PENDAHULUAN
1
Pada aktivitas pengeboran ini kami melakukan kerjasama berupa Kerja
Praktek dengan PT. Bintang Perkasa Mandiri yang berperan sebagai konsultan
pertambangan di indonesia. Lokasi pengeboran pata PT. Bumi Babahrot tepatnya
terletak di daerah di Kec. Babahrot Kab. Aceh Barat Daya (ABDYA).
2
1.2 Iklim
Kabupaten Aceh Barat Daya, khususnya kecamatan Babahrot berada di
wilayah tropis yang mempunyai curah hujan yang tinggi, kelembaban udara tinggi,
dan temperatur udara tinggi. Kondisi angin di wilayah ini bervariasi bergantung
pada musim. Kondisi tersebut dikenal dengan iklim tropis muson (Tropical Muson
Climate). Angin muson adalah angin musiman yang berlansung selama beberapa
bulan. Iklim di Aceh dapat dibagi menjadi 2 musim yaitu: Musim Barat (April-
September) dan musim muson timur (Oktober-Maret).
Ada sedikit perbedaan antara periode muson timur dan muson barat, berdasarkan
suhu, kelembaban, curah hujan dan visibilitas yaitu:
1. Suhu udara rata-rata adalah 27,1ºC dan 27,3ºC. Suhu rata-rata minimum
untuk timur dan barat pada periode muson adalah 20,1ºC dan 19,6ºC, suhu
udara rata-rata maksimum untuk timur dan barat pada periode muson
adalah 31,9ºC dan 32,4ºC.
2. Kelembaban rata-rata untuk periode muson timur sekitar 82% dan di
muson barat sekitar 81%.
3. Curah hujan bulanan rata-rata pada periode muson timur adalah sekitar 80
mm/bulan, rata-rata hujan adalah 7 hari/bulan di musim ini.
Maksimum rata-rata di periode ini adalah 35 mm/hari. Pada muson barat
total rata-rata hujan adalah sekitar 87 mm/bulan, rata-rata hujan adalah 6
hari/bulan dan rata-rata maksimum 39 mm/hari. Visibilitas selama cuaca buruk
adalah 6 sampai 10 km. Periode hujan bisa sedikit bervariasi antara timur dan
barat. Visibilitas periode musim timur adalah 6,3 km – 11,1 km sedangkan selama
musim hujan barat periode itu bervariasi dari 6,1 km – 10,3 km.
3
permukaan formasi berubah menjadi batuan gamping dan perpaduan batuan
kuarsa.
4
BAB II
URAIAN PROSES
Keterangan Komponen :
1. Water Suffle, berfungsi utuk memasok air kedalam lubang bor sehingga
mata bor tidak kepanasan dan cutting (serpihan batuan yang tergerus) dapat
terangkat.
5
2. Motor Rotary, berfungsi menggerakkan pipa dan mata bor.
3. Gear Box, adalah tempat terletaknya gear yang digunakan untuk
menggerakkan bor.
4. Pipa Bor, berguna untuk mensupport mata bor atau bit baik untuk
memutar, memasok lumpur maupun penarikan sampel.
5. Foot Clamp, berfungsimenjepit pipa ketika akan disambung atau di
lepaskan.
6
10. Oil Tank, Kotak penyimpanan oli.
11. Tiang Secured, tiang untuk pengaman tower agar tetap stabil dan tegak
dari permukaan tanah.
12. Cooler, alat yang berfungsi sebagai pendingin mesin, air langsung di
pompa dari sumber air terdekat.
13. Filter, yang berguna sebagai penyaring dari kotoran yang ada dalam oli dan
solar.
14. Hosting Plug, adalah alat yang berguna untuk mengikat sehingga dapat
menarik atau menurunkan pipa kedalam lubang bor.
Mata bor atau core bit merupakan salah satu komponen terpenting dalam
suatu pengeboran. Mata bor atau bit adalah alat yang terpasang di ujung paling
bawah dari rangkaian pipa yang langsung berhadapan dengan formasi atau batuan
yang di bor. Adanya putaran dan beban yang diperoleh dari rangkaian pipa bor
diatasnya, akan menyebabkan mata bor itu menghancurkan batuan yang terletak
7
dibawah sehingga akan menembus semakin dalam bebatuan tersebut. Lumpur
yang disirkulasikan akan keluar melalui mata bor dan menyemprotkan langsung
kebatuan yang sedang dihancurkan di dasar lubang bor. Semprotan ini akan ikut
membantu menghancurkan batuan-batuan itu. Batuan yang disemprot oleh
Lumpur tadi akan lebih mudah lagi dihancurkan oleh mata bor, sehingga dengan
demikian akan diperoleh laju pemboran yang lebih cepat.
1. Wing bit
Digunakan pada lapisan permukaan, biasanya digunakan untuk membuat
lubang besar. Pada umumnya mata bor ini memiliki diameter 36 inc. Wing
bit mampu bekerja pada kedalaman berkisar antara 0 – 30 meter.
Gambar 2.4 Wing bit yang memiliki mata bor seperti baling – baling
8
Gambar 2.5 Roller cone bit dengan 3 cones
3. Diamond bit
Diamond bit terdiri dari jenis material yang memiliki kekerasansama
seperti intan. Mata bor ini digunakan apabila mata bor lain tidak dapat
menembus lapisan formasi yang memiliki kekerasan sangat keras.
Gambar 2.6 Diamond bit yang kami gunakan dalam pengeboran coring
9
1. Open Hole
Open Hole adalah metode pengeboran dengan cara melubangi area
tertentu sesuai dengan kebutuhan dan perencanaan sampai kedalaman yang
telah direncanakan. Dalam pengambilan sampelnya berdasarkan potongan
dari setiap gerusan mata bor per Run atau per pipa bor. Dalam proses
pengeboran open hole cutting akan dinaikkan ke atas dengan media air
bercampur lumpur bor.
2. Coring
Coring adalah pengeboran yang dilakukan untuk mendapatkan
sampel utuh dari sampel pada kedalaman tertentu yang telah ditentukan.
Dalam melakukan pengeboran coring sampel diambil tanpa menggunakan
metode open hole. Dengan menggunakan metode ini kita akan
mendapatkan data yang lebih akurat dan menditail mengenai data variasi
batuan (stratigrafi) dalam lubang bor.
3. Touch core
Touch Core adalah tenik pengeboran yang awalnya dilakukan
dengan metode Open Hole dan ketika mata bor menyentuh Ore (indikasi
dari lubang bor keluarnya sample cutting berupa ore) , maka akan di stop
10
putaran bornya. selanjutnya stang bor di angkat dan mata bor akan diganti
dengan jenis mata bor khusus untuk pengambilan sample core serta di
tambah core barrel untuk tempat penampungan sample core selama
pengambilan (ukuran core barrel lebih kurang 1.60 meter). jadi bila
batubara lebih tebal akan dilakukan pengambilan coring sampai beberapa
kali. Ada teknik khusus dalam melakukan coring ini dan biasanya juru bor
atau driller lebih menguasai teknik ini (seperti kecepatan putaran mata bor
dan kecepatan pompa lumpur bor). Metode ini adalah gabungan dari Open
Hole dan Touch Core.
11
lubang, jika hal ini terjadi maka akan terjadi masalah seperti terjepitnya
pipa oleh serbuk bor
12
memadai untuk mengimbangi tekanan formasi. Tetapi jika menjumpai
daerah yang bertekanan abnormal dibutuhkan materi pemberat khusus
(misal : XCD-polimer) yang mempunyai berat jenis tinggi untuk
menaikkan tekanan hidrostatis dari kolom lumpur agar dapat mengimbangi
dan menjaga tekanan formasi. Besarnya tekanan hidrostatik tergantung
dari berat jenis fluida yang digunakan dan tinggi kolom yang dapat
dihitung dengan persamaan :
Hp = 0.052 x Mw x D = Psi
dimana :
Hp = Tekanan hidrostatic lumpur, psi.
Mw = Densitas lumpur, ppg.
D = Kedalaman, ft.
13
pembuatan peta singkapan beserta struktur geologinya, Kemudian setelah itu
dilakukan Planning pemboran yang didalamnya mencakup penentuan titik, jarak
interval, kedalaman yang harus dilakukan proses pemboran serta luasan wilayah
yang akan dilakukan pemboran. Setelah dilakukan planning dan telah ditentukan
titik yang akan dibor pada skema model maka dilakukan proses penentuan titik bor
dilapangana. Kemudian dibutuhkan preparasi pemboran dimana proses ini
mencakup proses dilakukanya persiapan lokasi, yaitu dengan pembuatan mud pit
(tempat sirkulasi air), apabila daerah pemboran berada di daerah lereng dan
bergelombang maka dilakukan perataan tanah sehingga daerah titik pemboran rata
dan tidak mengganggu jalannya proses pemboran, lokasi yang baik perlu di
perhatikan karna hal ini juga termasuk kedalam safety kerja.
14
Setelah semua tahapan dan semua persiapan tempat pemboran selesai
maka alat-alat pengeboran dan alat pendukung lainya di atur di tempat tersebut
sehingga jalan pengeboran dapat berlangsung dengan lancar.
15
Setelah itu barulah proses pengeboran coring dapat dilakukan. Kegiatan
pengeboran kali ini telah ditetapkan kedalaman dari setiap titik bor yaitu 100
meter. Dalam pelaksanaan pemboran, proses pengambilan core sesuai dengan
Standard Operational Procedure (SOP) yang ditetapkan oleh perusahaan.
Dilakukan maksimal setiap kedalaman 1,5 m sesuai dengan kesepakatan antara
Driller dan pihak perusahaan.
Proses pengeboran titik pertama tepatnya tanggal 03 September pada titik
DHA1-01 berjalan lancar mulai dari kedalaman 00.00 – 21.00 meter, memasuki
kedalaman 21.00 ditemukan adanya batu sample yang mengandung bijih besi
sampai dengan kedalaman 31.50 meter. Namun pada Run ke-22 menuju
kedalaman 33.00 meter terjadi stuck yang diakibatkan oleh kurang padatnya
formasi batuan. Setelah dilakukan pengankatan Cutting, ternyata di dapat bahwa
pada lapisan tersebut terdiri dari pasir lempung yang pada umumnya bersifat tidak
kompak, sehingga untuk mengatasi masalah ini diperlukan proses Flushing. Proses
pengeboran kembali berjalan lancar, tampa diduga sebelumnya, pada kedalaman
36.00 di temukan adanya serpihan Pirit pada batuan berjenis kuarsit. Batuan
tersebut memiliki kekerasan tinggi dengan tekstur putih mengkilat serta adanya
sebaran bijih pirit. Pada umumnya ditemukannya pirit adalah salah satu anomali
adanya endapan emas pada urat (vein) dari batuan tersebut. Pada kedalaman 37.50
meter yaitu run ke-25 tampa terduga ditemukannya serpihan emas yang tersebar
pada tiap vein.
Pada kedalaman 42.00 meter pengeboran memasuki batuan yang memiliki
formasi lunak dan berongga sehingga terjadi water loss. Dengan terjadinya water
loss lumpur pengeboran yang seharusnya bersirkulasi dengan baik berkurang
secara drastis, pengeboran di hentikan sementara. Meskipun pengeboran
dilanjutkan dapat dipastikan lumpur pengeboran yang ada akan semakin
berkurang, oleh sebab itu driller melakukan inisiatif untuk menambahkan senyawa
Polymer kedalam lumpur bor dengan kadar yang tinggi. Tidak hanya itu, driller
menambahkan serpihan serbuk hasil pemotongan kayu, polimer yang ada dapat
mengentalkan air pada tingkat tertentu sehingga air akan semakin sulit menembus
16
pori – pori batuan dan serbuk kayu berfungsi menghambat air masuk ke formasi
batuan melalui celah batuan tersebut.
Proses pengeboran kembali berjalan lancar, hasil sampel core yang
terangkat juga dalam kondisi memuaskan dengan core recovery baik. Namun
mencapai kedalaman 49.50 meter masalah kembali muncul. Masalah yang timbul
yaitu terdapatnya air muka bawah tanah yang sangat beresiko bagi aktifitas
pengeboran. Ketika dalam suatu pengeboran coring menembus lapisan air bawah
tanah yang menyebabkan artesis, air yang keluar tidak dapat terkendali sehingga
mengganggu proses pengeboran. Ditambah lagi dengan adanya air tersebut sampel
coring yang telah tertangkap di corebarel tertekan oleh air tersebut sehingga core
recovery yang tersisa pada kedalaman 49.50 meter hanya tersisa 20%. Jika nilai
core recovery rendah maka proses coring harus di ulang, namun air yang sangat
berlebihan menghambat proses yang ada. Dengan berbagai pertimbangan dan hasil
keputusan antara driller dan supervisor yang bertugas didapatkan suatu
kesimpulan bahwa pengeboran di titik DHA1-01 dihentikan.
Secara kesuluruhan pengeboran pada setiap titik memiliki proses yang
sama namun hal yang berbeda adalah kendala dan waktu yang diperlukan akibat
perbedaan tingkat kekerasan batuan. Batuan yang lebih keras cenderung
membutuhkan waktu lama, namun hal tersebut dapat di minimalkan dengan
penggunaan lumpur pengeboran yang tepat.
17
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 3.1 Diagram Kriteria Indeks Kekuatan Batuan (Franklin dkk, 1971)
Misal diketahui nilai Point Load Index 10 MPa dan Fracture Index 0,6 m.
Pada sumbu X di plot garis angka 80 Mpa dan di tarik vertikal. Kemudian dari
18
sumbu Y di plot garis pada angka 0,6 sampai berpotongan dengan garis plotting
dari sumbu X. Dari titik perpotongan tersebut, dapat di ketahui metode
pengeboran yang di rekomendasikan. Pada kegiatan pengambilan material sampel
dengan pengeboran, kinerja pengeboran adalah kemampuan alat bor untuk
membuat lubang sebagai saluran untuk mengambil material sampel, kegiatan ini
disebut dengan pengeboran produksi (production drilling). Seiring dengan
perjalanan waktu dan berkembangnya teknologi, pengembangan alat bor juga trus
dilakukan. Terdapat dua faktor utama dalam pengembangan alat bor. Pertama,
pengembangan sifat metalurgi komponen pengeboran, batang bor dan mata bor.
Kedua, pengembangan di bidang pemakaian energi dalam pengeboran unuk
mencapai hasil yang efektif mencakup lumpur pengeboran.
3. Percussion: Tumbukanyangdilakukansecara
berulang pada titik pengeboran.
4. Flushing : Suatu usaha untuk sesegera mungkin
mengeluarkan potongan hasil pengeboran
keluar dari dalam lubang bor dengan
memberikan sejumlah fluida bertekanan.
19
3.3 Faktor yang Menentukan Proses Pemecahan Batuan
3.3.1 Kekerasan
Kekerasan adalah tahanan dari suatu bidang permukaan terhadap
abrasi. Kekrasan dipakai untuk mengukur sifat – sifat teknis dari batuan dan
dapat juga dipakai untuk menyatakan berapa besarnya tegangan yang
diperlukan untuk menyatakan berapa besarnya tegangan yang diperlukan
untuk menyebabkan kerusakan pada batuan. Kekerasan batuan merupakan
fungsi dari komposisi butiran mineral, porositas dan derajat kejenuhan.
Kekerasan batuan diklarifikasikan dengan skala frederich Van Mohs (1882)
sebagai berikut :
20
Sangat lunak 1-2 < 10
3.3.2 Kekuatan
Meru pakan sifat fisik mekanika batuan yang sangat berpengaruh
terhadap proses pemecahan batuan. Kekuatan mekanik suatu batuan adalah
suatu sifat dari kekuatan terhadap gaya luar, baik kekuatan statik maupun
dinamik. Pada prinsipnya kekuatan batuan tergantung pada komposisi
mineralnya. Di antara mineral-mineral yang terkandung di dalam batuan,
kuarsa adalah mineral terkompak dengan kuat tekan mencapai lebih dari 500
MPa, sehingga semakin tinggi kandungan kuarsa maka batuan tersebut juga
semakin tinggi kekuatannya. Beberapa klasifikasi kuat tekan batuan utuh
menurut berbagai peneliti dan institusi ditunjukkan pada gambar 2.2. dari
klarifikasi tersebut, bahwa batuan mulai dikatakan kuat pada kuat tekan sekitar
10 MPa.
Gambar 3.2 Klasifikasi kuat tekan batuan (dalam Diktat pengeboran dan
penggalian, Kramadibrata, 2000)
21
3.3.3 Karakteristik Massa Batuan
22
merupakan sifat gabungan mekanik batuan dan massa batuan, yang terdiri dari
enam parameter utama, yaitu : Kuat tekan batuan utuh (UCS), Rock Quality
Designation (RQD), Jarak diskontinu/kekar. Tiap parameter memberikan
pembobotan dan penjumlahan bobot tiap parameter sehingga mendapat nilai
RMR. Semakin tinggi nilai RMR berarti batuan semakin masif. Pemberian
nilai RMR ditunjukkan pada gambar.
23
b. reactive solids, yaitu padatan yang bereaksi dengan air membentuk koloid
(clay); dalam hal ini clay air tawar seperti bentonite mengisaqp (absorb) air tawar
dan membentuk lumpur.
c. inert solids (zat padat yang tak bereaksi); ini dapat berupa Barite (BaSO 4) yang
digunakan untuk menaikkan densitas lumpur. Selain itu, juga berasal dari formasi-
formasi yang dibor dan terbawa lumpur, seperti chert, pasir atau clay-clay non
swelling, sehingga akan menyebabkan abrasi atau kerusakan pompa.
d. fasa kimia, merupakan bagian dari system yang digunakan untukmengontrol
sifat-sifat lumpur, misalnya dalam disperson (menyebarkan partikel-partikel clay)
atau flocculation (pengumpulan partikel-partikel clay). Efeknya terutama tertuju
pada peng ‘koloid’ an clay yang bersangkutan.
24
puannya dengan menambahkan daram KCl atau NaCl, sehingga sistim ini disebut
Salt Polymer System.
6. Oil Base Mud. Untuk membor lapisan formasi yang sangat peka terhadap air,
digunakan sistim lumpur yang menggunakan minyak sebagai medium pelarut.
Bahan-bahan kimia yang dipakai haruslah dapat larut atau kompatibel dengan
minyak., berbeda dengan bahan kimia yang larut dalam air. Sistim Lumpur ini
Sistim Lumpur ini sangat handal melindungi desintefrasi formasi, tahan suhu
tinggi, akan tetapi kecuali mahal juga kurang ramah lingkungan
7. Sistim Lumpur Synthetis menggunakan fluida sintetis dar jenis ester, ether, dan
poly alha olefin, untuk menggantikan minyak sebagai medium pelarut. Lumpur ini
sekwaalitas dengan Oil Based Mud, ramah lingkungan, akan tetapi dianggap teralu
mahal.
25
3.5.3 Plastic Viscosity (Pv)
Plasctic viscosity merupakan tahanan terhadap aliran yang disebabkan oleh
gesekan antara sesama benda padat didalam lubang bor dan merupakan salah satu
parameter kenaikan solid yang ada dalam lumpur.
3.5.4 Yield Point (Yp)
Yield point merupakan tahanan terhadap aliran yang disebabkan oleh gaya
elektrokimia antara padatan – padatan, cairan – cairan dan padatan – cairan.
3.5.5 Gel Strength
Gel strength adalah sifat dimana benda cair menjadi lebih kental bila
dalam keadaan diam, dan makin lama akan bertambah kental.
3.5.6 Sand Content
Penentuan kadar pasir pada lumpur pemboran adalah untuk mencegah
abrasi Pada pompa dan peralatan pengeboran lainnya, juga untuk mencegah
penebalan mud cake dan drill pipe sticking.
3.5.7 Alkalinity Filtrate
Tujuan pemeriksaan alkalinity filtrate adalah untuk mengetahui
kontaminan – kontaminan terhadap lumpur. Kontaminan – kontaminan ini dapat
berasal dari formasi yang di bor maupun dari air yang digunakan untuk pembuatan
lumpur.
3.5.8 Fluid (Water) Loss
Bila suatu campuran padat – cair, seperti lumpur berada dalam kontak
dengan media porous seperti dinding lubang bor dengan adanya tekanan yang
bekerja padanya, makan akan terjadi perembesan zat cair kedalam media porous
tesebut.
3.5.9 PH
PH menyatakan konsentrasi dari gugus hidroxil (OH¯) yang terdapat
dalam lumpur yang akan mempengaruhi kereaktifan bahan – bahan kimia yang
digunakan dalam lumpur.
26
3.6 Fungsi Lumpur Pemboran
Menurut Preston L. Moore (1974), lumpur pemboran mulai dikenal pada
sekitar tahun 1900-an bersamaan dengan dikenalnya pemboran rotari. Pada
mulanya tujuan utama dari lumpur pemboran adalah untuk mengangkat serbuk bor
secara kontinyu. Dengan berkembangnya zaman, banyak fungsi-fungsi tambahan
yang diharapkan dari lumpur pemboran. Banyak additif dengan berbagai fungsi
yang ditambahkan kedalamnya, menjadikan lumpur pemboran yang semula hanya
berupa fluida sederhana menjadi campuran yang kompleks antara fluida, padatan
dan bahan kimia.
Dari adanya perkembangan dalam penggunaan lumpur hingga saat ini,
fungsi-fungsi utama dari lumpur pemboran yang diharapkan adalah sebagai
berikut:
1) Mengendalikan tekanan formasi.
2) Mengangkat serbuk bor kepermukaan dan membersihkan dasar lubang bor.
3) Memberi dinding pada lubang bor dengan mud-cake.
4) Melumasi dan mendinginkan rangkaian pipa pemboran.
5) Menahan padatan dari formasi dan melepaskannya dipermukaan.
Masing-masing fungsi akan dijelaskan satu persatu. Dan dalam penulisan ini yang
berkaitan erat dengan judul penulisan adalah fungsi yang nomor kedua dari kelima
fungsi utama dari lumpur pemboran tersebut.
27
BAB IV
TUGAS KHUSUS
28
itu dibutuhkannya bantuan injeksi campuran lumpur pengeboran yang benar. Ada
berbagai jenis campuran lumpur pengeboran seperti Polimer dan Bentonite. Tetapi
tidak hanya itu juga dibutuhkan skill dari operator agar proses pengeboran berjalan
dengan baik.
4.6 Permasalahan
1. Studi Literatur
Studi Literatur dilakukan dengan mempelajari bahan pustaka yang menunjang
penulisan laporan yang diperoleh dari perusahaan terkait, perpustakaan, peta,
grafik, tabel, dsb.
2. Pengamatan Lapangan
Dilakukan dengan melakukan pengamatan lansung dilapangan terkait
penggunaan dan operasi alat pengeboran.
3. Pengambilan Data Lapangan
29
Pengambilan data dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung
terhadap kegiatn pengeboran full coring.
4. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan melakukan pengumpulan data di lapangan
secara statistik, untuk disajikan sebagai hasil pengamatan.
4. Analisis Hasil
Analisis hasil pengolahan data yang telah selesai baik dalam output table
bagan ataupun hasil berupa kesimpulan yang dapat dijadikan sebagai bahan
acua
30
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dengan menerapkan hal – hal diatas, proses coring berjalan dengan lancar
meskipun tetap menemukan beberapa masalah yang umum terjadi diantaranya:
1. Runtuh dinding, yang mana disebabkan oleh formasi batuan yang kurang
stabil dan tidak kompak atau dapat pula disebabkan oleh penggunaan
lumpur yang kurang tepat.
2. Mud loss/Water loss (kehilangan tekanan fluida) :
a. Lumpur didalam lubang hilang akibat masuk kedalam formasi atau
pori-pori lapisan batuan, sebagian atau seluruhnya.
b. Terjadi karna berat jenis lumpur bor terlalu besar, sehingga tekanan
lumpur lebih besar dari tekanan lapisan.
c. Hilang nya lumpur yang diikuti Blow Out (semburan keluar)
31
3. Water block, yaitu kondisi dimana mata bor tersumbat oleh cutting
sehingga fluida tidak dapat memberikan tekanan atau bisa juga fluida
terhambat karena cutting dan viskositas lumpur yang besar.
4. Stuck (pipa yang terjepit), yang mana terjadi karena runtuh atau
membesarnya dinding lubang, dan bisa juga diakbitkan cutting yang tidak
terangkat sehingga terjadinya penyempitan lubang.
Tentukanlah kekentalan (yield point) dari lumpur pengeboran pada kedalaman 315
meter dengan tekanan gradien 0,465 psi/ft. Untuk mendapatkan titik optimal yield
point kita dapat menghitung besarnya tekanan sebagai berikut :
Mw = HP/0.052xD
= 466,605 psi / 0.052 x 1003,452 ft
= 466,605 psi / 52,1795 ft
= 8,9423 ppg
32
Jadi besar yield point yang di perlukan adalah 8,9423 ppg.
Pada pengeboran coring core recovery merupakan hal mutlak yang perlu di
perhatikan. Oleh sebab itu ketika dilapangan perhitungan core recovery menjadi
hal yang saya fokuskan ketika berada dilapangan.
33
= 0,64 x 100%
= 64 %
Setelah itu kita dapat menentukan index core recovery yang kita dapat
berdasarkan tabel berikut :
Jadi berdasarkan tabel batuan pada kedalaman 37,50m – 39,00m adalah sedang
(fair).
34
BAB VI
6.1 Kesimpulan
6.2 Saran
35
LAMPIRAN A
2. H size 175 m
3. P Size 150 m
36
LAMPIRAN B
Tentukanlah kekentalan (yield point) dari lumpur pengeboran pada kedalaman 315
meter dengan tekanan gradien 0,465 psi/ft. Untuk mendapatkan titik optimal yield
point kita dapat menghitung besarnya tekanan sebagai berikut :
Mw = HP/0.052xD
= 466,605 psi / 0.052 x 1003,452 ft
= 466,605 psi / 52,1795 ft
= 8,9423 ppg
37
= ( 96) / (150) x 100%
= 0,64 x 100%
= 64 %
Setelah itu kita dapat menentukan index core recovery yang kita dapat
berdasarkan tabel berikut :
Jadi berdasarkan tabel batuan pada kedalaman 37,50m – 39,00m adalah sedang
(fair).
38
LAMPIRAN C
TABEL
Shift : Siang
39