Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI TUMBUHAN

PENGENALAN VEGETASI INVASIF DENGAN METODE KUADRAT

OLEH:

KELOMPOK VI B

ANGGOTA : 1. ASHRIFURRAHMAN (1610422010)

2. LINA JUWAIRIYAH (1610422012)

3. ANNISA KAMILIA A. (1610422040)

4. NAFA YULIANTI (1610422033)

5. NURUL AULIA (1610422058)

ASISTEN : ALIA SUGESTI

PUTRI WULANDARI

LABORATORIUM PENDIDIKAN IV

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG, 2018
I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


International Union for Conservation of Nature (IUCN) mendefinisikan

tumbuhan asing invasif (invasive alien spesies) sebagai suatu populasi jenis biota

yang tumbuh dan berkembang biak di luar habitat atau ekosistem alaminya. Jenis

invasif tersebut dapat berperan sebagai agen perubahan ekosistem dan akhirnya

mengancam keberadaan biota asli yang terdapat pada suatu ekosistem. Spesies

invasif menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati termasuk kepunahan

spesies, perubahan hidrologi dan ekosistem fungsi (Odum, 1993)

Dampak kerusakan yang ditimbulkan spesies invasif antara lain mampu

mengubah struktur habitat yang ditempati, mengurangi ketersediaan air,

mengurangi perkecambahan benih dan pertumbuhan tanaman, serta mampu

mengubah komposisi gizi dan mengubah lanskap (Hidayat, 2012). Selain itu

spesies invasif juga berdampak negatif pada keanekaragaman hayati, pertanian,

kesehatan manusia, serta memiliki dampak langsung dan tidak langsung pada

pertumbuhan ekonomi dan mata pencaharian (Wittenberg, 2001).

Pengaruh dan dampak spesies invasif bagi ekosistem memang beragam.

Namun yang menjadi perhatian pada spesies invasif adalah kemampuan

sebarannya meningkat cepat, daya saing yang tinggi dan kemampuan untuk

menginvasi wilayah baru memerlukan periode yang singkat selain itu spesies

invasif memiliki kecenderungan sifat yang agresif, mampu menembus hambatan

alam dan menjadi pemangsa spesies lokal sehingga mengubah komposisi

keanekaragaman hayati di habitat baru (Michael, 1995).

Salah satu cara yang dipakai dalam pengenalan vegetasi invasif adalah

dengan analisa vegetasi. Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan

dan atau komposisi vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari masyarakat

tumbuh-tumbuhan. Salah satu metoda yang digunakan untuk analisa vegetasi


adalah metoda petak kuadrat. Teknik petak kuadrat ini merupakan suatu teknik

survei vegetasi yang sering digunakan dalam semua tipe komunitas tumbuhan.

Petak contoh yang dibuat dalam teknik sampling ini bisa berupa petak tunggal

atau beberapa petak. Petak tunggal akan memberikan infornasi yang baik bila

komunitas vegetasi yang diteliti bersifat homogen. Adapun petak-petak contoh

yang dibuat dapat diletakkan secara random atau beraturan sesuai dengan prinsip-

prinsip teknik sampling (Kusnadi,2015).

Indeks keseragaman (E) digunakan untuk melihat apakah didalam komunitas

yang diamati, terdapat pola dominansi oleh satu atau beberapa kelompok jenis

jasad. Nilai indeks keseragaman berkisar antara 0-1. Apabila nilai E mendekati 1,

maka sebaran individu-individu antar (spesies) relatif merata. Tetapi jika nilai E

mendekati 0, terdapat sekelompok jenis spesies tertentu yang jumlahnya relatif

berlimpah (dominan) dari pada jenis lainnya (Odum, 1993).

Berdasarkan uraian diatas, maka dilakukan praktikum mengenai analisa

vegetas invasif untuk mengetahui kerapatan spesies dalam suatu plot dan indeks

similaritasnya.

1.2 Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui jenis tumbuhan invasif pada

suatu kawasan, menerapkan metode petak kuadrat, serta mengetahui indeks

similaritas pada dua kawasan yang berbeda.


II. TINJAUAN PUSTAKA

Spesies asing invasif adalah spesies flora ataupun fauna, termasuk

mikroorganisme yang hidup di luar habitat alaminya, tumbuh dengan pesat karena

tidak memiliki musuh alami, sehingga menjadi gulma, hama, dan penyakit pada

spesies asli. Spesies invasif juga erat kaitannya dengan spesies eksotik. Spesies

eksotik menurut invasif adalah spesies yang terdapat di luar distribusi alaminya.

Tidak semua spesies invasif dapat berkembang di habitat yang baru, namun ada

sebagian dari spesies tersebut dapat tumbuh dan berkembang di lokasi yang baru

dan sebagian lagi diantaranya bersifat invasif (Tjitrosoedirdjo, 1984).

Rohman (2001), menambahkan jenis tumbuhan invasif memiliki beberapa

kelebihan dibandingkan dengan tanaman natif, sehingga mampu mendominasi

kawasan tumbuhnya, karakter tersebut yaitu pertumbuhan yang cepat,

perakarannya banyak dan rapat, sehingga mendominasi perakaran disekitarnya,

mampu menggunakan penyerbuk lokal sehingga mampu memproduksi biji, biji

yang dihasilkan banyak, sehingga cepat mendominasi areal, memiliki senyawa

allelopati yang menghambat pertumbuhan jenis tumbuhan lokal. Tjitrosoedirdjo

(1984) juga menambahkan karakter tumbuhan asing invasif, antara lain adalah

cepat membangun naungan yang lebat, tumbuhan invasif juga dapat bersifat

different phenology tumbuh lebih dulu, daun hijau lebih lama, berbunga lebih

lama dan berbunga lebih dulu, biasanya tumbuhan invasif tidak mempunya musuh

alami yang dapat mengendalikan pertumbuhan populasinya.

Disamping memiliki kelebihan, tumbuhan invasif juga memiliki

kekurangan yaitu spesies invasif menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati

melalui kepunahan spesies dan dampaknya terhadap fungsi ekosistem. Perbedaan

antara spesies tumbuhan asli dan invasif dalam akuisisi sumber daya dan

konsumsi dapat menyebabkan perubahan dalam struktur tanah, dekomposisi dan

kandungan nutrisi dari tanah. Dengan demikian, spesies invasif adalah penghalang
serius bagi konservasi dengan dampak yang tidak diinginkan (Srivastava et al.,

2014).

Berdasarkan Rohman (2001), menyatakan sulit untuk memprediksi apakah

suatu habitat akan invasibel berdasarkan karakteristik habitat sederhana. Tingkat

kerentanan habitat pada invasi tergantung pada banyak faktor dan berubah dari

waktu ke waktu. Faktor-faktor lain yang penting untuk memahami invasi yaitu

spesies gulma yang melakukan invasi. Hanya jenis gulma tertentu memiliki

beberapa sifat yang memungkinkan untuk menyerang habitat yang diciptakan oleh

sistem manajemen habitat tersebut.

Invasi tumbuhan adalah pergerakan satu atau lebih jenis tumbuhan dari

satu daerah ke daerah lainnya sehingga akhirnya jenis-jenis itu menetap di daerah

tersebut. Proses ini merupakan suatu rangkaian dari proses-proses migrasi,

eksistensi, dan kompetisi, yang seluruhnya terkait dengan aspek waktu dan ruang.

Proses invasi seringkali terjadi di daerah yang gundul, namun dapat juga terjadi di

kawasan dengan tumbuhan. Dalam dunia ekologi, invasi merupakan bentuk

permulaan suksesi yang pada akhirnya secara terus menerus akan menghasilkan 5

tahapan suksesi hingga terbentuk klimaks (Wittenberg, 2001).

Cara efektif untuk mempelajari tanaman invasif adalah dengan mengetahui

proses invasi. Proses tersebut terdiri dari tiga tahap, introduksi, kolonisasi, dan

naturalisasi. Introduksi adalah proses awal sebuah tanaman invasif berhasil masuk

ke daerah baru. Proses ini biasanya dibantu oleh adanya gangguan. Kolonisasi

sering membutuhkan jeda waktu lama sebelum tahap berikutnya dimulai. Pada

proses ini terjadi pertumbuhan eksponensial yang cepat dan penyebaran populasi

baru juga terjadi selama invasi. Naturalisasi terjadi apabila populasi baru

mendiami semua relung yang tersedia, dan daya dukung tercapai. Kedua faktor

intrinsik dan faktor ekstrinsik biologi lingkungan diperlukan untuk invasi yang

sukses (Michael, 1994).


Tahapan invasi tersebut menurut Tjitrosoedirdjo (1984) tidak cukup

sebagai dasar untuk investigasi dari mekanisme invasi. Tahapan atau subdivisi

seharusnya mampu mengungkap kesukaran yang dialami tumbuhan untuk

mencapai satu demi satu dari tiga tahapan tersebut. Model yang dibuat harus dapat

membedakan antara tahapan (stages) dan langkah (steps) dari invasi. Tahapan

invasi bermanfaat untuk mendeskripsikan status yang telah dicapai oleh

tumbuhan, sedangkan langkah invasi adalah proses yang mengimplikasikan

kesulitan yang mungkin timbul.

Teknik kuadrat umumnya dipergunakan untuk untuk memperoleh

keterangan mengenai bentuk komposisi (susunan) komunitas tumbuh-tumbuhan

darat. Ukuran petak sample ditentukan berdasarkan ukuran dan kerapatan

tumbuh-tumbuhan yang dirisalah , serta dapat mewakili semua individu yang

terdapat dalam lokasi penelitian. Karakteristik pohon harus dimasukkan di dalam

kuadarat dan memperhatikan distribusi pohon, ukuran dan bentuk kuadrat, jumlah

ulangan pengamatan yang bisa mewakili pendugaan kepadatan. Setelah

menetapkan vegetasi yang akan dihitung, pengamat harus menetapkan ukuran dan

bentuk kuadrat yang akan digunakan. Pada umumnya bentuk sample yang

digunakan adalah persegi panjang, persegi, dan lingkaran (Michael, 1994).

Metode kuadrat, bentuk percontoh atau sampel dapat berupa segi empat

atau lingkaran yang menggambarkan luas area tertentu. Luasnya bisa bervariasi

sesuai dengan bentuk vegetasi atau ditentukan dahulu luas minimumnya. Untuk

analisis yang menggunakan metode ini dilakukan perhitungan terhadap variabel-

variabel dan frekuensi berdasarkan kelimpahan setiap spesies individu atau jenis

struktur biasanya dinyatakan sebagai suatu persen jumlah total spesises yang ada

dalam komunitas merupakan pengukuran yang relatif (Polunin, 1990).


III. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum mengenai Pengenalan Vegetasi Invasif dengan Metode Petak Kuadrat

dilaksanakan pada hari Senin, 19 Maret 2018 di Kebun Tanaman Obat,

Arboretum, dan Laboratorium Teaching I Jurusan Biologi, Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas, Padang.

3.2 Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan adalah tali rafia, meteran, pancang, dan alat tulis.
3.3 Cara Kerja

Area yang ditumbuhi oleh tumbuhan invasif ditentukan, kemudian dibuat plot

dengan ukuran 2 x 2 m masing-masing 2 plot. Pengamatan jenis-jenis tumbuhan

invasif dilakukan pada setiap plot. Setiap jenis tumbuhan invasif yang ditemukan

pada plot dihitung. Dilakukan pengoleksian sampel jenis tumbuhan invasif yang

belum teridentifikasi. Kemudian sampel tersebut diidentifikasi di laboratorium.

Dihitung jumlah spesies pada masing-masing plot dan dimasukkan kedalam

rumus sebagai berikut :

Keterangan :

IS : Indeks similaritas

A : Jumlah spesies pada plot pertama

B : Jumlah spesies pada plot kedua

C : Jumlah spesies yang sama ditemukan di plot pertama dan kedua

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan pengamatan pada praktikum yang telah dilakukan, diperoleh data

sebagai berikut:
Tabel 1. Indeks Similaritas (IS) Tumbuhan Invasif

No Plot Nama Spesies IS

Borreria sp.
Cyperus rotundus
1 1
Melastoma malabathricum
Mimosa pudica
Borreria sp. 66,6%
Chrysopogon sp.
2 2 Cyperus rotundus
Mimosa pudica
Stachytarpheta sp.

Berdasarkan tabel 1. didapatkan jenis tumbuhan invasif pada plot 1 yaitu Borreria

sp., Cyperus rotundus, Melastoma malabathricum, Mimosa pudica sedangkan

pada plot dua didapatkan tumbuhan invasif yaitu Borreria sp., Chrysopogon sp.,

Cyperus rotundus, Mimosa pudica Stachytarpheta sp. Berdasarkan tabel diatas

Borreria sp., Cyperus rotundus dan Mimosa pudica terdapat pada kedua plot

sehingga kerapatan tanaman invasif memiliki persentase similaritasnya 66,6%.

Semakin besar nilai indeks similaritas untuk setiap kombinasi plot pengamatan

maka semakin tinggi tingkat similaritasnya (kesamaannya). Hal ini disebabkan

adanya variasi kondisi lingkungan secara fisik, kimia, maupun interaksi antar

spesies di sepanjang wilayah pengamatan sehingga spesies yang hidup bervariasi.

Akibatnya tingkat similaritas vegetasi termasuk dalam kategori tinggi dan hal ini

juga berlaku sebaliknya.

Menurut Clement (1978), semakin kecil nilai indeks similaritas untuk

setiap kombinasi stasiun pengamatan maka semakin rendah tingkat similaritasnya

(kesamaannya). Sedangkan Odum (1993) yang menyatakan bahwa nilai indeks

keseragaman berkisar antara 0-1. Semakin kecil nilai E, menunjukkan penyebaran

kelimpahan jumlah individu tiap spesies tidak sama atau ada kecenderungan atau

spesies mendominansi. Nilai E mendekati 1 artinya sebaran jumlah individu tiap


jenis cenderung merata. Indeks keseragaman (E) digunakan untuk melihat apakah

didalam komunitas yang diamati, terdapat pola dominansi oleh satu atau beberapa

kelompok jenis jasad. Apabilah nilai E mendekati 1, maka sebaran individu-

individu antar (spesies) relatif merata. Tetapi jika nilai E mendekati 0, terdapat

sekelompok jenis spesies tertentu yang jumlahnya relatif berlimpah (dominan)

dari pada jenis lainnya.

Menurut Barbour et al. (1987), kondisi mikrositus yang relatif homogen

akan ditempati oleh individu dari jenis yang sama, karena spesies tersebut secara

alami telah mengembangkan mekanisme adaptasi dan toleransi terhadap

habitatnya. Dan juga menurut Loveless (1983), faktor lain yang menentukan

kehadiran suatu tumbuhan atau komunitas tumbuhan tidak hanya mencakup

kondisi fisik dan kimia, tetapi juga hewan dan manusia yang mempunyai

pengaruh besar terhadap tumbuhan.Pada tingkat mikro (mikrositus) lingkungan

mungkin bersifat homogen, namun pada tingkat makro (makrositus) terdiri atas

mikrositusmikrositus yang heterogen. Mikrositus yang relatif sama akan dapat

diadaptasi oleh individu yang sama. Fenomena ini akan dapat diketahui dengan

mendeteksi pola distribusi dan asosiasi spesies pada suatu komunitas yang

biasanya menghasilkan sebagian besar spesies dengan pola distribusi

mengelompok dan asosiasi cenderung positif.

Menurut Alpert et all (2000), suatu spesies dapat menjadi invasif jika

mereka mampu menyingkirkan spesies asli dari persaingan memperebutkan

sumber daya seperti nutrisi, cahaya, ruang, air dan sebagainya. Selain itu suatu

spesies mampu menginvasi lingkungan apabila berasosiasi dengan baik dengan

lingkungan yang baru sehingga akan menguntungkan pertumbuhannya, namun

merugikan bagi spesies lokal. Jika spesies tersebut berevolusi di bawah kompetisi

yang sengit dengan tingkat predasi yang tinggi, maka lingkungan baru mungkin

membuat spesies tersebut berkembang biak dengan cepat.


Menurut Utomo, dkk (2007), spesies asing invasif memiliki daya

kompetisi yang tinggi jika dibandingkan dengan spesies asli. Hal ini

mengakibatkan bila spesies tumbuhan eksotik yang bersifat invasif telah

menginvasi suatu kawasan hutan maka di tempat-tempat terbuka dalam kawasan

tersebut akan segera dikuasai oleh tumbuhan eksotik tersebut. Selain itu laju

pertumbuhan yang cepat juga mengakibatkan spesies tumbuhan eksotik dengan

cepat membentuk naungan, sehingga pasokan sinar matahari berkurang bagi

spesies asli.
BAB V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan didapatkan kesimpulan yaitu

tumbuhan invasif yang di dapatkan di plot 1 dan plot 2 terdapat tiga spesies

tumbuhan invasif yang sama yaitu Borreria sp., Cyperus rotundus dan Mimosa

pudica, dengan begitu indeks similaritas (IS) yang didapatkan adalah 66.6%

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan yaitu pada saat mengamati tumbuhan yang ada dalam

area plot diharapkan cermat agar tidak ada tumbuhan invasif yang terlewatkan

karena itu mempengaruhi indeks similaritas.

DAFTAR PUSTAKA

Alpert, J.S., Kristian, T., MD, Allan S. J., Harvey D.W., 2000. A Universal

Definition of Myocardial Infarction for the Twenty-First Century. Access

Medicine. McGraw-Hill. New York


Barbour, G.M., J.K. Burk and W.D. Pitts. 1987. Terrestrial Plant Ecology. The

Benyamin/Cummings Publishing Company, Inc. New York.


Clement, F.E. 1978. Plant Ecology. 2nd ed. Tata McGraw-Hill Publishing

Company, Ltd. New Delhi.

Kusnadi, R., R. Sadono, N. Supriyanto dan D. Marsono. 2015. Keanekaragaman


Struktur Tegakan Hutan Alam Bekas Tebangan Berdasarkan

Biogeografi di Papua. Jurnal Manusia dan Lingkungan 22 (2) :151-159.

Loveless, A.R. 1983. Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik 2.

Gramedia. Jakarta.

Michael, M. 1994. Ekologi Umum. Universitas Indonesia. Jakarta.

Michael, P. 1995. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium.

Diterjemahkan Oleh Yanti R. K. Universitas Indonesia (UI) Press. Jakarta.

Odum, E.P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Terjemahan dari Fundamental of Ecology oleh T.

Samigan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Polunin, N. 1990. Ilmu Lingkungan dan Ekologi. Gadjah Mada University Press.

Yogyakarta.
Rohman, Fatchur.dkk. 2001. Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan. JICA.

Malang.

Srivastava, S. A., Dvidedi, R. P. Shukla. 2014. Invasive Alien Spesies of Teresteril

Vegetation of North Eastern. International Journal of Foresty

Research. 2014 : 1-9.

Tjitrosoedirdjo, S., H. Utomo, dan J. Wiroatmodjo. 1984. Pengelolaan Gulma di

Perkebunan. PT Gramedia. Jakarta.

Utomo, B., C. Kusmana., S. Tjitrosemito dan M. R. Aidi. 2007. Kajian Kompetisi

Tumbuhan Eksotik yang Bersifat Invasif Terhadap Pohon Hutan

Pegunungan Asli Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Jurnal

Manajement Hutan Tropika Vol 13 (1) : 1-12.

Wittenberg, R and M.J.W. Cock. 2001. Invasive Alien Species: A Toolkit of Best

Prevention and Management Practices. CAB International,

Wallingford, Oxon, UK.


LAMPIRAN
1. Perhitungan

2. Gambar

Borreria sp. Mimosa pudica

Chrysopogon sp Melastoma malabathricum


Cyperus rotundus Stachytarpheta sp

Anda mungkin juga menyukai