Anda di halaman 1dari 11

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis mengucapakan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha
Esa, atas berkat dan rahmat-nya makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penulisan makalah ini. Kami juga berharap dengan adanya
makalah ini dapat menjadi salah satu sumber literature atau sumber informasi
pengetahuan bagi semua pihak yang telah membaca makalah ini.

Namun penulis menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
penulis memohon maaf jika ada hal-hal yang kurang berkenan. Penulis sangat
mengharapakan kritik dan saran demi demi kesempurnaan makalah ini.

Kupang, Agustus 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

Cover
KATA PENGANTAR.........................................................................................................i

DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii

BAB 1................................................................................................................................1

PENDAHULUAN.............................................................................................................1

LATAR BELAKANG....................................................................................................1

RUMUSAN MASALAH...............................................................................................1

TUJUAN........................................................................................................................2

BAB 2................................................................................................................................3

TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................................3

KONSEP DASAR FROTTEURISME..........................................................................3

BAB 3................................................................................................................................7

PENUTUP.........................................................................................................................7

KESIMPULAN..............................................................................................................7

SARAN..........................................................................................................................7

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................8

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Apa yang dimaksud perilaku seksual normal? Seperti kita ketahui,
jawabannya adalah : tergantung. Bila pertanyaannya lebih spesifik: kapan
perilaku seksual yang berbeda dari norma yang berlaku dianggap sebagai
gangguan? Jawabannya, sekali lagi, adalah : tergantung. Pandangan yang
berlaku saat ini cndrung cukup toleran terhadap beragam ekspresi seksual, pun
bila ekspresi tersebut tidak lumrah, kecuali jika perilaku itu berhubungan dengan
hendaya yang cukup subtansial dalam fungsi (Durand dan Barlow, 2007).
Dalam lingkup perilaku seksual, konsep yang kita miliki tentang apa
yang normal dan apa yang tidak sangat dipengaruhi oleh faktor sosiokultural.
Berbagai pola perilaku seksual yang dianggap abnormal di Inis Beag seperti
masturbasi, hubungan seks premarital, dan seks oral-genital dikatakan normal
pada masyarakat Amerika. Perilaku seksual dapat dianggap abnormal jika hal
tersebut bersifat self-defeating, menyimpang dari norma sosial, menyakiti orang
lain, menyebabkan distress personal, atau memengaruhi kemampuan seseorang
untuk berfungsi secara normal. Gangguan yang akan dibahas dalam makalah ini
adalah gangguan identitas gender, paraphilia, dan disfungsi seksual yang
mempunyai satu atau lebih kriteria abnormalitas. Dalam mengeksplorasi
gangguan-gangguan ini, kita menyentuh pertanyaan yang menggali batas antara
normal dan abnormal (Nevid, Rathus dan Greene, 2007).

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Frotteurisme ?
2. Apa penyebab dan Ciri-Ciri Frotteurisme ?
3. Apa solusi untuk Pelaku dan Korban Frotteurisme ?

1
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian froteurisme
2. Untuk mengetahui penyebab dan ciri-ciri froteurisme.
3. Untuk mengetahui solusi untuk pelaku dan korban frotteurisme.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR FROTTEURISME


1. Defenisi
Frotteurisme menurut J.P. Chaplin yang berawal dari kata frottage
dan frotter dalam bahasa Perancis yang artinya menggesek-gesek, mengurut-
urut, memijit-mijit, mengusal/uselusel, meraba-raba.
Definisi:
a. Frottage ialah perbuatan kelamin yang tidak wajar dalam mana
orgasme diperoleh dengan cara menggosok-gosokan dan meremas-
remas pakaian dari seorang anggota lawan jenis kelamin.
b. Frottage ialah fenomena seseorang mendapatkan kepuasan seks
dengan cara meraba-raba orang lain yang disenangi; biasanya tanpa
sepengetahuan orang yang bersangkutan (korbannya).
c. Frottage adalah seseorang yang mencapai orgasme dengan jalan
menggosok-gosokkan diri pada pakaian lawan jenis di tengah-tengah
banyak kerumunan orang.

Frottage biasanya dilakukan oleh seorang yang sangat pemalu,


dan tidak mempunyai keberanian sama sekali untuk malakukan coitus.
Selalu saja dirinya diselimuti oleh perasaan rendah diri, malu, dan tidak
berdaya. Coitus merupakan kegiatan penyatuan antara laki-laki dan
perempuan yang melibatkan masuknya penis (alat kelamin laki-laki)
kedalam vagina (alat kelamin perempuan).

2. Penyebab dan Ciri-Ciri


a. Penyebab
Pada awalnya terjadinya kelainan ini bersifat psikologis atau
kejiwaan, seperti pengalaman sewaktu kecil, dari lingkungan pergaulan,
dan faktor genetik. Umumnya kelainan seks terjadi pada batin atau
kejiwaan seseorang walaupun dari segi fisik penderita penyakit seks
batin tersebut sama dengan orang-orang normal yang lain. Namun orang

3
yang penderita penyakit ini memiliki kebiasaan seks yang cendrung
aneh.
b. Ciri-Ciri
Seperti yang di sampaikan Zoya Amirin seorang seksolog, Pelaku
frotteurisme memiliki ciri-ciri dalam bentuk sifat atau kebiasaan, karena
terlihat dari bentuk fisik, pelaku frotteurisme ini tidak ada bedanya
dengan orang normal lainnya. Seseorang sudah dapat di bilang
frotteurisme ketika orang tersebut telah memperoleh kepuasan saat
melakukan “gesekan” terhadap korbannya dan ketagihan untuk
melakukannya berulang kali.
Begitu juga yang di sampaikan oleh Dr. Boyke "biasanya
pengidapnya laki-laki. Umumnya mereka adalah orang-orang tertutup
yang sulit bergaul atau meluapkan hasrat seksualnya," penyimpangan ini
sulit untuk disembuhkan. Untuk bisa sembuh sulit sekali dan waktunya
sangat lama. Kalaupun bisa, bukan tidak mungkin kambuh lagi. Ini dapat
dilihat dari pernyataan Boyke yang mengatakan ”Selama berkarier,
Boyke tidak pernah menerima pasien pengidap frotteurisme. Yang
pernah dia jumpai justru korban pengidap frotteurisme. Namun korban
tersebut hanya curhat saja”. Orang yang mengidap frotteurisme bisa
dipastikan tidak akan puas dengan bentuk hubungan seks layaknya orang
normal.
3. Solusi
a. Solusi untuk Pelaku
Solusi yang tepat untuk pelaku kelainan seksual frotteurisme ini,
pertama harus disadari bahwa perilaku ketagihan seksual ini tidak akan
hilang dengan sendirinya, harus mendapatkan pengobatan dan terapi
untuk menyembuhkannya.
Mengobati ketagihan seks sangat tergantung dari orang yang
bersangkutan. Jika ia bisa menyadari bahwa perbuatannya salah dan ada
kemauan untuk mengubahnya, pengobatan menjadi lebih mudah. Proses
pengobatan bisa berupa serangkaian terapi mengenai kesehatan seksual,
hubungan cinta yang sehat, pernikahan, atau mengikuti program support

4
group dan dibantu obat-obatan tertentu, diperlukan untuk menahan
dorongan seksual yang berlebihan.
b. Solusi untuk Korban
Pelaku frotteurisme ini memiliki yang cenderung pemalu dan
tidak memiliki keberanian untuk berhubungan seks secara langsung
dengan lawan jenisnya. Sehingga hal yang tepat ketika korban
mengalami peristiwa tersebut, baiknya korban membentak lansung
pelaku atau menegurnya sehingga pelaku tidak melakukan perbuatannya.
1) Berpindah tempatlah jika memungkinkan.
2) Menegur pelaku / memberitahukan perasaan kita kepada orang
yang ada di sekitar tempat kejadian.
3) Membentak pelaku, bahwa kita tidak suka dengan tindakannya
atau mengunakan isyarat tubuh.

Dan bila perlu dilaporkan kepada pihak yang berwajib seperti


polisi supaya pelaku diberikan sanksi yang pantas. Dari hasil
wawancara kepada Bambang yang berkerja sebagai Kepala Urusan
Administrasi dan Ketatausahaan (Kaurmintu) di POLRESTABES
Bandung, cukup dikenakan pasal 335 yang berisi tentang perbuatan
tidak menyenangkan, dan menurut Winarsih „dalam hal ini orang
yang ketahuan melakukan hal tersebut dapat dituntut dengan pasal
281 KHU pidana yang menyebutkan bahwa “diancam dengan pidana
penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda
paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:

1) Barang siapa dengan sengaja dan terbuka melanggar


kesusilaan.
2) Barang siapa dengan sengaja dan di depan orang lain yang
ada di situ bertentangan dengan kehendaknya, melanggar
kesusilaan.

5
BAB 3

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Froteurisme (frotteurism) adalah gangguan di mana seseorang
mendapatkan kepuasan seksual dengan menempelkan atau menggesekkan organ
seksual ke orang lain tanpa persetujuannya. Perilaku ini seringkali terjadi pada

6
tempat-tempat keramaian yang sibuk, seperti di jalan, kereta atau bus yang
penuh sesak.
Frotteurisme adalah suatu bentuk parafilia yang memiliki karakteristik
adanya dorongan seksual berulang yang melibatkan tindakan menabrakan diri
atau menggesek-gesekan diri ke orang lain tanpa izin untuk mendapatkan
kepuasan seksual. Cirri utamanya adalah dorongan seksual yang kuat secara
persisten dan fantasi terkait yang melibatkan menggosok atau menyentuh tubuh
orang tanpa izin. Froterisme atau “meremas” biasanya terjadi pada tempat-
tempat ramai, seperti kereta api bawah tanah, bus, atau lift.

B. SARAN
Sebagai calon perawat kita harus mengetahui apa itu frotteurisme,
bagaimana peneybab dan ciri-cirinya serta solusi untuk pelaku dan korban agar
kita bisa mengambil tindakan dalam pelayanan keperawatan secara tepat, logis,
dan beretiket.

DAFTAR PUSTAKA

Durand, V. M dan Barlow, D. H. 2007. Psikologi Abnormal (Edisi Keempat).


Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Nevid, J.F, Rathus, S. A dan Greene B. 2007. Psikologi Abnormal (Edisi Kelima).
Jakarta: Erlangga

Semiun, Y. 2009. Kesehatan Mental 2. Yogyakarta: Kanisius.

Wahid Abdulah, M. Irfan (2001). Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan


Seksual. Bandung: Rafika Aditama.

7
8

Anda mungkin juga menyukai