Hipokalemia Periodik Paralisis Lapkas Isip
Hipokalemia Periodik Paralisis Lapkas Isip
Disusun oleh:
Muhammad Izzatul Naim Bin Zainuddin
10.2009.275
Email: an_naem@yahoo.com
Tel: 087-888-042-503/ 081-808-235-869
Pembimbing:
dr. Hendra Sutardhio
BAB I
PENDAHULUAN
Sebagian besar tubuh manusia terdiri dari cairan. Pada orang dewasa jumlahnya sebesar
50-60 % dari berat badan. Kandungan air di dalam sel lemak lebih rendah dari kandungan air
di dalam sel otot, sehingga cairan tubuh total pada orang yang gemuk (obes) lebih rendah dari
orang yang kurus. Cairan dalam tubuh dibagi dalam dua kompartemen utama yaitu cairan
intrasel sebanyak 60 % dan ekstrasel 40 % dari cairan tubuh total.
Dalam dua kompartemen cairan tubuh ini terdapat solut elektrolit berupa kation dan
anion yang penting dalam mengatur keseimbangan cairan dan fungsi sel. Ion Kalium, K+
merupakan antara elektrolit yang terpenting yang berkerjasama dengan ion Natrium, Na+ dan
ion Klorida, Cl- dalam mempengaruhi tekanan osmotik cairan intrasel dan ekstrasel serta
berhubungan langsung dengan fungsi sel. K+ adalah penting untuk fungsi normal dari otot,
jantung, dan saraf. Hal ini memainkan peran penting dalam mengontrol aktivitas otot polos,
otot rangka, serta otot jantung. Hal ini juga penting untuk transmisi normal sinyal listrik
seluruh sistem saraf dalam tubuh. Kadar normal kalium sangat penting untuk menjaga irama
listrik jantung normal. Kalium biasanya dapat dengan mudah digantikan dengan
mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung kalium atau dengan mengkonsumsi
garam kalium per oral. Kalium dapat mengiritasi saluran pencernaan, sehingga diberikan
dalam dosis kecil, beberapa kali sehari.
Salah satu kondisi gangguan keseimbangan konsentrasi K+ kurang dari batas normal
adalah hipokalemia yang merupakan salah satu gangguan elektrolit yang sering ditemukan.
Nilai dewasa normal untuk K+ adalah 3,5-5,3 mEq/L. Apabila keseimbangan ini terganggu
1
maka tekanan osmolaritas akan terganggu seterusnya menyebabkan fungsi sel terganggu.
Gangguan keseimbangan ini boleh disebabkan oleh karena diare, muntah dan gangguan pada
sistem ekskresi ginjal. Walaupun kadar K+ dalam serum hanya sebesar 2 % dari K+ total
tubuh, namun penurunan konsentrasi kalium serum ini dapat menimbulkan berbagai keluhan,
mulai dari keluhan ringan berupa badan lemas atau mual-muntah, sakit otot, kaki lemah
seperti hipokalemia periodik paralisis hingga keluhan serius yang gawat darurat berupa
gangguan jantung dan bahkan kematian.
1.2. Tujuan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anamnesis
2
5. Riwayat penyakit dalam keluarga:
Adakah pernah ada ahli keluarga menderita penyakit jantung, ginjal, tiroid,
hipertensi atau diabetes atau mengalami keluhan yang sama?
6. Kebiasaan seharian dan sosio-ekonomi:
Kemiskinan, minum alkohol dan diet seharian.
2.2. Pemeriksaan
Tanda-tanda vital adalah nadi, pernapasan, suhu dan tekanan darah. Periksa keadaan
umum dan tanda-tanda vital pada pasien. Semuanya harus diukur dalam setiap pemeriksaan
yang lengkap. Tekanan darah, temperatur tubuh, frekuensi nadi dan frekuensi napas
menentukan tingkat keparahan penyakit. Pasien yang memperlihatkan adanya perubahan
nyata pada tanda-tanda vital biasanya menderita gangguan akut yang memerlukan evaluasi
dan pengobatan segera.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk diagnosis banding untuk memastikan gejala ini
berpunca dari gangguan pada abdomen atau sistem digestif. Pemeriksaan ini dimulai dengan
posisi pasien terlentang, kepala rata atau dengan satu bantal, dengan kedua tangan di sisi
kanan-kirinya. Sebaiknya vesika urinaria dikosongkan dahulu sebelum pemeriksaan
dilakukan. Pemeriksaan abdomen ini terdiri dari 4 tahap yaitu inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi.
a. Inspeksi
Pada pemeriksaan inspeksi, diperhatikan kelainan-kelainan yang terlihat pada
perut seperti jaringan parut karena pembedahan, asimetri perut yang menunjukkan
adanya masa tumor, striae, vena yang berdilatasi. Cari kaput medusa (aliran berjalan
keluar dari umbilicus), atau obstruksi vena kava inferior, peristaltis usus, distensi dan
hernia. Pada keadaan normal, dinding perut terlihat simetris. Bila ada tumor atau abses
atau pelebaran setempat lumen usus membuat perut terlihat tidak simetris. Pada
keadaan normal dan fisiologis, pergerakan dinding usus akibat peristaltic usus tidak
terlihat. Bila terlihat gerakan peristaltic usus maka dapat dipastikan adanya
hiperperistaltik dan dilatasi sebagai akibat obstruksi lumen usus. Perhatikan kontur
abdomen, apakah bentuk dindingnya cekung atau membuncit, apakah abdomennya
simetris, apakah terdapat organ atau masa yang terlihat. Perhatikan adanya peristaltic
yang terlihat, pulsasi normal aorta akan terlihat di epigastrium.
3
b. Auskultasi
Dalam keadaan normal, bising usus terdengar lebih kurang 3 kali per menit.
Jika terdapat obstruksi usus, suara peristaltik usus akan meningkat, lebih lagi pada saat
timbul rasa sakit yang bersifat kolik. Peningkatan suara usus disebut borborigmi. Pada
keadaan paralisis usus, suara ini sangat melemah dan jarang bahkan kadang-kadang
bisa menghilang. Keadaan ini juga boleh terjadi pada tahap lanjut dari obstruksi usus
di mana usus sangat membesar dan atoni. Pada ileus obstruksi kadang terdengar suara
peristaltic dengan nada tinggi dan suara logam (metallic sound). Suara murmur
sistolik atau diastolik mungkin dapat didengar pada auskultasi abdomen. Bruit sistolik
dapat didengar pada aneurisma aorta atau pada pembesaran hati karena hepatoma.
Bising vena yang kadang-kadang disertai dengan terabanya getaran, dapat didengar
diantara umbilicus dan epigastrium. Penyempitan pada arteri utama ginjal bisa
menimbulkan bising (bruit) yang akan terdengar pada pemeriksaan dengan stetoskop.
c. Palpasi
Palpasi dinding perut sangat penting untuk menentukan ada tidaknya kelainan
dalam rongga abdomen. Palpasi dilakukan secara sistematis dengan seksama, pertama
kali ditanyakan apakah ada daerah-daerah yang nyeri tekan dan sedapat mungkin
seluruh dinding perut terpalpasi. Kemudian cari apakah ada pembesaran massa tumor,
hati, ginjal, limpa, kandung empedu membesar atau teraba. Palpasi diusahakan dalam
posisi terlentang, pemeriksa berdiri pada sebelah kanan pasien. Penekanan dilakukan
oleh ruas terakhir dan ruas tengah jari-jari. Sistematika palpasi dilakukan dengan hati-
hati pada daerah nyeri yang dikeluhkan oleh pasien. Perinci nyeri tekan abdomen
antara lain berat ringannya, lokasi nyeri yang maksimal, apakah ada tahanan
(peritonitis), apakah ada nyeri rebound bila tak ada tahanan. Pada organ ginjal
digunakan teknik palpasi bimanual yaitu palpasi dilakukan dengan kedua telapak
tangan, dimana tangan kiri berada di bagian pinggang kanan atau kiri pasien
sedangkan tangan kanan di bagian depan dinding abdomen. Boleh juga menggunakan
teknik ballottement juga dipakai untuk memeriksa ginjal, dimana gerakan penekanan
pada organ oleh satu tangan akan dirasakan pantulannya pada tangan lainnya.
d. Perkusi
Perkusi abdomen dilakukan dengan cara tidak langsung, dengan penekanan
yang lebih ringan dan ketokan yang lebih perlahan. Perkusi abdomen sangat
membantu dalam menentukan apakah rongga abdomen berisi lebih banyak cairan atau
udara. Dalam keadaan normal suara perkusi abdomen yaitu timpani, kecuali di daerah
hati suara perkusinya adalah pekak. Hilangnya sama sekali daerah pekak hati dan
bertambahnya bunyi timpani di seluruh abdomen harus dipikirkan akan kemungkinan
adanya udara bebas di dalam perut, misalnya pada perforasi usus. Dalam keadaan
adanya cairan bebas di dalam rongga abdomen, perkusi di atas dinding perut mungkin
timpani dan sampingnya pekak. Dengan memiringkan pasien ke satu sisi, suara pekak
ini akan berpindah-pindah (shifting dullness). Perhatikan di mana bunyi timpani
berubah menjadi dullness. Perkusi pada ginjal membantu menilai ada tidaknya rasa
4
sakit atau nyeri. Perkusi dilakukan pada sudut costovertebra dengan cara meletakkan
telapak tangan yang tidak dominan di atas sudut kostovertebra, kemudian tangan yang
dominan menggunakan sisi ulnar tangan atau membentuk gumpalan tinju melakukan
pengetukan diatas tangan yang telah diletakkan pada sudut kostovertebra, pemeriksaan
ini biasa disebut pemeriksaan nyeri ketok CVA (costovertebral angle).
Kaji turgor kulit pada kulit tangan untuk orang dewasa dan bagian abdomen bagi bayi
atau anak untuk melihat derajat dehidrasi dengan menggenggam dan menarik lipatan kulit
dengan perlahan, dan melepaskannya, observasi berapa cepat kulit kembali ke bentuk
normalnya. Jika lambat kembali ke bentuk normalnya mungkin telah terjadi dehidrasi.
Elektrokardiogram (EKG):
Pada hipokalemia sering terjadi disaritmia merupakan gangguan frekuensi atau irama
atau keduanya karena gangguan konduksi bukan karena kelainan struktur jantung. Perubahan
pada EKG dapat apabila terjadi pada kadar kalium serum dibawah 3,5 mEq/L. Pada gambaran
EKG didapati pemanjangan dari PR, QRS, dan QT interval, depresi segmen ST, gelombang T
mendatar dan ada gelombang U.1
5
Gambar 1: Morfologi Gelombang EKG Pada Hipokalemia.
Pemeriksaan Laboratorium.
Konsentrasi kalium serum pada 3,0-3,5 mEq/L berhubungan dengan suatu keadaan
klinis seperti kelemahan otot ringan, fatigue, dan mialgia. Pada konsentrasi serum kalium
2,5-3,0 mEq/L kelemahan otot menjadi lebih berat terutama pada bagian proximal dari
tungkai. Ketika serum kalium turun hingga dibawah dari 2,5 mEq/L maka dapat terjadi
kerusakan struktural dari otot, termasuk miogobinuria.2
6
b) Fungsi ginjal.
Pengambilan glukosa darah ke dalam sel menyebabkan kalium berpindah dari luar sel ke
dalam sel-sel tubuh.
d) pH darah.
e) Hormon tiroid: T3, T4 dan TSH untuk menyingkirkan penyebab sekunder hipokalemia.1
Kadar CPK tinggi pada paralisis periodik primer selama atau baru saja setelah serangan.
Kadar mioglobin serum juga mungkin tinggi.
7
2.3. Diagnosis Banding.
8
2.4. Diagnosis Kerja.
Berdasarkan gejala dan tanda didapati pasien tersebut menderita hipokalemia periodik
paralisis. hipokalemia periodik paralisis adalah kelainan yang ditandai kelemahan otot akut
karena hipokalemia yang terjadi secara episodik. Sebagian besar paralisis periodik
hipokalemik merupakan hipokalemia periodik paralisis primer atau familial. Hipokalemia
periodik paralisis sekunder bersifat sporadik dan biasanya berhubungan dengan penyakit
tertentu atau keracunan.
Terdapat dua bentuk kelainan otot yang diobservasi yaitu episode paralitik dan bentuk
miopati, kedua keadaan ini dapat terjadi secara terpisah ataupun bersama-sama. Sering terjadi
bentuk paralitik murni, kombinasi episode paralitik dan miopati yang progresifitasnya lambat
jarang terjadi, demikian pula bentuk miopatik murni jarang terjadi.
Bentuk Paralitik sering sekitar 75%. Serangannya secara episodik, bervariasi (fatique
hingga flaksid). Serangan dicetuskan oleh turunnya kadar K di serum. Faktor pencetus utama
adalah berkeringat, makanan tinggi CHO dan natrium, tidur dan istirahat setelah
exercise.Episode paralitik ditandai terutama adanya flaccid paralysis dengan hipokalemia
sehingga dapat terjadi para paresis atau tetraparesis berpasangan dengan otot pernafasan. Pada
pasien murni flaccid paralysis dengan hipokalemia dan akan sembuh atau remisi sendiri 5-6
jam kemudian, dengan pemberian kalium per oral serangan menjadi lebih ringan. Tidak
terdapat kelainan pada otot pernafasan. Jika terdapat kelainan genetik maka pada analisa
didapatkan kelainan antara lain adalah autosomal dominan inheritance yaitu mutasi pada
kromososm CACNA1S (70%) dan mutasi lokus pada kromosom SCN4A (10%).
Bentuk Miopatik terjadi sekitar 25%. Serangannya tidak bervariasi tetapi boleh
menyebabkan kelemahan otot yang permanen. Kelemahan dirasakan setelah aktivitas
berlebihan (pada masa anak) dan setelah usia pertengahan jadi permanent. Pasien tidak pernah
mengalami serangan lumpuh yang episodik
2.5.Etiologi.
9
moderat. Berkurangnya asupan sampai <10 mEq/hari menghasilkan defisit kumulatif sebesar
250-300 mEq (kira-kira 7-8% kalium total tubuh) dalam 7-10 hari. Setelah periode tersebut,
kehilangan lebih lanjut dari ginjal minimal. Orang dewasa muda boleh mengkonsumsi sampai
85 mmol kalium per hari, sedangkan lansia yang tinggal sendirian atau lemah mungkin tidak
mendapat cukup kalium dalam diet mereka.3
2. Disfungsi Ginjal.
Ginjal tidak dapat bekerja dengan baik karena gangguan pada tubulus distal.
2.6. Epidemiologi.
a. Umur:
Dapat terjadi pada semua usia, tetapi jarang terjadi pada anak-anak. Sering terjadi
selepas pada umur pubertas.
Pasien lansia beresiko karena kurangnya asupan diet dan / atau penggunaan diuretik.
b. Jantina: dapat terjadi pada laki-laki dan wanita dengan prevalensi yang sama.
d. Genetik:
Familial (hypokalemic) periodic paralysis.
Congenital adrenogenital syndromes.
Liddle syndrome.
Bartter and Gitelman syndromes.
Familial interstitial nephritis.
Glucocorticoid-remediable aldosteronism.
10
e. Status sosio-ekonomi.
Kemiskinan dapat berhubungan malnutrisi gizi buruk.
Sering pada pecandu alkohol yang juga memiliki hipomagnisemia.
a. Tanda-tanda klinis jarang terlihat sebelum kadar kalium serum turun dibawah 3 mEq/L
kecuali pada tingkat kehilangan cepat dan mendadak.
b. Keletihan, anoreksia, mual, muntah, kelemahan otot, kram kaki, penurunan motilitas
usus, parestisia, disritmia dan peningkatan sensitifitas terhadap digitalis.
c. Jika berkelanjutan hipokalemia dapat menyebabkan ketidak mampuan ginjal untuk
memekatkan urin, menyebabkan urin yang encer (urin berlebihan/poliurin, nokturia)
dan rasa haus yang berlebihan.
d. Hipokalemia berat dapat berakibat kematian melalui henti jantung atau henti nafas.
2.8. Patofisiologi.
Pada kondisi hipokalemia, konsentrasi ion kalium rendah pada ekstraseluler akan
menyebabkan otot untuk repolarisasi ke potensial istirahat lebih cepat, sehingga bahkan jika
kalsium konduktansi tidak terjadi itu tidak dapat dipertahankan. Hal ini menjadi lebih sulit
untuk mencapai ambang kalsium di mana otot dapat berkontraksi, dan bahkan jika ini tercapai
maka otot lebih mungkin untuk relaks.
11
Mutasi kanal kalsium ini menyebabkan hilangnya fungsi kanal kalium, Kir/KATP
(ATP-sensitive potassium channel) terutama potassium inward rectifier class of channels
(Kir) sehingga kanal tersebut tidak dapat terbuka secara normal. saluran memiliki rangsangan
berkurang dan sinyal dari sistem saraf pusat tidak dapat depolarisasi otot. Akibatnya, otot
tidak boleh berkontraksi secara efisien hingga menyebabkan kelumpuhan. Insulin (glukosa
tinggi dalam darah) juga bertindak di hipokalemia periodik paralisis dengan mengurangi arus
inward rectifier K+.6
2.9. Penatalaksanaan.
Untuk boleh memperkirakan jumlah kalium pengganti yang boleh diberikan, perlu
disingkirkan dulu faktor-faktor selain deplesi kalium yang boleh menyebabkan hipokalemia,
misalnya insulin dan obat-obatan. Status asam-basa mempengaruhi kadar kalium serum.
Sekiranya ada gejala diare dan dehidrasi atasi gejala pasien dahulu kemudian diperbaiki
gangguan elektrolit kaliumnya. Terapi nonmedika mentosa dengan diet yang rutin
mengandung cukup kalium pada orang dewasa rata-rata 50-100 mEq/hari. Makan makanan
yang tinggi kalium seperti kismis, pisang, aprikot, jeruk, advokat, kacang-kacangan, dan
kentang.7
Pada hipokalemia ringan (kalium 3,0-3,5 mEq/L) diberikan Kalium klorida, KCl
oral 20 mmol per hari dan pasien dianjurkan banyak makan makanan yang mengandung
kalium. KCl oral kurang ditoleransi pasien karena iritasi lambung. Makanan yang
mengandung kalium cukup banyak dan menyediakan 60 mmol kalium.
12
c. Kecepatan Pemberian Kalium Intravena.
Kecepatan pemberian tidak boleh disamakan dengan dosis. Jika kadar serum lebih
dari 2 mEq/L, maka kecepatan lazim pemberian kalium adalah 10 mEq/jam dan maksimal
20 mEq/jam untuk mencegah terjadinya hiperkalemia. Pada anak, 0,5-1,0 mEq/kg/dosis
dalam 1 jam. Dosis tidak boleh melebihi dosis maksimum dewasa.7,8
Pada kadar kurang dari 2 mEq/L, boleh diberikan kecepatan 40 mEq/jam melalui
vena sentral dan monitoring ketat di unit gawat darurat, ICU. Untuk koreksi cepat ini, KCl
tidak boleh dilarutkan dalam larutan dekstrosa karena justru mencetuskan hipokalemia
lebih berat.
d. Diet Kalium.
Diet yang mengandung cukup kalium pada orang dewasa rata-rata 50-100 mEq/hari
(contoh makanan yang tinggi kalium termasuk kismis, pisang, aprikot, jeruk, advokat,
kacang-kacangan, dan kentang).
2.10. Komplikasi.
2.11. Pencegahan.
2.12. Prognosis.
PENUTUP
3.1. Kesimpulan.
Terapi hipokalemia periodik paralisis familial karena bawaan kelainanan genetik harus
seumur hidup. Penatalaksanaan dengan pemberian kalium iv perlu diketahui dosis dan
kecepatan pemberian yang aman untuk setiap derajat hipokalemia karena menyebabkan nyeri
dan sklerosis vena malah gangguan elektrolit. Pemberian suplemen kalium perlu
dipertimbangkan pada pasien-pasien penyakit jantung, hipertensi, stroke, atau pada keadaan-
keadaan yang cenderung menyebabkan deplesi kalium.
..
14