd Edition. Ohio, USA: Thieme Medical
Publishing Division.
6. Bye MR. 1991. Epiglottic cyst: an unusual cause of stridor in an infant.
Pediatric Emergency Care; pp 85-86.
7. Lalwani AK. 2004. Current Diagnosis and Treatment in Otolaringology –
Head and Neck Surgery. New York, USA: Lange Medical Book, Mc Graw-
Hill Company.
8. Cotton RT, Myer CM. 1999. Practical Pediatric Otolaryngology.
Philadelphia: Lippincott-Raven Publisher; pp 497-501.

15

Anda mungkin juga menyukai