Anda di halaman 1dari 94

1

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP LANSIA

2.1.1 Pengertian

Menua ( menjadi tua ) adalah suatu proses menghilangnya

secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki

diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga

tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan

yang diderita. ( Nugroho, Wahyudi. 2000 )

Proses menua merupakan proses yang terus-menerus

( berlanjut ) secara alamiah. Dimulai sejak lahir dan umumnya

dialami pada semua mahluk hidup.

Proses menua setiap individu pada organ tubuh juga tidak sama

cepatnya. Adakalanya orang belum ergolong lanjut usia

( masih muda ) tetapi kekuranganya menyolok ( Deskripansi ).

( Nugroho, Wahjudi. 2000 )

Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada

daur kehidupan manusia. ( Meryam, R. Siti dkk, 2008 )

Menurut pasal 1 ayat ( 2 ), ( 3), ( 4 ) UU Tentang Kesehatan

No. 13 tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa lanjut usia

adalah seorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.


2

2.1.2 Klasifikasi Lansia

Klasifikasi lansia berikut ini adalah :

1) Pralansia

Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.

2) Lansia

Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.

3) Lansia resiako tinggi

Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih / seseorang

yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah keehatan .

4) Lansia potensial

Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan / atau

kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa.

5) Lansia tidak potensial

Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga

hidupnya bergantung pada bantuan orang lain. ( Meryam,

R. Siti dkk, 2008)

2.1.3 Krakteristik Lansia

Menurut Budi Anna Keliat ( 1999) yang dikutip oleh Meryam R,

Siti, Dkk, lansia memiliki karakteristik sebagai berikut :

1. Berusia lebih dari 60 tahun ( sesuai dengan pasal 1 ayat (2)

UU No. 13 tentang kesehatan )

2. kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat

sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai


3

spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi

maladaptif.

3. lingkungan tempat tinggal yang bervariasi. .( Meryam, R.

Siti dkk, 2008 )

2.1.4 Batasan-Batasan Lanjut Usia

2.1.4.1 Menurut organisasi kesehatan dunia

Lanjut usia meliputi :

a) usia pertengahan ( middle age ), ialah kelompok

usia 45 sampai 59 tahun.

b) Lanjut usia ( elderly ) = antara 60 dan 74 tahun

c) Lanjut usia tua ( old ) = antara 75 dan 90 tahun

d) Usia sangat tua ( very old ) = diatas 90 tahun.

2.1.4.2 Menurut Prof. Dr. Ny Sumiati Ahmad Mohamad

Prof. Dr. Ny. Sumiati Ahmad Mohamad (alm) guru

besar Universitas Gajah Mada pada fakultas Kedoteran,

membagi periodisasi biologis perkembangan manusia

sebagai berikut :

0 – 1 tahun = masa bayi

1 – 6 tahun = masa pra sekolah

6 – 10 tahun = masa sekolah

10 – 20 tahun = masa pubertas

40 – 65 tahun = masa setengah umur ( prasenium )

65 tahun ke atas = masa lanjut usia ( senium )


4

2.1.4.3 Menurut Dra. Ny. Jos Masdani (Psikolog UI)

Mengatakan : lanjut usia merupakan kelanjutan dari

usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi menjadi empat

bagian. Pertama = fase iuventus, antara 25 dan 40 tahun,

kedua = fase verilitas, antara 40 dan 50 tahun, ketiga = fase

prasenium, antara 55 sampai 65 tahun, dan keempat = fase

senium, antara 65 tahun hingga tutup usia.

2.1.4.4 Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro

Pengelompokan lanjut usia sebagai berikut : usia

dewasa muda ( elderly adulthood ) : 18 atau 20-25 tahun.

Usia dewasa penuh ( middle years ) atau maturitas : 25-60

atau 65 tahun. Lanjut usia ( geriatric age ) lebih dari 65 atau

70 tahun. Terbagi untuk umur 70-75 tahun ( young old ),

75-80 tahun ( old ), dan lebih dari 80 tahun ( very old ).

Kalau dilihat pembagian umur dari beberapa ahli

tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa yang disebut

lanjut usia adalah orang yang telah berumur 65 tahun.

2.1.4.5 Menurut UU Tentang kesejahteraan lansia Nomor 4 Tahun

1965

Bantuan penghidupan orang jompo/lanjut usia yang

termuat dalam pasal 1 dinyatakan sebagai berikut : “

seseorang dapat dinyatakan sebagai seorang jompo atau

lanjut usia setelah bersangkutan mencapai umur 55 tahun,


5

tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri

untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah

dari orang lain. (INI SUDAH DIPERBAHARUI KARENA

SUDAH TIDAK RELEVAN LAGI ). Saat ini berlaku

Undang-undang No. 13/th. 1998 tentang kesejahteraan

lanjut usia yang berbunyi sebagai berikut : BAB I pasal 1

ayat 2 yang berbunyi “ lanjut usia adalah seseorang yang

mencapai usia 60 ( enam puluh ) tahun ke atas.

2.1.5 Tipe Lansia

Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman

hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, social, dan ekonominya

( Nugroho,2000 ). Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Tipe arif bijakana

kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri

dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap

ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi

undangan, dan menjadi panutan.

2. Tipe mandiri

mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif

dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan

memenuhi undangan.
6

3. Tipe tidak puas

konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga

menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit

dilayani, pengkritik, dan banyak menuntut.

4. Tipe pasrah

menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan

agama, dan melakukan pekerjaan apa saja.

5. Tipe bingung

kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder,

menyesal, pasif, dan acuh tak acuh.

Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe

konstruktif, tipe dependen ( kebergantungan ), tipe defenitif

( bertahan ), tipe militan dan serius, tipe pemarah / frustasi

( kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu),serta

tipe putus asa ( benci pada diri sendiri ).

Sedangkan bila dilihat dari tingkat kemandiriannya

yang dinilaiberdasarkan kemampuan untuk melakukan

aktivitas sehari-hari ( indeks kemandirian Kartz), para

lansia dapat digolongkan menjadi beberapa tipe yaitu lansia

mandiri sepenuhnya, lansia mandiri dengan bantuan

langsung keluarganya, lansia mandiri secara tidak langsung,

lansia mandiri dengan bantuan badan social, lansia dip anti


7

werda, lansia yang dirawat di rumah sakit, dan lansia

dengan gangguan mental. ( Meryam, R. Siti dkk, 2008 )

2.1.6 Perubahan yang terjadi pada lansia

Perubahan yang terjadi pada lansia meliputi perubahan fisik, social,

dan psikologis

1. Perubahan fisik

a) Sel

Jumlah berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh menurun,

dan cairan intraseluler menurun.

b) Kardiovaskuler

Katup jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa

darah menurun ( menurunnya kontraksi dan volume ),

elastisitas pembuluh darah menurun, serta meningkatnya

resistensi pembuluh darah perifer sehingga tekanan darah

meningkat.

c) Respirasi

Otot pernapasan kekuatannya menurun dan kaku, elastisitas

paru menurun, kapasitas residu meningkat sehingga menarik

napaslebih berat, alveoli melebar dan jumlahnya menurun,

kemampuan batuk menurun, serta terjadi penyempitan pada

bronkus.
8

d) Sistem Persarafan

Saraf panca indra mengecil sehingga fungsinya menurun

serta lambat dalam merespon dan waktu bereaksi khususnya

yang berhubungan dengan stress. Berkuang atau hilangnya

lapisan myelin akson, sehingga menyebabkan berkurangnya

respon motorik dan refleks.

e) Muskuluskletal

Cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh ( osteoporsis ),

bungkuk ( kifosis ), persendian membesar, dan menjadi kaku

( atropi otot), kram, tremor, tendon mengerut dan mengalami

sclerosis.

f) Gastrointestinal

Esophagus melebar, asam lambung menurun, lapar menurun,

dan peristaltic menurun sehingga daya absorpsi menurun.

Ukuran lambung mengecil serta fungsi organ aksesori

sehingga menyebabkan berkurangnya produksi hormone dan

enzim pencernaan.

g) Genitourinaria

Ginjal : mengecil, aliran darah ke ginjal menurun,

penyaringan di glomerulus menurun, dan fungsi tubulus

menurun sehingga kemampuan mengonsentrasi urin ikut

menurun.
9

h) Vesika urinaria

Otot-otot melemah, kapasitasnya menurun, dan retensi urin.

Prostate : hipertrofi pada 75 % lansia.

i) Vagina

Selaput lender mongering dan sekresi menurun.

j) Pendengaran

Membrane timpani atrofi sehingga terjadi gangguan

pendengaran. Tulang-tulang pendengaran mengalami

kekakuan.

k) Penglihatan

Respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap

menurun, akomodasi menurun, lapang pandang menurun, dan

katarak.

l) Endokrin

Produksi hormone menurun.

m) Kulit

Keriput serta kulit kepala dan rambut menipis. Rambut dalam

hidung dan telinga menebal. Elastisitas menurun,

vaskulerisasi menurun, rambut memutih ( uban ), kelenjar

keringat menurun, kuku keras dan rapuh, serta kuku kaki

tumbuh berlebihan seperti tanduk


10

n) Belajar dan memori

Kemampuan belajar masih ada tetapi relative menurun.

Memori ( daya ingat ) menurun karena proses enconding

menurun.

Input → enconding → storage → retrieval → recall

o) Intelegensi

Secara umum tidak banyak berubah

p) Personality dan ajusment ( pengaturan )

Tidak banyak perubahan, hampir seperti saat muda

q) Pencapaian

Sains, filosofi, seni, dan musik sangat mempengaruhi.

2. Perubahan social

a) Peran

Post power syndrome, single woman, dan single parent.

b) Keluarga

Kesendirian, kehampaan.

c) Teman

Ketika lansia lainya meninggal, maka muncul

perasaan kapan akan meninggal. Berada di rumah

terus-menerus akan cepat pikun ( tidak berkembang )

d) Abuse

Kekerasan berbentuk verbal ( dibentak ) dan non

verbal ( dicubit, tidak diberi makan ).


11

e) Masalah hokum

Berkaitan dengan perlindungan asset dan kekayaan

pribadi yang dikumpulkan sejak masih muda.

f) Pensiun

Kalau menjadi PNS akan ada tabungan ( dana

pension) Kalau tidak, anak dan cucu yang akan

memberi uang.

g) Ekonomi

Kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang

cocok bagi lansia dan income security

h) Rekreasi

Untuuk ketenangan batin

i) Keamanan

Jatuh dan terpeleset

j) Transportasi

Kebutuhan akan system transportasi yang cocok bagi

lansi.

k) Politik

Kesempatan yang sama untuk terlibat dan

memberikan masukan dalam system politik yang

berlaku.
12

l) Pendidikan

Berkaitan dengan pengentasan buta aksara dan

kesempatan untuk tetap belajar sesuai dengan hak

asasi manusia.

m) Agama

Melaksanakan ibadah

n) Panti jompo

Merasa dibuang/diasingkan.

3. Perubahan psikologis

Perubahan psikologi pada lansia meliputi short term

memory, frustasi, kesepian, takut kehilangan kebebasan,

takut mengahadapi kematian, perubahan keinginan, depresi,

dan kecemasan.

Dalam psikologi perkembangan, lansia dan perubahan yang

dialaminya akibat proses penuaan digambarkan oleh hal-hal

berikut :

1) Masalah-masalah umum yang sering dialami oleh

lansia

a) Keadaan fisisk lemah dan tak berdaya,

sehingga harus bergantung pada orang lain.

b) Status ekonominya sangat terancam, sehingga

cukup beralasan untuk melakukan berbagai

perubahan besar dalam pola hidupnya.


13

c) Menetukan kondisi hidup yang sesuai dengan

perubahan status ekonomi dan kondisi fisik.

d) Mencari teman baru untuk menggantikan

suami atau istri yang telah meninggal atau

pergi jauh dan/cacat.

e) Mengembangkan kegiatan baru untuk mengisi

waktu luang yang semakin bertambah.

f) Belajar untuk memperlakukan anak yang

sudah besar sebagai orang dewasa.

g) Mulai terlibat dalam kegiatan masyarakat

secara khusus direncanakan untuk orang

dewasa.

h) Mulai merasakan kebahagiaan dari kegiatan

yang sesusai untuk lansia dan memiliki

kemauan untuk mengganti kegiatan lama yang

berat dengan yang lebih cocok.

i) Menjadi sasaran atau dimanfaatkan oleh para

penjual obat, buaya darat, dan kriminilitas

karena mereka tidak sanggup lagi untuk

mempertahankan diri.

2) Perubahan-perubahan umum dalam penampilan lansia

Bagian kepala : bentu mulut berybah akaibat

kehilangan gigi atau karena harus memakai gigi palsu,


14

penglihatan agak kabur, mata tak bercahaya dan

sering mengeluarkan cairan, dagu mengendur tampak

berlipat, pipi mengkerut, kulit kerut dan kering,

bintik-bintik hitam pada kulit tampak lebih banyak,

serta rambut menipis dan berubah menjadi putih atau

abu-abu.

Bagian tubuh : bahu membungkuk dan tampa

mengecil, perut membesar dan tampak membuncit,

pinggul tampak mengendur dan lebih besar

dibandingkan dengan waktu sebelumnya, garis

pinggang melebar menjadikan badan tampak sepeti

terisap, serta payudara bagi wanita menjadi kendur.

Bagian persendin : pangkal tangan kendur dan

terasa berat, sedangkan ujung tanga tampak mengerut.

Kaki menjadi kendur dan pembuluh darah balik

menonjol, terutama ada disekitar pergelanga kaki.

Tangan menjadi kurus kering dan pembuluh vena di

sepanjang bagian belakang tangan menonjol. Kaki

membesar karena otot-otot mengendur, timbul

benjolan-benjolan, serta ibu jari membengkak dan

bias meradang serta timbul keosis. Kuku tanagan dan

kaki menebal, mengeras, dan mengapur.


15

3) Perubahan umum fungsi panca indera pada lansia

System penglihatan : ada penurunan yang

konsisten dalam kemampuan untuk melihat objek

pada tingkat penerangan yang rendah serta

menurunya sensivitas terhadap warna.

System pendengaran : orang berusia lanjut

kehilangan kemampuan mendengar bunyi dengan

nada yang sangat tinggi sebagi akibat dari berhentinya

pertumbuhan saraf dan berakhirnya pertumbuhan

organ basal yang mengakibatkan matinya rumah siput

di dalam telinga.

System perasa : perubahan penting dalam alat

perasa pada usia lanjut adalah sebagai akibat dari

berhentinya pertumbuhan tunas perasa yang terletak

di lidah dan dipermukaan bagia dalam pipi. Saraf

perasa yang berhenti tumbuh ini semakin bertambah

banyak sejalan dengan bertambahnya usia.

System penciuman : daya penciuman menjadi

kurang tajam sejalan dengan bertambahnya usia,

sebagian karena pertumbuhan sel di dalam hidung

berhenti dan sebagian lagi karena semakin lebatnya

bulu rambut di lubang hidung.


16

Sistem peraba : kulit menjadi semakin kering

dan keras, maka indera peraba di kulit semakin peka.

Sesivitasnya terhadap sakit dapat terjadi akibat

penurunan ketahanan terhadap rasa sakit. Rasa sakit

tersebu berbeda di setiap bagian tubuh.

4) Perubahan umu kemampuan motorik pada lansia

Kekuatan motorik : penurunan kekuatan yang

paling nyata adalah pada kelenturan otot-otot tangan

bagian depan dan otot yang menopang tegaknya

tubuh. Orang yang berusia lanjut lebih cepat merasa

lelah dan memerlukan waktu yang lebih lama untuk

memulihkan diri dari keletihan dibanding orang lain

yang lebih muda.

Kecepatan motorik : penurunan kecepatan

dalam bergerak bagi lansia dapat dilihat dari tes

terhadap waktu, reaksi, dan keterampilan dalam

bergerak seperti menulis. Kecepatan bergerak tampak

sangat menurun setelah usia 60-an.

Belajar keterampilan baru : bahkan pada waktu

orang berusia lanjut percaya bahwa belajar

keterampilan baru akan menguntunkan pribadi

mereka, mereka lebih lambat dalam belajar dibanding


17

orang yang lebih muda dan hasil akhirnya cenderung

kurang memuaskan.

Kekakuan motorik : lansia cenderung menjadi

canggung dan kaku. Hal ini menyebabkan sesuatu

yang dibawa dan dipegangnya tertumpah dan terjatuh.

( Meryam, R. Siti dkk, 2008 )


18

2.2 Konsep Dasar Diabetes Melitus

2.2.1 Anatomi dan Fisiologi

2.2.1.1 Anatomi

Pankreas adalah kelenjar berwarna merah muda

keabuan dengan panjang 12-15 cm dan secara transversal

membentang pada dinding abdomen posterior dibelakang

lambung. Kepala kelenjar berada di dalam duodenum dan

ekornya memanjang sejauh limfa. Badan pankreas berada di

antara keduanya. Duktus pankreatikus berada di dalam organ

tersebut. Pada bagian kepala pankreas duktus pankreatikus

dibungkus oleh duktus empedu dan biasanya terbuka ke dalam


19

duodenum pada ampula hepato-pankreatik, walaupun kadang-

kadang ada dua pasang duktus.

2.2.1.2 Fisiologi

Pankreas terdiri dari lobulus-lobulus, masing-masing

terdiri dari satu pembuluh kecil yang mengarah pada duktus

utama dan berakhir pada sejumlah alveoli. Alveoli dilapisi sel-

sel yang mensekresi enzim yang disebut tripsinogen, amilase

dan lipase. Tripsinogen diubah menjadi tripsin aktif oleh

enterokinase, enzim yang disekresi usus halus. Dalam bentuk

aktifnya, tripsin mengubah pepton dan protein menjadi asam

amino. Amilase mengubah zat pati menjadi maltosa. Lipase

mengubah lemak menjadi asam lemak dan gliserol setelah

empedu mengemulsi lemak.

Di antara alveoli, sekumpulan sel ditemukan

membentuk jaringan yang mengandung banyak kapiler yang

disebut pulau langerhans, pulau ini menyekresi suatu hormon

yang masuk langsung ke dalam aliran darah. Dengan

demikian, pankreas mempunyai fungsi pencernaan dan

endokrin. Masing-masing pulau terdiri dari dua tipe sel yang

disebut alfa dan beta. Sel alfa membentuk kira-kira 25%

jumlah total pulau dan menghasilkan hormon glukagon yang

merangsang pengubahan glikogen menjadi glukosa yang

meningkatkan kadar glukosa darah. Sel-sel beta membentuk


20

75% sisa pulau dan menyekresi hormon insulin sebagai

respon terhadap peningkatan kadar glukosa darah. Insulin

menurunkan kadar gula darah dengan merangsang

pengubahan glukosa menjadi glukogen untuk disimpan dan

dengan meningkatkan ambilan glukosa seluler. (Roger

Watson. 2002).

2.2.2 Pengertian

Diabetes Melitus adalah suatu keadaan, dimana adanya

gangguan metabolisme zat hidrat arang yang secara genetis dan klinis

termasuk heterogen ditandai oleh hiperglikemia dan glukosaria

sebagai akibat kekurangan insulin.

Diabetes militus merupakan penyakit metabolik dengan

karateristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi

insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada

diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfunsi

atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf,

jantung dan pembulh darah.

World Health Organization ( WHO ) sebelumnya telah

merumuskan bahwa Diabetes Melitus merupakan sesuatu yang tidak

dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tetapi

secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema

anatomik dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor di mana didapat

defesiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin.


21

( FKUI. 2007. )

Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen

yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau

hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).

Bersamaan dengan gangguan metabolisme hidrat arang dan

gangguan keseimbangan elektrolit maka bisa pula berakibat

terjadinya dehidrasi, asidosis, koma dan kematian. (Silvia A Price,

2005).

2.2.3 Etiologi

2.2.3.1 Diabetes tipe I

Diabetes tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta

pankreas. Kombinasi faktor genetik, imunologi dan

lingkungan diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel

beta.

Faktor-faktor genetik. Penderita diabetes tidak

mewarisi Diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi

predisposisi atau kecendrungan genetik yang ditemukan pada

individu yang memiliki tipe antigen HLA (Human Leokosit

Antigen) tertentu.

Faktor-faktor imunologi. Pada Diabetes tipe I terdapat

bukti adanya suatu respon autoimun. Respon ini merupakan

respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan


22

normal tubuh (sel-sel pulau langerhans) yang dianggap

sebagai jaringan asing.

Faktor-faktor lingkungan. Diperkirakan terdapat

pengaruh faktor lingkungan seperti virus atau toksin tertentu

yang dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan

destruksi sel beta.

2.2.3.2 Diabetes tipe II

Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi

insulin dan gangguan sekresi insulin pada dibetes tipe II

masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan

memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.

Selain itu terdapat faktor resiko terjadinya Diabetes tipe II,

yaitu :

1) Usia (resistensi insulin cendrung meningkat pada usia

diatas 65 tahun).

2) Obesitas

3) Riwayat keluarga

4) Kelompok etnik (golongan hispanik di Amerika Serikat)

(Brunner, Sudarth. 2002).

2.2.4 Klasifikasi

Klasifikasi DM yang dianjurkan oleh PERKENI (2006) adalah

yang sesuai dengan klasifikasi DM oleh American Diabetes

Assosiation (ADA 2006)


23

2.2.4.1 DM tipe I (destruksi sel beta biasanya menjurus ke defisiensi

insulin absolut): Autoimun, Idiopatik

Diabetes tipe ini hanya disebabkan oleh rusaknya sel-sel

pada pankreas karena infeksi virus dan sebagainya, sehingga

kelenjar ini hanya dapat menghasilkan sedikit sekali insulin

atau tidak ada sama sekali. Diabetes tipe ini termasuk tipe

keturunan dan biasanya diderita sejak masih kanak-kanak,

mereka bergantung sepenuhnya kepada suntikan insulin.

2.2.4.2 DM tipe II (biasanya berawal dari resistensi insulin yang

predominan dengan defisiensi insulin relatif menuju ke defek

sekresi insulin yang predominan dengan resistensi insulin).

Diabetes tipe ini memiliki sel-sel pankreasnya yang masih

utuh tetapi tidak dapat menghasilkan insulin dalam jumlah

yang dibutuhkan, lagi pula insulin yang hanya sedikit ini tidak

secepatnya tersalurkan/dialirkan ke dalam peredaran darah,

berkat diet yang tepat, olah raga teratur, dan tablet insulin,

penyakit ini bisa ditanggulangi.

2.2.4.3 DM tipe spesifik lain:

Diabetes tipe ini, penderita memiliki pankreas yang masih

berfungsi menghasilkan insulin, tetapi insulin ini tidak

berfungsi secara efisien. Hal ini disebabkan terlalu banyak

lemak di dalam tubuh, jenis diabetes ini sangat umum pada

mereka yang menderita kegemukan (obesitas).


24

2.2.5 Patofisiologi

Diabetes Tipe I. Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan

untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah

dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia-puasa terjadi

akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu,

glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati

meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia

postprandial (sesudah makan).

Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak

dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar

sehingga glukosa tersebut muncul dalam urine (glukosuria). Ketika

glukosa berlebihan diekskresikan ke dalam urine, ekskresi ini akan

disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan dalam

bentuk urine (poliuria) sehingga klien akan mengalami rasa haus

(polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein

dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. klien dapat

mengalami peningkatan selera makan (polipagia) akibat menurunnya

simpanan kalori. Gejala lain mencakup kelelahan dan kelemahan.

Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis

(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis

(pembentukan glukosa baru dari asam amino serta substansi lain),

namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa

hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia.


25

Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan

peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk

sampingan pemecahan lemak.

Diabetes Tipe II. Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah

utama yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan

gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan

reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin

dengan reseptor tersebut terjadi suatu rangkaian reaksi dalam

metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada Diabetes

tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian

insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan

glukosa oleh jaringan. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin

yang merupakan ciri khas Diabetes tipe II, namun masih terdapat

insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan

lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu

ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada Diabetes tipe II. (Brunner,

Sudarth. 2002).

2.2.6 Tanda dan Gejala

2.2.6.1 Gejala

Gejala Akut

Gejala pada klien Diabetes yang satu dengan yang lain

tidaklah selalu sama, gejala-gejala umumnya timbul dengan tidak

mengurangi kemungkinan adanya variasi gejala yang lain, dan


26

bahkan ada penderita Diabetes yang tidak menunjukkan gejala

apapun sampai pada suatu saat tertentu.

Pada permulaan gejala yang timbul meliputi tiga P yaitu:

a) Polifagia/ banyak makan

Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih,

penderita mengalami penurunan berat badan, untuk

mengkompensasikan hal ini penderita sering merasakan

lapar yang luar biasa sehingga banyak makan.

b) Polidipsia/ banyak minum

Akibat poliuri maka penderita merasakan haus yang

berlebihan sehingga banyak minum.

c) Poliuria/banyak kencing

Gejala awal berhubungan dengan efek langsung dari

kadar gula darah yang tinggi. Jika kadar gula darah sampai

di atas 160-180 mg/dl, maka glukosa akan sampai ke air

kemih, jika kadarnya lebih tinggi, ginjal akan membuang

urin tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa

yang hilang, karena ginjal menghasilkan air kemih dalam

jumlah yang berlebihan, maka sering berkemih dalam

jumlah yang banyak.

d) Berat badan menurun meskipun banyak makan dan

minum

e) Sering merasa lelah dan mengantuk


27

f) Mudah timbul bisul dan lama sembuhnya

g) Gatal-gatal terutama pada bagian luar alat kelamin

h) Nyeri otot

i) Menurunnya gairah seksual

j) Penglihatan kabur, sering ganti ukuran kaca.

Dalam keadaan ini penderita biasanya menunjukkan

peningkatan berat badan yang terus naik (gemuk), karena

pada saat ini kebutuhan insulin masih mencukupi, dan bila

keadaan tersebut tidak lekas diobati maka lama kelamaan

mulai terjadi kemunduran kerja insulin, kemudian tidak

terjadi 3P lagi melainkan 2P saja yaitu nafsu makan mulai

berkurang, banyak minum atau polidipsi, banyak kencing

atau poliuria, mudah lelah, berat badan turun dengan cepat

yaitu turun sampai 5-10 kg dalam 2-4 minggu, dan bila

tidak cepat diobati maka dapat timbul rasa mual bahkan

penderita dapat tidak sadarkan diri akibat peningkatan

kadar glukosa yang sangat tinggi, biasanya 600 mg % yang

disebut dengan Koma Diabetika.

Gejala kronik

Kadang-kadang penderita Diabetes Melitus tidak

menunjukkan adanya gejala akut atau mendadak, tetapi penderita

tersebut tidak menunjukkan gejala-gejala sesudah beberapa bulan

atau beberapa tahun mengidap penyakit Diabetes Melitus, yang


28

biasa disebut gejala kronis menahun, dan gejala kronis yang

sering timbul adalah: Kesemutan, rasa panas di kulit, rasa tebal di

kulit, kram, capai, ngantuk, mata kabur yang berubah-ubah, gatal

di sekitar kemaluan terutama pada wanita, gigi mudah goyah dan

lepas, kemampuan seksual menurun, sering pada ibu hamil

mengalami keguguran, atau melahirkan bayi mati.

Tanda

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan :

1) Test urin reduksi dan

sedimen positif.

2) Kadar gula darah

puasa lebih dari 120 mg/dl.

3) Glukosa darah 2 jam

post puasa lebih dari 200 mg/dl.

2.2.7 Komplikasi Diabetes Melitus

Komplikasi Diabetes Melitus merupakan faktor yang

membahayakan jiwa penderita, dengan adanya insulin komplikasi

akut dapat dicegah, akan tetapi harapan hidup penderita yang lebih

panjang sulit dihindarkan terjadinya komplikasi kronik.

2.2.7.1 Komplikasi Metabolik Akut

Selain hipoglikemia klien rentan terhadap dua penyakit

metabolik nonketotik, yaitu ketoasidosis diabetik merupakan

komplikasi IDDM (Independent Insulin Diabetes Melitus)


29

sedangkan koma hiperosmoler nonketotik biasanya terjadi

pada NIDDM (Non Independent Insulin Diabetes Melitus)

dan jarang terjadi, kecuali terjadi pada NIIDM sejati. Reaksi

Hipoglikemia yaitu gejala yang timbul akibat tubuh

kekurangan gula yaitu rasa lapar, gemetar, keringat dingin,

koma diabetika yaitu kadar glukosa melebihi 600 mg%.

Gejala: nafsu makan menurun, haus, banyak minum, banyak

kencing, sering biasanya disertai panas karena infeksi.

2.2.7.2 Komplikasi Metabolik Kronik

1) Kelainan sirkulasi : Hipertensi, IMA, Isufisiensi koroner

dan lain-lain.

2) Kelainan mata : Retinopati Diabetika, katarak, dan

lain-lain

3) Kelainan syaraf : CVD, Neuropati Diabetika

merupakan gangguan metabolisme

syaraf sebagai akibat terjadinya

hiperglikemia kronis, yang secara

umum diyakini bahwa terdapat dua

kelompok gangguan patologis yang

sangat penting pada patogenesis

neuropati.

4) Kelainan Pernafasan: TBC dan lain-lain

5) Kelainan ginjal : Pielonefritis, glomerulonekrosis dan


30

lain-lain.

6) Kelainan kulit/ekstrimitas: ganggren, furunkel, karbunkel,

dan Ulkus kaki

Ulkus kaki adalah berkembangnya ulkus pada kaki dan

tungkai bawah, ulkus terutama terjadi karena distribusi

tekanan abnormal sekunder karena neuropati diabetik.

7) Hati : Sirosis Hepatis

8) Asidosis

( Mansjoer Arif. 2000 )

2.2.8 Pemeriksaan Penunjang

2.2.8.1 Pemeriksaan darah

1) Glukosa Darah Puasa (GDP) : Diatas 120 mg/dl

2) Glukosa Darah 2 Jam PP : Diatas 200 mg/dl

3) Glukosa Darah Acak : Diatas 200 mg/dl

2.2.8.2 Urine

Pemeriksaan reduksi biasanya 3 kali sehari dilakukan 30

menit sebelum makan, dapat juga 4 kali sehari, tetapi lebih

lazim dilakukan 3 kali sehari sebelum makan. Urine reduksi

normal warna biru, bila terdapat glukosa dalam urine :

1) Warna hijau : +

2) Warna kuning : ++

3) Warna merah : +++


31

4) Warna merah bata / coklat : ++++

2.2.9 Penatalaksanaan Medik

Tujuan utama terapi Diabetes adalah mencoba menormalkan

aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk

mengurangi terjadinya komplikasi vaskular serta neuropatik. Tujuan

terapeutik pada setiap tipe Diabetes adalah mencari kadar glukosa

darah normal (euglikemia) tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan

serius pada pola aktivitas klien.

Penatalaksanaan Diabetes Melitus berupa serangkaian

aturan yang ketat yang harus dilakukan, dimana terdapat empat konsep

dasar pada pengobatan Diabetes Melitus:

2.2.9.1 Diet Diabetes Melitus

Berbeda dengan diet Diabetes di negara barat yang

biasanya mengandung karbohidrat sekitar 40%-50%, lemak

30-35%, protein 20-25%.

Di Indonesia diet disesuaikan dengan keadaan klien,

dimana jumlah kalori diperhitungkan sebagai berikut:

Berat badan ideal = (TB cm - 100) kg-10 % pada waktu

istirahat, dan diperlukan 25 kal/kg BB ideal.

Kemudian diperhitungkan pula :

1) Aktivitas: kerja ringan ditambah 10-20%, kerja sedang

ditambah 30%, kerja berat ditambah dengan 50%, dan

kerja berat sekali misalnya buruh kasar ditambah 75%.


32

2) Berat badan sebenarnya : gemuk dikurangi 20-30%,

kurus ditambah 20-30%

3) Stres (infeksi, operasi) : ditambah dengan 20-30%,

karbohidrat diberikan sesuai dengan menu orang

Indonesia rata-rata sehingga bisa lebih murah yaitu: 60-

70% dari kalori lebih baik diberikan karbohidrat berupa

tepung daripada bentuk gula, karena gula terlalu cepat

diserap sehingga dapat menyebabkan perubahan cepat

dalam sistem di tubuh, sedangkan tepung dicerna dulu

baru diserap perlahan-lahan.

4) Protein harus cukup yaitu sedikitnya 1 gr/kgBB untuk

orang dewasa dan 2-3 gr/kgBB untuk anak-anak.

5) Lemak sebaiknya dikurangi terutama yang banyak

mengandung lemak jenuh dan kolesterol, yang baik

adalah lemak jenuh yang terkandung dalam jenis

makanan seperti: lemak hewan, kuning telur, coklat,

kream, sedangkan yang banyak mengandung lemak tidak

jenuh: minyak jagung, minyak kapas dan minyak bunga

matahari.

2.2.9.2 Latihan Fisik atau Olah Raga

Sudah lama diketahui bahwa olah raga dapat

menimbulkan penurunan kadar glukosa darah yang

disebabkan oleh karena peningkatan penggunaan glukosa


33

dalam pembuluh darah perifer, hal ini berlaku pada orang

normal maupun pada penderita Diabetes Melitus ringan.

Tetapi jika kadar glukosa darah tinggi yaitu 32 mg% atau

lebih dan apabila ada ketosis, olahraga sebaliknya akan

menyebabkan keadaan menjadi semakin parah, gula darah

dan ketonemia akan semakin meninggi, karena ketogenesis

yang terjadi selama olah raga itu berlangsung dan terus

sekalipun olah raga itu sudah selesai, sehingga hal tersebut

dapat menyebabkan terjadinya ketosis pasca olah raga.

Sebenarnya hal tersebut tidak terjadi jika sebelum olah raga

diberikan reguler insulin subcutan 1/3 dosis harian 1 jam

sebelum olah raga dimulai yang akan menyebabkan kadar

glukosa dalam darah akan turun waktu olah raga. (Mansjoer

Arif. 2000)

2.2.9.3 Pendidikan Kesehatan

Penyuluhan kesehatan pada klien Diabetes Melitus dapat

dilakukan dengan beberapa cara atau melalui beberapa media

misalnya: TV, kaset video, diskusi kelompok, poster, leaflet

dan lain sebagainya, penyuluhan kesehatan ini sangat penting

agar regulasi Diabetes Melitus mudah tercapai, dan

komplikasi Diabetes Melitus dapat dicegah peningkatan

jumlah dan frekwensinya. Adapun beberapa hal yang perlu

dijelaskan pada penderita Diabetes Melitus adalah:


34

1) Apakah penyakit Diabetes Melitus itu ?

2) Cara diit yang benar

3) Latihan ringan, sedang, teratur, setiap hari tidak boleh

latihan yang berat seperti berenang dan lain-lain

4) Menjaga kebersihan bagian bawah (daerah tungkai,

ujung kaki)

5) Tidak boleh menahan kencing (karena retensi urin dapat

memudahkan infeksi saluran kemih)

6) Komplikasi-komplikasi lain yang dapat timbul

2.2.9.4 Obat Hipoglikemik/Anti Diabetes (OAD dan Insulin)

Obat Hipoglikemik: Tablet OAD (obat anti Diabetes)

OAD sejak tahun 1953 telah dicoba khasiatnya selama 20

tahun untuk menurunkan kadar glukosa dalam darah, dan

akhirnya pada tahun 1954 mulai dicoba oleh Frangke dan

Fusch pada manusia yang menderita Diabetes Melitus.

Mekanisme kerja OAD (Sulfonilurae dan Biguanide) cara

kerja yang tepat dari OAD masih kontroversial, tetapi penulis

mencoba merangkum berdasarkan hasil sensitivitas insulin,

dengan demikian maka haruslah dipahami betul mekanisme

kerja insulin di daerah prereseptor, reseptor dan pasca

reseptor, dimana yang prereseptor dapat dibedakan jenis

pankreatik dan ekstra pankreatik.

Cara kerja Sulfonilurea


35

1) Merangsang sel beta pankreas untuk menghasilkan

insulin.

2) Menghalangi peningkatan insulin.

3) Mempertinggi kepekaan jaringan terhadap insulin.

4) Menekan pengeluaran glukagon.

Contohnnya: tolbutamid, gliclazid

Cara kerja Biguanid:

1) Meningkatkan uptake glukosa oleh jaringan perifer

sehingga dapat bekerja walaupun pankreas rusak.

2) Menurunnya glukogenesis dalam hati dan ginjal.

3) Tidak bekerja hipoglikemik pada orang non diabetes.

4) Menghalangi proses lipogenesis (pembentukan lemak).

5) Menurunkan kadar kolesterol dalam darah dan

menyebabkan berat badan menurun.

Sedangkan obat suntik berdasarkan cara kerjanya

dibedakan menjadi tiga yaitu :

1) Insulin kerja cepat, contohnya reguler insulin.

2) Insulin kerja sedang.

3) Insulin kerja lambat contohnya Protamizid Zing Insulin.

2.3 KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

Penatalaksanaan keperawatan pada kasus Diabetes Melitus ini

menggunakan pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari beberapa


36

tahapan yaitu : pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan

dan evaluasi tindakan keperawatan.

2.3.1 Pengkajian

Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan

data dan menganalisanya sehingga dapat diketahui masalah dan

kebutuhan keperawatan seorang klien.

Status kesehatan pada lansia dikaji secara komprehensif,

akurat, dan sistematis. Informasi yang dikumpulkan selama

pengkajian harus dapat dipahami dan didiskusikan dengan anggota

tim, keluarga, dan pemberi pelayanan interdisiplin.

Tujuan dari melakukan pengkajian adalah untuk menentukan

kemampuan klien dalam memelihara diri sendiri, melengkapi data

dasar untuk membuat rencana perawatan, memberi waktu pada klien

untuk berkomunikasi. Pengkajian ini meliputi aspek fisik, psikis,

social, dan spiritual dengan melakukan kegiatan pengumpulan data

melalui wawancara, observasi, dan pemeriksaan.

1) Identitas

Identitas klien mencakup nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa,

agama, pendidikan, pekerjaan, status, alamat, tanggal masuk

rumah sakit, cara masuk Rumah Sakit, nomor medical record,

diagnosa masuk Rumah Sakit.


37

Identitas penanggung jawab mencakup nama, hubungan dengan

klien, pekerjaan dan alamat.

2) Riwayat Kesehatan

a) Keluhan utama

Keluhan utama yang sering ditemukan pada klien dengan

Diabetes Melitus adalah poliuri, polipagi dan polidipsi serta

ditemukan juga keluhan penyerta berupa badan lemas,

pandangan kabur, kesemutan, gatal-gatal. Bila bisul dan

gangren, pada wanita sering terjadi pruritus vulva, sedangkan

pada pria dapat terjadi impotensia.

b) Riwayat penyakit sekarang

Riwayat kesehatan saat ini berupa uraian mengenai penyakit

yang diderita oleh klien dari mulai timbulnya keluhan yang

dirasakan sampai klien dibawa ke Rumah Sakit dan apakah

pernah memeriksakan diri ke tempat lain selain Rumah Sakit

umum serta pengobatan apa yang pernah diberikan dan

bagaimana perubahannya.

c) Riwayat penyakit dahulu

Riwayat kesehatan yang lalu dititik beratkan apakah klien

pernah menderita penyakit hormon atau penyakit pankreas


38

yang berkaitan dengan faktor pencetus timbulnya Diabetes

Melitus.

d) Riwayat penyakit keluarga

Yang perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang menderita

penyakit yang sama karena faktor genetik / keturunan.

3) Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual Menurut Virginia

Handerson

Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari, penulis menggunakan

konseptual Virginia Handerson, dimana terdapat 14 komponen

meliputi :

a) Bernapas

Pada klien dengan Diabetes Melitus pernapasan dapat menjadi

cepat (pernapasan kusmaul) bila klien dalam tahap asidosis.

b) Nutrisi

Yang perlu dikaji adalah bagaimana kebiasaan makanan yang

dikonsumsi dan hal apa saja yang dirasakan dalam memenuhi

kebutuhan nutrisi seperti rasa haus, rasa lapar dan lemah.

c) Eliminasi

Kebiasaan BAB dan BAK perlu dikaji apakah terjadi poliuri,

oliguri dan anuri. Pada klien dengan Diabetes Melitus sering

dijumpai poliuri.

d) Aktivitas
39

Kegiatan klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari pada

klien dengan Diabetes Melitus tidak dapat terpenuhi

semuanya bila klien telah jatuh pada keadaan koma

diabetikum.

e) Istirahat dan tidur

Perlu dikaji kebiasaan tidur dan istirahat klien dan hal-hal

yang dirasakan yang dapat mengganggu istirahat dan tidur

klien, klien dengan Diabetes Melitus kemungkinan akan

terganggu pola istirahat dan tidurnya bila merasa gelisah,

bingung, cemas dan sebagainya.

e) Personal Hygiene

Kebiasaan klien dengan pemeliharaan dan perawatan

kesehatan diri sendiri misalnya kebiasaan mandi, ganti

pakaian, memakai alas kaki. Klien dengan Diabetes Melitus

yang telah tejadi gangren akan membutuhkan perawatan

khusus yang memadai dan cukup lama.

f) Mempertahankan temperatur tubuh dan suhu tubuh

Bagaimana respon klien terhadap suhu ruangan di Rumah

Sakit dan bagaimana cara klien mengatasi dalam hal

perubahan cuaca, misalnya bila cuaca panas atau dingin.

g) Kebutuhan berpakaian
40

Pakaian merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk

menutupi tubuh sehubungan dengan diri klien.

h) Rasa aman dan nyaman

Masing-masing individu mempunyai pandangan berbeda

mengenai kenyamanan diri, rasa nyaman dan aman dapat

terganggu bila terjadi hipoglikemia dan gangren.

i) Berkomunikasi dengan orang lain / sosialisasi

Dalam hubungan dengan keluarga, teman, tetangga, klien

dengan Diabetes Melitus dapat menjadi labil karena selalu

memikirkan penyakit yang dideritanya sehingga akan

berpengaruh pada sosialisasi klien.

j) Pekerjaan / kebutuhan bekerja

Dikaji pekerjaan apa saja yang selalu dilakukan oleh klien dan

apakah pekerjaannya bersifat ringan, sedang atau berat.

k) Kebutuhan spiritual / beribadah

Kebiasaan dalam melaksanakan dan menjalankan ibadah

sesuai dengan kepercayaannya.

l) Belajar

Dikaji mengenai pentingnya belajar tentang kesehatan

terutama yang berhubungan dengan pengelolaan penderita

Diabetes Melitus.

m) Rekreasi
41

Dikaji mengenai pentingnya rekreasi untuk mengurangi

pikiran-pikiran tentang penyakit yang diderita.

4) Pemeriksaan Fisik

a) Inspeksi

Pada pemeriksaan inspeksi sering dijumpai status hidrasi,

berarti menunjukkan keadaan kehilangan berat atau bisa juga

didapatkan klien dalam keadaan obesitas. Sedangkan pada

pemeriksaan tingkat kesadaran sering dijumpai klien kelihatan

bingung, gaduh, gelisah berarti klien berada dalam tahap

asidosis, maka akan dijumpai pernapasan yang cepat dan

dalam. Sedangkan pada inspeksi mata bisa ditemukan katarak

atau atas indikasi tertentu dilakukan pemeriksan funduscope.

b) Palpasi

Pada klien Diabetes Melitus yang disertai dengan

hipoglikemia akan ditemukan adanya takikardi, sedangkan

pada aterosklerosis berat denyut parifer bisa hilang saat

dilakukan palpasi, bila disertai dengan infiltrasi lemak akan

ditemukan adanya hepatomegali, sedangkan bila disertai

neuropati maka sensasi terhadap tusukan jarum, rasa getar,

hilang replek-replek tendon dalam kelemahan otot dan atrofi.

c) Perkusi

Pada pemeriksaan klien degan Diabetes Melitus, perkusi tidak

ada kegunaan khusus, kecuali untuk mengkonfirmasi


42

kelainan-kelainan seperti pneumonia, efusi pleura dan

hepatomegali.

d) Auskultasi

Pada klien Diabetes Melitus yang disertai dengan penyakit

kardiovasculer, maka akan terdegar bruit vaskuler pada arteri

femoralis arteri carotis dan arteri popletea, demikian juga

pada auskultasi pada jantung dan paru-paru yang merupakan

komplikasi Diabetes dan hipotensi postural terutama pada

klien dengan neuropati autonomik.

5) Pemeriksaan Penunjang

a) Kadar gula puasa > 160 mg% kadar gula darah sewaktu

biasanya <120 mg% dan kadar darah dua jam posprandial >

160 mg% standar, tersebut dipakai pemeriksaan darah vena di

Rumah Sakit Umum Daerah Mataram.

b) Pemeriksaan urine reduksi dan sedimen urine didapatkan

glukosa positif.
43

Usia > 65 thn Obesitas - imunologi Faktor


(proses penuaan Hipertensi (autoimun) lingkungan
dan defek genetik) (Virus)

WOC : Wab Of Caution


Produktif Merusak sel beta
Perubahan reseptor
hormon insulin, insulin tidak pangkreas
Kerusakan memberan seimbang
sel dan reaksi intrasel dengan jumlah
glukosa dalam
darah Kegagalan
produksi insulin

Resistensi
insulin

Insulin menjadi
tidak efektif Peningkatan
glukosa dalam
darah

Jumlah insulin yang


diproduksi
Peningkatan Peningkatan
glukosa darah osmolaritas oleh
yang kronik karena glukosa

Sel beta gagal


membagi Mempercepat
kebutuhan insulin terjadinya Polidipsi
Arteriosklerosis Poliphagi

ketidak seimbangan
Penurunan Penurunan aliran Diabetes Diit dengan terapi
sensitifitas panas, darah ketungkai Neuropati insulin
dingin, (makro
angiopati)
Hipoglikemia/
Hiperglikemia
Penuruna Resiko Ischemia
kerusakan jaringan Kekakuan/ kelemahan
n fungsi
integritas kulit exstrimitas
imunitas
Perubahan kartilago Mual, muntah,
dalam persendian Nafsu makan
berkurang
Luka Gangren

Resiko tinggi Gangguan Nurisi kurang dari


Intoleransi
infeksi Body image kebutuhan tubuh
Aktifitas
44

Skema 2.1 Web Of Caution

6) Analisa Data

Tabel 2.1 analisa data


SYMPTOM ETIOLOGI PROBLEM
D/S: Data yang didapatkan Pelebaran luka ganggren Gangguan rasa
dari yang dikeluhkan oleh klien mengenai saraf tepi nyaman/nyeri
ataupun keluarga klien
D/O: Data yang didapatkan
dari proses pengukuran
(pemeriksaan fisik)
D/S: Data yang didapatkan dari Tingginya kadar Gangguan
yang dikeluhkan oleh klien glukosa/gula dalam darah integritas kulit
ataupun keluarga klien menyebabkan aliran
D/O: Data yang didapatkan darah terganggu sehingga
dari proses pengukuran. dapat merusak jaringan
( pemeriksaan fisik )
D/S: Data yang didapatkan dari Tingginya kadar glukosa Risiko Tinggi
yang dikeluhkan oleh klien dalam darah , Infeksi
ataupun keluarga klien menyebabkan aliran
D/O: Data yang didaptkan dari darah terganggu,
proses pengukuran. sehingga dapat merusak
( pemeriksaan fisik ) jaringan kulit

D/S: Data yang didapatkan dari Perubahan status Kecemasan


yang dikeluhkan oleh klien kesehatan, ketidaktahuan
ataupun keluarga klien klien tentang
D/O: Data yang didapatkan penyakitnya
dari proses pengukuran.
( pemeriksaan fisik )
45

D/S: Data yang didaptkan dari Luka gangren dan Keterbatasan


yang dikeluhkan oleh klien ketidakseimbangan aktivitas
ataupun keluarga nklien antara kegiatan, diit dan
D/O: Data yang didapatkan terapi insulin.
dari proses pengukuran
( pemeriksaan fisik.)
D/S: Data yang didapatkan dari Pemberian obat anti Terjadinya
yang keluhkan oleh klien Diabetika oral (OAD) Hiperglikemia/
ataupun keluarga klien. dan terapi insulin Hipoglikemia.
D/O: Data yang didapatkan
dari proses pengekuran
( pemeriksaan fisik )
D/S : Data yang didapatkan Menurunya kadar / Gangguan
dari yang dikeluhkan klien atau fungsi insulin metabolisme
keluarga klien hidrat arang
D/O : Data yang didapatkan
dari proses pengukuran
( pemeriksaan fisik ).

2.3.2 Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penelitian klinik tentang respon

individu, keluarga / komunikasi terhadap masalah kesehatan / proses

kehidupan actual dan potensial. Diagnosa keperawatan memberikan

dasar untuk pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil

yang merupakan tanggung jawab perawat. ( Nursalam. 2001)

2.3.2.1 Perumusan Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan atas analisa data di atas dapat dirumuskan

beberapa diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas

masalah keperawatan yaitu:

1. Gangguan rasa nyaman nyeri sehubungan dengan luka

gangren yang melebar sehingga mengenai syaraf tepi

ditandai dengan klien mengeluh kesakitan, tampak


46

meringis, ada luka gangren.

2. Gangguan integritas kulit sehubungan dengan

terganggunya sirkulasi darah ditandai dengan klien

mengeluh gatal-gatal, adanya luka gangren.

3. Risiko tinggi infeksi sehubungan dengan tingginya kadar

glukosa dalam darah, menyebabkan aliran darah

terganggu, sehingga dapat merusak jaringan kulit seperti

gangren.

4. Keterbatasan aktivitas sehubungan dengan adanya luka

gangren, dan ketidakseimbangan antara diit dengan terapi

insulin, ditandai dengan klien mengatakan badannya

lemas, luka pada ekstimitas, klien tampak gugup,

gemetar, pemenuhan kebutuhan sehari-hari (ADL)

dibantu.

5. Kecemasan sehubungan dengan perubahan status

kesehatan, ketidaktahuan klien tentang penyakitnya dan

luka komplikasinya ditandai dengan klien mengatakan

sulit tidur, sering bertanya tentang penyakitnya, dan

kesembuhan lukanya, klien tampak tegang, dan gelisah,

tatapan mata kosong.

6. Terjadinya Hipoglikemia/Hiperglilkemia sehubungan

dengan pemberian obat anti Diabetika dan terapi insulin

ditandai dengan terjadinya peningkatan/penurunan kadar


47

glukosa/gula darah, mengeluh cepat lapar dan cepat

kenyang, tidak mampu menghabiskan porsi makan yang

disediakan.

7. Gangguan metabolisme hidrat arang berhubungan dengan

menurunnya kadar / fungsi insulin ditandai dengan klien

mengeluh lapar, haus, kadar gula darah meningkat /

menurun.

2.3.3 Rencana Keperawatan

Perencanaan keperawatan adalah suatu penyusunan rencana

tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk

menanggulangi masalah kesehatan sesuai dengan diagnosa

keperawatan yang timbul atau telah ditentukan dengan tujuan

terpenuhinya kebutuhan klien.

Adapun rencana keperawatan sesuai dengan Diagnosa

keperawatan di atas yaitu :

Diagnosa 1: Gangguan nyaman nyeri sehubungan dengan gangren

yang melebar, mengenai saraf tepi, ditandai dengan klien mengeluh

kesakitan, klien tampak meringis, ada luka gangren.

Tujuan keperawatan :

Setelah diberikan perawatan selama 3 hari (3x24 jam)

nyeri dapat berkurang dan akhirnya hilang.

Kriteria hasil:
48

Klien tidak mengeluh kesakitan, tidak meringis, keadaan

luka membaik.

Rencana tindakan:

1) Kaji kualitas dan intensitas nyeri

R/: dengan mengetahui kualitas dan kuantitas nyeri dapat

disesuaikan dengan terapi pengobatan dan perawatan yang

diberikan.

2) Anjurkan klien untuk mengatur posisi tubuhnya agar luka

tidak tertekan

R/: posisi tidur diatur agar tidak menekan luka karena

penekanan pada luka dapat menghambat vaskulerisasi

jaringan dan dapat meningkatkan rasa nyeri.

3) Jaga kesterilan alat dan teknik steril dalam mengobati

luka.

R/: jika alat dan penanganan luka dilakukan secara steril

dapat mempercepat proses kesembuhan luka sehingga

nyeri akan menghilang.

4) Konsultasi pada dokter jika nyeri tidak bisa hilang.

R/: dengan konsultasi dengan dokter akan memberikan

manfaat dalam pemberian terapi pengobatan dan

perawatan selanjutnya.

5) Tehnik pembalutan luka yang tidak terlalu ketat

R/: Tehnik pembalutan luka yang terlalu ketat akan


49

menekan luka dan dapat meningkatkan nyeri.

Diagnosa 2: Gangguan integritas kulit sehubungan dengan

terganggunya sirkulasi darah sehingga merusak jaringan

ditandai dengan klien mengeluh gatal-gatal ada luka.

Tujuan keperawatan:

Setelah memberikan perawatan selama 3 hari (3x 24 jam),

luka membaik dan integritas kulit baik

Kriteri Hasil:

Klien tidak lagi mengeluh kulitnya gatal-gatal, integritas

kulit terjaga, luka membaik.

Rencana tindakan:

1) Beri penjelasan kepada klien tentang proses penyembuhan

lukanya yang lama

R/: dengan memberikan penjelasan tentang proses

penyembuhan lukanya, disamping untuk persiapan mental

juga agar klien lebih berpartisipasi dalam mempercepat

proses penyembuhan lukanya.

2) Pertahankan prinsip steril dalam perawatan luka

R/: Prinsip perawatan luka steril akan mencegah

terjadinya infeksi kuman.

3) Rawat luka 2 x sehari

R/: Merawat luka 2 kali sehari akan mempercepat proses

penyembuhan luka, sehingga bisa tampak perkembangan


50

keadaan lukanya.

4) Kolaborasi dengan dokter dalam program pengobatan.

R/: Kolaborasi dengan dokter sangat diperlukan agar

dapat saling menunjang dalam penanganan keadaan luka

klien.

5) Beri obat antidiabetika sesuai program pengobatan

R/: Pemberian obat antidiabetika dapat mencegah

terjadinya infeksi berlanjut.

Diagnosa 3 : Risiko tinggi infeksi sehubungan dengan

tingginya kadar glukosa dalam darah , menyebabkan aliran

darah terganggu, sehingga dapat merusak jaringan kulit

seperti gangren ditandai dengan Klien mengeluh gatal, terasa

panas dan kulit menegang disekitar daerah luka, Didaerah

sekitar luka tampak kemerahan, didaerah sekitar luka tampak

bengkak, ada nyeri tekan di daerah sekitar luka

Tujan keperawatan :

Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 hari (3 x

24 jam ), tidak terjadi penyebaran infeksi

Kriteria :

Tidak ada tanda- tanda terjadinya infeksi.

Rencana Tindakan :

1) Observasi tanda- tanda infeksi

R/: Deteksi dini untuk penanganan lebih dini


51

2) Lakukan cuci tangan sebelum dan setelah melakukan

tindakan perawatan

R/: Mencegah terjadinya infeksi silang

3) Pertahankan tehnik aseptik pada prosedur infasif

R/ :Mencegah terjadinya infeksi

4) Beri perawatan pada kulit dengan mesagge pada daerah

tulang yang tertekan

R/: Sirkulasi perifer dapat terganggu sehingga dapat

menyebabkan Risiko terjadinya kerusakan pada kulit

5) Jaga agar kulit tetap kering, seprai kering dan tetap

kencang

R/:Iritasi pada kulit dapat mningkatkan Risiko terjadinya

infeksi

6) Pertahankan tehnik aseptik pada prosedur infasif

R/ :Penanganan awal dapat mencegah terjadinya sepsis

Diagnosa 4: Keterbatasan aktivitas sehubungan dengan

adanya luka gangren dan ketidakseimbangan antara diit dan

terapi insulin ditandai dengan klien mengatakan badannya

lemas, pusing, ngantuk, luka pada ekstrimitas, gugup,

gemetar, ADL dibantu.

Tujuan keperawatan:

Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 7 hari (7 x

24 jam) klien dapat melakukan aktivitas ringan.


52

Kriteri hasil:

Klien bisa makan, melap tubuhnya sendiri, lemas, pusing,

ngantuk, gugup, gemetar, luka membaik.

Rencana tindakan:

1) Beri penjelasan mengenai prosedur meminta bantuan jika

klien membutuhkan bantuan.

R/: Prosedur meminta bantuan yang dijelaskan kepada

klien, agar klien tidak memaksakan dirinya melakukan

aktivitas yang belum mampu dilaksanakan.

2) Jelaskan pada keluarga untuk membantu klien bila tidak

bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari, seperti BAK, BAK,

makan, minum, dan mandi.

R/: Penjelasan kepada keluarga klien untuk membantu

klien jika belum bisa dilakukan klien, dengan tujuan agar

tidak memperburuk keadaan klien yang sudah lemah.

3) Beri bantuan kepada klien dalam memenuhi kebutuhan

sehari-hari.

R/: Memberikan bantuan kepada klien dalam memenuhi

kebutuhan sehari-hari bagi perawat merupakan salah satu

cara untuk mengevaluasi tingkat perkembangan klien.

4) Anjurkan klien untuk memenuhi kebutuhannya secara

bertahap

R/: Kegiatan-kegiatan yang dilakukan klien dapat melatih


53

pergerakan otot secara bertahap.

5) Motivasi klien untuk menghabiskan diit yang diberikan.

R/: Menghabiskan diit yang disediakan oleh rumah sakit

sangat penting untuk metabolisme tubuh, karena gejala-

gejala seperti lemas, gugup, gemetar, disamping

dipengaruhi oleh insulin juga dipengaruhi oleh pemasukan

nutrisi.

Diagnosa 5: Terjadinya Hipoglikemia atau Hiperglikemia

sehubungan dengan pemberian obat antidiabetika dan insulin

ditandai dengan porsi makan yang disediakan tidak habis,

peningkatan atau penurunan kadar gula darah, klien

mengeluh cepat lapar dan cepat kenyang.

Tujuan keperawatan:

Setelah diberikan tindakan perawatan selama 7 hari (7 x

24 jam) klien tidak mengalami hipoglikemia/hiperglikemia.

Kriteria Hasil:

Kadar gula darah stabil, sekitar angka normal, makanan

yang disediakan sesuai porsi rumah sakit dapat dihabiskan.

Rencana tindakan:

1) Beri penyuluhan tentang diit

R/: penyuluhan tentang diit bagi klien Diabetes Melitus

sangat penting sebab diet yang benar dapat mencegah

komplikasi hiperglikemia/hipoglikemia.
54

2) Observasi intake dan output

R/: Mencatat intake dan output untuk mengevaluasi

apakah kebutuhan klien dapat terpenuhi atau tidak.

3) Observasi keadaan umum dan tanda-tanda hipoglikemia/

hiperglikemia

R/: Dengan mengobservasi keadaan umum dan gejala-

gejala hiperglikemia/hipoglikemia perawat dapat

mengetahui tingkat perkembangan klien sehingga bila ada

komplikasi cepat diketahui dan bisa diatasi.

4) Periksa gula darah setiap 3 hari sekali dan monitor reduksi

urin 3 kali sehari.

R/: Dengan melakukan pemeriksaan gula darah dan urin

secara teratur akan memberikan gambaran keadaan klien

selama dirawat serta mengetahui perkembangan klien.

Diagnosa 6: Kecemasan sehubungan dengan perubahan status

kesehatan, ketidaktahuan klien tentang penyakitnya dan

proses penyembuhan lukanya ditandai dengan klien tampak

gelisah, tegang, tatapan mata koosong.

Tujuan keperawatan:

Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 7 hari (7

x 24 jam) diharapkan kecemasan klien dapat berkurang.

Kriteria hasil:

Klien dapat tidur nyenyak, klien dapat mengerti tentang


55

penjelasan yang diberikan, klien tampak santai dan tidak

gelisah lagi.

Rencana tindakan:

1) Kaji tingkat kecemasan klien

R/: Kecemasan dapat berawal dari ringan sampai berat,

dengan mengkaji tingkat kecemasan klien sehingga dapat

menentukan tindakan perawatan yang diberikan.

2) Beri penjelasan tentang penyebab terjadinya luka dan cara

penyembuhannya.

R/: Penjelasan mengenai penyakit dan luka yang timbul

dapat memberikan gambaran yang terarah pada klien

sehingga dapat mengurangi kecemasan dan meningkatkan

partisipasi klien dalam pengobatan serta tindakan

perawatan.

3) Lakukan pendekatan tiap melakukan tindakan

R/: Pendekatan yang diberikan tiap melakukan tindakan

bertujuan agar klien lebih yakin atas tindakan yang

diberikan perawat.

4) Observasi rasa cemas klien sebelum dan setelah

melakukan tindakan.

R/: Mengobservasi rasa cemas klien bertujuan apakah

penjelasan dan tindakan yang telah diberikan mampu

mengurangi kecemasan sebelumnya.


56

5) Mendengarkan keluhan-keluhan klien .

R/: Dengan mendengarkan keluhan-keluhan klien

bertujuan untuk memulihkan rasa percaya diri klien pada

perawat dan menandakan bahwa perawat memperhatikan

klien.

Diagnosa 7: Gangguan metabolisme hidrat arang berhubungan

dengan menurunnya kadar / fungsi insulin ditandai dengan klien

mengeluh lapar, haus, kadar gula darah meningkat / menurun.

Tujuan keperawatan :

Kebutuhan metabolisme hidrat arang klien dapat terpenuhi.

Kriteria hasil :

a) Kadar gula darah (glukosa) dalam batas normal.

b) Gejala Diabetes secara bertahap akan hilang.

Rencana tindakan :

a) Pemberian diit sesuai terapi

R/ : Dapat menyeimbangkan kadar gula darah sehingga akan

mencapai kadar gula darah sekitar normal atau normal,

mengarahkan berat badan ideal dan mencegah terjadinya

komplikasi.

b) Monitoring berat badan dan gula darah tiap tiga hari sekali

R/ : Untuk dapat mengetahui tingkat perkembangan penyakit

klien.
57

c) Penjelasan kepada keluarga agar tidak memberi makanan

tambahan dari luar

R/ : Pemberian makanan dari luar yang tidak sesuai dengan

diit dapat mengacaukan terapi diit yang telah diberikan di

Rumah Sakit

d) Pemberian terapi insulin

R/ : Terapi insulin bertujuan untuk memudahkan penggunaan

glukosa oleh sel dan jaringan.

e) Kolaborasi dalam pemberian obat antidiabetika

R/ : Mengefektifkan kerja insulin

2.3.4 Implementasi/Pelaksanaan

Pelaksanaan perawatan merupakan realisasi dari rencana

tindakan perawatan yang telah ditetapkan dengan maksud agar

kebutuhan klien terpenuhi secara optimal.

Di dalam pelaksanaan diperlukan adanya kerjasama antara

klien, keluarga serta tenaga kesehatan khususnya perawat.

Pelaksanaan tindakan keperawatan menjadi tanggung jawab

perawat untuk menolong klien agar mau menerima tindakan yang

dilakukan dengan berusaha mengurangi rasa takut, bsingung

terhadap tindakan keperawatan tersebut serta menjelaskan tata cara

perawatan yang baik


58

2.3.5 Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan

yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan yang

telah dicapai, yang dapat dipergunakan sebagai bahan

pertimbangan perencanaan selanjutnya. Dengan demikian proses

keperawatan ini adalah berkelanjutan.

Dalam melakukan evaluasi dinilai apakah asuhan

keperawatan berhasil berdasarkan kriteria tujuan yang telah

ditetapkan tercapai, apabila tujuan tersebut belum tercapai maka

dilakukan pengkajian ulang, direncanakan kembali, dilaksanakan

dan dievaluasi kembali.

Evaluasi yang diharapkan pada klien Diabetes Melitus adalah

meliputi:

i. Klien menerima diet yang diberikan.

ii. Luka sembuh dan kulit yang lain tidak terkena infeksi.

iii. Nyeri dan rasa sakit pada luka hilang

iv. Klien tidak cemas lagi.

v. Bisa melakukan aktivitas seperti biasa.

vi. Tidak ada tanda-tanda komplikasi hiperglikemi atau

hipoglikemi.

2.4 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN LANJUT USIA

2.4.1 PENGKAJIAN
59

Status kesehatan pada lansia dikaji secara komprehensif,

akurat, dan sistematis. Informasi yang dikumpulkan selama pengkajian

harus dapat dipahami dan didiskusikan dengan anggota tim, keluarga

klien, dan pemberi pelayanan interdisiplin.

Pengkajian pada lansia yang ada di keluarga dilakukan dengan

melibatkan keluarga sebagai orang terdekat yang mengetahui tentang

masalah kesehatan lansia. Sedangkan pengkajian pada kelompok lansia

di panti ataupun di masyarakat dilakukan dengan melibatkan

penaggung jawab kelompok lansia, kultural, kelompok masyarakat,

serta petugas kesehatan.

Untuk itu, format pengkajian yang digunakan adalah format

pengkajian pada lansia yang dikembangkan sesuai dengan keberadaan

lansia. Format pengkajian yang dikembangkan minimal terdiri atas :

data dasar ( identitas, alamat, usia, pendidikan,pekerjaan, agama dan

suku bangsa ) ; data biopsikososialspiritualkultural; lingkungan; status

agama; fungsional; fasilitas penunjang; kesehatan yang ada; serta

pemeriksaan fisik.

Tujuan :

1. Menentukan kemampuan klien untuk memelihara diri sendiri.

2. Melengkapi dasar-dasar rencana perawatan individu.

3. Membantu menghindarkan bentuk dan penandaan klien.

4. Memberi waktu kepada klien untuk menjawab.

Meliputi aspek :
60

1. Fisik

Wawancara

a) Pandangan lanjut usia tentang kesehatannya

b) Kegiatan yang mampu dilakukan lanjut usia

c) Kebiasaan lanjut usia merawat diri sendiri

d) Kekuatan fisik lanjut usia : otot, sendi, penglihatan, dan

pendengaran

e) Kebiasaan makan, minum, istirahat/tidur, buang air

besar/kecil.

f) Kebiasaan gerak badan/olah raga/ senam lanjut usia.

g) Perubahan-perubahan fungsi tubuh yang sangat bermakna

dirasakan.

h) Kebiasaan lanjut usia dalam memelihara kesehatan dan

kebiasaan dalam minum obat.

i) Masalah-masalah seksual yang dirasakan

Pemeriksaan fisik :

1) Pemeriksaan dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi,

perkusi, dan auskultasi untuk mengetahui perubahan sistem

tubuh

2) Pendekatan yang digunakan dalam pemeriksaan fisik yaitu :

a. Head to toe
61

b. Sistem tubuh

2. Psikologis

1) Apakah mengenal masalah-masalah utamanya.

2) Bagaimana sikapnya terhadap proses penuaan.

3) Apakah dirinya merasa dibutuhkan atau tidak

4) Apakah optimis dalam memandang suatu kehidupan

5) Bagaimana mengatasi stres yang dialami.

6) Apakah mudah dalam menyesuaikan diri.

7) Apakah lanjut usia sering mengalami kegagalan.

8) Apakah harapan pada saat ini dan akan datang.

9) Perlu dikaji juga mengenai fungsi kognitif : daya ingat,

proses pikir, alam perasaan, orientasi, dan kemampuan

dalam penyelesaian masalah.

3. Idenfikasi masalah emosional

Ada dua tahap pertanyaan yaitu :

Tahap I :

a) Apakah lansia mengalami susah tidur ?

b) Ada masalah/banyak pikiran ?

c) Apakah lansia murung/menangis sendiri ?

d) Apakah lansia sering was-was/kuatir ?

Tahap II :

a) Keluhan lebih 3 bulan/lebih dari 1 bulan, 1 kali dalam


62

satu tahun ?

b) Ada masalah/banyak pikiran ?

c) Ada gangguan/masalah dengan orang lain ?

d) Menggunakan obat tidur/penenang atas anjuran dokter ?

e) Cenderung mengurung diri ?

4. Pengkajian Kognitif

Identifikasi aspek kognitif ( kemampuan ) dari fungsi mental

menggunakan MMSE ( Mini Mental Status Exam )

Penilaian MMSE ( Mini Mental Status Exam ) :

1) Orientasi, Nilai Maksimal = 5

Kriteria : menyebutkan dengan benar tahun, musim,

tanggal, hari bulan.

2) Orientasi, Nilai Maksimal = 5

Kriteria : dimana sekarang kita berada ?, negara, propinsi,

kabupaten/kota, panti, wisma.

3) Registrasi, Nilai maksimal = 3

Sebutkan tiga nama obyek ( misal : kursi, meja, kertas ),

kemudain ditanyakan kepada lansia, lansia menjawab : 1)

kursi, 2) meja, 3) kertas.

4) Perhatian dan kalkulasi, nilai maksimal = 5

Meminta lansia berhitung mulai dari 100 kemudian

dikurangi 7 sampai 5 tingkat, jawaban : 1). 93, 2). 86

3). 79, 4). 72, 5). 65


63

5) Mengingat, nilai maksimal = 3

Minta lansia untuk mengulangi ketiga obyek pada poin

ke-2 ( tiap poin nilai 1 )

6) Bahasa, nilai maksimal = 9

a. Lansia disuruh menyebutkan nama benda yang

ditunjukan, nilai maksiamal = 2

b. Lansia disuruh mengulang kata ”namun”, ”tanpa”,

”bila” nilai = 1

c. Lansia disuruh melakukan perintah ” ambil kertas

ini dengan tangan anda lipatlah menjadi dua dan

letakan dilantai, nilai = 3

d. Lansia disuruh membaca dan lakukan perintah

” pejamkanlah mata anda ”, nilai = 1

e. Lansia disuruh menulis dengan spontan, nilai = 1

f. Lansia disuruh menggambar persegi lima yang

sebelumnya diconotohkan sebelumnya, nilai = 1

Keterangan skor :

24 – 30 = tidak ada gangguan kognitif

18 – 23 = gangguan kognitif sedang

0 – 17 = gangguan kognitif berat

5. Pengkajian status mental

Identifikasi tingkat kerusakan intelektual ( pengetahuan ) dengan


64

menggunakan SPMSQ ( Short Portable Mental Quessioner )

Pertanyaan SPMSQ :

a) Tanggal berapa hari ini ?

b) Hari apa sekarang ?

c) Apa nama tempat ini ?

d) Dimana alamat anda ?

e) Berapa umur anda ?

f) Kapan anda lahir ?

g) Siapa presiden indonesia sekarang ?

h) Siapa presiden Indonesia sebelumnya ?

i) Siapa nama ibu anda ?

j) Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangannya 3 dari setiap

angka baru, secara menurun ?

Kriteria SPMSQ :

Kesalahan 0 -3 = fungsi intelektual utuh

Kesalahan 4 -5 = kerusakan intelektual ringan

Kesalahan 6 -8 = kerusakan intelektual sedang

Kesalahan 9 -10 = kerusakan intelektual berat

6. Pengkajian Status Fungsional

Pengkajian status fungsional adalah suatu bentuk pengukuran

kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas kehidupan

sehari-hari secara mandiri.

Pengkajian ini menggunakan indeks kemandirian Kartz untuk


65

aktivitas kehidupan sehari-hari yang berdasarkan pada evaluasi

fungsi mandiri atau tergantung dari klien dalam hal makan,

kontinen ( defekasi/berkemih ), berpindah, ke kamar kecil,

berpakaian dan mandi.

A – kemandirian dalam hal makan, kontinen (defekasi/berkemih ),

berpindah, ke kamar kecil, berpakain dan mandi

B – kemandirian dalam semua hal kecuali satu dari fungsi tersebut.

C – kemandirian dalam semua hal kecuali mandi dan satu fungsi

tambahan

D – kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian dan

satu fungsi tambahan.

E – kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, ke

kamar kecil dan satu fungsi tambahan.

F – kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, ke

kamar kecil, berpindah dan satu fungsi tambahan.

G – ketergantungan pada keemam fungsi tersebut.

Lain-lain – tergantung pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak

dapat diklasifikasikan sebagai C, D, E atau F. ( Fatma

Ekasari, Mia . 2006 )

7. Sosial ekonomi

1) Darimana sumber keuangan lanjut usia.


66

2) Apa saja kesibukan lanjut usia dalam mengisi waktu luang.

3) Dengan siapa dia tinggal.

4) Kegiatan organisasi apa yang diikuti lanjut usia.

5) Bagaimana pandangan lanjut usia terhadap lingkungannya.

6) Berapa sering lanjut usia berhubungan dengan orang lain di

luar rumah.

7) Siapa saja yang biasa mengunjungi

8) Seberapa besar ketergantungannya

9) Apakah dapat menyalurkan hobi atau keinginannya dengan

fasilitas yang ada.

8. Spiritual

1) Apakah secara teratur melakukan ibadah sesuai dengan

keyakinan agamnya.

2) Apakah secara teratur mengikuti atau terlibat aktif dalam

kegiatan keagamaan, misalnya pengkajian dan penyantuan

anak yatim atau fakir miskin.

3) Bagaimana cara lanjut usia menyelesaikan masalah apakah

dengan berdoa.

4) Apakah lanjut usia terlihat sabar dan tawakal.

Pengkajian dasar

a) Temperatur
67

1) Mungkin serendah 95 F ( hipotermi ) ± 35 °C

2) Lebih teliti diperiksa disublingual

b) Pulse ( denyut nadi )

1) Kecepatan, irama, volume

2) Apikal, radial, pedal

c) Respirasi

1) Kecepatan, irama, dan kedalaman

2) Tidak teraturnya pernafasan

d) Tekanan darah

1) Saat baring, duduk, berdiri

2) Hipotensi akibat posisi tubuh

e) Berat badan perlahan-lahan hilang pada tahun-tahun terakhir

f) Tingkat orientasi

g) Memory ( ingatan )

h) Pola tidur

i) Penkajian psikososial

Pengkajian psikososial ini menggunakan Skala Depresi Geriatrik

bentuk singkat dari Yesavage ( 1983 ) yang instrumennya disusun

secara khusus digunakan pada lanjut usia untuk memeriksa depresi.

Jawaban pertanyaan sesuai indikasi 1Nilai 5 atau dapat menadakan

depresi.

Skala depresi Geriatrik Yesavage, bentuk singkat :

1) Apakah pada dasarnya anda puas dengan kehidupan


68

anda ? ( tidak )

2) Sudahkan anda mengeluarkan aktivitas dan minat

anda ? ( ya )

3) Apakah anda merasa bahwa hidup anda kosong ? ( ya )

4) Apakah anda sering bosan ? ( ya )

5) Apakah anda mempunyai semangat yang baik setiap

waktu ? ( tidak )

6) Apakah anda takut sesuatu akan terjadi pada anda ?

( ya )

7) Apakah anda merasa bahagia di setiap waktu ? ( ya )

8) Apakah anda sering bosan ? ( ya )

9) Apakah anda lebih suka tinggal di rumah pada malam

hari, daripada pergi melakukan sesuatu yang baru ?

( ya )

10) Apakah anda merasa bahwa anda mempunyai lebih

banyak masalah dengan ingatan anda daripada yan

lainnya ? ( ya )

11) Apakah anda berpikir sangat menyenangkan hidup

sekarang ini ? ( tidak )

12) Apakah anda merasa saya ( perawat ) sangat tidak

berguna dengan keadaan anda sekarang ? ( ya )

13) Apakah anda merasa penuh energi semagat ? ( ya )

14) Apakah anda berpikir bahwa situasi anda tak ada


69

harapan ? ( ya )

15) Apakah anda berpikir bahwa banyak orang yang lebih

baik daripada anda ? ( ya )

( Fatma Ekasari, Mia . 2006 )

2.4.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

Perawat menggunakan hasil pengkajian untuk menentukan

diagnosis keperawatan. Diagnosis keperawatan dapat berupa diagnosis

keperawatan individu, diagnosis keperawatan keluarga dengan lansia,

ataupun diagnosis keperawatan pada kelompok lansia.

Masalah keperawatan yang dijumpai antara lain gangguan

nutrisi : kurang/lebih ; gangguan persepsi sensorik: pendengaran,

penglihatan ; kurang perawatan diri; intoleransi aktivitas; gangguan

pola tidur ; perubahan pola eliminasi; gangguan mobilitas fisik ; resiko

cidera ; isolasi sosial : menarik diri ; harga diri rendah ; cemas ; reaksi

berduka ; marah ; serta penolakan terhadap proses penuaan. ( Meryam,

dkk. 2008 )

1. Fisik/Biologis

a) Gangguan nutrisi : kurang/berlebihan dari kebutuhan tubuh

sehubungan dengan pemasukan yang tidak adekuat.

b) Gangguan persepsi sensori : pendengaran, penglihatan

sehubungan dengan hambatan penerimaan, pengiriman

rangsangan.

c) Kurang perawatan diri sehubungan dengan penurunan


70

minat dalam merawat diri.

d) Potensial cidera fisik sehubungan dengan penurunan fungsi

tubuh.

e) Gangguan pola tidur sehubungan kecemasan atau nyeri.

f) Perubahan pola eliminasi sehubungan dengan penyempitan

jalan nafas atau adanya sekret pada jalan nafas.

g) Gangguan mobilitas fisik sehubungan dengan kekuatan

sendi.

2. Psikososial

a) Isolasi sosial sehubungan dengan perasaan curiga

b) Menarik diri dari lingkungan sehubungan dengan perasaan

tidak mampu.

c) Depresi sehubungan dengan isolasi sosial.

d) Harga diri rendah sehubungan dengan perasaan ditolak.

e) Coping tidak adekuat sehubungan dengan ketidak

mampuan mengungkapkan perasaan secara tepat.

f) Cemas sehubungan dengan sumber keuangan yang terbatas.

3. Spiritual

a) Reaksi berkabung atau berduka sehubungan dengan

ditinggal pasangan.

b) Penolakan terhadap proses penuaan sehubungan

ketidaksiapan menghadapi kematian.

c) Marah terjhadap Tuhan sehubungan kegagalan yang


71

dialami.

d) Perasaan tidak tenang sehubungan dengan ketidak mapuan

melakukan ibadah secara tepat.( Nugroho, Wahyudi. 2000.)

2.4.3 RENCANA KEPERAWATAN

Rencana keperawatan membantu klien memperoleh dan

mempertahankan kesehatan pada tingkatan yang paling tinggi,

kesejahteraan dan kualitas hidup dapat tercapai, demikian juga halnya

untuk menjelang kematian secra damai. Rencana dibuat untuk

keberlangsuangan pelayanan dalam waktu yang tak terbatas, sesuai

dengan respons atau kebutuhan klien.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalm menyusun rencana keperwatan :

1. Sesuaikan dengan tujuan yang spesifik di mana diarahkan pada

pemenuhan kebutuhan dasar.

2. Libatkan klien dan keluarga dalam perencanaan

3. Kolaborasi dengan profesi kesehatan yang terkait.

4. Tentukan prioritas. Klien mungkkin sudah puas dengan kondisinya,

bangkitkan perubahan tapi jangan dipaksakan, rasa aman dan

nyaman adalah tujuan utama.

5. Sediakan waktu yang cukup waktu untuk klien.

6. Dokumentasikan rencana keperawatan yang telah dibuat.

2.4.4 TINDAKAN KEPERAWATAN

Perawat melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana


72

perawatan yang telah dibuat. Perwat memberikan pelayanan kesehatan

untuk memelihara kemampuan fungsional lansia dan mencegah

komplikasi serta meningkatkan ketidakmampuan. Tindakan keperawatan

berdasrkan rencana keperawatan dari setiap diagnosis keperawatan yang

telah dibuat dengan didasarkan pada konsep asuhan keperawatan gerontik.

Tindakan keperwatan yang dilakukan pada lansia

a. Menumbuhkan dan membina hubungan saling percaya

dengan cara memanggil nama klien.

b. Menyediakan penerangan yang cukup : cahaya

matahari, ventilasi rumah, hindarkan dari cahaya yang silau,

penerangan di kamar mandi, dapur, dan ruangan lain sepanjang

waktu.

c. Menigkatkan rangsangan pancaindera melalui buku-

buku yang dicetak besar dan berikan warna yang dapat dilihat.

d. Mempertahankan dan melatih daya orientasi realita :

kalender, jam, foto-foto, serta banyaknya jumlah kunjungan.

e. Memberikan perawatan pernapasan dengan

membersihkan hidung, melindungi dari angin, dan meningkatan

aktivitas pernapasan dengan latihan napas dalam ( latihan batuk ).

f. Memberikan perawatan pada organ pencernaan : beri

makanan porsi kecil tapi sering, beri makanan yang menarik dan

dalam keadaan hangat, sediakan makanan yang disukai, makanan

yang cukup cairan, banyak makan sayur dan buah, berikan


73

makanan yang tidak membentuk gas, serta sikap fowler waktu

makanan.

g. Memberikan perawatan genitourinaria dengan

mencegah inkontinensia dengan menjelaskan dan memotivasi klien

untuk BAK tiap 2 jam serta observasi jumlah urine pada saat akan

tidur. Untuk seksualitas, sediakan waktu konsultasi.

h. Memberikan perawatan kulit. Mandi : gunakan sabun

yang mengandung lemak, hindari menggosok kulit dengan keras,

potong kuku tangan dan kaki, hindari menggaruk dengan keras,

serta berikan pelembab ( lotion ) untuk kulit.

i. Memberikan perawatan muskuluskletal : bergerak

dengan keterbatasan, ubah posisi tiap 2 jam, cegah osteoporis

dengan latihan, lakukan latihan aktif/pasif, serta anjurkan keluarga

untuk membuat klien mandiri.

j. Memberikan perawatan psikososial : jelaskan dan

motuvasi untuk sosialisasi, bantu dalam memilih dan mengikuti

aktivitas, fasilitasi pembicaraan, sentuhan pada tangan untuk

memelihara rasa percaya, berikan penghargaan, serta bersikap

empati.

k. Memelihara keselamatan : usahakan agar pagar

tempat tidur ( pengamanan ) tetap dipasang, posisi tempat tidur

yang rendah, kamar dan lantai tidak berantakan dan licin, cukup

penerangan, bantu untuk berdiri, serta berikan penyangga pada


74

waktu berdiri bila diperlukan.

2.4.5 EVALUASI

Perawat harus mengevaluasi secara terus-menerus respon klien dan

keluarga terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi

dilakukan untuk tercapainya tujuan dan memperbaharui data, diagnosis

keperawatan, serta rencana keperawatan jika tindakan keperawatan yang

dilakukan belum mencapai tujuan yang diharapakan. Evalusai dibuat

dalam catatan dalam perkembangan menggunakan SOAP ( Subjektif,

Objektif, Analisis, Perencanaan). ( Meryam, dkk. 2008 )

BAB 3

TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian

3.1.1 Data Biografi

Data Klien

Nama : Ny “ S “

Umur : 61 tahun

Agama/suku : Islam/sasak

Alamat asal : Lombok Timur

Jenis kelamin : Perempuan

Status perkawinan : Janda

Data Penanggung Jawab

Nama : Tn “ A “

Umur : 45 tahun
75

Agama : Islam

Alamat : Lombok Timur

Hubungan dengan klien : Anak

3.1.2 Riwayat Kesehatan

a) Keluhan utama

Klien mengeluh badan terasa lemas dan mual.

b) Riwayat Penyakit Sekarang

Klien mengatakan dibawa ke panti sosial Tresna Werda Mataram dua

tahun yang lalu. Klien mengatakan keluhan yang dirasakan klien

sekarang dan tiga bulan terakhir yaitu badan terasa lemas, nafsu

makan meningkat, kuat kencing terutama pada malam hari, dan klien

mengeluh sering nyeri sendi. Selain itu, klien mengatakan cemas

dengan penyakitnya karena klien tidak mengerti tentang

penyakitnya.

c) Riwayat Penyakit Dahulu

Menurut pengakuan klien, klien mengatakan mengetahui menderia

Diabetes Melitus sejak 1 tahun yang lalu. Pada saat klien

mengatakan sering makan, sering kencing dan kuat, serta klien

mengatakan mengetahui menderita Diabetes dari pemeriksaan gula

darah dan urin yang dilakukan oleh pihak panti, perawat di panti

mengatakan bahwa gula darah klien pada saat pemeriksaan 400

mg/dl dan pemeriksaan urin + 4.

d) Riwayat Penyakit Keluarga


76

Klien mengatakan bahwa ada anggota keluarga yang menderita

Diabetes Melitus yaitu ibu klien.

e) Genogram

3.1.3 Status Fisiologis

a. Keadaan umum : lemah

b. Bentuk tubuh : tegap

c. Tanda – tanda vital dan status gizi

Tekanan darah : 110/80 mmHg

Nadi : 78 kali/menit

Suhu : 36°C

Respirasi : 22 kali/menit

Berat badan : 50 kg

Tinggi badan : 156 cm

d. Pengkajian Head to toes

a) Kepala

Inspeksi : bentuk kepala bulat, rambut warna hitam

keputihan, dan rambut tampak kotor

Palapsi : tidak ada nyeri tekan dan tidak ada massa

b) Mata

Inspeksi : Bentuk mata simetris, konjungtiva anemis, scelera

tidak ikterus

c) Hidung
77

Inspeksi : bentuk hidung pesek, tidak tampak cupping

hidung, tidak ada polip

d) Mulut

Inspeksi : mukosa lembab, mulut tampak kotor, gigi tampak

kuning, tidak tampak ada caries gigi.

e) Telinga

Inspeksi : telinga tampak cukup bersih, tidak tampak ada

serumen, dan tidak ada gangguan pendengaran

f)Leher

Inspeksi : tidak tampak pembesaran vena jugularis

Palpasi : tidak ada pembesaran klenjar tyroid, tidak ada

kaku kuduk

g) Dada

Inspeksi : bentuk simetris, tidak tampak penggunaan otot-

otot pernapasan

Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa

Perkusi : terdengar suara sonor pada kedua paru

Auskultasi : tidak terdengar suara nafas tambahan

h) Abdomen

Inspeksi : Bentuk perut normal

Auskultasi : terdengar suara bising usus 10 kali/menit

Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa

Perkusi : terdengar suara pekak


78

i) Genitalia : tidak terkaji

j) Ekstremitas

Inspeksi : tidak tampak adanya atropi pada ektremitas dan

tidak ada odem serta luka ganggren, selain itu kekuatan masing-

masing otot baik ekstremitas atas bawah yaitu 5

k) Integumen

Inspeksi : kebersihan cukup, kelembaban kulit baik, dan

turgor kulit tidak baik.

3.1.4 Pengkajian Psikososial

a) Hubungan dengan orang lain di wisma

Klien mengatakan hubungan dengan orang lain dalam wisma yaitu

dapat berinteraksi dan mampu bekerjasama sehingga klien merasa

senang dan betah tinggal di panti

b) Hubungan dengan orang lain di luar wisma di dalam panti

Klien mengatakan hubungannya dengan orang lain di luar

wismanya yaitu klien mampu berinteraksi serta mampu

bekerjasama.

c) Kebiasaan lansia berinteraksi ke wisma lainnya di dalam panti

Klien mengatakan bahwa klien jarang berinteraksi ke wisma lain

dan klien mengatakan berinteraksi dengan orang lain di wisma lain

apabila ada kegiatan dan saat beribadah di musholla.

d) Stabilitas emosi
79

Klien mengatakan bahwa tidak pernah emosi sesama teman di

wismanya.

e) Frekwensi kunjungan keluarga

Klien mengatakan bahwa kunjungan keluarganya ke panti yaitu 1

bulan sekali dan kadang-kadang klien meminta izin untuk pulang

ke daerah asalnya.

3.1.5 Pengkajian Fungsional

a) Masalah emosional

Klien mengatakan bahwa tidak ada gangguan susah tidur, banyak

pikiran, dan klien mengatakan tidak pernah murung atau menangis

sendiri.

b) Tingkat kerusakan intelektual

Dengan menggunakan SPMSQ

Tabel 4.1 : Tabel SPMSQ

Nomor Pertanyaan Benar Salah


1 Tanggal berapa hari ini ? √
2 Hari apa sekarang ? √
3 Apa nama tempat ini ? √
4 Dimana alamat anda ? √
5 Berapa umur anda ? √
6 Kapan anda lahir ? √
7 Siapa presiden Indonesia ? √
8 Siapa presiden Indonesia sebelumnya ? √
9 Siapa nama ibu anda ? √
Kurangi 3 dari 20 dan tetap
10 pengurangan 3 dari setiap angka baru, √
secara menurun.
Jumlah 10
Interpretasi :
80

Dari hasil pengkajian SPMSQ klien mampu menjawab semua

pertanyaan dengan benar, karena klien mampu menjawab semua

pertanyaan dengan bahwa fungsi intelektual klien masih utuh.

Dengan menggunakan MMSE

Tabel 4.2 : Tabel MMSE

Aspek Nilai Nilai


No. Kriteria
Kognitif maksimal klien
1 Orientasi Menyebutkan dengan benar :
Tahun :
Musim :
5 3
Tanggal :
Hari :
Bulan :
2 Orientasi Dimana sekarang kita
berada?
Negara :
5 5 Propinsi :
Kabupaten/kota :
Panti :
Wisma :
3 Register Sebutkan 3 nama obyek
( misal kursi meja, kertas),
kemudian ditanyakan kepada
3 3 klien, menjawab :
1. kursi
2. meja
3. kertas
4 Perhatian Meminta klien berhitung
dan mulai dari 100 kemudian
kalkulasi dikurangi 7 sampai 5 tingkat
Jawaban :
5 1 1. 93
2. 86
3. 79
4. 72
5. 65
5 Mengingat Meminta klien untuk
mengulangi ketiga obyek
3 3
pada poin ke-2 (tiap poin
nilai 1)
6 Bahasa 9 6 Menanyakan pada klien
81

untuk tentang benda ( sambil


menunjukan benda tersebut )
1.
2.

Meminta klien untuk


mengulangi kata berikut :
(tidak ada, dan jika, atau
tetapi)
Klien menjawab : sama

Minta klien mengikuti


perintah berikut yang terdiri
dari 3 langkah
Ambil kertas ditangan anda,
lipat dua dan taruh dilantai
1.
2.
3.

Perintah pada klien untuk hal


berikut (bila aktivitas sesuai
perintah 1 poin (tutup mata
anda))
Perintah klien untuk menulis
kalimat dan menyalin
gambar.
30 21
Interpretasi hasil :

Dari hasil pengkajian MMSE klien memiliki nilai benar 21, dari

hasil ini klien tergolong dalam gangguan kognitif sedang.

3.1.6 Pengkajian Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual ( Virginia Handerson )

a) Kebutuhan nutrisi

Klien mengatakan bahwa frekwensi makannya 3-4 kali sehari

dengan 1 porsi makanan dan makanan tambahan habis sedangkan

klien minum lebih dari 7 gelas air putih perhari karena klien

mengatakan cepat merasakan haus. Selain itu, klien mengatakan


82

sering minum kopi dan klien mengatakan bahwa klien sering mual

dan apabila muncul mual maka nafsu makan klien menurun.

b) Kebutuhan respirasi

Klien mengatakan dapat bernafas normal dengan frekwensi nafas

22 kali/menit dan tidak ada gangguan dalam pernafasan.

c) Eliminasi

Klien mengatakan frekwensi BAB 1 kali sehari dengan konsistensi

lembek dan tidak ada gangguan BAB, sedangkan BAK klien

mengatakan BAK lebih dar 6 kali sehari terutama pada malam hari

klien sering kencing dengan warna urine kuning jernih.

d) Aktivitas

Klien mengatakan aktivitas dirinya di panti ini yaitu pagi hari klien

olahraga bersama dan juga klien selalu membantu kegiatan di

dapur dan pekerjaan rumah tangga di wisma klien.

e) Istirahat dan tidur

Klien mengatakan tidur dari jam 21.00 – 04.30 WITA, tetapi klien

mengatakan sering terbangun tengah malam untuk BAK. Klien

tampak sering menguam.

f) Personal hygiene
83

Klien mengatakan mandi 2 kali sehari menggunakan sabun, sikat

gigi 2 kali sehari dengan menggunakan pasta gigi, dan shampo atau

mencuci rambut 1-2 kali seminggu.

g) Mempertahankan temperatur tubuh dan suhu tubuh

Klien mengatakan apabila dirinya merasakan kedinginan klien

menyelimuti tubuhnya dengan kain, dan apabila kepanasan klien

mengipas badanya untuk menyejukan tubuhnya.

h) Kebutuhan berpakian

Klien mengatakan mengganti pakaiannya 1 kali sehari dan kadang-

kadang mengganti pakaian ketika pakaiannya kotor.

i) Rasa aman dan nyaman

Klien mengatakan sering merasakan nyeri di sekitar sendi-sendinya

dan nyeri timbul sewaktu-waktu.

j) Berkomunikasi dengan orang lain/sosialisasi

Klien mengatakan selalu berkomunikasi dengan teman di panti

terutama dengan teman satu wisma dengan klien, klien

berkomunikasi dengan menggunakan bahasa sasak dan kadang-

kadang menggunakan bahasa Indonesia.

k) Pekerjaan/kebutuhan bekerja

Klien mengatakan sebelum di bawa ke panti sosial Tresna werda

klien bekerja sebagai petani dan sekarang klien bekerja membantu

membersihkan panti terutama di wismanya.

l) Kebutuhan spiritual/beribadah
84

Klien mengatakan selalu melakukan ibadah 5 waktu sehari, serta

klien mengatakan sering puasa sunnah ( puasa senin-kamis ) dan

kadang-kadang membaca Al-Qur’an.

m) Belajar

Klien mengatakan tidak pernah membaca buku dan klien hanya

belajar atau mendapatkan informasi dari televisi saja.

n) Rekreasi

Klien mengatakan tidak pernah melakukan rekreasi.

3.1.7 Pengkajian Lingkungan

a) Pemukiman

Klien tinggal di panti/asrama dengan jenis bangunan permanen,

atap rumah dari genting, dinding tembok, dan lantai tegel.

Kebersihan wisma klien baik dengan ventilasi 15 % luas lantai dan

pencahayaan baik.

b) Sanitasi

Penyediaan air menggunakan PDAM, air minum direbus dulu baru

diminum, memiliki jamban cemplung, pengelolaan jamban yaitu

kelompok. Sampah di wisma klien ditimbun lalu dibakar.

c) Keamanan dan transportasi

Sistem keamanan di panti sosial Tresna Werda yaitu menggunakan

penjaga panti ( satpam ), transportasi: jalan masuk ke masing-

masing wisma tidak rata, dan komunikasi: alat komunikasi di panti


85

tepatnya di masing-masing wisma tidak ada, sehingga klien tidak

dapat berkomunikasi dengan keluarganya.

3.1.8 Pemeriksaan penunjang

3.1.9 Therapy

3.2 Diagnosa Keperawatan

3.2.1 Analisa Data

Symtom Etiologi Problem


DS : klien mengatakan bahwa klien Imunologi Nutrisi kurang
sering mual dan apabila muncul mual ↓ dari kebutuhan
maka nafsu makan klien menurun. Dan merusak sel β tubuh
klien mengatakan cepat merasa pankreas
kenyang dan cepat lapar. ↓
DO : kegagalan produksi
- K/U lemah insulin
- Klien tampak mual ↓
- BB klien : 50 Kg peningkatan
- TTV : glukosa dalam
 TD:110/80mmHg darah
 N : 78 kali/mnit ↓
 S : 36ºC peningkatan
 RR:22 kali/mnit osmolaritas

polidipsi, polifagi,
poliuri

ketidaak
seimbangan diit
dengan terapi
insulin

hipoglikemia /
hiperglikemia

mual,muntah

nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
DS : klien mengatakan cemas dengan Kuarang sumber Kecemasan
keadaan penyakitnya informasi
DO : mengenai Diabetes
86

- K/U Lemah Melitus


- Klien tampak gelisah ↓
- TTV : kuarang
TD : 110/80mmHg pengetahuan
N : 78 kali/mnit ↓
S : 36ºC kecemasan
RR : 22 kali/mnit
- Tatapan mata kososng
DS : klien mengatakan sering Faktor penyebab Gangguan
terbangun tengah malam untuk kencing Diabetes Melitus istirahat tidur
DO : ↓
- K/U lemah merusak sel β
- Konjungtiva klien tampak pankreas
anemis ↓
- Klien tampak sering menguam kegagalan produksi
- TTV : insulin
TD : 110/80mmHg ↓
N : 78 x/mnit peningkatan
S : 36ºC glukosa dalam
RR : 22 x/mnit darah

peningkatan
osmolaritas

polidipsi, polifagi,
poliuri

kuat kencing pada
malam hari

gangguan istirahat
tidur

3.1.2 Rumusan Diagnosa Keperawatan

1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan terjadinya

hipoglikemia dengan pemberian obat anti diabetika dan terapi insulin

ditandai dengan klien mengatakan bahwa klien sering mual dan

apabila muncul mual maka nafsu makan klien menurun. Dan klien
87

mengatakan cepat merasa kenyang dan cepat lapar, K/U lemah,

Klien tampak mual, BB klien : 50 Kg, dan TTV :TD:110/80mmHg,

N : 78 kali/mnit, S : 36ºC, RR:22 kali/mnit

2. Kecemasan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan mengenai

Diabetes Melitus ditandai dengan klien mengatakan cemas dengan

keadaan penyakitnya, K/U lemah, klien tampak gelisah, dan TTV :

TD : 110/80mmHg, N : 78 kali/mnit, S : 36ºC, RR : 22 kali/mnit,

tatapan mata kososng

3. Gangguang istirahat tidur berhubungan dengan hipoglikemia

ditandai dengan klien mengatakan sering terbangun tengah malam

untuk kencing, K/U lemah, konjungtiva klien tampak anemis, klien

tampak sering menguam, dan TTV :TD : 110/80mmHg, N : 78

x/mnit, S : 36ºC, RR : 22 x/mnit

3.1.3 Prioritas Masalah

1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

2. Gangguan istirahat tidur

3. Kecemasan

3.3 Rencana Keperawatan

Nama :

Umur :

Ruang :

Hari dan No. Tujuan dan Kriteria


Rencana Rasional
tanggal DX hasil
88

1 Setelah dilakukan 1. Beri penyuluhan 1. Penyuluhan


tindakan tentang diit tentang diit bagi
Keperawatan 3 x klien Diabetes
24 jam klien tidak Melitus sangat
mengalami penting sebab
gangguan diet yang benar,
pemenuhan dapat mencegah
kebutuhan nutrisi, komplikasi
Kriteria Hasil : hipoglikemia
- Nafsu makan 2. Observasi intake 2. Mencatat intake
klien baik, dan output dan output untuk
klien mampu mengevaluasi
menghabiskan apakah
porsi makan kebutuhan klien
yang dapat terpenuhi
disediakan, atau tidak.
klien makan 3. Dengan
secara teratur 3. Observasi mengobservasi
sesuai jadwal keadaan umum keadaan umum
makannya dan tanda-tanda dan gejala-
hipoglikemia gejala
hiperglikemia /
hipoglikemia
perawat dapat
mengetahui
tingkat
perkembangan
klien sehingga
bila ada
komplikasi
cepat diketahui
dan bisa diatasi.

4. Dengan
melakukan
4. Periksa gula pemeriksaan gula
darah setiap 3 darah dan urine
hari sekali dan secara teratur
monitor reduksi akan
urine 3 kali memberikan
sehari. gambaran
keadaan klien
selama dirawat
serta
2 Setelah dilakukan 1. Obse 1. Kece
89

tindakan rvasi tingkat masan dapat


keperawatan kecemasan berawal dari
selama 3 hari (3 x klien ringan sampai
24 jam) diharapkan berat, dengan
kecemasan klien mengkaji
dapat berkurang, tingkat
dengan kecemasan
Kriteria hasil: klien sehingga
- Klien dapat dapat
tidur nyenyak, menentukan
klien dapat tindakan
mengerti perawatan yang
tentang diberikan
penjelasan 2. Laku 2. Pend
yang. kan pendekatan ekatan yang
diberikan, tiap melakukan diberikan tiap
klien tampak tindakan melakukan
santai dan tindakan
tidak gelisah bertujuan agar
lagi klien lebih
yakin atas
tindakan yang
diberikan
3. Obse perawat
rvasi rasa 3. Men
cemas klien gobservasi rasa
sebelum dan cemas klien
setelah bertujuan
melakukan apakah
tindakan penjelasan dan
tindakan yang
telah diberikan
mampu
mengurangi
kecemasan
4. Deng sebelumnya
arkan keluhan- 4. Deng
keluhan klien an
mendengarkan
keluhan-
keluhan klien
bertujuan untuk
memulihkan
rasa percaya
diri klien pada
perawat dan
90

menandakan
bahwa perawat
5. Obse memperhatikan
rvasi tanda– klien
tanda vital 5. Untu
k menentukan
6. Cipta tindakan
kan lingkungan selanjutnya
yang nyaman 6. Suas
ana yang
nyaman
merupakan
kondisi yang
dibutuhkan agar
klien dapat
beristirahat

Setelah dilakukan 1. Jelaskan pada 1. Meningkatkan


tindakan klien dan pengetahuan
keperawatan 3 x 24 keluarga klien sehingga
jam kebutuhan penyebab klien mau
tidur dan istirahat gangguan tidur kooperatif
terpenuhi dengan / istirahat dan terhadap
Kriteria hasil : kemungkinan tindakan
- Klien mampu cara untuk keperawatan
istirahat/tidur menghindariny
dengan cukup a
- Klien 2. Ciptakan 2. Suasana yang
mengungkapak suasana yang tenang akan
an sudah bisa mendukung mendukung
tidur dengan istirahat klien
- Klien mampu mengurangi
menjelaskan kebisingan
faktor 3. Beri 3. Menentukan
penghambat kesempatan rencana untuk
tidur. klien untuk mengatasi
mengungkapk gangguan.
an penyebab
gangguan
tidur.
4. Batasi 4. Mengurangi
masukan frekuensi
cairan waktu berkemih
malam hari malam hari
dan
berkemihsebel
91

um tidur.
5. Batasi 5. Kafein dapat
masukan merangsang
minuman yang untuk sering
mengandung berkemih
kafein

3.4 Tindakan Keperawatan

Nama :

Umur :

Ruangan :

Hari dan No.


Jam Tindakan keperawatan Respon hasil
tanggal Dx
1. M 1. Klien mau
emberi penyuluhan tentang mendengarkan
diit.
2. Hasil
2. B pemeriksaan
erkolaborasi dalam urin +4
pemeriksaan reduksi urin
3. Klien mau
diberikan obat
3. B
erkolaborasi dalam 4. TD : 110/80
pemberian obat glikoben mmHg
N : 78 x/menit
4. M S : 36,oC
engobservasi tanda-tanda R : 22 x/menit
vital
1. Mengobservasi tingkat 1. Klien
pengetahuan klien dan mengatakan
kecemasan klien belum
mengerti
sepenuhnya
tentang
penyakitnya
2. Melakukan pendekatan 2. Klien terlihat
setiap melakukan tindakan senang dengan
kehadiran
perawat
3. Memberikan penjelasan 3. Klien mau
92

tentang penyakitnya mendengarkan

4. Mengobservasi tingkat 4. Klien tampak


kecemasan klien sebelum lebih tenang
dan setelah tindakan. setelah
tindakan
5. Klien mau
5. Mendengarkan keluhan- berbagi cerita
keluhan klien
1. Menjelaskan pada klien 1. Klien tampak
dan keluarga penyebab memperhatika
gangguan tidur / istirahat n
dan kemungkinan cara
untuk menghindarinya
2. Menciptakan suasana yang 2. tampak
mendukung dengan lingkungan
mengurangi kebisingan disekitar klien
3. Memberi kesempatan klien tenang
untuk mengungkapkan 3. klien
penyebab gangguan tidur. mengatakan
penyebab tidak
4. Menganjurkan membatasi bisa tidur
masukan cairan waktu sering kencing
malam hari dan berkemih tengah malam
sebelum tidur. 4. klien
mengatakan
5. Membatasi masukan akan
minuman yang mengurangi
mengandung kafein minum
sebelum tidur
5. klien
mengatakan
akan
mengurangi
kopi
93

3.5 Evaluasi

Nama :

Umur :

Ruangan :

No. Catatan Perkembangan


Tanggal Paraf
Dx ( Subyektif, obyektif, Assesment, Planning)

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier Sunita. 2005. Penuntun Diet Edisi Baru. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama.

Brunner, Sudarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Volume 2. Jakarta : EGC

Doengeus, marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk


Perencanaan 7 Pendokumentasian Perawatan Klien. Edisi III. Jakarta
94

:EGC

Fatma Ekasari, Mia. 2006. Panduan Pengalaman Belajar Lapangan :


Keperawatan Keluarga, Keperawatan Gerontik, Keperawatan Komunitas.
Jakarta : EGC.

FKUI. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI : Jakarta.

Mansjoer Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran; Edisi 3. Jakarta : Media


Aesculapius

Maryam R, Siti, DKK. 2008. Mengenal Usia Lanjut Dan Perawatannya. Jakarta :
Salemba Medika.

Nugroho, Wahyudi. 2000. Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta : EGC

Nursalam. 2001. Proses Dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta : Salemba


Medika

Nursalam, 2003. Konsep Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.


Salemba Medika : Jakarta.

Pamella, L. Swariengen. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi II. Jakarta


:EGC

Potter Patricia. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC

Rahayu Anggraeini. 2008. KTI : Asuhan keperawatan dengan Gangguan Sistem


Endokrin dengan Diagnosa Medis Diabetes Melitus. STIKES YARSI
Mataram

Ramaharbo Hotma, 2002. Asuhan Keperawatan Klien dengan gangguan sistem


endokrin. EGC : Jakarta.

Sylvia A, price.2005. Psatofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit.


Edisi 2 jakarta: EGC.

Watson Roger. 2002. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Perawat Edisi 10. Jakarta :
EGC

Anda mungkin juga menyukai