Anda di halaman 1dari 16

Nama : Mardiana

NIM : 150384204009
Kelas : K04
Tugas : Resume
Mata Kuliah : Perencanaan Pembelajaran Kimia
Dosen pengampu : Inelda Yulita, S.Pd.,M.Pd

Pengembangan Persiapan Mengajar


1. Persiapan Mengajar
Persiapan mengajar pada hakekatnya merupakan perencanaan jangka pendek
untuk memperkirakan atau memproyeksikan tentang apa yang dilakukan. Dengan demikian,
persiapan mengajar merupakan upaya untuk memperkirakan tindakan yang akan dilakukan
dalam kegiatan pembelajaran, terutama berkaitan dengan pembentukan kompetensi. Kemampuan
membuat persiapan mengajar merupakan langkah awal yang harus dimiliki guru dan sebagai
muara dari segala pengetahuan teori, keterampilan dasar, dan pemahaman yang mendalam
tentang objek belajar dan situasi pembelajaran. Aspek-aspek tersebut merupakan unsur utama
yang secara minimal harus ada dalam setiap persiapan mengajar sebagai pedoman guru dalam
melaksanakan pembelajaran dan membentuk kompetensi peserta didik.
Prinsip-prinsip Persiapan Mengajar
Untuk membuat perencanaan yang baik dan dapat menyelnggarakan proses pembelajaran
yang ideal, setiap guru harus mengetahui unsur-unsur perencanaan pembelajaran yang baik,
Antara lain: mengidentifikasi kebutuhan siswa, tujuan yang hendak dicapai, berbagai strategi
dan scenario yang relevan digunakan untuk mencapai tujuan dan kriteria evaluasi. Bersamaan
dengan itu peran guru dalam mengembangkan strategi sangat penting, karena aktivitas belajar
siswa sangat dipengaruhi oleh sikap dan perilaku guru di dalam kelas.
Lebih lanjut, pengembangan persiapan mengajar harus memperhatikan minat dan
perhatian siswa terhadap materi yang dijadikan bahan kajian. Dalam hal ini peran guru bukan
hanya sebagai transformator, tetapi harus berperan sebagai motivator yang dapat
membangkitkan gairah belajar, serta mendorong siswa untuk belajar dengan menggunakan
berbagai variasi media dan sumber belajar. Berkenaan dengan hal tersebut, Mulyasa
(2004:80), mengemukakan beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam mengembangkan
persiapan mengajar, yaitu:
a. Rumusan kompetensi dalam persiapan mengajar harus jelas. Semakin konkret kompetensi,
semakin mudah diamati dan semakin tepat kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan untuk
membentuk kompetensi tersebut.
b. Persiapan mengajar harus sederhana dan fleksibel serta dapat dilaksanakan dalam kegiatan
pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik.
c. Kegiatan-kegiatan yang disusun dan dikembangkan dalam persiapan mengajar harus
menunjang dan sesuai dengan kompetensi yang telah ditetapkan.
d. Persiapan mengajar yang dikembangkan harus utuh dan menyeluruh, serta jelas
pencapaiannya.
e. Harus ada koordinasi antara komponen pelaksana program sekolah, terutama apabila
pembelajaran dilaksanakan secara tim (team teaching) atau moving class.

Komponen-komponen Persiapan mengajar


Cynthia dalam Mulyasa (2004:82) mengemukakan bahwa proses pembelajaran yang
dimulai dengan fase persiapan mengajar ketika kompetensi dan metodologi telah
diidentifikasi, akan membantu guru dalam mengorganisasikan materi standar serta
mengantisipasi peserta didik dan masalah-masalah yang mungkin timbul dalam pembelajaran.
Agar guru dapat membuat persiapan mengajar yang efektif dan berhasil guna, dituntut untuk
memahami berbagai aspek yang berkaitan dengan pengembangan persiapan mengajar, baik
berkaitan dengan hakikat, fungsi, prinsip, maupun prosedur pengembangan persiapan
mengajar, serta mengukur efektifitas mengajar.
Rencana pengajaran yang baik menurut Gagne dan Briggs (1974) hendaknya
mengandung tiga komponen yang disebut anchor point , yaitu 1) tujuan pengajaran; 2) materi
pelajaran, bahan ajar, pendekatan, dan metode mengajar,media pengajaran dan pengalaman
belajar; 3) evaluasi keberhasilan. Hal ini sesuai dengan pendapat Kenneth D.Moore
(2001:126) bahwa komposisi format rencana meliputi komponen:
a. Topik bahasan.
b. Tujuan pembelajaran (kompetensi indikator kompetensi).
c. Materi pelajaran.
d. Alat/media yang dibutuhkan dan
e. Evaluasi hasil belajar.

2. Model Persiapan Mengajar (Model ROPER)


Hunt tidak mengkategorikan perencanaan pengajaran menjadi rencana semester,
mingguan, dan harian. Akan tetapi Hunts menyebutnya rencana prosedur pembelajaran
sebagai persiapan mengajar yang disebutnya ROPES (Review, Overview, Presentation,
Exercise, Summary).
1) Review, kegiatan ini dilakukan dalam waktu 1 sam pai 5 menit, yakni mencoba
mengukur kesiapan siswa untuk mempelajari bahan ajar dengan melihat pengalaman
sebelumnya yang sudah dimiliki siswa dan diperlukan sebagai prerequisite untuk
memahami bahan yang disampaikan hari itu. Hal ini diperlukan dengan didasarkan atas:
a. Guru bisa memulai pelajaran, jika perhatian dan motivasi siswa untuk mempelajari
bahan baru sudah mulai tumbuh.
b. Guru hendak memulai pelajaran, jika interaksi Antara guru dengan siswa sudah mulai
terbentuk.
c. Guru dapat memulai pembelajaran jika siswa sudah memahami hubungan bahan ajar
sebelumnya dengan bahan ajar baru yang dipelajari hari itu.
Guru harus yakin dan tahu betul jika siswa sudah siap menerima pelajaran baru.
Jika siswa belum menguasai pelajaran sebelumnya, maka guru harus dengan bijak
memberi kesempatan kepada siswa untuk memahaminya terlebih dahulu atau
mencerahkan melalui pemberian tugas, penjelasan, bimbingan, tutor sebaya, dan baru
bergerak pada materi sebelumnya. Apabila terjadi akumulsi bahan ajar yang tertunda,
maka harus dicarikan waktu tambahan, karena lebih baik menunda bahan ajar baru
daripada menumpuk ketidakpahaman siswa.
2) Overveiew, sebagaimana review, overview dilakukan tidak terlalu lama berkisar Antara 2
sampai 5 menit. Guru menjelaskan program pembelajaran yang akan dilaksanakan pada
hari itu dengan menyampaikan isi secara singkat dan strategi yang akan digunakan dalam
proses pembelajaran. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada siswa
untuk menyampaikan pandangannya atas langkah-langkah pembelajaran yang hendak
ditempuh oleh guru sehingga berlangsungnya proses pembelajaran bukan hanya milik
guru semata, akan tetapi siswa pun ikut merasa senang dan merasa dihargai
keberadaannya.
3) Presentation, tahap ini merupakan inti dari proses kegiatan belajar mengajar, karena
disini guru sudah tidak lagi memberikan penjelasan-penjelasan singkat, akan tetapi sudah
masuk pada proses telling, showing, dan doing. Proses tersebut sangat diperlukan untuk
meningkatkan daya serap dan daya ingat siswa tentang pelajaran yang akan mereka
dapatkan. Hal ini sejalan dengan konsep yang dikemukakan oleh Mohammad Syafe’I
yaitu bahan-bahan yang dapat mengembangkan pikiran, perasaan, dan keterampilan atau
yang lebih dikenal dengan istilah 3 H, yaitu: Head, Heart, dan Hand. Apalagi jika
kompetensinya memasuki wilayah afektif dan psikomotorik, strategi pembelajaran yang
menekankan pada doing atan hand menjadi sangat penting, karena penerimaan, tanggapan
dan penanaman nilai akan otomatis berjalan dalam proses belajar mengajar. Semakin
bervariasi strategi pembelajaran yang digunakan, semakin baik proses dan hasil yang
dicapai, karena tidak menjadikan siswa jenuh, melainkan mengantarkan mereka
menikmati proses pembelajaran dengan suasana asyik dan menyenangkan.
4) Exercise, yakni suatu proses untuk memberikankesempatan kepada siswa
mempraktekkan apa yang telah mereka pahami. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan
pengalaman langusng kepada siswa sehingga hasil yang dicapai lebih bermakna. Oleh
karena itu guru harus mempersiapkan rencana pembelajaran tersebut dengan baik melalui
scenario yang sistematis. Disamping itu pula guru harus mempersiapkan perencanaan
pengajaran bukan hanya bahan ajar saja, tetapi pengalaman belajar siswa yang harus
diberikan lewat peragaan-peragaan, bermainn peran dan sejenisnya yang harus ditata
berdasarkan alokasi waktu Antara penjelasan, assignment (tugas-tugas), peragaan dan
lain sebagainya.
5) Summary, dimaksudkan untuk memperkuat apa yang telah mereka pahami dalam proses
pembelajaran. Hal ini sering tertinggal oleh karena mereka disibukkan dengan presentase,
dan bahkan mungkin guru tidak pernah membuat summary (kesimpulan) dari apa yang
telah mereka ajarkan.
Hal yang ganjil dari rencana prosedur pembelajaran yang dikemukakan oleh Hunts adalah
tidak mencantumkan aspek penialain, padahal hasil penilaian selain mengukur tingkat
pencapaian kompetensi siswa, juga dapat dijadikan input untuk melakukan perbaikan pada
proses pembelajaran berikutnya. Jika guru tidak mempunyai data dan informasi yang cukup
tentang perkembangan siswanya, maka terjadilah penumpukan akumulasi ketidakpahaman siswa
yang pada akhirnya menjadi boomerang bagi sekolah itu sendiri, sehingga muncul anggapan
sekolah meluluskan siswa dengan kemampuan di bawah standar minimsl penugasan kompetensi.
Untuk melengkapi ide/pemikiran Hunts tersebut, kiranya guru dapat memasukkan unsur
penilaian, karena melalui penilaianlah guru memperoleh gambara tingkat penugasan siswa
terhadap materi yang disampaikan sehingga dapat mengembangkan materi yang akan
disampaikan pada pertemuan berikutnya. Berdasarkan hasil penilaianlah guru dapat mengetahui
tingkat efektivitas strategi pembelajaran yang digunakan.

3. Masalah Pada Siswa dan Solusinya


Menurut Pollard dalam Hilda Karli (2004:24) mengelompokkan kepribadian siswa
menjadi 5 kelompok, antara lain:
a. Impulsivity (tergesa-gesa) dan reflexivity (penuh pertimbangan). Gambaran impulsivity
adalah oaring yang tergesa-gesa dalam mengerjakan tugas tanpa berpikir lebih dahulu,
sedangkan reflexivity adalah orang yang sangat mempertimbangkan tugas tersebut tanpa
berkesudahan.
b. Extroversion (ramah, terbuka) dan introversion (tertutup, sangat pribadi). Gambaran
extroversion adalah orang yang ramah, terbuka, bahkan kadang-kadang tergantung dari
perlakuan teman-teman sekelompoknya. Sedangkan iontroversion adalah orang yang
tertutup dang sangat pribadi, bahkan kadang-kadang tidak mau bergaul dengan teman-
temannya.
c. Anxiety (orang yang merasa kurang bergaul dan merasa tidak dapat menyelesaikan masalah
sendiri) dan adjustment (orang yang merasa dapat bergaul dan merasa dapat menyelesaikan
masalah sendiri).
d. Vacillation dan perseverance. Gambaran vacillation adalah orang yang konsentrasinya
rendah sering berubah-ubah, dan cepat menyerah dalam pekerjaan, sedangkan
perseverance adalah orang yang mempunyai daya konsentrasi kuat dan terfokus serta
pantang menyerah dalam menyelesaikan pekerjaan.
e. Competitiveness dan collaborativennes. Gambaran mengenai Competitiveness adalah
orang yang mengukur prestasinya dengan orang lain dan sukar bekerjasama dengan orang
lain, sedangkan collaborativennes adalah orang yang sangat tergantung pada orang lain
dan tidak dapat bekerja sendiri.
Masalah individu muncul karena dalam individu ada kebutuhan ingin diterima kelompok
dan ingin mencapai harga diri. Apabila kebutuhan-kebutuhan itu tidak dapat lagi dipenuhi
melalui cara-cara yang lumrah yang dapat diterima masyarakat, maka individu yang
bersangkutan akan berusaha mencapainya dengan cara lain. Dengan perkataan lain individu
akan berbuat tidak baik. Perbuata-perbuatan untuk mencapai tujuan dengan cara yang todak
baik oleh Rudolf Dreikus dan Pearl Cassel yang dikutip oleh T. Raka Joni digolongkan
menjadi empat, yaitu:
1. Tingkah laku yang ingin mendapat perhatian orang lain, misalnya membadut di kelas atau
berbuat lambat sehingga perlu mendapat pertolongan ekstra.
2. Tingkah laku yang ingin menunjukkan kekuatan, misalnya selalu mendebat, kehilangan
kendali emosional atau selalu lupa pada aturan-aturan penting di kelas.
3. Tingkah laku yang bertujuan menyakiti orang lain, misalnya menyakiti orang lain dengan
mengata-ngatai, memukul, menggigit dan sebagainya.
4. Peragaan ketidakmampuan, yaitu sama sekali menolak untuk mencoba melakukan apapun
karena khawatirmmengalami kegagalan.
Menurut Maman Rahman, (1998:58) dari keempat tindakan individu diatas sebagaimana
dikemukakan oleh Rudolf Dreikurs akan mengakibatkan terbentuknya empat pola tingkah
laku yang sering Nampak pada anak usia sekolah, yaitu:
1. Pola akti konstruktif yaitu pola tingkah laku yang ekstrim, ambisius untuk menjadi super
star dikelasnya dan berusaha membantu guru dengan penuh vitalitas dan sepenuh hati.
2. Pola aktif destruktif yaitu pola tingkah laku yang diwujudkan dalam bentuk membuat
banyolan, suka marah, kasar dan membentak.
3. Pola pasif konstruktif yaitu pola yang menunjukkan kepada satu bentuk tingkah laku
yang lamban dengan maksud supaya selalu dibantu dan mengaharpkan perhatian.
4. Pola pasif destruktif yaitu pola tingkah laku yang menunjuk kemalasan dank eras kepala.

 Masalah individu
Kategori masalah individu dalam pengelolaan siswa menurut Dreikurs dan Cassel
didasarkan pada asumsi bahwa tingkah laku manusia itu mempunyai maksud dan tujuan.
Setiap individu mempunyai kebutuhan pokok untuk menjadi dan merasa berguna. Jika
individu ini merasa putus asa dalam mengembangkan rasa memiliki harga diri melalui nilai
yang dapat diterima secara sosial, ia akan berkelakuan buruk.
Ada 4 tipe perilaku yang kurang baik, yaitu (1) perilaku untuk menarik perhatian, (2)
perilaku untuk mencari kekuasaan, (3) perilaku untuk melampiaskan dendam, dan (4) perilaku
yang memperlihatkan ketidakmampuan.
Murid-murid yang tidak menaikkan statusnya dengan cara yang dapat diterima oleh
lingkungannya, biasanya akan mencari jalan lain, baik melalui tindakan untuk menarik
perhatian yang aktif maupun pasif. Bentuk mencari perhatian yang aktif bersifat merusak,
misalnya bergaya sok, melawak, mengacau, menjadi anak nakal, anak yang terus menerus
bertanya atau rewel. Bentuk pasif dalam mencari perhatian yang bersifat merusak misalnya,
pemaksaan atau ingin mendapatkan perhatian orang lain dengan meminta tolong terus.
Perilaku untuk mencari kekuasaan hamper sama dengan kasus tindakan di atas, namun
sifatnya lebih kuat yakni mencari perhatian yang sifatnya merusak. Pencari kekuasaan yang
aktif biasanya suka membantah, berbohong, pemukul, mempunyai watak pemarah, menolak
perintah, dan benar-benar tidak mau tunduk. Pencari kekuasaan yang pasif adalah orang yang
kemalasannya sangat nyata, yang biasanya tidak mau bekerja sama sekali. Murid seperti ini
sangat pelupa, keras kepala dan tidak mau patuh.
Murid yang mencari pelampiasan dendam disebabkan putus asa dan bingung sehingga
mencari keberhasilan dengan cara menyakiti orang lain, menyerang secara fisik (mencakar,
memukul, menendang) bermusuhan dengan teman-temannya, memaksa denga kekuasaan.
Mereka adalah anak yang tidak mempunyai rasa sakit dan kurang sportif. Biasanya anak
tersebut pelampiasannya lebih banyak secara aktif daripada secara pasif. Keaktifan mereka
digambarkan sebagai anak yang kejam dan penuh kebencian, sedangkan mereka yang pasif
digambarkan sebagai orang yang cemberut dan menantang.
Murid yang berkelakuan buruk merupakan probadi yang sangat putus asa, pesismis dalam
mencapai keberhasilan dan hanya mengalami kegagalan yang terus menerus. Perasaan tidak
berharga dan tidak berdaya menyertai kelakuan murid yang dikucilkan dan “drop-out”, yang
menyamakan partisipasi dengan kegagalan lebih lanjut. Peragaan ketidakmampuan ini selalu
mempunyai bentuk pasif.
Untuk membedakan keempat tipe diatas, dapat dilakukan melalui pengamatan terhadap
gejalan yang muncul. Dreikurs dan Cassel mengajukan satu teknik yang cukup sederhana
untuk mendeteksi gejala tersebut, dengan parameter sebagai berikut.
a. Jika guru merasa terganggu oleh tindakan murid, mungkin tujuan murid adalah mencari
perhatian.
b. Jika guru merasa dikalahkan atau terancam, tujuan murid adalah untuk mencari kekuasaan.
c. Jika guru merasa sangat tersinggung, tujuannya mungkin untuk mencari pelampiasan
dendam.
d. Jika guru merasa tidak berdaya, tujuan anak mungkin untuk menunjukkan
ketidakmampuannya.

 Masalah kelompok
Johnson dan Bany mengidentifikasi tujuh masalah kelompok dalam pengelolaan kelas,
yaitu (1) kurangnya kesatuan, (2) ketidaktaatan terhadap pribadi anggota, (4) pengakuan kelas
terhadap kelakuan guru, (5) kecenderungan adanya gangguan, kemacetan pekerjaan, dan
kelakuan yang dibuat-buat, (6) ketidakmampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan
lingkungan, dan (7) semangat juang yang rendah dan adanya sikap bermusuhan.
Kurangnya kesatuan ditandai dengan konflik-konflik Antara individu dan sub kelompok.
Misalnya konflik antara jenis kelamin dan atau ras dengan murid dari jenis kelamin atau rs
yang lain. Suasana kelas seperti ini ditandai dengan konflik, permusuhan, ketegangan. Murid
merasa tidak puas dengan kelompok dan berpendapat kelompok tidak menarik. Akhirnya
murid tidak saling mendukung.
Bilaman kelas menganut kebiasaan yang kurang baik, norma-norma buruk sudah
diterapkan, maka kebiasaan itu dikategorikan sebagai tindakan terhadap standar tingkah laku.
Misalnya: keributan, kegaduhan, berbicara keras, bertingkah laku yang mengganggu saat
mereka diharapkan bekerja dalam suasana tenang di tempat duduk masing-masing, saling
mendorong di jalan, atau kantin sekolah.
Reaksi negative terhadap pribadi anggotabkelas ditandai dengan kesan bermusuhan
terhadap anak-anak yang tidak diterima oleh kelompok, yang menyimpang dari aturan
kelompok, atau yang menghalangi usaha kelompok. Kekhasan masalah ini adalah adanya
tindakan kelompok untuk membuat individu tersebut menyesuaikan diri dengan kelompok.
Persetujuan kelas terhadap tindakan jelek timbul ketika kelompok mendorong dan
mendukung seseorang yang berkelakuan yang tidak dapat diterima kelompok kelas. Contoh
yang paling umum adalah blaman kelompok kelas mendukung terhadap “pelawak kelas”. Jika
kasus ini terjadi, kita dapat mengelompokkan kasus tadi menjadi masalah kelompok sekaligus
masalah individu. Padahal, ,aslah kelompok merupakan masalah paling serius yang harus
segera ditangani.
Masalah yang timbul pada saat kelompk menyelesaikam tugas cenderung kelompok
memacetkan kegiatan. Kelompok terlalu bereaksi terhadap gangguang-gangguan kecil dan
membiarkan masalah-masalah kecil yang mengganggu produktivitas. Kelompok yang
menolak mengerjakan tugas merupaka contoh yang khas. Situasi ini ditandai oelh adanya
ketidakpastian dan kecemasan.
Jika kelas terlibat dalam tindak proses dan perlawanan tersembunyi atau terang-terangan
yang mengakibatkan kelambatan atau kemacetan kegiatan, ini merupakan masalah kelompok
yang paling sulit diatasi. Kesan-kesan perlawanan umumnya sangat kabur. Permintaan yang
berulang-ulang mengenai kejelasan tugas, pensil yang hilang, lupa mengerjakan pekerjaan
rumah, keluhan-keluhan kecil merupakan contoh masalah kelompok yang khas. Tetapi
tindakan seperti permusuhan, dan perbuatan-perbuatan yang agresif merupakan hal yang
kurang umum.
Kelompok kelas yang memberi reaksi buruk pada saat ada peraturan baru, situasi darurat,
perubahan anggota kelompok, perubahan jadwal, atau pergantian guru, merupakan
ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan. Pada umumnya,
kelompok-kelompok seperti ini beraksi menekan, mereka memandang perubahan sebagai
ancaman terhadap persatuan kelompok. Contoh yang sangat umum adalah satu kelas biasanya
berkelakuan baik, tetapi berkelakuan sangat buruk terhadap guru pengganti.

 Pemecahan Masalah Siswa


Pengelolaan siswa merupakan kegiatan atau tindakan guru dalam rangka penyediaan
kondisi yang optimal agar proses belajar mengajar berlangsung efektif.
Tindakan tersebut dapat berupa tindakan yang bersifat pencegahan dan korektif. Tindakan
yang bersifat pencegahan atau prefefentif yaitu dengan jalan menyediakan kondisi baik fisik
maupun sosioemosional, sehingga terasa benar oleh siswa rasa kenyamanan dan keamanan
untuk belajar. Sedangkan, tindakan yang bersifat korektif merupakan tindakan terhadap
tingkah laku yang menyimpang dan merusak kondisi optimal bagi proses belajar mengajar
yang sedang berlangsung. Tindakan yang bersifat korektif terbagi dua, yaitu tindakan yang
harus segera diambil guru saat terjadi gangguan (dimensi tindakan ) dan penyembuhan
(kuratif) terhadap tingkah laku yang menyimpang dan terlanjur terjadi agar penyimpangan
tersebut tidak berlarut-larut.
a. Usaha yang bersifat pencegahan
Tindakan pencegahana adalah tindakan yang dilakukan sebelum munculnya tingkah
laku yang menyimpang yang menganggu kondisi optimal berlangsungnya pembelakaran.
Dalam mengembangkan keterampilan mengelola siawa yang bersifat prefentif, guru dapat
menggunakan kemampuan sebagai berikut:
 Manunjukkan sikap tanggap, guru harus selalu memiliki waktu untuk semua perilaku
peserta didik, baik perilaku positif maupun negatif
 Membagi perhatian, perhatian ditujukan kepada semua peserta didik baik secara visual
maupun verbal
 Memusatkan perhatian kelompok, mempertahankan dan meningkatkan keterlibatan
peserta diidk dengan cara memusatkan kelompok kepada tugas-tugasnya dari waktu
kewaktu.
 Memberi petunjuk-petunjuk yang jelas, petunjuk dapat diberkan pada materi yang
disampaikan, tugas yang diberikan, dan perilaku peserta didik baik yang langsung
maupun tidak langsung.
 Menegur, teguran diberikan saat peserta didik menunjukkan perilaku yang mengganggu
atau menyimpang. Teguran disampaikan dengan tegas dan jelas tertuju pada perilaku
yang mengganggu, menghindari ejekan dan peringatan yang kasar atau menyakitkan.
 Memberikan penguatan, perilaku peserta didik yang positif maupun negatif memerlukan
penguatan. Perilaku positif diberi penguatan agar dapat dipertahankan, sedangkan
perilaku negatif diberi penguatan agar tidak muncul kembali dengan cara memberi
teguran atau hukuman.
Langkah-langkah pencegahan prefentif, ialah sebagai berikut :
 Peningkatan kesadaran diri sebagai guru
Kesadaran yang dimiliki guru akan meningkatkan rasa tanggungjawab dan rasa memiliki
yang merupakan modal dasar guru untuk melaksanakan tugasnya. Implikasinya,
kesadaran diri sebagai guru akan nampak pada sikap guru yang demokratis, sikap yang
stabil, kepribadian yang harmonis, berwibawa, sehingga menimbulkan respon positif dari
peserta didik.
 Peningkatan kesadaran peserta didik
Interaksi positif antara guru dan murid dalm proses pembelajaran terjadi apabila dua
kesadran bertemu. Untuk meningkatkan kesadaran peserta didik, maka perlu
dilaksanakan hal-hal berikut : memberitahukan akan hak dan kewajiban sebagi peserta
didik; memperhatikan kebutuhan , keinginan dan dorongan peserta didik; menciptakan
suasana saling perhatian, saling menghormati dan rasa keterbukaan antara guru dan
peserta didik.
 Sikap polos dan tulus dari guru.
Sikap ini bermakna bahwa guru dalam segala tindakannya tidak boleh berpura pura
bersikap dan bertindak apa adanya. Guru dengan sikap dan kepribadiannya sangat
mempengaruhi lingkungan belajar, karena tingkah laku, cara menyikapi dan tindakan
guru merupakan stimulus yang akan direspon dan diberikan reaksi oleh peserta didik.
Sebalikn dya kalau stimuli itu negatif. Sikap hangat, terbuka, mau mendengarkan harapan
atau keluhan siswa, akrab dengan guru memungkinkan terjadinya interaksi dan
komunikasi wajar antara guru dan peserta didik.
 Mengenal alternatif pengelolaan
Untuk mengenal dan menemukan alternatif pengelolaan , langkah ini menuntut guru:
1)melakukan tindakan identifikasi berbagai penyimpangan tingkah laku peserta didik
yang sifatnya individu maupun kelompok.penyimpangan peserta didik baik individu
maupun kelompok tersebut termasuk penyimpangan yang sengaja dilakukan peserta didik
yang hanya untuk menarik perhatian guru atau teman temannya. 2) mengenal berbagai
pendekatan dalam manajemen kelas. Guru hendaknya berusaha menggunakan
pendekatan manajemen yang dianggap tepat untuk mengatasi suatu situasi atau
menggantinya dengan pendekatan yang dipilihnya. 3) mempelajari pengalaman guru-
guru lainnya yang gagal atau berhasil sehingga dirinya memiliki alternatif yang bervariasi
dalam menangani manajemen kelas.
 Menciptakan kontrak sosial
Penciptaan kontrak sosial pada dasarnya dengan standar tingkah laku yang diharapkan
seraya memberi gambaran tentang fasilitas beserta keterbatasannya dalam memenuhi
kebutuhan peserta didik. Pemenuhan kebutuhan tersebut bersifat individual maupun
kelompok. Standar tingkah laku ini dibentuk melalui ko trak sosial antara guru dan
peserta didik. Norma atau nilai yang turunnya dari atas dan sepihak akan kurang
dihormati. Oleh karena itu norma berupa kontrak sosial atau tata tertib dengan sanksinya
yang mengatur kehidupan di dalam kelas , perumusannya harus dibicarakan dan disetujui
oleh guru dan peserta didik.
b. Usaha yang bersifat penyembuhan ataau kuratif
Johar Permana (200:61) mengemukakan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Mengidentifikasi masalah
Pada langkah ini guru mengenal atau mengetahui masalah-masalah pengolahan
kelas yang timbul. Berdasarkan masalah tersebut guru mengidentifikasi jenis
penyimpangan sekaligus mengetahui latar belakang yang membuat peserta didik
melakukannya
2) Menganalisis masalah
Pada langkah ini guru menganalisis penyimpangan peserta didik dan
menyimpulkan latar belakang dan sumber-sumber dari penyimpangan itu.
Selanjutnya menentukan alternatif-alternatif penanggulannya.
3) Menilai alternatif-alternatif pemecahan
Pada langkah ini guru menilai yang dianggap tepat dalam menanggulangi
masalah.
4) Mendapatkan balikan
Pada langkah ini guru melaksanakan monitoring dengan maksud menilai
kemampuan pelaksanaan dari alternatif pemecahan yang direncanakan. Kegiatan
kilas balik ini dapat dilaksanakan dengna mengadakan pertemuan dengan pserta
didik . Maksud pertemuan perlu dijelaskan oleh guru sehingga peserta didik
mengetahui serta menyadari bahewa pertemuan diusahakan penuh dengan
ketulausan semata-mata untuk perbaikan untuk peserta didik.
4. Prosedur yang dapat diterapkan dalam pembelajaran
Perkayasaan proses pembelajaran dapat didesain oleh guru sedemikian rupa. Idealnya
kegiatan untuk siswa pandai harus berbeda dengan kegiatan siswa yang sedang atau kurang,
walaupun untuk memahami satu jenis konsep yang sama, karena setiap sisea mempunyai
keunikan masing-masing. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman terhadap pendekatan,
teknik dan metode pembelajaran tidak dapat diabaikan.
a. Pendekatan
Pendekatan dapat diartikan sebagai seperangkat asumsi berkenanaan dengan hakikat
dan belajar mengajar agama islam. Pendekatan adalah titik tolak atau sudut pandang kita
terhadap proses pembelajaran. Pendekatan yang berpusat pada guru menurunkan strategi
pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran deduktif atau pembelajaran
ekspositori. Sedangkan, pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa menurunkan
strategi pembelajaran discovery dan inkuiri serta strategi pembelajaran induktif (Sanjaya,
2008:127).
Pada kegiatan belajar mengajar dikelas adakalanya guru memberikan bahan belajar
kepada kepada siswa untuk dikerjakan secara individu dikelas. Siswa mengerjakan tugas
tugas secara individu sesuai dengan petunjuk yang ada dalam bahan ajar guru, bertugas
mengontrol masing masing siswa dan memberikan bimbingan kepada siswa yang
membutuhkan.dalam kesempatan lain guru membentuk kelompok kelompok siswa yang
bertugas mendiskusikan materi dan tugas tertentu yang kemudian harus disampaikan
didepan kelas.guru menyediakan bahan yang diperlukan oleh masing masing kelompok
dan memberikan bimbingan yang dibutuhkan.sering pula guru menyampaikan materi
pelajaran dengan cara menjelaskan didepan kelas sementara murid mendengar dan
mencatat bagian bagian yang penting.kemudian murid diberi kesempatan untuk
menanyakan bagian bagian yang belum jelas.dan pada bagian akhir murid diberi tugas
tertentu sesuai dengan materi yang telas dibahas.
b. Metode
Metode berasal dari bahasa latin, metodos yang artinya “jalan atau cara”. Akan tetapi
menurut Robert Ulich, istilah metode berasal dari bahasa Yunani: meta ton odon, yang
artinya berlangsung menurut cara yang benar (to proceed according to the right way).
Adapun Defenisi Metode Pengajaran antara lain :
Menurut BIGGS ( 1991 )
Metode Pembelajaran adalah Cara – cara untuk menajikan bahan – bahan Pembelajaran
kepada Siswa – siswi untuk tercapainyatujuan yang telah ditetapkan.
Menurut ADRIAN ( 2004 )
Metode Pembelajaran adalah ilmu yang mempelajari cara – cara untuk melakukan aktivitas
yang tersistem dari sebuah lingkungan yang terdiri dari pendidik dan peserta didik untuk
saling beriteraksi dalam melakukan suatu kegiatan sehingga proses belajar berjalan dengan
baik dalam artian tujuan pengajaran tercapai.
Sehingga berdasarkan beberapa pengertian dari para ahli diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa metode pembelajaran adalah cara, model, atau serangkaian bentuk kegiatan belajar
yang diterapkan pendidik kepada anak didiknya guna meningkatkan motivasi belajar si
terdidik guna tercapainya tujuan pengajaran.
Metode adalah suatu cara atau upaya yang dilakukan oleh para pendidik agar proses
belajar-mengajar pada siswa tercapai sesuai dengan tujuan. Metode pembelajaran ini sangat
penting di lakukan agar proses belajar mengajar tersebut nampak menyenangkan dan tidak
membuat para siswa tersebut suntuk, dan juga para siswa tersebut dapat menangkap ilmu dari
tenaga pendidik tersebut dengan mudah.
Metode pembelajaran adalah cara-cara atau teknik penyajian bahan pelajaran yang akan
digunakan oleh guru pada saat menyajikan bahan pelajaran, baik secara individual atau secara
kelompok. Agar tercapainya tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan, seseorang guru
harus mengetahui berbagai metode. Dengan memiliki pengetahuan mengenai sifat berbagai
metode, maka seorang guru akan lebih mudah menetapkan metode yang paling sesuai dengan
situasi dan kondisi. Penggunaan metode mengajar sangat bergantung pada tujuan
pembelajaran.
c. Teknik
Istilah teknik dalam pembelajaran didefinisikan dengan cara-cara dan alat yang
digunakan oleh guru dalam rangka mencapai suatu tujuan, langsung dalam pelaksanaan
pelajaran pada waktu itu.Menurut Radhi al-Hafidh, teknik dalam pembelajaran, bersifat
implementasional saat proses belajar berlangsung untuk mencapai sasarannya.
Teknik dalam pembelajaran, merupakan penjelasan dan penjabaran suatu metode
pembelajaran, maka sudah barang tentu bahwa kutipan definisi teknik tersebut di atas perlu
dilengkapi dengan pijakan pada metode tertentu. Teknik dalam pembelajaran bersifat taktis,
dan centderung bernuansa siasat. Dengan demikian teknik dalam pembelajaran dapat
didefinisikan sebagai daya upaya, atau usaha-usaha yang ditempuh oleh seseorang guru dalam
rangka untuk mencapai suatu tujuan pengajaran dengan cara yang paling praktis, namun tetap
harus selalu merujuk dan berpijak pada metode tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Majid. 2013. “Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi Guru”.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Anda mungkin juga menyukai