Anda di halaman 1dari 47

PROPOSAL PEMETAAN

GEOLOGI DAERAH DESA SUMBERHARJO DAN SEKITARNYA


KECAMATAN PRAMBANAN, KABUPATEN SLEMAN
PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Disusun Oleh:
IKBAR RANIADI FARDAN
072001500054

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2018
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA

PROPOSAL PEMETAAN GEOLOGI

GEOLOGI DAERAH DESA SUMBERHARJO DAN SEKITARNYA


KECAMATAN PRAMBANAN, KABUPATEN SLEMAN
PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Penyusun
IKBAR RANIADI FARDAN
072001500054

DisahkanOleh:

Koordinator Lapangan Blok I Dosen Pembimbing

Koordinator Lapangan Blok I Koordinator Lapangan Blok I


XXXXXX Dr.Ir.DewiSyavitri,M.Sc.
NIK:/USAKTI NIK:/USAKTI
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan proposal
pemetaan yang berjudul “Proposal Pemetaan geologi di daerah Geologi Daerah Desa
Sumberharjo Dan Sekitarnya Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta” tepat pada waktunya.
Proposal ini berisi tentang bagaimana keadaan geologi suatu daerah yang
meliputi geomorfologi, urutan stratigrafi, geologi struktur dan sejarah geologi melalui
tinjauan pustaka serta rencana penulis untuk melakukan pemetaan pada daerah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan proposal pemetaan
ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena penulis menerima saran dan kritik serta
masukan yang bersifat konstruktif.
Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, semoga proposal pemetaan ini
dapat memberikan gambaran dan menjadi acuan dalam melakukan pemetaan pada
daerah penelitian.
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
I.1 LatarBelakang
I.2 MaksuddanTujuan
I.3 LokasiPenelitian
I.4 StudiPustaka
BAB II GEOMORFOLOGI
I.1 Fisiografi Regional
I.2 Geomorfologi Daerah Pemetaan
BAB III GEOLOGI REGIONAL
I.1 Stratigrafi Regional
I.2 Struktur Geologi Regional
I.3 Sejarah Geologi Regional
BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PEMETAAN
BAB V METODOLOGI PENELITIAN
V.1 Tahap Persiapan dan Perencanaan
V.2 Tahap Pemetaan Lapangan
V.3 Tahap Penelitian Laboratorium
V.4 Tahap Penyusunan Laporan
V.5 Diagram Alir Pemetaan
V.6 Waktu dan Rencana
V.6.1 Perencanaan Waktu di Lapangan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang

Pada saat ini ilmu tentang geologi sangat berperan penting dalam memberi
informasi tentang perkembangan kondisi geologi yang ada dibumi ini. Oleh karena itu
sangat banyak dilakukan penelitian tentang geologi ini mencakupi geomorfologi,
stratigrafi, struktur geologi dan aspek – aspek geologi yang lainnya. Pemetaan geologi
merupakan suatu kegiatan untuk mendapatkan informasi-informasi geologi permukaan
dan menghasilkan suatu bentuk laporan berupa peta geologi yang dapat memberikan
gambaran mengenai penyebaran dan susunan batuan (lapisan batuan), serta memuat
informasi gejala-gejala struktur geologi yang mungkin mempengaruhi pola penyebaran
batuan pada daerah tersebut.
Pemetaan geologi daerah Desa Sumberharjo dan sekitarnya, Kecamatan
Prambanan, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dilakukan
untuk mengetahui gejala – gejala geologi yang terdapat daerah tersebut, seperti yang
telah diketahui bahwa daerah ini merupakan daerah yang sangat menunjang untuk
diteliti. Selain pada struktur geologinya, stratigrafinya juga sangat menarik untuk
dibahas. Pemahaman tentang sedimentologi juga akan sangat membantu dalam
menyusun sejarah geologi maupun dalam menarik kesimpulan dari penelitian ini.
Seorang geologist memiliki peranan penting dalam memberikan informasi
tentang kondisi geologi pada suatu daerah yang memiliki dampak baik langsung
maupun tidak langsung terhadap masyarakat sekitar. Karena berkembangnya kondisi
itu lah yang membuat para ahli di bidang ini melakukan penelitian langsung ke daerah
tersebut agar diperoleh data yang lebih detil. Penelitian tersebut akan mendapatkan
suatu data detil yang mencakup kondisi geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi dan
aspek aspek geologi lainnya.
Berdasarkan peta Regional Surakarta, terdapat formasi utama berupa Formasi
KeboButak,dan Batuan Gunungapi Merapi. Dan juga struktur berupa sesar geser
dekstral pada barat lokasi penelitian. Hasil yang diperoleh dari pemetaan geologi
diharapkan dapat mendukung data yang telah ada sebelumnya serta dapat berguna bagi
pendayagunaan sumber daya alam daerah tersebut.

1.2 Maksud dan Tujuan


Maksud dari Kegiatan Pemetaan Geologi ini adalah untuk mengetahui kondisi
geologi dengan melakukan pemetaan pada Desa Sumberharjo dan sekitarnya,
Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
yang mencakupi penyebaran batuan (Litologi), Geomorfologi, Struktur Geologi,
Stratigrafi, sejarah geologi beserta evaluasi geologinya.
Tujuan dari pemetaan geologi ini adalah untuk merekonstruksi ulang
bagaimana pengaruh geologi pada daerah penelitian dan juga mengetahui proses
pembentukan daerah ini dari segi aspek geologinya. Pada Desa Sumberharjo dan
sekitarnya, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta.

I.3 Lokasi Penelitian


Lokasi daerah pemetaan secara administratif terletak pada Desa
Sumberharjo dan sekitarnya, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara Geografis, batas-batas daerah penelitian terletak
pada koordinat 110o 33’ 32.4” – 110o 36’ 16.2” BT dan 07o 46’ 51.0” – 07o 50’ 08.1”
LS. Luas daerah pemetaan adalah 30 Km2 dengan dimensi panjang x lebar sebesar 5x6
Km2 dengan arah memanjang Utara – Selatan. Kegiatan Pemetaan Geologi ini akan
dilaksanakan selama 33 hari (1 bulan, 3 hari), yaitu pada tanggal 5 Juli 2018 – 8
Agustus 2018.
BLOK 1 (KELOMPOK 3)
Nama Kavling Koordinat
110° 31' 04,0" 110° 33' 48,6" BT
Bellinda Calista Grace 11
07° 51' 46.2" 07° 55' 02,0" LS
110° 31' 04,0" 110° 33' 48,6" BT
Fachry Muhammad 12
07° 49' 02,4" 07° 52' 19,4" LS
110° 30' 32,4" 110° 33' 48,6" BT
Alfritz Christian Timothy 13
07° 46' 51,0" 07° 49' 36,0" LS
110° 30' 32,4" 110° 33' 48,6" BT
Ikbar Raniadi . F 14
07° 46' 51,0" 07° 49' 36,0" LS
110° 23' 32,4" 110° 36' 16,2" BT
Jessyka Anggita Fitriyani 15
07° 50' 09,7" 07° 52' 24,3" LS

Tabel 1.1 Koordinat Kavling Blok 1 Kelompok 3

LOKASI KAVLING
KAVLING
KABUPATEN KECAMATAN DESA / KELURAHAN
Ngoro-oro, Patuk, Salam, Putat, Dogo, Se.moyo,
Gunungkidul Patuk
Pengok
11
Pluyungan Srimartini, Girimulyo.
Bantul
Dlingo Terong.
Patuk Beji, Putat – 2, Putat, Bunder, Sambipitu, Nglegi.
12 Gunungkidul
Playen Gading, Dawung – 2, banaran – 3, Ngeleri.
Gunungkidul Patuk Karang, Salaman, Nglanggeran, Nglegi,Putat, Beji.
13 Bantul Piyungan Srimartini .
Sleman Prambanan Wukirharjo, Gayamharjo.
Sleman Prambanan Sambirejo, Sumberharjo, Wukirharjo, Gayamharjo.
14
Gununglkidul Patuk Gembyong, Karang.
Gendangsari Watugajah, Sampang, Hargomulyo, Terbah, Serut.
15 Gunungkidul
Patuk Terbah, Karang.
Pacing, kadilanggon, Gentan, jabung Karangturi,
Klaten Wedi
Tabel 1.2 Daerah Kavling Blok 1 Kelompok 3 Gesikan, Ngandong.
Jogoprayan, Kragilan,
Gambar 1.1. Peta Topografi Daerah Pemetaan
Kavling 23(surfer)

Gambar 1.2. kenampakan 3d surface(surfer)


KAVLING 15
Gambar 1.3 Gambar Daerah Penelitian (Google Maps, 15 Mei 2018,20.34)

1.4
1.5 Studi Pustaka
Studi pustaka yang dilakukan pada pemetaan ini dimulai dari studi
pustaka peta regional, guna mengetahui arah penyebaran batuan dan struktur secara
regional, dan pola penyebaran jurus. Pada daerah penelitian digunakan lembar regional
peta geologi Surakarta. Selain peta geologi, penelitian di daerah ini juga menggunakan
peta sungai dari Geospasial Indonesia, dan peta .shp kabupaten Gunungkidul dan dari
Geospasial Indonesia, juga menggunakan data cekungan Jogja untuk studi stratigrafi
regional, serta pola penyebaran struktur menurut Situmorang, dkk (1976).
Pada pembuatan peta geomorfologi menggunakan dasar perhitungan Van
Zuidam, (1983), Pembagian Fisiografi Pulau Jawa menurut Van Bemmelen (1949)
serta pembagian pola struktur menurut Situmorang, dkk (1976)
Gambar 1.3 Peta Geolog Lembar Surakarta (Surono, B. Toha, dan I Sudarno 1992)
BAB II
GEOMORFOLOGI
II.1 Fisiografi Regional
Fisiografi regional daerah penelitian mengacu pada R.W. Van Bemmelen (1949)
dalam bukunya “The Geology of Indonesia”. Berdasarkan kondisi litologi penyusun,
pola struktur dan morfologi yang ditunjukkan oleh Van Bemmelen (1949), secara
fisiografis daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur dibagi menjadi tujuh zona fisiografi,
dari utara ke selatan, antara lain sebagai berikut :
1. Depresi Semarang – Rembang
Depresi Semarang – Rembang merupakan dataran yang berada diantara
Semarang dan Rembang.
2. Zona Rembang
Zona Rembang di bagian Utara dibatasi oleh Paparan Laut Jawa Utara ke
arah selatan berhubungan dengan Depresi Randublatung yang dibatasi oleh
Sesar Kujung, ke arah barat berhubungan dengan Depresi Semarang – Pati
dan ke arah timur berhubungan dengan bagian utara Pulau Madura.
3. Zona Randublatung
Zona Randublatung merupakan daerah lembah dan bagian tengah
memanjang barat – timur dan memisahkan Zona Kendeng dan Zona
Rembang.
4. Zona Kendeng
Zona Kendeng memanjang dari Gunung Ungaran di bagian barat menuju
ke arah timur sampai ke Sungai Brantas. Panjang zona ini diperkirakan 250
km, lebar di bagian barat 40 km dan mungkin menyempit di bagian timur
kurang lebih 20 km (Genevraye & Samuel, 1972).

5. Depresi Tengah / Zona Solo


Zona Solo tersusun oleh endapan Kuarter dan ditempati oleh Gunungapi
Kuarter, dibedakan menjadi 3 sub-zona, yaitu :
a. Sub-Zona Blitar
b. Sub-Zona Solo
c. Sub-Zona Ngawi
6. Zona Pegunungan Selatan
Zona Pegunungan Selatan Jawa terbentang dari wilayah Jawa Tengah,
berada di selatan Yogyakarta dengan lebar kurang lebih 55 km, hingga Jawa
Timur dengan lebar kurang lebih 25 km, berada di selatan Blitar. Zona
Pegunungan Selatan dipisahkan menjadi tiga (3) sub-zona, yaitu :
a. Sub-Zona Baturagung
b. Sub-Zona Wonosari
c. Sub-Zona Gunung Sewu
7. Zona Gunungapi Kuarter
Zona ini meliputi gunung-gunung yang berumur kuarter, seperti : Gunung
Ungaran, Merbabu, Merapi, Sumbing, Sindoro dan gunung-gunung lainnya.

Gambar 2.1 Peta Fisiografi Pulau Jawa Menurut Van Bemmelen (1949)

II.2 Geomorfologi Daerah Pemetaan


Pengelompokkan bentang alam di daerah pemetaan dilakukan secara sistematis
berdasarkan kenampakan bentuk – bentuk relief di lapangan, kemiringan lereng, serta
struktur geologi yang mengontrolnya. Pembahasan konsep dasar geomorfologi bentuk
bentang alam suatu daerah merupakan pencerminan dari proses endogen dan eksogen
yang mempengaruhinya dimana setiap proses menghasilkan suatu bentuk bentang alam
yang khas.
Secara umum Morfologi di daerah penelitian tersebut dapat dibagi menjadi 3
satuan, yaitu Satuan Geomorfologi Bergelombang, Perbukitan Bergelombang dan juga
Perbukitan Terjal. Pengklasifikasian bentang alam ini, dilakukan dengan mengacu
pada parameter – parameter relief ( bentang alam secara deskriptif) yang disusun oleh
Van Zuidam (1983).
Analisa geomorfologi secara genetik dapat menggunakan klasifikasi
Verstappen (1983): 1. Bentuk lahan asal struktural, 2. Bentuk lahan asal vulkanik, 3.
Bentuk lahan asal denudasional, 3. Bentuk lahan asal fluvial, 5. Bentuk lahan asal
marine, 6. Bentuk lahan asal glasial, 7. Bentuk lahan asal Aeolian, 8. Bentuk lahan asal
solusional/pelarutan (karst), 9. Bentuk lahan asal organik, 10. Bentuk lahan asal
antropenik.
Bentang alam akibat proses endogen meliputi:
 Bentuk lahan asal struktural
Terbentuk karena proses tektonik yang berupa pengangkatan, perlipatan
dan patahan.
 Bentuk lahan asal volkanik
Terjadi karena pengaruh aktifitas volkanik berupa kepundan, kerucut
semburan, medan lava, medan lahar dan sebagainya yang umumnya berada
pada wilayah gunung api.
Sedangkan bentang alam akibat proses eksogen meliputi:
 Bentuk lahan asal fluvial
Bentuk lahan yang berkaitan dengan aktifitas sungai dan air permukaan
yang berupa pengikisan pengangkutan, dan penimbunan pada daerah
rendah seperti lembah, ledok, dan daratan alluvial.
 Bentuk lahan asal marine
Akibat kegiatan marine yaitu abrasi, sedimentasi, pasang surut dan
pertemuan terumbu karang.
 Bentuk lahan asal pelarutan (karst)
Dihasilkan oleh proses solution/pelarutan pada batuan yang mudah larut.
Mempunyai karakteristik relief dan drainase yang khas, yang disebabkan
oleh tingkat pelarutan batuan yang tinggi.
 Bentuk lahan asal aeolian (angin)
Dipengaruhi oleh udara dan angin yang dapat membentuk medan yang khas
dan berbeda bentuknya dari daerah lain.
 Bentuk asal glasial
Adalah bentuk lahan yang berkaitan dengan aktifitas dihasilkan oleh
aktivitas gletser.
 Bentuk asal denudasional
Merupakan proses denudasional (penelanjangan), yaitu kesatuan dari
proses pelapukan, pegerakan tanah, erosi dan kemudian diakhiri dengan
proses pengendapan.
Tabel 2. 1 Klasifikasi Van Zuidam (Van Zuidam, 1983)

Satuan Relief Kelerengan (%) Beda Tinggi (m)


Datar/Hampir Datar 0–2 <5

Bergelombang/Miring Landai 3–7 5 – 50


Bergelombang/Miring 8 – 13 25 – 75
Berbukit – Bergelombang 14 – 20 50 – 200
Berbukit Tersayat Tajam/Terjal 21 – 55 200 – 500

Pegunungan Tersayat Tajam/Sangat 56 – 140 500 – 1000


Terjal
Pegunungan Sangat Curam > 140 > 1000

Stadia Daerah
Parameter
Muda Dewasa Tua
Stadia Muda –
Muda Tua
Sungai Dewasa
Relief Sedikit – Bergelombang Maksimum Hampir Datar
Bentuk
Penampang U–V V U – Datar
Lembah
Bentang alam
Bentang
Bentang alam umumnya datar bergelombang
alamnya
Kenampakan sampai bergelombang. sampai
datar.
Lain maksimum.
Mulai ada Hasil proses
Tidak ada Gawir.
gawir. pengendapan.
Relief sedang Tidak ada
Relief kecil.
– maksimum. relief.
V V–U U – Datar
Stadia Sungai
Parameter
Muda Dewasa Tua
Slope Gradient Besar Relatif Kecil Tidak Ada
Kecepatan Aliran Tinggi Sedang Rendah

Jenis Aliran Air Turbulent Turbulent – Laminar Laminer


Jenis Erosi Vertikal Vertikal – Horizontal Horizontal
Proses yang Bekerja Erosi Erosi dan Deposisi Deposisi
Bentuk/Pola Sungai Lurus Lurus – Bermeander Bermeander –
Komplek
Bentuk Penampang V V–U U – Datar
Kerapatan/Anak Sungai Kecil/Jarang Sedang/Mulai Banyak Besar/Banyak
Tabel 2.2 Klasifikasi Verstapen ( Verstapen, 1977).

Tabel 2.3 Klasifikasi Stadia Sungai (Hidartan dan Handaya (1994).


Gambar 2.2 Pola Aliran Sungai (Howard,1967)

Berdasarkan Lobeck (1939), genetik sungai dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a. Subsekuen, sungai yang mengalir mengikuti arah jurus lapisan batuan.
b. Konsekuen, merupakan sungai yang mengalir mengikuti kemiringan
lapisan batuan yang dilaluinya.
c. Obsekuen, merupakan sungai yang mengalir berlawanan kemiringan
lapisan yang dilalui.

Pada dasarnya, stadia daerah berkaitan dengan ciri-ciri geomorfologi suatu daerah
dan ciri-ciri dari sungai yang ada pada daerah pemetaan. Stadia daerah ini dapat
menentukan sejauh mana tingkat erosi atau proses denudasi/penelanjangan yang
sedang terjadi pada daerah pemetaan. Lobeck (1939) membagi stadia daerah menjadi
tiga, yaitu:
 Stadia muda mempunyai ciri-ciri dataran yang masih tinggi dengan lembah
sungai yang relatif curam dengan genetik sungai dominan konsekuen. Kondisi
geologi masih pada tahap awal atau origin.
Gambar 2.3 Stadia Daerah Muda (Lobeck, 1939)

 Stadia dewasa dicirikan dengan relief terbesar atau maksimum dan genetik
sungai sudah mulai berubah menjadi subsekuen. Topografi dari bentang alam
stadia ini dipengaruhi oleh variasi dari batuan, sehingga akan terbentuk jurang
apabila sungai mengalir di batuan yang resisten dan sebaliknya akan terbentuk
lembah sungai berbentuk U atau open valleys pada batuan yang lemah.

Gambar 2.4 Stadia Daerah Dewasa (Lobeck, 1939)


 Stadia tua dicirikan permukaan relatif datar, terbentuk monadnock dan
peneplan
Gambar 2.5. Stadia Daerah Tua (Lobeck, 1939)

BAB III
GEOLOGI REGIONAL
III.1 Stratigrafi Regional
Gambar 2.2 Kolom Stratigrafi Gunungkidulegional F(Surono dkk., 1992).

Stratigrafi Regional daerah Gerobogan termasuk dalam stratigrafi daerah Jawa


Tengah. Berdasarkan tinjauan terhadap Peta geologi regional lembar Surakarta
berskala 1:100.000 yang dibuatoleh Surono, B. Toha, dan I Sudarno (1992) Tatanan
Formasi yang menyusun daerah ini berurutan dari yang tua – muda yaitu
 Formasi Kebo
Formasi Kebo terdiri dari perselingan konglomerat, batupasir tufaan,
serpih dan lanau. Di beberapa tempat dijumpai adanya lava bantal dan intrusi
diorit. Ketebalan formasi ini sekitar 800 meter dan diendapkan di lingkungan
laut, dan pada umumnya memperlihatkan endapan aliran gravitasi (gravity-
flow deposits).

 Formasi Butak
Formasi Butak lokasi tipe formasi ini terdapat di Gunung Butak
yang terletak di Sub-zona Baturagung. Formasi ini tersusun oleh litologi
breksi, batupasir tufaan, konglomerat batuapung, batulempung dan serpih
yang memperlihatkan perselingan, dan menunjukkan ciri endapan aliran
gravitasi di lingkungan laut. Formasi ini berumur Oligosen.Ciri Formasi
Kebo dan Formasi Butak di beberapa tempat tidak begitu nyata sehingga,
pada umumnya beberapa peneliti menyebutnya sebagai Formasi Kebo-Butak
yang berumur Oligosen Atas (N1-N3).

 Formasi Mandalika.
Tipe lokasi formasi ini terdapat di Desa Mandalika. Formasi ini
memiliki ketebalan antara 80-200 m. Formasi ini tersusun oleh lava
andesitikbasaltik, porfiri, petite, rhyolite dan dasit; dasit, lava andesitik,
tuff dasit dengan dioritik dyke; lava andesitic basaltic trachytik dasitik
dan breksia andesitic yang ter-prophyliti-kan; andesite, dasit, breksia
vulkanik, gamping kristalin; breksia, lava, tuff, dengan interkalasi dari
batupasir dan batulanau yang memperlihatkan cirri endapan darat. Satuan
ini beda fasies menjari dengan Anggota Tuff dari Formasi Kebobutak.

 Formasi Semilir.
Formasi ini tersingkap baik di Gunung Semilir di sekitar Baturagung,
terdiri dari perselingan tufa, tufa lapili, batupasir tufaan, batulempung,
serpih dan batulanau dengan sisipan breksi, sebagai endapan aliran gravitasi
di lingkungan laut dalam. Formasi ini berumur Oligosen Awal (N1-N2).

 Formasi Nglanggran.
Lokasi tipenya adalah di Desa Nglanggran. Formasi ini terdiri dari
breksi dengan sisipan batupasir tufaan, yang memperlihatkan sebagai endapan
aliran gravitasi pada lingkungan laut. Formasi ini berumur Oligosen Akhir
(N3). Formasi Nglanggran, pada umumnya selaras di atas Formasi Semilir,
akan tetapi di tempat-tempat lainnya, kedua formasi tersebut saling
bersilangjari (Surono, 1989).
 Formasi Sambipitu.
Lokasi tipenya terdapat di Desa Sambipitu. Formasi ini tersusun oleh
perselingan antara batupasir tufaan, serpih dan batulanau, yang
memperlihatkan ciri endapan turbidit. Di bagian atas sering dijumpai adanya
struktur slump skala besar. Satuan ini selaras di atas Formasi Nglanggran, dan
merupakan endapan lingkungan laut pada Miosen Awal bagian tengah –
Miosen awal bagian akhir (N6 - N8).

 Formasi Oyo.
Formasi ini tersingkap baik di Kali Oyo sebagai lokasi tipenya,
terdiri dari perselingan batugamping bioklastik, kalkarenit, batugamping
pasiran dan napal dengan sisipan konglomerat batugamping. Satuan ini
diendapkan pada lingkungan paparan dangkal pada Miosen Tengah (N10-N12).

 Formasi Wonosari.
Formasi ini tersingkap baik di daerah Wonosari dan sekitarnya,
membentuk morfologi karts, terdiri dari batugamping terumbu,
batugamping bioklastik berlapis dan napal. Satuan batuan ini merupakan
endapan karbonat paparan (carbonate plateform) pada Miosen Tengah hingga
Miosen Akhir (N9-N18). Formasi Wonosari ini mempunyai hubungan selaras
di atas Formasi Oyo, akan tetapi di beberapa tempat, bagian bawah formasi
ini saling berhubungan silang jari dengan Formasi Oyo.

 Formasi Kepek.
Lokasi tipenya terdapat di Kali Kepek, tersusun oleh batugamping
dan napal dengan ketebalan mencapai 200 meter. Litologi satuan ini
nenunjukkan ciri endapan paparan laut dangkal dan merupakan bagian dari
sistem endapan karbonat paparan pada umur Miosen Akhir (N15-N18).
Formasi ini mempunyai hubungan silang jari dengan satuan batugamping
terumbu Formasi Wonosari. Di atas batuan karbonat tersebut, secara
tidakselaras terdapat satuan batulempung hitam, dengan ketebalan 10 meter.
Satuan ini menunjukkan ciri sebagai endapan danau di daerah
Baturetno pada waktu Plistosen. Selain itu, daerah setempat terdapat laterit
berwarna merah sampai coklat kemerahan sebagai endapan terrarosa, yang
pada umumnya menempati uvala pada morfologi karst. Di lokasi lainnya,
hubungan antara sedimen volkanoklastik dan sedimen karbonat tersebut
berubah secara berangsur (Surono et al., 1989)

III.2 Struktur Geologi Regional


Selama zaman Tersier di Pulau Jawa telah terjadi tiga periode tektonik yang
telah membentuk lipatan dan zona-zona sesar yang umumnya mencerminkan gaya
kompresi regional berarah Utara-Selatan (Van Bemmelen, 1949). Ketiga periode
tektonik tersebut adalah :

1. Periode Tektonik Miosen Atas (Mio-Pliosen),


2. Periode Tektonik Pliosen Atas (Plio-Plistosen), dan
3. Tektonik Holosen.

III.2.1 Periode Tektonik Miosen Atas (Mio-Pliosen)


Periode Tektonik Miosen Atas (Mio-Pliosen) dimulai dengan pengangkatan
dan perlipatan sampai tersesarkannya batuan sedimen Paleogen dan Neogen. Perlipatan
yang terjadi berarah relatif barat-timur, sedangkan yang berarah timurlaut-baratdaya
dan baratlaut-tenggara hanya sebagian. Sedangkan sesar yang terjadi adalah sesar naik,
sesar sesar geser-jurus, dan sesar normal. Sesar naik di temukan di daerah barat dan
timur daerah ini, dan berarah hampir barat-timur, dengan bagian selatan relatif naik.
Kedua-duanya terpotong oleh sesar geser. Sesar geser-jurus yang terdapat di
daerah ini berarah hampir baratlaut-tenggara, timurlaut-baratdaya, dan utara-selatan.
Jenis sesar ini ada yang menganan dan ada pula yang mengiri. Sesar geser-jurus ini
memotong struktur lipatan dan diduga terjadi sesudah perlipatan.
Sesar normal yang terjadi di daerah ini berarah barat-timur dan hampir utara-
selatan, dan terjadi setelah perlipatan. Di daerah selatan Pegunungan Serayu terjadi
suatu periode transgresi yang diikuti oleh revolusi tektogenetik sekunder. Periode
tektonik ini berkembang hingga Pliosen, dan menyebabkan penurunan di beberapa
tempat yang disertai aktivitas vulkanik.

III.2.2 Periode Tektonik Pliosen Atas (Plio-Plistosen)


Periode Tektonik Pliosen Atas (Plio-Plistosen) merupakan kelanjutan dari
periode tektonik sebelumnya, yang juga disertai dengan aktivitas vulkanik, yang
penyebaran endapan-endapannya cukup luas, dan umumnya disebut Endapan Vulkanik
Kuarter.

III.1.3 Periode Tektonik Holosen


Periode Tektonik Holosen disebut juga dengan Tektonik Gravitasi, yang
menghasilkan adanya gaya kompresi ke bawah akibat beban yang sangat besar, yang
dihasilkan oleh endapan vulkanik selama Kala Plio-Plistosen. Hal tersebut
menyebabkan berlangsungnya keseimbangan isostasi secara lebih aktif terhadap blok
sesar yang telah terbentuk sebelumnya.Sesar-sesar menangga yang terjadi pada periode
inidapat dikenal sebagai gawir-gawir sesar yang mempunyai ketinggian ratusan meter
dan menoreh kawah atau kaldera gunung api muda, seperti gawir sesar di Gunung
Beser, dan gawir sesar pada kaldera Gunung Watubela.
Situmorang, dkk (1976), menafsirkan bahwa struktur geologi di Pulau Jawa
umumnya mempunyai arah baratlaut-tenggara ,sesuai dengan konsep Wrench Fault
Tectonics Moody and Hill (1956) yang didasarkan pada model shear murni.
Gambar 3.1 Kerangka Tektonik Jawa Tengah (Situmorang,dkk 1976)

III.3 Sejarah Geologi Regional


Sejarah pengendapan semua batuan yang ada di daerah penelitian tidak terlepas
dari perkembangan tektonik Pulau Jawa dan pertumbukan antara Lempeng Benua Asia
Tenggara dan Lempeng Hindia-Australia sejak Kapur akhir atau Tersier Awal. Dua
hal yang pokok pada pembentukan batuan sedimen adalah pembentukan cekungan
sebagai wadah dari endapan tersebut yang erat kaitannya dengan lingkungan
pengendapan dan sumber dari batuan yang diendapkan.
Selama Paleosen Tengah dan Akhir terjadi pendesakan (thrusting) dari selatan
yang dihasilkan karena pergerakan mengarah ke utara oleh lempeng Indo-Australia.
Pendesakan ini menghasilkan bancuh di selatan Serayu Utara, pergerakan ke utara ini
juga menghasilkan kompresi, blok penyesaran, dan pengangkatan. Kompresi ini
memulai terbentuknya pasangan kekar-kekar gerus utama (conjugate set of primary
shear fractures) yang nantinya mengontrol posisi aktivitas vulkanik. Pada akhir
Paleosen kompresi agak berkurang, hal ini menyebabkan terjadinya penurunan
(subsidence), dan pada kala Eosen endapan laut dangkal menempati bagian sedimen
Paleosen Awal yang telah tererosi.
Selama Oligosen terjadi penurunan muka air laut secara tajam di seluruh dunia
yang menyebabkan erosi pada blok yang paling tinggi dan bersamaan dengan itu,
terendapnya material erosi ini di blok yang lebih rendah (Ratman dan Robinson, 1996).
Sedangkan menurut Martono (1992) gejala tektonik tertua yang ditemukan di daerah
ini ditunjukkan oleh proses pembentukan batuan Paleogen, yang diduga berlangsung
sampai Oligosen.
Terjadinya pencampuradukkan tektonik yang melibatkan berbagai jenis batuan,
termasuk sedimen yang sedang dalam proses pengendapan, memberikan kesan bahwa
batuan Paleogen tersebut terbentuk di dalam zona tunjaman (subduksi). Menurut Van
Bemmelen (1949), pada Oligosen – Miosen, geantiklin bagian utara mengalami
penurunan yang terjadi akibat naiknya geantiklin bagian selatan. Penurunan ini terjadi
sampai intra Miosen Tengah, saat itu terjadi reaksi gravitasional yang menyebabkan
geantiklin bagian selatan patah, sayap utara geantiklin tersebut tergelincir ke arah
depresi geosinklin.
Miosen Awal merupakan kala yang tenang dengan penaikan muka air laut dan
pembentukan terumbu di sekitar dan pada bagian blok sesar yang tererosi. Orogenesis
merupakan ciri-ciri Miosen Tengah, dengan adanya pendesakan kembali dari selatan,
kompresi blok sesar dan sedimen-sedimen yang menindihnya, aktivitas vulkanik di
sepanjang kekar-kekar gerus gunting yang terbentuk sebelumnya, dan akhirnya
pengangkatan. Intensitas orogenesis dan aktivitas volkanik secara bertahap menurun
selama Miosen Tengah dan Akhir dan berhenti pada awal Pliosen (Ratman dan
Robinson, 1996). Menurut Martono (1992), setelah Oligosen daerah penelitian
merupakan cekungan belakang busur yang menampung sedimen pelitik dari arah benua
dan sesekali bahan volkanik berbutir halus dari arah busur vulkanik. Masa ketenangan
tektonik
Miosen Awal ini diikuti oleh periode pengangkatan disertai perlipatan dan
penyesaran. Dalam proses perlipatan ini, Formasi Merawu membentuk pola lipatan
yang dikendalikan oleh sesar naik batuan Paleogen yang teraktifkan kembali. Pada
akhir Miosen – awal Pliosen kegiatan tektonik mengakibatkan pembentukan busur
pulau gunungapi, kegiatan magmatik ini dikenali dengan terobosan intensif pada
Formasi Merawu, sebagian diantaranya melalui zona sesar dan sumbu lipatan yang
terbentuk sebelumnya. Menurut Condon, Pardyanto, Ketner, Amin, Gafoer, dan
Samodra (1996), pada Miosen Tengah terjadi genang laut dan terendapkannya Formasi
Rambatan serta terjadi penerobosan batuan bersusunan diorit pada akhir Miosen
Tengah.
Pada Miosen Atas cekungan termobilisasi, dimulai dengan perlipatan dan
adanya gejala magmatik sampai akhir Miosen. Menurut van Bemmelen (1949), pada
awal Pliosen, Pegunungan Serayu Utara kembali mengalami pengangkatan akibat
bergesernya sistem ke arah utara (ke arah dataran Sunda). Pada Akhir Pliosen
pengangkatan terus terjadi yang diiringi dengan beberapa gejala vulkanisme. Pada
Plistosen, aktivitas vulkanisme semakin meningkat disertai unsur tektonik hingga
membentuk pola struktur geologi seperti sekarang ini.
Pada zaman Kuarter dicirikan lagi dengan aktivitas volkanik di sepanjang
kekar-kekar gerus gunting utama. Pada zaman ini kompresi sudah sangat berkurang,
tapi belum sepenuhnya berhenti. Sebelum dan selama aktivitas vulkanik, pengubahan
vulkanik di bawah Gunung Slamet dan Kompleks Gunung api Dieng menyebabkan
terbentuknya zona kompresi di antara dua kubah yang menghasilkan pendesakan
(thrusting) dan perlipatan sedimen laut Miosen. Di atas kubah vulkanik sendiri,
pengangkatan dan pengekaran tensional yang menyertainya menyebabkan penyesaran
normal beberapa sedimen Miosen.
Dari Kuarter Akhir hingga sekarang terdapat pengangkatan di beberapa daerah
dan penurunan di tempat-tempat lainnya. Daerah utama penurunan adalah di utara
bagian tengah Jawa, yang terjadi disepanjang kekar-kekar gerus utama vertikal.
BAB IV
KONDISI UMUM DAERAH PEMETAAN

Secara administratif daerah penelitian menduduki beberapa desa yaitu ada


Kabupaten Sleman Kecamatan Prambanan terdapat desa Sumberharjo, Sambirejo,
Wukirharjo, Gayamharjo. Kabupaten Klaten Kecamatan Patuk terdapat desa
Gembyong, dan desa Karang.
Gambar 4.1 Gambar Daerah Penelitian (Google Maps, 15 Mei 2018,20.34)

Berdasarkan citra satelit secara umum kondisi permukaan daerah penelitian


merupakan daerah yang mempunyai bentukan lahan morfologi bergelombang, berbukit
bergelombang dan perbukitan terjal dengan pola aliran sungai yang berupa sub-
dendritik dan rectangular. Bentukan lahan tersebut selain dengan menggunakan citra
image juga di dukung dengan data – data pada peta topografi dan peta geomorfologi

U
Gambar 4.2 Terrain Daerah Pemetaan (Surfer, Data DEM Jawa 2008)
Gambar 4.3 Peta Topografi Daerah Pemetaan
IV.2 Geomorfologi Daerah Pemetaan
Menurut interpretasi peta geomorfologi daerah penelitian memperlihatkan 3
satuan geomorfologi berdasarkan kelerengannya (klasifikasi Van Zuidam, 1985), yaitu
yaitu Satuan Geomorfologi Bergelombang, Perbukitan Bergelombang dan juga
Perbukitan Terjal. Sungai pada daerah penelitian ini sendiri terdiri atas sungai yang
mempunyai pola rectangular dan sub dendritic , di mana pola–pola ini mencerminkan
daerah yang di kontrol oleh struktur geologi dan suatu ketiggian daerah. Sementara
stadia daerah penelitian mempunyai bentukan stadia dari muda sampai dewasa pula.
Stadia daerah dapat di cerminkan dari kondisi kontur. Kontur yang cenderung renggang
mengindikasikan suatu daerah dataran yang merupakan daerah dengan stadia yang tua
dan proses erosional yang mungkin sangat besar. Kontur juga bisa mengindikasikan
suatu batuan, dimana apabila terdapat kontur rapat maka mengindikasikan batuan pada
wilayah tersebut lebih resistance dibanding daerah sekitar nya dengan kontur
renggang. Stadia sungai pada daerah pemetaan terlihat dalam stadia muda-dewasa
dengan penampamg sungai berbentuk v
Gambar 4.4 Morfologi Daerah Pemetaan dan Penampang (Klasifikasi Van Zuidam (1985)
Gambar 4.5 Pola Aliran Sungai Daerah Pemetaan
IV.3 Stratigrafi dan Indikasi Struktur Daerah Pemeraan

Gambar 4.6 Peta Geologi Kavling 23 Berdasarkan Peta Geologi Lembar Purwokerto dan Tegal (M.
Djuri, H.Samodra, T.C. Amin & S. Gafoer 1996)
Pada daerah pemetaan terdapat 2 formasi yang terendapkan dengan arah Barat-Timur,
yaitu :

MUDA
Qvm

Tomk

TUA

Gambar 4.7 Kolom Urutan Formasi Daerah Pemetaan, ( Peta Geologi lembar Surakarta (Surono, B.
Toha, dan I Sudarno 1992)
Tabel 4.1 Endapan Lahar Gn Slamet Tanpa Skala(PLISTOSEN)(M. Djuri,
H. Samodra ,T.C. Amin dan S. Gafoer. 1996)

Tabel 4.2 Formasi Tapak Tanpa Skala(PLIOSEN AWAL) (M. Djuri, H.


Samodra ,T.C. Amin dan S. Gafoer. 1996)
Tabel 4.3 Formasi Halang Tanpa Skala (MID MIOSEN)(M. Djuri, H. Samodra ,T.C. Amin dan S.
Gafoer. 1996)

Selanjutnya kondisi struktur geologi regional pada daerah penelitian


berdasarkan interpretasi dari peta topografi dan peta geologi regional lembar
Purwokerto dan Tegal memperlihatkan adanya Sesar Sinistral di Barat Daya daerah
penelitian serta adanya indikasi patahan pada beberapa kontur rapat.
Gambar 4.8 Interpretasi Kelurusan Kontur
IV.4. Rencana Lintasan
Pada saat penelitian di lapangan pembuatan lintasan pengamatan singkapan di
dasarkan pada kondisi daerah regional, kondisi batuan regional, kondisi topografi,
kondisi sungai, dan jalan, agar dapat memberikan informasi yang akurat dan dengan
tingkat kemanan yang tinggi. Lintasan tersebut di buat pada saat sebelum ke lapangan.
Lintasan ini dibuat cendurung utara selatan dikarenakan berdasarkan data peta geologi
regional,dip pelapisan batuan cenderung kearah utara selatan. Dikarenakan akan
membuat pengamatan mendapat variasi litologi berbeda apabila lintasan pengamatan
cenderung tegak lurus strike. Lintasan ini juga dibuat mengikuti sungai yang ada dan
mengikuti suatu jalan yang memotong lereng dikarenakan singkapan batuan biasanya
terdapat pada wilayah tersebut.
Peta rencana lintasan dibuat dengan arah Utara-Selatan dimana lintasan dibuat
searah dengan dip. Terdapat 4 rencana lintasan utama yang berorientasi selatan-utara
yang berwarna ungu dan terdapat beberapa lintasan tambahan berwarna merah, yang
akan digunakan saat lintasan utama mengalami kendala dan guna melengkapi data yang
tidak tersingkap. Dari pengerjaan lintasan, 1 lintasan dikerjakan selama 2-3 hari dimana
hari ke-3 dilakukan Tectonic Section (TS).
Gambar 4.9 Peta Rencana Lintasan (Data DEM Jawa 2008)
BAB V
METODOLOGI PENELITIAN
V.1 Tahap Persiapan dan Perencanaan
o Studi literatur mengenai daerah pemetaan dari peneliti – peneliti
terdahulu
o Perencanaan lintasan lokasi pengamatan yang sesuai dengan efisiensi
dan efektifitas seorang geologi di lapangan.
o Analisa peta topografi
o Persiapan perlengkapan dan pemilihan basecamp.

V.2 Tahap Pemetaan Lapangan


o Menentukan lokasi pengamatan dan plotting pada peta topografi.
o Pengamatan dan pengukuran singkapan batuan serta pengambilan
contoh batuan untuk analisa laboratorium.
o Pengukuran data struktur geologi
o Pencatatan data observasi pada buku lapangan.
o Pengambilan foto geomorfologi dan singkapan batuan.
o Pembuatan penampang tektonik.\

V.3 Tahap Penelitian Laboratorium


o Analisa mikropaleontologi dan stratigrafi
o Analisa petrografi
o Analisa data struktur

V.4 Tahap Penyusunan Laporan


Penyusunan laporan di dasarkan dari data lapangan dan data analisis
laboratorium yang dikorelasikan dengan data peneliti terdahulu. Perbandingan
persamaan dan ketidaksamaan dari perolehan data lapangan serta referensi data peneliti
terdahulu, dapat memberikan hasil yang lebih lengkap.

V.5 Diagram Alir Pemetaan

TAHAP PERSIAPAN PERENCANAAN

Tahap Studi Pustaka

Peta Geologi Peta Peta Pola Peta


Regional Topografi Aliran Sungai Lintasan

Pemetaan Lapangan

Peta Pola Peta Sample


Peta Geologi
Aliran Sungai Geomorfolog
i

Analisa Laboratorium

Petrografi Paleontologi Kalsimetri

Peta Geomorfologi Peta Geologi Peta Lintasan

LAPORAN
V.6 Waktu
Waktu kegiatan dimulai dari minggu petama bulan April 2018 hingga minggu
peertama bulan Agustus 2018 yang meliputi pembuatan proposal, persiapan lapangan,
melakukan pemetaan di daerah pemetaan. Selanjutnya dilanjutkan rencana kegiatan
pada tahun akademik baru yaitu kegiatan laboratorium dengan melakukan determinasi
umur serta analisa petrografi pada minggu pertama bulan September 2018 hingga
minggu pertama bulan Oktober 2018. Setelah itu dilanjutkan dengan penyusunan
laporan geologi daerah penelitian pada minggu pertama bulan Oktober 2018 hingga
minggu pertama bulan November 2018. Kegiatan terakhir yaitu pelaksanaan Kolokium
pada minggu kedua bulan November 2018.

V.7 Perencanaan Waktu di Lapangan


V.7.1 Rencana Umum
Tabel V.1 Rencana Umum Pemetaan
MEI JUNI JULI AGUSTUS SEPTEMBER OKTOBER November
NO KEGIATAN
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Proposal Penelitian
2 Persiapan Penelitian
3 Pelaksanaan Pemetaan
4 Analisa Laboratorium
5 Penyusunan Laporan Geologi
6 Kolokium

V.7.2 Rencana Waktu di Lapangan


Waktu kegiatan pemetaan lapangan dimulai dari tanggal 5 Juli 2018 hingga 8
Agustus 2018. Kegiatan yang di lakukan dalam tanggal tersebut yaitu meliputi
keberangkatan pada tanggal 5 Juli 2018. Pada hari berikutnya akan disusul dengan
kegiatan persiapan dan bimbingan awal oleh dosen pembimbing, kegiatan ini juga
meliputi Post test, dan pencarian tempat tinggal selama kegiatan pemetaan berlansung.
Kegiatan selanjutnya merupakan kegiatan observasi lapangan yang mencakup
pencatatan dan pengamatan kondisi geologi di lapangan, dimana kegiatan tersebut di
perkirakan selesai dalam waktu 21 hari.
Waktu efektif lapangan di lakukan antara 5 - 6 hari dengan 1 - 2 hari di isi
dengan pembuatan laporan harian untuk dosen wali dan bimbingan dengan asisten
dosen pembimbing. Kegiatan tersebut berlangsung dari berlansung mulai tanggal 4
Agustus 2018 hingga 8 Agustus 2018. Setelah semua data lapangan di dapatkan dan
semua lintasan terselesaikan maka dilanjutkan dengan pembuatan laporan detail hasil
dari penelitian (observasi) lapangan berupa laporan geologi yang meliputi laporan
geomorflogi, pembuatan peta geologi, laporan peta geologi , laporan peta lintasan dan
atributnya, dan pola aliran sungai, di mana seluruh laporan tersebut di harapkan selesai
tanggal 8 Agustus 2017. Dalam pembuatan laporan ini juga diharapkan adanya
bimbingan akhir oleh dosen pembimbing agar mendapatkan hasil yang maksimal
sebelum melakukan presentasi hasil "Pemetaan Geologi Lapangan”. Dan hari terakhir
merupakan presentasi hasil "Pemetaan Geologi Lapangan" yang telah di lakukan dalam
1 bulan penuh.

V.7.3 Perencanaan Keuangan


Tabel V.2 Perencanaan Keuangan

NO KEPERLUAN HARGA SATUAN UNIT JUMLAH


1 Makan Rp45.000 30 Rp1.350.000
2 Sewa motor Rp50.000 30 Rp1.500.000
3 Bensin Rp25.000 30 Rp750.000
4 Porter Rp30.000 30 Rp900.000
5 Fotocopy Rp300 200 Rp60.000
6 Alat Tulis Rp50.000 1 Rp50.000
TOTAL Rp4.610.000
DAFTAR PUSTAKA
Van Bemmelen, R. W. 1948. The Geology of Indonesia: Martinus Nijhoff. The Hague.
Bemmelen, R.W.Van. 1970. The Geology of Indonesia vol 1A; General Geology of
Indonesia and Adjacent Archipelagoes. Second edition.

Hidartan, dan Handaya, 1994. Tabel Klasifikasi Bentukan Asal Secara Genetik.
Proceeding IAGI.

Budiyani, A, Sri., at al., 2003, The Collision of The East Java Microplate and Its
Implication for Hydrocarbon occurrences in the East Java Basin, Indonesian
Petroleum Association, Proceeding Ann.Conv.29th.

Asikin. S., Handoyo. B.Prasistho., dan S. Gafoer., 1992, Peta Geologi Lembar
Banyumas Jawa. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung

Kastowo, 1975, Peta Geologi Lembar Majenang Jawa. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, Bandung

Simadjuntak, T.O dan Surono 1992, Peta Geologi Lembar Pangandaran Jawa, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung

Djuri, M, H. Samodia, T.C Amin dan Gafoer, 1996, Peta Geologi Lembar
Purwokerto Jawa, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung
Modul Pemetaan Geologi., Jurusan Teknik Geologi – Fakultas Teknologi Kebumian
dan Energi – Universitas Trisakti., Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai