Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Diabetes melitus merupakan suatu sindrom metabolik yang ditandai

dengan hiperglikemia kronis, yang dapat menyebabkan komplikasi yaitu

mikroangiopati yang menyebabkan komplikasi pada mata (retinopati), ginjal

(nefropati), saraf (neuropati) dan makroangiopati yaitu terjadinya arterosklerosis

yang mengakibatkan penyakit jantung koroner dan stroke[1]. Berbagai penelitian

epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insiden

dan prevalensi diabetes melitus tipe 2 di berbagai penjuru dunia[2]. Di Amerika

Serikat sebagai negara maju, The Centers for Disease Control and Prevention

(CDC) memperkirakan bahwa 20,8 juta orang, atau 7% dari populasi, menderita

diabetes pada tahun 2005[3]. Di Indonesia World Health Organization (WHO)

memprediksi kenaikan jumlah pasien menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun

2030[2]. Gejala-gejala karakteristik diabetes melitus meliputi kehausan

berlebihan, polyphagia, polyurea, kehilangan berat badan, sering terjadinya bisul,

gatal di anggota badan, dan impotensi[4].

Pengobatan diabetes melitus dapat dilakukan secara medis dengan obat-

obatan modern dan suntikan[5]. Namun penggunaan suntikan insulin sangat tidak

menyenangkan bagi penderita diabetes melitus sedangkan penggunaan obat

antiabetik oral seperti glibenklamid memiliki banyak efek samping[6].

1
Glibenklamid dapat memicu laju absorpsi glukosa gastrointestinal dan

meningkatkan kadar sekresi insulin plasma, bahkan pada saat kadar glukosa

plasma darah berada di bawah ambang sekresi insulin. Hal inilah yang memicu

kelaparan dan pada akhirnya menyebabkan kenaikan berat badan bagi para

pengkonsumsinya[7].

Diabetes melitus juga dapat diatasi dengan pengobatan alami dengan

memanfaatkan tanaman berkhasiat obat[5]. Tanaman berkhasiat obat tersebut

diantaranya adalah mentimun (Cucumis sativus) dan tomat (Solanum

lycopersicum L). Mentimun (Cucumis sativus) mengandung senyawa kimia

kamferol, kuersetin dan isoramnetin[8]. Mentimun bisa dijadikan obat herbal

alternatif untuk mengatasi diabetes, hal ini dikarenakan mentimun mengandung

mineral mangan yang dibutuhkan dalam sintesis insulin alami[9]. Penelitian

sebelumnya menunjukkan bahwa ekstrak etanol C. sativus dapat menurunkan

kadar gula darah mencapai 67 % pada pemberian intraperitonial setelah

pemberian 12 jam serta dapat menurunkan angka Low Density Lipoprotein

(LDL) mencapai 86%[10]. Sedangkan tomat (Solanum lycopersicum L)

mengandung likopen, sodium dan kalium yang dapat meningkatkan sekresi

insulin. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pemberian jus tomat dengan

dosis 12g/Kg BB tikus memiliki efek antihiperglikemia yang ditandai dengan

rata-rata penurunan kadar glukosa darah sebesar 141,33 mg/dl[11]. Berdasarkan

2
penelitian-penelitian tersebut di atas, kombinasi jus keduanya diperkirakan dapat

menghasilkan efek antihihiperglikemia yang optimal.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas pemberian

kombinasi jus mentimun (Cucumis sativus) dan tomat (Solanum lycopersicum L)

terhadap penurunan kadar glukosa darah tikus wistar jantan yang diinduksi

aloksan. Efektifitas penurunan kadar glukosa darah kombinasi jus mentimun dan

tomat tersebut akan dibandingkan terhadap jus tunggalnya dan kontrol positif

berupa metformin. Jus dipilih karena lebih mudah dibuat, praktis, dan untuk

menghindari kerusakan zat aktif dari buah tersebut.

I.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Apakah kombinasi jus mentimun (Cucumis sativus) dan tomat (Solanum

lycopersicum L) sebagai antihiperglikemia memiliki efektifitas yang lebih

baik dibandingkan jus tunggalnya?

2. Apakah kombinasi jus mentimun (Cucumis sativus) dan tomat (Solanum

lycopersicum L) sebagai antihiperglikemia memiliki efek yang lebih baik

dibandingkan kontrol positif (metformin) pada tikus wistar jantan yang

diinduksi aloksan?

3. Berapakah dosis kombinasi jus mentimun (Cucumis sativus) dan tomat

(Solanum lycopersicum L) yang memberikan efek penurunan kadar glukosa

darah paling baik pada tikus wistar jantan yang diinduksi aloksan?

3
I.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini ialah :

1. Mengetahui efektifitas kombinasi jus mentimun (Cucumis sativus) dan tomat

(Solanum lycopersicum L) sebagai antihiperglikemia terhadap jus

tunggalnya.

2. Mengetahui efektivitas kombinasi jus mentimun (Cucumis sativus) dan tomat

(Solanum lycopersicum L) sebagai antihiperglikemia terhadap kontrol positif

(metformin) pada tikus wistar jantan yang diinduksi aloksan.

3. Mengetahui dosis optimum dari kombinasi jus mentimun (Cucumis sativus)

dan tomat (Solanum lycopersicum L) sebagai antigiperglikemia terhadap

penurunan kadar gula darah tikus wistar jantan yang diinduksi aloksan.

I.4 Manfaat Penelitian

I.4.1 Bagi peneliti

Penelitian ini merupakan sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang

diperoleh peneliti selama perkuliahan. Peneliti diharapkan dapat menguasai

metode penelitian eksperimental yang dilakukan dan mengetahui dosis yang

optimum dari kombinasi mentimun (Cucumis sativus) dan tomat (Solanum

lycopersicum L) terhadap penurunan kadar gula darah pada tikus wistar jantan

yang diinduksi aloksan.

4
I.4.2 Bagi institusi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi penelitian di

Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura sehingga dapat digunakan

sebagai bahan penelitian selanjutnya.

I.4.3 Bagi masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada

masyarakat mengenai manfaat kombinasi jus Mentimun (Cucumis sativus) dan

Tomat (Solanum lycopersicum L) sebagai penurun kadar glukosa darah

sehingga nantinya dapat digunakan sebagai obat alternatif diabetes melitus

yang relatif aman penggunaannya.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Tomat (Solanum lycopersicum L)

Tomat pertama kali ditemukan di daratan Amerika Latin tepatnya

disekitar Peru, Equador. Setelah itu, menyebar keseluruh bagian daerah tropis

Amerika. Tanaman tomat mulai masuk ke Eropa pada awal abad ke-16.

Penyebaran tomat di Indonesia dimulai dari Filipina melalui jalur Amerika

Selatan pada awal abad ke-18[11]. Tomat dapat tumbuh di ladang, pekarangan

rumah atau ditemukan liar pada ketinggian 1-1600 m dpl. Tanaman ini tidak

tahan hujan, sinar matahari terik, serta menghendaki tanah yang gembur dan

subur[12].

Gambar 1. Tomat (Solanum lycopersicum L)[13]

6
II.1.1 Nama Tanaman

Nama tanaman adalah tomat (Solanum lycopersicum L) [12]

II.1.2 Nama Sinonim

Sinonim dari tomat adalah Gycopersicum esculentum Mill,

Lycopersicum esculentum Mill[12].

II.1.3 Klasifikasi

Kerajaan : Plantae (Tumbuh-tuimbuhan)

Divisi : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)

Sub divisi : Angiospermae (Berbiji tertutup)

Kelas : Dicotyledoneae (Biji berkeping dua)

Bangsa : Solanes

Suku : Solanaceae

Marga : Solanum

Jenis : Solanum lycopersicum L[11]

Nama daerah : terong kaluwat (Sumatera), kemir, tomat, terong sabrang

(Jawa), kamantes (Sulawesi), terong asam, tomat (Kalimantan)[12].

II.1.4 Morfologi

Tomat mempunyai akar tunggang yang tumbuh menembus kedua

tanah dan akar serabut yang tumbuh menyebar kearah samping. Batang

tanaman tomat berbentuk persegi empat hingga bulat, berbatang lunak tetapi

7
cukup kuat, berbulu atau berambut halus dan diantara bulu-bulu tersebut

terdapat rambut kelenjar. Batang tanaman berwama hijau. Pada ruas batang

mengalami penebalan dan pada ruas bagian bawah tumbuh akar-akar pendek.

Selain itu, batang tomat bercabang dan diameter cabang lebih besar jika

dibanding dengan jenis tanaman sayur lainnya. Daun tanaman tomat

berbentuk oval bagian tepi daun bergerigi dan membentuk celah-celah yang

menyirip serta agak melengkung kedalam[14].

Daun berwarna hijau dan merupakan daun majemuk ganjil yang

berjumlah sekitar 3-6 cm. Diantara daun yang berukuran besar biasanya

tumbuh 1-2 daun yang berukuran kecil. Daun majemuk pada tanaman tomat

tumbuh berselang-seling atau tersusun spiral mengelilingi batang tanaman.

Bunga tomat berukuran kecil, diameternya sekitar 2 cm dan berwama kuning

cerah, kelopak bunga berjumlah 5 buah dan berwarna hijau terdapat pada

bagian terindah dari bunga tomat warnanya kuning cerah berjumlah 6 buah.

Bunga tomat merupakan bunga sempurna karena benang sari atau tepung sari

dan kepala putik atau kepala benang sari terbentuk pada bunga yang sama.

Bentuk buah tomat bervariasi, tergantung varietasnya ada yang berbentuk

bulat, agak bulat, agak lonjong dan bulat telur (oval). Buah yang masih muda

berwrna hijau muda, bila telah matang menjadi merah[14]

8
II.1.5 Khasiat

Tomat memiliki khasiat untuk menjaga kesehatan kulit, mengatasi

kanker, menurunkan kadar gula darah, meningkatkan daya penglihatan,

mencegah batu ginjal, meredakan peradangan, menurunkan berat badan dan

menjaga kesehatan rambut. Likopen yang terdapat dalam tomat bermanfaat

untuk mencegah penyakit kardiovascular, kencing manis, osteoporosis,

infertility, dan kanker (kanker kolon, payudara, endometrial, paru-paru,

pankreas, dan terutama kanker prostat)[14,15]. Pemberian pasta tomat sebesar

62 mg dengan kandungan likopen 40 mg dapat menurunkan kadar gula darah

sebesar 75,60%[16]. Penelitian lebih lanjut membuktikan bahwa jus tomat

dengan dosis sebesar 12 g/KgBB dapat menurunkan kadar gula darah selama 7

hari[10].

II.1.6 Kandungan Kimia

Tomat memiliki kandungan asam sitrat, magnesium, kalsium, klor,

belerang, kalium, zat besi natrium, iodium, vitamin A, B dan C, saponin,

solanin (0,007 %), asam folat, asam malat, bioflavonoid (termasuk likopen, α

dan β karoten), protein dan lemak[10].

9
II.2 Mentimun

II.2.1 Klasifikasi

Mentimun merupakan sayuran yang umumnya dijumpai bersamaan

dengan kacang panjang saat ditumis maupun lalapan. Adapun klasifikasi dari

sayuran tersebut adalah[17]:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Cucurbitales

Famili : Cucurbitaceae

Genus : Cucumis

Spesies : Cucumis sativus L.

Gambar 2. Mentimun (Cucumis sativus)[18]

10
II.2.2 Morfologi

Morfologi dari tanaman yang tergolong ke dalam keluarga

cucurbitaceae adalah sebagai berikut [19,20]:

a. Daun

Daun mentimun berbentuk bulat dengan ujung daun runcing berganda,

berwarna hijau muda sampai hijau tua. Selain itu daun bergerigi, berbulu

sangat halus, memiliki tulang daun menyirip dan bercabang-cabang,

kedudukan daun pada batang tanaman berselang seling antara satu daun

dengan daun diatasnya[19].

b. Bunga

Bunga mentimun berwarna kuning dan berbentuk terompet, tanaman ini

berumah satu artinya, bunga jantan dan bunga betina terpisah, tetapi masih

dalam satu pohon. Bunga betina mempunyai bakal buah berbentuk lonjong

yang membengkok, sedangkan pada bunga jantan tidak mempunyai bakal

buah yang membengkok. Letak bakal buah tersebut di bawah mahkota

bunga [20].

c. Buah dan Biji

Buah mentimun menggantung dari ketiak antara daun dan batang. Bentuk

ukuranya bermacam - macam antara 8 - 25 cm dan diameter 2,3 - 7 cm,

tergantung varietasnya. Kulit buah mentimun ada yang berbintik - bintik,

11
ada pula yang halus.Warna kulit buah antara hijau keputih - putihan, hijau

muda dan hijau gelap sesuai dengan varietas. Biji mentimun berbentuk

pipih, kulitnya berwarna putih atau putih kekuning - kuningan sampai

coklat. Biji ini dapat digunakan sebagai alat perbanyakan tanaman[19].

II.2.3 Kandungan Kimia

Mentimun mengandung banyak senyawa flavonoid seperti isoviteksin-

2’’-O-glukosida, isoviteksin, isoorientin dan 4’-X-O-diglukosidase pada

bagian daunnya serta kaemferol-3-O-rhamnosa, 3-O-glikosida yang

merupakan golongan umum dari kamferol, kuersetin dan isoramnetin[8].

Senyawa tersebut berperan utama terhadap penurunan kadar gula dan lemak di

dalam tubuh.

II.2.4 Manfaat

Pemberian ekstrak etanol mentimun dapat menurunkan kadar total

kolesterol dan LDL sebesar 29 % dan 13 %. Selain itu, ekstrak etanol

mentimun dapat menurunkan kadar gula darah tikus sebesar 67 % setelah

pemberian secara intreperitoneal pada tikus[11].

II.3 Diabetes melitus

II.3.1 Definisi

Diabetes melitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang ditandai

dengan hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme

karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi

12
insulin atau penurunan sensitivitas insulin, atau keduanya dan menyebabkan

komplikasi kronis mikrovaskular dan makrovaskular[21].

II.3.2 Klasifikasi

Berdasarkan etiologinya, DM dapat dibedakan menjadi: (1) DM tipe 1,

adanya gangguan produksi insulin akibat penyakit autoimun atau idiopatik.

Tipe ini sering disebut insulin dependent diabetes melitus atau IDDM karena

pasien mutlak membutuhkan insulin. (2) DM tipe 2, akibat resistensi insulin.

Pada tipe 2 ini, tidak selalu dibutuhkan insulin, cukup ditangani dengan diet

dan antidiabetik oral. Oleh sebab itu, tipe ini juga disebut non insulin

dependent diabetes melitus atau NIDDM. Jenis yang lain, misalnya (3) DM

gestasional, dan (4) DM pada penyakit endokrin, pankreas, atau akibat

penggunaan obat, dan lain – lain[22]. Keterangan lebih lengkap dapat dilihat

pada Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi diabetes melitus[23]

No Diabetes Melitus Keterangan

Destruksi sel β, umumnya mengarah ke defisiensi


1 Tipe 1
insulin absolut akibat autoimun atau idiopatik

Bervariasi, mulai yang predominan resistensi

insulin disertai defisiensi insulin relatif, sampai


2 Tipe 2
yang predominan gangguan sekresi insulin bersama

resistensi insulin.

13
Defek genetik fungsi sel β, defek genetik kerja

insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati,


3 Tipe lain
diabetes karena obat atau zat kimia, diabetes karena

infeksi.

Diabetes melitus yang muncul pada masa

4 Gestasional kehamilan, umumnya bersifat sementara, tetapi

merupakan faktor risiko untuk DM tipe 2

IFG (Impaired Fasting Glucose) = GPT (Glukosa

5 Pradiabetes Puasa Terganggu), atau IGT (Impaired Glucose

Tolerance) =TGT (Toleransi Glukosa Terganggu)

II.3.3 Manifestasi Klinis

Diabetes melitus merupakan suatu sindroma klinik yang ditandai oleh

poliuria, polidipsia, dan polifagia. Dalam keadaan hiperglikemia yang

berlangsung lama dan melewati ambang ginjal, akan terjadi glukosuria,

dimana batas maksimal reabsorbsi glukosa pada tubulus ginjal terlampaui dan

glukosa akan diekskresikan ke dalam urin. Volume urin meningkat (poliuria)

akibat terjadinya diuresis osmotik yang menyebabkan dehidrasi pada

penderita DM, maka tubuh berusaha mengatasinya dengan banyak minum

(polidipsia). Polifagia yang merupakan peningkatan rasa terjadi karena

14
katabolisme protein dan lemak. Keadaan ini selain menyebabkan polifagia,

juga dapat menyebabkan kelemahan otot dan rasa lelah[24].

II.3.4 Diagnosis

Apabila penderita telah menunjukkan gejala DM yang khas, hasil

pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl telah cukup untuk

menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa >

126 mg/dl juga dapat digunakan sebagai patokan diagnosis DM[23,25].

Tabel 2. Kadar glukosa darah pada pasien normal, pradiabetes, dan diabetes

melitus[26]

Glukosa darah puasa Glukosa darah postprandial


Kelompok
(mg/dl) (mmol/l) (mg/dl) (mmol/l)

Normal < 100 < 5,6 < 140 < 7,8

Pradiabetes 100–125 5,6–6,9 140–199 7,8–11,1

Diabetes Melitus ≥ 126 ≥ 7,0 ≥ 200 ≥ 11,1

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis diabetes melitus

antara lain pemeriksaan urin untuk mendeteksi adanya glukosuria, tes toleransi

glukosa oral (TTGO), dan tes glikohemoglobin.

15
II.3.5 Terapi Nonfarmakologis

II.3.5.1 Diet

Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang

seimbang. Asupan serat sangat penting bagi penderita diabetes, disamping

akan menolong menghambat penyerapan lemak, makanan berserat yang tidak

dapat dicerna oleh tubuh juga dapat membantu mengatasi rasa lapar yang

sering dirasakan penderita DM[23].

II.3.5.2 Olahraga

Olahraga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar glukosa

darah tetap normal karena dapat memperbanyak jumlah dan meningkatkan

aktivitas reseptor insulin dalam tubuh, serta meningkatkan penggunaan

glukosa[23].

II.3.6 Terapi Farmakologis

II.3.6.1 Insulin

` Mekanisme kerja insulin dalam menurunkan kadar glukosa darah

dengan menstimulasi pengambilan glukosa perifer dan menghambat produksi

glukosa hepatik[21]. Terapi insulin mutlak bagi penderita DM Tipe 1 karena

sel β Langerhans pankreas penderita rusak, sehingga tidak lagi dapat

memproduksi insulin. Sebagai penggantinya, maka penderita DM Tipe 1

harus mendapat insulin eksogen untuk membantu agar metabolisme

karbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan normal. Insulin juga diberikan

16
pada penderita DM Tipe 2 yang kadar glukosa darahnya tidak dapat

dikendalikan dengan diet dan antidiabetik oral, DM pasca pankreatektomi,

dan DM gestasional[22,23].

Insulin tersedia dalam bentuk injeksi melalui rute intravena,

intramuskular, dan subkutan. Rute subkutan paling banyak digunakan untuk

jangka panjang. Pemberian insulin tidak dapat diberikan melalui oral karena

dapat dipecah oleh enzim pencernaan Kebutuhan insulin pada pasien DM

umumnya berkisar antara 5-150 U sehari bergantung pada keadaan pasien[24].

Respon individual terhadap terapi insulin cukup beragam, oleh sebab itu

penentuan jenis dan frekuensi penyuntikkan dilakukan secara individual [23].

II.3.6.2 Antidiabetik oral

II.3.6.2.1 Sulfonilurea

Golongan obat ini sering disebut sebagai insulin secretagogues,

kerjanya dengan merangsang sekresi insulin dari granul sel-sel β

Langerhans pankreas. Rangsangannya melalui interaksinya dengan ATP-

sensitive K channel pada membran sel-sel β pankreas yang menimbulkan

depolarisasi membran dan keadaan ini akan membuka kanal Ca. Dengan

terbukanya kanal Ca maka ion-ion Ca2+ akan masuk sel β, merangsang

granula yang berisi insulin dan akan terjadi sekresi insulin dengan jumlah

yang ekivalen dengan peptida-C, sehingga sulfonilurea dapat mengurangi

klirens insulin di hepar[22].

17
Efek samping yang terpenting adalah hipoglikemia yang dapat

terjadi secara terselubung dan adakalanya tanpa gejala khas, khususnya

pada derivat kuat glibenklamid. Agak jarang terjadi gangguan lambung-

usus (mual, muntah, diare), sakit kepala, pusing, rasa tidak nyaman di

mulut, juga alergi pada kulit. Peningkatan nafsu makan dan berat badan

bisa naik, terutama pada pasien yang tidak melakukan diet[6].

II.3.6.2.2 Biguanid

Obat golongan ini bekerja meningkatkan sensitivitas reseptor

insulin pada jaringan otot dan hepatik, sehingga terjadi peningkatan

ambilan glukosa ke dalam sel. Biguanid tidak merangsang sekresi insulin

dan umumnya tidak menyebabkan hipoglikemia. Obat golongan ini hanya

satu yang beredar, yaitu metformin[22].

II.3.6.2.3 Tiazolidindion

Mekanisme kerja dari tiazolidindion adalah mengurangi resistensi

insulin. Mekanismenya terkait dengan regulasi dari gen yang terlibat

dalam metabolisme glukosa dan lemak. Selain itu, obat ini juga

menurunkan glukoneogenesis di hati. Contoh obat golongan ini misalnya

rosiglitazon dan pioglitazon[22].

II.3.6.2.4 Penghambat α-glukosidase

Senyawa-senyawa penghambat α-glukosidase bekerja menghambat

α- glukosidase yang terdapat pada dinding usus halus yang berfungsi untuk

18
menghidrolisis oligosakarida pada dinding usus halus. Penghambatan kerja

enzim ini secara efektif dapat mengurangi pencernaan karbohidrat

kompleks, sehingga absorbsi glukosa dapat dikurangi. Contoh golongan

obat ini adalah akarbose dan miglitol[22].

II.3.6.2.5 Meglitinid

Mekanisme kerja sama seperti sulfonilurea tetapi struktur kimianya

sangat berbeda. Contoh obat golongan ini adalah repaglinid dan

netaglinid[22]. Karena tidak mengandung sulfur, meglitinid dapat

digunakan untuk pasien DM tipe 2 yang alergi terhadap sulfur atau

sulfonilurea.

II.4 Metformin Hidroklorida

II.4.1 Definisi

Gambar 3. Struktur Metformin Hidroklorida[27]

Metformin Hidroklorida adalah obat yang digunakan secara luas

sebagai antidiabetes golongan biguanid. Metformin hidroklorida mengandung

tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih dari 101.0% C4H11N5.HCI, dihitung

terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian berupa serbuk hablur putih;

tidak berbau atau hampir tidak berbau; higroskopis. Kelarutan mudah larut

19
dalam air; praktis tidak larut dalam eter dan dalam kloroform; sukar larut

dalam etanol[27].

II.4.2 Farmakodinamik

Kerja metformin dalam menurunkan glukosa darah tidak tergantung

pada adanya fungsi pankretik sel-sel B. Glukosa tidak menurun pada subjek

normal setelah puasa satu malam, tetapi kadar glukosa darah pasca prandial

menurun selama pemberian biguanid. Mekanisme kerja yang diusulkan adalah

stimulasi glikolisis secara langsung dalam jaringan dengan peningkatan

eliminasi glukosa dari darah, penurunan glukoneogenesis hati, melambatkan

absorbsi glukosa dari saluran cerna dengan peningkatan perubahan glukosa

menjadi laktat oleh enterosit dan penurunan kadar glukagon plasma[28]

II.4.3 Farmakokinetik

Metformin memiliki waktu paruh 1,5–3 jam dengan durasi kerja

sampai 24 jam, tidak terikat pada protein plasma, tidak dimetabolisme dan

diekskresikan oleh ginjal sebagai senyawa aktif. Sebagai konsekuensi dari

penghambatan proses glukoneogenesis, metformin diduga dapat menganggu

metabolisme hepatik asam laktat. Pada pasien dengan insufisiensi ginjal,

biguanida akan menumpuk dan dengan demikian dapat meningkatkan resiko

asidosis laktat dan tampaknya menjadi komplikasi yang akan berhubungan

dengan dosis[21,28].

20
II.4.4 Efek Samping

Efek samping yang sering terjadi berupa gangguan lambung-usus yaitu

mual, muntah, anoreksia dan diare yang selintas serta gangguan penyerapan

vitamin B12. Asidosis laktat dapat timbul pada gangguan ginjal terutama pada

lansia[6,21].

II.4.5 Mekanisme Kerja

Mekanisme kerja metformin sebagai obat antidiabetes dengan cara

mengurangi pengeluaran glukosa hati dan sebagian besar dengan menghambat

glukoneogenesis. Metformin mudah diabsorbsi per-oral, tidak terikat dengan

protein plasma, tidak di metabolisme dan diekskresikan oleh ginjal [23].

Metformin merupakan obat golongan biguanid yang kerjanya berbeda

sulfonilurea. Obat ini tidak menstimulasi pelepasan insulin dan tidak

menurunkan gula darah pada orang sehat. Zat ini juga menekan nafsu makan

(efek anoreksan) hingga berat badan tidak meningkat, sehingga layak

diberikan pada penderita diabetes melitus tipe 2 yang mempunyai kelebihan

berat badan[6]

II.4.6 Penggunaan Klinis

Dosis metformin adalah 500 mg sampai maksimal 2,55 gram setiap

hari, dengan anjuran penggunaan dosis efektif yang paling rendah. Jadwal

lazim dimulai dengan satu tablet tunggal sebesar 500 mg yang diberikan pada

waktu sarapan selama beberapa hari. Jika hal ini berjalan baik tanpa keluhan

21
pada saluran cerna dan hiperglikemia masih tetap berlanjut maka ditambah

dengan tablet kedua sebesar 500 mg yang diberikan pada waktu makan

malam[28].

II.5 Aloksan

II.5.1 Definisi

Aloksan merupakan salah satu senyawa yang mampu mengkondisikan

diabetes pada hewan coba karena akan mengakibatkan kerusakan sel β

pankreas dan akan menimbulkan DM. Aloksan dapat larut dalam air maupun

alkohol. Nama lain dari aloksan adalah 2,4,5,6-tetraoxypirimidin; 2,4,5,6-

primidinetetron; 1,3-Diazinan-2,4,5,6- tetron dan asam Mesoxalylurea 5-

oxobarbiturat. Rumus kimia aloksan adalah C4H2N2O4. Aloksan adalah

senyawa kimia hidrofilik dan tidak stabil. Sebagai diabetogenik, aloksan dapat

digunakan secara intravena, intraperitoneal, maupun subkutan. Dosis intravena

yang digunakan umumnya 65 mg/kg BB, sedangkan untuk dosis

intraperitoneal dan subkutan adalah 2-3 kalinya[29].

Gambar 1. Struktur Aloksan[29]

22
II.5.2 Pengaruh Aloksan Terhadap Kerusakan Sel ß Pankreas

Aloksan berperan sebagai induktor DM dengan merusak sel ß

Pankreas. Hal tersebut diakibatkan oleh beberapa mekanisme seperti berperan

dalam menimbulkan keadaan stres oksidatif, sintesis reactive oxygen species

(ROS) dan radikal superoksida serta mengganggu hemostatis kalsium

intraselul. Aloksan juga diduga berperan dalam reaktivitas grup thiol yang

dapat menginhibisi sekresi glucose-induced insulin secara selektif melalui

hambatan pada glukokonase[30].

Tingginya konsentrasi aloksan tidak mempunyai pengaruh pada

jaringan percobaan lainnya. Efek diabetogeniknya bersifat antagonis terhadap

glutathion yang bereaksi dengan gugus SH. Aloksan bereaksi dengan

merusak substansi esensial di dalam sel ß pankreas sehingga menyebabkan

berkurangnya granula–granula pembawa insulin di dalam sel ß pankreas.

Aloksan meningkatkan pelepasan insulin dan protein dari sel ß pankreas

tetapi tidak berpengaruh pada sekresi glukagon. Efek ini spesifik untuk sel ß

pankreas sehingga aloksan dengan konsentrasi tinggi tidak berpengaruh

terhadap jaringan lain. Aloksan mungkin mendesak efek diabetogenik oleh

kerusakan membran sel ß pankreas dengan meningkatkan permeabilitas[29].

Aloksan berperan dalam menimbulkan keadaan stress oksidatif

dimulai dengan masuknya aloksan ke dalam sel ß pankreas yang tereduksi

menjadi asam dialurat dan teroksidasi kembali menjadi aloksan. Proses ini

23
menghasilkan siklus redoks yang menghasilkan senyawa radikal peroksida.

Senyawa radikal peroksida ini dapat melepaskan ion Fe3+ dari senyawa

ferritin dan mereduksinya menjadi ion Fe2+. Adanya ion Fe2+ dan senyawa

hidrogen peroksida ini akan membentuk senyawa radikal hidroksil (OH-)

yang sangat reaktif. Radikal hidroksil ini mampu merusak susunan DNA sel

yang pada akhirnya menimbulkan gangguan terhadap metabolisme sel.

Peningkatan radikal hidroksil yang sangat reaktif ditambah dengan kerusakan

membran sel inilah yang mengakibatkan kerusakan pada sel ß pankreas[29,30].

Beberapa studi menunjukkan bahwa aloksan menghasilkan reactive

oxygen species (ROS) dan radikal superoksida dalam siklus redoks. ROS

menyebabkan fragmentasi rantai DNA sel ß pankreas sehingga

mengakibatkan kerusakan DNA. Mekanisme lainnya yang juga dilaporkan

adalah terganggunya hemostasis kalsium intraseluler. Aloksan dapat

meningkatkan konsentrasi Ca2+ bebas sistolik di dalam sel ß pankreas dengan

cara mendepolarisasi sel beta sehingga membuka kanal kalsium dan

menyebabkan masuknya kalsium ke dalam sel[30].

Faktor lain selain pembentukan ROS yaitu gangguan pada

homeostatis kalsium intraseluler. Aloksan dapat meningkatkan konsentrasi

ion kalsium bebas sitosolik pada sel  pankreas. Efek tersebut diikuti oleh

influks kalsium dari cairan ekstraseluler, mobilisasi kalsium dari

simpanannya secara berlebihan dan eliminasinya yang terbatas dari

24
sitoplasma. Infkluks kalsium akibat aloksan tersbut mengakibatkan

depolarisasi sel  pankreas, membuka kanal kalsium dan menambah ion

kalsium ke sel. Akibatnya proses oksidasi sel terganggu dan sel  pankreas

akan mengalami kerusakan. Selain itu, aloksan juga diduga berperan dalam

penghambatan glukokinase dalam proses metabolisme energi[30].

II.6 One-Way ANOVA (Analysis of Variance)

Analisis of variance atau ANOVA merupakan salah satu teknik analisis

multivariate yang berfungsi untuk membedakan rerata lebih dari dua kelompok

data dengan cara membandingkan variansinya. Definisi lain dari ANOVA

adalah suatu prosedur yang digunakan untuk menghasilkan analisis variansi satu

arah untuk variabel dependen dengan tipe data kuantitatif dengan sebuah

variabel independen sebagai variabel faktor[31].

Kriteria pengujian data dengan ANOVA yaitu data harus berdistribusi

normal dan mempunyai varians yang sama. Data yang digunakan pada One-way

Anova untuk nilai variabel pada faktor harus integer sedangkan variabel

dependen harus berupa data kuantitatif (tingkat pengukuran interval). Asumsi

yang digunakan pada One-way Anova, yaitu setiap kelompok pada sampel acak

independen dari populasi yang normal dan bervarian homogeny[31].

25
II.7 Landasan Teori

Diabetes melitus merupakan suatu sindrom metabolik yang ditandai

dengan hiperglikemi kronis, yang dapat menyebabkan komplikasi yaitu

mikroangiopati yang menyebabkan komplikasi pada mata (retinopati), ginjal

(nefropati), saraf (neuropati) dan makroangiopati yaitu terjadinya aterosklerosis

yang mengakibatkan penyakit jantung koroner dan stroke[1]. Berbagai penelitian

epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insiden

dan prevalensi diabetes melitus tipe 2 di berbagai penjuru dunia[2]. Di Amerika

Serikat sebagai negara maju, pusat kontrol dan pencegahan penyakit (CDC)

memperkirakan bahwa 20,8 juta orang, atau 7% dari populasi, menderita

diabetes pada tahun 2005[3]. Di Indonesia WHO memprediksi kenaikan jumlah

pasien menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030[2].

Pengobatan diabetes melitus dapat dilakukan secara medis dengan obat-

obatan modern dan suntikan[5]. Namun penggunaan suntikan insulin sangat

tidak menyenangkan bagi penderita diabetes melitus. Selain itu, penggunaan

obat antiabetik oral seperti glibenklamid memiliki banyak efek samping[6].

Diabetes melitus juga dapat diatasi dengan pengobatan alami dengan

memanfaatkan tanaman berkhasiat obat[5]. Tanaman berkhasiat obat tersebut

diantaranya adalah mentimun (Cucumis sativus) dan tomat (Solanum

lycopersicum L). Mentimun (Cucumis sativus) mengandung senyawa kimia

kamferol, kuersetin dan isoramnetin[8]. Penelitian sebelumnya menunjukkan

26
bahwa ekstrak etanol C. sativus dapat menurunkan kadar gula darah mencapai

67 % pada pemberian intraperitonial setelah pemberian 12 jam serta dapat

menurunkan angka Low Density Lipoprotein (LDL) mencapai 86%[9].

Sedangkan tomat (Solanum lycopersicum L) mengandung likopen, sodium dan

kalium yang dapat meningkatkan sekresi insulin. Penelitian sebelumnya

menunjukkan bahwa pemberian jus tomat dengan dosis 12g/Kg BB tikus

memiliki efek antihiperglikemia yang ditandai dengan rata-rata penurunan

kadar glukosa darah sebesar 141,33 mg/dl[10].

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang uji

efektivitas kombinasi jus mentimun (Cucumis sativus) dan tomat (Solanum

lycopersicum L) terhadap penurunan kadar glukosa darah tikus wistar jantan

yang diinduksi aloksan.

II.8 Kerangka Konsep Penelitian

Induksi aloksan

Penurunan kadar
Tikus wistar jantan glukosa darah pada
tikus

Variasi dosis kombinasi jus mentimun


dan tomat

Gambar 5. Kerangka Konsep Penelitian

27
II.9 Hipotesis

Berdasarkan uraian yang telah dikemukan sebelumnya, diduga bahwa

kombinasi jus mentimun (Curcumis sativus) dan tomat (Solanum lycopersicum

L) memiliki efek antihiperglikemia yang lebih baik dibandingkan jus tunggalnya

dan setara dengan kontrol positif (metformin) pada tikus wistar jantan yang

diinduksi aloksan. Kombinasi jus mentimun (Curcumis sativus) dan tomat

(Solanum lycopersicum L) dengan dosis 5.6 g/100gBB : 4.8 g / 100gBB diduga

memberikan efek antihiperglikemia paling baik.

28
BAB III

METODOLOGI

III.1 Alat dan Bahan

III.1.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah beaker (Pyrex®),

blender (Philips®),timbangan analitik (Ohauss®), timbangan hewan, batang

pengaduk kaca, tabung reaksi (Pyrex®), rak tabung, labu erlenmeyer

(Pyrex®), labu ukur (Pyrex®), gelas ukur (Pyrex®), penangas air (Memmert®),

mortir, stamper, kertas perkamen, kertas saring, corong, sudip, kamera

(Canon®), handscoon, jarum suntik, sendo oral, spuitTerumo 1 mL,

glukometer (EasyTouch®), mikropipet dan effendroft.

III.1.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah

mentimun (Momordica charantia L), buah tomat (Solanum lycopersicum L),

aquades, CMC-Na, serbuk Mg, FeCl 3% p.a (Merck®), asam asetat glasial p.a

(Merck®), H2SO4 pekat p.a (Merck®), reagen Mayer, reagen Molisch, pakan

tikus standar, air minum, aloksan monohidrat (Sigma Aldrich®), strip

glukometer (EasyTouch®), NaCl 0,9% dan glibenklamid (Kimia Farma).

29
III.1.3 Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus

putih jantan galur Wistar dengan berat 150-250 gram. Hewan diaklimatisasi

dalam kandang sebelum dan selama pengujian di sekitar lingkungan

laboratorium.

III.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi

Fakultas Kedokteran dan Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Tanjungpura Pontianak Kalimantan

Barat pada bulan Januari - Maret 2016.

Tabel 3. Jadwal Penelitian

Jan Feb Mar


Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Preparasi bahan uji

Penetapan dosis jus

Pembuatan jus kombinasi

Perlakuan hewan uji

Pemberian jus kombinasi

Pengamatan kadar gula

darah

Analisis hasil penelitian

30
III.3 Populasi dan Sampel

III.3.1 Batasan Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan (Rattus

novergicus) galur Wistar yang didapatkan dari salah satu pusat

pengembangbiakan hewan uji coba bersertifikasi di sekitar wilayah Kota

Pontianak.

III.3.2 Metode Pengambilan Sampel

Sampel diambil dengan menggunakan teknik probability sampling.

III.3.3 Kriteria Inklusi

1. Tikus putih jantan yang sehat, dengan kriteria bulu tidak berdiri, mata

jernih dan mengalami peningkatan berat badan dalam batas tertentu yang

diukur secara rutin.

2. Tikus putih jantan galur wistar usia 2-3 bulan, berat badan 150-250 gram.

3. Tikus putih jantan galur wistar hiperglikemia setelah induksi aloksan

yang ditandai dengan kadar glukosa darah puasa ≥ 150 mg/dl.

III.3.4 Kriteria Eksklusi

1. Tikus putih jantan yang mati selama proses aklimatisasi.

2. Tikus putih jantan yang tidak hiperglikemia (GDP < 150 mg/dl) setelah

diinduksi aloksan

31
III.4 Besar Sampel

Jumlas sampel yang digunakan yaitu 35 ekor yang terbagi ke

dalam 7 kelompok dengan masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus.

Perhitungan sampel masing-masing mengikuti rumus Federer[32] :

(t-1) (n-1) ≥ 15
Keterangan :

t : jumlah kelompok perlakuan

n : jumlah pengulangan (jumlah sampel per kelompok)

(n - 1)(t - 1) ≥15

(n - 1)(7 - 1) ≥ 15

(n - 1)(6) ≥15

6n – 6 ≥ 15

6n ≥ 21

n ≥ 3.5 (dibulatkan menjadi 4)

Sehingga untuk menghindari terjadinya drop out pada sampel maka

ditambahkan 20% dari total sampel.

III.5 Variabel Penelitian

III.5.1 Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kombinasi jus mentimun

(Cucumis sativus) dan tomat (Solanum lycopersicum L) dengan perbandingan

konsentrasi optimum.

32
III.5.2 Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah penurunan kadar gula

darah pada tikus.

III.6 Definisi Operasional

Tabel 4. Definisi Operasional

Variabel Definisi operasional Metode Pengukuran Skala

Variabel bebas

Kombinasi jus mentimun (Cucumis Sediaan jus yang terdiri Variasi dosis jus Ordinal

sativus) dan tomat (Solanum dari kombinasi jus

lycopersicum L) dengan mentimun dan jus tomat

perbandingan konsentrasi optimum

Variabel terikat

Penurunan kadar gula darah pada Hasil penurunan kadar Pengukuran kadar gula Nominal

tikus. gula darah sebelum darah Glukometer

diinduksi aloksan dan H- (EasyTouch®)

6 diberi perlakuan

III.7 Jalannya Penelitian

III.7.1 Alur Penelitian

Sistem rancangan penelitian yang digunakan ada Randomized Pre test

and Post test Group.Penelitian memiliki 2 alur yaitu pada sampel (Gambar 6)

dan pada hewan uji (Gambar 7).

33
Pengumpulan Sampel Mentimun Pengumpulan Sampel Tomat

Determinasi Tanaman (Laboratorium Biologi FMIPA UNTAN)


Pembuatan Jus

Kombinasi Mentimun Tunggal


Tunggal Mentimun
dan Tomat Tomat

Evaluasi

Skrinning Fitokimia Organoleptis

Tanin Fenol Rasa Aroma

Alkaloid Saponin
Visualisasi Tesktur

Flavonoid Triterpenoid

Glikosida Jantung

34
35 Hewan Uji Diaklimatisasi (7 Hari)

Diukur Kadar GulaGambar


Darah Puasa (GDP)
6. Alur Tikus Pre Induksi Aloksan
Penelitian

Induksi Aloksan Monohidrat 155 mg/ Kg BB 1 kali melalui rute


intraperitoneal beberapa saat setelah pengukuran GDP

Pengukuran Kadar GDP Tikus 3 Hari Pasca Induksi Aloksan

GDP ≥ 150 mg/ dl

Kontrol Kontrol Jus Jus Jus Jus Jus


Positif Negatif Tunggal Tunggal Kombinasi Kombinasi Kombinasi
(KP) (KN) 1 (JT1) 2 (JT2) 1 (JK1) 2 (JK2) 3 (JK3)

Pengukuran Kadar GDP Tikus Pasca 3 Hari Pasca Perlakuan

Pengukuran Kadar GDP Tikus Pasca 7 Hari Pasca Perlakuan

Analisis Data
Keterangan:
Kontrol Positif (KP) : Diberi Metformin 9 mg/ 200 g BB Tikus
Kontrol Negatif (KN) : Diberi Aquadest ad libitum
Jus Tunggal 1 (JT1) : Diberi jus tunggal mentimun dengan dosis 2 g/ 200 g BB tikus
Jus Tunggal 2 (JT2) : Diberi jus tunggal tomat dengan dosis 2 g/ 200 g BB tikus
Jus Kombinasi 1(JK1): Diberi kombinasi jus mentimun 2 g/ 200 g BB tikus dan jus tomat 2 g/ 200 g BB tikus
Jus Kombinasi 2(JK2): Diberi kombinasi jus mentimun 4 g/ 200 g BB tikus dan jus tomat 4 g/ 200 g BB tikus
Jus Kombinasi 3(JK3): Diberi kombinasi jus mentimun 8 g/ 200 g BB tikus dan jus tomat 8 g/ 200 g BB tikus

Gambar 9. Alur Penelitian Hewan Uji

35
III.7.2 Preparasi Bahan Uji

III.7.2.1 Pengumpulan Sampel

Sampel yang digunakan adalah mentimun (Cucumis sativus) dan

tomat (Solanum lycopersicum L) yang diperoleh di pasar tradisional di

sekitar Kota Pontianak Kalimantan Barat yaitu pasar Teratai dan pasar

Flamboyan.

III.7.2.2 Determinasi Sampel

Sampel yang telah dikumpulkan kemudian dideterminasi di

Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

(FMIPA) Universitas Tanjungpura Pontianak menggunakan buku Flora of

Java.

III.7.3 Penetapan Dosis Jus

Jus tomat dengan dosis 12 g/KgBB memberikan efek yang signifikan

dalam menurunkan kadar gula darah total[12]. Sedangkan dosis jus mentimun

ditetapkan berdasarkan dosis empiris yang dikonsumsi manusia yaitu ± 112

g/50 Kg BB.

III.7.3.1 Jus Mentimun

112 g/50kgBB= 156.8 g/70kgBB x 0.018 (factor konversi manusia ke tikus)

= 2.8 g/200gBB

=1.4 g/100gBB

36
Dalam penelitian ini akan digunakan dosis bertingkat :

Dosis 1= 1.4 g/100gBB

Dosis 2= 2.8 g/100gBB

Dosis 3= 5.6 g/100gBB

III.7.3.2 Jus Tomat

Jus tomat dengan dosis 12 g/Kg BB dapat menurunkan kadar glukosa

darah pada mencit[12].

12 g/kgBB = 2.4 g/200gBB

= 1.2 g/100gBB

Dalam penelitian ini akan digunakan dosis bertingkat :

Dosis 1= 1.2 g/100gBB

Dosis 2= 2.4 g/100gBB

Dosis 3= 4.8 g/100gBB

III.7.3.3 Penetapan Dosis Jus Kombinasi

Tabel 5. Variasi Kombinasi Dosis Jus Mentimun dan Jus Tomat

Bahan Kombinasi 1 Kombinasi 2 Kombinasi 3

Mentimun 1.4 g/100grBB 2.8 g/100grBB 5.6 g/100grBB

Tomat 1.2/ 100 grBB 2.4 g/ 100 grBB 4.8 g/ 100 grBB

37
III.7.3.4 Pembuatan Sampel Tunggal

III.7.3.4.1 Jus Mentimun

Stock jus mentimun dosis 1.4 g/100gBB dibuat dengan

memblender 70g mentimun dan 50 ml air menggunakan blender

berkecepatan 80 rpm (rotation per minute) selama 2 menit untuk

meminimalisir adanya reaksi kimiawi maupun enzimatis yang dapat

mempengaruhi mutu dan kualitas dari jus yang diperoleh. Jus yang

diperoleh kemudian disimpan dalam wadah kaca gelap untuk selanjutnya

diberikan secara oral kepada tikus putih jantan galur Wistar.

III.7.3.4.2 Jus Tomat

Stock jus tomat dosis 1.2 g/100gBB dibuat dengan memblender

60g mentimun dan 50 ml air menggunakan blender berkecepatan 80 rpm

(rotation per minute) selama 2 menit untuk meminimalisir adanya reaksi

kimiawi maupun enzimatis yang dapat mempengaruhi mutu dan kualitas

dari jus yang diperoleh. Jus yang diperoleh kemudian disimpan dalam

wadah kaca gelap untuk selanjutnya diberikan secara oral kepada tikus

putih jantan galur Wistar.

38
III.7.4 Pembuatan Sampel Kombinasi

III.7.4.1 Kombinasi Dosis 1(Mentimun:Tomat (1.4 g/100gBB:1.2 g/100gBB))

Sampel kombinasi dosis 1 dibuat dengan memblender sebanyak 70 g

mentimun, 60 g tomat dan 50 ml air menggunakan blender berkecepatan 80

RPM (Rotation per minute) selama 2 menit kemudian disimpan dalam wadah

kaca gelap untuk selanjutnya diberikan secara oral kepada tikus putih jantan

galur Wistar.

III.7.4.2 Kombinasi Dosis 2 (Mentimun;Tomat (2.8 g/100gBB:2.4 g/100gBB)

Sampel kombinasi dosis 2 dibuat dengan memblender sebanyak 140 g

mentimun, 120 g tomat dan 50 ml air menggunakan blender berkecepatan 80

RPM (Rotation per minute) selama 2 menit kemudian disimpan dalam wadah

kaca gelap untuk selanjutnya diberikan secara oral kepada tikus putih jantan

galur Wistar.

III.7.4.3 Kombinasi Dosis 3 (Mentimun;Tomat (5.6 g/100gBB:4.8 g/100gBB)

Sampel kombinasi dosis 3 dibuat dengan memblender sebanyak 280 g

mentimun, 240 g tomat dan 50 ml air menggunakan blender berkecepatan

80 RPM (Rotation per minute) selama 2 menit kemudian disimpan dalam

wadah kaca gelap untuk selanjutnya diberikan secara oral kepada tikus

putih jantan galur Wistar.

39
III.7.5 Uji Organoleptik

Uji organoleptik merupakan uji yang bertujuan untuk menentukan

mutu, kualitas serta rasa dari sampel.Uji organoleptik dilakukan oleh peneliti

dengan beberapa parameter yang diamati yaitu[33]:

a. Uji visualisasi meliputi warna dan kekeruhan dari sampel

b. Uji aroma meliputi wangi maupun tidak sedap

c. Uji rasa meliputi manis, asam, asin, pahit, pedas, kelat dan gurih.

d. Uji tekstur meliputi lengket, kasar, halus dan licin

III.7.6 Skrining Fitokimia

Skrinig fitokimia dilakukan pada kedua sampel yaitu jus mentimun

(Cucumis sativus) dan tomat (Solanum lycopersicum L) yang bertujuan untuk

mendeteksi adanya senyawa alkaloid, steroid dan triterpenoid, flavonoid,

tanin, saponin, glikosida dan polifenol[34,10].

III.7.6.1 Alkaloid

Jus sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu

ditambahkan 5 tetes pereaksi Meyer yang dibuat dari 1 gram KI dilarutkan

dalam 20 ml aquadest sampai semuanya larut, lalu ke dalam larutan KI

tersebut ditambahkan 0,271 gram HgCl3 sampai larut. Terbentuknya endapan

putih menandakan adanya alkaloid[35].

40
III.7.6.2 Triterpenoid

Sampel sebanyak 1 ml dimasukkan dalam tabung reaksi ditambahkan

dengan 1 ml CH3COOH glasial dan 1 ml larutan H2SO4 pekat. Jika warna

berubah menjadi merah/cincin merah atau merah kecoklatan menandakan

adanya senyawa triterpenoid[35].

III.7.6.3 Flavonoid

Sampel sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu

ditambahkan dengan serbuk Mg sebanyak 1 gram dan larutan HCl pekat.

Perubahan warna larutan menjadi warna kuning menandakan adanya

flavonoid[35].

III.7.6.4 Saponin

Sampel dipipet sebanyak 2 ml dan dimasukkan ke dalam tabung

reaksi kemudian ditambahkan 10 ml air. Setelah itu didinginkan dan dikocok

kuat-kuat selama 10 menit sehingga terbentuk buih. Buih yang terbentuk

menunjukkan keberadaan saponin[35].

III.7.6.5 Tanin

Jus sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan

beberapa tetes FeCl3 5%. Bila terbentuk warna biru tua menunjukkan

keberadaan tanin[35].

41
III.7.6.6 Glikosida Jantung

Larutan jus sebanyak 0,5 g ditambahkan 2 ml dan 5 tetes Molish,

ditambahkan secara hati-hati 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung,

terbentuknya cincin ungu pada batas kedua cairan menunjukkan adanya gula,

dengan demikian menunjukkan adanya glikosida[36].

III.7.6.7 Fenol

Sebanyak 2 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi

ditambahkan 2 ml pereaksi FeCl3 1%. Reaks positif jika terbentuk warna

kehitaman atau biru tua[37]

III.7.7 Perlakuan Hewan Uji

III.7.7.1 Penyiapan Hewan Uji

Tikus putih jantan Wistar dengan berat 150-250 gram yang berumur

2-3 bulan diaklimatisasi terlebih dahulu selama 7 hari di lingkungan

laboratorium untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan baru dan

meminimalisasi efek stres yang dapat berpengaruh pada metabolisme. Hewan

uji diberi makan pakan standar dan minum ad libitum. Tikus yang diikut

sertakan dalam penelitian adalah tikus yang memenuhi kriteria inklusi.

III.7.7.2 Pembagian Kelompok Perlakuan

Rancangan penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL).

Tikus dibagi ke dalam 7 kelompok dengan masing-masing kelompok terdiri

42
dari 5 ekor tikus. Adapun pembagian kelompok perlakuan dapat dilihat pada

tabel 6 berikut :

Tabel 6. Pembagian Kelompok Perlakuan

Kelompok Perlakuan

Kontrol negatif Tikus diinduksi aloksan 155 mg/kgBB secara intraperitoneal,

kemudian diberi aquadest ad libitum secara oral

Kontol positif Tikus diinduksi aloksan 155 mg/kgBB secara intraperitoneal,

kemudian diberi obat antidiabetik oral (metformin) 9mg/200 gBB

secara oral

Kelompok 1 Tikus diinduksi aloksan 155 mg/KgBB secara intraperitoneal

serta diberi jus tunggal mentimun 1.4 g/100gBB secara oral

Kelompok 2 Tikus diinduksi aloksan 155 mg/KgBB secara intraperitoneal

serta diberi jus tunggal tomat 1.2 g/100gBB secara oral

Kelompok 3 Tikus diinduksi aloksan 155 mg/KgBB secara intraperitoneal

serta diberi kombinasi jus mentimun 1.4 g/100gBB dan jus tomat

1.2 g/100gBB secara oral

Kelompok 4 Tikus diinduksi aloksan 155 mg/KgBB secara intraperitoneal

serta diberi kombinasi jus mentimun 2.8 g/100gBB dan jus tomat

2.4 g/100gBB secara oral

Kelompok 5 Tikus diinduksi aloksan 155 mg/KgBB secara intraperitoneal

43
serta diberi kombinasi jus mentimun 5.6 g/100gBB dan jus tomat

4.8 g/100gBB secara oral

III.7.7.3 Pembuatan Larutan Aloksan Monohidrat

Dosis tunggal aloksan yang digunakan untuk menginduksi diabetes

pada tikus secara intraperitoneal adalah 140-180 mg/kg[38]. Rute

intraperitoneal dipilih agar aloksan cepat dimetabolisme menjadi asam

dialurat dan menghasilkan radikal bebas yang akan merusak sel ß

pankreas[29]. Dosis aloksan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 155

mg/kgBB. Aloksan dilarutkan dalam larutan NaCl 0,9%.

Dosis aloksan yang digunakan untuk pemberian pada tikus yaitu :

155 mg/Kg BB = 155 mg/1000 grBB

= 31 mg/200 grBB

= 31 mg/2 mL

Larutan stok aloksan dibuat 100 ml dalam NaCl 0,9%, tiap pemberian untuk

tikus 200 gram adalah 2 ml.

Jumlah gram aloksan dalam 100 ml NaCl 0,9% adalah :

31 mg x mg
=
2 ml 100 ml

31 mg x 100 ml
x mg =
2 ml

=1550 mg dalam 100 ml NaCl 0,9%

44
= 1,55 g dalam 100 ml NaCl 0,9%

Aloksan dengan berat 1,55 gram dilarutkan sedikit demi sedikit dalam NaCl

0,9%.

III.7.7.4 Pembuatan Larutan Metformin

Dosis metformin sebagai obat antidiabetes oral adalah 500 mg

sekali minum. Nilai konversi manusia ke tikus (200 gram) adalah 0,018

sehingga dosis yang digunakan pada tikus adalah :

Dosis penggunaan = 500 mg x 0,018

= 9 mg/200 gr BB

Sekali pemberian = 9mg/2 mL

III.7.7.5 Induksi Diabetes pada Tikus

Tikus jantan galur wistar dipuasakan terlebih dahulu selama 16 jam

(air minum tetap diberikan). Kadar glukosa darah puasa normal diukur

secara kuantitatif. Kemudian, disuntikan larutan aloksan monohidrat secara

intraperitoneal dengan dosis 155 mg/kgBB. Tikus diberi makan pellet dan

minum yang mengandung glukosa 10% selama dua hari setelah pemberian

aloksan. Pada hari ke-2 dan seterusnya glukosa 10% diganti dengan air

minum biasa. Penyuntikan dilakukan pada semua kelompok. Pada hari ke-3

(2x24 jam setelah penyuntikan) glukosa darah puasa tikus diukur untuk

melihat hasil induksi. Tikus dinyatakan hiperglikemia jika kadar gula darah

puasanya (GDP) ≥ 150 mg/dl[38].

45
III.7.8 Pemberian Jus Kombinasi

Pemberian jus dilakukan sebagaimana tertera pada tabel 6. Pemberian

jus dilakukan secara oral menggunakan sonde oral setiap hari selama 7 hari

setelah tikus dinyatakan mengalami hiperglikemia. Jus diberikan sebanyak

sehari sekali di pagi hari sebelum hewan uji diberi pakan standar.

III.7.9 Pengamatan Penurunan Kadar Gula Darah

Pengamatan dilakukan terhadap gula darah yaitu gula darah puasa

(GDP) yang diamati secara kuantitatif. GDP diukur dengan memuasakan

tikus selama 12 jam dan hanya dilakukan pemberian minum. Pengamatan

kadar gula darah dilakukan 4 kali yaitu sebelum diinduksi aloksan, hari ke-3

setelah diinduksi aloksan, hari ke-3 setelah pemberian sediaan uji,dan hari

ke-7 setelah pemberian sediaan uji. Pengukuran terhadap kadar gula darah

dilakukan dengan mengambil cuplikan darah vena ekor menggunakan alat

Glukometer(EasyTouch®).

III.8 Analisis Hasil Penelitian

Data yang diperoleh dianalisis secara statistik. Pengujian statistik

menggunakan uji[40] :

a. Uji statistik Paired T- Test, untuk menguji perbedaan data sebelum dan

sesudah perlakuan.

b. Uji statistik Test of Homogenity of Variances, untuk menguji

homogenitas dari varian data tiap kelompok.

46
c. Uji statistik One-way ANOVA, untuk menguji rata-rata perbandingan data

tiap kelompok.

d. Apabila data yang diperoleh tidak terdistribusi secara normal atau

homogen, analisis data dilanjutkan dengan metode uji nonparametrik.

Metode uji nonparametrik yang digunakan adalah uji kruskal-Wallis.

e. Jika pada uji ANOVA atau Kruskal-wallis menghasilkan nilai p < 0,05,

maka dilanjutkan dengan melakukan analisis Post Hoc.

47

Anda mungkin juga menyukai