Anda di halaman 1dari 11

PENGARUH SUHU TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI

LAPORAN PRAKTIKUM
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Mikrobiologi
yang dibina oleh Ibu Sitoresmi Prabaningtyas, S.Si., M.Si.

Oleh Kelompok 18 Offering I 2016


1. Desi Yulia S (160342606202)
2. Novika Dwi Utami (160342606294)
3. Nurma Yustika (1603426062 )
4. Puji Lestari (160342606278)
5. Rias Aldila (160342606246)
6. Roikhatul Jannah (1603426062 )

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
Februari 2018
A. Topik
PengaruhSuhuterhadapPertumbuhanBakteri
B. Tujuan
1. Untukmempelajaripengaruhsuhuterhadappertumbuhanbakteri.
2. Untukmenentukantitikkematiantermalbakteri.
C. DasarTeori
Pertumbuhan bagi suatu mikroba merupakan penambahan secara teratur semua
komponen sel suatu mikroba. Pertumbuhan mikroba pada umumnya sangat tergantung dan
dipengaruhi oleh faktor lingkungan, perubahan faktor lingkungan dapat mengakibatkan
perubahan sifat morfologi dan fisiologi. Hal ini dikarenakan, mikroba selain menyediakan
nutrient yang sesuai untuk kultivasinya, juga diperlukan faktor lingkungan yang
memungkinkan pertumbuhan mikroba secara optimum. Mikroba tidak hanya bervariasi
dalam persyaratan nutrisinya, tetapi menunjukkan respon yang menunjukkan respon yang
berbeda-beda. Untuk berhasilnya kultivasi berbagai tipe mikroba diperlukan suatu
kombinasi nutrient serta faktor lingkungan yang sesuai (Pelczar, 1986). Salah satu faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri adalah suhu. Untuk pertumbuhan tiaptiap jasad
mempunyai suhu pertumbuhan yang berbeda-beda, yaitu ada maksimum dan optimum
(Dwijoseputro, 1994).
Daya tahan terhadap temperature tidak sama bagi tiap-tiap spesies. Ada spesies yang mati
setelah mengalami pemanasan beberapa menit di dalam cairan medium pada temperature
60oC, sebaliknya bakteri yang membentuk spora genus Bacillus dan genus Clostridium itu
tetap hidup setelah dipanasi dengan uap 100oC atau lebih selama kira-kira setengah jam
(Dwijoseputro, 1994).
Temperatur maut (Termal Death Point) adalah temperature yang serendah-rendahnya
yang dapat membunuh bakteri yang berada dalam standar medium selama 10 menit. Tidak
semua individu dari suatu spesies mati bersama-sama pada suatu temperatur tertentu.
Biasanya individu yang satu lebih tahan daripada individu yang lain terhadap suatu
pemanasan sehingga tepat bila kita katakana adanya angka kematian pada suatu temperatur
(Termal Death Rate) (Dwijoseputro, 1994).
Mengenai pengaruh temperatur terhadap kegiatan fisiologi, maka mikroorganisme dapat
bertahan di dalam suatu batas temperatur tertentu. Berdasarkan atas batas temperatur itu,
bakteri dapat dibagi atas (Dwijoseputro, 1994):
1. Bakteri termofilik (politermik) yaitu bakteri yang tumbuh baik sekali pada temperature
55o-60oC.
2. Bakteri mesofil (mesotermik) yaitu bakteri yang dapat hidup dengan baik antara 5o-
60oC, temperature optimumnya 25o-40oC.
3. Bakteri psikofil (oligotermik) yaitu bakteri yang dapat hidup antara 0-30oC, temperature
optimumnya 10o-20oC. (Dwijoseputro, 1994)
Akan tetapi diatas suhu tertentu, protein, asam nukleat, dan komponen-komponen sel
lainnya mengalami kerusakan permanen. Selain berpengaruh pada laju pertumbuhan,
temperatur yang ekstrim dapat membunuh mikroorganisme (Brooks, 2005).

D. Alat dan Bahan


Alat:
1. Cawan petri 8. LAF
2. Water bath 9. Incubator
3. Kompor 10. Tabung reaksi kecil
4. Beaker glass 11. Makropipet
5. Thermometer 12. Stirrer
6. Lampu spiritus 13. Otoklaf
7. Jarum inokulasi berkolong 14. Kamer

Bahan:
1. Biakan murni bakteri
2. Medium NA cair
3. Kapas
4. Kertas label
E. Langkah Kerja

Disediakan 14 tabung kultur berisi medium nutrien cair, lalu diberi kode
perlakuan suhu yaitu 40oC, 50oC, 60oC, 70oC, 80oC, 90oC, dan
100oC

Diinokulasikan 1 ose biakan bakteri koloni I yang tersedia ke dalam


medium tersebut, yaitu pada 7 tabung dengan label 40oC-100oC dan
kontrol, dan bakteri koloni II pada 7 tabung lainnya, lalu
inkubasikan pada suhu 37oC selama 1 x 24 jam

Disediakan 4 buah medium lempeng NA, lalu dibuat garis dengan


menggunakan spidol pada bagian luar dari dasar cawan petri,
sehingga membentuk 4 kuadran

Diberikan kode 40oC, 50 oC, 60 oC, 70 oC pada keempat kuadran cawan


I dan II, serta kode 80 oC, 90 oC, 100 oC dan kontrol pada cawan III
dan IV

Dipanaskan empat belas tabung kultur tersebut di atas dengan


menggunakan water bath. Tabung yang dilabeli 40oC dipanaskan
sampai 40oC, yang dilabeli 50oC dipanaskan sampai 50oC,
seterusnya sampai pada tabung yang dilabeli 100oC dipanaskan
hingga 100oC

Setelah pemanasan, diletakkan tabung-tabung kultur tersebut pada rak


tabung dan dibiarkan pada suhu kamar
Diinokulasikan biakan bakteri kedalam empat belas tabung kultur
tersebut pada permukaan medium lempeng NA secara zig-zag
dengan menggunakan jarum inokulasi berkolong sebanyak 1 ose,
sesuai dengan kode kuadran. Kuadran dengan label kontrol
digunakan sebagai kontrol yang tidak diinokulasi dengan bakteri

Diinkubasikan biakan bakteri pada medium lempeng NA tersebut pada


suhu 37oC selama 1 x 24 jam

Diamati pertumbuhan bakteri pada tiap kuadran. Dicatat ada atau tidak
adanya pertumbuhan bakteri

F. Data Pengamatan

Pertumbuhan Bakteri Pada Suhu


No Koloni
40°C 50°C 60°C 70°C 80°C 90°C 100°C

1 K.A +++ +++ ++ +++ +++ ++ ++

2 K.B ++ + + +++ +++ +++ ++

Keterangan :
+++ : Pertumbuhan bakteri sangat banyak
++ : pertumbuhan bakteri banyak
+ : Pertumbuhan bakteri sedikit
- : Pertumbuhan bakteri tidak ada

G. Analisis Data
Pada praktikum pengaruh suhu terhadap pertumbuhan bakteri, dilakukan perlakuan
terhadap dua koloni bakteri. Bakteri pada koloni A maupun koloni B diberi perlakuan berupa
pemanasan pada suhu 40°C, 50°C, 60°C, 70°C, 80°C, 90°C, dan 100°C yang setelahnya
diinokulasikan pada medium lempeng NA, ditunggu selama 1 x 24 jam untuk melihat hasil
pertumbuhan bakteri pada medium tersebut. Dari hasil menunjukkan bahwa bakteri pada koloni
A yang dipanaskan pada suhu 40°C. Pertumbuhan bakterinya sangat banyak, pada suhu 50°C
pertumbuhan bakteri sangat banyak, pada suhu 60°Cpertumbuhan bakteri banyak, pada suhu
70°Cpertumbuhan bakteri banyak, pada suhu 80°CPertumbuhan bakterinya sangat banyak. Pada
suhu 90°C-100°C pertumbuhan bakteri tidak sebanyak suhu dibawahnya, hal ini
mengindikasikan bahwa semakin tinggi suhu maka akan berpengaruh negatif terhadap
pertumbuhan bakteri.
Pada koloni B pada suhu 40°Cpertumbuhan bakteri banyak, pada suhu
50°Cpertumbuhan bakteri sedikit, pada suhu 60°CPertumbuhan bakteri sedikit, pada suhu
70°CPertumbuhan bakteri sangat banyak, pada suhu 80°CPertumbuhan bakteri sangat banyak,

pada suhu 90°CPertumbuhan bakteri sangat banyak, pada suhu 100°Cpertumbuhan bakteri
banyak. Pada konoli B ini berlaku kebalikan, yaitu pada kisaran suhu 50°C-60°C pertumbuhan
bakteri sedikit sedangkan pada kisaran suhu 70°C-90°C pertumbuhan bakteri semakin banyak,
hal ini mengindikasikan bahwa suhu tinggi berpengaruh positif terhadap pertumbuhan bakteri.
Pada praktikum ini juga dilakukan kontrol penumbuhan koloni yaitu dengan arah zig
zag,hal ini untuk memudahkan pada saat pengamatan, jika bakteri itu tumbuh maka akan
terlihat jelas pola zig zag pada medium.

H. Pembahasan

Menurut Hastuti (2012) beberapa faktor abiotik yang dapat mempengaruhi


pertumbuhan bakteri, antara lain adalah suhu, kelembaban, cahaya, pH dan nutrisi. Apabila
faktor abiotik tersebut memenuhi syarat sehingga optimum untuk pertumbuhan bakteri dapat
tumbuh dan berkembang biak. Praktikum yang telah dilaksanakan oleh kelompok kami
berkaitan dengan faktor abiotik yaitu suhu yang dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteri.
Suhu merupakan salah satu faktor utama yang sangat memengaruhi pertumbuhan
mikroorganisme. Bakteri yang digunakan yaitu bakteri koloni A dan bakteri koloni B.
Menurut Hastuti (2012) daya tahan terhadap suhu tidak sama antara spesies. Suhu maut
atau titik kematian termal adalah suhu terendah yang dapat membunuh bakteri yang berada
dalam standard medium selama 10 menit. Pada umumnya bakteri lebih tahan terhadap suhu
rendah daripada suhu tinggi. Untuk mengetahui daya tahan pertumbuhan bakteri pada suhu
tertentu, maka pada praktikum ini digunakan beberapa suhu yaitu 40oC, 50oC, 60oC, 70oC,
80oC, 90oC dan 100oC.
Pertumbuhan makhluk hidup dipengaruhi oleh nutrisi dan kondisi lingkungan yang
mendukung, sehingga makhluk hidup tersebut dapat melakukan pertumbuhan secara
maksimum. Makhluk hidup tersebut termasuk bakteri, yang pertumbuhannnya pada
umumnya dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Pengaruh lingkungan tersebut akan
memberikan gambaran yang menunjukkan peningkatan jumlah sel berbeda dan pada
akhirnya akan memberikan gambaran pula terhadap kurva pertumbuhannya (Tarigan, 1988).
Dari praktikum yang telah dilakukan, hasil pengamatan menunjukkan bahwa bakteri yang
diuji termasuk bakteri yang dapat hidup pada suhu tinggi (40°C-100°C). Menurut
Dwijoseputro (1994) berdasarkan batas temperatur ketahanan hidupnya, bakteri dapat dibagi
atas:
1. Bakteri termofilik (politermik), yaitu bakteri yang tumbuh baik sekali pada temperatur
55°C-60°C.
2. Bakteri mesofil (mesotermik), yaitu bakteri yang dapat hidup dengan baik antara 5°-
60°C, temperatur optimumnya 25°C-40°C.
3. Bakteri psikofil (oligotermik), yaitu bakteri yang dapat hidup antara 0-30°C, temperatur
optimumnya 10°C-20°C.
Dari teori yang telah disebutkan di atas dan dari hasil praktikum bakteri koloni A yang
telah dilakukan hasilnya sesuai dengan teori. Karena pada suhu antara 40°C- 60°C
pertumbuhan bakteri sangatlah baik karena pada suhu tersebut merupakan suhu optimum
untuk pertumbuhan bakteri sehingga pembentukan koloni bakteri tersebut sangatlah baik.
Akan tetapi hal tersebut berbeda dengan hasil praktikum dari bakteri koloni B yang
menunjukkan pada saat suhu 50°C-60°C ditemukan sangat sedikit bakteri yang telah
tertanam. Selain itu juga ditemukan kesalahan pada kedua koloni yaitu semakin banyaknya
bakteri di atas suhu 60°C. Padahal seharusnya pada suhu di atas 60°C bakteri mengalami
kematian hal ini dikarenakan perlakuan suhu yang diberikan terlalu tinggi sehingga
menghambat proses pertumbuhan koloni bakteri. Karena pada suhu yang ekstrim tersebut
protein, asam nukleat, dan komponen-komponen sel lainnya mengalami kerusakan yang
permanen sehingga bakteri mengalami kematian (Brooks dkk., 2005). Suhu di atas 60°C
pada perlakuan yang diberikan pada bakteri koloni 1 dapat diartikan sebagai titik kematian
termal bakteri yaitu temperatur serendah– rendahnya yang dapat membunuh mikroba yang
berada dalam medium standar selama 10 menit pada kondisi tertentu (Suharni, 2008).
Kesalahan ini dapat terjadi diduga karena kesalahan praktikan dalam melaksanakan prosedur
praktikum, misalnya saat memberi perlakuan 80°C suhu tidak stabil, saat penanaman bakteri
pada medium NA yang kurang memperhatikan kesterilan dengan menjauhi autoclave
sehingga bisa menyebabkan kontaminasi pada medium lempeng NA atau juga bisa
disebabkan karena waktu pemanasan tidak tepat 10 menit pada masing-masing tabung kultur
sehingga bakteri yang diinokulasikan tetap hidup.
Banyaknya bakteri pada suhu diatas 60°C karena adanya beberapa jenis organisme
tertentu yang dapat hidup dalam keadaan lingkungan ekstrim. Organisme yang hidup pada
suhu ekstrim disebut ekstrimofil. Salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi keadaan
ekstrim bakteri adalah suhu. Salah satu jenis mikroorganisme yang dapat hidup pada suhu
ekstrim adalah Methanopyrus kandleri, yang hidup pada suhu tinggi (minimum 90°C,
optimum 106°C, dan maksimum 122°C), dan Psychromonas ingrahamii, yang hidup pada
suhu rendah (minimum -12°C, optimum 5°C, dan maksimum 10°C). (Madigan dkk., 2012)
Karakter termofilik dari bakteri ditentukan oleh sifat-sifat biokimia dan fisiologisnya.
Pada bakteri termofil makromolekul seperti protein dan asam nukleat akan tetap aktif secara
biologis bila berada pada suhu yang tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh aktivitas katalitik enzim
yang dihasilkan oleh bakteri termofil yang bekerja pada suhu yang sama atau sedikit lebih
tinggi dari suhu optimum pertumbuhannya (Zeikus dkk., 1998). Aktivitas enzim juga akan
meningkat dengan meningkatnya suhu sampai mencapai suhu optimumnya, tetapi setelah
melewati suhu optimumnya aktivitas enzim akan menurun (Rudiger dkk., 1994).
Melalui perlakuan dengan berbagai macam suhu terhadap bakteri, maka dapat diketahui
daya tahan bakteri tersebut terhadap suhu-suhu tertentu, selain itu dapat diketahui titik
kematian thermal bakteri. Dengan demikian bakteri isolate memiliki titik minimum, titik
optimum, titik maksimum dan titik ekstrim maksimum. Namun, dalam pengamatan
pengaruh suhu terhadap pertumbuhan bakteri tidak dapat ditentukan titik minimumnya
karena perlakuan suhu rendah tidah dilakukan.
Masa hidup bakteri yang ditumbuhkan pada media NA cair berkisar 1 hari dan sudah
membentuk koloni di dalam media. Hal ini terjadi karena bakteri yang ditumbuhkan pada
media cair akan lebih mudah menyerap makanan, namun sebagai akibatnya sumber
makanan akan lebih cepat habis bila dibandingkan dengan saat bakteri ditumbuhkan dalam
media padat sehingga masa hidup bakteri menjadi lebih singkat (Refdinal dkk., 2014).
Ketika melakukan praktikum ini, kelompok kami belum bisa menentukan suhu minimum,
suhu maksimal, dan suhu optimum pada kedua bakteri karena hasil pengamatan tidak sesuai
dengan rujukan. Suhu minimum pertumbuhan adalah suhu paling rendah di mana sel dapat
bertahan dan bereproduksi, suhu maksimum pertumbuhan adalah suhu tertinggi di mana sel
dapat bertahan dan bereproduksi. Sedangkan suhu optimum adalah suhu yang sesuai dengan
keadaan bakteri yang dapat membelah dengan cepat. Beberapa mikroorganisme mampu
bertahan hidup dalam keadaan suhu ekstrim. Hal ini berkaitan dengan keadaan fisiologi
dalam selnya. Terdapat reaksi kimia di dalam tubuh mikroorganisme tersebut yang
membutuhkan suhu ekstrim. Secara umum, peningkatan suhu lebih lanjut akan menurunkan
aktivitas enzim. Hal ini disebabkan karena protein, termasuk enzim, mengalami denaturasi.
Enzim mengalami perubahan konformasi pada suhu yang terlalu tinggi, sehingga substrat
terhambat dalam memasuki sisi aktif enzim. (Yusriah & Nengah, 2013). Misalnya pada
bakteri Escherichia coli adalah tipe bakteri mesofilik, dengan suhu optimum 39°C, suhu
maksimum 48°C, dan suhu minimum 8°C. Jadi rentang suhu E. coli sekitar 40°C. Suhu ini
mendekati daya tahan sel eukariot. (Hastuti, 2012)

I. Daftar Rujukan

Brooks, Geo F, dkk . 2005. Mikrobiologi Kedokteran . Jakarta : Salemba Medika.


Dwidjoseputro. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.
Hastuti, U. S. 2012. Petunjuk Praktikum Mikrobiologi. Malang : UMM Press.
Madigan, T.M., Martinko, J.M., Stahl, D.A., & Clark, D.P. 2012. Brock Biology of
Microorganisms. San Francisco: Pearson Education, Inc.
Pelczar, M.J., dan Chan, E.C.S. 2007. Dasar-DasarMikrobiologi (terj.). Jakarta:
PenerbitUniversitas Indonesia.

Refdinal, Endah dan Meita. 2014. “Pengaruh pH dan Temperatur pada Pembentukan
Biosurfaktan oleh Bakteri Pseudomonas aeruginosa”. Prosiding Seminar
Nasional Kimia ISBN. H. 41-48.
Rudiger, A, A Sunna, And G. Antranikian. 1994. Enzymes From Extreme Thermophilic And
Hyperthermophilic Archea And Bacteria Carbohydrases, Handbook Of Enzyme
Catalysis in Organic Synthesis. Weinhem: VCH Verlagsge sellsc hafft .
Suharni, T., T , dkk. 2008. Mikrobiologi Umum. Yogyakarta: Penerbit Universitas Atma
Jaya.
Tarigan, J. 1988. Pengantar Mikrobiologi. Jakarta: Universitas Indonesia
Yusriah. & Nengah D.K. 2013. Pengaruh pH dan Suhu Terhadap Aktivitas
Protease Penicillium sp. Jurnal Sains Dan Seni POMITS, 2(1): 2337-3520.
Zeikus, J.G., C. Vieille., and A. Savchenko. 1998. Thermozymes: Biotechnology and
structure-function relationship. Extremophiles. 21: 179-183.
J. Lampiran

Gambar 1. Bakteri koloni A Gambar 2. Bakteri koloni A

Gambar 3. Bakteri koloni B Gambar 4. Bakteri koloni B

Anda mungkin juga menyukai