Anda di halaman 1dari 7

ABSES APENDIKS

A. Definisi
Abses Apendiks adalah salah satu komplikasi dari penyakit
Apendisitis Akut. Abses ini sebenarnya menandakan respon tubuh yang baik
sebagai akibat dari usaha tubuh untuk mengatasi peradangan Apendiks yang
telah meluas dan menembus tiap lapisan apendiks, tubuh berusaha menutup
wilayah radang ini yang akan membentuk suatu masa yang di dalamnya
terdapat jaringan nekrosis likuefaktif. Lanjutan dari proses ini dapat
menimbulkan keluhan nyeri perut kuadran kanan bawah yang sangat hebat
(Sjamsuhidajat, R. 2005).

B. Epidemiologi
Seiring dengan banyaknya laporan mengenai peradangan Apendiks
menunjukan juga bahwa kasus Abses Apendiks juga masih terus banyak
terjadi, karena dua per tiga dari kasus peradang Apendiks akan menimbulkan
komplikasi sebagai Abses Apendiks. Penyakit ini juga memiliki penyebaran
yang luas kepada seluruh usia dan jenis kelamin (Sjamsuhidajat, R. 2005).
Masih banyaknya laporan mengenai Abses Apendiks ini terkait
dengan terlambatnya penderita datang ke pusat pelayanan kesehatan pada saat
awal terjadinya peradangan Apendiks sehingga telah timbul penyulit dan
Abses. Hal ini sering terjadi akibat dari kurangnya informasi dan masukan
mengenai gejala peradangan Apendiks disamping juga tentu masalah awal
peradangan Apendiks yaitu peradangan saluran cerna. Sehingga dibutuhkan
perencanaan mengenai pelayanan kesehatan yang tepat terhadap masyarakat
luas mengenai Abses Apendiks (Sjamsuhidajat, R. 2005).

C. Patofisiologi
Penyebab Abses Apendiks secara etiologi tentu berhubungan dengan
adanya peradangan Apendiks sebelumnya yang tidak disadari. Etiologi dari
proses peradangan Apendiks masih menjadi perdebatan dari beberapa ahli,
beberapa teori telah dikeluarkan untuk menjelaskan awal terjadinya
peradangan Apendiks ini (Sjamsuhidajat, R. 2005).
Akan tetapi, keterlambatan mengetahui keadaan awal peradangan
Apendiks adalah penyebab utama mengapa Abses Apendiks masih sering
dilaporkan. Penderita yang mengeluh nyeri perut kanan bawah biasanya
datang dalam kondisi dengan penyulit yang memudahkan timbulnya Abses
Apendiks. Selain itu, terkadang keterlambatan diagnostik dan kurangnya
sarana diagnostic dapat menyebabkan peradangan Apendiks menjadi Abses
Apendiks (Sjamsuhidajat, R.2005).

D. Tanda Gejala
Pada permulaan timbulnya penyakit, belum ada keluhan abdomen
yang menetap. Keluhan apendisitis akut biasanya bermula dari nyeri di daerah
umbilikus atau periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12
jam, nyeri beralih ke kuadran kanan, menetap, dan diperberat saat berjalan
atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, demam yang tidak
terlalu tinggi, konstipasi, kadang-kadang diare, mual dan muntah. Namun
dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan semakin progresif
(Mansjoer dkk., 2000).
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
radang mendadak apendiks yang memberikan tanda setempat, disertai maupun
tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Umumnya nafsu makan menurun.
Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik
McBurney. Di sini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya
sehingga merupakan somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium
tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat
pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa mempermudah
terjadinya perforata. Bila terdapat perangsangan peritoneum biasanya pasien
mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk (Sjamsuhidajat, R, 2005).
Bila letak apendiks retrosekal di luar rongga perut, karena letaknya
terlindung sekum maka tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan
tidak ada rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau
nyeri timbul pada saat berjalan, karena kontraksi otot psoas mayor yang
menegang dari dorsal (Sjamsuhidajat, R, 2005).
Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat
menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga
peristaltik meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan
berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi
peningkatan frekuensi kencing, karena rangsangan dindingnya
(Sjamsuhidajat, R, 2005).
Penjelekan sejak mulainya gejala sampai perforata biasanya terjadi
setelah 36-48 jam. Jika diagnosis terlambat setelah 36-48 jam, angka perforata
menjadi 65% (Hartman, 2000).
Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit didiagnosis sehingga
tidak ditangani pada waktunya dan terjadi komplikasi. Gejala apendisitis akut
pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanyarewel dan tidak mau
makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya dalam beberapa jam
kemudian akan timbul muntah-muntah dan anak akan menjadi lemah dan
letargik. Karena gejala yang tidak khas tadi, sering apendisitis diketahui
setelah perforata. Pada bayi, 80-90 % apendisitis baru diketahui setelah terjadi
perforata (Sjamsuhidajat, R, 2005).

E. Interpretasi Pemeriksaan
Pada darah lengkap didapatkan leukosit ringan umumnya pada
apendisitis sederhana. Lebih dari 13.000/mm3 umumnya pada apendisitis
perforata. Tidak adanya leukositosis tidak menyingkirkan apendisitis. Hitung
jenis leukosit terdapat pergeseran kekiri. Pada pemeriksaan urin, sedimen
dapat normal atau terdapat leukosit dan eritrosit lebih dari normal bila
apendiks yang meradang menempel pada ureter atau vesika (Kartono, 1995).
Pemeriksaan pencitraan yang mungkin membantu dalam mengevaluasi
anak dengan kecurigaan apendisitis adalah foto polos perut atau dada,
ultrasonogram, enema barium, dan kadang-kadang CT scan. Temuan
apendisitis pada foto perut meliputi apendikolit yang mengalami kalsifikasi,
usus halus yang distensi atau obstruksi, dan efek massa jaringan lunak
(Hartman, 2000).
Menurut Darmawan Kartono, 1995 foto polos abdomen dikerjakan
apabila hasil anamnesa atau pemeriksaan fisik meragukan. Tanda-tanda
peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan mungkin terlihat
”ileal atau caecal ileus” (gambaran garis permukaan air-udara disekum atau
ileum).
Foto polos pada apendisitis perforata:
a) Gambaran perselubungan lebih jelas dan dapat tidak terbatas di kuadran
kanan bawah
b) Penebalan dinding usus disekitar letak apendiks, sperti sekum dan ileum.
c) Garis lemak pra peritoneal menghilang
d) Skoliosis ke kanan

Tanda-tanda obstruksi usus seperti garis-garis permukaan cairan-


cairan akibat paralisis usus-usus lokal di daerah proses infeksi. (Kartono.
1995).
CT scan telah menjadi modalitas pilihan untuk mendiagnosis usus
buntu pada anak-anak. CT scan telah terbukti memiliki akurasi 97% dalam
mendiagnosis apendisitis. Keuntungan lainnya adalah kemampuan untuk
mengevaluasi seluruh perut dan menemukan abses dan phlegmon, kurangnya
ketergantungan pada keterampilan operator, dan keakraban dokter dengan
membaca CT scan. Kerugian meliputi paparan radiasi tersebut, kebutuhan
akan kontras oral dan intravena dan kerugian yang terkait, dan kebutuhan
pasien untuk diam, yang sering sulit untuk anak-anak kecil. Karena
keuntungan CT scan, 62% dari dokter bedah anak yang disurvei di Amerika
Utara lebih suka untuk evaluasi usus buntu. CT scan paling disukai, dengan
51-58% pasien dengan apendisitis diduga menjalani CT scan. Namun,
walaupun sekarang penggunaan luas CT scan untukevaluasi apendisitis
dengan sensitivitas dan spesifisitas unggul, tingkat usus buntu negatif pada
anak-anak belum menunjukkan penurunan signifikan secara statistik (Katz,
2009).
Temuan pada barium enema adalah temuan pengaruh massa pada
sekum karena proses radang dan lumen apendiks tidak terisi atau terisi
sebagian (Hartman, 2000).

F. Diagnosis dan Diagnosis Banding


Tanda-tanda gejalanya sama seperti apendiks akut. Demam biasanya
ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5°C. Bila suhu lebih tinggi, mungkin
sudah terjadi perforata. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan rektal sampai
1°C. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering
terlihat pada penderita dengan komplikasi perforata. Appendisitis infiltrat atau
adanya abses apendikuler terlihat dengan adanya penonjolan di perut kanan
bawah (Sjamsuhidajat, R, 2005).
Apendisitis yang tidak terobati berlanjut dengan perforata dalam 48-72
jam; karenanya, lamanya gejalanya sangat penting dalam mengintepretasi
tanda fisik dalam menentukan strategi pengobatan (Sjamsuhidajat, R, 2005).
Diagnosis Banding :
- Tumor wilms
- Konstipasi
- Kista Ovarium
(Swartz. 2004)

G. Tatalaksana
Apendiktomi harus dilakukan dalam beberapa jam setelah diagnosis
ditegakkan (Sjamsuhidajat, R, 2005). Jika apendiks telah perforata, terutama
dengan peritonitis menyeluruh, resusitasi cairan yang cukup dan antibiotik
spektrum luas mungkin diperlukan beberapa jam sebelum apendiktomi.
Pengisapan nasogastrik harus digunakan jika ada muntah yang berat atau
perut kembung. Antibiotik harus mencakup organisme yang sering ditemukan
(Bacteroides, Escherichia coli, Klebsiella, dan pseudomonas spesies).
Regimen yang sering digunakan secara intravena adalah ampisilin (100
mg/kg/24 jam), gentamisin (5 mg/kg/24 jam), dan klindamisin (40 mg/kg/24
jam), atau metrobnidazole (Flagyl) (30 mg/kg/24 jam). Apendiktomi
dilakukan dengan atau tanpa drainase cairan peritoneum, dan antibiotik
diteruskan sampai 7-10 hari (Hartman, 2000).

H. Prognosis
Prognosis baik bila dilakukan diagnosis dini sebelum ruptur, dan
diberi antibiotik yang lebih baik. Apendisitis akut tanpa perforata memiliki
mortalitas sekitar 0,1%, dan mencapai 15% pada orang tua dengan perforata.
Umumnya, mortalitas berhubungan dengan sepsis, emboli paru, ataupun
aspirasi (Schwartz, 2004).

DAFTAR PUSTAKA
1. Hartman, G. E. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Jakarta. EGC.
2. Kartono. D., 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta. Binarupa
Aksara
3. Katz, M. S., dkk., 2009. Appendicitis. Medscape. Website:
http://emedicine.medscape.com/article/926795-overview , pada 10
Februari 2017
4. Mansjoer, A., 2005. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta. Media
Aesculapius.
5. Schwartz, M.W. 2004. Pedoman Klinis Pediatric. Jakarta. EGC.
6. Sjamsuhidajat, R. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta. EGC.
7. Smeltzer, S.C. and Bare, B. G., 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-
Bedah Brunner dan Suddarth. Jakarta. EGC.

Anda mungkin juga menyukai