Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Selama ribuan tahun manusia telah menggunakan berbagai jenis tanaman


untuk meringankan atau menyembuhkan penyakit. Indonesia merupakan salah
satu mega biodiversity country yang dikenal sebagai gudang tumbuhan obat.
Sekitar 9.600 spesies dari 30.000 jenis flora yang ada di hutan tropika Indonesia
diketahui memiliki khasiat sebagai obat - obatan. Sirsak (Annona muricata L)
merupakan salah satu tanaman obat yang ada di Indonesia. Sirsak memiliki
berbagai manfaat baik bagi kesehatan maupun sebagai insektisida nabati, yang
diperoleh dari bagian daging buah, daun maupun bijinya. Kandungan kimia pada
sirsak berupa tanin, fitosterol, kalsium oksalat, alkaloid murisin, dan mono tetra
hidrofuran acetogenin yang bermanfaat untuk pengobatan antara lain sebagai
antibakteri, antivirus, antijamur, antiparasit, antihipertensi, antistres dan
menyehatkan sistem syaraf (MZ et al., 2016)

Asetogenin merupakan senyawa dalam daun sirsak yang memiliki potensi


sangat besar dalam upaya pembunuhan sel kanker secara spesifik. Asetogenin
merupakan produk alami poliketida yang diisolasi dari tanaman suku
Annonaceae. Molekul ini memiliki panjang karbon 35 atau 37 yang diakhiri oleh
cincin lakton. Asetogenin diturunkan dari asam lemak 32 atau 24 karbon yang
kemudian ditambahkan 2-propanol untuk membentuk lakton pada ujung molekul
(Uses et al., 2010)

1.2.Rumusan Masalah
1.2.1 apa yang dimaksud dengan acetogeni?
1.2.2. bagaimana karakteristik dari struktur acetogenin?
1.2.3. bagaimana cara isolasi acetogenin?
1.2.4 bagaimana cara sintesis acetogenin menjadi bullacin?

1
1.3.Tujuan
1.3.1 agar mahasiswa menegtahui apa yangdimaksud dengan acetogeni?
1.3.2. agar mahasiswa mengetahui bagaimana karakteristik dari struktur
acetogenin?
1.3.3. agar mahasiswa mengetahui bagaimana cara isolasi acetogenin?
1.3.4 agar mahasiwa mngtahui bagaimana cara sintesis acetogenin menjadi
bullacin?

2
BAB II

ISI

2.1. ACETOGENIN

Annonaceous acetogenins (AGEs) merupakan serangkaian poliketida ditemukan


hampir secara eksklusif dari tanaman dalam keluarga Annonaceae, dengan beberapa
spesies asal mereka menjadi tanaman ekonomi penting di Asia dan Amerika Utara
dan Selatan. Studi tentang AGEs dimulai sebagai hasil dari laporan pertama pada
uvaricin bioaktif pada tahun 1982, dari akar Uvaria accuminata Oliv. oleh Jolad et al.,
yang dipamerkan bioaktivitas yang sangat baik dalam P-388 limfositik sistem
leukemia pada tikus. Sejak itu, banyak AGEs telah diisolasi dan diidentifikasi dari
berbagai bagian tanaman annonaceous, terutama biji. AGEs Annonaceous adalah
senyawa metabolit sekunder terdiri dari C35 atau C37, berasal dari jalur poliketida,
yang meliputi struktural cincin γ-lakton bersama dengan beberapa fungsi oksigen.
Misalnya, kelompok gugus hidroksi, keton, epoksida, tetrahidrofuran (THF), dan
tetahydropyran (THP), dan bahkan obligasi dua dan tiga adalah fitur struktural yang
dihadapi antara AGEs. Acetogenins Annonaceous telah ditemukan untuk
memamerkan berbagai sifat biologis, seperti antineoplastik, antiparasit, sitotoksik,
imunosupresif, neurotoksik, dan efek pestisida. Di antara array yang luas dari sifat
biologis didokumentasikan dalam literatur biomedis untuk AGEs, efek sitotoksik dan
antitumor dan mekanisme yang mendasari untuk efek tersebut telah menerima
perhatian yang besar. (Liaw et al., 2016)

Sebuah kemajuan keseluruhan dalam teknik eksperimental telah menyebabkan


banyak upaya di seluruh dunia yang berfokus pada isolasi dan identifikasi struktur
AGEs bioaktif baru. Yang paling penting, ahli kimia organik telah mengatasi
tantangan memenuhi sintesis total dan cepat AGEs dengan beberapa stereocenters
selama 15 tahun terakhir. Selain itu, minat dalam menyelidiki mekanisme aksi ical
biochem- AGEs telah dipicu oleh kemajuan terbaru dalam memahami proses yang
terlibat dalam kematian sel tumor. Anggota kelas ini senyawa alami dianggap sebagai

3
kandidat untuk obat antikanker masa depan. Bioaktivitas dan mekanisme penelitian
tindakan pada AGEs annonaceous telah baik difokuskan pada sitotoksisitas ampuh
melawan sel-sel kanker dan menghambat mitokondria respira- rantai tory I. kompleks
Namun, studi terbaru melaporkan hubungan antara jenis senyawa dan sporadis
patologi neurodegenerative tau di manusia-manusia yang menelan tanaman
annonaceous yang mengandung AGEs. (Liaw et al., 2016)

karakterisasi acetogenins yang berbeda, fitur struktural mereka umumnya dapat


dibagi menjadi berbagai kelas tergantung pada sifat dari cincin γ-lakton, seperti α, β-
unsaturated γ-lakton cincin (bentuk normal) atau ketolactone (isoform), di Selain
gugus oksigen-bantalan jelas [2, 8]. Namun, Gua et al. menduga bahwa acetogenins
dengan ketolactones terminal (isoform) adalah artefak dari translactonization dari 4-
hidroksi-AGEs. Untuk memvalidasi kecurigaan ini, mereka melakukan ekstraksi dan
karakterisasi AGEs awal dari bahan mentah segar di bawah pengaruh alkali, media
dasar lainnya, dan alkohol. Reagen ini mempengaruhi kinetika translactonization
yang [9], yang kemudian didukung oleh karya Figade`re dan rekan menggambarkan
AGEs bagaimana 4-hidroksilasi menyebabkan iso-derivatif di bawah kondisi dasar.
(Liaw et al., 2016)

Singkatnya, fitur umum pada struktur AGEs adalah cincin terminal γ-lakton dan
terminal alifatik rantai samping menghubungkan ke beberapa kelompok fungsional
hidrofilik, seperti 1-3 cincin THF dan beberapa kelompok hidroksi. Pada tahun 1998,
Gua et al. membahas fitur yang disebutkan sebelumnya dalam hal dua faktor
struktural utama, cincin γ-lakton terminal dan substituen pada rantai alifatik panjang.
(Liaw et al., 2016)

Sistem klasifikasi, AGEs dibagi menjadi sepuluh subtipe:

(1) AGEs tanpa THF cincin: AGEs linear;

(2) AGEs tanpa THF cincin: epoxy-AGEs;

(3) mono-THF α, α0-dihydroxylated AGEs γ-lakton;

4
(4) mono-THF α-hidroksilasi γ-lakton AGEs;

(5) mono-THF AGEs dengan berbagai gugus lakton;

(6) α yang berdekatan bis-THF, α0-dihydroxylated AGEs γ-lakton;

(7) yang berdekatan bis-THF α-hidroksilasi AGEs γ-lakton;

(8) non-berdekatan bis-THF γ-lakton AGEs;

(9) jenuh bis-THF lakton AGEs;

(10) AGEs miscellaneous.

5
6
Ring fitur struktural dari jenis AGE adalah salah satu THF cincin dengan satu
atau dua mengapit gugus hidroksi dalam rantai alifatik panjang. Ada dua subtipe
berdasarkan jumlah mengapit kelompok hidroksi termasuk: (1) cincin THF mengapit
satu kelompok hidroksi dan (2) cincin THF mengapit dua kelompok hidroksi.

Mono-THF acetogenins memang kelompok tunggal terbesar dari metabolit


sekunder tanaman tersebut. Seratus sembilan belas senyawa mono-THF baru diisolasi
dari 15 spesies dalam tujuh genera, termasuk Ampelocissus (1), Annona (91),
Asimina (6), Disepalum (8), Goniothalamus (5), Rollinia (3), dan Uvaria, sejak tahun
1997 (5). Secara khusus, dua AGEs epimeric, muricins A (18) dan B (19), diisolasi
dari A. muricata, yang konfigurasi mutlak ditentukan oleh Mosher metode ester yang
dimodifikasi [86]. Muricin B (19) adalah AGE pertama yang memiliki gugus hidroksi
dengan (S) -Konfigurasi di C-4 di mana konfigurasi khas gugus hidroksi ini (R).
Selain itu, 22-epicalimistrin B (20) adalah AGE pertama yang diisolasi dari genus
Ampelocissus (Vitaceae), yang bukan milik keluarga Annonaceae.

7
Plant source Genus Species
Rollinia R. emarginata
R. membranacea
R. mucosa Baill.
R. papilionella
R. sericea
R. sylvatica
R. ulei
Saccopetalum S. prolificum
Uvaria U. acuminate
U. boniana
U. calamistrata
U. grandiflora
U. hookeri
U. microcarpa
U. narum
U. pauci-ovulata
U. rufa Bl.
U. tonkinensis
Xylopia X. aromatic
X. emarginata
Vitaceae Ampelocissus A. sp.

Acetogenin merupakan senyawa metabolit sekunder dari Annonace yang


disintesis melalui reaksi antara asam asetat, turunan polikatida yang memiliki rantai
panjang pada asam lemak yaitu 35-39 atom karbon. Sifat dari senyawa ini berupa
rantai panjang alipatik dengan gugus hidroksil, dan asetil karbonil serta cincin 1-3
tetrahidrofuran. Acetogenin juga ditandai dengan keberadaan dua unit fungsional
tetrahydrofuran hydroxylated (THF), dan cincin γ-lakton β-unsaturated. (MZ et al.,

8
2016) Rantai furanone dalam gugus hydrofuranone pada C23 memiliki aktifitas
sitotoksik (Jannah, 2010)

Secara ilmiah acetogenin memiliki nama (IUPAC)


(5S)-5-Methyl-3-[(2R,8R,13R)-2,8,13-trihydroxy-13-[(2,5R)-5-[(iR)-1-
hydroxytridecyl]-2-tetrahydrofuranyl]-[tridecyl-5H-furan-2-one].

Molekular formula dari acetogenin C35H64O7 serta massa molekul relatif (Mr)
596,88 g/mol.(MZ et al., 2016)

Gambar 1. Struktur Asetogenin

2.2. Karakterisasi struktural annonaceous acetogenins

Struktur acetogenin khas terdiri dari rantai alifatik bercabang panjang, posisi
terpusat 02:59 THF atau THP cincin, 17 kelompok hidroksil yang berdekatan dan
terminal metil-diganti α, cincin γ-lakton β-unsaturated. Bisa ada variasi dalam
stereokimia dan dalam jumlah dan posisi gugus hidroksil dalam struktur. Rantai

9
alifatik juga mengandung double18 atau triple19 obligasi, dan kadang-kadang keto-
atau acetoxy-kelompok bukan kelompok hidroksil. Pada Gambar 6, pilihan dari
acetogenins ditunjukkan untuk menggambarkan variabilitas struktur dalam keluarga.
Bullatacin (2,2) memiliki dua cincin THF yang berdekatan dan dianggap salah satu
yang paling ampuh acetogenins. Annonacin (2.3) merupakan jenis acetogenin dengan
hanya satu cincin THF dan mucosin (2,4) varian yang lebih jarang, mengandung THF
dan THP cincin. Tiga senyawa berikutnya 2,5-2,7 diusulkan untuk menjadi prekursor
dalam biosintesis terhadap struktur acetogenin final dan dapat memiliki bioaktivitas
yang lebih rendah. (Villo, 2013)

2.3. Isolasi Acetogenin

Preparasi Daun Sirsak

Daun sirsak tua (warna hijau pekat), dibersihkan dan dikeringkan selama 7 hari.
Pengeringan dilakukan pada temperatur ruang dan diayak (Suratmo, Pulung Y.P.
Retnowati, 2015)

Proses Isolasi Acetogenin

a. Ekrasi acetogenin

Metode yang digunakan dalam mengekstrak acetogenin dari daun dan biji sirsak
adalah metode sokhletasi. Prinsip kerja dari metode sokhletasi adalah sampel
ditumbuk halus dan ditempatkan dalam kantong berpori atau extraction chamber yang
terbuat dari kaca yang kuat, ditempatkan dalam ruang dari alat sokhlet, pelarut
dipanaskan, kemudian uap dari pelarut dikondensasi dengan menggunakan
kondensor. Kemudian uap kontak dengan pelarut, sehingga pelarut yang bercampur
ekstrak bergerak menuju ke pipa kapiler. Ketika cairan meningkat, lama kelamaan
akan memenuhi pipa kapiler, kemudian pelarut yang bercampur dengan ekstrak turun
menuju labu distilasi. Proses ini terjadi secara terus menerus dan dilakukan sampai

10
pelarut dari pipa kapiler tidak meninggalkan residu saat menguap. (MZ et al., 2016)

Aseton merupakan senyawa non polar yang ditandai dengan memiliki tetapan
dielektrik 20,7+. Acetogenin adalah senyawa non polar yang ditandai dengan nilai
log P sebesar 7,71. Selain itu aseton (C3H6O) lebih non polar bila dibandingkan
dengan etanol dan metanol. Aseton memiliki titik didih 56 oC, aseton juga aman
(tidak beracun) dan tidak menyebabkan kebakaran ataupun ledakan, karena suhu
selama proses ekstraksi tidak mencapai suhu 60 oC maka aseton dapat mengekstrak
daun dengan baik tanpa merusak senyawa acetogenin didalamnya. (MZ et al., 2016)

b. Difraksinasi acetogenin

Serbuk Sirsak dimaserasi menggunakan pelarut etanol 95% selama 72 jam


denganmengganti pelarut setiap 24 jam, ekstrak etanol yang diperoleh diuapkan
pelarutnya menggunakan rotari evaporator, selanjutnya difraksinasi dengan campuran
diklorometana dan air (1:1). Fraksi dichlorometana difraksinasi menggunakan n-
heksan dan metanol(1:1), Fraksi metanol dievaporasi dan dialiri gas N2 untuk
menghilangkan metanol.(Suratmo, Pulung Y.P. Retnowati, 2015)

Uji Kedde

Fraksi metanol dipisahkan dengan kromatografi lapis tipis menggunakan


metanol dan diklorometana perbandingan 4,5:0,5. Noda yang terbentuk disemprot
dengan reagen Kedde (3-5 dinitrobenzoat dan KOH dalam metanol) (Suratmo,
Pulung Y.P. Retnowati, 2015)

Karakterisasi Acetogenin dengan IR


Alat infrared (IR) diatur pada kondisi yang diperlukan. Sampel dilarutkan pada
metanol. Sampel di teteskan pada pellet KBr, kemudian di masukkan pada alat IR.

11
2.4. Sintesis Asetogenin

Terdapat kelompok senyawa aktif acetogenins pada daun anggota family


Annonaceae yang berkhasiat sitotoksik. Prinsip dasar acetogenins adalah
menghambat sintesis adenosine trifosfat (ATP) oleh mitokondria sel yang dibutuhkan
oleh sel kanker. (Sudiyono, 2015)

Acetogenins yang merupakan kumpulan senyawa aktif seperti muricatosin A,


muricatosin B, annomuricin E, muricapentocin, annopentocin A, annopentocin B, dan
annopentocin C masuk dan menempel di reseptor dinding sel untuk merusak ATP di
dinding mitokondria. Sel kanker memiliki kemampuan untuk membelah cepat, yakni
setiap 2-5 jam. Sedangkan sel normal biasanya 7-14 hari. Pembelahan yang cepat
memerlukan energi yang cukup besar berasal dari ATP. Jika pasokan energi
berkurang, aktivitas sel kanker melambat dan akhirnya terjadi apoptosis. Acetogenins
sangat selektif, hanya menyerang sel kanker, yaitu yang memiliki kelebihan ATP.
Senyawa ini tidak menyerang sel-sal lain yang normal di dalam tubuh.(Sudiyono,
2015)

Selain itu, salah satu senyawa annonaceous acetogenins, yaitu bullatacin, secara
khusus membunuh sel kanker yang resisten terhadap obat-obatan dengan
menghambat produksi ATP, sehingga menghilangkan sumber energi sel kanker.
Selektivitas yang luar biasa terhadap sel kanker terutama terdapat pada daunnya.
(Sudiyono, 2015)

Gambar 1. Struktur Annonaceous acetogenin

Annonaneous acetogenins (ACGs) adalah famili metabolit sekunder yang

12
diisolasi dari tumbuhan famili annonaceous yang ditandai dengan terminal γ-lactone
subunit, dengan satu sampai tiga cincin tetrahydrofuran (THF) dan regio aliphatic
panjang dengan fungsi yang lain.(Sudiyono, 2015)

ACGs merupakan zat sitotoksik poten dengan aktivitas antitumor, insecticidal,


antifungi, antiparasit dan antibakteri. 9 Target kerja senyawa ini adalah transport
elektron mitokondria dengan kerja spesifik pada NADH ubiqiunone oxidireductase
(NADH-dehydrogenase atau complex I). Efek inhibisi ACGs lebih poten
dibandingkan dengan inhibitor respiratori klasik seperti rotenone atau piericidin A.
(Sudiyono, 2015)

ACGs dilaporkan bertanggung jawab terhadap konversi NADH menjadi NAD+


dan membentuk adanya proton gradient pada bagian atas membrane dalam
mitokondria. Hal ini memgakibatkan ketidakmampuan untuk menghasilkan ATP
melalui jalur oksidatif, yang akan mendorong sel memasuki apoptosis atau nekrosis
(gambar 2) (Sudiyono, 2015)

13
Sintesis Senyawa Annonaceous Acetogenins, Yaitu Bullatacin

LANGKAH 1 (Sudiyono, 2015)

K2CO3 dilarutkan dalam aseton kemudian di tambahkan dalam 4-n-butilfenol


pada suhu 70oC dan diaduk. Selanjutnya ditambahkan dengan 2-(2-bromoetil)-1,3-
dioxolane lalu dipanaskan dan direfluks selama semalam.

Langkah 2

Senyawa pada gambar 5 yang terbentuk kemudian dilarutkan dalam asam asetat

14
: air (4:1) dan dipanaskan pada suhu 45oC selama 5 jam. Setelah larutam dimgin
kemudian diatur pHnya antara 6 sampai 7 dengan standar larutan NaH-CO3.
Campuran larutan kemudian diekstraksi dengan atil asetat dan fase organic dicuci
dengan larutan garam dan dikeringkan dengan MgSO4 anhidrat

Langkah 3

Untuk labu yang kering ditambahkan dengan CBr4 dan CH2Cl2 anhidrat pada
suhu 0oC. Selanjutnya Larutan yang berisi PPh3 dalam CH2Cl2 anhidrat
ditambahkan perlahan-lahan . campuran kemudian diaduk pada suhu 0oC selama 10
menit dan campuran yang berisi gambar 6 dalam CH2Cl2 anhidrat ditambahkan
perlahan-lahan. Dan diaduk selama 1,5 jam kemudian ditambahkan dengan air.
Campuran diekstraksi dengan CH2Cl2 dan fase organic dicuci dengan larutan garam
dan dikeringkan dengan MgSO4 anhidrat

Langkah 4

Larutan n-BuLi dalam heksana ditambahkan ke dalam adukan larutan yang


berisi gambar 7 dalam THF anhidrat pada suhu -78oC. Setelah 45 menit campuran

15
reaksi didinginkan perlahan sampai suhu 0oC. Reaksi didinginkan dengan NH4Cl
setelah 1 jam. Campuran kemudian diekstraksi dengan etil asetat dan fase organic
dicuci dengan larutan garam dan dikeringkan dengan MgSO4 anhidrat.

Langkah 5

Larutan pada gambar 8 dalam THF anhidrat ditambahkan ke dalam larutan n-


BuLi dalam heksana pada suhu -78oC. Setelah 30 menit BF3.Et2O ditambahkan dan
campuran diaduk selama 30 menit. Larutan pada gambar 9 dalam THF kemudian
ditambahkan ke dalam campuran tersebut dan diaduk selama 1,5 jam. Campuran
kemudian didinginkan dengan penambahan NH4Cl. Campuran kemudian diekstraksi
dengan etil asetat dan fase organic dicuci dengan larutan garam dan dikeringkan
dengan MgSO4 anhidrat.

16
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Acetogenin merupakan senyawa metabolit sekunder dari Annonace yang


disintesis melalui reaksi antara asam asetat, turunan polikatida yang memiliki rantai
panjang pada asam lemak yaitu 35-39 atom karbon. Sifat dari senyawa ini berupa
rantai panjang alipatik dengan gugus hidroksil, dan asetil karbonil serta cincin 1-3
tetrahidrofuran. Acetogenin juga ditandai dengan keberadaan dua unit fungsional
tetrahydrofuran hydroxylated (THF), dan cincin γ-lakton β-unsaturated. (MZ et al.,
2016) Rantai furanone dalam gugus hydrofuranone pada C23 memiliki aktifitas
sitotoksik (Jannah, 2010)

Secara ilmiah acetogenin memiliki nama (IUPAC)


(5S)-5-Methyl-3-[(2R,8R,13R)-2,8,13-trihydroxy-13-[(2,5R)-5-[(iR)-1-
hydroxytridecyl]-2-tetrahydrofuranyl]-[tridecyl-5H-furan-2-one].

Molekular formula dari acetogenin C35H64O7 serta massa molekul relatif (Mr)
596,88 g/mol.(MZ et al., 2016)

17
Sistem klasifikasi, AGEs dibagi menjadi sepuluh subtipe:

(1) AGEs tanpa THF cincin: AGEs linear;

(2) AGEs tanpa THF cincin: epoxy-AGEs;

(3) mono-THF α, α0-dihydroxylated AGEs γ-lakton;

(4) mono-THF α-hidroksilasi γ-lakton AGEs;

(5) mono-THF AGEs dengan berbagai gugus lakton;

(6) α yang berdekatan bis-THF, α0-dihydroxylated AGEs γ-lakton;

(7) yang berdekatan bis-THF α-hidroksilasi AGEs γ-lakton;

(8) non-berdekatan bis-THF γ-lakton AGEs;

(9) jenuh bis-THF lakton AGEs;

(10) AGEs miscellaneous.

ACGs merupakan zat sitotoksik poten dengan aktivitas antitumor, insecticidal,


antifungi, antiparasit dan antibakteri. 9 Target kerja senyawa ini adalah transport
elektron mitokondria dengan kerja spesifik pada NADH ubiqiunone oxidireductase
(NADH-dehydrogenase atau complex I).

18
DAFTAR PUSTAKA

Jannah, R. N. (2010). Uji efektifitas ekstrak daun sirsak (annona muricata L.). Skripsi
program studi biologi univiversitas muhammadiyah surakarta, 0–5.

Liaw, C., Liou, J., Wu, T., & Chang, F. (2016). Acetogenins from Annonaceae (Vol.
101). https://doi.org/10.1007/978-3-319-22692-7

MZ, S., Nurhayani, & Sinaga, S. D. (2016). Ekstraksi acetogenin dari daun dan biji
sirsak ( Annona muricata l ) dengan pelarut aseton. Jurnal Teknik Kimia USU,
5(2), 8–11. Diambil dari
https://jurnal.usu.ac.id/index.php/jtk/article/download/12833/6234

Sudiyono, D. A. F. R. L. D. (2015). Sintesis Asetogenin, (12630027).

Suratmo, Pulung Y.P. Retnowati, R. (2015). ISOLASI DAN KARAKTERISASI


SENYAWA TURUNAN ACETOGENIN DARI DAUN SIRSAK (Annona
muricata) SERTA UJI TOKSISITAS Pulung. kimia student journal, 1(1), 798–
804.

Uses, F., Uses, O., Africa, W., Asia, S., & Rico, P. (2010). Annona muricata, 4–7.

Villo, P. (2013). synthesis of acetogenin analogues. Asymmetric transfer


hydrogenation coupled with dynamic kinetic resolution of α-amido-β-keto esters
DOCTORAL. Dissertationes Technologiae Universitatis Tartuensis, II.

19

Anda mungkin juga menyukai