PEMICU I
MODUL GINJAL DAN CAIRAN TUBUH
Oleh:
Kelompok 5:
12. 2018
13.
14.
15.
16.
17.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Pemicu
Danang 21 tahun, seorang mahasiswa FK Untan mendapati BAK-
nya berwarna kuning bening di pagi hari setelah sarapan pagi. Selama
kuliah, Danang sangat aktif dan sering terlupa untuk minum. Di sore
harinya, Danang rutin olahraga jogging selama 30 menit. Setelah jogging,
Danang mendapati kali ini BAK-nya sedikit dan berwarna kuning pekat.
Selain itu, Danang juga merasa sangat haus, lalu disarankan oleh temannya
untuk minum air mineral yang cukup.
1
1.5. Analisis Masalah
Sistem perkemihan
Produksi urin
Dehidrasi
1.6. Hipotesis
Perubahan volume dan warna pada BAK Danang, laki-laki 21 tahun
dipengaruhi oleh aktivitas yang dilakuan dan asupan cairan yang
dikonsumsi.
2
4. Mekanisme rasa haus
5. Renal clearance
6. Homeostasis cairan tubuh
7. Hubungan produksi urin terhadap
a. Aktivitas fisik
b. Konsumsi cairan
c. Jenis kelamin
d. Usia
e. Faktor lain yang mempengaruhi produksi urin
8. Karakteristik urin normal
9. Dehidrasi
a. Definisi
b. Klasifikasi
c. Manifestasi
d. Faktor risiko
e. Tata laksana
10. Apakah kebiasaan yang dilakukan Danang, laki-laki 2 tahun jika
diteruskan dapat menyebabkan suatu penyakit?
3
BAB II
PEMBAHASAN
a. Ginjal
Manusia memiliki sepasang ginjal yang terletak di belakang perut
atau abdomen. Spesifiknya yaitu dibelakang peritoneum pada bagian
belakang rongga abdomen, mulai dari vertebra torakalis kedua belas
(T2) sampai vertebra lumbalis ketiga (L3). Ginjal kanan lebih rendah
daripada ginjal kiri karena adanya hati. Saat inspirasi, kedua ginjal
tertekan ke bawah karena kontraksi diafragma. Kedua ginjal dibungkus
oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang
membantu meredam goncangan. Adapun korteks ginjal yang
merupakan zona dalam yang terdiri dari piramida-piramida ginjal.
Korteks terdiri dari keseluruhan glomerulus dan medulla terdiri dari
ansa henle, vasa rekta, dan bagian akhir dari duktus kolektivus. Unit
fungsional dasar dari ginjal adalah nefron yang dapat berjumlah lebih
dari satu juta buah dalam satu ginjal normal manusia dewasa.1,2
b. Ureter
Ureter merupakan saluran sepanjang 25-30 cm yang membawa hasil
penyaringan ginjal (filtrasi, reabsorpsi, sekresi) dari pelvis renalis
menuju vesica urinaria. Terdapat sepasang ureter yang terletak
retroperitoneal, masing-masing satu untuk setiap ginjal. Ureter setelah
keluar dari ginjal (melalui pelvis) akan turun di depan m. psoas major,
lalu menyilangi pintu atas panggul dengan a. Ureter diperdarahi oleh
cabang dari a. renalis, aorta abdominalis, a. iliaca communis, a.
testicularis/ovarica serta a. vesicalis inferior. Sedangkan persarafan
4
ureter melalui segmen T0-L atau L2 melalui pleksus renalis, pleksus
aorticus, serta pleksus hipogastricus superior dan inferior.2
5
Gambar 2.2 Vesica urinaria
d. Uretra
Uretra merupakan saluran yang membawa urine keluar dari vesica
urinaria menuju lingkungan luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra
pada pria dan wanita. Uretra pada pria memiliki panjang sekitar 20 cm
dan juga berfungsi sebagai organ seksual (berhubungan dengan kelenjar
prostat), sedangkan uretra pada wanita panjangnya sekitar 3.5 cm. selain
itu, Pria memiliki dua otot sphincter yaitu m.sphincter interna (otot
polos terusan dari m.detrusor dan bersifat involunter) dan m.sphincter
externa (di uretra pars membranosa, bersifat volunter), sedangkan pada
wanita hanya memiliki m.sphincter externa (distal inferior dari kandung
kemih dan bersifat volunter).3
6
2.1.2. Histologi
7
Gambar 2.4 Korpuskula renalis4
Penjelasan histologis renal adalah sebagai berikut:5
1. Arteriole afferen
Pada arteriole aferen dekat dengan badan Malphigi terdapat sel-sel
juxtaglomeruler yang merupakan modifikasi otot polos befungsi
menghasilkan enzim renin.
2. Nefron
Tiap ginjal tersusun atas unit struktural dan fungsional dalam
pembentukan urin yang dinamakan nefron (nephron). Tiap nefron
terdiri atas bagian yang melebar yang dinamakan korpuskula renalis
atau badan malphigi, tubulus kontortus proksimal, lengkung Henle serta
tubulus kontortus distal.
3. Korpuskula renalis
Korpuskula renalis terdiri atas glomelurus dan dikelilingi oleh
kapsula Bowmann.
4. Glomeruli
Glomerulus merupakan anyaman pembuluh darah kapiler yang
ruwet yang merupakan cabang dari arteriole aferen. Pada permukaan
luar kapiler glomeruli menempel sel berbentuk spesifik dan memiliki
penjuluran-penjuluran yang disebut podosit (sel kaki). Antara sel-sel
endotel kapiler dan podosit membentuk strukrur kontinyu yang
8
berlubang-lubang yang memisahkan darah yang terdapat dalam kapiler
dengan ruang kapsuler. Podosit berfungsi membantu filtrasi cairan
darah menjadi cairan ultra filtrat (urin primer). Cairan ultra filtrat
ditampung di dalam ruang urin yaitu ruang antara kapiler dengan
dinding kapsula Bowmani dan selanjutnya mengalir menuju tubulus
contortus proksimal. Komposisi kimia cairan ultra filtrat hampir sama
dengan plasma darah.
5. Capsula Bowman
Lapisan parietal kapsula bowman terdiri atas epitel selapis gepeng.
Ruang kapsuler berfungsi menampung urine primer (ultra filtrat). Sel
podosit, sel epitel kapsula Bowman yang mengalami spesialisasi untuk
filtrasi cairan darah. Oleh karena itu komposisi cairan ultra filtrat hampir
sama dengan plasma darah kecuali tidak mengandung protein plasma.
6. Sel Mesangial
Pada sel-sel endotel dan lamina basalis kapiler glomerulus terdapat
sel mesangial yang berperan sebagai makrofage.
7. Tubulus Kontortus Proksimal
Tubulus kontortus proksimal kebanyakan terdapat di bagian korteks
ginjal. Mukosa tubulus kontortus proksimal tersusun atas sel-sel epitel
kubus selapis, apeks sel menghadap lumen tubulus dan memiliki banyak
mikrovili (brush border). Sel epitel tubulus contortus proksimal
berfungsi untuk reabsorpsi.
8. Lengkung Henle (loop of Henle)
Lengkung Henle berbentuk seperti huruf U terdiri atas segmen tipis
dan diikuti segmen tebal. Bagian tipis lengkung henle yang merupakan
lanjutan tubulus kontortus proksimal tersusun atas sel gepeng dan inti
menonjol ke dalam lumen. Cairan urin ketika berada dalam loop of
Henle bersifat hipotonik, tetapi setelah melewati loop of Henle urin
menjadi bersifat hipertonik. Hal ini dikarenakan bagian descenden loop
of Henle sangat permeabel terhadap pergerakan air, Na+, dan Cl,
sedangkan bagian ascenden tidak permeabel terhadap air dan sangat
aktif untuk transpor klorida bertanggung jawab terhadap hipertonisitas
9
cairan interstitial daerah medulla. Sebagai akibat kehilangan Na dan Cl
filtrat yang mencapai tubulus kontortus distal bersifat hipertonik.
9. Tubulus Kontortus Distalis
Tubulus contortus distalis tersusun atas sel-sel epithelium berbentuk
kuboid, sitoplasma pucat, nuklei tampak lebih banyak, tidak ada brush
border.
10. Tubulus Koligens
Urin berjalan dari tubulus kontortus distal ke tubulus koligens yang
apabila bersatu membentuk saluran lurus yang lebih besar yang disebut
duktus papilaris Bellini. Tubulus koligens dibatasi oleh epitel kubis.
Peristiwa penting pada tubulus koligens adalah mekanisme pemekatan
atau pengenceran urin yang diatur oleh hormon antidiuretik (ADH).
Dinding tubulus distal dan tubulus koligens sangat permeabel terhadap
air bila terdapat ADH dan sebaliknya.
11. Tubulus Kolektivus
Tubulus kolektivus dari Bellini merupakan tersusun atas sel-sel
epithelium kolumnar, sitoplasma jernih, nukleus spheris.
12. Aparatus Jukstaglomerulus
Tunika media ateriol aferen yang terletak didekat korpuskula
malphigi mengalami modifikasi seperti sel-sel epiteloid bukan otot
polos yang disebut sel jukstaglomelurus. Sel-sel jukstaglomelurus
menghasilkan enzim renin.
13. Macula Densa
Macula densa merupakan bagian dari tubulus kontortus distalis yang
melalui daerah di muka kapsula Bowmani terdiri atas sel-sel yang
nampak meninggi, nuklei berderet rapat dan berbentuk spheris. Macula
densa berfungsi untuk reseptor tekanan osmotic (osmoreseptor).
10
2.1.3. Vaskularisasi dan inervasi
a. Vaskularisasi Ginjal
Ginjal Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira
setinggi vertebra lumbalis II. Vena renalis menyalurkan darah kedalam
vena kavainferior yang terletak disebelah kanan garis tengah. Saat arteri
renalis masuk kedalam hilus, arteri tersebut bercabang menjadi arteri
interlobaris yang berjalan diantara piramid selanjutnya membentuk
arteri arkuata kemudian membentuk arteriola nterlobularis yang
tersusun paralel dalam korteks. Arteri interlobularis ini kemudian
membentuk arteriola aferen pada glomerulus.6
11
Glomeruli bersatu membentuk arteriola aferen yang kemudian
bercabang membentuk sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus
dan disebut kapiler peritubular. Darah yang mengalir melalui sistem
portal ini akan dialirkan kedalam jalinan vena selanjutnya menuju vena
interlobularis, vena arkuarta, vena interlobaris, dan vena renalis untuk
akhirnya mencapai vena cava inferior. Ginjal dilalui oleh sekitar 1200
ml darah permenit suatu volume yang sama dengan 20-25% curah
jantung (5000 ml/menit) lebih dari 90% darah yang masuk keginjal
berada pada korteks sedangkan sisanya dialirkan ke medulla. Sifat
khusus aliran darah ginjal adalah otoregulasi aliran darah melalui ginjal
arteiol afferen mempunyai kapasitas intrinsik yang dapat merubah
resistensinya sebagai respon terhadap perubahan tekanan darah arteri
dengan demikian mempertahankan aliran darah ginjal dan filtrasi
glomerulus tetap konstan.6
b. Inervasi Ginjal
Ginjal mendapat persarafan dari nervus renalis (vasomotor), saraf
ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk kedalam ginjal,
saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke
ginjal.6
12
Gambar 2.6 Inervasi pada renal9
13
2.1.4. Hormon-hormon yang mempengaruhi5,11
a. Hormon yang dihasilkan oleh ginjal
Terdapat beberapa hormone yang dihasilkan oleh ginjal, antara lain:
a) Renin
Sel granular apararus jukstagiomerulus mengeluarkan suatu
hormon enzimatik, renin, ke dalam darah sebagai respons terhadap
penurunan NaCl/ volume CES/tekanan darah. Fungsi ini adalah
tambahan terhadap peran sel makula densa aparatus
jukstaglomerulus dalam otoregulasi. Setelah dikeluarkan ke daiam
darah, renin bekerja sebagai enzim untuk mengaktifkan
angiotensinogen menjadi angiotensin I. Angiotensinogen adalah
suatu protein plasma yang disintesis oleh hati dan selalu terdapat di
plasma dalam konsentrasi tinggi. Ketika melewati paru melalui
sirkulasi paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II oleh
angiotensin-conaerting enzrye (ACE), yang banyak terdapat di
kapiler paru. Angiotensin II adalah perangsang utama sekresi
hormon aldosteron dari korteks adrenal. Korteks adrenal adalah
kelenjar endokrin yang menghasilkan beberapa hormon berbeda,
masing-masing disekresikan sebagai respons terhadap rangsangan
yang berbeda.
b) Vitamin D
Merupakan hormon steroid yang dimetabolisme di ginjal
menjadi bentuk aktif 1,25-dihidroksikolekalsiferol, yang terutama
berperan meningkatkan absorpsi kalsium dan fosfat dari usus
c) Eritropoietin
Suatu hormon yang diproduksi di ginjal, hormon ini
meningkatkan pembentukan sel darah merah di sumsum tulang.
d) Prostaglandin
Hormone yang diproduksi di ginjal, memiliki berbagai efek
terutama pada tonus pembuluh darah ginjal.
14
b. Hormone yang mempengaruhi kerja ginjal
Hormon yang bekerja pada ginjal, antara lain:
15
2.2. Fisiologi keinginan BAK12
Urin yang sudah terbentuk mengalir melalui ureter ke dalam
kandung kemih dengan bantuan kontraksi otot polos. Kandung kemih
adalah organ kosong yang dindingnya memiliki lapisan otot polos. Di dalam
kandung kemih, urin disimpan sampai akan dikeluarkan dalam proses yang
dikenal BAK atau mikturisi.
16
korteks otak menerima informasi itu dan membatalkan refleks dasar
mikturisi dengan secara langsung menginhibisi saraf parasimpatik dan
memperkuatkan kontraksi sfingter eksternal. Ketika waktu untuk BAK tiba,
pusat tersebut akan menghilangkan inhibisi dan memfasilitasi refleks
dengan menginhibisi kontraksi sfingter eksternal.
a. Filtrasi glomerulus
Pembentukan urin dimulai dari filtrasi sejumlah besar cairan melalui
kapiler glomerulus ke dalam kapsula Bowmen. Kapiler glomerulus
bersifat relatif impermeabel terhadap protein sehingga filtrattidak
mengandung protein dan sel, termasuk sel darah merah. Membran
kapiler glomerulus mengandung tiga lapisan yaitu: () endotel kapiler,
(2) membran basalis, (3) lapisan sel epithelial (podosit). Faktor yang
mempengaruhi laju filtrasi glomerulus (LFG) adalah ukuran molekul,
muatan molekul, koefisien filtrasi kapiler glomerulus, tekanan
hidrostatik di kapsula Bowmen, tekanan osmotic koloid di kapiler
glomerulus, dan tekanan hidrostatik di kapiler glomerulus. Kontrol
fisiologis filtrasi glomerulus dan aliran darah ginjal
17
b. Reabsorbsi tubulus
Reabsorbsi air dan zat terlarut meliputi serangkaian langkah
transport karena zat tersebut harus melalui membran epitel tubulus ke
dalam cairan interstisial dan dari membran kapiler peritubulus kembali
ke darah. Transpor tersebut terdiri dari transport aktif primer (contoh:
Na-K ATPase, Hidrogen ATPase, H-K ATPase, dan Kalium ATPase),
transport aktif sekunder (contoh: SGLT, SGLT2, GLUT 1 dan GLUT2),
pinositosis (untuk mereabsorbsi molekul besar seperti protein.
Reabsorbsi air dilakukan secara pasif melalui osmosis terutama
berhubungan dengan reabsorbsi Na. Sedangkan reabsorbsi klorida,
ureum, dan zat terlarut lainnya dilakukan melalui difusi pasif.
Pengaturan reabsorbsi tubulus yaitu: keseimbangan
glomerulotubulus (kemampuan tubulus untuk meningkatkan kecepatan
reabsorbsi sebagai respon terhadap peningkatan beban tubulus), tekanan
arteri, aktivasi system saraf simpatis, dan pengendalian hormone seperti:
Hormon Pengaruh
Aldosteron Reabsorbsi: NaCl dan H2O
Sekresi: K+
Aldosteron II Reabsorbsi: NaCl dan H2O
Sekresi: H+
Hormone antidiuretik Reabsorbsi: H2O
Peptida natriuretik atrium Reabsorbsi: NaCl
Hormon paratiroid Reabsorbsi: Ca2+
Reabsorbsi: PO43-
c. Sekresi tubulus
Sekresi tubulus memiliki kesamaan dengan reabsorbsi tubulus,
hanya dengan arah yang berbeda. Beberapa zat disekresikan di tubulus
dengan cara transport aktif sekunder dengan melibatkan counter-
transport zat dengan ion lain misalnya ion natrium. Sekresi asam-basa
organik dilakukan di tubulus proksimal sebagai hasil akhir metabolisme
yang harus segera dibuang. Zat lain yang disekresikan oleh ginjal antara
18
lain obat dan toksin yang berpotensi membahayakan tubuh serta ion
kalium yang akan direabsorbsi kembali untuk menyekresikan ion
hidrogen.
Pengaturan reabsorbsi tubulus yaitu: keseimbangan
glomerulotubulus (kemampuan tubulus untuk meningkatkan kecepatan
reabsorbsi sebagai respon terhadap peningkatan beban tubulus), tekanan
arteri, aktivasi system saraf simpatis, dan pengendalian hormone seperti:
Hormon Pengaruh
Aldosteron Reabsorbsi: NaCl dan H2O
Sekresi: K+
Aldosteron II Reabsorbsi: NaCl dan H2O
Sekresi: H+
19
akan menyebabkan seseorang lebih banyak minum air, sehingga akan
menyebabkan penurunan osmolaritas cairan ekstraselular. Penurunan
osmolaritas ekstraselular sebagai cara tubuh untuk mengkompensasi
peningkatan osmolaritas juga dilakukan oleh hormon vasopresin.14 Hormon
vasopresin akan menyebabkan protein aquaporin (AQP) menempatkan
dirinya di membran sel tubulus koligentes, sehingga permeabilitas membran
terhadap air meningkat.
20
direabsorbsi, dan tidak disekresikan. Umumnya, clearance dari inulin
adalah sekitar 125 ml/menit, setara dengan GFR (Glomerular Filtration
Rate).
21
a. Pengaturan Volume Cairan Ekstraselular
22
mengatur suhu dan bukan cara tubuh untuk mengatur status hidrasi.
Pengeluaran air melalui insensible water loss juga tidak dapat
kendalikan oleh tubuh. Begitu pula pengeluaran feses juga tidak
dimaksudkan untuk mengatur status hidrasi tubuh. Dengan demikian
tubuh mengatur jumlah air melalui kerja ginjal dan mekanisme haus.
Peningkatan osmolaritas cairan ekstraselular akan dideteksi oleh
osmoreseptor di hipotalamus, yang kemudian akan merangsang neuron
hipotalamus sehingga menimbulkan rasa haus dan akan meningkatkan
sekresi hormon vasopresin. Rangkaian peristiwa tadi juga dapat terjadi
ketika terjadi penurunan volume cairan ekstraselular. Rasa haus yang
timbul akan menyebabkan seseorang lebih banyak minum air, sehingga
akan menyebabkan penurunan osmolaritas cairan ekstraselular.
Penurunan osmolaritas ekstraselular sebagai cara tubuh untuk
mengkompensasi peningkatan osmolaritas juga dilakukan oleh hormon
vasopresin. Hormon vasopresin akan menyebabkan protein aquaporin
(AQP) menempatkan dirinya di membran sel tubulus koligentes,
sehingga permeabilitas membran terhadap air meningkat.
23
2.7.2. Konsumsi cairan11
Air adalah komponen tubuh yang paling banyak rata-rata
membentuk 60% berat tubuh tetapi berkisar dari 40-80%. Kandungan H2O
sesesorang relatif tidak berubah terutama karena ginjal secara efisien
mengatur keseimbangan H2O, tetapi persentase H2O tubuh bervariasi dari
orang ke orang.
Salah satu dari sumber input H2O adalah melalui oral. Lebih dari
seliter air masuk ke dalam tubuh dengan meminum cairan. Sedangkan salah
satu sumber output H2O adalah dengan melalui ekskresi urin. Ekskresi urin
merupakan mekanisme pengeluaran cairan yang paling penting dengan
memproduksi ,5 l urin setiap harinya.
24
Dari berbagai mekanisme input dan output H2O, hanya dua yang
bisa diregulasi untuk menjaga keseimbangan H2O. Pada sisi input, rasa haus
mempengaruhi jumlah asupan cairan dan pada sisi output, ginjal dapat
mengatur jumlah urin yang diproduksi.
2.7.4. Usia4
Pada seseorang dengan usia tua, ukuran ginjalnya mengalami
penyusutan, terjadi penurunan aliran darah, sehingga darah yang difiltrasi
pun berkurang. Perubahan yang berkaitan dengan usia dalam ukuran dan
fungsi ginjal ini tampaknya terkait dengan pengurangan progresif dalam
suplai darah ke ginjal seiring bertambahnya usia seseorang; misalnya,
pembuluh darah seperti glomeruli menjadi rusak atau berkurang jumlahnya.
Massa dari dua ginjal menurun dari rata-rata hampir 300 g pada usia 20
tahun menjadi kurang dari 200 g pada usia 80. Demikian pula aliran darah
ginjal dan laju filtrasi menurun 50% antara usia 40 dan 70. Pada usia 80,
sekitar 40% glomeruli tidak berfungsi; dengan demikian filtrasi, reabsorpsi,
dan sekresi menurun.
25
disuria (buang air kecil yang menyakitkan), retensi urin atau inkontinensia,
dan hematuria (darah dalam urin )
2.9. Dehidrasi
2.9.1. Definisi19
Secara definisi, dehidrasi adalah suatu keadaan penurunan total air
di dalam tubuh karena hilangnya cairan secara patologis, asupan air tidak
adekuat, atau kombinasi keduanya. Dehidrasi terjadi karena pengeluaran air
lebih banyak daripada jumlah yang masuk, dan kehilangan cairan ini juga
disertai dengan hilangnya elektrolit. Pada dehidrasi terjadi keseimbangan
negatif cairan tubuh akibat penurunan asupan cairan dan meningkatnya
jumlah air yang keluar (lewat ginjal, saluran cerna atau insensible water
loss/IWL), atau karena adanya perpindahan cairan dalam tubuh.
2.9.2. Klasifikasi20
Kehilangan cairan tubuh biasanya disertai gangguan keseimbangan
elektrolit. Dehidrasi dapat dikategorikan berdasarkan osmolaritas dan
derajat keparahannya. Kadar natrium serum merupakan penanda
osmolaritas yang baik selama kadar gula darah normal.
Berdasarkan perbandingan jumlah natrium dengan jumlah air yang
hilang, dehidrasi dibedakan menjadi tiga tipe yaitu dehidrasi isotonik,
dehidrasi hipertonik, dan dehidrasi hipotonik. Variasi kadar natrium
26
mencerminkan jumlah cairan yang hilang dan memiliki efek patofisiologi
berbeda.
1. Dehidrasi isotonik (isonatremik). Tipe ini merupakan yang paling sering
(80%). Pada dehidrasi isotonik kehilangan air sebanding dengan jumlah
natrium yang hilang, dan biasanya tidak mengakibatkan cairan ekstrasel
berpindah ke dalam ruang intraseluler. Kadar. natrium dalam darah pada
dehidrasi tipe ini 35-45 mmol/L dan osmolaritas efektif serum 275-295
mOsm/L.
2. Dehidrasi hipotonik (hiponatremik). Natrium hilang yang lebih banyak
daripada air. Penderita dehidrasi hipotonik ditandai dengan rendahnya
kadar natrium serum (kurang dari 35 mmol/L) dan osmolalitas efektif
serum (kurang dari 270 mOsml/L). Karena kadar natrium rendah, cairan
intravaskuler berpindah ke ruang ekstravaskuler, sehingga terjadi
deplesi cairan intravaskuler. Hiponatremia berat dapat memicu kejang
hebat; sedangkan koreksi cepat hiponatremia kronik (2 mEq/L/jam)
terkait dengan kejadian mielinolisis pontin sentral,
3. Dehidrasi hipertonik (hipernatremik). Hilangnya air lebih banyak
daripada natrium. Dehidrasi hipertonik ditandai dengan tingginya kadar
natrium serum (lebih dari 45 mmol/L) dan peningkatan osmolalitas
efektif serum (lebih dari 295 mOsm/L). Karena kadar natrium serum
tinggi, terjadi pergeseran air dari ruang ekstravaskuler ke ruang
intravaskuler. Untuk mengkompensasi, sel akan merangsang partikel
aktif (idiogenik osmol) yang akan menarik air kembali ke sel dan
mempertahankan volume cairan dalam sel. Saat terjadi rehidrasi cepat
untuk mengoreksi kondisi hipernatremia, peningkatan aktivitas osmotik
sel tersebut akan menyebabkan infl uks cairan berlebihan yang dapat
menyebabkan pembengkakan dan ruptur sel; edema serebral adalah
konsekuensi yang paling fatal. Rehidrasi secara perlahan dalam lebih
dari 48 jam dapat meminimalkan risiko ini.
27
2.9.3. Manifestasi20
Persentase
Kehilangan
Derajat Keadaan
Air Tubuh Mata Mulut Turgor
Dehidrasi Umum
berdasarkan
BB
Tanpa
Normal Baik Biasa Biasa Baik
Dehidrasi
Dehidrasi
4%
Ringan
Lesu/haus Cekung Kering Kurang
Dehidrasi
6%
Sedang
Gelisah, lemas,
Dehidrasi Sangat Sangat
8% mengantuk Jelek
Berat cekung kering
hingga shock
Derajat
Defisit Cairan Hemodinamik Jaringan Urin SSP
Dehidrasi
Tanpa
Normal Normal Biasa Normal Baik
Dehidrasi
Lidah
Dehidrasi Takikardi kering
3-5% Pekat Mengantuk
Ringan Nadi lemah Turgor
turun
Takikardi
Nadi sangat
Lidah
lemah
Dehidrasi keriput Jumlah
6-8% Volume Apatis
Sedang Turgor turun
kolaps
kurang
Hipotensi
orostatik
Takikardi
Nadi tak Atonia
Dehidrasi Oliguria
>0% teraba Turgor Koma
Berat kering
Akral dingin, buruk
sianosis
28
2.9.4. Tata laksana20
Prinsip tata laksana adalah mengganti cairan yang hilang dan
mengembalikan keseimbangan elektrolit sehingga keseimbangan
hemodinamik tercapai. Pengobatan dilakukan berdasarkan derajat dehidrasi
dan status osmolaritas pasien.
29
d. Dehidrasi hipotonik
Cairan pengganti intravaskuler NaCl 0,9% RL 20 mL/kgBB sampai
perfusi jaringan tercapai. Pada hipoyermia derajat berat (<30 mEq/L)
harus dipertimbangakn penambahan natrium dalam cairan rehidrasi.
e. Dehidrasi hipertonik
Tahap pertama: Cairan pengganti intravaskuler NaCl 0,9% RL 20
mL/kgBB atau RL sampai perfusi jaringan tercapai
Tahap kedua: memulihkan volume intravaskuler dan
mengembalikan kadar natrium serum sesuai rekomendasi, namun tidak
melebihi 0 mEg/L/24 jam.
a. Organisme penginfeksi, organisme ini berasal dari luar tubuh yang dapat
mesuk melalui aliran darah maupun masuk langsung ke saluran kemih
melalui uretra
b. Bahan toksik, merupakan bahan yang berasal dari luar tubuh, misalnya
arsen, timbal, pestisida, atau aspirin dosis tinggi
c. Respon imun yang tidak sesuai, misalnya glomerulonephritis, yang
kadang menyertau infeski steptokokus di tenggorokkan kerena
terbentuknya antigen, sehingga menyebabkan kerusakan inflamtorik
lokal di glomerulus
30
d. Obstruksi aliran urin, akibat batu ginjal (jika kebiasaan sedikit minum,
diteruskan); tumor; atau pembesaran batu prostat, dengan tekanana
mengurangi filtrasi glomerulus serta merusak jaringan ginjal
e. Insifisiensi aliran darah ginjal, yang menyababkan kurangnya tekanan
filtrasi, akibat gangguan sekunder sirkulasi, misalnya gagal jantung,
perdarahan, syok, atau penyempitan dan pengerasan arteri renalis oleh
arterosklerosis.
Adapun penyebab gagal ginjal dapat bermanifestasi sebagai gagal
ginjal akut (GGA), yang ditandai oleh kemerosotan produksi urin yang
berlangsung cepat dan muncul mendadak sampai produksi urin <500
ml/hari; atau gagal ginjal kronis (GGK), yang ditandai oleh penurunan
fungsi ginjal yang berlangsung lambat progresif.
31
BAB III
KESIMPULAN
Hipotesis diterima.
Perubahan volume dan warna pada BAK Danang, laki-laki 21 tahun dipengaruhi
oleh aktivitas yang dilakuan dan asupan cairan yang dikonsumsi.
32
DAFTAR PUSTAKA
33
15. William. Fisiologi Keseimbangan Cairan dan Hormon yang Berperan. Jurnal
Kedokteran Meditek. Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida
Wacana: Jakarta. Volume 23. No. 6 .207
16. Soempono, B. Fisiologi olahraga, dalam Soewono (ed) Buku Monograf
Fisiologi Manusia, UGM, Yogyakarta. 993.
17. Brunzel N A. Fundamentals of Urine and Body Fluid Analysis. Ed. 4. Elsevier
Health Science. 206.
18. Thibodeau G A, Patton K T. Struktur & Function of the Body. Ed. 4. Elsevier
Health Science. 203.
19. Thomas DR, Cote TR, Lawhorne L, Levenson S, Rubenstein LZ, Smith DA.
Understanding clinical dehydration and its treatment. J Am Med Dir Assoc.
2008; 9:292-30
20. Leksana E. Strategi Terapi Cairan pada Dehidrasi (Online). CDK-224. 205;
42(): 7.
34