Anda di halaman 1dari 26

TUGAS RISET KEPERAWATAN

PROPOSAL PENELITIAN
“PENGARUH TERAPI BERMAIN PUZZLE TERHADAP PERKEMBANGAN
MOTORIK HALUS DAN KOGNITIF ANAK USIA PRASEKOLAH

(4-5 TAHUN)”

Disusun Oleh :
SHINTA PUTRI GITAYU
10215026

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI
2017/2018
1
DAFTAR ISI

Daftar Isi ................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Motorik
1. Pengertian Perkembangan Motorik ........................................ 4
2. Pembangian Keterampilan Motorik ....................................... 5
3. Pengertian Motorik Halus ...................................................... 6
4. Faktor Yang Mempengaruhi Motorik Halus .......................... 7
5. Karakteristik Perkembangan Motorik Halus .......................... 10
6. Konsep Dasar Pengembangan Motorik .................................. 11
7. Prinsip Pengembangan Motorik Halus ................................... 11
8. Tujuan Peningkatan Motorik Halus ....................................... 12
9. Fungsi Pengembangan Motorik Halus ................................... 12
10. Metode Pembelajaran Motorik Halus ................................... 13
11. Tingkat Pencapaian Motorik Halus....................................... 14

B. Teori Perkembangan Kognitif


1. Pengertian Kemampuan Kognitif ........................................... 15
2. Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif ........... 16
3. Karakterikstik Kemampuan Kognitif ..................................... 17

C. Konsep Anak Usia 4-5 Tahun


1. Pengertian Anak Usia Pra Sekolah......................................... 19
2. Ciri-ciri Anak Usia Pra Sekolah ............................................. 20
3. Aspek Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak ..................... 21
4. Karakteristik Anak Usia Pra Sekolah ..................................... 22
5. Prinsip-prinsip Perkembangan Anak Usia Dini ..................... 24

D. Konsep Bermain
1. Pengertian Bermain ................................................................ 25
2. Manfaat Bermain .................................................................... 25
3. Jenis-jenis Bermain ................................................................ 26
4. Alat Permainan Edukatif ........................................................ 28
E. Pengaruh Terapi Bermain Puzzle Terhadap Perkembangan Motorik Halus dan
Kognitif Anak ............................................................................... 29
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
A. KERANGKA KONSEP .......................................................... 32
B. HIPOTESIS ............................................................................. 34

DAFTAR PUTAKA ................................................................................. 35

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Motorik
1. Pengertian Perkembangan Motorik

Elizabeth B Hurlock (1978: 159) menyatakan bahwa perkembangan motorik diartikan


sebagai perkembangan dari unsur kematangan pengendalian gerak tubuh dan otak sebagai
pusat gerak. Gerak ini secara jelas dibedakan menjadi gerak kasar dan halus.

Menurut Emdang Rini Sukamti (200:15) bahwa perkembangan motorik adalah


sesuatu proses kemasakan atau gerak yang langsung melibatkan otot-otot untuk bergerak dan
proses pensyarafan yang menjadi seseorang mampu menggerakkan dan proses persyarafan
yang menjadikan seseorang mampu menggerakan tubuhnya. Dari berbagai pendapat diatas
dapat disimpulkan bahwa perkembangan motorik merupakan perubahan keterampilan
motorik dari lahir sampai umur lima tahun yang melibatkan berbagai aspek perilaku dan
keterampilan motorik.

2. Pembagian Keterampilan Motorik

Menurut Magill Richard A, (1989:11) adalah berdasarkan kecermatan dalam


melakukan gerakakn keterampilan dibagi menjadi dua yaitu keterampilan motorik kasar
(gross motor skill) dan keterampilan motorik halus ( fine motor skill).

a. Keterampilan Motorik Kasar (gross motor skill)

Keterampilan motorik kasar (gross motor skill) merupakan keterampilan gerak yang
menggunakan otot-otot besar, tujuan kecermatan gerakan bukan merupakan suatu hal yang
penting akan tetapi koordinasi yang halus dalam gerakan adalah hal yang paling penting.
Motorik kasar meliputi melompat, memelempar, berjalan, dan meloncat.

b. Keterampilan Motorik Halus (fine motor skill)

Keterampilan motorik halus (fine motor skill) merupakan keterampilan motorik halus
yang merupakan keterampilan yang memerlukan control dari otot kecil dari tubuh untuk
mencapi tujuan dari keterampilan. Secara umum keterampilan motorik halus meliputi
koordinasi mata dan tangan keterampilan ini membutuhkan kecermatan yang tinggi. contoh
motori halus adalah: melukis, menjahit, dan mengancingkan baju.

3
3. Motorik Halus

Pengertian Motorik Halus

Gerakan motorik halus mempunyai peranan yang sangat penting, motorik halus
adalah gerakan yang hanya melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu yang dilakukan oleh
otot-otot kecil saja. Oleh karena itu gerakian didalam motorik halus tidak membutuhkan
tenaga akan tetapi membutuhkan koordinhasi yang cermat serta teliti. ( Depdiknas:2007:1)

Menurut Dini P dan Daeng Sari (1996:72) motorik halus adalah aktivitas motorik
yang melibatkan aktivitas otot-otot kecil atau halus gerakan ini menuntut koordinasi mata dan
tangan serta pengendalian gerak yang baik yang memungkinkannya melakukan ketepatan dan
kecermatan dalam gerak.

Yudha M Saputra dan Rudyanto (2005: 118) menjelaskan bahwa motorik halus
adalah kemampuan anak dalam beraktivitas dengan menggunakan otot-otot halus (kecil)
seperti menulis, meremas, menggenggam, menggambar, menyusun balok dan memasukkan
kelereng. Sedangkan menurut Kartini Kartono (1995: 83) motorik halus adalah ketangkasan,
keterampilan, jari tangan dan pergelangan tangan serta penugasan terhadap otot-otot urat
pada wajah. Pendapat lain yang dikemukakan oleh Astati (1995 : 4) bahwa motorik halus
adalah gerak yang hanya menggunakan otot-otot tertentu saja dan dilakukan oleh otot-otot
kecil yang membutuhkan koordinasi gerak dan daya konsentrasi yang baik.

Menurut Lindya (2008) motorik halus yaitu aspek yang berhubungan dengan
kemampuan anak untuk melakukan gerakan pada bagian-bagian tubuh tertentu saja dan
dilakukan oleh otot–otot kecil tetapi memerlukan koordinasi yang cermat.

Elizabeth B. Hurlock (1998:39) mengemukakan bahwa perkembangan motorik anak


adalah suatu proses kematangan yang berhubungan dengan aspek deferensial bentuk atau
fungsi termasuk perubahan sosial emosional. Proses motorik adalah gerakan yang langsung
melibatkan otot untuk bergerak dan proses persyaratan yang menjadikan seseorang mampu
menggerakkan anggota tubuhnya ( tangan, kaki, dan anggota tubuhnya).

Berdasarkan kutipan-kutipan diatas, maka pengertian motorik halus adalah


pengorganisasian penggunaan otot-otot kecil seperti jari-jemari dan tangan yang sering
membutuhkan kecermatan koordinasi mata dan tangan.

4
4. Faktor Yang Mempengaruhi Motorik Halus

Kartini Kartono (1995:21), mengemukakan bahwa faktor-faktor yang


mempengaruhi perkembangan motorik anak sebagai berikut:

a. Faktor hereditas (warisan sejak lahir atau bawaan)

b. Faktor lingkungan yang menguntungkan atau merugikan kematangan fungsi-fungsi organis


dan fungsi psikis

c. Aktivitas anak sebagai subyek bebas yang berkemauan, kemampuan, punya emosi serta
mempunyai usaha untuk membangun diri sendiri.

Rumini dan Sundari (2004:24-26) mengemukakan bahwa faktor–faktor yang


mempercepat atau memperlambat perkembangan motorik halus atara lain :

a. Faktor Genetik

Individu mempunyai beberapa faktor keturunan yang dapat menunjang perkembangan


motorik misal otot kuat, syaraf baik, dan kecerdasan yang menyebabkan perkembangan
motorik individu tersebut menjadi baik dan cepat.

b. Faktor kesehatan pada periode prenatal

Janin yang selama dalam kandungan dalam keadaan sehat, tidak keracunan, tidak
kekurangan gizi, tidak kekurangan vitamin dapat membantu memperlancar perkembangan
motorik anak.

c. Faktor kesulitan dalam melahirkan

Faktor kesulitan dalam melahirkan misalnya dalam perjalanan kelahiran dengan


menggunakan bantuan alat vacuum, tang, sehingga bayi mengalami kerusakan otak dan
akan memperlambat perkembangan motorik bayi.

d. Kesehatan dan gizi

Kesehatan dan gizi yang baik pada awal kehidupan pasca melahirkan akan
mempercepat perkembangan motorik bayi.

e. Rangsangan

Adanya rangsangan, bimbingan dan kesempatan anak untuk menggerakkan semua


bagian tubuh akan mempercepat perkembangan motorik bayi.

f. Perlindungan

5
Perlindungan yang berlebihan sehingga anak tidak ada waktu untuk bergerak
misalnya anak hanya digendong terus, ingin naik tangga tidak boleh dan akan menghambat
perkembangan motorik anak.

g. Prematur

Kelahiran sebelum masanya disebut premature biasanya akan memperlambat


perkembangan motorik anak.

h. Kelainan

Individu yang mengalami kelainan baik fisik maupun psikis, social, mental biasanya
akan mengalami hambatan dalam perkembangannya.

i. Kebudayaan

Peraturan daerah setempat dapat mempengaruhi perkembangan motorik anak


misalnya ada daerah yang tidak mengizinkan anak putri naik sepeda maka tidak akan diberi
pelajaran naik sepeda roda tiga.

Poerwanti Endang dan Widodo Nur, (2005: 56-57) menyatakan bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kualitas perkembangan anak ditentukan oleh :

a. Faktor Intern

Faktor interen adalah faktor yang berasal dari individu itu sendiri yang meliputi
pembawaan, potensi, psikologis, semangat belajar serta kemampuan khusus.

b. Faktor eksternal

Faktor eksternal adealah faktor yang berasal dari lingkungan luar diri anak baik yang
berupa pengalaman teman sebaya, kesehatan dan lingkungan.

Sedangkan pendapat Endang Rini Sukamti, (2007: 47) bahwa kondisi yang
mempunyai dampak paling besar terhadap laju perkembangan motorik diantaranya:

a. Sifat dasar genetik termasuk bentuk tubuh dan kecerdasan mempunyai pengaruh
yang sangat menonjol terhadap laju perkembangan motorik.

b. Seandainya dalam awal kehidupan pasca lahir tidak ada hambatan kondisi
lingkungan yang tidak menguntungkan dan semakin aktif janin semakin cepat perkembangan
motorik anak.

6
c. Kelahiran yang sukar khususnya apabila ada kerusakan pada otak akan
memperlambat perkembangan motorik.

d. Kondisi pra lahir yang menyenangkan, khususnya gizi makanan sang ibu lebih
mendorong perkembangan motorik anak yang lebih cepat pada pasca lahiran ketimbang
kondisi pra lahiran yang tidak menyenangkan.

e. Seandainya tidak ada gangguan lingkungan maka kesehatan gizi yang baik pada
awal kehidupan pasca lahiran akan mempercepat perkembangan motorik anak.

f. Anak yang IQ tinggi menunjukkan perkembangan yang lebih cepat dibandingkan


anak yang IQnya normal atau dibawah normal.

g. Adanya rangsangan, dorongan dan kesempatan untuk menggerakkan semua bagian


tubuh akan mempercepat perkembangan motorik anak.

h. Perlindungan yang berlebihan akan melumpuhkan kesiapan untuk berkembangnya


kemampuan motoriknya.

i. Cacat fisik seperti kebutaan akan memperlambat perkembangan motorik anak.

Berdasarkan pendapat-pendapat dari beberapa ahli maka dapat disimpulan tentang


faktor-faktor yang mempengaruhi motorik halus tidak lepas dari sifat dasar genetik serta
keadaan pasca lahir yang berhubungan dengan pola perilaku yang dibarikan kepada anak
serta faktor internal dan eksternal yang ada disekeliling anak dan pemberian gizi yang cukup.

5. Karakteristik Perkembangan Motorik Halus

Karakteristik perkembangan motorik halus anak dapat dijelaskan dalam Depdiknas,


2007: 10, sebagai berikut:

a. Pada saat anak berusia tiga tahun

Pada saat anak berusia tiga tahun kemampuan gerakan halus pada masa bayi.
Meskipun anak pada saat ini sudah mampu menjumput benda dengan menggunakan jempol
dan jari telunjuknya tetapi gerakan itu sendiri masih kikuk.

b. Pada usia empat tahun

Pada usia empat tahun koordinasi motorik halus anak secara substansial sudah
mengalami kemajuan dan gerakannya sudah lebih cepat bahkan cenderung ingin sempurna.

c. Pada usia lima tahun

7
Pada usia lima tahun koordinasi motorik halus anak sudah lebih sempurna lagi tangan,
lengan, dan tubuh bergerak dibawah koordinasi mata. Anak juga telah mampu membuat dan
melaksanakan kegiatan yang lebih majemuk, seperti kegiatan proyek.

d. Pada akhir masa kanak-kanak usia enam tahun

Pada akhir masa kanak-kanak usia enam tahun ia telah belajar bagaimana
menggunakan jari jemarinya dan pergelangan tangannya untuk menggerakkan ujung
pensilnya.

6. Konsep Dasar Pengembangan Motorik

J.H.Pestalozzi (pengajaran berupa) Berpendapat bahwa sumber pengetahuan adalah


alat indra pengamatan permulaannya oleh karena itu didalam pelajaran harus menggunakan
benda-benda yang sebenarnya, benda tersebut diamati dari segala segi dengan alat indera
anak.

Friedrich Frobel (asas bekerja sendiri) Berpendapat bahwa menggambar diawali


dengan membuat garis vertikal dan horizontal, spielgaben dan spielformen dengan
permainan bentuk, alat permainan untuk berfrobel (pekerjaan tangan ) misalnya, menganyam
kertas, kertas lipat dan tanah liat (Depdiknas 2007: 11).

7. Prinsip Dalam Pengembangan Motorik Halus

Untuk mengembangkan motorik halus pada anak usia 4-6 tahun di Taman kanak-
kanak agar berkembang secara optimal, maka perlu memperhatikan prinsip-prinsip yang
terdapat dalam Depdiknas, (2007: 13), sebagai berikut :

a. Memberikan kebebasan untuk berekspresi pada anak. Depdiknas, (2007: 13)

b. Melakukan pengaturan waktu, tempat, media (alat dan bahan) agar dapat merangsang
anak untuk berkreatif.

c. Memberikan bimbingan kepada anak untuk menentuksn teknik/cara yang baik dalam
melakukan kegiatan dengan berbagai media

d. Menumbuhkan keberanian anak dan hindarkan petunjuk yang dapat merusakkeberanian


dan perkembangan anak.

e. Membimbing anak sesuai dengan kemampuan dan taraf perkembangannya.

f. Memberikan rasa gembira dan menciptakn suasana yang menyenangkan pada anak.

8
g. Melakukan pengawasan menyeluruh terhadap pelaksanaan kegiatan.

8. Tujuan Peningkatan Motorik Halus

Saputra dan Rudyanto (2005:115) menjelaskan tujuan pengembangan motorik halus


anak yaitu:

a. Mampu memfungsikan otot-otot kecil seperti gerakan jari tangan.

b. Mampu mengkoordinasi kecepatangan tangan dengan mata.

c. Mampu mengendalikan emosi.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan peningkatan motorik


halus ini diantaranya untuk meningkatkan kemampuan anak agar dapat mengembangkan
kemampuan motorik halus khususnya jari tangan dan optimal kearah yang lebih baik.
Dengan anak mampu mengembangkan kemampuan motorik halus jari tanganya kearah yang
lebih baik.

9. Fungsi Perkembangan Motorik Halus

Elizabeth B. Hurlock (1978) mencatat beberapa alasan tentang fungsi


perkembangan motorik halus bagi konstetrasi perkembangan individu, yaitu :

a. Melalui keterampilan motorik anak dapat menghibur dirinya dan pemperoleh perasaan
senang, seperti anak merasa senang dengan memiliki keterampilan memainkan boneka,
melempar dan menangkap bola, atau memainkan alat-alat mainan lainnya.

b. Melalui keterampilan motorik anak dapat beranjak dari kondisi helpessness (tidak
berbahaya), pada bulan-bulan pertama kehidupannya, ke kondisi yang indepence (bebas dan
tidak bergantung) anak dapat bergerak dari satu tempat ke tempat yang lainnya dan dapat
berbuat sendiri untuk dirinya, kondisi ini akan dapat menunjang perkembangan self
confidence ( rasa percaya diri).

c. Melalui keterampilan motorik anak dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan


sekolah (school adjustment), pada usia pra sekolah (taman kanak-kanak) atau usia kelas awal
sekolah dasar, anak sudah dapat dilatih menggambar, melukis, baris- berbaris, dan persiapan
menulis.

10. Metode Pembelajaran Motorik Halus

Moedjiono dan Dimyati mengemukakan beberapa metode yang dapat digunakan:

9
a. Metode tanya jawab

Metode tanya jawab merupakan suatu format interaksi antara guru dan siswa melalui
kegiatan bertanya yang dilakukan oleh guru untuk mendapatkan respon secara lisan dari
siswa sehingga dapat menumbuhkan pengetahuan baru pada diri siswa.

b. Metode pemberian tugas

Metode pemberian tugas adalah: suatu format interaksi belajar mengajar yang ditandai
dengan adanya satu atau lebih tugas yang diberikan oleh guru. Penyelesaian tugas tersebut
dapat dilakukan secara perorangan atau kelompok sesuai dengan perintah yang diberikan
oleh guru.

c. Metode demonstrasi

Metode demonstrasi adalah: suatu format interaksi belajar mengajar yang disengaja untuk
mempertunjukkan, memperagakan suatu tindakkan proses atau prosedur yang dilakukan
oleh guru atau orang lain kepada seluruh siswa atau sebagian siswa (Moedjiono dan
Dimyati,1990:29-36).

11. Tingkat Pencapaian Motorik Halus Pada Usia 4-5 tahun.

Tingkat pencapaian perkembangan motorik pada usia 4-5 tahun menurut kurikulum 2004
yaitu:

1. Dapat menggerakkan jari tangan untuk kelenturan otot dan koordinasi.

2. Dapat menggerakkan lengannya untuk kelenturan otot dan koordinas.i

3. Dapat menggerakkan badan dan kaki dalam rangka keseimbangan dan koordinasi.

Tingkat pencapaian perkembangan motorik pada usia 4-5 tahun menurut kurikulum 2007
yaitu:

1. Dapat menggerakkan jari tangan untuk kelenturan otot dan koordinasi.

2. Dapat menggerakkan lengannya untuk kelenturan otot dan koordinasi.

3. Dapat menggerakkan badan dan kaki dalam rangka keseimbangan dan koordinasi.

Tingkat pencapaian perkembangan motorik pada usia 4-5 tahun menurut Permendikna
no 58 tahun 2010 adalah:

1. Membuat garis verikal horizontal, lengkung kiri/kanan, dan lingkaran.

10
2. Menjiplak bentuk.

3. Mengkoordinasikan mata dan tangan untuk melakukan gerakan yang rumit.

4. Melakukan gerakan manipulatif untuk menghasilkan suatu bentuk dengan menggunakan


berbagai media.

Menurut Slamet Suyanto, tingkat perkembangan motorik pada usia 2-5 tahun. Mulai
menirukan apa yang dilakukan orang dewasa.

1. Motorik halus mulai berkembang pesat.

2. Menunjukkan koordinasi bilateral yang baik.

3. Menunjukkan koordinasi antar organ.

B. Teori Perkembangan Kognitif Anak Usia 4-5 tahun

1. Pengertian Kemampuan Kognitif

Kognitif seringkali diartikan sebagai kecerdasan berpikir. Kognitif adalah pengetian


yang luas mengenai berpikir dan mengamati, jadi merupakan tingkah laku yang
mengakibatkan orang memperoleh pengetahuan atau yang dibutuhkan untuk menggunakan
pengetahuan.

Kemampuan kognitif adalah suatu proses berpikir, yaitu kemampuan individu untuk
menghubungkan, menilai dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa. Proses
kognitif berhubungandengan tingkat kecerdasan (intelegensi) yang memadai seseorang
dengan berbagai minat terutama ditunjukkan dengan ide-ide dan belajar.

Sementara itu Siti Partini Suwardiman membatasi pengertian kemampuan kognitif


pada anak usia dini, yakni daya atau kemampuan anak untuk berpikir dan mengamati, melihat
hubungan-hubungan, kegiatan yang mengakibatkan seorang anak memperoleh pengetahuan
baru yang banyak di dukung oleh kemampuan bertanya.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa perkembangan kognitif menunjukkan


perkembangan dari anak berpikir. Kemampuan anak untuk mengkoordinasikan berbagai cara
untuk menyelesaikan berbagai masalah dapat dipergunakan sebagai tolak ukur pertumbuhan

kecerdasan.

11
Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan kognitif
adalah kemampuan anak untuk berpikir melalui pengamatan, menggolongkan,
menghubungkan, menguraikan, mengambul perkembangan-perkembangan anak yang lain.

2. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif

Kemampuan kognitif anak menunjukkan kemampuan seorang anak untuk berpikir.


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan tersebut. Siti Partini Suwardiman
mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi kemampuan kognitif adalah pengalaman
yang berasal dari lingkungan dan kematangan organisme.

Pendapat tersebut diperkuat oleh Ahmad Susanto yang mengemukakan bahwa ada
beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif, diantaranya adalah:

a. Faktor hereditas atau keturunan, yaitu kemampuan kognitif sudah ada sejak anak
dilahirkan.

b. Faktor lingkungan, yaitu kemampuan kognitif ditentukan jika seorang individu telah
mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing. Kematangan berkaitan erat
dengan usia anak.

c. Faktor pembentukan, yaitu kemampuan kognitif dipengaruhi oleh segala keadaan di luar
diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelegensi, baik pembentukan disengaja
(sekolah formal) dan pembentukan tidak sengaja (pengaruh alam sekitar). Sehingga manusia
berbuat intelegensi karena untuk mempertahankan hidup ataupun dalam bentuk

mempertahankan diri.

e. Faktor minat dan bakat, yaitu kemampuan kognitif dipengaruhi keinginan dan potensi yang
dimiliki seseorang.

f. Faktor kebebasan, yaitu kemampuan kognitif dipengaruhi oleh kebebasan artinya


keleluasaan manusia untuk berpikir.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi
kemampuan kognitif terdiri dari dua faktor yaitu faktor dari dirinya (internal) maupun faktor
dari luar dirinya (eksternal). Faktor internal meliputi hereditas, kematangan, minat dan bakat
sedangkan faktor eksternal meliputi lingkungan (pengalaman), pembentukan dan kebebasan.

3. Karakteristik Kemampuan Kognitif Anak Usia 4-5 tahun

Piaget menyebutkan bahwa perkembangan kognitf anak terdiri dari empat tahap yaitu:

12
a. Tahap sensorimotorik (0-2 tahun)

b. Tahap praoperasional (2-7 tahun)

c. Tahap operasional konkret (7-11 tahun)

d. Tahap operasional formal (11-15 tahun)

Berdasarkan paparan di atas, maka anak usia 4-5 tahun berada pada tahap
praoperasional. Pada tahap pemikiran praoperasional, tahap perkembangan anak dibagi
menjadi dua sub tahap yaitu sub tahap fungsi simbolis (symbolic function substage) yang
terdiri dari rentang usia 2-4 tahun dan sub tahap pemikiran intuitif (intuitif thought substage)
terjadi berkisar usia 4-7 tahun. Dengan demikian jika merujuk pada pendapat di atas, usia 4-5
tahun berada pada kemampuan kognitif pra operasional pada sub tahap pemikiran intuitif.

Piaget mengidentifikasikan beberapa karakteristik kemampuan kognitif

praoperasional pada sub tahap intuitif, diantaranya:

a. Anak mulai menggunakan penalaran primitif dan ingin tahu jawaban atas semua
pertanyaan.

b. Cara berpikir anak lebih bersifat intuitif daripada logis. Maksudnya, anak mengatakan
mengetahui sesuatu tetapi mengetahuinya tanpa menggunakan pemikiran rasional.

c. Kurangnya keterampilan konservasi, baik konservasi benda cair, konservasi jumlah, bahan,
panjang, isi dan bidang.

d. Memiliki rasa ingin tahun yang tinggi atas serentetan pertanyaan yang diajukan.

e. Aktif memperhatikan segala sesuatu tetapi dengan rentan atensi yang pendek.

f. Memiliki daya ingat yang baik.

Sementara itu, Piaget menyebutkan bahwa karakteristik perkembangan kognitif pada


fase praoperasional, diantaranya adalah:

a. Cara berpikir anak bersifat konkret.

b. Anak mampu menghubungkan sebab-akibat yang tampak secara langsung.

c. Cara berpikir anak bersifat transduksi, yaitu pengambilan keputusan dengan


menghubungkan benda-benda yang baru dipelajari berdasarkan pengalaman berinteraksi
dengan benda-benda sebelumnya.

d. Masih sulit membuat generalisasi atau menarik kesimpulan.

13
e. Memiliki cara berpikir sinkretik (gila). Istilah ini dipakai karena cara berpikir anak tidak
masuk akal atau gila bagi orang dewasa, terutama yang terkait dengan sebab akibat.

f. Kurangnya keterampilan konservasi.

Sementara itu, Caplan menjabarkan kemampuan kognitif anak usia 6 tahun adalah
sebagai berikut:

a. Suka mempraktekkan kemampuan intelektual. Misalnya, setelah anak mendapat penjelasan


dari guru di sekolah bawah sampah di buang pada tempat sampah, maka anak akan
memprakrekkan pengetahuan tersebut sampau di kehidupan nyata mereka.

b. Memahami beberapa kata-kata ukuran dan kuantitas, seperti separuh, semua, besa-kecil,
lebih banyak-lebih sedikit, serta tinggi-pendek.

c. Mulai melihat hubungan kapasitas wadah yang berbeda bentuk.

d. Dapat menggali huruf-huruf besar namun tertentu.

e. Dapat memisah-misahkan benda berdasarkan ukuran, warna, bentuk, tekstur dan lain
lainnya.

C. Konsep Anak Usia 4-5 Tahun

1. Pengertian Anak Usia prasekolah

Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan
yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa pertumbuhan dan
perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun) usia bermain/toddler (1-2,5 tahun), usia
prasekolah (2,5-5), usia sekolah (5-11 tahun) hingga remaja (11-18 tahun). Anak dari usia 1
sampai 5 atau 6 tahun menguatkan rasa identitas jender dan mulai membedakan perilaku
sesuai jenis kelamin yang didefinisikan secara sosial serta mengamati perilaku orang dewasa,
mulai untuk menirukan tindakan orangtua yang berjenis kelamin sama, dan mempertahankan

atau memodifikasi perilaku yang didasarkan pada umpan balik orangtua (Potter & Perry,
2005).

Anak usia prasekolah adalah anak usia 3-5 tahun saat dimana sebagian besar sistem
tubuh telah matur dan stabil serta dapat menyesuaikan diri dengan stres dan perubahan yang
moderat (Wong, 2008). Anak usia prasekolah merupakan masa kanak-kanak awal, yaitu
berada pada usia tiga sampai enam tahun (Potter & Perry, 2005). Anak usia prasekolah
adalah pribadi yang mempunyai berbagai macam potensi. Potensi- potensi itu dirangsang dan

14
dikembangkan agar pribadi anak tersebut berkembang secara optimal. Di usia ini anak
mengalami banyak perubahan baik fisik dan mental, dengan karakteristik sebagai berikut,
berkembangnya konsep diri, munculnya egosentris, rasa ingin tahu, imajinasi, belajar
menimbang rasa, munculnya kontrol internal (tubuh), belajar dari lingkungannya,
berkembangnya cara berfikir, berkembangnya kemampuan berbahasa, dan munculnya
perilaku (Wong, 2008).

2. Ciri-Ciri Anak Usia Pra sekolah

Snowman (dalam Patmonodewo, 2008) mengemukakan ciri-ciri anak usia prasekolah


(3-6 tahun) yang biasanya berada di Taman Kanak-Kanak. Ciri-ciri yang dikemukakan
meliputi aspek fisik, sosial, emosi dan kognitif anak.

1. Ciri fisik

Anak usia prasekolah umumnya sangat aktif. Mereka memiliki penguasaan


(kontrol) terhadap tubuhnya dan sangat suka melakukan kegiatan yang dilakukan sendiri.
Setelah melakukan berbagai kegiatan, anak usia prasekolah membutuhkan istirahat yang
cukup. Otot-otot besar pada anak usia prasekolah lebih berkembang dari kontrol terhadap
jari dan tangan. Oleh karena itu, mereka biasanya belum terampil dalam melakukan kegiatan
yang agak rumit seperti mengikat tali sepatu. Anak usia prasekolah juga sering mengalami
kesulitan apabila harus memfokuskan perhatiannya pada objek-objek yang kecil ukurannya.
Walaupun tubuh anak ini lentur, tetapi tengkorak kepala mereka masih lunak. Selain itu,
walaupun anak laki-laki lebih besar, akan tetapi anak perempuan lebih terampil dalam tugas
yang praktis.

2. Ciri sosial

Umumnya pada tahap ini mereka mempunyai satu atau dua sahabat, tetapi sahabat ini
cepat berganti. Kelompok bermainnya cenderung kecil dan tidak terlalu terorganisir dengan
baik. Anak yang lebih muda sering kali bermain bersebelahan dengan anak yang lebih tua.
Selain itu permainan mereka juga bervariasi sesuai dengan kelas sosial dan gender. Sering
terjadi perselisihan tetapi kemudian berbaikan kembali. Pada anak usia prasekolah juga
sudah menyadari peran jenis kelamin dan sextyping.

3. Ciri emosional

15
Anak usia prasekolah cenderung mengekspresikan perasaan secara bebas dan
terbuka. Iri hati juga sering terjadi diantara mereka dan anak usia prasekolah pada umumnya
sering kali merebut perhatian guru.

4. Ciri kognitif

Anak usia prasekolah umumnya sudah terampil dalam berbahasa. Kompetensi anak
juga perlu dikembangkan melalui interaksi, minat, kesempatan, memahami dan kasih sayang.

3. Aspek Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2009) menyebutkan aspek-aspek


perkembangan yang dapat dipantau meliputi gerak kasar, gerak halus, kemampuan bicara dan
bahasa, serta sosialisasi dan kemandirian.

1. Gerak kasar atau motorik kasar adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak
melakukan pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan otot-otot besar, seperti duduk,
berdiri, dan sebagainya.

2. Gerak halus atau motorik halus adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak
melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan oleh otot-
otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat seperti mengamati sesuatu, menjimpit,
menulis dan sebagainya.

3. Kemampuan bicara dan bahasa adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan untuk
memberikan respons terhadap suara, berbicara, berkomunikasi, mengikuti perintah dan
sebagainya.

4. Sosialisasi dan kemandirian adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri
anak (makan sendiri, membereskan mainan selesai bermain), berpisah dengan ibu/pengasuh
anak, bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya, dan sebagainya.

4. Karakteristik Anak Usia Prasekolah

1. Perkembangan Motorik

Pada saat anak mencapai tahapan usia prasekolah (4-6 tahun) ada ciri yang jelas
berbeda antara anak usia bayi dan anak usia prasekolah. Perbedaannya terletak dalam
penampilan, proporsi tubuh, berat, panjang badan dan keterampilan yang mereka miliki.
Bertambahnya usia, perbandingan antar bagian tubuh akan berubah. Gerakan anak usia
prasekolah lebih terkendali dan terorganisasi dalam pola-pola. Perkembangan lain yang

16
terjadi pada anak usia prasekolah , umumnya ialah jumlah gigi yang tumbuh mencapai 20
buah. Gigi susu akan tanggal pada akhir masa usia prasekolah. Gigi yang permanen tidak
akan tumbuh sebelum anak berusia 6 tahun. Otot dan sistem tulang akan terus berkembang
sejalan dengan usia mereka. Kepala dan otak mereka telah mencapai ukuran orang dewasa
pada saat anak mencapai usia prasekolah.

Perkembangan motorik terbagi dua yaitu motorik halus dan motorik kasar. Motorik
kasar merupakan gerakan yang terjadi karena adanya koordinasi otot-otot besar, seperti ;
berjalan, melompat, berlari, melempar dan naik. Motorik halus berkaitan dengan gerakan
yang menggunakan otot halus, seperti ; menggambar, menggunting, melipat kertas, meronce,
dan lain sebagainya.

2. Perkembangan Kognitif

Kognitif seringkali diartikan sebagai kecerdasan atau berpikir. Kognitif adalah


pengertian yang luas mengenai berpikir dan mengamati, jadi kognitif merupakan tingkah
laku-tingkah laku yang mengakibatkan orang memperoleh pengetahuan. Perkembangan
kognitif menunjukkan perkembangan dari cara anak berpikir. Kemampuan anak untuk
mengkoordinasikan berbagai cara berpikir untuk menyelesaikan berbagai masalah dapat
dipergunakan sebagai tolok ukur pertumbuhan kecerdasan. Piaget (Patmonodewo, 2008)
menjelaskan perkembangan kognitif terdiri dari empat tahapan perkembangan yaitu tahapan
sensorimotor, tahapan praoperasional, tahapan kongkret operasional dan tahapan formal
operasional.

3. Perkembangan Bahasa

Bahasa sebagai alat komunikasi tidak hanya berupa bicara, dapat diwujudkan dengan
tanda isyarat tangan atau anggota tubuh lainnya yang memiliki aturan sendiri yang
berkembang menjadi komunikasi melalui ujaran yang tepat dan jelas. Dalam membicarakan
perkembangan bahasa terdapat 3 butir yang perlu dibicarakan (Patmonodewo, 2008), yaitu:

a. Ada perbedaan antara bahasa dan kemampuan berbicara. Bahasa biasanya dipahami
sebagai sistem tata bahasa yang rumit dan bersifat semantik, sedangkan kemampuan bicara
terdiri dari ungkapan dalam bentuk kata-kata. Walaupun bahasa dan kemampuan berbicara
sangat dekat hubungannya tapi keduanya berbeda.

b. Terdapat dua daerah pertumbuhan bahasa yaitu bahasa yang bersifat pengertian/reseptif
(understanding) dan pernyataan/ekspresif (producing). Bahasa pengertian (misalnya
mendengarkan dan membaca) menunjukkan kemampuan anak untuk memahami dan berlaku
17
terhadap komunikasi yang ditujukan kepada anak tersebut. Bahasa ekspresif (bicara dan
tulisan) menunjukkan ciptaan bahasa yang dikomunikasikan kepada orang lain.

c. Komunikasi diri atau bicara dalam hati, juga harus dibahas. Anak akan berbicara dengan
dirinya sendiri apabila berkhayal, pada saat merencanakan menyelesaikan masalah, dan
menyerasikan gerakan mereka. Anak usia prasekolah biasanya telah mampu mengembangkan
keterampilan bicara melalui percakapan yang dapat memikat orang lain. Mereka dapat
menggunakan bahasa dengan berbagai cara, antara lain dengan bertanya, melakukan dialog
dan menyanyi.

4. Perkembangan Psikososial

Merupakan perkembangan yang membahas tentang perkembangan kepribadian


manusia, khususnya yang berkaitan dengan emosi, motivasi dan perkembangan kepribadian.

5. Prinsip-Prinsip Perkembangan Anak Usia Dini

Anak-anak yang berada pada masa prasekolah berada pada periode yang sensitif, ia
mudah menerima rangsangan-rangsangan dari lingkungan. Menurut Hainstok dalam Sujiono
(2009:54). Pada masa ini anak mulai peka untuk menerima berbagai stimulasi dan upaya
pendidikan dari lingkungan baik disengaja atau tidak. Pada masa ini pula terjadi pematangan
fungsi-fungsi fisik dan psikis sehingga anak siap merespon dan mengaktualisasikan tahapan
perkembangan pada perilakunya sehari hari.

Wiyani (2012:86) mengungkap prinsip-prinsip perkembangan anak, meliput;. a) anak


berkembang secara holistik, b) perkembangan terjadi dalam urutan yang teratur, c)
perkembangan anak berlangsung pada tingkat yang beragam didalam dan diantara anak, d)
perkembangan baru didasarkan pada perkembangan sebelumnya dan e) perkembangan
mempunyai pengaruh yang bersifat kumulatif.

Sedangkan Aqib (2011:75) mengutarakan prisip-prinsip perkembangan sebagai


berikut; a) anak belajar dengan baik jika kebutuhan fisiknya terpenuhi, b) anak belajar secara
terus menerus, membangun pemahaman hingga mencipta sesuatu, c) anak belajar melalui
interaksi sosial, d) motivasi timbul dari minat dan ketekunan, e) adanya perbedaan danalam
gaya belajar dan f) memulai dari yang sederhana kekompleks, konkret ke abstrak, gerakan ke
verbal dan dari diri kesosial.

18
Prinsip-prinsip perkembangan tersebut adalah komponen yang akan dijadikan
alternatif pendidik dalam menentukan tujuan, memilah bahan ajar, menetukan metode
penggunaan media dan mengevaluasi perkembangan, Wiyani (2012:86)

D. Konsep Bermain

1. Pengertian Bermain

Piaget dalam Benson (2004:143), melihat bahwa bermain sebagai kegiatan


penyesuaian diri yang melibatkan proses asimilasi: anak berusaha mencocokkan dunia nyata
dengan keinginan dan pengalamannya sendiri. Kemudian terdapat proses imitasi ada proses
peniruaan untuk kesenangannya sendiri (berhasil meniru).

Parten Mayesty dalam Sujiono (2010:34) memandang bahwa kegiatan bermain


sebagai sarana bersosialisasi, dimana melalui bermain dapat memberi kesempatan anak
berkeskplorasi, menemukan, mengekporesikan perasaan, berkreasi dan belajar secara
menyenangkan. Selain itu kegiatan bermain dapat membantu anak mengenal dirinya sendiri,
dengan siapa ia hidup serta lingkungan tempat dimana ia hidup.

Wiyani (2012:93), istilah bermain diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan
dengan mempergunakan atau tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan pengertian,
memberikan informasi, memberikan kesenangan dan dapat mengembangkan imajinasi anak.
Bermain dan bereksplorasi dapat membantu perkembangan otak, berbahasa bernalar, dan
bersosialisasi. Pembelajaran yang menyenangkan memusatkan perhatian anak secara pernuh
pada belajar sehingga waktu curahnya tinggi, Miarso (2011:15). Bermain juga bermanfaat
mengasah panca indera. Montolalu (2010:1.21).

2. Manfaat Bermain

Menurut Montolalu (2010:1.19) bermain bermanfaat untuk perkembangan fisik, kognitif


sosial emosional dan moral, bermain membawa manfaat yang besar bagi perkembangan anak
secara keseluruhan. Manfaat bermain adalah :

a) Memicu kreativitas.

b) Mencerdaskan otak.

c) Menanggulangi konflik.

d) Melatih empati.

e) Mengasah panca indera.

19
f) Melakukan penemuan.

3. Jenis-Jenis Bermain

Menurut Moeslichaton (2004:37), ada berberapa penggolongan kegiatan bermain


yang sesuai dengan anak usia dini, yaitu kegiatan bermain sesuai dengan dimensi
perkembangann sosial anak dan kegiatan bermain berdasarkan pada kegemaran anak.
Kegiatan bermain sesuai dengan dimensi perkembangan sosial anak.

a) Bermain secara soliter, yaitu anak bermain sendiri atau dapat juga dibantu oleh
guru. Para peneliti menganggap bermain secara soliter memiliki fungsi yang penting karena
setiap kegiatan bermain jenis ini 50% menyangkut kegiatan edukatif dan 25% menyangkut
kegiatan otot kasar.

b) Bermain secara pararel, yaitu bermain sendiri-sendiri secara berdampingan, jadi


tidak ada interaksi antara mereka, namun ada peniruan dan c) Bermain asosiatif , ini terjadi
ketika anak-anak bermain secara bersama, bermain bola bersama, bermain pasir bersama, dan

sebagainya.

Sedangkan aktivitas bermain yang digolongkan berdasarkan kegemaran anak


diantaranya :

a) bermain bebas dan spontan, yaitu kegiatan bermain yang tidak memiliki peraturan.

b) bermain pura-pura, bermain dengan menggunakan daya khayal dengan memainkan peran
tertentu di tempat dan waktu tertentu, misalnya bermain jual beli di pasar, bermain sebagai
polisi yang mengatur lalu lintas dan bermain sebagai tokoh dalam dongeng.

c) bermain dengan cara membangun atau menyusun. Bermain dengan cara membangun atau
menyusun ini akan mengembangkan kreativitias anak. Setiap anak akan menggunakan
imajinasinya membentuk suatu bangunan. Moesclihatun (2004:40) mengatakan bahwa
kegiatan menggambar dapat dikelompokkan dalam bermain membangun atau menyusun.
Dalam penelitian ini menggambar adalah aktivitas yang banyak dilakukan dengan
memanfaatkan media kertas.

Moeslichatun (2004:34) memunculkan beberapa fungsi bermain, diantaranya.


Menghayati berbagai pengalaman yang diperoleh dari kehidupan sehari-hari, menggunakan
alat transportasi, sehingga bisa mengimajinasikan ketika menggambar, menggambar juga bisa
berfungsi sebagai terapeutik. Menyempurnakan ketrampilan-ketrampilan yang dipelajari.
Misalnya, keterampilan gerak, kognitif dan interaksi sosial. Bermain memiliki peran yang

20
sangat penting bagi anak untuk mengembangkan potensi. Potensi-potensi tersebut adalah
fisik, kognitif, bahasa, sosial, emosi dan daya kreativitas. Potensi-potensi yang dikembangkan
secara optimal akan memiliki efek pada prestasi akademiknya. Selain hal-hal tersebut, ada
sisi kepribadian yang juga berkembang melalui bermain. Misalnya rasa percaya diri, mandiri,
berani, mampu bekerjasama, memiliki inisiatif dalam melakukan sesuatu dan cermat dalam
membuat keputusan. Melalui bermain, pengalaman anak bertambah, terutama dalam
memecahkan atau menemukan pemecahan masalah untuk menyelesaikan sesuatu. Berbagai
hal bisa didapatkan oleh anak-anak melalui bermain, seperti kesenangan, pembelajaran dan
pengalaman langsung. Misalnya bermain kertas. Kertas dapat digunakan dalam aktivitas
merobek, menempel, melipat, menggunting dan menggambar. Selain itu, kertas bisa
dikreasaikan menjadi berbagai alat permainan melalui aktivitas-aktivitas di atas. Misalnya,
kertas diremas untuk dibuat menjadi bola dan digunakan dalam permainan lempar bola.
Kertas yang sudah membentuk pohon ditempel pada karton dalam permainan menanam
pohon. Kertas dilipat menjadi alat permainan kipas-kipasan, kapal-kapalan, orang-orangan
dan sebagainya. Kertas digambar mobil, digunting dan lalu ditempelkan pada kardus, jika
sudah jadi anak-anak dapat memajang atau memainkan mobil-mobilan kertasnya. Aplikasi-
aplikasi tersebut dapat menjadi media berkembangnya lima tingkat capaian perkembangan,
yaitu, nila-nilai moral dan agama, sosial emosional, kognitif, bahasa dan fisik (motorik halus
dan kasar).

4. Alat Permainan Edukatif


Dapat dideskripsikan sebagai berikut:
1. Alat Permainan Tradisional
Dalam permainan edukatif ini anak disuguhi bahan mentah yang harus ia upayakan
sendiri agar menjadi sesuatu yang berbentuk. Mislannya balok bangunan, papan pasak dan
sebaginya. Berbagai jenis yang lain adalah merupakan “Team Work” yang pengerjaannya
secara kelompok, sehingga melatih anak bersosialisasi secara langsung dengan lingkungan,
seperti permainan kelereng (asah sosial). Sedang alat permaian tradisional yang dapat
mengasah kecerdasan otak anak, antara lain: catur, halma atau dakon. Alat permainan
edukatif tradisional ini cenderung memiliki banyak manfaat, selain sederhana dalam desain,
serba guna, aman, tahan lama dan merangsang atau menstimulasi otak anak, permainan
edukatif dengan menggunakan alat tradisional ini lebih murah dan tidak menjadikan anak anti
sosial, karena padaumumnya permainan dengan alat-alat ini melibatkan dua anak atau lebih
(kelompok dalam kegiatan) (Johan Freman dan Utami Munandar, 1996: 253-254).

21
2. Alat Permainan eloktronik atau modern
Berbagai model alat permainan ini seperti; video game, computer, nitendo, maupun
tamiya merupakan alat permainan edukatif yang sangat menarik. Anak-anak usia dini sudah
banyak yang dapat mengoperasikannya hanya dengan memencet tombol-tombol game,
maupun remot kontrol yang melengkapi alatpermainan ini. Dr. Endang Warzili Ghazali
kepala UPF Psikiater RSUD Doktor Soetomo menyatakan:”selama ini pola permainan
modern cenderung seperti kebanyakan pola pendidikan formal anak yang mengharuskan
mereka duduk terkurung dalam kamar berjam-jam, sehingga pola permainan itu
membahayakan mental anak. Selain membuat anak terbiasa dengan menghargai egonya
sendiri, anak-anak terdorong untuk menjadi anti sosial (Irawati Istadi, 2003: 129).
Selanjutnya, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Midred Parten terhadap aktivitas
permainan anak-anak prasekolah (usia 2-5 tahun) dari segi perilaku sosial, ditemukan 6
kategori permainan anak-anak, yaitu:
1.Permainan Unoccupied
Anak memperhatikan dan melihat segala sesuatuyang menarik perhatiannya dan melakukan
gerakan-gerakan bebas dalam bentuk tingkah laku yang tidak terkontrol.
2. Permainan Solitary
Anak dalam sebuah kelompok asyik bermain sendiri-sendiri dengan bermacam-macam alat
permainan, sehingga tidak terjadi kontak antara satu sama lain dan tidak peduli terhadap apa
pun yang sedang terjadi.
3. Permaian Onlooker
Anak melihat dan memperhatikan anak-anak lain bermain. Anak ikut berbicara dengan anak-
anak lain dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, tetapi ia tidak ikut terlibat dalam aktivitas
permainan tersebut.
4. Permainan Parallel.
Anak-anak bermain dengan alat-alat permainan yang sama, tetapi tidak terjadi kontak antara
satu dengan yang lain atau tukar
menukar alat permainan.
5. Permainan Assosiative
Anak bermain bersama-sama saling pinjam alat permainan, tetapi permaianan itu tidak
mengarah pada satu tujuan, tidak ada pembagian peranan dan pembagian alat-alat permainan.
6. Permainan Cooperative

22
Anak-anak bermain dalam kelompok yang terorganisir, dengan kegiatan-kegiatan konstruktif
dan membuat sesuatu yang nyata, di mana setiap anak mempunyai peranan sendiri-sendiri.
Upaya Mendidik Anak Melalui Permainan Edukatif Kelompok ini dipimpin dan diarahkan
oleh satu atau dua orang anak sebagai pimpinan kelompok (Desmita, 2005: 142-143).

E. Pengaruh Terapi Bermain Puzzle Terhadap Perkembangan Motorik Halus dan


Kognitif anak Usia Pra Sekolah (4-5 tahun)

Masa kanak-anak adalah saat ideal untuk mempelajari ketrampilan motorik. Karena
tubuh/anggota badan masih lentur ketimbang tubuh remaja atau orang dewasa. Sehingga anak
usia dini mudah diberi keetrampilan dasar. Anak usia dini juga lebih berani mencoba banyak
hal dan juga tidak bosan melakukan pengulangan-pengulangan gerakan atau latihan-latihan
yang diperuntukkan untuk ketrampilan motoriknya yang diberikan dengan kualifikasi sesuai
umur. Semakin bertambah umur, kemampuan motorik anak juga mengalami peningkatan.

Hurlock (1978:158) mendefinisikan perkembangan gerak motorik halus sebagai


proses meningkatnya pengkoordinasian gerak tubuh yang melibatkan otot dan syaraf yang
jauh lebih kecil atau detail. Kelompok otot dan syaraf inilah yang nantinya mampu
mengembangkan gerak motorik halus, seperti meremas kertas, meyobek, menggambar,
menulis dan lain sebagainya. Teori Perkembangan Motorik Halus Anak Usia Dini Masa
kanak-anak adalah saat ideal untuk mempelajari ketrampilan motorik. Karena tubuh/anggota
badan masih lentur ketimbang tubuh remaja atau orang dewasa. Sehingga anak usia dini
mudah diberi keetrampilan dasar. Anak usia dini juga lebih berani mencoba banyak hal dan
juga tidak bosan melakukan pengulangan-pengulangan gerakan atau latihan-latihan yang
diperuntukkan untuk ketrampilan motoriknya yang diberikan dengan kualifikasi sesuai umur.
Semakin bertambah umur, kemampuan motorik anak juga mengalami peningkatan.

Morrison (2008:153) mengungkapkan bahwa ketrampilan motorik yang baik memiliki


beberapa indikator, seperti: dapat meningkatkan kekuatan, ketangkasan dan kontrol yang
diperlukan untuk menggunakan alat-alat seperti gunting; dapat menumbuhkan koordinasi
mata-tangan dalam membangun balok-balok, menyatukan potongan teka-teki, menciptakan
kembali bentuk dan pila, merangkai manik-manik dan menggunakan gunting; dapat
menentukan kemampuan menggunakan tulisan, gambar dan alat-alat seperti pensil, spidol,
kapur, kuas cat dan seterusnya. Jadi, banyak hal sekaligus media yang dapat digunakan untuk
anak dapat memaksimalkan keterampilan motorik halusnya. Hal-hal tersebut adalah
merupakan hasil dari kerjasama gerak atau koordinasi mata dan otot yang sinergis. Pada

23
dasarnya, ketrampilan motorik halus melibatkan gerakan-gerakan yang diselaraskan.
Memegang mainan, menggunakan sendok, mengancingkan ketrampilan meraih sesutu yang
memerlukan ketangkasan jari menunjukkan ketrampulan motorik halus Santrock (Buku 1,
2011:214). Bermain dapat memacu perkembangan perseptual motorik pada beberapa area,
yaitu: koordinasi mata-tangan, atau mata-kaki, seperti saat menggambar, menulis, manipulasi
objek, mencari jejak secara visual (Sujiono:2010:64).

F. Instrumen

1. Pengertian instrumen

Menurut Arikunto (2000:134) instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang
dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatan mengumpulkan data agar kegiatan
tersebut menjadi sistematis dan dapat dipermudah olehnya.

Instrumen dalam penelitian ini adalah Puzzle dan lembar observasi.

24
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. (2006). 16 Persen Balita di Indonesia Alami Gangguan


Perkembangan Saraf. Jakarta:Depkes RI.

Daeng Sari, Dini P. 1996. Metode Mengajar di Taman Kanak-Kanak. Depdikbud


Elizabeth B. Hurlock. 1978. Perkembangan Anak: Jakarta: Penerbit Erlangga

Endang Rini Sukamt i . (2007). Diktat Perkembangan Motorik. Yogyakarta: FIK

UNY.

Hurlock,Elizabeth.1997. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang


Rentang Kehidupan. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Hardiyanti (2015). Pengaruh Terapi Bermain Puzzle Terhadap Perkembangan Sosial


Anak Retardasi Mental di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Makassar. Jurnal
Keperawatan April 2015.

Hidayat, A.A.A. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak Edisi 1.Jakarta: Salemba
Medika.

Inggrith, K., Amatus, Y.I., Rina, M.K. (2015). Perbedaan Terapi Bermain Puzzle dan
Bercerita Terhadap Kecemasan Anak Usia Prasekolah (3-5 Tahun) Selama Hospitalisasi.
eJournal Keperawatan (e-Kp) vol.3 no.2 Mei 2015.

Istijani, C. (2008). Simulasi Terapi Bermain. Diunduh pada tanggal 14 Oktober 2009
dari http://www.dinamika.uny.ac.id.

Medise. (2013). Seputar Kesehatan Anak. Diakses 18 Maret 2014.

Magill, Richard A. (1989). Motorlearning Con Cepts and Application, USA: C


Brown Publishers.

Nazir, M. (2005). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Notoadmojo, S.(2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Nugroho, H.S.W. (2009). Petunjuk Praktis Denver Developmental Screening Test.


Jakarta: EGC.

Nursalam. (2005). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta: Salemba Medika.

25
Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan:
Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan, Edisi 2. Jakarta: Salemba
Medika.

Potter, P.A, Perry, A.G.Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik.Edisi 4.Volume 2.Alih Bahasa : Renata Komalasari,dkk.Jakarta: EGC.2005
Shabrina, S., Kusnanto, Ilya, K. (2014). Perkembangan Motorik Anak Toddler pada
Ibu Bekerja dan Tidak Bekerja. Jurnal Pediomaternal vol.3 no.1 Oktober 2014-April 2015.

Sambuari, L.E., Warouw, S.M., Rottie, J.V. (2013). Hubungan Status Gizi dengan
Perkembangan Sosial Anak Usia 5 Tahun. Ejournal Keperawatan (e-Kp) vol.1 no.1 Agustus
2013.

Somantri, T.S. (2005). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT. Refika Aditama.

Sujiono, Y.N. (2009). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT. Indeks.

Susanti. (2009). Terapi Bermain: Cooperative Play dengan Puzzle Meningkatkan


Kemampuan Sosialisasi Anak Retardasi Mental. Madiun: Fakultas Keperawatan Universitas
Airlangga.

Wahyudin, H.U., & Agustin, M. (2011). Penilaian Perkembangan Anak Usia Dini:
Panduan Untuk Guru, Tutor, Fasilitator dan Pengelola Pendidikan Anak Usia Dini. Bandung:
PT. Refika Aditama.

Wong, D. L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik (edisi 6). Jakarta: EGC.

https://media.neliti.com/media/publications/69264-ID-none.pdf

Yudha M Saputra & Rudyanto, 2005. Pembelajaran Kooperatif untuk Meningkatkan


Keterampilan Anak Tk. Jakarta:DepDiknas, Dikti, Direktorat P2TK2PT.

26

Anda mungkin juga menyukai