ACHMAD SOLIKHIN
Achmad Solikhin
NIM E24090040
∗ Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan
pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.
ABSTRAK
ACHMAD SOLIKHIN. Karakteristik Pengeringan Kayu di Industri
Mebel Kabupaten Jepara Jawa Tengah. Dibimbing oleh YUSUF SUDO HADI
dan MUHAMMAD YUSRAM MASSIJAYA.
Pengeringan kayu merupakan hal penting dalam pembuatan mebel
ekspor di Jepara. Pengeringan kayu di sana umumnya didasarkan pada
karakteristik lokal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik
khas dari pengeringan kayu hingga produk jadi, dan mengetahui kelebihan dan
kelemahan dari pengeringan kayu yang didasarkan pada kearifan lokal. Metode
penelitian ini adalah studi literatur dan penelitian lapang. Penelitian lapang
dilakukan di sembilan industri mebel Kabupaten Jepara dan di Laboratorium
Pengeringan Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB.
Metode pengeringan yang umum digunakan di industri mebel Jepara adalah
pengeringan alami, kilang pengering, dan pengasapan kayu. Rata-rata kadar air
produk mebel ekspor setelah dikeringkan sekitar 8.5 % - 11.2 %. Rata-rata
waktu pengeringan paling lama untuk pengeringan alami, pengasapan, dan
kilang pengering secara berurutan adalah 20 hari, 19 hari, dan 12 hari.
Persentase cacat untuk pengeringan alami, dan pengasapan, dan kilang
pengering adalah 21.4 %, 100 %, dan 100 %. Kualitas pengeringan kayu jati
Perum Perhutani, kayu jati rakyat, dan kayu mahoni termasuk agak baik.
Kata kunci : pengeringan alami, kilang pengering, pengasapan, kadar air, cacat
pengeringan
ABSTRACT
ACHMAD SOLIKHIN. Wood Drying Characteristics in Furniture
Industries of Jepara Regency Central Java. Supervised by YUSUF SUDO
HADI and MUHAMMAD YUSRAM MASSIJAYA.
Wood drying is an imperative process on producing exported wood
furniture in Jepara. The process tends to be based on local characteristics. The
objectives of this research were to understand characteristics of wood drying to
finished wood products; and to understand benefits and drawbacks of wood
drying based on local wise. The methods used were literature study and field
research. Field research was conducted in nine furniture industries of Jepara
Regency and in Wood Drying Laboratory, Forest Products Department,
Faculty of Forestry, IPB. Wood drying methods used in Jepara’s furniture
industries were commonly air drying, kiln drying and smoked wood. The
average of the exported wood furniture moisture content was about 8.5 % -
11.2 %. The longest drying time average for air drying, smoked drying and
kiln drying were respectively 20 days, 19 days and 12 days. The percentages of
drying defects of air drying, kiln drying, and smoked wood were 21.4 %, 100
%, 100 %, respectively. Wood drying quality of Perum Perhutani teak,
community teak and mahogany wood included good enough quality.
Key words : air drying, kiln drying, smoked wood, moisture content, drying
defects
KARAKTERISTIK PENGERINGAN KAYU DI INDUSTRI
MEBEL KABUPATEN JEPARA JAWA TENGAH
ACHMAD SOLIKHIN
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Hasil Hutan
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
curahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil
diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak
Maret 2013 hingga Juli 2013 ini adalah pengeringan kayu, dengan judul
Karakteristik Pengeringan Kayu di Industri Mebel Kabupaten Jepara Jawa
Tengah.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Yusuf Sudo Hadi
dan Bapak Prof Dr Ir Muh. Yusram Massijaya selaku pembimbing, serta
Bapak Dr Ir Trisna Priadi dan Dr Ir Noor Farikhah Haneda yang telah banyak
memberikan saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu
Nurul Izza dari PT Raisha House of Excellence, Bapak Buseri dari PT Lima
Saudara, Bapak Nukin dari PT Proliman, Bapak Sunarto dari PT Prasetya Indra
Brata, Bapak Sugiman dari PT Sugiman, Bapak Roy dari Human Resources
Development PT Kota Jati Furindo, Bapak Joko Purnama dari PT Joko Joyo
Jati Furniture, Bapak Junaidi dan Bapak Abu dari CV Arya Jati Furniture, dan
Ibu Esti Prihatini dari Laboratorium Pengeringan Kayu, Departemen Hasil
Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB yang telah membantu selama pengumpulan
data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ibu, ayah, nenek, dan
teman-teman, atas doa dan kasih sayangnya.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini
sehingga diharapkan adanya masukan dan saran untuk penyempurnaannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Achmad Solikhin
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
1 Hubungan perubahan kadar air komponen mebel dengan waktu pengeringan .. 7
2 Hubungan perubahan kadar air produk mebel dengan waktu pengeringan ....... 8
DAFTAR LAMPIRAN
1 Nilai dan klasifikasi sifat pengeringan berdasarkan cacat yang terjadi ............ 16
2 Hubungan antara jenis cacat dan suhu awal, depresi, dan suhu akhir .............. 16
3 Karakteristik pengeringan produk mebel di perusahaan pertama .................... 17
4 Karakteristik pengeringan produk mebel di perusahaan kedua ........................ 17
5 Karakteristik pengeringan komponen dan produk mebel di perusahaan
ketiga ................................................................................................................ 18
6 Karakteristik pengeringan produk mebel di perusahaan keempat .................... 19
7 Karakteristik pengeringan papan di perusahaan kelima ................................... 19
8 Karakteristik pengasapan papan di perusahaan keenam .................................. 20
9 Karakteristik pengeringan papan di perusahaan ketujuh .................................. 20
10 Karakteristik pengeringan komponen dan produk mebel di
perusahaan kedelapan ....................................................................................... 21
11 Karakteristik pengeringan komponen dan produk mebel di
perusahaan kesembilan ..................................................................................... 22
12 Persentase kerusakan sambungan pada produk mebel setelah proses
pengeringan ...................................................................................................... 23
13 Daftar nama-nama perusahaan yang diteliti ..................................................... 23
14 Cacat pengeringan dan kerusakan sambungan ................................................. 24
15 Pengujian sifat dasar pengeringan kayu asal beberapa industri
mebel di Jepara ................................................................................................. 24
16 Daftar riwayat hidup ......................................................................................... 25
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2013 sampai dengan bulan Juli
2013. Pengambilan data dilaksanakan pada sembilan industri mebel di Kabupaten
Jepara, Jawa Tengah dan di Laboratorium Pengeringan Kayu, Departemen Hasil
Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Prosedur Penelitian
kayu dan atau produk mebel jadi dalam setiap tahapan pembuatan mebel,
identifikasi karakteristik pengeringan kayu, dan pengujian skala laboratorium.
Tabel 1 Metode pengeringan kayu dan produk mebel di Kabupaten Jepara Jawa
Tengah
Metode pengeringan
Perusahaan
Alami Pengasapan Kilang pengeringan
I ₋ ₋ √
II ₋ ₋ √
III ₋ ₋ √
IV ₋ ₋ √
V ₋ ₋ √
VI ₋ √ ₋
VII ₋ ₋ √
VIII √ ₋ √
IX √ ₋ ₋
Metode kilang pengeringan adalah metode yang umum digunakan oleh beberapa
perusahaan di atas, selebihnya menggunakan metode alami dan pengasapan. Akan
tetapi, penggunaan metode pengeringan kilang pengeringan kurang
memperhatikan jadwal dan cacat pengeringan, dikarenakan mereka hanya fokus
pada target kadar air ekspor yakni 12 % atau 16 % dan waktu pengeringan. Selain
itu alat dan aksesoris pengeringan, jadwal pengeringan, dan serta penumpukan
kayu dan produk pun kurang memenuhi kaidah ilmiah. Ketidaksesuaian dengan
kaidah ilmiah dapat ditinjau dari kurang lengkapnya alat dan aksesoris
pengeringan (umumnya hanya terdapat fan dan tungku pemanas), jadwal
pengeringan yang didasarkan pada estimasi seseorang, dan penumpukan kayu
yang tidak lurus dengan ketebalan ganjal yang beragam. Metode pengeringan
alami merupakan solusi kedua yang ditujukan untuk mengeringkan komponen
atau produk mebel yang sudah jadi di ruang terbuka dan di bawah sinar matahari
5
langsung. Pengeringan ini dinilai sangat efektif untuk mengeringkan produk jadi
dikarenakan lebih murah, ketersediaan panas matahari yang cukup, dan
menghasilkan cacat pengeringan yang minimal dibandingkan metode lainnya.
Metode pengasapan telah tersebar di beberapa industri mebel di Kabupaten
Jepara dikarenakan proses sederhana, murah, dan kualitas warna kayu bagian
dalam yang bagus dibandingkan dengan pengeringan kilang pengering, misalnya
pada kayu mahoni yang berwarna lebih merah setelah diasapkan. Pengasapan juga
dapat meningkatkan kualitas kayu untuk lacquer ware dikarenakan terjadi
penyusutan yang rendah dan kenaikan MOE pada static bending (Ishguri et al.
2008). Selain itu, Hadi et al. (2010), menyatakan bahwa pengasapan kayu mampu
meningkatkan ketahanan kayu terhadap serangan rayap.
Metode pengeringan di Kabupaten Jepara pada umumnya kurang
memperhatikan jadwal pengeringan, cacat pengeringan, dan alat pengeringan.
Padahal diperlukan kompromi antara kecepatan pengeringan dan kemungkinan
cacat pengeringan (Horner 2006), serta kompromi jadwal pengeringan untuk
minimalisir perubah warna dan mengefisiensikan penggunaan energi (McCurdy &
Pang 2007). Selain itu, metode pengeringan secara signifikan mempengaruhi
kecepatan pengeringan di samping dimensi produk (Suranto & Mugiyono 2009)
dan bermanfaat untuk mengurangi konsumsi energi, meningkatkan kecepatan
pengeringan, menjaga kualitas kayu, dan meminimumkan biaya dalam proses
pengeringan (Shahverdi et al. 2012a).
Tabel 2 Perubahan kadar air dari konversi awal log hingga produk ekspor
Kadar air pengolahan kayu (%)
Pengeringan Pengeringan Rata-rata
Perusahaan Ulangan Konversi komponen produk Produk kadar air
awal ekspor produk
awal akhir awal akhir
ekspor
1 - - - 20.3 8.7 -
2 - - - 14.4 9.5 - -
I
3 - - - 24.6 8.2 -
1 - - - 34.3 9.5 -
2 - - - 32.7 8.6 - -
II
3 - - - 15.7 13.9 -
1 - - - 11.4 9.7 - -
III
2 - - - 21.0 14.9 -
1 - - - 11.9 9.9 12.7
IV 2 - - - 21.3 9.9 10.1 11.2
3 - - - 13.0 10.3 10.8
1 52.7 54.9 7.4 - - 11.2
V 10.8
2 47.5 43.2 10.4 - - 10.3
VI 1 47.8 48.1 11.8 - - 8.5 8.5
1 32.7 21.4 10.0 - - 9.5
VII 9.4
2 38.3 25.3 8.4 - - 9.3
1 52.2 46.0 34.1 30.8 8.4 10.0
VIII 9.6
2 31.4 35.0 24.4 13.3 10.2 9.2
1 43.1 41.2 20.2 21.6 10.0 10.7
IX 2 42.4 44.3 18.3 12.3 11.4 11.4 11.1
standar kadar air yang telah ditetapkan oleh Permendag RI dan Bina UKM.
Apabila dilihat dari rata-rata kadar air produk ekspor dari lima perusahaan di atas,
rata-rata kadar air tersebut tergolong kadar air titik jenuh serat yang berkisar
kurang lebih 30% dan merupakan kondisi di mana kondisi serat kayu jenuh
dengan air tetapi dalam rongga sel tidak terisi kadar air (Nin 2000). Akan tetapi,
setelah melalui beberapa proses pengeringan ternyata pada setiap perusahaan
terjadi proses kembang susut dikarenakan perubahan kadar air meskipun
perubahan kadar air tersebut tidak terlihat signifikan. Dalam kondisi kering atau
setelah dikeringakan, kayu dapat mengabsorbsi air, dan dalam kondisi basah kayu
dapat kehilangan air dan menyebabkan perubahan pada dimensinya yang
tergantung pada kondisi lingkungan (Aytekin et al. 2009). Kondisi cuaca yang
berubah-ubah di Kabupaten Jepara juga ikut mempengaruhi proses perubahan
kadar air dalam pengeringan kayu di perusahan-perusahaan tersebut. Berdasarkan
BMKG (2013), Kabupaten Jepara sering terjadi hujan ringan dengan suhu: 25 - 32
°C, kelembaban sekitar 60 - 93 % dan kecepatan angin 25 km/jam.
Data nilai kadar air produk mebel yang diekspor dari lima perusahaan, yaitu
perusahaan kelima, keenam, ketujuh, kedelapan, dan kesembilan di atas berkisar
8.5 % - 11.4 %, dan telah memenuhi standar kadar air yang ditetapkan oleh
Permendag RI dan Bina UKM. Hal ini dapat dijelaskan bahwa proses pengeringan
kayu di lima perusahaan tersebut memainkan peran penting dalam menurunkan
kadar air sehingga kekhawatiran akan penolakan produk mebel ekspor dapat
diatasi, dengan syarat yakni kadar air yang dicapai sesuai dengan standar yang
7
ditentukan untuk produk ekspor. Selain itu, dengan adanya pengeringan kayu
diharapkan mampu meningkatkan stabilitas dimensi (Shahverdi et al. 2012b),
meningkatkan sifat mekanis dan ketahanan dari biodegradasi (Moya & Munoz
2008), dan meningkatkan kekuatan dan kekakuan, penampilan, sifat rekat, sifat
finishing, sifat perekatan dan pengerjaan kayu (Aytekin et al. 2009).
panel otomatis dengan suhu yang telah ditetapkan dari awal. Dari sembilan
industri mebel yang diteliti, jadwal yang sesuai dengan kaidah ilmiah adalah
perusahaan ketujuh.
Karakteristik lain dari proses pengeringan kayu di sembilan industri mebel
yang diteliti adalah proses penumpukan kayu dan produk mebel. Proses
penumpukan kayu ada yang sesuai dengan kaidah ilmiah dan ada yang tidak
memperhatikan kaidah ilmiah. Kurangnya perhatian pada proses penumpukan
kayu yang baik mengakibatkan timbulnya cacat-cacat pengeringan dan kerusakan
sambungan. Cacat pengeringan dan kerusakan sambungan yang terjadi banyak
menyebabkan keluhan dari pelanggan sehingga produk mebel yang mengalami
cacat pengeringan dan kerusakan sambungan akan ditolak atau reject oleh
konsumen. Produk mebel yang ditolak oleh konsumen, selanjutnya akan
dilakukan proses perbaikan atau service dengan cara pemberian lem dan
penyambungan ulang.
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa pengeringan pada produk jadi
dengan pengeringan konvensional banyak menimbulkan cacat. Cacat terbesar dari
pengeringan secara konvensional adalah 100 % pada perusahaan keenam.
Kemudian cacat pengeringan terbesar lainnya adalah sebesar 92.9 % pada
perusahaan ketiga. Cacat pengeringan yang terjadi karena pengaturan jadwal
11
pengeringan kayu yang tidak sesuai. Selain itu, kondisi kilang atau kiln pun tidak
tertata rapi dan beberapa alat pengeringan telah banyak yang mengalami
kerusakan. Cacat pengeringan yang paling banyak terjadi pada produk mebel yang
dikeringkan adalah cacat permukaan dan pecah ujung. Cacat permukaan dan
pecah ujung terjadi karena hilangnya kadar air pada permukaan luar kayu yang
lebih cepat dibandingkan bagian dalam sehingga mengakibatkan tegangan (Horner
2006).
Sementara itu, persentase cacat pengeringan lainnya adalah sebesar 100 %
pada metode pengasapan. Cacat yang paling banyak terjadi pada metode tersebut
adalah serangan jamur pada ujung permukaan kayu, pecah permukaaan, dan pecah
ujung. Berdasarkan Langrish & Walker (2006), serangan jamur tersebut
dinamakan sebagai cacat staining yang terjadi akibat serangan jamur dan sap
stain. Hal tersebut terjadi karena kondisi lembab kayu yang diasapkan karena
tertutup oleh terpal dan pengaruh hujan.
Tidak hanya cacat pengeringan yang terjadi saat pengeringan kayu, akan
tetapi kerusakan sambungan juga menjadi masalah ketika yang dikeringakan
adalah produk jadi (Lampiran 12). Ternyata kebanyakan sambungan mengalami
kerusakan berupa pecah dan longgar setelah proses pengeringan. Kerusakan
sambungan juga sangat dipengaruhi oleh metode pengeringan yang digunakan.
Sesudah dilakukan pengeringan, kerusakaan sambungan paling banyak pada
pengeringan alami adalah pecah dengan persentase 64.3 % dan sambungan
longgar sebesar 0 %, sedangkan kerusakan sambungan paling banyak pada kilang
pengering adalah pecah sebesar 85.7 % dan sambungan longgar sebesar 60 %.
Kerusakan sambungan terjadi dikarenakan pengaruh jadwal pengeringan yang
tidak sesuai dan kembang susut dimensi produk mebel saat dikeringkan.
Tabel 4 Sifat fisis dan sifat dasar pengeringan untuk kayu mebel Jepara
Sifat pengeringan
Kadar Berat Susut
Jenis kayu Pecah
air (%) jenis volume (%) Pecah
permukaan Deformasi
dalam
dan ujung
Jati Perum
33.3 0.66 3.4 I II I
Perhutani
Jati Rakyat 21.2 0.45 1.4 I III III
Mahoni 31.0 0.51 9.1 I II II
Berdasarkan hasil pengujian sifat fisis, dapat diketahui kadar air, berat jenis,
dan susut volume dari kayu jati Perum Perhutani, jati rakyat, dan mahoni. Dari
data di atas, berat jenis kayu jati Perum Perhutani adalah 0.66, sedangkan kayu jati
rakyat adalah 0.45. Hal ini sesuai dengan Susetyo (2001), bahwa rentang berat
12
jenis kayu jati Perum Perhutani dari Purwakarta adalah 0.46 - 0.67 dengan rata-
rata 0.60. Akan tetapi, untuk berat jenis kayu jati rakyat berada di luar rentang
berat jenis di atas. Hal ini dikarenakan bahwa kayu jati rakyat yang digunakan
oleh beberapa industri mebel di Kabupaten Jepara memiliki porsi kayu muda yang
lebih tinggi dibandingkan kayu jati Perum Perhutani. Sementara itu, berat jenis
kayu mahoni dari penelitian ini adalah sebesar 0.57 dan nilai berat jenis kayu
mahoni tersebut masih berada di rentang 0.54 - 0.66 (Eric 2013).
Ditinjau dari susut volume kayu di atas, kayu jati memiliki kembang susut
yang besar dibandingkan kayu mahoni. Berdasarkan LPP Mebel dan Kayu Olahan
(2008), kayu jati memiliki susut yang kecil dan kayu mahoni memiliki susut
volume yang sedang. Penyusutan dimensi kayu mulai diperhitungkan setelah kayu
mencapai kadar air 30% (kadar air titik jenuh serat) karena di atas nilai tersebut
biasanya penyusutan sangat kecil sehingga diabaikan (LPP Mebel dan Kayu
Olahan 2008).
Berdasarkan hasil pengujian sifat pengeringan suhu tinggi, maka kualitas
kayu jati Perum Perhutani, jati rakyat, dan mahoni memiliki sifat pengeringan
yang sangat baik terhadap pecah permukaan dan ujung. Kayu jati Perum Perhutani
dan kayu mahoni memiliki kualitas pengeringan yang baik terhadap deformasi,
sedangkan kayu jati rakyat memiliki kualitas pengeringan yang agak baik terhadap
deformasi. Sementara itu, kayu jati Perum Perhutani, jati rakyat, dan mahoni
memiliki kualitas pengeringan secara berurutan adalah sangat baik, agak baik, dan
baik terhadap pecah dalam. Oleh karenanya, dapat disimpulkan bahwa kayu jati
Perum Perhutani, jati rakyat, dan mahoni memiliki sifat pengeringan yang agak
baik. Menurut Basri (2009), kayu Jati Plus Perhutani memiliki sifat pengeringan
yang jelek hingga sangat jelek, dan kayu jati konvensional memiliki sifat
pengeringan yang sedang hingga baik. Kebanyakan cacat yang terjadi adalah cacat
deformasi berupa cup atau memangkuk pada kayu jati rakyat. Hal ini dikarenakan
kayu jati rakyat didominasi oleh sel berdinding sel tipis dan lebih pendek sehingga
mengurangi kualitas pengeringannya (Basri 2009).
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Gu H, Young TM, Moschler WW, Bond BH. 2004. Potential source of variation
that influence the final moisture content of kiln-dried hardwood lumber.
Forest Prod J. 54(11): 65–70.
Hadi SY, Nurhayati T, Jasni J, Yamamoto H, Kamiya N. 2010. Smoked wood as
an alternative for wood protection against termites. Forest Prod J. 60(6):
496-500.
Horner K. 2006. Woodworkers' Essential Facts, Formulas & Short-Cuts" and
"MORE Woodworkers' Essential Facts, Formulas & Short-Cuts. California
(AS): Cambium Pr.
Ishiguri F, Iizuka K, Yokota S, Nobuo Y. 2008. Effect of smoke drying in
traditional lacquer wood on the physical properties of wood. Wood and Fib
Sci. 54(1): 11-16.
Khater HA, Helwa NH, Enayet MM, Hashish MI. 2004. Optimization of solar kiln
for drying wood. Drying Tech. 22(4): 677–701.doi: 10.1081/DRT-
120034257.
Langrish T, Walker J. 2006. Drying of timber. Ed ke-2. Di dalam: Walker JCF,
editor. Primary Wood Processing: Principles and Practice. Dordretcht
(NL): Springers. hlm 251-295.
LPP [Lembaga Pelatihan Profesi] Mebel dan Kayu Olahan. 2008. Furniture
Training Specialist. Semarang (ID): LPP Mebel dan Kayu Olahan.
McCurdy MC, Pang S. 2007. Optimization of kiln drying for softwood through
simulation of wood stack drying, energy use, and wood color change.
Drying Tech. 25: 1733–1740.doi: 10.1080/07373930701591077.
Moya RR, Munoz FA. 2008. Wet pockets in kiln-dried Gmelina arborea lumber.
J Trop Forest Sci. 20(1): 48–56.
Muhammad NS. 2012. Pengendalian cacat retak di dalam proses pengeringan
kayu karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.), kayu jengkol (Pithecellobium
jiringa Jack. Prain.), dan kayu durian (Durio zibethinus Murr.) [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Nin A. 2000. The drying process. Di dalam: Culpepper L, editor. Softwood
Drying: Enhancing Kiln Operation. San Fransisco (US): Miller Freeman
Books. hlm. 253-275.
Ofori J, Brentuo B. 2005. Green moisture content, basic density, shrinkage and
drying characteristics of the wood of Caldera odorata grown in Ghana. J
Trop Forest Sci. 17 (2): 211-233.
Permendag RI [Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia. 2007. No:
09/M-DAG/PER/2/2007 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri
Kehutanan.
[Setda Jepara] Sekertaris Daerah Jepara. 2010. Himpunan Dialog Bupati Jepara,
Drs. Hendro Martojo, MM. Jepara (ID): Bagian Hubungan Masyarakat,
Setda Jepara.
Shahverdi M, Tarmian A, Dashti H, Ebrahimi G, Tajvidi M. 2012a. Mechanical
properties of poplar wood (Populous alba) dried by three kiln drying
schedules. BioRrs. 7(1): 1092-1099.
Shahverdi M, Dashti H, Hossein MA. 2012b. Establishing a kiln drying schedule
for poplar (Populus alba L.) lumber of 7 cm thickness. BioRrs. 7(1): 26-37.
15
LAMPIRAN
Lampiran 1 Nilai dan klasifikasi sifat pengeringan berdasarkan cacat yang terjadi
Nilai (%) Klasifikasi Sifat pengeringan
0-5 I Sangat baik
Cacat pecah
permukaan
0 I Sangat baik
dalam
Lampiran 2 Hubungan antara jenis cacat dan suhu awal, depresi, dan suhu akhir
Variasi Kondisi pengeringan Tingkat cacat
Cacat 1 2 3 4 5 6 7 8
Retak Suhu awal 70 65 60 55 53 50 47 45
awal Depresi suhu bola basah 6.5 5.5 4.3 3.6 3.0 2.3 2.0 1.8
Suhu akhir 95 90 85 83 82 81 80 79
Deformasi Suhu awal 70 66 58 54 50 49 48 47
Depresi suhu bola basah 6.5 6.0 4.7 4.0 3.6 3.3 2.8 2.5
Suhu akhir 93 88 83 80 77 75 73 70
Retak Suhu awal 70 55 50 49 48 45 - -
dalam Depresi suhu bola basah 6.5 4.5 3.8 3.3 3.0 2.5 - -
Suhu akhir 95 83 77 73 71 70 - -
Sumber : Suranto (2009)
xvii
17
18
Cerobong asap t = 2.0 - 3.0 cm; l = 2.0 -2.5 cm
dan ganjal besar
t = 2.5 cm; l = 4.5 - 5.0 cm
19
20
Lampiran 8 Karakteristik pengasapan papan di perusahaan keenam
Karakteristik pengasapan kayu
Biaya jasa
Jumlah dan Fuel pengeringan
Aksesoris pengasapan Jadwal pengeringan Penumpukan papan
ukuran lubang pengeringan
Tungku pengasapan 2 buah lubang Tidak ada Ganjal besar dari kayu bangkirai Karet ban Tidak ada
Terpal asap (estimasi) Ukuran ganjal : bekas dan
ganjal besar l = 4.5 cm, t = 6.5 - 7.0 cm dan serbuk
Lubang besar ganjal kecil l = 2.8 - 3.0 cm, t = 2.8 - 3.0 cm gergajian serta
p = 2.6 m Jarak antarganjal 50 -70 cm (tidak teratur) kayu limbah
l = 2.0 m Tinggi tumpukan kayu = 217 cm dan lebar = mahoni
t = 2.0 m 120 - 200 cm
Lubang kecil Kadar air ganjal = 9 % - 15 %
p = 2.5 m Penumpukan kayu mahoni berdasarkan tebal,
l = 1.1 m papan tebal ditumpuk paling bawah
t = 1.6 m Kulit kayu mahoni harus dibersihkan
Inspeksi saat bahan bakar habis
21
22
Pengeringan alami: Pengeringan alami:
Moisture meter manual Disusun vertikal dan horizontal tanpa ganjal
Lapangan yang luas Tanpa ada penanganan saat hujan
Lampiran 12 Persentase kerusakan sambungan pada produk mebel setelah proses pengeringan
Sambungan pada produk mebel (%)
Pengeringan alami Kilang pengering
Perusahaan
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
Rapat Pecah Longgar Rapat Pecah Longgar Rapat Pecah Longgar Rapat Pecah Longgar
I ₋ ₋ ₋ ₋ ₋ ₋ 65.0 5.0 30.0 5.0 35.0 60.0
II ₋ ₋ ₋ ₋ ₋ ₋ 89.5 0 10.5 42.1 47.4 10.5
III ₋ ₋ ₋ ₋ ₋ ₋ 42.9 57.1 0 14.3 85.7 0
IV ₋ ₋ ₋ ₋ ₋ ₋ 68.4 5.3 26.3 5.3 36.8 45.5
VIII 57.2 42.9 0 35.7 64.3 0 ₋ ₋ ₋ ₋ ₋ ₋
IX 100 0 0 100 0 0 100 0 0 90.0 10.0 0
23
24
Lampiran 14 Cacat pengeringan dan kerusakan sambungan
Pecah ujung pada papan Staining pada kayu yang diasapkan Pecah pada sambungan Sambungan yang hampir lepas
Lampiran 15 Pengujian sifat dasar pengeringan kayu asal beberapa industri mebel di Jepara
Komparasi cacat deformasi Cup pada kayu jati rakyat Cup pada kayu jati Perum Perhutani Crook pada kayu jati rakyat
25
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jepara pada tanggal 19 Januari 1991 dari ayah Sunaryo Al
Hariyono dan ibu Sri Nuryanti. Penulis adalah putra pertama dari tiga bersaudara. Tahun
2009, penulis lulus dari SMAN 1 Jepara dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi
masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima
di Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Mata Kuliah
Sosiologi Umum TPB pada tahun ajaran 2011/2012 dan 2012/2013, dan guru les private
Mata Kuliah Kimia untuk mahasiswa TPB IPB di Bimbingan Belajar MSCollege,
Dramaga, Bogor. Penulis juga aktif dalam organisasi di bidang lingkungan dan
kepemudaan, yakni: IGaF – Indonesian Greenaction Forum, YLI AC - Young Leaders for
Indonesia Alumni Community by McKinsey & Company, TUNZA Eco-generation:
Environmental Networking Platform for Children and Youth by Samsung Engineering
and UNEP, UNEP TUNZA SEAYEN, UNESCO Youth Peace Ambassador, GYBN -
Global Youth Biodiversity Network, dan IFSA - International Forestry Students’
Association. Bulan Juni 2010 dan Juni 2011, penulis melaksanakan Praktik Pengenalan
Ekosistem Hutan dan Praktik Pengelolaan Hutan. Selain itu, bulan Februari 2013, penulis
melaksanakan Praktik Lapangan Industri Kayu di PT Joko Joyo Jati Furniture di
Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
Penulis juga menjadi delegasi di ajang internasional untuk mewakili beberapa
institusi. Beberapa prestasi yang diraih oleh penulis antara lain ialah delegasi Asia untuk
menghadiri The Committee on Forestry and The 3rd World Forest Week di FAO
Headquarters di Italia tahun 2012, delegasi Indonesia untuk The 5th UNESCO Youth
Peace Ambassador di UNESCO Office Bangkok di Thailand tahun 2012, dan delegasi
IFSA untuk menghadiri The 11st Meeting of the Conference of the Parties to the Ramsar
Convention di Rumania tahun 2012, penerima dana hibah UNESCO Youth Ied-Initiative
Grant Scheme di UNESCO Office Jakarta di Indonesia tahun 2012, dan honorable
mention dari The 5th Eco-generation Environmental Essay Competition di Korea Selatan
tahun 2012.