Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini
dibuktikan bahwa indekspengembangan manusia Indonesia makin menurun.
Kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di
Asia. Indonesia memiliki daya saing yang rendah Dan masih menurut survai dari
lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai
pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.
Yang kita rasakan sekarang adalah adanya ketertinggalan didalam mutu
pendidikan. Baik pendidikan formal maupun informal. Pendidikan memang telah
menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk
pembangunan bangsa. Oleh karena itu, kita seharusnya dapat meningkatkan
sumber daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya
manusia di negara-negara lain. Setelah kita amati, nampak jelas bahwa masalah
yang serius dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya
mutu pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun
informal. Dan hal itulah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang
menghambat penyediaan sumber daya menusia yang mempunyai keahlian dan
keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang.

1.2.Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah apa saja isu-isu aktual
tentang kurikulum 2013 dan isu-isu tentang pendidikan di indonesia.

1.3.Tujuan
Adapun tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk mengetahui isu-isu
aktual tentang kurikulum 2013 dan isu-isu tentang pendidikan di indonesia.

1
BAB II
ISI/PEMBAHASAN

GURU DAN IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013


Sebuah pertemuan menarik dilaksanakan di kantor Wakil Presiden
Republik Indonesia, bersama Komite Pendidikan Nasional, Rabo, 23 Januari
2013. Pertemuan ini menarik karena dihadiri oleh Wapres, Prof. Dr. Boediono,
menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan,
Mohammad Nuh, menteri Agama, Suryadharma Ali, Menteri Pemuda dan Olah
raga, Roy Suryo, ketua UKP4, Kuntoro dan para pejabat eselon I dari beberapa
kementerian.
Pertemuan ini menarik tentu saja karena membahas isu terakhir terkait
dengan perubahan kurikulum 2013. Pertemuan untuk membahas tentang
kurikulum selalu menarik sebab selalu terjadi perdebatan yang hangat tentang
bagaimana implementasi kurikulum ini di tahun 2013. Adakah kemungkinan
kurikulum ini diberlakukan tahun ini atau harus tahun Depan. Perbincangan itu
tentu terkait dengan kesiapan anggaran pada tahun berjalan, sebab anggaran tahun
ini tentu saja sudah direncanakan setahun sebelumnya sebagai konsekuensi
anggaran berbasis kinerja.
Pertemuan yang dipimpin langsung oleh Wapres ini menjadi menarik
sebab membahas Tentang isu bagi bangsa Indonesia ke Depan terutama terkait
dengan pendidikan yang tetap dianggap sebagai instrumen penting dan esensial
bagi pengembangan manusia Indonesia di dalam menghadapi globalisasi dan juga
tahun emas Indonesia tahun 2045.
Isu anggaran tentu saja sudah merupakan isu klasik di dalam konteks
pembangunannya nasional. Anggaran selalu menjadi hambatan bagi
pengembangan program. Selalu saja bahwa untuk melakukan perubahan yang
mendesak pastilah terhambat karena program harus didukung oleh anggaran yang
cukup, sementara anggaran sudah sulit diubah karena sesuatu dan lain hal.
Makanya, perjalanan perubahan kurikulum 2013 juga tampak tertatih-tatih
terkait dengan penganggarannya. Biaya perubahan kurikulum ini tentu tidak

2
sedikit sebab terkait dengan anggaran untuk penggandaan buku bagi seluruh siswa
dari SD/MI sampai SMA/MA. Secara khusus kementerian agama tentu
mengalami kesulitan yang lebih besar sebab ketersediaan anggaran yang sangat
terbatas. Tentu berbeda dengan kementerian pendidikan dan kebudayaan yang
memiliki anggaran cukup, baik anggaran kementerian sendiri maupun anggaran
DAU dan DAK yang sudah digulirkan di daerah-daerah. Karena itu Mendikbud
sangat optimis bahwa kurikulum 2013 akan bisa dilaksanakan meskipun akan
mengalami kesulitan yang cukup berarti. Misalnya kendala revisi anggaran yang
biasanya juga memakan waktu yang tidak pendek.
Tetapi problem yang tidak kalah penting adalah mengenai guru. Semua
masih sependapat bahwa kunci keberhasilan pendidikan terletak pada kualitas
guru dan profesionalitas guru. D negara manapun, meskipun teknologi sudah
menjadi bagian tidak terpisahkan bagi dunia pendidikan, akan tetapi peran guru di
dalam proses pembelajaran tetaplah menjadi kata kunci sukses pendidikan.
Makanya di dalam diskusi di Komite Pendidikan Nasional ini, juga
mempertanyakan bagaimana penyiapan guru di dalam menghadapi perubahan
kurikulum ini. Apakah guru sudah siap menghadapi perubahan kurikulum. Jangan
sampai kurikulumnya berubah tetapi mindset guru tidak berubah. Sama saja antara
kurikulum yang sebelumnya dengan kurikulum yang baru. Karena menyangkut
perubahan mindset guru, maka tentunya harus disiapkan secara memadai tentang
kesiapan guru ini.
Guru tidak boleh berubah di dalam fungsinya sebagai transformer ilmu dan
pamong bagi para siswa. Selain itu juga contoh di dalam kehidupan masyarakat.
Sebagai transformer ilmu pengetahuan maka di dalam dirinya harus ada mindset
untuk melakukan yang terbaik bagi profesinya sebagai guru dan sebagai pamong
maka dia akan membimbing ara siswanya di dalam proses pencarian kebenaran
yang berbasis pada ilmu pengetahuan. Demikian pula guru adalah contoh bagi
para siswa di dalam karakter dan tindakan. Di dalam konteks Jawa, guru disebut
kependekan dari kata digugu lan ditiru atau yang diikuti kata-katanya dan diikuti
tindakannya.

3
Guru merupakan Garda Depan bagi proses pembelajaran dan pendidikan.
Dialah yang akan menentukan apakah pendidikan Indonesia berhasil atau tidak.
Sebagai Garda Depan, sesungguhnya para guru telah memperoleh penghargaan
sebagai guru profesional, yaitu guru yang telah memperoleh pengakuan sebagai
pekerja profesional, sebagaimana dokter, ahli teknik, ahli hukum dan sebagainya.
Sebagai pekerja profesional yang diakui oleh undang-undang, maka status guru
tentu sangat dihormati. Tidak hanya dari segi pendapatannya, akan tetapi juga
dari sisi penghargaan yang layak. Jika dulu para guru disebut sebagai pahlawan
tanpa tanda jasa disebabkan oleh kurangnya penghargaan terhadapnya, maka
sekarang tentu tidak bisa lagi disebut dengan sebutan tersebut.
Kurikulum bagaimanapun baiknya tentu masih sangat tergantung kepada para
guru. Oleh karena itu perubahan mindset para guru tentu menjadi sangat penting
sebagai prasyarat keberhasilan implementasi kurikulum. Dengan demikian,
keberhasilan penerapan kurikulum 2013 juga sangat tergantung kepada perubahan
mindset para guru di dalam mendidik para siswa.
Kurikulum sebagai dokumen adalah variabel instrumen keberhasilan
pendidikan. Akan tetapi yang menjadi variabel substansialnya adalah para guru.
Instrumen musik adalah kumpulan bunyi-bunyian yang akan bisa dinikmati
dengan menyenangkan jika dimainkan oleh para pemain musik profesional. Jadi
pemain musik yang ahlilah yang akan menentukan apakah sebuah sajian
instrumen musik bisa dinikmati atau tidak. Demikian pula guru yang berkualitas
lah yang akan menentukan apakah pendidikan akan bisa menjadi wahana bagi
pengembangan kapasitas manusia atau tidak.
Dengan demikian, pelatihan yang dikemas untuk mengembangkan
profesionalitas guru adalah jalan terbaik agar kurikulum 2013 akan bisa
mengantarkan anak Indonesia ke Depan lebih baik atau tidak. Jadi, fungsi guru di
dalam diskusi apapun tentang peningkatan pendidikan tetaplah menempati posisi
yang sangat penting.
Tanpa guru yang baik dan berkualitas rasanya jangan pernah bermimpi
bahwa pendidikan Indonesia akan naik peringkat di dalam ranking kualitas
pendidikan di dunia.

4
MASALAH PENDIDIKAN DI INDONESIA
Masalah pendidikan di Indonesia pada umumnya yaitu mengenai :
1. Rendahnya Mutu pendidikan yang berkaitan dengan kualitas/kompetensi
para pengajar atau guru.
2. Sulitnya Penyediaan guru berkompetensi di daerah-daerah pedesaan
3. Sistem pelaksanaan proses pendidikan yang kurang optimal
4. Minimnya fasilitas yang tersedia
5. Rendahnya kualitas siswa
6. Mahalnya biaya pendidikan
Namun dari permasalahan-permasalahan tersebut, dalam artikel ini
menjelaskan mengenai inti dari permasalahannya ialah terletak pada proses
pelaksanaan sistem pendidikan yang kurang optimal yang menyangkut terbatasnya
fasilitas untuk pembelajaran baik bagi pengajar dan pelajar terkait dengan
terbatasnya dana pendidikan yang di sediakan pemerintah. Selain itu kegiatan-
kegiatan yang di lakukan depdiknas dalam upaya meningkatkan kompetensi guru
juga tidak membuahkan hasil. Hal ini semakin memperjelas bahwa kesadaran
tentang komitmen pemerintah untuk memajukan mutu pendidikan di indonesia
kalau kenyataannya seperti yang tertera di artikel tersebut masih sebatas slogan
saja.
Masyarakat pada umumnya juga sering kali mengabaikan pentingnya
pendidikan sampai pada jenjang yang tinggi dengan alasan biaya pendidikan yang
mahal, tentunya dengan adanya biaya pendidikan yang mahal menyulitkan
sebagian besar masyarakat Indonesia yang kurang mampu untuk menyekolahkan
anak-anak mereka sampai pada jenjang perkuliahan atau lebih parahnya lagi bisa
juga berakibat banyaknya anak-anak yang terancam putus sekolah seperti yang di
ungkapkan dalam artikel tersebut. Padahal mereka itulah sebagai penerus dan
harapan bangsa untuk meningkatkan sumber daya manusia, sebagai pelaku
pembangunan nasional di Indonesia agar semakin maju dan berkualitas. kalau hal
itu tidak segera di benahi, bagaimana mutu dan kualitas pendidikan di Indonesia
bisa maju dan meningkat sejajar dengan negara-negara maju lainnya? otomatis
mutu pendidikan di Indonesia akan semakin sulit untuk di tingkatkan jika

5
perkembangannya tetap begitu upaya yang serius untuk mengatasi permasalahan-
permasalahan dunia pendidikan hingga kini.
Oleh sebab itu Pertama yang harus di benahi adalah mengenai sistem
pendidikan di indonesia yang kurang optimal mencakup masalah anggaran dana
yang disediakan pemerintah dan kedua masalah kulitas guru serta mahalnya biaya
pendidikan.
Berbicara masalah kualitas guru, memang kualitas guru di indonesia
masihlah rendah dan belum memenuhi standart nasional yang menyebabkan
kualitas murid juga kurang bagus. Terbukti dalam buku yang berjudul Pendidikan
Berbasis Realitas Sosial hal.104 karya Firdaus M.Yunus mengenai “kondisi
pendidikan di Indonesia menduduki peringkat terendah di antara negara-negara
lain di Asia. Hal ini di ketahui dari hasil survei yang dilakukan oleh political and
Economic Risk Consultancy (PERC). Menurut survei tersebut sistem pendidikan
Indonesia terburuk dikawasan Asia karena 13 negara yang disurvei oleh lembaga
yang berkantor pusat di Hongkong itu, Korea Selatan dinilai memiliki sistem
pendidikan terbaik, disusul Singapura, Jepang, dan Taiwan, India, Cina, serat
Malaysia. Indonesia menduduki urutan ke 12, setingkat dibawah Vietnam (Fadjar,
Kompas,5 September 2001).”
Tentunya banyak faktor yang menyebabkan masih rendahnya mutu
pendidikan di Indonesia salah satunya hal itu disebabkan kesadaran masyarakat
dan pemerintah yang seolah-olah mengabaikan akan pentingnya pendidikan serta
peran guru dalam membentuk generasi mendatang. Selanjutnya kesejahteraan
guru atau pengajar di indonesia juga masih sangat rendah, sehingga untuk
memenuhi kebutuhan hidup, masih banyak dari mereka terpaksa mencari usaha
sambilan. Dengan aktif mencari usaha sambilan di luar, otomatis akan
mengganggu konsentrasi mereka dalam melaksanakan tugas, yang menyebabkan
guru kehilangan gairah dalam mengajar. Semestinya, kalau mau menigkatkan
kualitas pendidikan, juga diimbangi dengan peningkatan kualitas dan
kesejahteraan guru.
Akan tetapi menurut saya, sebenarnya komitmen pemerintah cukup kuat
untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Pemerintah berupaya namun belum

6
dapat mengangkat totalitas kinerja dan peningkatan mutu pendidikan secara
optimal, salah satu upaya pemerintah saat ini pertama mulai ada upaya untuk
meningkatkan kesejahteraan guru demi meningkatkan mutu pendidikan,
mengingat sejak berlakunya Undang-Undang No.14 Tahun 2005 mengenai Guru
dan Dosen, tidak heran jika pemerintah baik pusat maupun daerah sudah saatnya
perlu memberi penghargaan, perhatian khusus dan meningkatkan kesejahteraan
guru dengan memberikan tujangan khusus kepada guru yang bertugas di daerah
baik guru yang sudah di angkat PNS maupun guru swasta denagn pemberian
subsidi tunjangan fungsional yang bersumber dari dana APBN dan dan insentif
(dana perangsang guru) dari APBD. Menurut H.A.R Tilaardalam
buku (Standarisasi pendidikan Nasional, 2006: hal.167) mengemukakan “Salah
satu upaya dari UU No.14 tahun 2005 tersebut ialah meningkatkan
profesionalisme guru serta meningkatkan kualitas hidup ekonomi para guru.”
Seperti yang kita ketahui bahwa selama ini penghargaan ekonomi yang di
berikan kepada guru relatif kurang padahal profesi guru sangatlah mulia,
mencerdaskan anak didik guna peningkatan mutu sumber daya manusia.
Kemudian masih menurut H.A.R Tilaar bahwa “Undang-Undang No.14 tahun
2005 telah menggariskan upaya-upaya untuk meningkatkan profesi guru sehingga
dapat direkrut putera-putera terbaik bangsa untuk menempati profesi yang sangat
dihormati itu yaitu untuk mencerdaskan kehidupan rakyat. Guru adalah prajurit
terdepan didalam membuka cakrawala peserta didik memasuki dunia ilmu
pengetahuan dalam era global dewasa ini. Tidak mengherankan apabila salah satu
kualifikasi akademik guru profesional menurut UU No.14 Tahun 2005
mempunyai sekurang-kurangnya ber ijazah S-1.”
Dengan adanya perhatian pemerintah dalam peningkatan kesejahteraan
guru , di yakini para guru tersebut juga akan menjalankan tugasnya dengan
profesional karena pendapatan atau gaji guru di tambah dengan bantuan intensif
dan tunjangan fungsional lainnya saat ini lebih baik jika di bandingkan
pendapatan mereka (guru) beberapa tahun yang lalu. Kedua kemampuan
mengukur kinerja para pendidik dan terdidik dengan adanya standarisasi nasional
yang di berlakuakn oleh pemerintah, alasan dan tujuan perlunya standarisasi

7
nasional ini di jelaskan H.A.R Tilaar dalam buku (Standarisasi pendidikan
Nasional, 2006: hal.76-77) bahwa “ pertanyaan mengenai perlunya standarisasi
nasional , jawabnya “Ya” dalam arti :
1. Standarisasi pendidikan nasional merupakan suatu tuntutan politik
2. Standarisasi pendidikan nasional merupakan suatu tuntutan globalisasi.
3. Standarisasi pendidikan nasional merupakan suatu tuntutan dari kemajuan
(progess)
Selanjutnya masalah dana pendidikan dalam artikel tersebut menyatakan
“selama ini kesan kuat bahwa pendidikan yang berkulitas mesti bermodal atau
berbiaya besar. tapi oleh pemerintah itu tidak ditanggapi,kita lihat saja anggaran
pendidikan dalam APBN itu. Padahal semua tahu bahwa pendidikan akan
membaik jika pengajarnya berkompetensi baik dan cukup dana untuk
memfasilitasi kegiatan pembelajaran.” Saya sependapat dengan pernyataan itu
mengenai pendidikan yang berbiaya besar, tapi berbiaya besar maksudnya dalam
artian pemerintah harus benar-benar mengalokasi dana pendidikan minimal 20%
dari total APBN guna meningkatkan mutu dan maupun fasilitas belajar mengajar
yang belum memadai. Karena salah satu faktor yang menjadi penentu utama bagi
perkembangan dan kemajuan pendidikan nasional kita, tidak lain adalah faktor
alokasi anggaran di bidang pendidikan. Sesuai ketentuan mengenai anggaran
pendidikan telah di amanatkan secara langsung oleh UUD negara RI tahun 1945
dalam pasal 31 ayat (4) yang berbunyi “Negara memprioritaskan anggaran
pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan
belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan
nasional”.
“Bahkan terhadap pengalokasian anggaran tersebut telah ditegaskan
kembali pada pasal 49 ayat (1) Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) yang berbunyi “Dana pendidikan selain gaji
pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari
anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan
minimal 20% dari anggaran pendapatan dan belanja daearah (APBD)”.dengan
demikian ketentuan tersebut berarti telah menggariskan bahwa anggaran 20%

8
harus benar-banar murni di luar gaji guru dan biaya pendidikan kedinasan lainnya.
Namun demikian, berdasarkan realitas yang terjadi di lapangan tidak sejalan
dengan apa yang telah di amanatkan oleh UUD 1945 dan UU Sisdiknas.
Angggaran sebesar itu tidaklah cukup untuk menunjang pendidikan di masa kini,
yang mana masih banyak problema-problema pendidikan yang di hadapi, sarana
dan prasarana yang kurang memadai serta fasilitas-fasilitas yang kurang
terpenuhi.”
Disitulah letak kurang optimalnya pelaksanaan pendidikan. Kita lihat saja
biaya pendidikan di indonesia masihlah mahal sementara mutu pendidikan juga
belum cukup meningkat, lantas bagaimana dengan nasib masyarakat miskin atau
kurang mampu yang ingin memperoleh pendidikan? pastilah menyulitkan mereka.
padahal, undang-undang dasar negara kita menggariskan bahwa semua warga
negara berhak memperoleh pendidikan yang layak. contoh lainnya setiap
menjelang tahun ajaran baru, dapat kita saksikan penerimaan siswa baru dari
tingkat TK hingga SMU,dan bahkan perguruan tinggi, orang tua dan atau bersama
anaknya akan berebut/bersiang untuk bisa di terima di sekolah favorit dengan
biaya yang cukup besar. Pada saat seperti itu, melihat kenyataan bahwa ketika
anak yang berasal dari keluarga kaya antri di sekolah-sekolah elite,anak dari
keluarga miskin menghadapi banyak kesulitan. Berbekal nilai yang rendah dan
dana yang sangat terbatas, merekapun tidak mempunyai pilihan , bahkan
sekalipun nilai memadai untuk melanjutkan ke sekolah bermutu, mereka tidak
akan pernah bisa masuk dengan persyaratan yang rumit serta dana yang mahal
kecuali jika mereka memperoleh beasiswa itupun biasanya juga hanya berlaku
untuk sebagian anak yang beruntung dan memiliki prestasi tinggi.
Di tinjau dari upaya pemerintah dalam mengatasi hal tersebut, Memang
benar ada upaya pemerintah yang kini mulai di wujudkan dengan adanya program
pemerintah berupa bantuan BOS (Biaya Operasional Sekolah) yang sangat
membantu meringankan beban bagi mereka yang kurang mampu untuk bersekolah
sesuai dengan aturan wajib belajar 9 tahun yaitu mulai dari tingkat SD-SMP. Serta
membantu kelancaran proses belajar mengajar dan perbaikan fasilitas-fasilitas
sekolah. Namun di perguruan tinggi, hendaknya pemerintah mengevaluasi

9
kembali kebijakan PTN yang mematok biaya tinggi dalam penerimaan mahasiswa
baru melalui seleksi mandiri khususnya . kebijakan tersebut di nilai tidak adil
karena todak membuka kesempatan bagi orang miskin untuk mendapatkan hak
pendidikan di bangku kuliah.
Kemudian peran orang tua asuh dalam rangka wajib belajar 9 tahun, di
harapkan semua orang yang mampu bersedia menjadi orangtua asuh karena syarat
utamanya ialah kemanusiaan, keikhlasan, dan rasa kasih sayang kepada anak yang
kurang mampu. Progam orang tua asuh bagi anak yang kurang mampu usia 7-12
tahun ini bertujuan untuk mensukseskan wajib beljar, suatu upaya bersama dengan
dilandasi kemanusiaan,keikhlasan dan kasih sayang untuk anak-anak yang kurang
mampu agar dapat belajar dengan baik. Mengenai tata cara penyerahan bantuan
dan hak orangtua asuh, sebagaimana dijelaskan dalam buku berjudul Kebijakan-
Kebijakan Pendidikan,1995 ; hal.124 karya Drs. Ary H. Gunawan yaitu “orang
tua asuh menyerahkan bantuan yang telah disanggupinya kepada anak asuh
melalui Kepala Sekolah atau Lembaga Pendidikan Dasar atau melalui Kelompok
Kerja Wajib Belajar atau melalui Lembaga sosial yang telah di tentukan. Hak
yang miliki [5]oleh orang tua asuh yaitu salah satunya untuk menentukan
besarnya bantuan yang diberikan secara jangka waktu pemberian bantuan (satu
tahun atau lebih). Serta berhak mengetahui proses pemberian bantuan dan
penggunaannya oleh anak asuh. Pancanangan program Orangtua Asuh bagi anak
kurang mampu dalam rangka Wajib belajar ini Telah dilakukan oleh Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Prof. Dr. Nugroho Notosusanto
di kompleks SD Pujokusuman Yogyakarta pada hari Senin tanggal 23 juli 1984.”

10
PENYEBAB RENDAHNYA MUTU PENDIDIKAN
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah
masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Hal tersebut masih
menjadi masalah pendidikan di Indonesia pada umumnya. Adapun permasalahan
khusus dalam dunia pendidikan yaitu:
1) Rendahnya sarana fisik,
2) Rendahnya kualitas guru,
3) Rendahnya kesejahteraan guru,
4) Rendahnya prestasi siswa,
5) Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,
6) Mahalnya biaya pendidikan.

 Rendahnya Kualitas Sarana Fisik


Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita
yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah,
buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar,
pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih
banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki
perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.
 Rendahnya Kualitas Guru
Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru
belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan
tugasny. Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak
layak mengajar. Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat
pendidikan guru itu sendiri. Data Balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan
dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma
D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs
baru 38,8% yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke atas. Di tingkat
sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki pendidikan
S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86%
yang berpendidikan S2 ke atas (3,48% berpendidikan S3). Walaupun guru dan

11
pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi,
pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin
kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangatbesar pada kualitas
pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya.
 Rendahnya Kesejahteraan Guru
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya
kualitas pendidikan Indonesia. idealnya seorang guru menerima gaji bulanan
serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan
sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah
swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti itu, terang
saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang
mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang
ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel.
 Rendahnya Prestasi Siswa
Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan
kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi
tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika
siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah.Anak-anak Indonesia
ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata
mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan
penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan
mengerjakan soal pilihan ganda.
 Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan
Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan
pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan
sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan
kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi
masalah ketidakmerataan tersebut.
 Mahalnya Biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi
mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku

12
pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK)
hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki
pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh
sekolah.Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya,
tidak harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya
membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin
setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat
bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataannya
Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan
dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk ‘cuci tangan’.

Ini ada tujuh penyebab kenapa mutu pendidikan di Indonesia rendah :


1. Pembelajaran hanya pada buku paket
Di indonesia telah berganti beberapa kurikulum dari KBK menjadi KTSP.
Hampir setiap menteri mengganti kurikulum lama dengan kurikulum yang baru.
Namun adakah yang berbeda dari kondisi pembelajaran di sekolah-sekolah?
Tidak, karena pembelajaran di sekolah sejak zaman dulu masih memakai
kurikulum buku paket. Sejak era 60-70an, pembelajaran di kelas tidak jauh
berbeda dengan sebelumnya. Apapun kurikulumnya, guru hanya mengenal buku
paket. Materi dalam buku paketlah yang menjadi acuan dan guru tidak mencari
sumber referensi lain.
2. Mengajar Satu Arah
Metode pembelajaran yang menjadi favorit guru mungkin hanya satu,
yaitu metode berceramah satu arah. Karena berceramah itu mudah dan ringan,
tanpa modal, tanpa tenaga, tanpa persiapan yang rumit. Metode ceramah menjadi
metode terbanyak yang dipakai guru karena memang hanya itulah metode yang
benar-benar dikuasai sebagain besar guru. Pernahkah guru mengajak anak
berkeliling sekolahnya untuk belajar ? Pernahkah guru membawa siswanya
melakukan percobaan di alam lingkungan sekitar ? Atau pernahkah guru
membawa seorang ilmuwan langsung datang di kelas untuk menjelaskan
profesinya?

13
3. Kurangnya Sarana Belajar
Sebenarnya, perhatian pemerintah itu sudah cukup, namun masih kurang
cukup. Masih banyak sarana belajar di beberapa sekolah khususnya daerah,
tertinggal jauh dibandingkan sarana belajar di sekolah-sekolah yang berada di
kota.
4. Aturan yang Mengikat
Ini tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Sekolah
seharusnya memiliki kurikulum sendiri sesuai dengan karakteristiknya.
5. Guru tak Menanamkan Diskusi Dua Arah
Lihatlah pembelajaran di ruang kelas. Sepertinya sudah diseragamkan.
Anak duduk rapi, tangan dilipat di meja, mendengarkan guru menjelaskan. seolah-
olah Anak “Dipaksa” mendengar dan mendapatkan informasi sejak pagi sampai
siang, belum lagi ada sekolah yang menerapkan Full Days. Anak diajarkan cara
menyimak dan mendengarkan penjelasan guru, sementara kompetensi bertanya
tak disentuh. Anak-anak dilatih sejak TK untuk diam saat guru menerangkan,
untuk mendengarkan guru. Akibatnya Siswa tidak dilatih untuk bertanya. Siswa
tidak dibiasakan bertanya, akibatnya siswa tidak berani bertanya. Selesai
mengajar, guru meminta anak untuk bertanya. Heninglah suasana kelas. Yang
bertanya biasanya anak-anak itu saja.
6. Metode Pertanyaan Terbuka tak Dipakai
Contoh negara yang menggunakan pertanyaan terbuka adalah Finlandia.
Dalam setiap ujian, siwa boleh menjawab soal dengan membaca buku. Guru
Indonesia belum siap menerapkan ini karena masih kesulitan membuat soal
terbuka.
7. Budaya Mencontek
Siswa menyontek itu biasa terjadi. Tapi apakah kita tahu kalau “guru juga
menyontek” ? Ini lebih parah. Lihatlah tes-tes yang diikuti guru, tes pegawai
negeri yang diikuti guru, menyontek telah menjadi budaya sendiri.

14
BAB III
PENUTUP

3.1.Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari makalah isu-isu aktual
pendidikan ini adalah sebagai berikut :
Isu anggaran yang merupakan isu klasik di dalam konteks
pembangunannya nasional. Anggaran selalu menjadi hambatan bagi
pengembangan program. Selalu saja bahwa untuk melakukan perubahan
yang mendesak pastilah terhambat karena program harus didukung oleh
anggaran yang cukup, sementara anggaran sudah sulit diubah karena
sesuatu dan lain hal.
Masalah pendidikan di Indonesia pada umumnya yaitu mengenai :
a. Rendahnya Mutu pendidikan yang berkaitan dengan kualitas/
kompetensi para pengajar atau guru.
b. Sulitnya Penyediaan guru berkompetensi di daerah-daerah pedesaan
c. Sistem pelaksanaan proses pendidikan yang kurang optimal
d. Minimnya fasilitas yang tersedia
e. Rendahnya kualitas siswa
f. Mahalnya biaya pendidikan
7 penyebab kenapa mutu pendidikan di Indonesia rendah :
1. Pembelajaran hanya pada buku paket
2. Mengajar satu arah
3. Kurangnya sarana belajar
4. Aturan yang mengikat
5. Guru tak menanamkan diskusi dua arah
6. Metode pertanyaan terbuka tak dipakai
7. Budaya menyontek

15
3.2.Saran
Adapun saran yang dapat diberikan adalah dengan mengetahui isu-isu
pendidikan di indonesia ini dapat membuat kita termotivasi agar bisa memperbaiki
metode dalam pembelajaran atau mengubah cara pikir kita tentang pendidikan
agar pendidikan di indonesia kualitasnya bisa meningkat.

16
DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, H. Ary.2005 Kebijakan-Kebijakan Pendidikan. Jakarta : RINEKA


CIPTA.

Irawan,Ade dkk. 2004. Mendagangakan sekolah. Jakarta Selatan: Indonesia


Corruption Watch.

Syam, Nur. 2013. Guru dan Implementasi Kurikulum 2013. http://nursyam.sunan-


ampel.ac.id (Diakses 6 mei 2013)

Tilaar, H.A.R.2006.Standarisasi Pendidikan Nasional. Suatu Tinjauan


Kritis. Jakarta : RINEKA CIPTA.

Yunuf, M. Firdaus. 2005. Pendidikan Berbasis Realitas Sosial.


Yogyakarta.Logung Pustaka.

Fauzan, Dede. 2012. Penyebab Kualitas Pendidikan Di Indonesia Rendah.


http://sahabatyatim.org/artikel/7-penyebab-kualitas-pendidikan-di-
indonesia-rendah/ (Diakeses 6 Mei 2013)

17

Anda mungkin juga menyukai