Anda di halaman 1dari 9

BAGIAN ILMU KULIT DAN KELAMIN JOURNAL READING

FAKULTAS KEDOKTERAN JUNI 2018


UNIVERSITAS PATTIMURA

ANTI-ANDROGEN THERAPY IN FEMALE ADULT ACNE

. Disusun oleh:

CECILIA CASANDRA UNEPUTTY


NIM. 2011-83-046

Pembimbing:
dr. Hanny Tanasal, Sp. KK

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

PADA BAGIAN ILMU KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PATTIMURA

AMBON

2018

1
TERAPI ANTI ANDROGEN UNTUK JERAWAT PADA WANITA

Kata kunci:

Jerawat, androgen, spironolakton, siproteron

Pendahuluan

Acne vulgaris merupakan penyakit multifactorial pada unit pilosebaseus


akibat dari peningkatan produksi sebum yang diinduksi oleh androgen, perubahan
keratinisasi, inflamasi dan kolonisasi bakteri pada folikel oleh Propoinibacterium
acbes (P. acnes). Gambaran klinisnya meliputi seborea, komedn, papul dan
pustule.Nodul dan kistik terlihat pada acne nodulokistik yang berat yang dapat diikuti
oleh pembentukan scar. Acne dapat terjadi sendiri atau dengan timbulnya tanda-tanda
hiperandrogenisme, seperti hirsutisme, alopesia dan gangguan menstruasi.

Acne vulgaris menjadi alasan paling sering seorang wanita datang ke


dermatologis dan merupakan salah satu tantangan dalam mengobatinya, karena
penyakit ini sering menetap hingga usia dewasa. Perkins, dkk meneliti prevalensi
jerawat pda 2895 pasien wanita dan menemukan lebih dari seperempat wanita
memiliki jerawat dan walaupun jerawat sangat memuncak pada usia remaja namun
akan terus berlanjut sampai dekade ke lima. Jerawat pada orang dewasa berhubungan
dengan adanya androgen yang bersirkulasi sebagai onset lambat atau acne yang
timbuk setelah usida remaja.

Terapi anti androgen diindikasikan untuk pasien wanita dengan keratwa


papoluspustulara atau nodular yang resisten terhadapa terapi lini pertama atau bila
ditemukanya hiperandrognisme. Walaupun terapi standar jerawat cukup berhasil
untuk mengobati jerawat pada pasien wanita, namun terapi anti androgen merupakan
pilihan terapi yang efektif yang dapat memberikan kemungkinan hasil yang lebih baik

2
pada populasi wanta dewasa, bahkan bila tidak berhasil dengan terapi sistemik lain.
Tinjauan ini membahas terapi hormonal yang meliputi asetat siproteron,
spironolakton dan flutamida. Kontasepsi dengan aktivitas androgenik dan terapi
topikal tidak dibahas dalam artikel ini.

Patogenesis

Androgen memainkan peran penting dalam patofisiologi dan terapi jerawat.


Faktor penting lainya yaitu mediator inflamasi yang dikeluarkan ke kulit, perubahan
proses keratinisasi yang menyebabkan komedo dan kolonisasi folikular oleh P.acnes.
Tidak terdapat jerawat tanpa adanya sebum, yang merupakan sumber nutrisi untuk
P.acnes dan androgen sebagai hormon sebo tropik utama.

Androgen pada wanita berasal dari 3 sumber: ovarium, kelenjar adrenal dan
konversi perifer. Sebelum masa pubertas, kelenjar adrenal memproduksi sejumlah
besar dehidroepiandrosterone (DHEAS) yang dimetabolisme menjadi androgen aktif
di kulit. Androgen meyebabkan pembesaran pada kelenjar sebasea dan meningkatkan
produksi sebum.Peningkatan atau perubahan produksi sebum dibawah pengaruh
androgen merupaka tahapan penting dalam pembentukan jerawat pada semua
populasi.Peningkatan sensitivitas unit pilosebaseus terhadap androgen juga diyakini
sebagai salah satu penyebab jerawat.Di kulit, reseptor androgen berlokasi di kelenjar
sebaseus dan di bagian luar batang dan folikel rambut.Sebosit dan keratinosit di
infundibulum folikel pilosebaseus pada pasien yang megalami jerawat memiliki
reseptor androgen yang banyak dan lebih sensitif dibandingkan subjek normal.

Penelitian klinis yang mendukung peran androgen pada jerawat. Kondisi-


kondisi hiperandrogenisme, seperti polycystic ovarian syndrome (PCOS),
berhubungan dengan terjadinya jerawat yang sangat responsive dengan pemberian
anti androgen. Selain itu, peningkatan kadar dehidroepiandrosterone sulfat (DHEA-S)
berhubungan dengan onset jerawat pada gadis usia menarke, dan kadar yang lebih
tinggi pada saat pre menarke akan berdampak pada pembentukan jerawat yang lebih

3
parah secara klinis saat pubertas. Peningkatan DHEA-S juga berhubungan dengan
klinis jerawat pada sebagian pasien dengan PCOS. Fluktuasi androgen yang terjadi
selama siklus mentruasi memperngaruhi gejolak selama siklus, termasuk gejolak
yang muncul saat premenstruasi yaitu jerawat.

Diferensial diagnosis jerawat pada wanita

Dibutuhkan anamnsesis dan pemeriksaan fisik untuk menilai seorang wanita


yang datang dengan jerawat. Diferensial diagnosis yang sering dipakai pada jerawat
yang terjadi pada wanita yaitu rosasea, dermatitis seboroik dan hiperandrogenisme
(termasuk PCOS).

Tanda dan gejala hiperandrogenisme meliputi hirsutisme, alopesia, amnore,


atau oligomenore dan virilisasi, yang dibuktikan dengan bunyi suara yang lebih
dalam, klitoromegaly dan peningkatan massa otot. Hirsutisme merupakan menifestasi
yang paling sering dijumpai (70-80%) dan biasanya berhubungan dengan peningkatan
kadar testosteron bebas.

Penyebab hiperandrogenisme yang paling sering yaitu PCOS. Kriteria


konsensus Rotterdam mendefinisikan diagnosis PCOS sebagai 2 dari 3 kriteria:
amenora atau oligomenore, hiperandrogenisme secara biokimia atau klinis dan
gambaran ultrasonografi adanya peningkatan jumlah folikel (>12) atau volume folikel
(>10cm3) per ovarium. Dermatologis sebaiknya terbiasa dengan diagnosa PCOS,
yang terdiri dari pemeriksaan endokrin (testosteron total dan bebas, FSH, LH,
prolactin, 17-hidroxiprogesteron dan DHEA) dan parameter metabolic (insulin puasa
dan lipid).

Suatu perbedaan penting yang harus diwaspadai yaitu androgen-secreting


tumor yang dapat terjadi pada semua usia dan muncul sebagai jerawat dengan onset
cepat. Tingginya kadar terstosteron (>150-200 ng/dL) dengan kadar DHEA yang

4
normal dapat mengarah ke tumor ovarium. Kadar DHEA yang tinggi (>8000 ng/mL)
mengarah ke tumor adrenal. Peningkatan sedikit kadar DHEA (4000-8000 ng/mL)
ditemukan ada CAH, PCOS dan penyakit Chusing. Kadar 17-OHP yang tinggi dan
uji adrenokotikotropik hormon (ACTH) yang positif menjadi dasar diagnosa CAH.

Terapi anti androgen

Agen anti androgen adalah agen yang menghambat secara langsung


pengikatan dohidrotestosteron (DHT) dengan reseptornya secara kompetitif. Meliputi
siproteron asetat (CPA), spironolakton dan fultamid. Semua anti androgen
dikontraindikasikan bagi laki-laki karena akan menyebabkan feminisasi, juga bagi
wanita hamil.

Siproteron asetat

Siproteron asetat merupakan agen steroid sintetik anti androgen


progestasional. Obat ini meghambat reseptor anti androgen, khususnya yang sensitif
terhadap DHT.CPA merupakan satu-satunya anti androgen yang juga memiliki efek
anti-gonadotropin dan menghambat ovulasi. Obat ini digunakan sebagai terapi
estrogen pada kebanyakan kasus jerawat, yaitu kombinasi dengan kontrasepsi oral
(COC- combined oral contraception), namun dapat juga digunakan sendiri. CPA
menghambat konversi DHEA menjadi androstenedione dengan 3-betahydroxysteroid
dehydrogenase, menurunkan produksi androgen adrenal. CPA juga menghambat
produksi hormon FSH dan LH yang memblok fungsi ovarium dan menurunkan kadar
androgen serum. Tatalaksana anti androgen juga menurunkan komedon secara tidak
langsung dengan meningkatkan konsentrasi linoleat sebasea.

Terapi menggunakan CPA sebaiknya dimulai pada hari pertama atau kelima
pada sikluas menstruasi dan sebaiknya dihentikan pada hari ke 14 sebelum ovulasi.
Bila digunakan sendiri, dosis yang direkomendasikan yaitu 50-100 mg/hari.

5
Penelitian menunjukan bahwa perbaikan secara keseluruhan pada jerawat terlihat
pada 75-90% kasus.

Efek samping dari CPA yaitu menstruasi yang tidak teratur, nyeri payidara,
retensi cairan, nyeri kepala dan mual. Efek samping yang paling diwasapadai yaitu
toksisitas hati, yang tergantung pada dosis yang dipakai. Angka ketidakteraturan
menstruasi menurun secara signifikan bila CPA dikombinasi dengan estrogen.

Selama 10-15 hari pertama siklus menstruasi, CPA dengan dosis 12,5-50
mg/hari dapat ditambahkan dengan COC yang sudah mengandung CPA. Dengan cara
ini, dapat mencegah menstruasi yang tidak teratur selama terapi CPA saja. Sebuah
tulisan meninjau manfaat dan risiko co-cyprindiol pada penelitian di Prancis tentang
risiko tromboembolisme vena dan menyimpulkan bahwa “keseimbangan manfaat dan
risiko masih positif” untuk terapi masalah kulit yang berkaitan dengan sensitifitas
androgen seperti jerawat berat dengan atau tanpa seborea.

CPA dikontraindikasikan pada mereka yang memiliki penyakit hati,


keganasan (selain kanker prostat), riwayat meningioma, diabetes berat, kelainan
darah dan depresi kronis berat. Pasien dengan CPA sebaiknya memonitor fungsi hati.

Spironolakton

Spironolakton merupakan antagonist aldosterone. Mekanisme kerjanya yaitu:


1. Menurunkan aktivitas 5-alfa reduktase melalui peningkatan bersihan testosteron
secara sekunder sehingga menambah aktivitas hidroksilase di hati, 2. Bersaing
dengan dihidrotestosteron untuk menempati reseptor androgen dan menurunkan
jumlah produksi sebum yang distimulasi oleh androgen, 3. Menurunkan kadar
testosteron bebas dengan meningkatkan ikatan hormon seks dengan globulin.

Spironolakton diketahui sebagai terapi yang efektif untuk jerawat yang


diakibatkan oleh hormonal. Obat ini telah berhasil mengatasi jerawat pada wanita,
hirsutisme dan alopesia selama bertahun-tahun. Dengan dosis 50-100 mg 1 atau 2x

6
sehari, dikonsumsi bersama makanan, telah menunjukan penurunan angka eksresi
sebum sebanyak 30-50% dan memperbaiki kondisi jerawat. Perbaikan klinis kerawat
biasanya akan terlihat setelah 3 bulan dan dosis rumatan efektif berkisar antara 25-50
mg perhari.

Namun tinjauan Cochrane pada tahun 2009 mengatakan bahwa terlalu sedikit
bukti untuk menggunakan spironolakton untuk mengatasi jerawat karena terbatasnya
jumlah percobaan dan jumlah sampel penelitian yang sediktit. Sebaiknya obat ini
digunakan untuk terapi pada kasus-kasus yang resisten terhadap terapi konvensional,
dan akan berguna bila digunakan di negara dimana terapi hormonal merupakan
sebuah kontraindikasi atau dimana tidak tersedia pengoabtan.

Efek buruknya tergantung pada dosis. Dosis rendah 25-50 mg sehari biasanya
ditoleransi dengan baik. Efek samping yang sering terjadi yaitu diuresis, menstruasi
tidak teratur, nyeri atau pembesaran payudara, penurunan libido dan hiperkalsemia.
Efek samoing ini biasanya ringan dan penurunan dosis cukup untuk menguranginya.
Perdarahan mestruasi yang tidak teratur dan efek samping lain dapat diperbaiki bila
menggunakan spironolakton dikombinasi dengan estrogen.

Spironolakton digunakan sebagai diuretik hemat kalium dan hiperkalemia


merupakan efek samping yang sering terjadi. Penelitian retrospektif pada 974 wanita
muda menemukan bahwa angka hiperkalemia pada wanita muda sehat yang
mengkonsumsi spironolakton untuk mengatasi jerawat ekuivalen dengan angka
hiperkalemia pada populasi dasar. Monitoring rutin kadar potassium tidak
direkomendasikan namun suplementasi potasiym dan ACE inhibitor sebaiknya
dihidari.

Spironolakton sebaiknya dihindari pada pasien dengan risiko kanker payudara


atau keganasan lain yag bergantung pada estrogen. Potensi induksi estrogen dengan
terjadinya keganasan masih menjadi topik yang kontroversial. Terapi dengan
spironolakton selama kehamilan merupakan kontraindikasi (kategori C pada

7
kehamilan, FDA) dan kemungkinan berdampak pada abnormalitas genitalis fetus
laki-laki, seperti hipospadia.

Flutamid

Flutamid antagonis androgen non steroid yang digunakan dalan tatalaksana


hipertrofi prostat, kanker prostat dan hirsutisme.Aktivitas anti androgen akibat
inhibisi kompetitif pada reseptor androgen, khususnya yang berikatan dengan
DHT.Flutamid juga meningkatkan pemecahan androgen menjadi metabolit yang tidak
aktif.Flutamid efektif untuk terapi jerawat, hirsutisme dan alopesia.Dapat juga
digunakan sendiri atau dengan kombinasi dengan metformin atau COC pada pasien
dengan PCOS.

Percobaan acak terkontrol tentang flutamid hanya fokus pada hirsutisme.


Hanya 2 percobaan yang ditemukan pada tinjauan yang meneliti jerawat secara
spesifik. Percobaan tersebut membandingkan efikasi flutamid dengan kombinasi
cyproteron-estradiol dalam terapi jerawat. Ditemukan bahwa keefektifan flutamid
berada di belakang dalam mengatasi jerawat namun perlu penelitian lebih lanjut
dengan jumlah sampel yang lebih banyak. Sebanyak 8 penelitian lain menemukan
perbaikan pada terapi jerawat dengan flutamid dibandingkan dengan plasebo.

Toksisitas hai membatasi penggunaan flutamid. Terdapat kasus hepatitis fatal


yang telah dilaporkan. Pemeriksaan fungsi hati secara berkala dan monitoring sangat
perlu dilakukan.Efek samping lainya yaitu gangguan gastrointestinal (diare), keram
otot dan ginekomastia.

Flutamid juga dikontraindikasikan pada kehamilan karena dapat melewati


sawar darah plasenta dan menyebabkan feminisasi pada fetus laki-laki.

8
Kesimpulan

Jerawat pada wanita merupakan komorbiditas psikososial yang signifikan dan


masih menjadi sebuah tantangan untuk terapinya. Pada pedoman terbaru Eropa, anti
androgen diindikasikan sebagai pilihan terapi jerawat papulopustular yang berat
dengan kombinasi antiiotik oral atau terapi topikal. Obat ini aman digunakan dan
menjadi pilihan efektif untuk mengtasi jerawat pada pasien wanita yang mengalami
jerawat sedang sampai berat dan resisten terhadap terapi lini pertama atau yang
memiliki tanda-tanda hiperandrigenisme. Isotretinoin masih menjadi pilihan terapi
yang sangat efektif pada populasi pasien ini namun anti androgen seperti CPA dan
spironolakton menjadi pilihan yang cukup penting bila gagal dengan terapi lain. Sulit
unutk menggambarkan kesimpula dari perbandingan efikasi berbagai anti androgen
saat ini. Penelitian dengan kualitas lebih baik duperlukan untuk meneliti tentang
manfaat dari terapi anti androgen.

Anda mungkin juga menyukai