Anda di halaman 1dari 182

SLIDE BAHAN AJAR

FARMAKOKINETIKA KLINIK

Semester genap T.A 2017/2018


Farmakokinetika
Klinik

Deni Anggraini, M.Farm, Apt


Farmakokinetik
Bagian ilmu farmakologi yang mempelajari
konsentrasi obat dan metabolitnya dalam darah
sebagai akibat proses ADME
FARMAKOKINETIK DASAR

APLIKASI FARMAKOKINETIK
PADA PENGOBATAN KLINIK
FARMAKOKINETIKA KLINIK
• PENERAPAN METODE FARMAKOKINETIK UNTUK TERAPI OBAT
SEBAGAI STRATEGI PEMBERIAN DOSIS OPTIMAL PERINDIVIDU
BERDASARKAN KONDISI PENYAKIT PASIEN DAN
PERTIMBANGAN SPESIFIK PASIEN
• PENERAPAN DI RS ....Terapeutik Drug Monitoring (TDM)

• PENEKANAN....terhadap obat-obat IT sempit


TERAPI BERDASARKAN TRIAL AND ERROR DAN PENGALAMAN
EMPIRIS :

JENIS OBAT  DOSIS  INTERVAL CARA PEMBERIAN

EFEK YANG DIINGINKAN DAN EFEK SAMPING DICATAT

DILAKUKAN PENYESUAIAN DOSIS SEHINGGA EFEK OBAT


MAKSIMAL DAN EFEK SAMPING MINIMAL

PERTANYAAN :?

MENGAPA DOSIS EFFECTIVE 300 MG

MENGAPA DIBERIKAN SETIAP 6 JAM

MENGAPA DIBERIKAN 1 KALI SEHARI

MENGAPA HARUS DIBERIKAN SECARA INFUS


EFEK FARMAKOLOGI ATAU EFEK FARMAKODINAMI
TERGANTUNG PADA KADAR OBAT PADA TEMPAT KERJA OBAT

KADAR OBAT PADA TEMPAT KERJA OBAT SAMA DENGAN


KADAR OBAT DALAM DARAH ATAU PLASMA

KADAR OBAT DALAM PLASMA MENENTUKAN KEBERHASILAN


ATAU KEGAGALAN TERAPI DAN EFEK TOKSIK

UNTUK MENCAPAI TUJUAN TERAPI AGAR OBAT PADA TEMPAT


KERJA OBAT HARUS DIPERTAHANKAN DALAM KONSENTRASI
YANG CUKUP YAITU PADA THERAPEUTIK WINDOW .

SETIAP OBAT MEMPUNYAI THERAPEUTIK WINDOW DIMANA


APABILA KADR OBAT BERADA DILUAR TERAPEUTIK WINDOW
OBAT AKAN TIDK EFFEKTIF ATAU MENYEBABKAN TOKSIK

DENGAN MENGGUNAKAN PARAMETER FARMAKOKINETIKA


DOSIS DITENTUKAN BERDASAR KONDISI PENDERITA,
DAN KADAR OBAT DALAM PLASMA DAPAT DIPREDIKSI / DIUKUR
FARMAKOKINETIK DASAR

MEMPELAJARI MEKANISME
ABSORBSI
DISTRIBUSI
METABOLISME
EKSKRESI

MEMPELAJARI KINETIKA
PROSES A.D.M..E

FARMAKOKINETIK FARMAKODINAMI

REGIMEN KONSENTRASI TEMPAT EFEK FAR


DOSIS DLM PLASMA KERJA MAKOLOGI
KONSEP THERAPEUTIK WINDOW

TOKSIK

KONSENTRASI OBAT
DALAM PLASMA THERAPEUTIK
ATAU TEMPAT KERJA TERAPI OPTIMAL WINDOW
OBAT

INEFECTIVE
K
O
N
S KEGAGALAN TERAPI REGIMEN B
E
N
T
MINIMUM TOXIC CONCENTRATION
R
S
I
TERAPI SUKSES REGIMEN A
O
B
A MINIMUM EFFECTIV CONCENTRATION
T KEGAGALAN TERAPI

P
L
A
S WAKTU PEMBERIAN OBAT
M
A
Indeks Terapi / Rentang
Terapetik???
• Kadar obat dalam plasma yang berada
diantara kadar yang memungkinkan
timbulnya efek farmakologi yang besar dan
efek toksik yang kecil

• Semakin luas rentang jendela terapi obat


semakin aman obat tsb
Rentang Terapi beberapa obat
Obat Rentang kadar
Digoksin 0,5 - 2,0 ng/ml
Gentamisin 2 – 10 mg/ml
Lidokain 1,5 – 5 mg/ml
Litium 0,6 – 1,4 mEq/L
Fenobarbital 15 – 40 mg/L
Fenitoin 10 – 20 mg/L
Kuinidin 2 – 5 mg/L
Teofilin 10 -20 mg/L
ABSORBSI

TERJADI PADA SEMUA CARA PEMBERIAN KECUALI PEMAKAIAN


SECARA LANGSUNG PADA PEMBULUH DARAH ARTERI ATAU VENA

TRANSPORT OBAT PADA ABSORBSI SEPERTI PADA TRANSPORT


BAHAN MELALUI MEMBRAN SEL :
DIFUSI PASIF, CARIER MJEDIATED, ENDOSITOSIS

KEMUDAHAN MELEWATI MEMBRAN TERGANTUNG PADA:


SIFAT KIMIA FISIK OBAT
DERAJAT KEASAMAN CAIRAN LAMBUNG ATAU USUS
ALIRAN DARAH LOKAL USUS

KETERSEDIAAN HAYATI (BIO AVAILABILITY)


FRAKSI PERSEN OBAT YANG INTAK YANG MENCAPAI
SIRKULASI :
OBAT A BIOAVAILABILITY 25%
OBAT B BIOAVAILABILITY 95%

BIOAVAILABILITY : JUMLAH OBAT INTAK DALAM TUBUH


-------------------------------------------------------
JUMLAH OBAT YANG DIBERIKAN
K AREA UNDER CURVE = AUC
O
N
S
E
N
T
MINIMUM TOXIC CONCENTRATION
R
S
I

O
B
A MINIMUM EFFECTIV CONCENTRATION
T

P AUC AUC
L
A
S
M AREA UNDER CURVE PEMBERIAN DOSIS BERULANG
A
AUC ORAL

AUC INTRA VENA

AREA UNDFER CURVE PEMBERIAN DOSIS TUNGGAL


INTRA VENA (HITAM) ATU ORAL (MERAH)
OBAT OBAT YANG BIOAVAILABILITY RENDAH KARENA
OBAT TERSEBUT MENGALAMI FIRST PASS METABOLISM
ATAU FIRST PASS HEPATIC ELIMINATION :

ASPIRIN MORPHINE
DESIPRAMIN NITROGLICERIN
HIDRALAZINE PENTAZOCINE
ISOPROTERENAL PROPOXYPHENE
LIDOCAIN PROPANOLOL
METHYL PHENIDATE SALYCIL AMIDE

DIBUTUHKAN DOSIS LEBIH BESAR


CARA PEMAKAIAN LAIN SEPERTI INTRAMUSKULER
ATAU DIBERIKAN SUBLINGUAL
ELIMINASI PROSES METABOLISME DAN EKSKRESI OBAT

TERUTAMA OLEH GINJAL DAN HEPAR

CLEARANCE : BERAPA VOLUME PLASMA YANG DIBERSIHKAN DARI


OBAT PERSATUAN WAKTU.

CLEARANCE (HEPAR DAN GINJAL TERUTAMA GINJAL)

KECEPATAN ELIMINASI OBAT = KONSENTRASI OBAT X CLEARANCE

Cl = KECEPATAN ELIMINASI OBAT / KONSENTRASI OBAT

ATAU APABILA OBAT YANG MASUK SAMA DENGA OBAT YANG DIEKSKRSI:

CL = KECEPATAN MASUKNYA OBAT / KONSENRASI STEADY STATE

FLOW RATE OUT:

WATER HEIGHT WATER HEIGHT


KONSENTRASI OBAT
----------------------
DRAIN SIZE
DRAIN SIZE
K AREA UNDER CURVE = AUC
O
N
S
E
N
T PEAK
R
S
I STEADY STATE

O
B
A TROUGH
T

P
L
A
S
M PADA KEADAAN STEADY STATE
A OBAT YANG MASUK SAMA DENGAN OBAT YANG KELUAR
DISTRIBUSI OBAT KESELURUH JARINGAN TUBUH TERGANTUNG PADA :
BESAR MOLEKUL
LIPOPILICITY
UNBOUND DRUG

DOSIS KONSENTRASI

Vd = DOSIS / CONCENTRASI
VOL. DISTRIBUSI

OBAT BANYAK DISERAP OLEH SPONGE


OBAT BANYAK DISISTRIBUSI KE JARI-
NGAN: Vd LEBIH BESAR DARI VOLUME
YANG NYATA

OBAT BANYAK ATAU TERIKAT OLEH


PROTEIN PROTEIN DALAM DARAH
SEHINGA Vd LEBIH KECIL DARI
VOLUME YANG NYATA
GENTAMICIN : WATER SOLUBLE, MOLEKUL BESAR, UN ION
Vd 0.25 L/KG SAMA DENGAN VOL CAIRAN EKTRACEL

AMINOPHILIN : WATER SOLUBLE, MOLEKUL KECIL, UN ION


Vd 0.5 L/KG MENDEKATI TOTAL CAIRAN TUBUH

DIGOKSIN : MOLEKUL BESAR NAMUN TERIKAT DENGAN ENZIM YANG


SECARA LUAS ADA DALAM JARINGAN YAITU
Na K ATP ase Vd 7L/KG SANGAT BESAR

CLOROQUIN : KONSENTRASI DI HEPAR SANGAT TINGGI Vd BESAR

WARFARIN : TERIKAT DENGAN ALBUMIN (99 %) SEHINGGA


Vd KECIL
WAKTU PARUH HALF LIFE DARI OBAT :

WAKTU YANG DIBUTUHKAN KADAR OBAT DALAM PLASMA


MENJADI SEPARUHNYA :

TERGANTUNG PADA VOLUME DISTRIBUSI DAN CLEARANCE

T½ = 0.7 X VOLUME DISTRIBUSI / CLEARANCE

HALF LIFE
• Sebelum ilmu farmakokinetik berkembang penetapan
dosis berdasarkan pengalaman empiris
• Penetapan dosis secara empiris tidak akan beresiko
sekiranya batas keamanan relatif lebar
• Ditemukan obat baru yang potensial yg keberadaaannya
mampu menggeser obat obat lama
• Potensial ( obat mempunyai rentang terapetik sempit)
• Perubahan sedikit dosis saja akan menyebabkan toksik
• Diperlukan farmakokinetik klinik untuk hal ini
KEGUNAAN FARMAKOKINETIKA
1. Bidang farmakologi
Farmakokinetika dapat menerangkan mekanisme kerja suatu obat dalam tubuh,
khususnya untuk mengetahui senyawa yang mana yang sebenarnya bekerja dalam tubuh;
apakah senyawa asalnya, metabolitnya atau kedua-duanya. Data kinetika obat dalam
tubuh sangat penting untuk menentukan hubungan antara kadar/jumlah obat dalam
tubuh dengan intensitas efek yang ditimbulkannya. Dengan demikian daerah kerja efektif
obat (therapeutic window) dapat ditentukan. (Cahyati, 1985)

2. Bidang farmasi klinik


a) Untuk memilih route pemberian obat yang paling tepat.
b) Dengan cara identifikasi farmakokinetika dapat dihitung aturan dosis yang tepat untuk
setiap individu (dosage regimen individualization).
c) Data farmakokiketika suatu obat diperlukan dalam penyusunan aturan dosis yang
rasional.
d) Dapat membantu menerangkan mekanisme interaksi obat, baik antara obat dengan
obat maupun antara obat dengan makanan atau minuman.

3. Bidang toksikologi
Farmakokinetika dapat membantu menemukan sebab-sebab terjadinya efek toksik dari
pemakaian suatu obat.
• Dalam bidang farmasetik, berguna untuk menilai
biovailability dari sediaan
• dalam bidang kimia medisinal, ; membantu memberi
arah sintesa senyawa yang lebih unggul, potensi, stabil,
terjamin farmakokinetiknya
• Dalam bidang industri farmasi, untuk menilai kualitas
dari bioavailability, disamping itu untuk menghaluskan
aturan dosis standar dari data farmakokinetika.
Variabilitas farmakokinetik dan
farmakodinamik
• Usia
• Gender dan kehamilan
• Farmakogenetik
• Obesitas
• Penyakit gastrointestinal
• Penyakit kardiovaskular
• Penyakit hati
• Penyakit ginjal
USIA
• Perkembangan usia mempengaruhi kesetersedian
hayati...mempengaruhi profil FK-FD.
• Konversi dosis dewasa ke anak-anak berdasarkan BB sudah
mulai ditinggalkan
• Absorbsi perkutan cepat pada neonatus menyamai orang
dewasa
• Motilitas sal cerna pada bayi lebih cepat, waktu transit teofilin
dan fenitoin dalam sediaan lepas lambat lebih cepat sehingga,
akibatnya mengurangi jumlah obat yang diabsorbsi
• Titer asam empedu dan enzim lipase pada bayi prematur masih
lemah sehingga menurunkan kelarutan obat obat lipofill
(vitamin A, D, E, K)
Gender
• Tubuh wanita lebih kecil mempunyai komposisi yang
berbeda dengan pria.
• AUC pada wanita lebih tinggi dariapada pria karena
kliren obat lebih lambat
• Secara farmakodinamik wanita lebih sensitif terhadap
obat
• FDA menganjurkan dalam uji klinik harus menyertakan
wanita
• Label obat dinyatakan ada atau tidak pengaruh thd
wanita
Kehamilan
• Plasenta menghalangi distribusi obat ke janin
• Obat yang bersifat lipofilik dapat menembus plasenta
• Obat bersifat toksik terhadap janin.
Farmakogenetik
• Terdapat variasi FK-FD bila terjadi perubahan gen
OBESITAS
• Kegemukan dapat merubah profil ADME
Ex : kenaikan ukuran ginjal, kecepatn aliran darah ke ginjal,
akibatnya kenaikan klirens renal

• Distribusi obat lipofil meningkat karena kenaikan bb total


Penyakit gastrointestinal
• Keadaan patologis pada gastrointestinal , adanya makanan,
minuman, dapat mengubah ketetersediaan hayati obat.
• Penyakit autoimun pada gastrointestinal (Chron’s)
mempengaruhi absorbsi obat karena kenaikan permeabilitas
usus.
Penyakit Kardiovaskular
• Sistem sirkulasi memegang peranan penting dalam disposisi
obat
• Hampir semua obat terjangkau dengan baik oleh pembuluh
darah, sehingga memungkinkan distribusi relatif homogen
keseluruh tubuh.
• Seberapa cepat obat dihantarkan ke organ tergantung
normalitas sistem kardiovaskular.
Penyakit Hati
• Gangguan pada hati dapat menyebabkan perubahan profil
kadar obat dalam darah dan target obat (reseptot)
Parameter2x farmakokinetik:

1. Bersihan (clearence/Cl)

2. Volume distribusi

3. Waktu paruh dalam plasma

4. Ketersediaan hayati (F)

5. Ikatan protein

6. Konsentrasi steady state

7. Konstanta laju eliminasi


PARAMETER FARMAKOKINETIK
DALAM REGIMEN DOSIS

Deni Anggraini, M.Farm, Apt


PARAMETER FARMAKOKINETIK
• Parameter Primer : parameter yang tidak
tergantung pada parameter model yang lain,
hanya dipengaruhi kondisi fisiologi pasien. Ex :
Ka, Clirens, VD. Parameter ini tidak saling
bergantung..Ex : perubahan VD tidak
mempengaruhi klirens
• Parameter Sekunder ; parameter yang
dipengaruhi parameter primer . Ex : Ke, dan
t1/2
PARAMETER FARMAKOKINETIK
• Biovailabilitas
• AUC
• VD
• T1/2
• Klirens
• Ikatan protein
BIOAVAILABILITAS (F)
PERSENTASE ATAU DOSIS PEMBERIAN YANG
MENCAPAI SIRKULASI SISTEMIK
• BIOAVAILABILITAS ORAL TERGANTUNG :
• rendahnya absorbsi karena lambatnya disolusi
• karena jeleknya permeabilitas
• Adanya fisrt pass effect
Menghitung BA
• DOSIS HARUS DIKALIKAN DENGAN FAKTOR
BIOAVAILABILITAS (F)

• EX : DIGOKSIN YANG DIBERIKAN SECARA ORAL (250


mcg), Nilai (F = 0,7) jumlah obat yang mencapai sirkulasi
adalah = (F) x (Dosis)
• = 0,7 x 250 mcg
• = 175 mcg
BENTUK SEDIAA N OBAT
• Ex : elixir digoksin nilai F = 0,8 atau 80%
kapsul gelatin lunak nilai F = 1 atau 100%
tablet digoksin nilai F = 0,7 atau 70%

Jumlah obat yang diabsorbsi dari dosis bentuk sediaan


baru = Bentuk sediaan sebelumnya
F bentuk sediaan baru
Contoh
• Seorang pasien sebelumnya diberi digoksin 250 mcg
dalam bentuk sediaan tablet dengan bioavailabilitas (F) =
0,7 . Berapa dosis digoksin yang akan diberikan bila
sediaan diganti dalam bentuk eliksir yang memiliki nilai F
= 0,8 ????

• Dosis elixir = 0,7 x 250 mcg / 0,8


• = 219 mcg
BA sediaan dalam bentuk parentral = 100% = 1

PENGECUALIAN .....bila obat dalam bentuk prekusor inaktif dan


harus di konversi menjadi bentuk aktif.
Bila sebagain prekusor inaktif dieliminasi dari dalam tubuh (di
eksresi oleh ginjal dan dimetabolisme menjadi suati senyawa
inaktif) sebelum dikonversi menjadi senyawa aktif maka BA nya
adalah > 1
BENTUK KIMIA
• Bentuk kimia harus dipertimbangkan ketika mengevaluasi
BA.
• Ex ; obat diberikan dalam bentuk garam atau ester, maka
faktor F harus dikalikan dengan faktor molekul bobot total
yang ditunjukkan oleh obat aktif.
• Bila “S” melambangkan fraksi obat aktif dalam dosis obat
yang diberikan, maka jumlah obat yang diabsorbsi dalam
bentuk garam atau ester dapat dihitung sbb :
• Jumlah obat yang diabsorbsi mencapai sirkulasi sistemik
= S x F x Dosis
• Dosis bentuk sediaan baru =
jumlah obat yang diabsorbsi dari bentuk sediaan baru
(S) (F bentuk sediaan baru
Contoh
• Aminofilin adalah garam etilendiamin dari theopilin
• Aminophyllin = 80% Theophylin + 20 % Etilendiamin

• Bila tablet aminophilin tak bersalut dosis 200 mg memiliki


BA 100 %, maka bentuk garam harus diperhatikan dalam
menentukan thepohillin terabsorbsi
• Jumlah obat yang mencapai sirkulasi
= (S) (F) (dosis aminophilin)
= 0,8 x 1 x 200
= 160 mg theopillin
Laju Pemberian (R)
• = laju rerata obat yang diabsorbsi mencapai sirkulasi
sistemik
• = (S) (F) / interval dosis

• Apabila obat diberikan dalam bentuk infus kontinu, maka


interval dosis dapat dinyatakan dalam satuan waktu
• Ex : laju pemberian theofilin yang diberikan dalam bentuk
infus aminopilin 40 mg / jam adalah =
• Laju = (S) (F)/(dosis)/ t
= (0.8) (1) (40)/ 1 = 32 mg/jam
= (0,8) (1) (40) / 60 menit = 0,53 mg/menit
• Apabila infus diberikan pada interval dosis yang tetap,
maka laju pemberian adalah nilai rerata perhari

contoh :
laju rerata digoksin tablet yang diberikan secara oral
pada dosis 250 mcg dapat dihitung sbb :

Laju = (S) (F) (Dosis) / t


= (1) (0,7) (250 mcg) / 1 hari
= 175 mcg/hari
atau
= (1) (0,7) (250 mcg)/24 jam
= 7,29 mcg/jam
AUC ???
• Bukan jumlah obat yang diabsorbsi, tetapi sekedar
menggambarkan jumlah obat diabsorbsi dan masuk
dlalam sirkulasi sistemik
• Besarnya bioavailabilitas digambarkan dengan AUC
𝐴𝑈𝐶 𝑜𝑟𝑎𝑙
F=
𝐴𝑈𝑉 𝑖𝑣
Volume Distribusi (VD)
• Volume penyebaran obat dalam tubuh
• VD bukan volume tubuh yang sebenarnya, tetapi volume
semu yang menggambarkan luasnya distribusi obat
dalam tubuh
• Obat dengan VD yang cukup besar berada pada
konsentrasi lebih tinggi dijaringan ekstravaskular,
sehingga cenderung tertimbun di jaringan
• Obat yang terikat kuat dengan protein plasma ,
konsentrasi dalam plasma cukup tinggi dan VD lebih kecil
Vd= Dosis
Cp

Cp= konsentrasi obat dalam plasma

Menghitung Vd= menghitung vol tempat obat


dilarutkan, ex:
KLIRENS (CL)
• Volume darah yang dibersihkan dari obat tiap satuan
waktu (ml/menit)
• Klirens renal untuk obat yang bersifat hidrofil
• Kliren hepatik untuk obat yang bersifat lipofil
• Klirens mampu menjelaskan konsentrasi saat steady
state dalam dosis yang diberikan
𝐷
𝐹 (𝑡)
• = Css
𝐶𝑙
EX : KLIREN OBAT 25 ML/MENIT PADA
PENDERITA DENGAN VD 15 LITER.

ARTINYA , 25 ML DARI 15 LITER DARAH


DIBERSIHKAN DARI OBAT SETIAP
MENITNYA
MENGHITUNG KLIRENS

𝑘𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑒𝑙𝑖𝑚𝑖𝑛𝑎𝑠𝑖 𝑚𝑔/𝑗𝑎𝑚)


𝑚𝑔 = 𝐾𝐿𝐼𝑅𝐸𝑁𝑆
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑝𝑙𝑎𝑠𝑚𝑎
𝐿

𝑑𝐷𝑏/𝑑𝑡
= 𝑘𝑙𝑖𝑟𝑒𝑛𝑠
𝐶𝑝

TOTAL KLIRENS = KLIREN RENAL + KLIRENS HEPAR + KLIRENS LAIN


Keadaan Tunak dan Nilai
Klirens
• Pada keadaan tunak laju pemberian obat sama dengan laju
eliminasi obat
• Kadar obat dalam plasma dalam keadaan tunak sama dengan
laju pemberian (R)
R = (CL ) (Css rerata)

𝑆 𝐹 (𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠)
R=
𝑡

𝑺 𝑭 (𝑫𝒐𝒔𝒊𝒔)/𝒕
Cl =
𝑪𝒔𝒔 𝒓𝒆𝒓𝒂𝒕𝒂
CONTOH :

JIKA LIDOKAIN IV DIINFUSKAN SECAR KONTINU


DENGAN LAJU 2 MG/MENIT DAN KONSENRASI
TUNAK ADALAH 3 MG/L, TENTUKAN KLIREN
LIDOKAIN
𝑚𝑔
1 1 (2𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡)
𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 Cl =
𝑆 𝐹 ( 𝑇 ) 3 𝑚𝑔/𝐿
Cl =
𝐶𝑠𝑠 𝑟𝑒𝑟𝑎𝑡𝑎
= 0,667 L/menit
DOSIS PEMELIHARAAN DAN
NILAI KLIRENS
• Jika nilai klirens diketahui dari literatur, rumus kliren dapat
disusun untuk menghitung laju pemberian atau dosis
pemeliharaan yang menghasilkan konsentrasi plasma rerata
dalam keadaan tunak

𝐶𝑙) 𝐶𝑠𝑠 𝑟𝑒𝑟𝑎𝑡𝑎 (𝑡)


Dosis pemeliharaan =
𝑆 (𝐹)
CONTOH SOAL

TENTUKAN DOSIS PEMELIHARAAN THEOPHILLIN


UNTUK MENGHASILKAN KONSENTRASI TEOPILIN
DALAM PLASMA DALAM KEADAAN TUNAK 10
MG/L, DIKETAHUI DARI LITERATUR KLIREN
THEOPILLIN = 2,8 L/JAM

DOSIS PEMELIHARAAN
𝐶𝐿 𝐶𝑠 𝑟𝑒𝑟𝑎𝑡𝑎 (𝑡)
= 𝑆 (𝐹)

𝐿 𝑚𝑔
(2,8 )(10 )(1 𝑗𝑎𝑚)
𝑗𝑎𝑚 𝐿
28 mg tiap jam =
1 (𝐹)
Faktor yang mempengaruhi
klirens
• Luas permukaan tubuh
• Ikatan protein plasma
• Curah jantung
• Rasio ekstraksi
• Fungsi hati
• Fungsi ginjal
Kliren vs luas permukaan
tubuh
• Umumnya dalam satuan volume/Kg BB atau volume/70
kg/waktu
• Berdasarkan luas permukaan tubuh (LPT) klirens dapat
dihitung denganrumus berikut :

KLIREN PASIEN = KIIRENS LITERATUR x BERAT BADAN


PASIEN

 Pasien obesitas dan pasien kurus, berat badan maupun luas


permukaan kurang efektif untuk memprediski kliren karena
tubuh pasien tidak menggambarkan ukuran fungsi ginjal dan
hati.
Klirens VS Ikatan Protein
Plasma
• Obat yang sangat terikat dengan protein plasma, kurangnya
ikatan protein akan menurunkan konsentrasi obat dalam
plasma dalam keadaan tunak

𝑆 𝐹 (𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠)/𝑡)
CL =
𝐶𝑠𝑠 𝑟𝑒𝑟𝑎𝑡𝑎

• Dari rumus dapat terlihat bila Css keadaan tunak menurun,


maka nilai klirens akan meningkat
Contoh Soal
Dua orang pasien menerima fenitoin 300 mg/hari. Pasien pertama
tidak menderita uremia, konsentrasi fenitoin dalam darah 10 mg/L dan
ikatan plasma normal (Fu = 0,1). Pasien kedua menderita uremia,
konsentrasi fenitoin dalam plasma 5 mg/L ikatan plasma menurun.
Hitung klirens masing-masing pasien.

PASIEN UREMIA AKAN LEBIH TINGGI NILAI KLIRENSNYA DIBANDING PASIEN


TIDAK UREMIA.
JUMLAH OBAT YANG BERSIHKAN PERHARI SAMA YAITU 300 MG.
DALAM KEADAAN TUNAK LAJU PEMBERIAN OBAT SAMA DENGAN LAJU
ELIMINASI
Waktu Paruh Eliminasi
• Waktu yang diperlukan untuk turunnya kadar obat dalam
plasma pada fase eliminasi menjadi setengahnya
• Untuk obat yang mengalami elimimasi presistemik, t1/2 ini
bilangan konstan dan tidak tergantung dari dosis, interval,
dan cara pemberian, tetapi tergantung pada krilens dan
VD
• Jika VD dan klirens berubah karena penyakit , interaksi,
umur, maka perubahan t1/2 juga dapat terjadi
• T1/2 adalah parameter farmakokinetik yang penting
dalam penentuan interval antar dosis.
• Besarnya dosis ditentukan oleh VD dan klirens
• Perubahan kadar obat versus waktu seringkali
diprediksi
• Untuk obat yang dieliminasi mengikuti kinetika
orde 1 prediksi berdasarkan konstanta laju
eliminasi
• Ciri eliminasi orde pertama yaitu VD tidak
berubah oleh karena dosis dan konsentrasi
• Laju eliminasi sebanding dengan konsentrasi obat
yang dieliminasi persatuan waktu berbanding
lurus dengan konsentrasi obat
• Tetapi jumlah total obat di dalam tubuh yang
dikeluarkan setiap waktu tetap konstan tidak
tergantung dosis dan konsentrasi
Konstanta laju eliminasi
• Ke = Cl/VD
• Obat dengan kliren 10 L/hari dan VD 100 L
akan memiliki nilai Ke = 0,1 per hari
• Nilai Ke ini mengandung arti 1 hari volume
yang dibersihkan adalah 1/10 atau 10% dari
nilai VD total
• Konsentrasi plasma yang diukur selama fase
eliminasi (antar dosis atau setelah dosis
tunggal) dapat digunakan untuk menghitung
nilai K pasien tertentu.

𝐿𝑛 𝐶1/𝐶2)
K =
𝑡

• C1 = konsentrasi plasma pertama atau yang lebih tinggi


• C2 = konsentrasi plasma kedua atau yang lebih rendah
• T= interval waktu antar sampel
Waktu Paruh
• Waktu paruh merupakan fungsi konstanta laju
eliminasi
0,693
T1/2 =
𝐾

• Jika nilai K yang digunakan diturunkan dari


konsentrasi plasma yang diperoleh selama
fase penurunan, interval pengambilan sampel
harus memiliki rentang sedikitnya satu waktu
paruh
Aplikasi klinis konstanta laju eliminasi
dan waktu paruh
• Estimasi waktu untuk mencapai keadaan
tunak
• Estimasi waktu yang dibutuhkan untuk
mengeliminasi seluruh atau sebagian obat dari
tubuh setelah pemberian obat dihentikan
• Memprediksi kadar plasma dalam keadaan
tunak setelah infus mulai diberikan
• Menentukan fluktuasi konsentrasi plasma bila
interval diketahui
Waktu untuk mencapai keadaan tunak
• Berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh
konsentrasi obat mencapai keadaan tunak pada
regimen dosis tetap
• Berapa lama waktu yang dibutuhkan konsentrasi
obat mencapai keadaan tunak jika regimen dosis
diubah
• Keadaan tunak terjadi bila laju obat masuk sama
dengan laju obat keluar
• Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai keadaan
tunak ditentukan oleh waktu paruh
• Biasanya keadaan tunak dapat tercapai
setelah 3 – 5 kali waktu paruh
• Seluruh obat dieliminasi setelah 5 – 7 kali
waktu paruh
Prediksi kadar plasma setelah infus
dimulai
• Fraksi keadaan tunak yang dicapai pada
sembarang waktu setelah infus dimulai adalah

Fraksi keadaan tunak = 1 – e-Kt

𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠
𝑆 𝐹 ( 𝑡 )
Cl =
𝑐𝑠𝑠 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑎

𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠
𝑆 𝐹 ( 𝑡 )
Css rerata = 𝐶𝑙
Konsentrasi plasma yang diharapkan
(C1) pada waktu t setelah infus
dimulai dapat dihitung
C1 = Css rerata (fraksi keadaan tunak yang dicapai pada
waktu T )
𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠
𝑆 𝐹 ( )
𝑡
C1 = (1 –e-kt)
𝐶𝑙
Prediksi kadar plasma setelah infus
dihentikan
• Konsentrasi plasma pada sembarang waktu
setelah infus dihentikan dapat diestimasi
dengan mengalikan konsentrasi plasma yang
diukur waktu infus dihentikan dengan fraksi
obat yang tertinggal pada jam akhir infus
• Fraksi obat tertinggal = e-kt

• C2 = C1 (e-kt)

𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠
𝑆 𝐹 ( 𝑡 )
C1 = (1 – e-kt)
𝐶𝑙

𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠
(𝑆)(𝐹)( 𝑡 )
C2 = (1-e-kt1) (e-kt2)
𝐶𝑙
Contoh soal
• Theophyllin diberikan selama 16 jam 80 mg
/jam kepada pasien dengan klirens 2,8 L/jam,
waktu paruh 8 jam (K = 0,087 jam-1). Hitung
konsentrasi theophillin yang diharapkan
setelah 16 jam infus dihentika.n
Model Farmakokinetik Dalam Berbagai Model
Kompartemen
• Model 1 kompartemen cara intravena
• Model 1 kompartemen cara ekstravskular
• Model 2 kompartemen cara intravena
• Model 2 kompartemen cara ekstravaskular
 Model 1 kompartement (IV)
= jika obat setelah pemakaian segera terdistribusi
dalam ruang distribusi yang dapat dilalui dengan
merata= jarang

i.v. k10
C1

C1= kompartemen pusat


K10 = tetapan laju eliminasi, dibaca k satu-nol
Model 1 kompartement (IV)
 Obat yang masuk segera terdisribusi secara cepat dan
segera tercapai kesetimbangan
 Plot kurva kadar obat Vs waktu sampling
menghasilkan kurva garis lurus
Model 1 kompartemen
ekstravaskular
 Agar obat mencapai sistemik harus melalui absorbsi

 DO DGi Ka Db,
Db,Cp, Vd
Cp, Vd K De
Perhitungan parameter farmakokinetika obat model 1
kompartemen (IV & ekstravaskular )
Kinetika Parameter IV Oral
Absorbsi Ka - Residual

AUC total Trapezoidal Trapezoidal

Fa - AUC po/AUC IV
Distribusi Vd Do/Cp Do.Fa/Cp
Eliminasi Clt Do/AUC total Do.Fa/AUC total

Kel Regresi Log linier Regresi Log linier

T1/2 0,693/Kel 0,693/Kel


Model 2 kompartemen pemberian
secara IV
 Tubuh terdiri dari 2 kompartemen sentral dan
kompartemen perifer
 Kompartemen sentral = jaringan yang mempunyai
afinitas dan perfusi aliran darah cepat
 Kompartemen perifer = jaringan yg mempunyai
afinitas dan perfusi aliran darah yang lambat
 Model 2 kompartemen= distribusi obat ke ruang
distribusi yg dilewatinya dg kecepatan berbeda.

i.v. k10
C1

k12 k21

C2

K12 = tetapan transfer untuk transport dari C1 ke c2


K21 = tetapan transfer untuk transport dari C2 ke c1
Model 2 kompartemen pemberian
secar ekstravaskular
 Agar obat mencapai sirkulasi sistemik obat harus di
serap
 Obat yang masuk ke dalam tubuh dari dosis yang
diberikan tidak semua masuk.
 Porsi obat yang masuk ke dalam tubuh dinamakan
fraksi obat terabsorbsi (F)
Deni Anggraini, M.Farm, Apt
 Konsentrasi obat merupakan unsur penting
dalam farmakokinetika
 Konsentrasi obat dapat ditemukan di darah,
ASI, urine, saliva
 Untuk menilai obat secara klinis, menetapkan
dosis dan takaran yang tepat perlu data kadar
obat dalam darah, urine, saliva, dll
 Efek tergantung konsentrasi obat di target
atau tempat aksi..ini berkaitan erat dengan
Cp
 Perlu metode analisis hayati yang telah ter
validasi
 Cp nilainya kurang lebih sama dengan
konsentrasi dalam darah
 Dapat diukur dengan alat modern ketelitian
0,001 mg
 Cp tergantung dosis yang diberikan
 Kadar plasma berkaitan dengan kadar obat di
reseptor
 Terdapat hubungan yang linier antara Cp dan
kadar obat dalam jaringan
 Perbedaan kepekaan reseptor tiap individu
dapat diatasi dengan mengukur Cp
 Penyakit, makanan, maupun obat lain
menyebabkan interaksi obat, akhirnya
mempengaruhi fungsi fisiologis, dapat diatasi
dengan mengukur Cp
 Pasien menerima obat dalam dosis tertentu
 Darahnya diambil...Cp ditetapkan
 Selama obat mencapai sistemik..kurva kadar
obat akan naik sampai maksimum
 Absorbsi akan lebih cepat dari eliminasi
 Setelah absorbsi..distribusi ke
jaringan...dieliminasi secara serentak
 Aspek farmakologi.......dikaitkan dengan
konsentrasi toksik minimum (KTM) dan
konsentrasi efektif minimum (KEM)
 Dapat diketahui onset (durasi )
 Aspek farmakokinetik...Cp max, Tmax, AUC
 Obat IT sempit ...jarak KEM dan KTM nya
sempit
 Nilai indeks terapi tidak absolut karena
variasi antar individu...sehingga perlu
penyesuaian dosis
Obat Penyakit/kondisi IT
Amitriptilin Depresi 0,12 – 0,25 b
Digitoksin Disfungsi jantung 0,01 – 0,02
Digoksin Disfungsi jantung 0,0006 – 0,002
Fenitoin Epilepsi, aritmia 10 – 20
Gentamisisn Infeksi gram negatif 4 -12
Karbamazepin Epilepsi 4 -12
Lidokain Aritmia 2–6
Prokainamid Aritmia 4–8
Teofilin Asma 6 – 20
Tobramisin Infeksi Gram Negatif 4 -12
Warfarin Tromboemboli 1–4
Vankomisin Infeksi resisten 5 - 15
penisilllin
 Pertimbangkan manfaat dan resiko
 Tidak cukup 1kali sampling, karena tidak
diperoleh profil yang lengkap, pertimbangan
kenyamana pasien
 Hubungkan dengan informasi lain ; dosis,
rute, interval
 Gunakan metode yang valid, akurat, selektif
dan sensitif
 Harus melibatkan pertimbangan medis
 Profil absorbsi, distribusi, metabolisme dan eliminasi,
fisiologi dan kepekaan reseptor perlu diperhatikan
 Bandingkan kadar obat dalam darah dengan kadar
obat dalam range terapi
 Jika diatas KTM , evaluasi gejala toksis, lakukan
penghentian obat
 Perhatikan juga interaksi dengan obat lain sehingga
Cp meningkat. Ex : Diltiazem dan verapamil mampu
meningkatkan kadar plasma fenitoin
 Apabila Cp dibawah KEM, perhatikan apakah pasien
patuh
 Perhatikan apakah VD meningkat, VD
berbanding terbalik dengan Cp
 Ex :dalam keadaan udem..VD meningkat,
obat yang bersifat hidrofilik akan terdistribusi
lebih banyak, tetapi yang bersifat lipofil tidak
 Obat lipofil meningkat meningkat pada
keadaan gemuk dan berkurang pada
penurunan lemak
 Dalam hal penggantian tablet lepas lambat ke
tablet biasa dengan atauran pakai 1 kali
sehari..maka Cp berada dibawah KEM
IKATAN PROTEIN

DENI ANGGRAINI, M.FARM. APT


• Obat berada dalam bentuk terikat dengan protein
plasma dan tak terikat dalam bentuk bebas
• Protein ....albumin, lipoprotein, asam α glikoprotein
(AAG)
• Obat terikat dengan protein secara reversibel atau
ireversibel
• Komponen utama protein yang bertanggunj jawab
yaitu albumin, globulin sebagian kecil saja
• Ikatan obat dengan protein yang ireversibel mrpkn
komplek yang besar sehingga distribusinya terbatas
dan tidak dapat melewati membran sel dan tidak aktif
secara terapetik
• Obat yang bebas aktif secara terapetik
Faktor yang mempengaruhi ikatan
protein
• Obat
- sifat fisikokimia
- konsentrasi total obat dalam tubuh
• Protein
- Jumlah protein yang tersedia untuk ikatan obat
- Sifat fisikokimia protein yang disintesa
• Afinitas obat dengan protein
• Interaksi obat ( kompetisi obat dengan zat lain ditempat
ikatan protein, perubahan protein oleh substansi yang yang
memodifikasi afinitas obat terhadap protein)
• Kondisi patologis
KONDISI PATOLOGIS
• Pada kondisi patologis (uremia) dan penderita
penyakit hepatik
• Pada kondisi ini jumlah obat bebas lebih besar
didalam plasma
• Akibatnya konsentrasi obat dalam plasma dan
efek farmakologi lebih besar
• Para klinis harus mempertimbangkan perubahan
ikatan protein
apakah obat bebas dan obat terikat berubah ketika
menginterprestasikan atau menentukan konsentrasi
obat yang diharapakan
Fraksi Obat tidak Terikat (Fu)
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑂𝑏𝑎𝑡 𝐵𝑒𝑏𝑎𝑠
• Fu =
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑂𝑏𝑎𝑡 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙

𝐶 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑠
• Fu =
𝐶 𝑡𝑒𝑟𝑖𝑘𝑎𝑡+𝐶 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑠
KONSENTRASI PROTEIN PLASMA
RENDAH
• Fraksi obat bebas akan meningkat dengan menurunnya
konsentrasi protein plasma
• Hubungan C obat dalam plasma dan C protein plasma

𝐶′ 𝑃′
= (1- Fu) ( ) + Fu
𝐶 𝑖𝑘𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙 𝑃 𝑁𝐿

C” = kons obat dalam protein plasma


C ikatan normal = kons obat jika kons protein plasma normal
P’ = konsentrasi protein plasma
𝐶′
• C ikatan normal = 𝑃1
1 −𝑓𝑢 +𝐹𝑢
𝑃𝑛𝑙
Contoh soal
Seorang pasien memiliki albumin serum
yang rendah 2,2 g/dL. Albumin normal 4,4
g/dL . Konsentrasi fenitoin dalam plasma
rendah yaitu 5,5 mg/L. Tentukan
konsentrasi fenitoin dalam keadaan
normal. ??? Bila fenitoin 90% terikat
protein
Afinitas Ikatan Protein Plasma
• Afinitas ikatan protein plasma untuk suatu
obat dapat mengubah fraksi obat bebas (fu)
• Pasien gagal ginjal stadium akhir (uremia)
memiliki afinitas protein plasmayang lebih
rendah untuk fenitoin daripada protein
plasma yang terdapat pada individu tidak
uremia.
• Akibatnya nilai fu pada pasien uremia lebih
tinggi (0,2 – 0,3) sementara nilai normal 0,1
𝐶 𝐵𝑒𝑏𝑎𝑠
• Fu =
𝐶 𝑡𝑒𝑟𝑖𝑘𝑎𝑡+𝐶 𝐵𝑒𝑏𝑎𝑠

𝐶 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑠
=
𝐶 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙
C bebas = (Fu) ( C total)
Contoh Soal
Pasien uremia memiliki nilai fraksi fenitoin bebas 0,3, sedangkan pasien
tidak uremia nilai fraksi fenitoin bebas 0,1. Konsentrasi total fenitoin
pasien uremia adalah 5 mg/L, sedangkan pasien non uremia ditemukan
konsentrasi total fenitoin 10 mg/L

C bebas = (Fu) (C total)


C bebas uremia = (0,3) ( 5 mg/L)
= 1,5 mg/L

C bebas pasien non uremia = (Fu) (Ctotal)


C bebas pasien non uremia = (0,1) ( 10 mg/L)
= 1 mg/L

Pasien uremia memiliki konsentrasi obat bebas yang lebih besar


daripada pasien normal
Setiap faktor yang mempengaruhi
ikatan protein memiliki makna
klinis yang penting bila obat
memiliki ikatan protein yang tinggi
(jika Fu < 0,1
Perbandingan ikatan protein pada
neoatus, bayi dan orang dewasa
• Ikatan obat dengan protein darah pada
neonatus relatif rendah dibandingkan
orang dewasa. Berarti pada neonatus
fraksi obat bebas lebih banyak.
• Tetapi organ eliminasi neonatus belum
sempurna ( nilai klirens kecil) sehingga
T1/2 eliminasi lebih panjang....ingat
persamaan ini ...
Ikatan protein pada obesitas

• Albumin dan protein total yang bertanggung


jawab mengikat obat asam lemah jumlahnya
relatif tidak berubah. Oleh sebab itu ikatan
terhadap diazepam, nitrazepam, oksazepam,
fenitoin, tiopental tidak berubah pada kondisi
obesitas.
• Jumlah albumin AAG lebih tinggi pada pasien
obesitas (112 -113 mg/dL) normal (55 mg/dL),
Akibatnya obat yang cenderung terikat dengan
AAG akan mengalami penurunan fraksi obat
bebas. Ex : propanolol
Pemantauan konsentrasi obat bebas
dan terikat dalam klinis
• Tidak sering dilakukan
• Prosedur pengukuran cukup mahal
• Penilaian tidak akurat karena banyak faktor
yang mempengaruhi
VOLUME DISTRIBUSI

Menyatakan ukuran suatu kompartemen yang


diperlukan untuk menghitung total jumlah obat
didalam tubuh apabila obat berada dalam
tubuh dalam konsentrasi yang sama didlam
plasma
VD NYATA MENYATAKAN FUNGSI
KELARUTAN OBAT DALAM LIPID
TERHADAP KELARUTAN OBAT
DALAM AIR SERTA FUNGSI DARI
SIFAT IKATAN OBAT DALAM
PROTEIN PLASMA DAN DALAM
PROTEIN JARINGAN.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI VD

FAKTOR YANG CENDERUNG MENAHAN OBAT


DALAM PLASMA...MENINGKATKAN C (EX :
KELARUTAN TINGGI DALAM AIR, IKATAN
PROTEIN MENINGKAT, ATAU IKATAN JARINGAN
MENURUN) AKAN MENURUNKAN NILAI VD
SEBALIKNYA FAKTOR YANG MENURUNKAN C
DALAM PLASMA (EX : IKATAN PROTEIN
MENURUN, IKATAN JARINGAN MENINGKAT
KELARUTAN DALAM LIPID BESAR), AKAN
MENINGKATKAN NILAI VD
• Obat hidrofilik seperti gentamisin, terikat lemah pada
protein plasma neonatus, sehingga fraksi obat bebas
meningkat, VD menjadi tinggi (terdistribusi lebih besar
dari subjek dewasa). Karena sebagian besar tubuh
neonatus terdiri atas air.
• Obat lipofilik ex (diazepam, fenitoin), VD lebih besar
pada orang dewasa karena lipid subjek dewasa lebih
banyak.
VD pada pasien obesitas
• Pada obesitas terjadi kenaikan curah jantung, volume
darah, berat organ dan kenaikan jaringan adiposa.
• Distribsui obat lipofilik meningkat karena kenaikan bb,
sehingga mempengaruhi loading doses, interval pemberian,
t1/2 eliminasi dan konsentrasi yang diperlukan untuk
keadaan tunak.
• VD obat yang relatif hidrofil (antibiotik aminoglikosida,
digoksin, prokain) lebih rendah pada pasien obesitas
dibanding pasien normal.
• VD obat yang relatif lipofil (diazepam, fentanil) lebih besar
dan meningkat pada pasien obesitas
VD pada penyakit kardiovaskular

• Untuk obat hidrofilik karena terjadi


ekspansi volume cairan ekstraseluler,
obat akan terdistribusi lebih banyak
daripada normal sehingga memperbesar
volume distribusi
DOSIS MUATAN

(𝑉𝐷 ( 𝐶)
Dosis Muatan=
𝑆 𝐹

V = volume distribusi
C = konsentrasi yang diharapkan dalam plasma
S dan F = Fraksi dosis pemberian yang mencapai sirkulasi
sistemik
Tentukan dosis muatan digoksin oral (tablet
digoksin) yang dapat menghasilkan konsentrasi
plasma sebesar 1,5 mcg/L untuk seorang pria yang
memiliki badan 70 kg bila diasumsikan nilai fraksi
obat yang mencapai sirkulasi sistemik adalah 0,7
dan fraksi obat aktif dalam dosis adalah 1 dan nilai
volume distribusi 7,3 L/kg

𝐿 𝑚𝑐𝑔
7,3𝑘𝑔 70 𝑘𝑔 (1,5 𝐿 )
Dosis muatan =
1 ( 0,7)
= 1095 mcg atau 1,095 mg
Pendekatan = memberikan 1 mg secara oral dalam dosis
terbagi 0,25 mg perdosis setiap 6 jam

Para klinisi mengamati respon terapeutik dan toksisitas


digoksin pada pasien yang diamati sebelum setiap dosis
berikutnya
DOSIS MUATAN TAMBAHAN

Jika pasin sebelumnya memiliki kadar digoksin dalam darah 0,5


mcg/L sedangkan konsentrasi yang diharapkan adalah 1,5 mcg/L
(indeks terapi 0,5 – 2 mcg/L), maka dosis muatan tambahan dapat
dihitung

(𝑉𝐷)( 𝐶 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖ℎ𝑎𝑟𝑎𝑝𝑘𝑎𝑛 −𝐶 𝑎𝑤𝑎𝑙)


Dosis muatan tambahan =
𝑆 (𝐹)

𝐿
7,3𝑘𝑔 1,5 −0,5
Dosis muatan tambahan =
1 (7)

= 730 mcg atau 0,73 mg


Dosis muatan yang rasional adalah 0,75 mg
FAKTOR YANG MENGUBAH VD
DAN DOSIS MUATAN
• Faktor yang mengubah VD secara otomatis akan
mengubah dosis muatan
• Pasien uremia, ikatan obat menurun dijaringan,
karena berkurangnya volume distribusi, obat
akan lebih banyak tinggal di plasma, karena jika
kadar dalam plasma tidak berubah maka dosis
muatan yang diperlukan lebih kecil
• Ikatan protein plasma menurun, akan
meningkatkan VD dan akan menurunkan C
plasma efektif dan tidak menghasilkan efek akhir
pada dosis muatan
Deni Anggraini, M.Farm, Apt
 Efek terjadi bila kadar obat berada pada range
terapi (KEM dan KTM)
 Regimen...pengaturan dosis
 Regimen dosis diharapakan obat berada pada
range terapi
 Dahulu regimen dosis dengan cara titrasi
 Titrasi.....menaikkan dosis terus menerus sampai
toksis, kemudian diturunkan sedikit demi sedikit
 Now....titrasi diganti monitor kadar obat dalam
darah (TDM)
 Khusus untuk obat IT sempit..kenaikan dosis
sedikit saja akan mudah sekali muncul efek
toksis
 kadar obat di reseptor sehingga terapi
menjadi optimal
 Tidak terjadi toksis dan under dosis.
 Aplikasi farmakokinetik klinik....regimen
dosis individu sesuai kondisi patologis
 Penentuan dosis awal...biasa berdasarkan
data empiris, pengalaman dokter. Beberapa
kasus dapat dihitung berdasarkan pustaka,
berat badan, umur dan dianggap mengikuti
model satu kompartemen
 Frekwensi pemberian.....seringkali
dihubungkan dengan dosis, bila dosis kecil
frek jadi sering, bila dosis besar frek
pemberian jarang. Untuk IT sempit lebih baik
dosis kecil frek sering. Frekwensi pemberian
berdasarkan t1/2.
 Konsentrasi dimana Cp selalu berada di
kisaran indeks terapi
 Konsentrasi steady state ini tercapai setelah 4
– 5 kali t1/2
 Konsentrasi maks dan konsentrasi min
sebaiknya berada di cpss
𝐹.𝐷𝑜
 Cpss =
𝑉𝑑.𝐾𝑒
𝑅𝑜
 Cps iv =
𝐶𝑙𝑡

 Ro = dosis infus
 Clt = klirens total

 Clt = VD.K
𝑅𝑜
 Cpss iv =
𝑉𝑑.𝐾
 Pasien mendapatkan obat....dokter +
apoteker evaluasi..jika sukses......dosis telah
sesuai
 Jika gagal (gejala toksis)....penetapan kadar
plasma atas persetujuan
dokter........dilakukan penyesuaian
dosis......jika terjadi masalah
(toleransi/idiosinkrasi).....sebaiknya obat
diganti
 Regimen dosis juga dapat ditinjau kembali
jika terjadi perubahan profil farmakokinetik
 Umur
 Berat badan
 Kondisi penyakit
 Klirens....ukuran eliminasi obat dari tubuh
 Klirens....klirens renal...klirens non renal
 Gagal ginjal......menurunnya laju filtrat
glomerulus dan menurunnya kemampuan
ginjal mengeluarkan sisa metabolit.
 Gagal ginjal juga menurunkan ikatan obat
dengan protein
 Clt = Clr + Clnr
 Kecepatan eliminasi = selisish banyaknya
obat yang masuk dan obat yang keluar dari
organ
 Eliminasi =(Ca x Q) – (Cv x Q)
 Ca = konsentrasi obat pada arteri
 Cv = konsentrasi obat pada vena
 Bila Ca = Cv ......organ tidak mampu
mengeliminasi
 Cv < Ca................organ mengeliminasi obat
 Suatu indeks efisiensi organ membersihkan
darah yang melewat organ terhadap obat
 Ex : ER 0,7..........70 % darah berisi obat yang
melewati organ dibersihkan dari obat
𝑄 (𝐶𝑎 −𝐶𝑣)
 Clorg =
𝐶𝑎
𝐷𝑜
 Clt = ......................oral
𝐴𝑈𝐶

𝑅𝑜
 Clt = .......................IV
𝐶𝑝𝑠𝑠

 Clt = Vd.K

 Clr = Vd.Ke

 Clh = Vd.Km
 Perubahan nilai klirens total, sehingga
mempengaruhi steady state, karena itu
diperlukan penyesuain dosis baik itu dengan
memperkecil dosis atau memperpanjang
interval pemberian
 Terhadap proses metabolisme, karena
umumya obat yang diekresikan melalui ginjal
adalah dalam bentuk metabolit, maka akan
berpengaruh terhadap jumlah metabolit
 Terhadap distribusi, gagal ginjal
ditemukannya protein didalam urine.
Implikasinya, gagal ginjal mempengaruhi
ikatan obat dengan protein plasma.
Menurunnya jumlah albumin, akan
meningkatkan VD. Ex : terjadi perubahan
profil distribusi fenitoin pada pasien gagal
ginjal
 Terhadap absorbsi obat, ada penurunan
kecepatan absorbsi obat pada pasien GGK
dibanding pasien normal
 Kreatinin...substansi endogen yang terbentuk
dari kreatinin fosfat selama proses
metabolisme otot, secara normal difiltrasi
melalui glomerulus dalam jumlah yang
konstan. Penurunan jumlah klirens kreatinin
menandakan terjadinya gangguan fungsi
ginjal
 Klirens kreatinin dinyatakan dalam ml/menit
dan konsentrasi kreatinin serum dalam mg %
 Untuk Pria
100
Clcr = - 12
𝐶𝑐𝑟

 Untuk wanita
80
Clcr = -7
𝐶𝑐𝑟
 Pria
140−𝑢𝑚𝑢𝑟 𝑑𝑙𝑚 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑥 𝑏𝑏 (𝑘𝑔)
Clcr = 72 (𝐶𝑐𝑟)

 Wanita
Clcr = 85% dari hasil yang diperoleh pada pria
 Berapa klirens kreatinin seorang penderita
pria dewasa yang mempunyai konsentrasi
kreatinin 1 mg%
 Metode nomogram
 Metode Wagner
 Metode Giusti-Hayton

 Baca buku shargel Hal 405.......


 Linkomisin diberikan pada dosis 500 mg
setiap 6 jam pada seorang pasien normal
dengan BB 75 kg. Berapa dosis yang akan
digunakan bila Clcr = 0 ml/menit
 Dari tabel Diketahui K normal = 0,15jam-1
 Diketahui K nr = 0,06

𝐾𝑛𝑟
 Dosis Uremia = x dosis normal
𝐾𝑁
 Tetapan eliminasi penderita =
◦ % K = a + b Clcr
◦ A dan b dapat dilihat dari table

𝐾 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑒𝑟𝑖𝑡𝑎
◦ Dosis penderita = dosis normal x
𝐾 𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙
 Seorang penderita secara normal minum 500
mg ampisilin setiap 6 jam. Berapa dosis
untuk seorang penderita dengan Clcr 80
ml/menit

 Cari Nilai K penderita


 Lihat Nilai K normal dan nilai a , b dari tabel
 Dosis iv normal kanamisin adalah 250 mg
setiap 6 jam. Berapa dosis seorang penderita
yang mempunyai kliren kreatinin menurun
menjadi 50 ml/menit
 Pediatari/neonatus.....bayi baru lahir s/d usia
>1 bulan
 Bayi..........1 -24 bulan
 Anak.........2 -12 tahun
 Remaja.....12 -18 tahun
 Dewasa.....20 -60 tahun
 Geriatri......> 60 tahun
 Organ masih berdefernsiasi (hepar, ginjal,
sistem syaraf)
 Cairan ekstrasel 68% lebih banyak dari
dewasa
 Volume darah 29,8% lebih tinggi dari dewasa
 Faktor farmakokinetik dapat berubah karena
faktor intrinsik (jenis kelamin, genotip, etnik,
dan penyakit keturunan) dan faktor ekstrinsik
(paparan, xenobiotik dan pola makan)
 Waktu transit sal cerna lebih panjang...karena
menurunnya motilitas gerakan peristaltik
 Biovailabilitas oral obat asam lemah meningkat,
senyawa basa lemah justru menurun
 Absorbsi melalui rektal dan per kutan sangat tinggi
karena tipisnya lapisan stratum korneum
 Enzim metabolisme di hepar belum matang sehingga
turunnya klirens pre sistemik
 Kec absorbsi secara intramuskular lebih lambat,
sehingga waktu mencapai Cp maksimal menjadi lama
 Pada neonatus menurunnya konsentrasi obat terikat
protein akibatnya fraksi obat bebas meningkat
 Berdasarkan luas permukaan badan dalam
100 mg/m2

 Berdasarkan berat badan tiap 100 mg/kgBB

 Rumus Clark

 Rumus Young
 Metode Crawford Terry-Rourke
𝑆𝑢𝑟𝑓𝑎𝑐𝑒 𝐴𝑟𝑒𝑎 𝐴𝑛𝑎𝑘
Dosis = x dosis dewasa
𝑆𝑢𝑟𝑓𝑎𝑐𝑒 𝐴𝑟𝑒𝑎 𝐷𝑒𝑤𝑎𝑠𝑎

 Metode Ristchel
𝑆𝑢𝑟𝑓𝑎𝑐𝑒 𝐴𝑟𝑒𝑎 𝐴𝑛𝑎𝑘
Dosis = x dosis dewsa
1,73
Tahun SA Anak (m2)
Neonatus 0,21
0,25 0,29
0,5 0,36
1 0,45
2 0,54
3 0,60
4 0,68
5 0,73
6 0,82
7 0,90
8 0,97
9 1,05
10 1,12
11 1,20
12 1,28
 Geriatri.........berusia lebih atau sama dengan 60
tahun
 Fisiologi geriatri telah banyak
berubah......perubahan Cp melalui sistem ADME
akan berubah
 Geritari sering mengidap penyakit kronik
sehingga sering polifarmasi
 Geriatri....turun kemampuan menggunakan obat,
tremor, sering lupa bingung, penglihatan
berkurang dll........sering adverse drug reaction
 70% - 80% adverse drug reaction terkait
perubahan parameter farmakokinetik
Gagal fungsi ginjal

Cp berubah Respon organ Regulasi


berubah Hemostatik

Reaksi obat tak


diinginkan

Menderita banyak Mendapat berbagai


ketidakpatuhan
penyakit jenis obat
Parameter Pengaruh ada Akibat Akibat Terapetik
organ farmakokinetik
Berat badan Kehilangan Jika diberikan Over dosis
turun cairan, dosis dewasa Meningkat efek
berkurang normal, Cp akan samping
ukuran ginjal tinggi
Absorbsi sal Berkurang Perubahan kec Perlu waktu
cerna absorbsi kelarutan yang lama u
mencapai onset
Cairan tubuh Hipokalemia dan Absorbsi Onset menjadi
hiponatremia menurun dari GI lama
Ginjal Menurun aliran Meningkat T1/2 Durasi efek
darah ke ginjal eliminasi lebih lama
Plasma protein Berkurangnya Meningkat Meningkat
albumin konsentrasi obat intensitas efek,
bebas meningkat efek
samping
Rute Faktor berubah Konsekuensi
Per oral Absobsi sal cerna Disolusi obat tertunda
menurun Perubahan derajat
ionisasi
Intra muskular Kec Perfusi jaringan Tertunda kelarutan
menurun partikel padat
Topikal Hidrasi kulit menurun Tertunda Pelepasan
Obat
 Dosis untuk geriatri harus dikurangi secara
kasar untuk tiap kenaikan usia 10 tahun
maka dosis dikurangi 10 dosis untuk dewasa
Ex : 65- 74 th, dosis dws – 10%
75 – 84 th, dosis dws – 20%
> 85 tah ,dosis dws – 30%

Untuk dosis pemeliharaan harus diketahui dulu


klirens
DOSIS MUATAN DAN DOSIS
MAINTENANCE INTRAVENA

Deni Anggraini, M.Farm, Apt


DOSIS MUATAN INTRAVENA
dDb/dt = -k.Db
Db = Div .e-kt
LnDb = Ln Div – k.t
𝑘.𝑡
Log Db = Log Div - 2,303

Db = Vd. C 𝐶1
𝐿𝑛 ( )
𝐶2
𝐾.𝑡 K=
Log Ct = Log Co - 𝑡2 −𝑡1
2,303
Contoh soal
• Seorang pasien disuntik teofilin intravena
dosis tunggal 400 mg selama 20 menit.
Volume distribusi dan kecepatan eliminasi
pada pasien berturut-turut 30 Liter dan 0,115
jam-1. Tentukan waktu paruh eliminasi dan
kadar teofilin dalam darah setelah 4jam
penyuntikan
Contoh soal
• Seorang pria berat badan 50 kg disuntik
sefotaksim antibiotik golongan sepalosporin
secara intravena dosis tunggal 20 mg/kgbb. Kadar
obat dalam plasma ditentukan 6 dan 8 jam
setelah pemberian obat berturut-turut 4 dan 2
ug/ml
a. Berapa waktu paruh eliminasi??
b. Berapa kadar sefotaksim dalam plasma pada t =
0
c. Jika KHM suatu antibiotik 0,5 ug/ml, berapa
lama durasi efek sefotaksim??
Contoh soal
• Karvedilol diberikan secara intravena dosis 50
mg kepada subyek dengan berat badan 60 Kg
• Apabila kadar karvedilol dalam darah 4 dan 10
jam setelah penyuntikan berurut-turut 40 dan
20 mikrogram/ml. Hitung semua parameter
farmakokinetika
Dosis maintenance
• Agar kadar obat dalam darah berada dalam
kisaran terpeutik
• Kisaran terapeutik belum tentu sama tiap
inividu karena banyak variabel yang
mempengaruhi
• Konsep farmakokinetik model 1 kompartemen
multipel dosing tidak hanya bermanfaat dalam
klinik tetapi juga untuk pengembangan
formulasi sediaan farmasi
Akumulasi Obat
• Apabila obat diberikan berulang dengan
interval yang lebih pendek dari harga t1/2
elimimasi, maka akan terjadi akumulasi.
• Bila obat diberikan dengan interval waktu
yang lebih panjang dari harga t 1/2 eliminasi,
karena kadar obat sebelumnya telah hilang
dari tubuh, maka akumulasi dapat dihindarkan
• 7 kali t ½ eliminasi diasumsikan obat telah
hilang dari tubuh
• Untuk memprediksi kadar obat dalam darah
setelah pemberian berulang lazim digunakan
parameter VD, klirens, t1/2 eliminasi
• Ketiga parameter ini pertama kali diperlukan
ketika mendesain dosis awal pada subyek, baik
loading doses infus atau dosis berulang
intravaskular dan ekstravaskular
• Pada pemberian berulang pemberian obat
pertama tidak akan berpengaruh terhadap profil
farmakokinetik obat berikutnya, akibatnya pada
pemberian obat yang kesekian nilai AUC yang
diperoleh dosis tunggal sama nilainya dengan
AUC pemberian yang kesekian
Dosis Maintenance Intravena
• Pemberian IV dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu
, infus dengan kecepatan (dosis) tetap dan IV
bolus berulang dengan interval tertentu
• Bila diberikan IV dengan kecepatan tetap,
masuknya obat kedalam darah mengikuti orde 0
• Untuk obat IT sempit diperlukan ketepatan dosis
yang masuk sehingga menghasilkan kadar obat
yang tetap didalam darah
• Fluktuasi obat dalam darah bila ada berada dalam
batas minimum.
Konsep T 1/2 dalam penentuan Css
• 1 kali t ½ 50% kadar tunak
• 5 kali t ½ 97% kadar tunak
• 7 kali t ½ 99% kadar tunak
• Jika t ½ obat 2 jam, maka untuk mencapai 97
% kadar tunak diperlukan 5 x 2 jam = 10 jam
pemberian infus
• Obat yang diberikan secara infus dengan kecepatan
tetap proses kinetikanya mengikuti orde 0, sedangkan
kecepata eliminasinya mengikuti proses orde pertama
• Perubahan jumlah obat dalam tubuh setiap saat
(dDb/dt) selama proses berlangsung merupakan
kecepatan input dikurangi kecepatan output (K. Db)
• dDb/dt = D iv – k. Db
• Db = C. VD
𝐷 𝑖𝑣
• C= ( 1 – e –kt).........................persamaan A
𝐾.𝑉𝑑
𝐷𝑖𝑣
• Css = 𝐶𝑙
• D iv = Css. K. VD
Contoh soal
• Suatu antibiotik B laktam terdistribusi dalam VD
sebesar 5 L, tetapan kecepatan eliminasi = 0,20
jam -1. Berapa dosis infus yang akan diberikan jika
diinginkan kadar tunak dalam darah 15 mg/L. Bila
kinetika mengikuti kinetika orde 1 tentukan nilai
klirens.
Bila diasumsikan subyek menderita gagal ginjal
dan kecepatan eliminasi berkurang menjadi 0,10
jam-1, berapa dosis yang tepat bila kadar antibiotik
dalam darah dijaga pada 15 mg/L
Contoh Soal
• Suatu obat diberikan secara infus intravena
dengan kecepatan tetap (50 mg/jam) kepada
subyek selama 4 jam. Dari pustaka diketahui
waktu paruh eliminasi 8 jam dan volume
distribusi 5 L. Tentukan kadar obat dalam
darah 4 jam sejak pemberian infus. Tentukan
kadar tunak dalam darah. Bila konsentrasi
efektif minimum (KEM) adalah 10 mg/L,
tentukan berapa jam tercapai KEM???
Penyelesaian
• K = 0,693 / t ½ eliminasi = 0,693/ 8 = 0,0866 jam-
1
50
• C= ( 1 – e -0,0866.4 )
(0,0866)(5)
= (115,47)(0,293) = 33,81 mg/L
dalam waktu 4 jam tercapai 33,81 mg/L
𝐷 𝑖𝑣
• Css =
𝐾.𝑉𝐷
= 50/ 0,0866. 5
= 115,47 mg/L
.
Penghentian infus setelah tercapai
keadaan tunak
• Infus dihentikan apabila ternyata subjek
menunjukkan gejala keracunan
• Pada saat infus dihentikan kadar obat dalam
darah = Css, karena tidak ada lagi obat masuk
• Kadar obat dalam darah setelah infus
dihentikan (C) = Css . e-kt
Contoh Soal
• Diberikan infus intravena larutan steril 5 mg/jam per kg
BB kepada subyek dewasa 60 kg sampai tercapai
keadaan tunak. Karena subyek mengalami overdosis
infus dihentikan, pada saat itu kadar obat dalam darah
30 mg/L. T1/2 eliminasi = 8 jam. Berapa lama waktu
diperlukan sejak penghentian infus agar kadar obat
dalam darah mencapai kadar toksik minimum ( 15
mg/L) . Berapa lama waktu yang diperlukan agar
konsentrasi obat dalam darah menjadi KEM ( 7,5
mg/L). Tentukan pula nilai klirens dan Volume
Distribusi. Bila ingin di atur kadar tunak dalam darah
pada kisaran terapetik (10 mg/L) , tentukan berapa
dosis yang harus diberikan
Penyelesaian
• Tentukan dulu nilai Ke
0,693
• Ke = = 0,0866 jam -1
8 𝑗𝑎𝑚
• Ct = Css. e-kt
• 15 = 30. e -0,0866.t
• Ln 15 = Ln 30 – (0,0866).(t)
• T = 8 jam
• Butuh waktu 8 jam agar kadar obat turun dari
30 menjadi 15 mg/L
Penghentian infus sebelum tercapai
keadaan tunak
• Infus dihentikan karena berbagai hal ; salah
hitung dosis infus, subyek merasakan gejala
overdosis, batrai pompa infus habis, lstrik padam
tiba-tiba.
• Kenaikan kadar obat sebelum mencapai keadaan
tunak setelah infus dihentikan yaitu :
𝐷 𝑖𝑛𝑓
Ct = (1 – e-kt inf)
𝐾.𝑉𝑑
Ct = Css (1- e-kt )
Contoh soal
• Sediaan steril diberikan infus dengan
kecepatan tetap 50 mg/jam selama 4 jam
kepada subyek dewasa. Lalu infus dihentikan
karena sesuatu dan lain hal. Dari pustaka
diketahui T ½ eliminasi = 6 jam, infus diberikan
selama 4 jam sebelum mencapai kadar tunak
pada subyek. VD = 5 liter. Berapa kadar obat
dalam darah pada saat infus dihentikan???
Penyelesaian
• K = 0,693/ T1/2 eliminasi = 0,693/ 6 = 0,1155
jam-1
50
• C4 = (1 – e -0,1155. 4) = 32 mg/L
(0,1155)(5
DOSIS MUATAN DAN DOSIS
MAINTENANCE ORAL

Deni Anggraini, M.Farm, Apt


DOSIS MUATAN ORAL
• Penggunaan oral, mengalami absorbsi di GI
• Banyak faktor yang mempengaruhi absorbsi
• Akan mempengaruhi kecepatan obat
diabsorbsi
• Kinetika....model kompartemen 1 terbuka
𝐾𝑎.𝐹.𝐷
Dbt = (e –kt –e –Kat)
𝐾𝑎.𝐾

𝐾𝑎.𝐹 𝐷
C= ( e-kt - e –kat)
𝑉𝑑 (𝑘𝑎 −𝐾)

𝐾𝑎.𝐹.𝐷 − 𝑘 .𝑡
Ln C = Ln -
𝑉𝑑 (𝑘𝑎 −𝐾) 2.303

𝐾𝑎.𝐹.𝐷 −𝑘.𝑡
Log C = Log -
𝑉𝑑 (𝑘𝑎−𝐾) 2.303
Dosis maintenace oral
• Obat akan terakumulasi jika pemberian
berikutnya obat masih tersisa diadalm tubuh
• Jika obat diberikan berulang kali dengan dosi
dan interval tetap , maka kadar obat dalam
darah semakin meningkat dan akhirnya
mencapai keadaan tunak
Dosis maintenance oral
𝐶𝑠𝑠.𝐶𝑙.𝑡
• D=
𝑆. 𝐹

𝑆.𝐹.𝐷
• Css =
𝐶𝑙.𝑡

𝐹.𝐷
• Css =
𝑉𝑑.𝐾.𝑡
Contoh soal
• Pasien dewasa berat badan 65 kg kan diberi
antibiotik dengan suntikan intravena berulang
tiap 6 jam. Kadar yang paling efektif membunuh
mikroba adalah 10 mg/L. Setelah pemberian
pertma diperoleh waktu paruh eliminasi 5 jam
dan VD 300 ml/kg. Tentukan dosis intravena
berulang yang dapat digunakan. Bila keadaan
pasien telah membaik, maka pasien selanjutnya
diberi sediaan oral. Bila ketersedian hayati obat
adalah 0,9 tentukan dosis oral yang tepat agar
konsentrasi obat efektif dalam darah tetap
dipertahankan
Penyelesaian
𝐹.𝐷 𝑖𝑣
• Css =
𝑉𝐷.𝑘.𝑡
• Dosis intravena adalah...
• Div = (10 mg/L)(0,3 L/Kg. 65 kg)(0,693/5)(6 jam)
= 162 mg
• Nilai F = 1 karena pemberian IV
𝐹.𝐷
• Dosis oral adalah .............. Css =
𝑉𝑑.𝐾.𝑡
10𝑚𝑔 𝐿 0,693
( )(0,3 .65)( )(6 𝑗𝑎𝑚)
𝐿 𝑘𝑔 5
• D= = 180 mg diberikan
0,9
tiap 6 jam
• Bila tablet oral yang tersedia adalah kekuatan
dosis 200 mg dan 350 mg..prediksikan apakah
kadar tunak rata-rata sudah melampau nilai
ambang??? Apakah kedua tablet tersebut
masih aman untuk digunakan??? Pada interval
jam ke berapa obat tersebut diberikan???

Anda mungkin juga menyukai