Anda di halaman 1dari 12

Portofolio III : SLE (Kasus Medik) 1

No. ID dan Nama Peserta : / dr. Aulia Istiqamah S


No. ID dan Nama Wahana: / RSUD Ajappangge Soppeng
Topik: Lupus Eritematous Sistemik (SLE)
Tanggal (kasus) : 29 Maret 2015
Nama Pasien : Ny EN No. RM : 13 24 34
Tanggal presentasi : Pendamping: dr. Misdawaty
Tempat presentasi: Ruang Komite Medik RSUD Ajappangge Soppeng
Obyek presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi: Seorang wanita, 27 tahun MRS dengan keluhan nyeri dan kram-kram pada seluruh
sendi dialami kurang lebih sejak 2 tahun sebelum masuk Rumah Sakit dan memberat dalam
beberapa bulan terakhir
Tujuan: mendiagnosis pasien dengan SLE dan memberikan penanganan awal
Bahan Tinjauan Riset Kasus Audit
bahasan: pustaka
Cara Diskusi Presentasi dan E-mail Pos
membahas: diskusi

Data Pasien Nama : Ny. EN No Register: 13 24 34


Nama Klinik UGD RSUD Ajapange Soppeng

Data utama untuk bahan diskusi:


1. Diagnosis / Gambaran Klinis
Deskripsi: Seorang wanita, 27 tahun MRS dengan keluhan nyeri dan kram-kram seluruh
sendi dialami kurang lebih sejak 2 tahun sebelum masuk Rumah Sakit dan memberat
dalam beberapa bulan terakhir. Lemah dan tidak nafsu makan (+), nyeri tulang belakang
(+),nyeri pinggang (+), lemah kedua tungkai (+). Wajah kemerahan jika terkena sinar
matahari (+),rambut rapuh dan mudah rontok. Demam (+), naik turun sejak 5 hari yang
lalu. pucat (+), riwayat keluhan yang sama dalam keluarga (-)
2. Riwayat Pengobatan :
Berobat teratur di dokter Spesialis Penyakit Dalam
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit :
Tidak ada
4. Riwayat Keluarga :
. tidak ada
5. Riwayat pekerjaan :
Portofolio III : SLE (Kasus Medik) 2

Tidak berhubungan
6. Lain-lain :
Riwayat imunisasi tidak diketahui pasti
Daftar Pustaka:
1. Isbagio Harry, Albar Zuljasri, Yoga, Bambang. Lupus Eritematosus
Sistemik. Dalam Sudoyo Aru, dkk (Eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Balai
Penerbit FK UI Jakarta; 2006. h.1214.
2. Current Medical Diagnosis and Treatment 2004; Chapter 20; Arthritis and
Musculosceletal disorder ; page 805-807.
3. Harrisson’s Principle of Internal Medicine 15th Edition; Volume 2; page 1922-1928.
4. Medical Journal : Cermin Dunia Kedokteran no.142,2004 ; hal.27-30.
Hasil pembelajaran:
1. Mengetahui Definisi SLE
2. Etiologi SLE
3. Patofisiologi SLE
4. Manifestasi Klinis SLE
5. Diagnosis SLE
6. Penatalaksanaan SLE

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio:

1. Subyektif:
Seorang wanita, 27 tahun MRS dengan keluhan nyeri dan kram-kram seluruh sendi
dialami kurang lebih sejak 2 tahun sebelum masuk Rumah Sakit dan memberat dalam
beberapa bulan terakhir. Lemah dan tidak nafsu makan (+), nyeri tulang belakang
(+),nyeri pinggang (+), lemah kedua tungkai (+). Wajah kemerahan jika terkena sinar
matahari (+),rambut rapuh dan mudah rontok. Demam (+), naik turun sejak 5 hari yang
lalu. Pucat (+),Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga (-)

2. Obyektif :
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 29 Maret 2015

A. Status Internus
Keadaan Umum : sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Gizi : cukup
Portofolio III : SLE (Kasus Medik) 3

Vital Sign

* Tensi : 140/80 mmHg

* Nadi : 96 x/menit

* Suhu : 37,5 C

Pemeriksaan Fisis

 Kepala : rambut rapuh, alopesia (+)

 Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera tidak ikterik, mata cekung (-)

 Wajah : malar rash (Butterfly rash ) (+), fotosensitifitas (+)

 Kulit : Turgor kulit baik, bibir sianosis (-)

 Thoraks
o Paru

Inspeksi : Gerakan nafas simetris kiri = kanan, retraksi dinding dada(+)


Palpasi : Fremitus kiri sama dengan kanan
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

o Jantung

Inspeksi : Iktus jantung tidak terlihat


Palpasi : Iktus jantung teraba di linea midclavicula sinistra RIC V
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bising tidak ada, bunyi jantung tambahan tidak ada

 Abdomen
Inspeksi : datar, ikut gerak napas
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, Nyeri tekan epigastrium (+)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan Normal
Portofolio III : SLE (Kasus Medik) 4

 Ekstremitas :

Superior Inferior
Motorik D S D S
- Pergerakan N N Nyeri
- Kekuatan 5 5 3-4 3-4
- Tonus otot N N  
- Bentuk otot N N Atrofi

Laboratorium Prodia
Tanggal 07 Maret 2015
Ana Profile :
 RNP/Sm : +++
 Ds DNA : +++
 Nucleosomes : +++
 Ribosomal-p-Protein : +++
Imuno Serologi
 C3 Komplemen : 41 mg/dl
 C4 Komplemen : 7 mg/dl

3. Assesment:
A. PENDAHULUAN
Lupus eritematosus sistemik atau lebih dikenal dengan nama systemic lupus
erythematosus (SLE) merupakan penyakit kronik inflamatif autoimun yang
belum diketahui etiologinya dengan manifestasi klinis beragam serta berbagai perjalanan
klinis dan prognosisnya. Penyakit ini ditandai oleh adanya periode remisi dan episode
serangan akut dengan gambaran klinis yang beragam berkaitan dengan berbagai
organ yang terlibat. SLE merupakan penyakit yang kompleks dan terutama menyerang
wanita usia reproduksi. Faktor genetik, imunologik, dan hormonal serta lingkungan
berperan dalam proses patofisiologi.

B. ETIOLOGI
1) Autoimun ( kegagalan toleransi diri)
Mekanisme primer Lupus eritematosus sistemikE adalah autoimunitas, suatu proses
kompleks dimana sistem imun pasien menyerang selnya sendiri. Pada SLE, sel-T
menganggap sel tubuhnya sendiri sebagai antigen asing dan berusaha mengeluarkannya
Portofolio III : SLE (Kasus Medik) 5

dari tubuh. Diantara kejadian tersebut terjadi stimulasi limfosit sel B untuk menghasilkan
antibodi, suatu molekul yang dibentuk untuk menyerang antigen spesifik. Ketika antibodi
tersebut menyerang sel tubuhnya sendiri, maka disebut autoantibodi. Sel B menghasilkan
sitokin. Sitokin tertentu disebut interleukin, seperti IL 10 dan IL 6, memegang peranan
penting dalam SLE yaitu dengan mengatur sekresi autoantibodi oleh sel B
2) Cahaya matahari ( UV)
Sinar matahari. Sinar ultraviolet (UV) sangat penting sebagai pemicu tejadinya SLE.
Ketika mengenai kulit, UV dapat mengubah struktur DNA dari sel di bawah kulit dan
sistem imun menganggap perubahan tersebut sebagai antigen asing dan memberikan
respon autoimun
3) Genetik
Faktor genetik memegang peranan penting dalam kerentanan dan ekspresi penyakit.
Sekitar 10-20% pasien SLE memiliki kerabat dekat yang juga menderita SLE. 1 Saudara
kembar identik sekitar 25-70% (setiap pasien memiliki manifestasi klinik yang
berbeda) 4 sedangkan non-identik 2-9%.1 Jika seorang ibu menderita SLE maka
kemungkinan anak perempuannya untuk menderita penyakit yang sama adalah 1:40
sedangkan anak laki-laki 1:25. 4 Penelitian terakhir menunjukkan adanya peran dari gen-
gen yang mengkode unsur-unsur sistem imun. Kaitan dengan haptolip MHC tertentu,
terutama HLA-DR2 dan HLA-DR3 serta komplemen (C1q , C1r , C1s , C4 dan C2) telah
terbukti
4) Stress
5) Agen infeksius seperti virus, bakteri (virus Epstein Barr, Streptokokus, klebsiella)
6) Obat – obatan : Procainamid, Hidralazin, Antipsikotik, Chlorpromazine, Isoniazid
7) Zat kimia : merkuri dan silikon
8) Perubahan hormon.
Hormon. Secara umum estrogen meningkatkan produksi antibodi dan
menimbulkan flare sementara testosteron mengurangi produksi antibodi. Sitokin
berhubungan langsung dengan hormon sex. Wanita dengan SLE biasanya memiliki
hormon androgen yang rendah, dan beberapa pria yang menderita SLE memiliki level
androgen yang abnormal.3 Penelitian lain menyebutkan bahwa hormon prolaktin dapat
Portofolio III : SLE (Kasus Medik) 6

merangsang respon imun

C. PATOGENESIS SLE
Faktor genetik dan lingkungan diduga saling berinteraksi sehingga menghasilkan
respon imun yang abnormal dan memulai terbentuknya auto-antibodi patogenik dan
kompleks imun yang menumpuk di jaringan, mengaktifkan komplemen, mengaktifkan
inflamasi dan pada jangka waktu tertentu akan menghasilkan kerusakan organ yang
irreversible.
Pada sebagian besar pasie Lupus eritematosus sistemik E, antinuklear antibodi
(ANA) adalah antibodi spesifik yang menyerang nukleus dan DNA sel yang sehat.
Terdapat dua tipe ANA, yaitu anti-doule stranded DNA (anti-ds DNA) yang memegang
peranan penting pada proses autoimun dan anti-Sm antibodies yang hanya spesifik untuk
pasien SLE. Dengan antigen yang spesifik, ANA membentuk kompleks imun yang
beredar dalam sirkulasi sehingga pengaturan sistem imun pada SLE terganggu yaitu
berupa gangguan klirens kompleks imun besar yang larut, gangguan pemrosesan
kompleks imun dalam hati, dan penurunan uptake kompleks imun oleh ginjal. Sehingga
menyebabkan terbentuknya deposit kompleks imun di luar sistem fagosit mononuklear.
Kompleks ini akan mengendap pada berbagai macam organ dan menyebabkan terjadinya
fiksasi komplemen pada organ tersebut dan aktivasinya menghasilkan substansi yang
menyebabkan radang. Reaksi radang inilah yang menyebabkan keluhan pada organ yang
bersangkutan.
Sekitar setengah dari pasien SLE memiliki antibodi antifosfolipid. Antibodi ini
menyerang fosfolipid, suatu kumpulan lemak pada membran sel. Antifosfolipid
meningkatkan resiko menggumpalnya darah, dan mungkin berperan dalam penyempitan
pembuluh darah serta rendahnya jumlah hitung darah.
Antibodi tersebut termasuk lupus antikoagulan (LAC) dan antibodi
antikardiolipin (ACAs). Mungkin berupa golongan IgG, IgM, IgA yang berdiri sendiri-
sendiri ataupun kombinasi. Sekalipun dapat ditemukan pada orang normal, namun
mereka juga dihubungkan dengan sindrom antibodi antifosfolipid, dengan gambaran
berupa trombosis arteri dan/atau vena berulang, trombositopenia, kehilangan janin-
terutama kelahiran mati, pada pertengahan kedua kehamilan. Sindrom ini dapat terjadi
Portofolio III : SLE (Kasus Medik) 7

sendirian atau bersamaan dengan Lupus eritematosus sistemikE atau gangguan autoimun
lainnya.

D. MANIFESTASI KLINIS SLE


Gejala klinis dan perjalanan penyaki Lupus eritematosus sistemik E sangat bervariasi.
Onset penyakit dapat spontan atau didahului oleh faktor presipitasi. Setiap serangan
biasanya disertai dengan gejala umum yang jelas seperti demam, malaise, kelemahan,
nafsu makan berkurang, berat badan menurun, dan iritabilitas. Yang paling menonjol
adalah demam, kadang-kadang disertai menggigil. 1 Banyak wanita SLE
menderita flare pada fase postovulasi dari siklus menstruasi, dan mengalami resolusi
ketika telah terjadi haid.

 Muskuloskeletal
Gejala yang paling sering berupa artritis atau atralgia (53-95%) dan biasanya mengawali
gejala yang lain. Selain kelemahan dan edema dapat pula terjadi efusi yang bersamaan
dengan poliartritis yang bersifat simetris, nonerosif, dan biasanya tanpa
deformitas4, bukan kontraktur atau ankilosis. Kaku pagi hari jarang ditemukan.
Adakalanya terdapat nodul reumatoid. Mungkin juga terdapat nyeri otot dan
miositis. 1 Paling sering mengenai interfalangeal proksimal (PIP) dan
metakarpofalangeal, pergelangan tangan, siku dan lutut
 Gejala Mukokutan
Ruam kulit yang dianggap khas untuk SLE adalah ruam kulit berbentuk kupu-kupu
(butterfly rash) berupa eritema pada hidung dan kedua pipi (55-90%). Pada bagian tubuh
yang terpapar matahari dapat timbul ruam kulit yang terjadi karena hipersensitivitas.
Lesi diskoid berkembang melalui 3 tahap yaitu eritema, hiperkeratosis dan atrofi.
Biasanya tampak sebagai bercak eritematosus yang meninggi, tertutup oleh sisik keratin
disertai penyumbatan folikel, dan jika telah berlangsung lama akan terbentuk sikatriks
Vaskulitis kulit dapat berupa memar yang dalam dan bisa menyebabkan ulserasi serta
perdarahan jika terjadi pada membran mukosa mulut, hidung, atau vagina. Pada beberapa
orang dapat terjadi livido retikularis, lesi ungu-kemerahan pada jari-jari tangan dan kaki
atau dekat kuku jari. 3 Alopesia dapat pulih kembali jika penyakit mengalami remisi.
Kadang-kadang terdapat urtikaria yang tidak dipengaruhi oleh kortikosteroid dan
antihistamin. Biasanya hilang beberapa bulan setelah penyakit tenang secara klinis dan
Portofolio III : SLE (Kasus Medik) 8

serologis.
 Ginjal
Sebanyak 70% pasien SLE akan mengalami kelainan ginjal. Pengendapan komplek imun
yang mungkin mengandung ds-DNA, bertanggung jawab atas terjadinya kelainan
ginjal. Bentuk in situ kompleks imun memungkinkan pengikatan DNA ke membran
basalis glomeruluis dan matriks ekstraseluler. Dengan mikroskop elektron, kompleks
imun akan tampak dalam pola kristalin di daerah mesangeal, subendotelial atau
subepitelial. IgG merupakan imunoglobulin yang paling sering tampak diikuti oleh IgA
dan IgM. Kadang-kadang tampak IgG, IgA, IgM, C3, C4 dan C1q pada glomerulus yang
sama (pola “full house“)
 Sistem Saraf
Gangguan neurologik mengenai 25% penderita SLE. Disfungsi mental ringan
merupakan gejala yang paling umum, namun dapat pula mengenai setiap daerah otak,
saraf spinal, atau sistem saraf. Beberapa gejala yang mungkin tampak adalah seizure,
psikosis, organic brain syndrome, dan sakit kepala.8 Pencitraan otak menunjukkan
adanya kerusakan serabut saraf dan mielin. Gejala yang tampak berupa irritabilitas,
kecemasan, depresi, serta gangguan ingatan dan konsentrasi ringan
 Kardiovaskuler
Kelainan jantung dapat berupa perikarditis ringan sampai berat (efusi perikard), iskemia
miokard dan endokarditis verukosa (Libman Sacks). 3 Keadaan tersebut dapat
menimbulkan nyeri dan arithmia
 Paru
Efusi pleura , dan pleuritis dapat terjadi pada SLE. 8 Diagnosis pneumonitis lupus baru
dapat ditegakkan jika faktor-faktor lain telah disingirkan seperti infeksi, virus jamur,
tuberkulosis.1 Gejalanya berupa takipnea, batuk, dan demam. Hemoptisis menandakan
terjadinya pulmonary hemorhage.4 Nyeri dada dan pernapasan pendek sering tejadi
bersama gangguan tersebut
 Saluran Pencernaan
Sekitar 45% pasien SLE menderita masalah gastrointestinal, termasuk nausea,
kehilangan berat badan, nyeri abdomen ringan, dan diare.3 Radang traktus intestinal
jarang terjadi yaitu sekitar 5% pasien dan menyebabkan kram akut, muntah, diare, dan
walaupun jarang, perforasi usus. 4 Retensi cairan dan pembengkakan dapat menyebabkan
terjadinya obstruksi intestinal
 Mata
Portofolio III : SLE (Kasus Medik) 9

Peradangan pembuluh darah pada mata dapat mengurangi suplai darah ke retina,
sehingga menyebabkan degenerasi sel saraf dan resiko terjadinya perdarahan retina.
Gejala yang paing umum adalah cotton-wool-like spots pada retina. Sekitar 5% pasien
mengalami kebutaan sementara yang terjadi secara tiba-tiba.3 Kelainan lain berupa
konjungtivitis, edema periorbital, perdarahan subkonjungtival, uveitis dan adanya badan
sitoid di retina.

E. DIAGNOSIS SLE
Tanda yang paling sering muncul pada SLE adalah muncunya ruam merah pada wajah
yang mirip dengan kupu-kupu. Tanda dan gejala lain dari SLE telah dinyatakan oleh “
American College of Rheumatology” yaitu 11 kriteria untuk klasifikasi SLE. kesebelas
Kriteria tersebut antara lain :
1) Ruam malar
2) Ruam discoid
3) Foto sensitifitas (Sensitifitas pada cahaya)
4) Ulserasi pada mulut atau nasofasing
5) Artritis
6) Serositis (radang membran serosa) yaitu pleuritis atau perikarditis
7) Kelainan ginjal, yaitu proteinuria persisten > 0,5 gr/hari
8) Kelainan neurologik (kejang-kejang)
9) Kelainan hematologik (anemia hemlitik atau leukopenia)
10) Kelainan imunologik yaitu ditemukan adanya sel LE positif atau anti DNA (+)
11) Adanya antibodi anti nuclear
Jika terdapat 4 gejala dari 11 kriteria yang dipaparkan maka diagnosis SLE dapat
ditegakkan

F. PENATALAKSANAAN SLE
Terapi SLE sebaiknya dilakukan bersamaan dan berkesinambungan agar tujuan terapi dapat
tercapai,berikut pilar terapi SLE :
1) Edukasi dan konseling
Informasi yang benar dan dukungan dari orang sekitar sangat dibutuhkan pasien SLE
dengan tujuan agar pasien dapat hidup mandri. Beberapa hal perlu diketahui oleh pasien
SLE, antara lain perubahan fisik yang akan dialami, perjalanan penyakit, cara mencegah
dan mengurangi kekambuhan sepert imelingdungi kulit dari paparan sinar matahari secara
langsung, memeperhatikan jika terjadi infeksi dan perlunya pengaturan diet agar tidak
Portofolio III : SLE (Kasus Medik) 10

kelebihan berat badan, dislipidemia, atau terjadinya osteoporosis


2) Program Rehabilitasi
Secara garis besar, pelaksanaan program rehabilitasi yang dilakukan olelh pasien SLE,
antara lain : instirahat yang cukup, sering melakukan terapi fisik, terapi dengan modalitas,
kemudian melalkukan latihan ortotik, dan lai-lain.
3) Terapi Medikasi
Jenis obat-obatan yang digunakan untuk terapi SLE terdiri dari NSAID (Non Steroid Anti
Inflamation Drugs), Anti malariaa, Steroid, Imunosupresan dan obat terapi lain sesuai
manifestasi klinis yang dialami.
 NSAID
Dapat digunakan untuk mengendalikan gejala SLE pada tingkatan yang ringan, seperti
menurunkan inflamaasi dan rasa sakit pada otot, sendi dan jaringan lain. Contoh obat :
aspirin, ibuprofen, baprosen dan sulindac. Obat-obatan tersebut dapat menimbulkan efek
samping yaitu pada saluran percernaan, mual, muntah, diare dan perdarahan lambung.
 Kortikosteroid
Penggunaan dosis steroid yang tepat merupakan kunci utama dalam pengendalian lupus.
Dosis yang diberikan dapat terlalu rendah atau tinggi sesuai tingkat keparahan penyakit
untukpengendalian penyakit. Penggunaan kortikosteroid dapat dilakukan secara oral,
injeksi pada sendi, dan pada intravena. Contoh: metilprednisolon. Kesalahan yang sering
terjadi adalah pemberian dosis yang tinggi,namun tidak disertai kontrol dan dalam waktu
yang lama. Dosis yang dapat diberikan 40-60 mg/hari (1mg/kg BB) Prednisone atau
metilprednisolon intravena sampai 1 g/hari selama 3 hari berturut-turut. Selanjutnya
diberikan oral. Beberapa efek samping dari mengkomsumsi kortikosteroid terdiri dari
meningkatkan berat badan, penipisan kulit, osteoporosis, meningkatnya infeksi virus dan
jamur, perdarahan GIT,memperberat hipertensi dan moon face.
 Anti malaria
Antii malaria yang dapat digunakan untuk terapi SLE terdiri dari hydroxychloroquinone
dan cloroquinone. Hydroxychloroquinone lebih sering digunakan dibanding cloroquinone
karena resiko efek samping pada mata lebih rendah. Obat anti malaria efektif untuk SLE
dengan gejala fatigue, kulit, dan sendi. Baik untuk mengurangi ruam tanpa menignkatkan
Portofolio III : SLE (Kasus Medik) 11

penipisan pembuluh darah. Toksisitas pada mata berhubungan dengan dosis harian dan
kumulatif, sehingga selama dosis tidak melebihi, resiko tersebut sangat kecil. Pasien
dianjurkan untuk memeriksakan ketajaman visual setiap 6 bulan untuk identifikasi dini
kelainan mata selama pengobatan.
 Imunosupresan
Obat imunosupresan merupakan obat yang berfungsi untuk menekan sistem imun tubuh.
Ada beberapa jenis obat imunosupresan yang biasa dikonsumsi pasien SLE seperti
azathioprine (Imuran), Micophenolate mofetil (MMF), Methottrexate, cyclosphorin,
Cyclophosphamide, dan Rituximab.

4. Plan:
Diagnosis Kerja
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisis, diagnosa pasien tersebut lupus eritematous sistemik
Penatalaksanaan:
Psikofarmakoterapi:
- IVFD RL 28 tpm
- Inj. Ranitidin 1 amp/8jam/IV
- Inj. Ketorolak 1 amp/8jam/IV
- Rujuk Ke RSWS (bag Rheumaatologi).

5. Pendidikan:
Kepada pasien dan keluarganya dijelaskan mengenai penanganan SLE yang diberikan, dan
kemungkinan komplikasi serta lama perawatan dan control terapi yang akan dijalani.
6. Konsultasi
konsultasi dengan spesialis Penyakit Dalam untuk perawatan dan penanganan lebih lanjut.

7. Rujukan:
Diperlukan agar pasien mendapat penanganan pada sarana yang lebih lengkap (Bagian
Rheumatologi).

Watansoppeng , Maret 2015

Peserta Pendamping
Portofolio III : SLE (Kasus Medik) 12

dr. Aulia Istiqamah S dr. Misdawaty

Anda mungkin juga menyukai