Anda di halaman 1dari 10

NAMA : LUDIA DANIEL

NIM : A31116037

Activity Based Management & Just In Time (JIT) Serta Activity Based Budgeting

A. Activity Based Management (ABM)


Konsep yang melaksanakan manajemen dan pengendalian aktivitas dikenal dengan Activity
Based Management. Activity Based Management merupakan sistem yang menyeluruh yang
memfokuskan perhatian manajemen pada aktivitas dengan tujuan untuk meningkatkan nilai yang
diperoleh konsumen dan profitabilitas badan usaha melalui pelaksanaan Activity
Analysis.Penerapan analisis aktivitas digunakan untuk mengidentifikasi aktivitas-aktivitas dan
menelusuri biaya aktivitas yang terjadi sehingga dapat dikendalikan dengan baik.Setelah analisis
aktivitas, dilakukan pemisahan antara aktivitas-aktivitas yang memberi nilai tambah (value-
added activities) dan aktivitas-aktivitas yang tidak memberi nilai tambah (nonvalue-added
activities).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Activity Based Management (ABM) adalah pengelolan
aktivitas untuk meningkatkan nilai (value) yang diterima oleh pelanggan dan untuk
meningkatkan laba melalui peningkatan nilai (value) tersebut. Dengan Activity Based
Management (ABM), suatu perusahaan dapat melakukan evaluasi biaya dan nilai (value) dari
suatu aktivitas proses sehingga akan terjadi perbaikan posisi kompetitif dan meningkatnya
efisiensi proses.

 Tujuan Activity Based Management (ABM)


Adapun sebuah perusahaan menggunakan Activity Based Management(ABM) ini dengan
maksud untuk:
 Meningkatkan nilai produk atau jasa yang diserahkan ke konsumen. Oleh karena itu,
dapat digunakan untuk mencapai laba ekstra dengan menyediakan nilai tambah bagi
konsumennya.
 Mengurangi harga produk dan mengoptimalkan desain produk
 Mengurangi biaya-biaya perusahaan.
 Mengidentifikasi dan menghilangkan aktivitas dan biaya tak bernilai tambah. Aktivitas yang
tidak bernilai tambah adalah operasi yang (1) tidak perlu dan tidak penting (2) perlu tapi
tidak efisien dan tidak dapat dikembangkan. Biaya yang tidak bernilai tambah adalah hasil
dari beberapa aktivitas, biaya dari beberapa aktivitas yang bisa dihilangkan tanpa
mengurangi kualitas produk, daya guna, dan nilai yang dirasakan.

 Dua Dimensi Activity Based Management (ABM)


Menggunakan Activity Based Management (ABM) untuk menghilangkan aktivitas dan
biaya yang tidak bernilai tambah.Activity Based Management (ABM) menekankan baik pada
product costing maupun process value analysis (analisis nilai proses). Sehingga terdapat 2
dimensi pada ABM yaitu: dimensi biaya dan dimensi proses.
Dimensi biaya memberikan informasi biaya mengenai sumber daya, aktivitas, produk
dan pelanggan (dan objek biaya lainnya yang diperlukan). Tujuan dimensi biaya adalah
memperbaiki keakuratan pembebanan biaya. Sebagaimana disebutkan pada model terserbut,
sumber biaya ditelusuri pada aktivitas, dan kemudian biaya aktivitas dibebankan pada
produk dan pelanggan. Dimensi penghitungan biaya berdasarkan aktivitas berguna untuk
penghitungan biaya produk, manajemen biaya strategis, dan analisis taktis.
Dimensi kedua, dimensi proses, memberikan informasi tentang aktivitas apa yang
dikerjakan, mengapa dikerjakan, dan seberapa baik dikerjakannya. Dimensi inilah yang
memberikan kemampuan untuk berhubungan dan mengukur perbaikan berkelanjutan
(Hansen dan Moven, 2004: 487).

B. Just In Time (JIT)


Just In Time (JIT) merupakan sistem produksi yang komprehensif dan sistem manajemen
persediaan dimana bahan baku dibeli dan diproduksi sebanyak yang dibutuhkan serta digunakan
pada saat yang tepat dalam setiap proses produksi (Blocher, dkk., 2002:113; dalam Kuzatmono,
2008). Just In Time adalah sebuah teknik/metode untuk menghilangkan segala aktivitas yang
tidak memberikan nilai tambah atau kontribusi bagi sebuah produk atau jasa. Dalam akuntansi
manajemen, Just In Time merupakan suatu kegiatan operasi manajemen dimana seluruh sumber
daya akan hanya sebatas yang dibutuhkan saja tidak kurang tidak lebih.
Dengan sistem ini perusahaan hanya akan membuat sebuah produk hanya jika dibutuhkan
saja dan hanya dalam jumlah yang diminta oleh para konsumennya dan tidak ada yang namanya
“timbunan” barang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tujuan JIT adalah untuk mengurangi
pemborosan (meningkatkan laba) dan meningkatkan produktivitas perusahaan. Dengan kata lain,
JIT adalah sebuah metode yang berguna untuk mengurangi persediaan untuk memangkas biaya-
biaya operasional perusahaan.

 Prinsip-Prinsip Just In Time


Menurut (Jaelani, 2009) untuk menghasilkan metode Just In Time (JIT) maka harus ada
delapan prinsip yang harus dijadikan dasar pertimbangan di dalam menentukan sistem strategi
produksi, yaitu :
 Berproduksi sesuai dengan pesanan jadwal produksi induk.
Sistem manufaktur baru akan dioperasikan untuk menghasilkan produk menunggu
setelah diperoleh kepastian adanya order dalam jumlah tertentu masuk. Tujuan utamanya
untuk memproduksi finished goods tepat waktu dan sebatas pada jumlah yang ingin
dikonsumsikan saja, untuk itu proses produksi akan menghasilkan sebanyak yang diperlukan
dan secepatnya dikirim ke pelanggan yang memerlukan untuk menghindari terjadinya stok
serta untuk menekan biaya penyimpanan.
 Produksi dalam jumlah kecil
Produksi dilakukan dalam jumlah lot (lot size) yang kecil untuk menghindari
perencanaan dan jeda waktu yang kompleks seperti halnya dalam produksi jumlah besar.
Fleksibilitas aktivitas produksi akan bisa dilakukan, karena hal tersebut memudahkan untuk
melakukan penyesuaian-penyesuaian dalam rencana produksi terutama menghadapi
perubahan permintaan pasar.
 Mengurangi pemborosan (eliminate waste)
Pemborosan (waste) harus dieliminasi dalam setiap area operasi yang ada. Semua
pemakaian sumber-sumber input (material, energi, jam kerja mesin atau orang, dan lain-lain)
tidak boleh melebihi batas minimal yang diperlukan untuk mencapai target produksi
 Perbaikan aliran produk secara terus-menerus (continuous product flow improvement)
Tujuan pokoknya adalah menghilangkan proses-proses yang tidak produktif yang bisa
menghambat kelancaran aliran produksi.
 Penyempurnaan kualitas produk (product quality perfection)
Kualitas produk merupakan tujuan dari aplikasi Just In Time (JIT) dalam sistem
produksi. Disini selalu diupayakan untuk mencapai kondisi “Zero Defect” dengan cara
melakukan pengendalian secara total dalam setiap langkah proses yang ada. Segala bentuk
penyimpangan haruslah bisa diidentifikasi dan dikoreksi sedini mungkin.
 Respek terhadap semua orang / karyawan (respect to people)
Dengan metode Just In Time (JIT) dalam sistem produksi setiap pekerja akan diberi
kesempatan dan otoritas penuh untuk mengatur dan mengambil keputusan apakah suatu
aliran operasi bisa diteruskan atau harus dihentikan karena dijumpai adanya masalah serius
dalam satu stasiun kerja tertentu.
 Mengurangi segala bentuk ketidak-pastian
Persediaan yang ide dasarnya diharapkan bisa mengantisipasi permintaan
yang berfluktuasi dan segala kondisi yang tidak terduga, justru akan berubah menjadi waste
bilamana tidak segera digunakan. Begitu pula rekruitmen tenaga kerja dalam jumlah besar
secara tidak terkendali seperti halnya yang umum dijumpai dalam aktivitas proyek akan
menyebabkan terjadinya pemborosan bilamana tidak dimanfaatkan pada waktunya. Oleh
karena itu dalam perencanaan dan penjadwalan produksi harus bisa dibuat dan dikendalikan
secara teliti.

 Karakteristik dan Manfaat Just In Time (JIT)


Berikut karakteristik JIT : mempertahankan jumlah persediaan seminimum mungkin;
memelihara kualitas produk tetap tinggi; pembelian material dan memproduksi barang hanya
dilakukan jika dibutuhkan; membangun sistem penjadwalanyang disiplin; memelihara karyawan
yang mempunyai beberapa keterampilan; membangun sistem manufakturing yang fleksibel; serta
biaya perawatan mesin dilakukan secara sederhana dan relatif murah.
Sedangkan berikut adalah beberapa manfaat yang dapat diperoleh dengan menggunakan
JIT antara lain adalah sebagai berikut: mengurangi biaya tenaga kerja langsung dan tidak
langsung sebagai akibat adanya penghapusan kegiatan seperti penyimpanan persediaan;
mengurangi ruangan atau gudang untuk penyimpanan barang; mengurangi waktu set up dan
penundaan jadwal produksi; mengurangi pemborosan baraag rusak dan barang cacat dengan
mendeteksi kesalahan pada sumbernya; mengurangi lead time karena ukuran lot yang kecil;
penggunaan mesin dan fasilitas produksi lebih baik; dapat menciptakan hubungan yang lebih
baik dengan supplier; layout pabrik menjadi lebih baik; integrasi dan komunikasi diantara
fungsi-fungsi manejemen menjadi lebih baik; serta pengendalian kualitas dalam proses.

 Kelemahan Just In Time (JIT)


 Sistem Produksi Just In Time tidak memiliki toleransi terhadap kesalahan atau “Zero
Tolerance for Mistakes” sehingga akan sangat sulit untuk melakukan
perbaikan/pengerjaan ulang pada bahan-bahan produksi ataupun produk jadi yang
mengalami kecacatan. Hal ini dikarenakan tingkat persediaan bahan-bahan produksi dan
produk jadi yang sangat minimum.
 Ketergantungan yang sangat tinggi terhadap pemasok baik dalam kualitas maupun
ketepatan pengiriman yang pada umumnya diluar lingkup perusahaan manufaktur yang
bersangkutan. Keterlambatan pengiriman oleh satu pemasok akan mengakibatkan
terhambatnya semua jadwal produksi yang telah direncanakan.
 Biaya transaksi akan relatif tinggi akibat frekuensi transaksi yang tinggi.
 Perusahaan manufaktur yang bersangkutan akan sulit untuk memenuhi permintaan yang
mendadak tinggi karena pada kenyataannya tidak ada produk jadi yang lebih.
 Banyak perusahaan manufaktur yang menerapkan sistem produksi Just In Time ini
menikmati keuntungan yang signifikan seperti Toyota dan beberapa perusahaan
manufaktur Jepang yang telah menerapkannya sejak tahun 1950an. Namun keberhasilan
Sistem Produksi Just In Time sangat tergantung pada komitmen seluruh karyawan
perusahaan mulai dari level yang terendah hingga pada level yang tertinggi.

 Contoh Just In Time (JIT) Pada Perusahaan


Toyota
Toyota adalah salah satu contoh perusahaan yang menggunakan sistem JIT dengan
sukses.Strategi produk Toyota yaitu tidak memproses bahan baku untuk dirakit dan diproduksi
sampai pesanan benar-benar diterima dan produk tersebut benar-benar siap untuk diproduksi.
Mereka menggunakan kanban sistem sebagai metode penerapan JIT.Dengan sistem JIT, Toyota
mampu menjaga jumlah minimum persediaan mereka.Hal ini berarti biaya operasional yang
dihasilkan jauh lebih rendah.Dengan metode ini, Toyota juga mampu beradaptasi dengan cepat
terhadap perubahan permintaan tanpa harus khawatir tentang membuang ataupun menimbun
persediaan yang mahal.

C. Activity Based Budgeting (ABB)


Activity-Based Budgeting merupakan pendekatan baru dalam proses penyusunan
anggaran. Pendekatan ini merupakan proses merencanakan dan mengendalikan aktivitas yang
diharapkan dapat mencapai efektivitas biaya dalam anggaran, sehingga memenuhi beban kerja
yang diramalkan dan tujuan strategik yang telah disepakati. Activity-based budgeting merupakan
proses penyusunan anggaran yang berfokus pada improvement terhadap sistem yang digunakan
oleh organisasi agar dapat menghasilkan value bagi pelanggan (Brimson dan Antos, 1999) dan
berfokus pada proses secara integral terhadap suatu organisasi (McClenahen, 1995), serta
merupakan proses perencanaan dan pengendalian aktivitas-aktivitas yang diharapkan oleh
organisasi agar mencapai anggaran yang cost-effective dan memenuhi workload sesuai dengan
tujuan dan strategi organisasi (Antos, 1997).

 Proses Activity Based Budgeting (ABB)


Menurut Gunawan Adisaputro dan Yunita Anggarini (2007:375) tahap dalam proses
Activity-based budgeting meliputi :
 Menganalisa Strategi
Fokus penyusunan anggaran activity-based-budgeting adalah merencanakan aktivitas
yang digunakan untuk mendapatkan value bagi customer.Untuk mengarahkan nilai (driving
value) ini, diawali dengan tahap pendefinisian tujuan dan perumusan strategi organisasi oleh
manajemen senior.
 Menetapkan Panduan Perencanaan (Planning Guidelines)
Untuk menerjemahkan sasaran dan tujuan strategik ke dalam proses anggaran
diperlukan panduan perencanaan anggaran. Pembuatan panduan perencanaan dilakukan oleh
manajemen puncak. Panduan perencanaan kemudian disampaikan kemudian masing-masing
manajer untuk ditetapkan target-target tingkat aktivitasnya secara spesifik dalam konteks
proses bisnis.
Dalam panduan perencanaan ini para manajer kemudian menyusun usulan anggaran
dan melalui activity-based-budgeting, panduan ini dapat diaplikasikan kepada pengertian
yang lebih rinci yakni tingkat aktivitas organisasi bukan sekedar tingkat sumber daya.
 Menerjemahkan Strategi ke Aktivitas
Setelah panduan perencanaan telah ditetapkan, manajemen dapat menentukan target dari
setiap aktivitas dan proses bisnisnya. Manajemen seharusnya me-review proses bisnis untuk
dapat meringkas dan mengeliminasi kemungkinan adanya aktivitas ganda (duplikasi
aktivitas).
 Menentukan Beban Kerja dan Proyek Interdepartemental
Pada tahap ini, langkah yang dilakukan yaitu menetapkan target penjualan produk/
jasa (harga jual dan volume penjualan) untuk memproyeksikan beban kerja. Beban kerja
didefinisikan sebagai jumlah volume output dimana aktivitas atau proses diperlukan untuk
menghasilkannya. Banyak organisasi memilih cara praktis dengan menghitung ramalan
volume penjualan dibanding mengukur permintaan costumer. Ramalan tersebut digunakan
untuk menyusun anggaran penghasilan
 Menyusun Anggaran Final (Finalize the Budget)
Setelah manajer menyusun anggaran, menyusun rancangan aktivitas dan
mengestimasi pendapatan dan atau penghematan biaya, biaya, dan arus kasnya masing-
masing, maka data yang dihasilkan tersebut kemudian diserahkan kepada departemen
anggaran untuk dikompilasi menjadi rancangan anggaran final.
Activity-based budgeting secara sederhana merangking aktivitas dan proses bisnis
dibanding pengeluaran (expenses). Tahap-tahap dalam memfinalkan suatu anggaran
meliputi: membuat rencana dan anggaran untuk seluruh proses bisnis dan setiap aktivitas
dalam proses bisnis dan aktivitas setiap departemen; mengevaluasi performance yang
dianggarkan dengan sasaran; mengevaluasi performance dan cost trade off (jika terjadi
perbedaan antara performance dari aktivitas/proses bisnis dengan target biaya maka trade off
perlu dibuat); serta memfinalkan biaya dari aktivitas dan proses bisnis dengan sasaran
performance.
 Manfaat Activity Based Budgeting
Dibandingkan dengan traditional budgeting, activity-based budgeting memiliki
keunggulan atau manfaat sebagai berikut ini (disarikan dari Connally dan Ashworth, 1994;
Lukens, 1995; dan Cooper dan Kaplan, 1998)
 Orientasi personel diarahkan ke pemenuhan kebutuhan customers
Proses penyusunan anggaran mengarahkan perhatian seluruh personel
organisasi ke pencarian berbagai peluang untuk melakukan improvement (process
way of thinking) terhadap system yang digunakan untuk menghasilkan value bagi
customers. Keadaan seperti ini menjanjikan tercapainya efektivitas kegiatan bisnis
perusahaan yang pada gilirannya diharapkan akan menghasilkan financial return yang
memadai bagi perkembangan organisasi melalui loyalitas pelanggan.
 Fokus penyusunan anggaran pada perencanaan aktivitas, digunakan untuk
menghasilkan value bagi customers
Penyusunan anggaran akan memperoleh gambaran yang jelas antara penyebab
dan akibat. Biaya timbul sebagai akibat dari adanya aktivitas. Jika personel akan
mengurangi biaya, cara efektif yang dapat ditempuh dengan mengelola penyebab
timbulnya biaya tersebut, yaitu aktivitas.
Anggaran merupakan langkah strategik untuk melaksanakan pengurangan
biaya (cost reduction) melalui perencanaan aktivitas yang mengkonsumsi biaya.
Kejelasan hubungan sebab-akibat menyebabkan personel mempunyai target yang
jelas yang harus dicapai selama tahun anggaran. Kejelasan target, seperti target
aktivitas, cost reduction target, dan target peningkatan penghasilan (revenue
enhancement target), akan meningkatkan kejelasan peran yang disandang oleh
personel. Kondisi ini akan membangkitkan semangat dalam diri personel dalam
mewujudkan tujuannya (empowerment).
 Activity-based budgeting mendorong personel untuk mengimplementasikan cara
berpikir berbasis sistem (system thinking)
Keputusan improvement di satu bidang tidak dapat dilepaskan pengaruhnya
terhadap bidang lainnya.
 Mencapai keunggulan dengan menghilangkan pemborosan
Organisasi perlu sistem penganggaran dan pelaporan yang mampu
mengidentifikasi dan menyoroti pemborosan dalam organisasi. Oleh karena biaya
timbul sebagai akibat adanya aktivitas, maka cara yang efektif untuk mengatasi
pemborosan tersebut adalah mengelola penyebab timbulnya biaya tersebut.
 Mencapai keunggulan dengan mengurangi beban kerja
Upaya memacu nilai memerlukan cara menentukan pengurangan biaya tanpa
harus mengurangi kualitas output. Ini dapat dilakukan dengan menyesuaikan tingkat
layanan atau dengan mengurangi unit output. Untuk mengurangi beban kerja adalah
dengan memperoleh pemahaman yang mendalam tentang output yang diinginkan
customer. Tujuannya selain mengetahui keinginan customer, juga untuk memahami
kebutuhan atas output dan bagaimana hal tersebut dapat dimanfaatkan perusahaan.

 Kekurangan Activity Based Budgeting (ABB)


Penganggaran berbasis kegiatan lebih mahal bila dibandingkan dengan teknik
penganggaran tradisional.Hal ini membutuhkan informasi lebih lanjut dan lebih banyak waktu
dari manajemen untuk dikembangkan.Anggaran berbasis aktivitas memerlukan lebih banyak
asumsi dan wawasan dari manajemen yang menghasilkan peluang sehingga berpotensi lebih
besar untuk ketidakakuratan penganggaran.Akhirnya, pemeliharaan dan analisis varians
anggaran membutuhkan sumber daya lebih dari teknik penganggaran lainnya.

Referensi :
T. Charles, Horngren, M. Srikant, Datar dan V. Madhav Rajan. 2012. Cost Accounting A
Managerial Emphasis, Tenth Edition. New Jersey: Prentice Hall International Inc.
https://id.wikipedia.org/wiki/Just_In_Time_(JIT)
http://www.myaccountingcourse.com/accounting-dictionary/activity-based-budgeting
https://www.e-akuntansi.com/2015/09/activity-based-management-abm.html

Anda mungkin juga menyukai