Anda di halaman 1dari 8

“KATA MAAF TERAKHIR”

DISUSUN OLEH :

Nama :vikrie kurniawan

Kelas : XII IPA 2

SMA NEGERI 5 METRO


BAB I
“Pendahuluan”

A . judul

Judul film ini ialah “kata maaf terakhir”

B . Termasuk film apakah ini ?

Film ini termasuk film drama layar lebar yang biasa nya cerita film nya
langsung selesai .

C . bagaimana ingkasan film ini ?

Darma (Tio Pakusadewo), menghadapi bulan terakhir kehidupannya.


Agar mati tenang, ia ingin salat lima waktu, puasa sebulan penuh, berhenti
merokok dan mendapatkan maaf dari mantan isterinya Dania (Maia Estianty)
dan kedua anaknya Reza (Ade Surya Akbar) dan Lara (Rachel Amanda) yang
dulu ditinggalkannya karena telah menghamili Alina (Kinaryosih), sahabat
Dania.
Hanya keinginan Darma yang terakhir yang belum terpenuhi. Hingga suatu saat
secara tak sengaja Darma bertemu dengan Lara. Ia berusaha keras mendekati
Lara. Lara yang awalnya bimbang akhirnya luluh akan keinginan ayahnya.
Karena jauh di dalam hatinya ia sangat merindukan peristiwa dimana ia bisa
bercengkerama kembali dengan ayahnya. Darma pun menyampaikan kondisi
yang sedang dihadapinya. Lara pun mengalami dilema, haruskah ia
memberitahukan kakaknya dan Reza akan keinginan ayahnya

D . Siapa yang menyutradarai ?


Yang telah menyutradarai film kata maaf terakhir ini ialah “MARULI ARA”

E . Siapa penulis skenario?


Yang menulis skenario film kata maaf terakhir ini ialah “LAEILA S
CHUDORI”
F . Siapa aktor dan aktris yang berackting di film ?
Aktor yang bermain di film kata maaf terakhir ialah:
a. Tio pasukadewo
b. Ade surya akbar
c. Dwi sansono
Aktris yang bermain di film kata maaf terakhir ialah :
a. Maia estianty
b. Amanda ,dan
c. Kinaryosih
G . Bagaimana skenario film kata maaf terakhir ?

Skenario film kata maaf terakhir baik untuk membuat penontonya


menangis ,karna cerita nya sedih .
BAB II

“Isi”

A . bagaimana alur cerita nya ?


Alur cerita nya ialah “MAJU”
B . masuk akal kah film ini ?
Film ini “MASUK AKAL” karna itu cerita nya sudah banyak terjadi di
masyarakat .
C . bagaimana pemain nya ?
Pemain nya : baik ,karna sudah berpengalaman semua dalam bermain di film
layar lebar
D . bahasa apa yang digunakan ?
Bahasa yang digunakan pemain adalah bahasa indonesia
E . apakah tema film “kata maaf terakhir” ?
Tema film ini ialah kekeluargaan .
F . bagaimana tata artistik ?
Semuanya tata artistik itu nya semua nya memenuhi syarat film .
BAB III
“penutup”
A . kesimpulan
Bahwa sesunguh nya meminta maaf itu penting dalam kehidupan ini ,
B . saran
Untuk maia estianty ,agar ditingkatkan ackting nya.
C . biografi laeila s chudori

Leila Salikha Chudori lahir di Jakarta, 12 Desember


1962. Ia terpilih mewakili Indonesia mendapat beasiswa menempuh
pendidikan di Lester B. Pearson College of the Pacific (United World Colleges)
di Victoria, Kanada. Lulus sarjana Political Science dan Comparative
Development Studies dari Universitas Trent, Kanada.
Karya-karya awal Leila dimuat saat ia berusia 12 tahun di majalah Si
Kuncung,Kawanku, dan Hai. Pada usia dini ia menghasilkan buku kumpulan
cerpen berjudulSebuah Kejutan, Empat Pemuda Kecil, dan Seputih Hati Andra.
Pada usia dewasa cerita pendeknya dimuat di majalah Zaman, majalah
sastra Horison, Matra, jurnal sastraSolidarity (Filipina), Menagerie (Indonesia),
dan Tenggara (Malaysia).
Buku kumpulan cerita pendeknya Malam Terakhir (Pustaka Utama Grafiti,
1989) telah diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman Die Letzte
Nacht (Horlemman Verlag). Cerpen Leila dibahas oleh kritikus sastra Tinneke
Hellwig “Leila S.Chudori and women in Contemporary Fiction Writing dalam
Tenggara”, di sebuah jurnal sastra Asia Tenggara. Nama Leila Chudori
tercantum sebagai salah satu sastrawan Indonesia dalam kamus
sastra Dictionnaire des Creatrices yang diterbitkan EDITIONS DES FEMMES,
Prancis, yang disusun oleh Jacqueline Camus. Kamus sastra ini berisi data dan
profil perempuan yang berkecimpung di dunia seni.
Selain sehari-hari bekerja sebagai wartawan majalah berita Tempo, Leila
(bersama Bambang Bujono) juga menjadi editor buku Bahasa! Kumpulan
Tulisan di MajalahTempo (Pusat Data Analisa Tempo, 2008). Leila juga aktif
menulis skenario drama televisi. Drama TV berjudul Dunia Tanpa
Koma (produksi SinemArt, sutradara Maruli Ara) yang menampilkan Dian
Sastrowardoyo dan Tora Sudiro ditayangkan di RCTI tahun 2006. Terakhir, Leila
menulis skenario film pendek Drupadi (produksi SinemArt dan Miles Films,
sutradara Riri Riza), yang merupakan tafsir kisah Mahabharata.
Leila tinggal di Jakarta bersama putri tunggalnya, Rain Chudori-Soerjoatmodjo.
Dia memang pengarang jempolan. Usia merambah, kreativitas bertambah.
Masa kanak-kanak, Leila jadi pengarang cerita anak-anak, waktu remaja, jadi
pengarang cerita remaja, dewasa, mengarang cerita sastra. Leila kecil mulai
karirnya dengan membuat cerpen, kisah Sebatang Pohon Pisang, dimuat di
majalah Kawanku tahun 1974. Habis itu karyanya rajin muncul di majalah
tersebut dan majalah lainya seperti Kuncung.
Bakatnya dalam menulis memang sudah menonjol sejak kecil. Dia kepikiran
untuk membuat animasi benda mati, menghidupkan botol, kursi, dan lain-
lainnya sehingga bisa bicara, punya perasaan atau berkeluh kesah.
Kemampuan Leila untuk menangkap sesuatu ini terus berlanjut seiring dengan
umurnya, wawasannya berkolerasi dengan karya-karyanya. Ketika beranjak
remaja dengan wawasan remaja dia membuat cerita remaja. Tetapi mulanya ia
sempat tak yakin. Soalnya ia merasa tidak bisa membuat cerpen cinta-cintaan,
ungkap Leila yang menurutnya lebih senang bikin cerita fiksi timbang artikel.
Meski begitu, pada kenyataannya Leila dikenal sebagai pengarang cerita
remaja.
Karyanya manis, menggemaskan, tapi tidak cengeng. “Saya tidak bisa membuat
karya yang dibikin-bikin. Pokoknya apa yang saya fikirkan, saya tuangkan,”
cetusnya. Untung yang dipikirkan Leila bukan cinta saja meski usia remaja
lumrah berisi dengan warna-warna cinta. Ini tercermin dari keragaman tema
cerita yang diproduksinya. Salah satu karya yang diingatnya, persahabatan
seorang remaja dengan tukang koran. Itu tidak lazim dibuat pengarang remaja
masa itu, yang umumnya senang membuat cinta-cintaan si tampan dan si
cantik. Karya-karyanya banyak dipuji, terutama kumpulan cerpennya Malam
Terakhir, yang juga diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman Die Letzie Nacht
(Horlemman Verlag). “Semua kritik dan saran cuma efek dari karya yang
muncul. Yang penting kita terus berkarya, dan tidak pernah merasa puas,
banyak bertanya dan terus memperbaiki diri,” tegas Leila. Kiat ini memang
digenggam Leila sejak kecil.
Sejak kecil dia sudah biasa berkumpul dengan pengarang terkenal seperti
Yudhistira Massardi, Arswendo Atmowiloto atau Danarto. Tapi dia memang
bukan perempuan yang pantang mundur, terutama untuk bidang tulis menulis
yang diyakininya sebagai pilihan hidup dan karir. Karena itu, dia memilih karir
sebagai wartawan. Kerjanya memang sungguh menyita waktu dan meletihkan,
sehingga ia tak sempat lagi menulis cerita fiksi. Sempat mewawancarai tokoh-
tokoh terkenal, yang kemungkinan tak bisa dijumpai kalau ia cuma sekedar
penulis fiksi. Meski diakui karirnya sebagai pengarang cukup cemerlang,
diminta ceramah, sampai diundang ke pertemuan pengarang Asia di Filipina.
Tapi dia juga tak bisa menyembunyikan kegembiraannya sempat bertemu
dengan Paul Wolfowitz, Bill Morison, HB Jassin, Corry Aquino dan menjadi satu
dari 11 wanita Indonesia yang bisa makan siang bersama Lady Diana.
Jauh sebelum Leila berkecimpung di bidang jurnalistik, dia sudah sering
mempublikasikan karangannya di berbagai media cetak bergengsi di Indonesia
seperti Horison dan Matra dan media berbahasa Inggris Solidarity (Filipina)
Managerie (Indonesia) dan Tenggara (Malaysia). Cerpennya pernah dibahas
oleh kritikus sastra Tinneke Hellwig, “Leila S. Chudori and Women in
Contemporary Fiction Writing” dalam majalah Tenggara terbitan Malaysia.
Namanya juga tercantum sebagai salah satu sastrawan Indonesia dalam kamus
sastra Dictionnaire des Creatrices yang diterbitkan Editions des Femmes,
Perancis yang disusun oleh Jacqueline Camus, sebuah kamus sastra yang
berisikan data dan profil perempuan yang berkecimpung didunia seni.
Perempuan kutu buku ini juga sudah menerbitkan sejumlah buku. Semuanya
fiksi, ia memang jarang nulis artikel. Selagi kuliah ia mengaku cukup serius dan
konsentrasi dalam studi, giat membaca buku-buku teks, sehingga tak punya
waktu untuk menulis. Kalau sedang pulang ke Indonesia, baru ia bisa
mengarang. Leila memang terus melaju di dunia tulis menulis. Terus belajar
sampai kini. Ia sangat tidak percaya dengan bakat, bagi dia kata bakat itu
mengandung misteri. “Manusia itu ditentukan oleh faktor internal dan
eksternal. Kita harus menguji diri kita, punya jiwa seni atau tidak.” katanya.
Bagi Leila, seorang pengarang itu memiliki kepekaan menangkap fenomena
dalam dirinya yang kemudian diekpresikan lewat kertas.
“Kita harus mengadakan pendekatan pada kepekaan itu. Sesudah mengenal
kepekaan itu, barulah dilanjutkan dengan proses edukasi, ya membaca, belajar
dari pengalaman, menghayati kehidupan,” Bagi Leila, seni itu tidak diperoleh
dalam pendidikan akademis, kecuali masalah politik dan ekonomi. Seorang
pengarang berbakat itu tak ditentukan oleh kuantitas karyanya, tapi bobot
karya itu sendiri. Pengarang yang terlalu produktif itu diragukan kualitas karya-
karyanya. “Kapan sih kesempatannya untuk mengendapkan karyanya dan
kemudian merenung. Lain halnya dengan Putu Wijaya yang benar-benar
produktif, tapi terasa ada pengulangan-pengulangan tanpa disadarinya,”
Kekaguman Leila pada ayahnya Mohammad Chudori yang wartawan kantor
Berita Antara dan The Jakarta Post itu, tak mampu disembunyikannya. Nama
Leila S. Chudori pernah tercantum dalam daftar keanggotaan Dewan Kesenian
Jakarta (DKJ) periode 1993-1996, ia menegaskan bahwa sudah sejak lama ia
menolak untuk duduk dalam keanggotaan itu.
Selain bekerja sehari-hari sebagai wartawan senior Tempo, bersama dengan
Bambang Bujono juga menjadi editor buku Bahasa! Kumpulan Tulisan majalah
Tempo (Pusat Data Analisa Tempo, 2008). Aktif menulis skenario drama
Televisi, Dunia Tanpa Koma, produksi Sinema Art, sutradara Maruli Ara, yang
menampilkan Tora Sudiro dan Dian Sastrowardoyo yang ditayangkan di RCTI
tahun 2006. Terakhir, Leila menulis skenario film pendek Drupadi, sebuah tafsir
dari kisah Mahabharata produksi Sinema Arts dan Miles Flms, sutradara Riri
Riza.

Anda mungkin juga menyukai