Anda di halaman 1dari 16

BAGIAN PSIKIATRI FEBRUARI 2017

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

REFERAT:
DRAWING THERAPY PADA ANAK

Disusun Oleh:
Nursafa Soleman
C111 13 367

Pembimbing:
dr. Lusiana Indah Winata

Supervisor:
dr. Rinvil Renaldi, M.Kes, Sp.KJ A&R

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN


KLINIK
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
LEMBAR PENGESAHAN

Yang tersebut namanya di bawah ini:

Nama : Nursafa Soleman

NIM : C111 13 367

adalah benar menyelesaikan dan mendiskusikan laporan kasus yang


berjudul “GANGGUAN CEMAS MENYELURUH” dan tugas Refarat yang
berjudul “DRAWING THERAPY PADA ANAK” dan telah disetujui serta
dibacakan di hadapan pembimbing.

Makassar, 27 Februari 2017

Residen Pembimbing Supervisor Pembimbing

dr. Lusiana Indah Winata dr. Rinvil Renaldi, M.Kes, Sp.KJ A&R
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Menurut World Health Organization (WHO), sehat jiwa didefinisikan


sebagai keadaan dimana seorang individu mengerti dan menyadari
kemampuan yang dimilikinya, bisa mengatasi stres dalam kehidupan sehari-
hari, dapat bekerja secara produktif dan berkontribusi di komunitas
masyarakat tempat individu itu berada. Gangguan jiwa dapat dialami oleh
semua tingkat umur termasuk anak-anak dan remaja. Penelitian sebelumnya
menunjukan bahwa prevalensi gangguan jiwa pada anak 14-20%.1 Menurut
Centers for Disease Control and Prevention (CDC), prevalensi gangguan
jiwa pada anak usia 3-7 tahun yang paling banyak adalah Attention Deficit
Hyperactivity Disorder-ADHD (6,8%), kemudian masalah perilaku (3,5%),
ansietas (3,0%), depresi (2,1%) dan gangguan autisme (1,1%).2

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Aizah (2014) menunjukkan


bahwa aktifitas mewarnai gambar dapat menurunkan tingkat stres
hospitalisasi pada anak usia 4-6 tahun. Bermain memungkinkan anak terlepas
dari ketegangan dan stres yang dialami selama hospitalisasi. Ketika anak
melakukan permainan, anak akan dapat mengalihkan rasa sakitnya pada
permainannya (distraksi) dan relaksasi melalui kesenangan melakukan
permainan. Satu permainan yang cocok untuk anak pra sekolah (4-6 tahun)
yaitu mewarnai gambar, yang merupakan salah satu alat permainan edukatif
(APE) karena dapat mengembangkan aspek perkembangan anak dan
mendorong aktifitas dan kreatifitas anak. Permainan yang disukai anak akan
membuat anak merasa senang melakukan permainan tersebut. Menggambar
atau mewarnai adalah sebagai suatu permainan yang secara tidak langsung
memberikan kesempatan anak untuk bebas berekspresi dan juga memberikan
efek terapi. Mengekspresikan perasaannya dengan menggambar atau
mewarnai gambar, berarti memberikan pada anak suatu cara untuk
berkomunikasi tanpa menggunakan kata. 3
Terapi dalam psikiatri anak pada umumnya bertujuan untuk
menghilangkan gejala perilaku yang mengganggu/menghambat, dan agar
anak dapat berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang
dimilikinya. Dalam arti yang lebih spesifik, terapi mengusahakan perbaikan
fungsi kepribadian sesuai umur/fase perkembangan anak, hal-hal yang
berhubungan dengan: kemampuan menilai realitas (reality testing ability), self
awareness, kemampuan hubungan interpersonal. Terapi juga mengusahakan
perbaikan dari peranan lingkungan (environment therapy) meliputi kehidupan
keluarga, sekolah dan kelompok teman sebaya, agar kondusif untuk
perkembangan anak.4

Teknik psikoterapi pada anak tidak boleh hanya tergantung pada


penggunaan cara verbal saja, tetapi harus lebih diarahkan pada teknik-teknik
observasi langsung baik dalam pengaturan formal di kamar praktek atau
dalam pengaturan non formal diluar kamar praktek. Teknik dengan bermain
(play), drama, menggambar, bercerita (story telling), hampir selalu digunakan
dalam proses diagnosa dan terapi. Beberapa jenis terapi yang menggunakan
hubungan interpersonal sebagai sarana utamanya adalah: terapi bermain (play
therapy), terapi modifikasi perilaku (behavior modification therapy), terapi
kognitif perilaku (cognitive behavior therapy), terapi kelompok (group
therapy), terapi keluarga (family therapy), terapi edukatif (compensatory
education, remedial teaching), terapi lingkungan (milieu/environmental
therapy).4

Gambar yang dihasilkan seorang anak adalah hasil koordinasi antara


mata, otak dan tangan dalam mewujudkan suatu bentuk. Menggambar bagi
anak merupakan suatu bentuk permainan, sehingga dapat diketahui motif dan
fungsi perkembangan baik secara keseluruhan maupun per bagian. Adapun
tekanannya adalah pada hasil gambar anak tersebut. Hasil gambar anak dapat
bermacam-macam tergantung objek minat anak dalam menggambar.5

Selain gambar dapat mengukur emosi, hasil gambar anak juga dapat
digunakan untuk mengukur kemampuan sosial, interaksi dengan orang tua,
ada tidaknya masalah perilaku, deteksi hambatan mental dan perkembangan
kognitif. Kemampuan menggambar anak sangat ditentukan oleh usia dan
pengalaman anak, anak mencoba untuk berbicara tentang apa yang mereka
gambar.5,6` `
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Menurut Matthews (1999), menggambar adalah proses dialektis di


mana anak-anak menggunakan media visual untuk mengekspresikan emosi
mereka dengan menggunakan berbagai bentuk gambar yang muncul. Anak-
anak dapat menggunakan berbagai bentuk media menggambar untuk
mengekspresikan perasaan batin dan pikiran mereka. Menggambar berperan
dalam proses belajar anak, saat anak mulai menggambar dan mewarnai berarti
mereka sudah memulai pengalaman intelektualnya.7 Drawing therapy atau
terapi menggambar merupakan proses terapeutik yang menggunakan media
lukis atau gambar sebagai modalitas utama. Drawing therapy termasuk dalam
art therapy atau terapi seni, yaitu terapi yang menggunakan seni sebagai
media utamanya. Terapi seni menggunakan media seni, proses kreatif dan
menghasilkan hasil seni yang mengekspresikan perasaan, mendamaikan
konflik emosi, meningkatkan kesadaran diri, mengatur perilaku,
mengembangkan kemampuan sosial, meningkatkan daya orientasi,
mengurangi kecemasan dan meningkatkan konsep diri.8,9

B. Tahap Perkembangan Menggambar Anak-Anak


1. Tahap coret-coret (Scribbling) : 2-4 tahun
Sekitar usia 2 tahun anak mulai membuat coretan-coretan hanya
untuk bersenang-senang dan pada usia 3 tahun mulai membuat kreasi-
kreasi yang disadari. Pada awalnya, coretan hanya mengikuti
perkembangan motorik, yang akhirnya menggambarkan aktivitas mental
anak. Beragam jenis coretan yang dihasilkan adalah coretan tak berbentuk,
longitudinal, sirkular dan coretan bermakna pada akhir tahap ini.6,7
2. Tahap pre-skematik : 4-7 tahun
Setelah beberapa aktivitas pada tahap coretan, pada tahap ini anak
sudah mampu untuk membentuk lebih banyak detail dari goresan yang
mereka buat dan dapat menceritakan tentang obyek atau gambar yang
dibuat tersebut.7

3. Tahap skematik : 7-9 tahun


Pada tahap ini anak mengembangkan serangkaian simbol untuk
menggambar obyek yang pasti, dan anak mulai mengidentifikasi hubungan
obyek dengan ruang dalam gambarnya.7

4. Tahap realisme awal : 9-12 tahun


Tahap dimana anak menjadi mandiri terhadap gambarnya dan
menunjukkan lebih banyak detail dalam obyek sehingga bentuk gambar
mulai mengarah ke realistik.7

5. Tahap pseudo-naturalisme : 12-14 tahun


Tahap ini adalah akhir dari tahap spontanitas menggambar dan
awal dari kreasi yang dewasa dimana anak mulai kritis terhadap apa yang
mereka gambar.7

6. Tahap penentuan : 14-16 tahun


Tahap akhir dimana anak sudah bisa menentukan apakah berhenti
atau melanjutkan kegiatan menggambar.7

Menurut teori Piaget, pada usia 2-4 tahun (tahap scribbling) anak-
anak memulai fungsi simbolisasi. Bahasa dan simbol lain berperan penting
dalam komunikasi. Pada usia 4-7 tahun merupakan tahap pre-operasional
dimana anak-anak melihat dunia secara subyektif, imajinatif, fantasi, rasa
ingin tahu, kreatif, terfokus pada satu hal dan berpikir secara intuitif bukan
secara logika. Pada usia 7-12 tahun anak berada pada tahap operasional
konkrit dimana anak-anak sudah berpikir sesuai logika. Pada usia 12-15
tahun anak berada pada tahap operasional formal, anak melihat sesuatu
secara kritis, mampu membuat hipotesis dan sudah berpikir tentang
ide.10,11

C. Drawing Therapy Sebagai Sarana Diagnostik


1. Draw-a-Person Test

Tes ini dilakukan dengan cara menyuruh individu menggambar


orang sebatas kemampuannya. Setelah menyelesaikan gambar yang
pertama, ia kemudian disuruh menggambar orang yang tidak sejenis.
Analisis dilakukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti
ukuran dan penempatan gambar, hubungan antar gambar pria dan wanita,
tipe-tipe garis, distorsi (salah bentuk), apa saja yang dihilangkan, hal-hal
mana saja yang dihapus (hapusan), cara menggambar yang aneh pada
beberapa bagian gambar manusia. Asumsi dasarnya ialah bahwa gambar
itu merupakan gambar tubuh manusia, dan sikap-sikap, impuls-impuls
serta konflik-konflik akan terungkap dalam gambarnya. Masalah-masalah
penyesuaian diri psikoseksual sering kali terungkap oleh teknik tersebut.12

2. Kinetic-Family-Drawing
Teknik ini dikembangkan untuk anak dari keluarga yang
mengalami perceraian. Teknik ini juga dapat digunakan pada anak yang
mengalami perubahan hidup yang signifikan, perpisahan, kehilangan dan
trauma. Pada tingkat kognitif dan emosional, aktivitas menggambar
membantu merubah pola pikir anak terhadap apa yang telah terjadi
sebelumnya dan menerima kenyataan yang telah dan akan terjadi. Sebagai
alat diagnostik, menggambar digunakan untuk menilai persepsi anak
tentang keluarganya, interaksi dalam keluarga, persepsi anak tentang
tempat tinggal sebelum dan setelah perceraian atau perubahan. Tujuan dari
terapi ini adalah membantu anak dalam mengatasi situasi tidak
menyenangkan yang telah terjadi, menghadapi kenyataan, belajar dari
kehilangannya tersebut dan membantu meningkatkan kemampuan coping
anak. 11
Bahan-bahan yang digunakan adalah kertas gambar, pensil, krayon,
spidol dan pensil warna. Untuk anak yang memiliki masalah pengendalian
impuls, digunakan kertas ukuran kecil (8,5 x 11) untuk membatasi
kecemasan and impuls. Untuk anak yang memiliki masalah depresi,
digunakan kertas berukuran besar untuk mengembangkan spontanitas dan
ekspresi. 11
Anak diminta menggambarkan keluarganya sebelum terjadi
perceraian, kehilangan, atau perubahan dan kemudian pada gambar yang
lain anak diminta menggambarkan keluarganya saat ini. Hasil gambar
berupa perubahan anggota keluarga yang digambarkan anak akan
digunakan sebagai informasi diagnostik dan alat untuk menelusuri dan
mencari pemecahan masalah tersebut.11

3. House Tree Person Test


Tes ini dapat digunakan pada pasien yang tidak dapat
mengekspresikan perasaannya. Setelah menggambar, pasien diharapkan
dapat menyampaikan hal-hal menyangkut dirinya dan konflik dalam
lingkungannya. Anak diminta menggambarkan rumah, pohon dan orang
dengan pensil. Terapis kemudian menanyakan kepada anak apa arti
gambar tersebut dan membiarkan anak mengekspresikan perasaannya.
Rumah menggambarkan perasaan anak tentang kehidupan di dalam rumah
dan hubungan dalam keluarga. Misalkan, pintu kecil yang dibandingkan
ukurannya dengan jendela atau jendela dengan penutup diatasnya
mengindikasikan penarikan diri dari hubungan interpersonal dan
menghindari kontak dengan lingkungan di luar rumah. Pohon dan orang
menggambarkan konsep diri dan citra diri. Batang pohon merefleksikan
pendapat individu tentang kekuatan dan kelemahan diri, ranting yang
berdiri bukannya daun diartikan sebagai suatu kemarahan. Orang diartikan
sebagai bagaimana seseorang memandang dirinya (citra diri). 15
D. Drawing Therapy sebagai Psikoterapi pada Anak
Penggunaan aktivitas menggambar atau melukis sebagai suatu terapi
didasarkan pada asumsi bahwa gambar merupakan bentuk komunikasi yang
dengannya anak jarang melakukan resistensi, bahkan memberi anak cara
untuk mengekspresikan pikiran dan perasaannya dengan sedikit perasaan
terancam dibandingkan komunikasi yang hanya menggunakan verbal.
Aktivitas menggambar juga dapat menimbulkan perasaan tertarik dan
menyenangkan pada anak serta memancing partisipasi mereka karena dalam
proses terapi ini anak melakukan sesuatu, tidak hanya terlibat dalam
pembicaraan. Sebuah gambar memiliki makna seratus kata, dan
merefleksikan anak yang membuatnya. Gambar memberi isu-isu relevan,
seperti informasi tentang perkembangan, emosi, fungsi kognitif, mempercepat
ekspresi trauma yang tersembunyi serta menyampaikan perasaan dan persepsi
yang kacau dan kontradiktif, sehingga membantu untuk melakukan intervensi
dan membantu anak-anak yang bermasalah memahami dan menerima
dirinya.9

1. Trauma pada anak

Seni merupakan sarana yang efektif untuk mekanisme coping


terhadap trauma pada anak-anak dan remaja. Pengalaman traumatik dapat
memicu terjadi gangguan stres akut dan gangguan stres paska trauma.
Suatu penelitian menunjukkan bahwa pasien anak yang mengalami
gangguan stres akut akibat pelecehan seksual setelah diterapi dengan terapi
seni mengalami penurunan gejala secara signifikan.13
Pada kejadian traumatik, korteks frontal kiri terutama area broca
yang bertanggungjawab terhadap bicara menjadi inaktif, sedangkan
hemisfer kanan terutama area sekitar amygdala yang berhubungan dengan
emosi dan kesadaran menjadi aktif. Hal ini mengganggu kemampuan
pasien untuk berkomunikasi dengan diri mereka sendiri maupun orang lain
tentang apa yang mereka alami. Kemampuan berbahasa anak-anak juga
masih dalam tahap perkembangan sehingga modalitas ekspresi pada anak-
anak melalui komunikasi nonverbal, seperti seni merupakan sarana terapi
yang tepat.13

2. Kecemasan pada anak


Art therapy termasuk drawing therapy biasanya digunakan sebagai
intervensi psikologi seperti untuk mengatasi kecemasan. Kekuatan art
therapy bagi seseorang yang mengalami kecemasan terletak pada proses
kreatif dalam memfasilitasi untuk mengungkapkan ekspresi diri dan
mengeksplorasi diri. Proses pembuatan gambar pada tema tertentu yang
berkaitan dengan peristiwa atau kondisi tertentu dapat mempengaruhi
emosi dan pikiran. Oleh karena itu, berkembang beberapa penelitian yang
menggunakan gambar untuk melihat respon fisiologis tubuh setelah
diberikan terapi. Proses membuat kreasi seni dapat mengembangkan
kemampuan coping pasien terhadap stres dan gejala‐gejala
kesehatan. Perkembangan neuroscience yang pesat juga berpengaruh
terhadap penelitian art therapy. Beberapa penelitian dilakukan dengan
tujuan untuk melihat hubungan proses membuat kreasi seni dengan bagian
otak yang terlibat. Gambar yang dilihat, dibayangkan ataupun digambar
mengaktifkan bagian korteks visual pada otak. Proses membuat gambar
yang sangat mudah dapat menimbulkan aktivitas kompleks pada beberapa
bagian otak. Pengalaman dalam menggambar, melukis ataupun aktivitas
artistik lainnya melibatkan proses di otak dan terlihat melalui reaksi tubuh.
Proses pembuatan gambar mengaktifkan korteks visual pada otak. Oleh
karena itu tubuh akan memberikan respon yang sama ketika menghadapi
situasi yang nyata.14

3. Anak dengan orang tua yang bercerai


Dari sudut pandang anak, perceraian orang tua merupakan
pengalaman yang tidak menyenangkan yang menyebabkan anak merasa
tidak aman, tidak diinginkan dan berdampak pada perkembangan
kepribadian dan kemampuan coping anak. Aktivitas menggambar
membebaskan anak untuk memberitahukan persepsi dan perasaannya
dengan nyaman dan aman. Dengan drawing therapy (Kinetic Family
Drawing), anak dibantu menentukan perubahan positif yang terjadi setelah
peristiwa traumatik tersebut. Hal ini dilihat di gambar “setelah” perceraian
yang dibuat anak dan bermanfaat untuk memperkuat, membangun
hubungan yang sehat dan menemukan metode coping pada anak. Sebagai
contoh, hubungan anak-anak dengan saudaranya lebih erat setelah
perceraian. Dilihat dari gambar anak pada gambar “sebelum” dan
“setelah” peristiwa traumatik, anak menempatkan dirinya dalam gambar
lebih dekat ke salah satu atau beberapa saudaranya pada gambar “setelah”
atau menggambarkan beberapa kesamaan yang tidak tampak pada gambar
“sebelum”nya. Ikatan seperti itu dapat diperkuat untuk melawan perasaan
terasing, menarik diri dan terisolasi yang mungkin dialami anak.
Hubungan yang dekat dengan saudara dapat membantu anak merasa tidak
sendiri lagi, anak akan merasa bahwa setidaknya ada orang lain yang
merasakan hal yang sama.11

4. Gangguan perilaku pada anak


Pada anak yang mengalami gangguan perilaku, aktivitas
menggambar dapat membantunya untuk menyalurkan dorongan agresif
dengan cara yang lebih dapat diterima masyarakat serta dapat membantu
ego untuk mengintegrasikan dan mengatur perasaan serta impuls-impuls
yang berkonflik dalam suatu bentuk estetis yang memberikan kepuasan.
Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa aktivitas menggambar dapat
meningkatkan kemampuan belajar sosial dan emosional pada anak. Selain
itu, menggambar juga dapat memperbaiki self esteem atau harga diri yang
merupakan isu sentral semua gangguan fungsional termasuk gangguan
perilaku. Dengan semakin terintegrasinya ego anak dan terciptanya
kelekatan yang aman dalam proses terapeutik, maka akan lebih mudah
bagi anak untuk mempelajari keterampilan-keterampilan baru termasuk
keterampilan sosial seperti mengontrol emosi, berkomunikasi dengan
orang lain.9
5. Autisme pada Anak
Anak-anak dengan autism spectrum disorder (ASD) memiliki
keterbatasan dalam mengekspresikan dirinya. Tes House-Tree-Person
dapat digunakan untuk menilai perspektif anak tentang dirinya, hubungan
dengan orang lain dan pandangan tentang dunia disekitarnya. Portrait
Drawing Assessment (PDA) merupakan sarana interaktif dimana terapis
dan anak menggambarkan wajah masing-masing dalam waktu yang sama.
Prosedur ini dapat digunakan dengan melibatkan anak dengan autisme dan
meningkatkan keterampilan mengenali wajah. Terapi ini juga digunakan
untuk menilai kelebihan yang dimililki anak, fungsi kognitif dan persepsi
anak tentang dirinya dan dunia luar. Terapi ini efektif pada pasien dengan
autisme karena didesain untuk memberi informasi tentang pasien secara
cepat dalam satu sesi.16
BAB III

KESIMPULAN

Gangguan jiwa dapat dialami oleh semua tingkat umur termasuk anak-
anak dan remaja. Terapi dalam psikiatri anak pada umumnya bertujuan untuk
menghilangkan gejala perilaku yang mengganggu/menghambat, dan agar anak
dapat berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
Beberapa jenis terapi yang menggunakan hubungan interpersonal sebagai sarana
utamanya adalah: terapi bermain (play therapy), terapi modifikasi perilaku
(behavior modification therapy), terapi kognitif perilaku (cognitive behavior
therapy), terapi kelompok (group therapy), terapi keluarga (family therapy), terapi
edukatif (compensatory education, remedial teaching), terapi lingkungan
(milieu/environmental therapy).
Drawing therapy atau terapi menggambar merupakan proses terapeutik
yang menggunakan media lukis atau gambar sebagai modalitas utama, anak akan
mengekspresikan emosi mereka dengan menggunakan berbagai bentuk gambar
yang muncul. Drawing therapy berperan sebagai sarana diagnostik dan juga
sebagai psikoterapi. Beberapa tes dikembangkan untuk mendeteksi gangguan jiwa
pada anak diantaranya adalah Draw-a-Person Test dan Kinetic-Family-Drawing.
Dengan seni anak bisa mengembangkan mekanisme coping terhadap trauma.
Menggambar atau mewarnai digunakan sebagai suatu permainan yang secara
tidak langsung memberikan kesempatan anak untuk bebas berekspresi. Aktivitas
menggambar membebaskan anak untuk memberitahukan persepsi dan
perasaannya dengan nyaman dan aman serta memfasilitasi anak untuk
mengeksplorasi diri.
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. (2017). http://www.who.int/features/factfiles/


mental_health/en/. Diakses pada 17 februari 2017
2. Centers for Disease Control and Prevention. (2016).
https://www.cdc.gov/childrensmentalhealth/data.html. Diakses pada 17
februari 2017
3. Aizah, S., Susi EW. (2014). Upaya Menurunkan Tingkat Stres
Hospitalisasi dengan Aktifitas Mewarnai Gambar pada Anak Usia 46
Tahun di Ruang Anggrek RSUD Gambaran Kediri. J Efektor, 25(1).
4. Elvira, Sylvia D., dkk. (2010). Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan
Penerbit FK UI.
5. Hartosujono. (2012). Studi Eksploratif Hasil Gambar Anak Usia 4 dan 6
Tahun. J Humanitas, 9(1).
6. Malchiodi, CA. (1998). Understanding Children Drawing. The Guilford
Press: London.
7. Anim, JO. (2012). The Role Of Drawing In Promoting The Children’s
Communication In Early Childhood Education. Oslo and akershus
university.
8. American Art Therapy Association. (2013). http://arttherapy.org/upload/
whatisarttherapy.pdf. Diakses pada 17 februari 2017
9. Mukhtar, DY., Noor RH. (2006). Efektivitas Art Therapy untuk
Meningkatkan Keterampilan Sosial pada Anak Yang Mengalami
Gangguan Perilaku. J Psikologia, 2(1)
10. Dalley, T. (2009). Art As Therapy: An Introduction To The Use Of Art
As A Therapeutic Technique. New York: Tavistock Publication
11. Kaduson, H., Charles, S. 2004. 101 Favorite Play Therapy Techniques.
Rowman & Littlefield: USA
12. Semiun, Y. (2006). Kesehatan Mental 3. Kanisius: Yogyakarta
13. Hussain, S. (2010). Images Healing and Learning: Art Therapy for
Children Who Have Survived Disaster. American Medical Association J
of Ethics, 12(9).
14. Sarah, Hasanat NU. (2010). Kajian Teoritis Pengaruh Art Therapy dalam
Mengurangi Kecemasan pada Penderita Kanker. Buletin Psikologi, 18(1) \
15. Weiner IB, Roger LG. (2017). Handbook of Personality Assessment. John
Willey: New Jersey
16. Erin RB, Bethany H. Benefit of Art Therapy as Treatment for Autism
spectrum Disorder: An Exploratory Review. J of Special Populations, 1(1)

Anda mungkin juga menyukai