Anda di halaman 1dari 14

SISTEM KOMPLEMEN DAN INTERFERON

Kelas : 5B
Dosen Pengampu : Darsini S.Kep.Ns M.Kep
Nama Kelompok:
Nama Kelompok:
1. Hendra Febri K (1432100) 4. Lailatul Fitrika (1432100)
2. Desi Purwantini (1432100) 5. Nanik Winarti (143210082)
3. Fifi May H (1432100) 6. Rista Nur K (143210090)

PROGRAM S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDIKIA MEDIKA
JOMBANG
2016

1
KATA PENGANTAR

Dengan ucapan puji dan syukur, kami panjatkan kehadirat Allah Swt. Atas rahmat, ridho
dan Inayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah kami dalam rangka memenuhi
tugas Mata Kuliah Imun dan Hematologi.
Taklupa kami sampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam segala hal sehingga tercapai apa yang kami inginkan dalam penyusunan tugas makalah
kami ini, khususnya kepada :
1. Ibu DarsiniS.Kep.Ns.,M.Kep selaku Dosen Pengajar Mata Kuliah Imun dan Hematologi
2. Teman-teman yang ikut serta dalam mengerjakan makalah ini
Akhirnya, kami banyak berharap agar makalah tentang “SISTEM KOMPLEMEN DAN
INTERFERON” ini dapat membawa manfaat untuk yang membaca dan membantu kami
menjadi seorang Perawat yang benar-benar Profesional sehingga dapat memajukan
Keperawatan di Indonesia.

Jombang,14 September 2016

2
DAFTAR ISI
JUDUL .................................................................................................................. .......... 1
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... 2
DAFTAR ISI..................................................................................................................... 3
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 4
1.2 Tujuan ................................................................................................................ 4
BAB 2 TINJAUAN MEDIS
2.1 Sistem Komplemen ........................................................................................... 5
2.2 Interferon ........................................................................................................... 8
BAB 3 PENUTUP
Kesimpulan ............................................................................................................ 13
Saran ...................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Imunitas adalah kekebalan yang dikaitkan dengan adanya antibodi atau sel yang
mempunyai tanggap kebal terhadap mikroorganisme dari penyakit infeksi tertentu atau
terhadap toksinnya (Kadri, 2010). Begitu antibodi tanggap pada permukaan
mikroorganisme yang menyerang, serangkaian protein plasma yang disebut komplemen
akan teraktivasi. Protein komplemen ini mampu menghancurkan penyerang tersebut
(Ripani, 2010).
Komplemen adalah bahan larut humoral yang berperanan dalam imunitas nonspesifik.
Komplemen termasuk salah satu sistem enzim serum yang berfungsi dalam inflamasi,
opsonisasi dan kerusakan (lisis) membran patogen. Dewasa ini, ada sekitar 20 jenis
protein yang berperang dalam sistem komplemen (Baratawidjaja, 2004).
Komplemen berupa molekul dari sistem imun nonspesifik larut dalam keadaan tidak
aktif yang dapat diaktifkan berbagai bahan seperti toksin (LPS) bakteri. Komplemen
dapat juga berperan dalam sistem imun spesifik yang setiap waktu dapat diaktifkan
kompleks imun. Hasil aktivasi tersebut menghasilkan berbagai mediator yang
mempunyai sifat biologik aktif dan beberapa diantaranya merupakan enzim untuk reaksi
berikutnya. Produk lainnya berupa protein pengontrol dan beberapa lainnya tidak
mempunyai aktivitas enzim. Aktivasi komplemen merupakan usaha tubuh untuk
menghancurkan antigen asing (proteksi), namun sering pula menimbulkan kerusakan
jaringan sehingga merugikan tubuh sendiri (Baratawidjaja, 2004).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan sistem komplemen?
2. Apa yang dimaksud dengan interferon?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi, fungsi dari sistem komplemen.
2. Untuk mengetahui definisi, fungsi, dan mekanisme kerja interferon.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 SISTEM KOMPLEMEN


1. Definisi
Sistem komplemen merupakan sekumpulan protein dalam sirkulasi yang
penting dalam pertahanan terhadap mikroba. Banyak protein komplemen merupakan
enzim proteolitik. Aktivasi komplemen membutuhkan aktivasi bertahap enzim-
enzim ini yang dinamakanenzymatic cascade.
Aktivasi komplemen terdiri dari 3 jalur yaitu jalur alternatif, jalur klasik,
dan jalur lektin. Jalur alternatif dipicu ketika protein komplemen diaktivasi di
permukaan mikroba dan tidak dapat dikontrol karena mikroba tidak mempunyai
protein pengatur komplemen (protein ini terdapat pada sel tuan rumah). Jalur ini
merupakan komponen imunitas non spesifik. Jalur klasik dipicu setelah antibodi
berikatan dengan mikroba atau antigen lain. Jalur ini merupakan komponen humoral
pada imunitas spesifik. Jalur lektin teraktivasi ketika suatu protein plasma yaitu
lektin pengikat manosa (mannose-binding lectin) berikatan dengan manosa di
permukaan mikroba. Lektin tersebut akan mengaktivasi protein pada jalur klasik,
tetapi karena aktivasinya tidak membutuhkan antibodi maka jalur lektin dianggap
sebagai bagian dari imunitas non spesifik.
Protein komplemen yang teraktivasi berfungsi sebagai enzim proteolitik untuk
memecah protein komplemen lainnya. Bagian terpenting dari komplemen adalah C3
yang akan dipecah oleh enzim proteolitik pada awal reaksi complement
cascade menjadi C3a dan C3b. Fragmen C3b akan berikatan dengan mikroba dan
mengaktivasi reaksi selanjutnya. Ketiga jalur aktivasi komplemen di atas berbeda
pada cara dimulainya, tetapi tahap selanjutnya dan hasil akhirnya adalah sama.
Sistem komplemen mempunyai 3 fungsi sebagai mekanisme pertahanan.
Pertama, C3b menyelubungi mikroba sehingga mempermudah mikroba berikatan
dengan fagosit (melalui reseptor C3b pada fagosit). Kedua, hasil pemecahan
komplemen bersifat kemoatraktan untuk neutrofil dan monosit, serta menyebabkan
inflamasi di tempat aktivasi komplemen. Ketiga, tahap akhir dari aktivasi
komplemen berupa pembentukan membrane attack complex (MAC) yaitu kompleks
protein polimerik yang dapat menembus membran sel mikroba, lalu membentuk

5
lubang-lubang sehingga air dan ion akan masuk dan mengakibatkan kematian
mikroba.

2. Aktivasi Komplemen
a. Aktivasi Komplemen melalui Jalur Klasik Jalur ini diawali dengan stimulasi dari
kompleks antigen-antibodi yang kemudian mengaktivasi C1q, C1r, C1s, ketiga
komponen ini menghasilkan komponen enzimatik yang menstimulasi C4, C4
menghasilkan komponen enzimatik yang menstimulasi C2, komponen C2 ini
kemudian menghasilkan komponen enzimatik dan menstimulasi C3 Convertase
(pusat katalitik sistem komplemen). (Gambar :Tiga Jenis Jalur Aktivasi
Komplemen)
b. Aktivasi Komplemen melalui Jalur Alternatif Jalur ini diawali oleh stimulasi dari
permukaan patogen yang mengandung LPS (Lipopolisakarida) yang kemudian
langsung menstimulasi C3, C3 menghasilkan komponen enzimatik yang
menstimulasi faktor B, faktor B menghasilkan komponen enzimatik yang
menstimulasi fakator D, faktor D kemudian menghasilkan komponen enzimatik
yang akhirnya mensimulasi C3 convertase.
c. Aktivasi Komplemen melalui Jalur Lektin Jalur ini diawali oleh stimulasi dari
kompleks manosa binding protein pada permukaan patogen yang kemudian
menstimulasi MBL, MASP-1, MASP-2. Ketiga komponen ini kemudian
menghasilkan komponen enzimatik yang menstimulasi C4, (seperti halnya pada
jalur klasik) C4, C4 menghasilkan komponen enzimatik yang menstimulasiC2,
komponen C2 ini kemudian menghasilkan komponen enzimatik dan menstimulasi
C3 convertase (pusat katalitik sistem komplemen).
Setelah ketiga jalur tersebut mengaktivasi C3 Convertase, C3 convertase ini
kemudian menghasilkan C3a, C5a dan C3b. C3a, C5a kemudian menstimulasi peptida
mediator untuk inflamasi dan menstimulasi rekrutmen sel fagositik.
C3b kemudian berikatan dengan reseptor komplemen pada sel fagositik dan
kemudian menstimulasi opsonisasi dan penghilangan kompleks imun. Selain itu, C3b
juga menstimulasi komponen terminal komplemen yang kemudian terjadi reaksi
cascade : menstimulasi C5b,C6,C7,C8,C9 dan akhirnya membentuk Membran attack
complex dan menyebabkan lisis pada patogen.

6
3. Reseptor Komplemen
Ada beberapa reseptor spesifik yang berikatan dengan komponen komplemen dan
fragmen pada komplemen.
CR1 dan CR3 adalah komponen penting dalam menginduksi proses fagositosis
bakteri. CR2 terutaman ditemukan pada sel B yaitu kompleks sel B-koreseptor dan
menjadi reseptor terhadap virus Epstein-Barr yang menyebabkan infeksi
mononukleusis. CR1 dan CR2 saling membagi struktur komplemen-regulatory protein
yang mengikat C3b dan C4b. CR3 dan CR4 saling berintegrasi, CR3 untuk proses
migrasi dan adesi leukosit, sedangkan CR4 untuk respon fagositosis. Reseptor C5a
dan C3a adalah bagian dari tujuh pasang pada untaian G protein. FDC sebagai sel
folikular dendritik tidak terlibat dalam imunitas bawaan (innate immunity) (Janeway
et all, 2001).
Anafilaksis dan kemotaksis C3a, C4a dan C5a disebut anafilatoksin oleh
karena dapat memacu sel mast dan sel basofil untuk melepaskan mediator kimia yang
dapat meningkatkan permeabilitas dan kontraksi otot polos vaskular. Reseptor C3a
dan C4a terdapat pada permukaan sel mast, sel basofil, otot polos dan limfosit.
Reseptor C5a terdapat pada permukaan sel mast, basofil, netrofil, monosit, makrofag,
dan sel endotelium. Melekatnya anafilatoksin pada reseptor yang terdapat pada otot
polos menyebabkan kontraksi otot polos tersebut. Untuk mekanisme ini C5a adalah
yang paling poten dan C4a adalah yang paling lemah. C5a juga mempunyai sifat yang
tidak dimiliki oleh C3a dan C4a; oleh karena C5a juga mempunyai reseptor yang
spesifik pada permukaan sel-sel fagosit maka C5a dapat menarik sel-sel fagosit
tersebut bergerak ke tempat mikroorganisme, benda asing atau jaringan yang rusak;
proses ini disebut kemotaksis. Juga setelah melekat C5a dapat merangsang
metabolisme oksidatif dari sel fagosit tersebut sehingga dapat meningkatkan daya
untuk memusnahkan mikroorganisme atau benda asing tersebut (Judarwanto, 2009).
Opsonisasi dan peningkatan fungsi fagositosis Fagositosis yang diperkuat oleh proses
opsonisasi C3b dan iC3b yang dibantu oleh IgG atau IgM mungkin merupakan
mekanisme pertahanan utama terhadap infeksi bakteri dan jamur secara sistemik.
Proses peradangan Kombinasi dari semua fungsi yang tersebut diatas mengakibatkan
terkumpulnya sel-sel dan serum protein yang diperlukan untuk terjadinya proses
dalam rangka memusnahkan mikroorganisme atau benda asing tersebut. Pelarutan dan
eliminasi kompleks imun Kompleks imun yang beredar mengaktifkan komplemen

7
dan mengaktifkan fragmen C3b yang menempel pada antigen. Kompleks tersebut
akan berikatan dengan reseptor pada permukaan eritrosit.
Pada waktu sirkulasi eritrosit melewati hati dan limpa, maka sel fagosit dalam
limpa dan hati (sel Kupffer) dapat membersihkan kompleks imun yang terdapat pada
permukaan sel eritrosit tersebut.

4. Regulator
Aktivasi komplemen dikontrol melalui tiga mekanisme utama, yaitu
1. komponen komplemen yang sudah diaktifkan biasanya ada dalam bentuk yang
tidak stabil sehingga bila tidak berikatan dengan komplemen berikutnya akan
rusak,
2. adanya beberapa inhibitor yang spesifik misalnya C1 esterase inhibitor, faktor I
dan faktor H,
3. pada permukaan membran sel terdapat protein yang dapat merusak fragmen
komplemen yang melekat.

2.2 INTERFERON
1. Definisi
Interferon merupakan molekul sitokin berupa protein berjenis glikoprotein
yang disekresi oleh sel vertebrata karena akibat rangsangan biologis, seperti
virus, bakteri, protozoa, mycoplasma, mitogen, dan senyawa lainnya. Sitokin
(bahasa Yunani: cyto, sel; dan -kinos, gerakan) adalahsejumlah senyawa
organik hasil sekresi sel yang berpengaruh pada sel lainatau berfungsi sebagai
sinyal komunikasi. Sitokin dapat berupa protein,peptida atau glikoprotein.
Kata sitokin biasa digunakan untuk merujukregulator polipeptida yang disekresi
oleh sel pada semua jenis makhluk hasilembryogenesis (Gilman at al., 2001). Sejarah
penemuan interferon dimulaipada tahun 1954 ketika Nagano dan Kojima
menemukannya pada virus dikelinci. Tiga tahun kemudian Isaacs dan Lindenmann
berhasil mengisolasi molekul yang serupa dari sel ayam dan molekul tersebut disebut
interferon.

8
2. Fungsi
Interferon, terutama alfa dan beta memiliki peranan penting dalam pertahanan
terhadap infeksi virus. Senyawa interferon adalah bagian dari sistem imun non-
spesifik dan senyawa tersebut akan terinduksi pada tahap awal infeksi virus, sebelum
sistem imun spesifik merespon infeksi tersebut. Pada saat rangsangan atau stimulus
biologis terjadi, sel yang memproduksi interferon akan mengeluarkannya ke
lingkungan sehingga interferon dapat berikatan dengan reseptor sel target dan
menginduksi transkripsi dari 20-30 gen pada sel target. Hal ini menghasilkan
keadaaan anti-virus pada sel target. Aktivasi protein interferon terkadang dapat
menimbulkan kematian sel yang dapat mencegah infeksi lebih lanjut pada sel.

3. Terapi Interferon
Interferon telah digunakan untuk penyembuhan berbagai β infeksi virus, salah
satunya adalah beberapa hepatitis C dan B tertentu yang bersifat kronis serta akut
dapat menggunakan interferon . Sementara itu, α interferon- yang berperan
dalam aktivasi makrofag, digunakan dalam γ penyembuhan kusta lepromatosa,
toksoplasmosis, dan leisymaniasis. Efek anti-proliferasi yang dimiliki interferon
juga menyebabkan senyawa ini dapat digunakan untuk mengatasi tumor seperti
melanoma dan Sarkoma Kaposi. Penggunaan interferon pengobatan memang
dibatasi karena adanya efek samping berupa demam, malaise, kelelahan, dan nyeri
otot. Selain itu, interferon juga bersifat toksik atau beracun terhadap hati, ginjal,
sumsum tulang, dan jantung.
Berat
Jumlah Kestabilan
Tipe Sumber Molekular Penginduksi
Protein pada pH 2
(Daltons)
Virus
IFN- α  16 Leukosit 16,000 – 25,000 Stabil
Polinukleatida
Virus
IFN- β 1 Fibroblast 20,000 Stabil
Polinukleatida
Mitogen
IFN- γ 1 Limfosit 20,000 – 25,000 Labil
Antigen

4. Mekanisme kerja Interferon


Interferon memiliki peran penting dalam memerangi infeksi virus RNA.
Interferon disekresikan ketika sejumlah besar dsRNA (secara abnormal) ditemukan
di dalam sel. Peran dsRNA sendiri adalah sebagai pemicu produksi interferon

9
melalui Toll Like Receptor 3 (TLR 3). Gen yang mengkodekan sitokin ini diaktifkan
dalam sel yang terinfeksi, kemudian interferon disintesa dan disekresikan kepada
sel-sel yang terdapat disekitarnya (Tizard, 2004).
Ketika sel mati karena virus RNA dan kemudian mengalami lisis, ribuan virus
ini akan menginfeksi sel-sel terdekat. Sel-sel yang sebelumnya telah menerima
interferon akan memperingatkan sel-sel yang lain akan adanya “bahaya” virus.
Kemudian sel-sel tersebut akan mulai memproduksi sejumlah besar protein yang
dikenal dengan protein kinase R (PKR). PKR secara tidak langsung diaktivasi oleh
dsRNA (sebenarnya oleh 2’-5’ oligoadenilat, yang diproduksi oleh 2’-5’
oligoadenilatsintetase yang diaktivasi oleh TLR3) dan kemudian memulai transfer
gugus fosfat (fosforilasi) ke suatu protein yang dikenal sebagai elF2 (Eukaryotic
Initiation Factor 2/ Faktor Inisiasi Translasi Eukariotik). Setelah fosforilasi, elF2
memiliki kemampuan untuk menginisiasi translasi (memproduksi protein-protein
yang dikodekan oleh seluler mRNA). Kemampuan ini dapat mencegah replikasi
virus, menghambat fungsi ribosom sel normal, dan membunuh baik virus maupun
sel inang jika responnya menjadi aktif untuk waktu yang cukup. Semua RNA di
dalam sel juga akan terdegradasi, mencegah mRNA ditranslasikan oleh elF2, jika
beberapa elF2 gagal untuk difosforilasi.
Interferon dapat menyebabkan meningkatnya aktivitas penginduksi p53 dalam
sel-sel yang terinfeksi virus, dan meningkatkan produksi dari produk gen p53. Hal
ini akan menyebabkan terjadinya apoptosis, dan membatasi kemampuan virus untuk
menyebar. Meningkatnya level transkripsi tidak terlihat dalam sel-sel yang tidak
terinfeksi, tetapi hanya sel-sel yang terinfeksi yang menunjukkan peningkatan
apoptosis. Transkripsi yang meningkat ini mungkin berperan untuk mempersiapkan
sel-sel yang sesuai sehingga dapat merespon dengan cepat ketika terjadi infeksi.
Ketika p53 diinduksis ehubungan dengan kehadiran virus, ia berlaku tidak seperti
biasanya. Beberapa target gen p53 diekspresikan ketika virus menginfeksi, tetapi
lainnya tidak, terutama untuk yang berespon terhadap kerusakan DNA. Salah satu
gen yang tidak diaktivasi adalah p21, yang dapat mempertahankan hidup sel.
Dengan membiarkan gen ini inaktif, maka akan membantu efek apoptotis. Dengam
kata lain, interferon meningkatkan efek apoptotis dari p53, meskipun tidak mutlak
diperlukan. Sel-sel normal mengeluarkan respons apoptotis yang lebih kuat dari sel-
sel tanpa p53.

10
Selain dengan mekanisme seperti di atas, interferon juga memiliki efek
immunomodulator. Di mana interferon dapat memperbaiki sistem kekebalan tubuh,
baik sistem kekebalan alamiah maupun yang didapat dengan beberapa cara, yakni:
a. Meningkatkan fagositosis makrofag dan daya sitotoksik sel NK (Natural Killer).
b. Meningkatkan ekspresi Human Leukocyte Antigen (HLA) pada permukaan sel
yang terinfeksi oleh virus. HLA tersebut bersama antigen virus pada permukaan
sel akan dikenali oleh limfosit T sitotoksik yang kemudian akan
menyebabkan lisis sel.
c. Turut berperan dalam lymphokine cascade dan produksi Interleukin 1,
Interleukin 2
d. Menginduksi produksi Prostaglandin (PGE2) oleh hipotalamus dan
menimbulkan demam.
Interferon- α merupakan penggertak yang kuat untuk sistem imun adaptif dan
bawaan (innate). Interferon- α diproduksi dalam jumlah besar oleh sel dendritik
plasmacytic dan mengaktifkan sel NK dan menggertak perbedaan monosit menjadi
sel dendritik dan juga kematangan dan aktivitas sel dendritik. Interferon- α juga
berperan serta dalam peralihan dari sistem imun non spesifik ke sistem imun spesifik
dan mendorong respon sel dari sel T γ/δ dan menggertak memori proliferasi sel T,
mengaktifkan sel T naïve, dan meningkatkan produksi antibody (Tizard, 2004).
Interferon dapat meningkatkan sekaligus menghambat fungsi sel. Fungsi
penghambat utamanya adalah memperlambat pertumbuhan sel normal dan sel
neoplastic. IFN- γ meningkatkan kemampuan makrofag untuk membunuh bakteri
dan protozoa dengan cara aktivasi makrofag. Aktivasi ini penting untuk
perkembangan resistensi terhadap mikroorganisme pathogen tertentu. Sebagai
contoh, bakteri Mycobacterium tuberculosis, Rhodococcus equi, Corynebacterium
pseudotuberculosis, Brucella abortus, Listeria monocytogenes dan Salmonellae, dan
juga protozoa parasit Toxoplasma gondii, yang secara normal dapat hidup dan
tumbuh di dalam makrofag .
Antibodi tidak dapat memberikan perlindungan terhadap bakteri tersebut di atas
karena pertumbuhannya yang intraseluler. Tetapi, saat proses infeksi, sel respon
imun digertak dan sel T menghasilkan IFN- γ. Interferon ini menyebabkan ukuran
makrofag membesar dan aktivitas metabolik serta mobilitasnya meningkat. Jumlah
reseptor Fc bertambah sehingga fagositosis meningkat. Lisosom di dalam makrofag
ini membesar dan mengandung enzim hidrolitik dalam jumlah besar, sementara juga

11
mensekresikan IL-1 dalam jumlah yang banyak dan akhirnya terjadilah
penghancuran organisme intraseluler (Tizard, 2004).
IFN- γ juga meningkatkan dan efek suppressor sel B, tergantung waktu
treatment. Jika diberikan di akhir respon imun, interferon meningkatkan produksi
antibody jika diberikan sebelum pemberian antigen, interferon bersifat supresif.
Interferon juga memiliki efek komplek pada sel respon imun sehingga dapat
menekan reaksi campuran limfosit tetapi juga meningkatkan graft rejection. IFN- γ
meningkatkan atau menekan reaksi hipersensitivitas, tergantung pada dosis dan
waktunya.
Interferon meningkatkan aktivitas sel T sitotoksik dengan menginduksi sel T
untuk memproduksi reseptor IL-2 dan IL-2. Selain itu, interferon juga meningkatkan
aktivitas sel suppressor dengan menggertak sintesis prostaglandin, ACTH, dan
endorphin. Jadi interferon dapat bersifat imunosupresif dan juga dapat meningkatkan
resistensi sel inang terhadap serangan tumor dan virus (Tizard, 2004).

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sistem komplemen adalah salah satu mekanisme penting pada pengenalan infeksi
patogen dan menjadi pertahanan awal yang efektif bagi tubuh saat infeksi awal patogen.
Komplemen adalah sistem protein plasma yang dapat aktif secara langsung oleh ikatan
patogen atau tidak langsung oleh ikatan antibodi-patogen, menyebabkan suatu reaksi
kaskade pada permukaan patogen dan menghasilkan komponen yang aktif dengan
berbagai fungsi efektor. Ada 3 macam jalur aktivasi komplemen yaitu jalur klasik, jalur
alternatif dan jalur lektin. Ketiga jalur tersebut dapat menginduksi antibodi secara
independen dalam imunitas bawaan (innate immunity). Ketiga jalur akan mengaktifkan
enzim C3 convertase, yang akan menghasilkan komponen C3b. Pengikatan C3b dengan
molekul patogen menjadi pusat aktivasi komplemen yang akhirnya membentuk
Membran attack complex dan menyebabkan lisis pada patogen.

3.2 Saran
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, jadi diharapkan untuk
para pembaca untuk lebih mengembagkannya lagi. Jadikan makalah ini sebagai
perimbangan pengembangan dari penyakit yang telah dibahas diatas.

13
DAFTAR PUSTAKA

Darmono. 2006. Farmakologi Dan Toksikologi Sistem Kekebalan: PengaruhPenyebab Dan


Akibatnya Pada Kekebalan Tubuh. Jakarta: Universitas Indonesia.

Fedik A.Rantam. 2003. Metode Imunologi. Jakarta: Universitas Airlangga

Anonymous. 2010. Imunitas Non-Spesifik.

14

Anda mungkin juga menyukai